Jumat, 24 November 2017

Rumah kontrakan ardy 2

Rumah Kontrakan 2
Paginya aku bangun
kesiangan, untungnya
aku belum mulai masuk
kerja, masih menunggu
panggilan dari
perusahaan pak Anton.
Kubuka jendela
rumahku untuk melihat
situasi sekeliling, sepi
sungguh sepi. Kubuka
pintu rumahku, pikirku
biar udara segar masuk
ke dalam rumahku dan
aku beranjak menuju
kamar mandi. Kubuka
seluruh bajuku dan
kusiram tubuhku
dengan air dingin, uuh
segarnya.
Saat aku mulai
menyabuni tubuhku,
terdengar suara
perempuan
memanggilku. Samar-
samar kuperhatikan
suara tersebut, kupikir
suara Siska, tapi
bukan. Akupun
membilas sabun yang
melekat di tubuhku
dan bergegas
mengambil handuk dan
kulilitkan sekenanya di
tubuhku dan segera
keluar kamar mandi.
Tapi aku sungguh
terkejut saat aku mau
keluar dengan terburu,
aku menubruk
seseorang di depan
pintu kamar mandiku.
Aku pun terjatuh
menimpa orang itu.
Setelah kagetku
hilang, ternyata orang
itu adalah perempuan
yang sangat kukenal.
Ece Geulis tertindih
olehku, dan yang lebih
membuatku syok
adalah, wajahku
terbenam diantara
kedua buah dadanya
yang saat itu hanya
memakai tank top tali
yang sexy. Akupun
berusaha bangkit
berdiri dan membantu
dia berdiri juga.
"Maaf ya, Ece, saya
tidak lihat Ece di depan
pintu," pintaku.
"Iya, mas Ardi. Saya
yang mestinya minta
maaf karena masuk-
masuk sampai kesini.
Habisnya saya panggil-
panggil kok gak ada
sahutan, tapi pintu
rumah kamu terbuka,
jadi Ece masuk saja."
jawab Ece sambil
tersipu.
Wuih, cantiknya Wce
Geulis ini. Lama
kupandangi wajah dan
tubuhnya, tak terasa
penisku menegang
karena teringat tadi
saat wajahku
terbenam di dadanya.
Aku pun tak menyadari
kalau aku hanya pakai
handuk, handuk yang
kupakai tidak dapat
menutupi penisku yang
saat itu sedang tegang.
Ece Geulis melirik
penisku yang
menjulang seakan ingin
menembus keluar dari
handukku. Wajahnya
bersemu merah.
"Kenapa, Ece, koK
muka Ece jadi merah
gitu?" tanyaku masih
belum menyadari.
Matanya memberi
isyarat kepadaku
untuk melihat
selangkanganku, dan
akupun terkaget.
Saking groginya aku
berusaha menutupi,
tapi sialnya, mungkin
karena tadi aku
sempat terjatuh, maka
ikatan pada handukku
kendor dan saat aku
berusaha menutupi
burung, eh malah
handuknya terlepas.
Ups! terbukalah
handukku dan
terlihatlah penisku
yang tegak seperti
monas.
Ece Geulis pun menjerit
melihat pemandangan
seperti itu. "Aduh, Mas
Ardi!! Ih, malu atuh,
Mas." sambil berusaha
menutupi wajahnya
dan kulihat dia
menelan ludahnya.
"Ups, maaf, maaf ya,
Ece. Saya gak sengaja,
gara-gara Ece sih ah,
saya jadi malu nih."
jawabku sambil
membereskan
handukku.
"Kok gara-gara saya
sih, mas Ardi?" jawab
Ece.
"Kalau handuknya
jatuh sih bukan gara-
gara Ece, tapi…"
"Tapi apa, Mas?" tanya
Ece penasaran.
"Nggak ah, malu."
jawabku.
"Apaan sih?" tanya Ece
semakin penasaran.
Karena dia
mendesakku, akhirnya
aku menjawab juga.
"Tadi waktu jatuh,
muka saya jatuh di
susunya Ece, trus..."
jawabku ