The Orgy Club 3: Buih Cinta di Tengah
Lautan Birahi
"Amel ya...dia sebenernya anak yang baik, orangnya gak
bertele-tele, pinter lagi, gua baru tau cerita dia kaya gitu, ke
gua aja yang kenal lebih lama belum pernah cerita, tapi ke lu
udah, gua rasa dia juga sebenernya ada hati ke lu Ric" kata
Indra mangut-mangut mendengar curhatku, "oh iya makasih
Mas!" katanya pada si mas pembantu kantin yang baru
mengantarkan pesanannya.
Saat itu jam setengah sepuluh pagi, baru bubaran kuliah pagi.
Kami makan pagi sambil ngobrol mengenai orgy club dimana
aku baru saja menjadi newbie-nya yang berkat rekomendasi
dari temanku yang satu ini. Dan baru pada Indra lah aku
curhat mengenai perasaanku terhadap Amel yang tiba-tiba
saja timbul setelah aku ML dengannya dan ia mulai terbuka
padaku. Aku tidak ingin langsung mengatakan ini cinta karena
aku ingin lebih berhati-hati mengenai yang satu itu agar tidak
sakit hati lagi setelah dikhianati mantanku.
"Ya itulah aneh kan Dra, gua kayanya ada rasa ke dia tapi
malah enjoy kalau liatin dia digituin sama orang lain, lagian
dia itu kan lebih tua dari gua, gua pengennya yang lebih muda
daridulu juga"
"Haiya masa soal itu aja dimasalahin kaya milih milih mobil,
gini aja deh bro, mulai sekarang gua ga akan pernah nyentuh
si Amel lagi sampe lu mutusin kalau lu emang ga pengen
macarin dia"
"Pacarin? Wah gua belum kepikir kesitu sumpah, buru-buru
mutusin pacarin malah bikin sakit ati kaya yang dulu-dulu."
"Udah, nyantai aja mikirnya, jodoh gak jodoh udah ada yang
atur, kalau lu mau minta pendapat cewek soal ini ke Kak
Angel deh, dia itu cewek yang dewasa bukan cuma umur tapi
juga pemikiran, dia paling enak buat teman curhat, percaya
deh"
Tiba-tiba BB Indra berbunyi dan ia mengangkatnya lalu
berbicara selama beberapa saat, aku cuek meneruskan
makanku sampai ia menyelesaikan bicaranya
"Huh sialan, baru inget habis masa aktif!" gerutu Indra ketika
mengirim pesan yang gagal.
"Mau pake yang gua dulu?" tawarku
"Ngga...ntar aja....eeehh hhmmm...Ric!" tiba-tiba wajah Indra
tersenyum penuh arti sambil memandang lurus ke belakangku
"Apa?" jawabku
"Gua lagi butuh pulsa nih, mau ga kita taruhan kalau gua
menang lu isiin mentari 100 buat gua, gimana?" tantangnya.
"Kalau lu ga menang gimana?" tanyaku lagi
"Ntar gua yang beliin pulsa buat lu kalau dah habis"
"Boleh...taruhan apa emang? Bola?" aku menyeruput air
mineralku.
"Bukan...lu pasti seneng deh, tuh lu liat di sana, tuh dokter
itu!"
Aku
menengok ke belakang mengikuti pandangan matanya, kulihat
Dokter Lea, salah satu dokter klinik kampus dan juga salah
satu dosen di fakultas kedokteran, baru saja menyelesaikan
makannya dan hendak beranjak.
"Dokter Lea, napa emang? Naksir lu?"
"Gini, kalau gua bisa ngentotin dia, gua menang, deal?"
katanya dengan suara dipelankan.
Aku menanggapinya dengan tertawa, aku pikir temanku ini
tidak waras atau apa, ini kan namanya cari penyakit, dia kira
ini di kost/klub apa? Bisa begituan seenaknya? Apalagi
dengan dokter kampus, kena gampar saja masih untung,
paling parah bisa-bisa di DO atau malah dituntut pelecehan
seksual.
"Hiihihi...Dra...Dra, otak lu korslet ya? Kelamaan di klub
ditambah nyandu JAV sama hentai ya!" tawaku
"Sekarang lu ketawa, nanti kita liat hasilnya, gimana? Deal
ga?" tantangnya lagi.
Aku jadi penasaran juga nih, pakai cara apa dia kira-kira,
Indra ini memang orangnya supel dan dengan lawan jenis
gampang akrab, tapi kalau bisa merayu dokter kampus
sampai mau diajak ML dalam sehari rasanya 'mission
imposible'. Maka kutepuk sambutan telapak tangannya
pertanda menerima tantangannya, kan lumayan tuh dapet
pulsa seratus ribu.
"Oke deal ya...yuk sekarang ikut gua, dia pasti balik ke klinik,
ayo mumpung hari Jumat lagi ga banyak orang." ajaknya.
Aku mengikuti Indra ke klinik kampus dekat fakultas
kedokteran, suasana hari Jumat tampak lenggang seperti
biasanya. Kamipun tiba di depan klinik itu, Indra mengetuk
pintunya.
"Masuk!" sahut suara wanita dari dalam sana.
"Ehh....kamu Ndra, ada perlu apa nih?" tanyanya ramah, ia
sedang membaca dokumen medis di mejanya.
Sebagai gambaran, Dokter Lea ini adalah seorang wanita 30
tahun dengan rambut pendek sebahu, wajahnya yang imut dan
murah senyum membuatnya terlihat lebih muda dari usia
sebenarnya. Aku sendiri agak tidak percaya ketika belakangan
mengetahui usianya. Aku sih hanya sekedar tahu saja tentang
dirinya, memang banyak yang bilang ia adalah dokter cantik,
tapi tidak sampai kenal karena aku tidak pernah sakit sampai
harus ke klinik kampus.
"Pagi Dok...mau medical check up nih!" sapa Indra, "ini teman
saya Rico" ia memperkenalkan diriku.
"Rico" aku menjabat tangannya yang halus lalu duduk di
depan mejanya bersama Indra, ia tersenyum manis sekali.
"Lagi ga sibuk kan Dok?" tanya Indra
"Gak kok, biasa hari gini emang sepi, yang mau medical check
up kalian berdua nih?"
"Iyah Dok, saya aja dulu ya!" kata Indra
"Baik...yuk duduk di ranjang sana" Dokter Lea menutup map-
nya dan berjalan ke arah ranjang pasien di pojok.
Indra mengikuti dari belakang, aku jadi makin penasaran apa
yang akan dilakukannya, masa dia mau senekad itu
memperkosa Dokter Lea? Beberapa langkah dari ranjang
pasien, tiba-tiba Indra menarik lengan Dokter Lea dan
membalikkan tubuhnya menghadap dirinya lalu didekapnya
erat. Mulut Indra langsung nyosor mencium bibirnya.
"Ahhh...Dra! Kamu gila yah!" serunya sambil memalingkan
muka melepaskan diri dari mulut Indra yang mulai nakal dan
sudah mulai menciumi lehernya.
"Ah, dokter ini. Santai aja, dia member klub terbaru kok" sahut
Indra enteng dan dengan sigap ia menyingkap rok span hitam
Dokter Lea hingga terpampanglah paha mulus dokter cantik
itu.
Segera setelah itu Indra mencumbunya habis-habisan
sehingga Dokter Lea terlihat mulai enjoy dan akhirnya dia
berkata,"Uhhh...dasar...bilang kek dari tadi, jadi ga usah jaim-
jaiman!" suaranya nampak letih namun disertai oleh desahan
nafsu yang menggelora terlebih saat tangan Indra mulai
mengelusi pahanya yang indah itu.
Indra mengacungkan jari tengah dan telujuk padaku di
belakang punggung Dokter Lea, mataku memancarkan
kemenangan tanpa melepaskan ciumannya terhadap Dokter
Lea. Selanjutnya ia menunjuk ke arah pintu dan memutar
telapak tangan, aku yang terpana segera ke arah pintu dan
menguncinya. Dengan dada berdebar-debar, aku pun
menghampiri mereka. Kupeluk tubuh langsing Dokter Lea dari
belakang. Tanganku meraba dadanya yang berukuran sedang,
kuremas lembut buah dadanya sehingga ia menggeliat.
"Nah...kenalin Ric, Dokter Lea ini dulunya pernah ngekost di
tempat kita, jadi dia ini alumni klub, jadi ga usah sungkan-
sungkan sama beliau, ya ga Dok?" kata Indra sambil
meremas payudara Dokter Lea yang satunya.
"Aahh...diem kamu Ndra, welcome to the club Ric, saya suka
member baru, jadi ingin mengenal kamu lebih dalam" Dokter
Lea menengokkan wajahnya menghadap wajahku dekat sekali,
suaranya jadi basah dan penuh gairah.
Lengannya merengkuh leherku dan telapak tangannya
mendorong kepalaku ke arah wajahnya. Bibir kami pun
bertemu dan berpagutan panas. Tanganku mulai menyingkap
ke atas kaos dibalik jas dokternya sehingga bra kremnya
terekspos.
"Wow, sudah mahir yah kamu. Sudah pengalaman ya?"
guraunya setelah melepas ciuman sambil meraba
selangkanganku, tangan lentiknya meremas penisku sehingga
semakin menegang saja.
"Belum Dok, baru pernah ML sama satu mantan sebelum
gabung ke klub?" jawabku mengendus leher jenjangnya,
aroma parfum berkelas terasa dari tubuhnya.
"Tapi begitu masuk langsung empat cewek dia sikat semua
dalam sehari hehehe..." timpal Indra yang tangannya tengah
mengelusi selangkangan Dokter Lea dari luar celana
dalamnya.
"O ya....nafsu kamu gede juga ya!" kata Dokter Lea
tersenyum nakal padaku, "yuk kita ke sana aja, capek dong
berdiri terus gini!" ia mengajak kami ke ranjang pasien saja
agar nyaman.
Kini ia pun duduk di pinggir ranjang diapit olehku dan Indra di
sebelah kanannya. Aku terus menciumi wajah, bibir dan leher
Dokter Lea, sementara Indra sudah melucuti bra-nya hingga
terpampanglah kini kedua payudaranya yang bulat sedang
dengan puting berwarna coklat itu. Desahan Dokter Lea
semakin liar ketika lidahku menggelitiki lehernya yang jenjang
dan Indra bergantian melumat dan meremasi payudaranya.
Bibirku kembali memagut bibirnya, lidah kami langsung
terlibat saling jilat dan belit dengan panas sementara tangan
kiriku meremas payudara kanannya. Ia mengerang tertahan di
sela percumbuan kami ketika tangan kiriku turun ke bawah
dan mengelus-elus paha dan selangkangannya. Tubuhnya
semakin menggeliat tak menentu dan nafasnya terasa
semakin memburu. Indra naik ke ranjang dan membuka
celananya, ia menyandarkan bantal pada tembok agar nyaman
berselonjor di ranjang pasien
"Sepong dong Dok!" pintanya memegang penisnya untuk
dilayani Dokter Lea, ukuran penis Indra ternyata tidak jauh
beda dengan punyaku, standar cowok Asia lah.
Dokter cantik itu membaringkan diri menyamping di antara
paha Indra, lalu mencium kepala penis Indra, batangnya dan
akhirnya memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya.
Tangan kirinya memegang batang penis temanku itu sambil
bibir dan lidahnya terus melakukan aksinya. Secara alamiah,
kedua tanganku bergerak melucuti rok spannya hingga lepas
lalu disusul celana dalamnya. Kini ia telah telanjang bagian
bawah, tinggal memakai atasan berupa kaos yang sudah
tersingkap dan jas dokternya. Kuamati dengan nanar
kewanitaan Dokter Lea, vaginanya ditumbuhi bulu yang tebal
tapi teratur. Agaknya ia rajin merawatnya, sebab bulu-bulu itu
dicukur rapi, belahannya nampak menggairahkan membuatku
tak sabar untuk segera menikmatinya. Kuraba wilayah
segitiga kenikmatan itu, jari-jariku mengusap-usap bibir
vaginanya lalu kugerakkan keluar masuk ke belahannya.
"Auuwww, aaahhh, enak Ric ... terusin ya!" desis Dokter Lea
sambil menggeliatkan pinggulnya dengan indah.
Setelah beberapa saat mencucuk-cucuk vaginanya dengan jari
sampai wanita cantik itu menggeliat-geliat, kini aku
mendekatkan wajahku ke selangkangannya dan lidahku
kujulurkan ke belahannya yang telah becek.
"Ooooohhhh...!" desahnya sambil mempercepat gerakan
mulutnya terhadap penis Indra.
Jariku membuka vaginanya hingga klitorisnya terlihat.
Kuciumi biji kecil itu sambil sesekali melakuan gerakan
menyedot. Bagian sensitif itu sudah tegang sebesar biji
kacang hijau. Indah sekali bentuknya, apalagi ketika
kukuakkan labianya bagian atas klitorisnya. Kedua labianya
kupegang dengan kedua tanganku dan kubuka lebar-lebar lalu
dengan lembut kujulurkan lidahku menusuk makin dalam ke
vaginanya.
"Aaaaaahhhhhh ....Ric pinter juga ya kamu!" Dokter Lea
berusaha mengendalikan erangannya namun sesekali
suaranya meninggi tanpa terkendali.
Aku melakukan gerakan mencium, menjilat, menusuk,
menyedot secara bergantian, bahkan tak urung kuisap klitoris
dan kedua labianya secara bergantian, hingga erangan dan
rintihannya semakin keras.
"Ahhh, yes...eeemmm!" Indra yang sedang dioral penisnya
juga meracau tak karuan.
Kepala Dokter Lea naik turun mengoral penis temanku.
Tangan Indra tidak tinggal diam, ia meremas-remas payudara
Dokter Lea dan memilin-milin putingnya.
Cairan kewanitaan Dokter Lea keluar semakin banyak saja.
Kusedot dan kutelan cairan bening itu dengan nikmatnya,
gurih rasanya. Tangan kanannya kini memegang belakang
kepalaku dan menekankannya kuat-kuat ke selangkangannya
sambil menggeliat-geliat seksi. Agaknya ia sudah orgasme.
Kurasakan aliran cairan menyembur dari dalam vaginanya
yang langsung kuseruput seluruhnya dengan bernafsu. Ia
menolakkan kepalaku, mungkin merasa jengah karena kuisap
seluruh cairannya, tanpa mau menyisakan sedikit pun. Aku
tidak mengikuti perlakuannya, tapi terus menekan wajahku
menjilati sisa cairan orgasmenya yang masih berleleran. Aku
masih melumat vagina Dokter Lea ketika ia mengangkat
wajahku lalu mencium bibirku.
"Good start Ric, mantap!" pujinya
Kulihat Indra terpengaruh atas orgasme Dokter Lea
"Sekarang aja ya Dok, saya belum dapet nih!" ajaknya
"Aaahh...oke, tapi saya masih capek sih, jadi di bawah ya,"
Dokter Lea menelentangkan dirinya di ranjang tersebut setelah
sebelumnya melepaskan jas dokter, kaos dan bra nya hingga
bugil total.
"Ric...tolong taro di kursi situ aja!" pintanya padaku
Aku pun melakukan permintaannya, sekalian aku melepas
celana dan celana dalam lalu kuletakkan di dekat pakaiannya.
Setelah itu aku kembali ke ranjang tempat peraduan kami.
Indra telah mengambil posisi di antara paha Dokter Lea dan
menggesek-gesekkan penisnya ke bibir vagina dokter cantik
itu. Dokter Lea nampak naik lagi birahinya atas perlakuan
Indra. Indra menekan penisnya hinggga melesak semakin
dalam ke dalam vagina dokter itu. Dokter Lea sendiri
menyambutnya dengan membuka lebar-lebar pahanya. Kedua
kakinya dipentang dan dipegang oleh kedua tangan Indra.
Dokter Lea lalu mengisyaratkan aku mendekatinya. Aku pun
naik ke dadanya dan tangannya langsung meraih penisku.
"Keras nih...kayanya ga bakal mengecewakan, hihi...!"
komentarnya.
"Ga bakal Dok, jaminan mutu boleh dicoba!" timpalku.
"Emangnya baygon, jaminan mutu!" ia mulai mengocok
penisku pelan.
Sambil menyentuh penisku, perlahan-lahan ia dekatkan
wajahnya ke arah pahaku dan menjilat kepala penisku.
"Eeemmm...sedap Dok!!" desahku nikmat.
Dokter Lea semakin liar bergerak menikmati tusukan penis
Indra sambil melumat penisku. Kedua tanganku tidak mau
tinggal diam dan meremas-remas kedua payudaranya dengan
putingnya yang semakin mengeras itu. Genjotan penis Indra
kulihat semakin kencang dan itu berpengaruh pada semakin
kuatnya Dokter Lea menghisap penisku. Kurasakan kepala
penisku menekan ujung tenggorokannya, tapi wanita ini tidak
peduli, ia sepertinya sudah ahli soal beginian, air liurnya
menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah mengoral
penisku. Bahkan ketika seluruh penisku ia telan, lidahnya
mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi
geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari.
Plok...plokkk...plok....suara penis Indra keluar masuk semakin
cepat. Penisku disedot kuat-kuat oleh Dokter Lea sehingga
tanganku pun makin gemas meremas payudaranya.
"Ahhh, saya mau keluar Dok...yessshhh!" erang Indra ngos-
ngosan
"Sama Dra...bareng ya? Oooohhhh, akkhhh ... enak gilaa...
yang dalam... aaauhhggghhhhh!!" rintih Dokter Lea semakin
tinggi.
Desah orgasme Dokter Lea tak tertahankan ketika dengan
hebatnya penis Indra menghunjam dengan cepat dan berhenti
saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit
pinggul temanku sementara mulutnya menelan penisku hingga
ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya.
Kuperhatikan tubuh wanita ini yang indah bergetar-getar
beberapa saat. Aku menengok ke belakang, tubuh Indra pun
menegang otot-ototnya sambil terus menusukkan penisnya
lebih dalam. Aku turun melepaskan diri dari Dokter Lea agar
ia lebih menikmati orgasmenya dengan utuh dan mengambil
tempat duduk di pinggir ranjang. Indra menghempaskan
tubuh di atas tubuh Dokter Lea, sementara kedua tangan
wanita itu memeluk temanku. Kuamati mereka berpelukan
sambil bertindihan menikmati gelombang orgasme yang makin
menyurut.
Tak lama kemudian, Dokter Lea berkata dari balik himpitan
tubuh Indra, "Sekarang giliranmu ya Ric...yuk cepet mumpung
masih jam jumatan nih, masih sepi!"
"Nggak apa-apa Dok, santai aja. Saya kan cuma nemenin
Indra aja," aku berbasa-basi
"Jangan gitu dong" Dokter Lea menolakkan tubuh Indra dan
turun dari ranjang lalu mendekatiku. "kamu kan pendatang
baru, masa saya belum memberi sambutan ke kamu" ia cium
bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke
leherku.
"Nah, sekarang kamu berbaring aja di ranjang" suruhnya
padaku, "Dra kamu turun dulu, sempit ranjangnya tuh!"
Indra hanya mengangguk dan turun dari ranjang yang
sebenarnya hanya muat satu orang itu untuk membiarkanku
naik
"Giliranlu bro....enjoy!" katanya menepuk lenganku ketika aku
hendak membaringkan diri.
Dokter Lea naik ke atas penisku lalu ia membuka kedua belah
pahanya lebar-lebar. Rambut-rambut halus vaginanya
memberikan nuansa romantis yang tak terlukiskan ketika
bersentuhan dengan kepala penisku. Tubuh Dokter Lea benar-
benar seindah pualam. Geliatnya begitu erotis, membuat pria
manapun takkan mampu menguasai diri untuk tidak
menyetubuhinya dalam keadaan begitu rupa.
"Ayo Ric, ga usah malu-malu gitu, tiap member orgy club ga
perlu sungkan soal ginian" rayu Dokter Lea sambil mengelus
rambutku, kuamati wajahnya dari dekat, benar-benar cantik,
di balik wajah wanita berintelektual tinggi ini ternyata
mengandung gairah yang tinggi, payudaranya bersentuhan
dengan dadaku
Tanganku mengelus-elus lengan dan perutnya. Ia menarik
pergelangan tanganku agar mengelus dan meremas
payudaranya. Kini aku mulai beroperasi di bagian dadanya
dan memainkan putingnya yang kembali mengeras akibat
sentuhan jari-jariku. Kupilin-pilin putingnya dengan lembut
dan kudekatkan mukaku ke payudaranya. Lidahku kujulurkan
menjilati puting payudaranya memberinya sensasi geli, setelah
itu kumasukkan putingnya ke dalam mulutku sambil
melakukan gerakan menyedot.
"Ooogghh, ya, yahh, gitu enak Ric! " desisnya
Disemangati begitu, kedua payudaranya makin kuremas
sambil terus mengisap, memilin, menyedot putingnya dengan
gerakan bervariasi, kadang-kadang lembut, kadang ganas,
hingga pemiliknya menggeliat-geliat nikmat. Kurasakan
tangannya yang lembut meraih penisku dan menyentuhkan
kepalanya pada bibir vaginanya. Ia menggelinjang-gelinjang
antara geli dan nikmat.
"Ooouggghh, kita mulai aja yahh! Udah ga tahan nih"
erangnya.
Aku mengiyakan saja mengikuti permintaannya, ia terus
memainkan penisku menggesek klitorisnya hingga kurasakan
semakin tegang ditekan oleh kepala penisku. Ia menurunkan
tubuhnya setelah bibir vaginanya tepat pada kepala penisku
"Eeemmmhh..." lenguhnya merasakan penetrasi penisku pada
vaginanya
Secara perlahan ia mulai menaik-turunkan pinggulnya
menyambut masuknya penisku yang melesak makin ke dalam.
Indra memandang ke arahku sambil tersenyum. Kini ia berdiri
di samping ranjang dan meraih payudara Dokter Lea dan
mengenyotnya.
"Aaaahhh ...... " erang Dokter Lea lagi, tangannya memeluk
kepala Indra yang menyusu darinya.
Gerakannya menaik turunkan tubuh di atas penisku
berlangsung dengan ritme pelan, tetapi kadang-kadang ia
menyelinginya dengan gerakan cepat dan dalam. Rintihan
nikmat terdengar dari mulutnya
"Oohh...yahh...enak...isep Dra, isep yang kuat!"
Pinggulnya sesekali berputar sehingga penisku seperti sedang
mengaduk. Semakin lama gerakan pinggulnya makin tak
menentu. Aku sendiri terkadang aktif menggerakkan pinggulku
sehingga penisku semakin menghantam-hantam vaginanya.
Seiring gerakanku makin bertenaga, desahannya pun makin
kuat mengarah pada jeritan, namun ia masih berusaha
meredamnya dengan menggigit bibir atau jarinya sendiri.
Dengan beberapa kali hentakan ke atas kubuat tubuh Dokter
Lea semakin bergetar, kurasa sebentar lagi ia segera
menggapai puncak kenikmatan.
"Ric, terusin ....udah mau nih, ooohh!" ia menggeram sambil
menyentak-nyentakkan tubuhnya semakin cepat.
Jari-jari tangannya memeluk punggung Indra dengan erat.
Dinding vaginanya semakin berdenyut-denyut memijati
penisku, sentakannya kadang membuat buah pelirku ngilu tapi
perasaan itu bercampur dengan kenikmatan luar biasa.
Kurasakan guyuran cairan kewanitaannya membasahi penisku
sedemikian rupa hingga tak kuasa kubendung luapan
spermaku memasuki rongga vaginanya.
"Dokter....!!! ngecrot nih!" desahku sambil meremas
payudaranya
Ia pun akhirnya ambruk menindihku setelah Indra melepaskan
pelukannya. Kuciumi bibirnya rapat-rapat dan ia pun
menyambut ciumanku. Kurasakan bibir kami berdua agak
dingin, sebab aliran darah kami seakan-akan terdesak ke
bagian bawah. Kedua belah pahanya menjepit kedua pahaku
dengan kuatnya dan jepitan vaginanya seolah-olah ingin
mematahkan batang penisku. Dinding vaginanya masih
berdenyut-denyut memilin penisku.Beberapa kali aku
mendorong tubuhnya tapi ia tak mengijinkan tubuhku
meninggalkan tubuhnya.
"Buru-buru amat? Peluk aku Ric...saya suka diberi
kehangatan!" katanya.
Mulutnya masih terus menciumi mulutku hingga bibir kami
kembali berpagutan dan lidahnya masuk rongga mulutku
menggapai langit-langit mulutku. Kulakukan hal yang sama
bergantian dengannya. Cairan orgasme kami mengalir di
selangkanganku, juga kuperhatikan membasahi wilayah
kewanitaannya. Penisku menyusut setelah melakukan
tugasnya dengan baik. Aku melepaskan diri dari pelukannya
dan berbaring di sebelah sebelah kiri tubuhnya Sungguh
sensasi yang terlukiskan nikmatnya. Lama kami berpelukan
dalam posisi berdekapan. Elusan jari-jari Dokter Lea di
tubuhku membuatku tak habis pikir, betapa dahsyat
permainan wanita ini. Ia memiliki kekuatan melawan dua pria
sekaligus.
"Oh gitu...jadi akhir minggu ini kalian bakal party bulanan?"
Dokter Lea telah berbenah diri dan duduk di belakang meja
kerjanya.
"Iya Dok, kalau bisa dateng dong ya...sejak member setahun
lalu baru pernah sekali ketemu dokter di party loh saya!" kata
Indra
"Ya gimana ya...maaf sekali, bukannya ga kepingin, tapi
tuntutan profesi, jadwal padat...yang kali ini juga gak bisa
keliatannya, ada shift malam di rumah sakit" ujar Dokter Lea
tersenyum, "tapi kalau kalian mau datang ke rumah sakit,
welcome banget kok saya...jam malem gitu kadang enak ada
yang nemenin" lanjutnya.
"Yah...pengennya sih dokter ke party, ya udah deh....oke kita
cabut dulu ya dok! Tar lagi ada kuliah lagi" pamit Indra
setelah melihat jam tangan.
"Yuk Dok, kita pamit dulu, sampai nanti ya!" aku juga
pamitan.
"Oke bye-bye guys" Dokter Lea bangkit dan mengantar kami
ke pintu.
"Wei...ngehe lo...ga bilang-bilang kalau Dokter Lea ex-
member!" aku menonjok pelan lengan Indra yang tertawa
menang atas diriku.
"Huehehehe...ya salah lu juga ga nyelidikin dulu malah
langsung main ketawain gua" katanya, "terus gimana nih
taruhannya Ric?"
"Oke...oke gua isiin pulsa lu nanti, lu emang partner in
mupeng sejati hahaha...." aku merangkul pundaknya dan
berjalan meninggalkan gedung itu.
Tidak apa deh membayarkan pulsa 100ribu untuk temanku ini
juga, tidak ada artinya dibandingkan bisa mendapat pasangan
seks baru, Dokter Lea yang cantik dan montok itu. Aku dan
Indra sedikit berlari memasuki ruang kuliah karena kami sudah
agak terlambat. Untunglah Bu Tri yang galak itu belum
menutup pintu sehingga kami masih boleh masuk kelas. Satu
setengah jam ke depan aku mengikuti kuliah ini seperti biasa.
Seusai mata kuliah ini, Indra meninggalkanku karena ada
urusan, sedangkan aku masih harus menunggu karena masih
ada kuliah berikutnya satu setengah jam lagi. Aku bermaksud
menunggu di perpustakaan sambil baca-baca, saat berjalan
ke sana aku melewati taman kampus dan bertemu lagi dengan
Dokter Lea. Ia sedang bersama seorang bocah laki-laki yang
memakai baju seragam taman kanak-kanak yang letaknya
tidak jauh dari kampus ini. Anak itu berlari-lari di dekatnya
dengan membawa robot-robotan sambil disuapi oleh seorang
baby sitter yang sibuk mengejar-ngejarnya.
"Siang Dok!" sapaku menghampirinya, ia juga membalas hai
dengan senyuman, "sama keponakan? Atau pasien?"
"Ooh bukan...anak" jawabnya, "Albert! Come here, say hello to
uncle!" panggilnya pada anak itu.
"Hah! Anak!?" aku tersentak dalam hati, tidak kusangka
Dokter Lea ternyata sudah punya anak sebesar ini, padahal
masih terlihat begitu muda dan ramping, selain itu rasa
vaginanya juga masih seperti wanita yang belum pernah
melahirkan, hampir tidak percaya aku dibuatnya.
"Hi Albert...hello!" aku mengulurkan tangan dan ia dengan
malu-malu menjabat tanganku, kuperhatikan wajahnya
memang ada kemiripan dengan ibunya, terutama mata dan
hidung, wah...ternyata dokter satu ini memang MILF, yes...I
like it!
"Pake Inggris ya omongnya?" tanyaku setelah anak itu
kembali sibuk dengan mainannya.
"Ya campur lah, kan sekolahnya pake Inggris pengantarnya"
jawab dokter cantik itu.
"Eeemm...iya emang sekarang banyak sekolah yang standar
internasional ya..."
"Kamu masih ada kuliah ya Ric?" tanyanya
"Iya bentar lagi Dok, kan sekarang lagi tunggu...kalau dokter,
kapan pulangnya?"
"Sebentar lagi, makanya dia kesini jadi sekalian pulang abis
ini"
"Dijemput sama papanya Dok?"
"Papanya..." tiba-tiba air muka Dokter Lea berubah,
"nggak...saya single parent kok"
"Ups...maaf Dok" aku merasa tidak enak karena sepertinya
mengorek kehidupan pernikahannya yang kelihatannya tidak
berjalan mulus.
"Hihihi maaf apaan sih...kamu gak salah apa-apa kok maaf"
dia mulai tersenyum lagi.
Aku buru-buru mengalihkan topik pembicaraan, kami duduk di
bangku batu dekat situ dan ngobrol. Dokter Lea ternyata
teman ngobrol yang menyenangkan,sehingga kami cepat akrab
seperti teman lama, padahal aku pada dasarnya bukan pria
yang supel. Obrolan kami semakin seru, dia bercerita dan
terus berkembang hingga tidak terasa setengah jam berlalu,
Aroma tubuhnya harum membuat darah lelakiku bergolak
keras apalagi mengingat kejadian tadi pagi bersamanya.
"Eeehhmmm...Dok, omong-omong tadi pagi puas ga?"aku
beranikan diri aku mengajukan pertanyaan nakal dengan suara
pelan
Dia terdiam beberapa saat dengan pandangan ke arah
anaknya yang sedang bermain, wah...aku sudah berpikir
jangan-jangan dia marah nih. Lalu dia menoleh ke arahku
"Ric...saya sudah tampar kamu..." ketika dia berkata begitu
nafasku tertahan karena malu telah bertanya seperti itu,
"kalau kamu bukan anggota klub"
Barulah aku lega mendengar kalimat lanjutannya itu.
"Tapi saya kan udah anggota Dok, jadi gimana?"
"Hussshh....jangan omong macem-macem ah, disini ada anak
saya tau"
"Kalau di ruang praktek boleh Dok?"
"Saya udah mau pulang Ric" jawabnya enteng, "tapi
sebelumnya mau beres-beres dulu, kalau mau bantu saya yuk
kita kesana"
Saat itu Albert sudah menghabiskan makannya dan berlari ke
arah mamanya dengan manja.
"Albert, you play here for a while ok, mom will be back soon!"
kata Dokter Lea sambil berjongkok dan memegang kedua
pundak buah hatinya itu, "Sus, main-main aja deket sini, saya
mau beres-beres dulu!"
"Iya Bu!" sahut si babysitter, "yuk sini Bert!"
"Yuk Ric...kita bicara di dalam aja!" ajak Dokter Lea setelah
mengecup pipi anaknya.
"Albert bye-bye!" kataku pada anak itu yang dibalas
senyumannya.
Iblis dalam diriku juga berkata, "I'm going to fuck your Mom
for a while Boy...hehehehe!"
Aku mengikuti Dokter Lea yang sudah mendahuluiku di depan.
Aku suka MILF satu ini, gaya pancingannya bener-bener cool.
"Kunci pintunya" perintahnya seraya berjalan ke arah jendela
dan menutup tirai setengahnya.
Begitu berbalik badan setelah mengunci pintu, Dokter Lea
langsung memelukku erat sekali.
"Uuuffff...Dok ..."
Tanpa banyak babibu lagi bibir kami langsung berpagutan.
Lidahnya yang lincah dan ahli langsung menelusuri rongga-
ronga mulutku. Tangannya turun ke bawah mengelusi
selangkanganku yang sudah menggeliat dari balik celanaku.
Kali ini ia menunjukkan sisi agresifnya dibanding ketika
pertama bercinta beberapa jam yang lalu. Sambil masih
berpelukan, aku menggeser tubuhnya menuju ke mejanya. Ia
menaikkan pantatnya pada tepian meja, matanya menatapku
tajam, menantang dan penuh nafsu. Aku tak tahan lagi,
kusingkap kaos di balik jas dokternya hingga tampaklah
kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak
tertutup bra krem. Gumpalan itu tampak lebih menonjol,
karena posisi dadanya agak membusung. Kemudian kunaikkan
juga kedua cup bra itu sehingga sepasang buah dadanya yang
bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di
hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada
yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang gunung indah
itu dengan mulutku.
"Ooohhh...Ric!" Dokter Lea merintih keenakan ketika kujilati
dan kukenyot putingnya.
Aku sadar harus main quickie karena waktu tidak banyak,
maka sambil mengeksplorasi payudaranya dengan mulutku,
tanganku yang satu membuka celanaku dibantu tangannya. Ia
sudah terlebih dahulu mengeluarkan penisku sebelum aku
sempat menurunkan celana dalamku membuatku makin
tegang aja. Lalu, dengan perlahan dia membantu menurunkan
celana dalamku. Celana panjangku telah melorot jatuh ke
lantai dan celana dalamku menyangkut di pahaku, penisku
sudah mengacung tegak di depan Dokter Lea, ibu muda yang
cantik dan sexy itu.
"Kamu yang ajak, jadi awas kalau ga memuaskan ya!"
katanya sambil menatap penisku.
"Beres Dok, dijamin!" sahutku sambil menyingkap roknya dan
menarik lepas celana dalamnya.
Celana dalam itu pun terlepas dan kuletakkan di meja itu.
Dokter Lea membuka kakinya lebih lebar, klitnya pun semakin
terlihat jelas, merah jambu dan berlendir, siap untuk ditusuk.
Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang
membuka dan kami berciuman lagi. Tangan kananku
membimbing penisku mencari lubang sasarannya, akhirnya
kepala penisku menempel pada bibir vaginanya yang basah
dan mulai kutekan.
"Uuuuuhhhhhh....eeemmmhhh!" rintihnya, padahal baru kepala
penisku saja yang masuk..
"Ouufff ...pelan please!" ia menahan dadaku ketika aku
menekan lebih keras.
"Oh...maaf Dok! Sori terlalu nafsu"
Aku coba lebih lembut, menusuk pelan-pelan tapi pasti
sampai akhirnya penisku tenggelam seluruhnya. Vaginanya
memang sungguh sempit, gesekannya amat terasa di batang
penisku.
"Eeeehhmmm....enak Dok, sempit, padahal kan Dokter dah
punya anak!" kataku sambil menggenjot dengan tempo
sedang.
"Aaahh....aaahh...saya kan dulu sesar!"
"Oohh...pantes masih legit hehehehe...."
Tempo genjotanku pun kunaikkan sampai mejanya berderit-
derit setiap aku melakukan gerakan menusuk.
"Uuuhh....Ric...kamu sadar siapa yang lagi kamu entot ini?
Saya dokter kampus, ibu dari seorang anak! Ini hubungan
terlarang...berani-beraninya kamu!" katanya sambil
menatapku dengan matanya yang sayu.
"Tapi kan dokter anggota klub...jadi bebas dong ya ga?"
kataku sambil terus menggenjot vaginanya sampai ia tidak
bisa menahan erangannya sehingga harus menutup mulutnya
dengan telapak tangan.
Aku menyingkirkan telapak tangannya dan memagut bibirnya
sehingga erangannya teredam. Ketika kurasakan gelombang
klimaks itu akan tiba, saatnya mempercepat pompaan.
Penisku makin berdenyut-denyut siap memuntahkan sperma.
Ketika hendak mencabut penis untuk dikeluarkan di luar guna
menghindari 'kecelakaan' sepasang kakinya menjepitku
menahanku mencabut penisku, tangannya juga memelukku
semakin erat saja. Karena memang aku tak mampu menahan
lagi, kusemprotkan kuat-kuat spernaku ke dalam vaginanya,
sambil mengejang dan melenguh. Dia juga mencapai
orgasmenya tidak lama setelah aku sehingga kurasakan
kehangatan di bawah sana, cairan orgame kami sudah pasti
membasahi meja di bawahnya. Tak lama kemudian, tubuh
kami melemas saling berpelukan. Kami dapat merasakan
dengus nafas masing-masing yang ngos-ngosan.
"Thanks ya Ric...singkat tapi puas!" kata Dokter Lea sambil
membelai pipiku.
"Oh masa?"
"Iya bener...kamu hebat mainnya"
"Ah...Dokter terlalu muji deh, saya biasa aja kok, malah masih
kalah liar dibanding dokter"
"Kamu tau Ric, profesi saya menuntut kedisplinan dan
ketelitian, ditambah peran sebagai single parent, itu semua
gak mudah, stress udah hal biasa" curhatnya sambil
mengelus-elus dadaku, "suami gak punya, pacar juga yah
setidaknya belum dulu sampai sekarang ini, karena itu Ric,
kalau lagi ada waktu senggang di luar itu saya sangat
menikmati peran saya sebagai...wanita nakal...yah sangat
nakal, dimana saya bisa mengekspresikan hasrat sebebas-
bebasnya. Di klub inilah saya menemukan yang saya
perlukan, bukan sekedar seks, tapi juga teman"
Tiba-tiba terdengar suara pesan masuk, Dokter Lea
mengambil BB dari kantong jas dokternya dan membaca
pesan itu.
"Sepertinya kita harus udahan dulu, kamu juga sebentar lagi
kuliah kan?" ia melepaskan diri dari dekapanku dan turun dari
meja.
"Wah mejanya jadi basah Dok!" aku hendak mengambil tissue
untuk membersihkan cairan hasil persetubuhan kami yang
berleleran di tepi meja.
"Gapapa Ric, tar saya bersihin, kamu mending cepet beres-
beres biar gak telat!" katanya sambil berbenah diri, ia
mengambil celana dalamnya di atas meja dan memakainya
kembali.
"Lain kali kalau senggang kita bisa main lagi ok" katanya
tersenyum "oh ya...saya pakai IUD, jadi feel free aja kalau kita
ML"
"Oh gitu"
"Yup...satu anak aja udah cukup repot, jangan sampai
tambah lagi, setidaknya belum dulu sampai saat ini" katanya
lagi, "terus...ini kartu nama saya!" ia mengeluarkan kartu
nama dari dompetnya dan menyodorkannya kepadaku.
Kuterima kartu nama itu. Tertulis nama lengkap beserta
gelarnya, Dr. Lea Kumalasari Sp. PD-KGH, di bawahnya
tertera rumah sakit tempatnya bekerja dan juga alamat rumah
dan nomor HP.
"Spesialis penyakit dalam...KGH nya apaan Dok?"
"Konsultan Ginjal Hipertensi" jawabnya, "O ya, salam buat
anak-anak di kost ya!"
"Oke deh...dokter juga kapan-kapan main ke kost dong,
ya...ya...!!" godaku sambil memeluk tubuhnya.
"Kamu ini, kan udah saya bilang jadwal saya padat, harus
urus anak juga...tapi kalau ada waktu saya coba ke sana
sekalian nostalgia!" ia mendorong dadaku pelan dan berjalan
ke arah pintu, "O iya, Amel masih kost di situ kan Ric?"
"Amel...mata gede, rambut panjang sedada itu?" aku mencoba
memastikan.
"Iya...dia kayanya angkatan kamu deh"
"Masih kok, angkatan atas saya itu sih Dok" jawabku, "emang
ada apa sama dia Dok?"
"Ngga...cuma tanya, salam aja buat dia" katanya
"Ya udah deh, saya kuliah dulu ya Dok....dadah" aku pamitan
sambil mencium ringan bibirnya dan meninggalkan ruang
klinik kampus dengan hati puas.
Sungguh hari yang menyenangkan, aku menuju ruang kuliah
dengan hati puas. Beberapa orang sudah menunggu di kelas
ketika aku tiba. Setelah menyapa beberapa orang aku mencari
tempat duduk dekat jendela supaya dapat udara segar. Aku
duduk lalu mengecek BB sambil menunggu si dosen datang.
"Hai kayanya senang banget hari ini!" sapa Amel yang tiba-
tiba sudah di sebelah, ia menarik bangku kosong di sebelahku
dan duduk di sana.
"Hehe...gokil juga nih" kataku lalu membacakan sebuah status
lucu di facebook salah satu temanku.
"Bukannya senang karena kenal sama dokter cantik?" kata
Amel lagi yang membuatku agak kaget, "romantis banget di
taman tadi, gua kira lu bapaknya anak itu" lanjutnya dengan
nada agak sinis seperti biasa.
"Oohhh....itu hehehe...Dokter Lea, itu Indra yang ngenalin, gak
nyangka dia anggota klub juga ternyata" kataku, "kita sempat
threesome tadi pagi, si Indra tuh yang mulai" aku
memelankan suara.
"Wow...jadi sudah sejauh itu, ckk....ckkk...ckk..." ia geleng-
geleng kepala.
"Eh iya, Dokter Lea juga titip salam ke kamu Mel, kayanya
kalian kenal deket ya?"
"O thanks, tapi gua tolak salamnya!" katanya datar.
"Hah...ada apa emang di antara kalian Mel?" kayanya lu sinis
banget nadanya daritadi," ooo...gua tau, lu cemburu ya
hahaha...!"
"Ihhh...apaan sih lu, ngapain juga cemburu ke lu?" wajahnya
berubah masam, "please jangan omong sembarangan yah!"
"Eh, sori bukan maksud gitu, emang ada apa sebenernya
antara kalian?"
"Ini urusan pribadi gua, sori gua pindah ke belakang, temen-
temen gua udah dateng", lalu ia berdiri meninggalkanku begitu
saja.
Aku tiba-tiba jadi tidak enak melihat reaksinya, entah ada apa
dengannya dan Dokter Lea, sepertinya ia tidak mau diajak
bercanda soal ini. Tak lama kemudian dosen pun datang dan
aku mengikuti kuliah seperti biasa, Amel tidak sedikitpun
melihat ke arahku selama itu, nampaknya ia marah atau
tersinggung padaku yang aku belum mengerti dimana salah
kataku sampai dia begitu. Usai kuliah aku masih harus
bertanya beberapa hal mengenai tugas pada dosen sementara
Amel sudah keluar bareng teman-temannya sehingga aku pun
kehilangan jejaknya. Setelah semua selesai, aku berjalan ke
parkiran motor, hatiku sedikit galau, tidak enak pada Amel.
Aku ingin segera pulang menemuinya di kost dan menjelaskan
semuanya.
"Ehhh! Mel!" sapaku merasa senang melihatnya di tangga,
"tadi itu...sori...!"
"Udahlah gua bukan mau omongin itu, cuma mau tanya lu
ada kegiatan lagi ga?"
"Ga, mau pulang ini, napa emang?"
"Bisa anter gua Ric, ikutin aja petunjuk gua, jangan tanya-
tanya dulu"
"Emm...oke, boleh, yuk!" aku agak heran juga dengan
sikapnya yang tiba-tiba berubah, tadi marah sekarang minta
tolong.
Kami meluncur sampai ke sebuah daerah yang tidak terlalu
jauh dari kampus, tapi aku baru pernah menginjakkan kaki ke
sini, daerahnya agak menanjak, sepi, dan rumah-rumah di
sana keren-keren.
"Ini sih daerah elit!" kataku dalam hati.
"Kita kemana nih Mel?" tanyaku penasaran.
"Depan sana belok kanan" katanya mengarahkan, sepanjang
jalan ia tidak bicara apapun selain menunjukkan arah tujuan
kami.
"Itu Ric, yang tingkat dua itu, yang ada pohon cemara di
depannya!" katanya.
Akhirnya sampai juga kami di tujuan, sebuah rumah yang
megah, letakknya lebih tinggi dibanding rumah lainnya. Amel
turun dari motor dan memencet bel di sebelah gerbang.
"Rumah siapa nih Mel? Sodara? Temen?"
"Ngga...ini rumahnya om Dedy, di sini kita biasa ngadain
arisan bulanan Ric, nanti lu juga diajak kok ke sini, nah
sekarang gua ajak liat-liat dulu"
'Oohh ya...wah baru tau gua Mel, bukannya setau gua mereka
tinggalnya di kompleks deket kost kan?"
"Iya, yang satu ini juga, yang ini lebih berfungsinya ke arah
guess house, kalau ada rekan bisnis atau famili mereka
dateng biasa tempatin di sini sama ya itu you know lah...yang
lain udah cerita kan, tapi kadang mereka tidur di sini juga
kok" jelasnya tersenyum tipis.
"Aaah...Non Amel! Ayo Non masuk!" sahut seorang pria
setengah baya bertopi yang datang membukakan gerbang.
Aku pun memasukkan motorku ke pekarangan rumah itu.
"Di sini gapapa Pak?" tanyaku.
"Iya gapapa situ aja" jawab pria berpostur pendek tersebut.
"Pak Iqbal...ini Rico, anggota baru...Ric ini Pak Iqbal, penjaga
di sini" Amel memperkenalkan kami setelah aku mematikan
mesin dan turun dari motor.
"Hehe...anggota baru yah Den" pria itu mengulurkan tangan
padaku yang kusambut jabat tangannya, "kalau perlu apa-apa
disini bilang Bapak aja yah!" katanya ramah.
"Pak, kita ke dalem dulu yah, ga ada siapa-siapa?" tanya
Amel.
"Oh, silakan Non hehee...ga ada siapa-siapa kok hari ini"
"Yuk Ric!" Amel lantas meraih lenganku dan menuntunku ke
pintu depan sementara aku masih mengagumi pekarangannya
yang indah dan tertata rapi itu.
"Eeennnggg...Non!"
panggil Pak Iqbal, Amel
pun membalik
"anu...kan udah lama"
tangannya tanpa malu-
malu mengelus pantat
Amel yang terbungkus
celana jeansnya.
Amel melepaskan
tanganku sejenak, lalu
ia berpagutan bibir
dengan pria itu dengan
panasnya. Amel agar
merendahkan tubuhnya
karena ia lebih tinggi.
Mereka beradu lidah di
depanku tanpa risih, tangan pria tua itu menggerayangi
payudara montok Amel dan pantatnya, adegan itu
berlangsung sekitar 2-3menitan.
"Eemmhh...udah dulu ya Pak" Amel mendorong pelan pria itu
ketika ia hendak menyingkap kaosnya, "gak sekarang, oke"
katanya.
"Hehe...iya deh Non, Bapak ngerti, eh sori Den Rico, kangen
soalnya udah lama ga ketemu Non Amel" kata pria itu
cengengesan padaku, "silakan masuk aja"
"Dasar...muka ramah tapi mesum juga nih si tua!" omelku
dalam hati, panas juga hatiku melihat adegan mereka tadi.
"Mau minum apa Den? Non?" tanyanya dengan tetap
tersenyum
"Teh dingin aja Pak, mau apa Ric?"
"Ehh...apa ya, air dingin aja deh Pak, lagi panas nih"
Amel lalu mengajakku memasuki rumah itu. Betapa aku
terkagum-kagum menyaksikan interior di dalamnya yang
elegan itu. Sebuah piano di sudut, minibar lengkap dengan
botol-botol minuman keras berkelas di lemari kacanya,
beberapa patung bergaya Eropa maupun Oriental nampak di
beberapa tempat memberi kesan eksotis. Di tengah ruangan
terdapat satu set sofa lebar dan panjang serta televisi
berlayar flat dan lebar dengan permadani berbulu di
bawahnya. Wah...jadi disini biasanya diadakan arisan bulanan
penghuni kost yang lebih tepatnya pesta Caligula itu, aku jadi
tak sabar ingin segera bergabung dalam pesta tersebut.
"Mel, gapapa emang nyelonong masuk ke rumah orang gini?"
tanyaku
"Kan gua udah bilang, disini lebih ke guess house, termasuk
kita ini yang member orgy club."
"Ohh gitu, ic...ic deh!" kataku sambil terus mengagumi rumah
mewah ini.
"Terus, lu ajak gua ke sini mau apa emangnya Mel?" tanyaku
"Gua lagi pengen berenang" ia melangkah ke belakang
membuka sebuah pintu kaca yang lebar, di luar sana terdapat
sebuah kolam renang yang berukuran sedang, suasananya
begitu teduh dan nyaman dengan pemandangan sekitar yang
indah.
"Emang lu bawa baju renang Mel?"
Ia tersenyum dan berkata, "Baju renang? Siapa yang butuh?"
habis berkata ia mulai membuka celana panjangnya, kemudian
kaosnya.
Aku terpana melihatnya melucuti satu demi satu pakaiannya
di hadapanku, ia lemparkan bra krem dan celana dalamnya
padaku dan tersenyum melihat reaksiku. Kini ia tidak
mengenakan apapun lagi, tubuh polos itu sungguh ciptaan
yang agung, sungguh indah.
"Skinny diping...pernah Ric?" aku menggeleng, "oke gua terjun
dulu ya!" dengan santai ia menuju ke tepi kolam.
'JBUR!' ia menceburkan diri ke air, berenang hingga tengah,
lalu berbalik badan ke arahku yang masih terpana.
"Ikutan ga? kok bengong kaya perjaka tingting gitu?"
sahutnya.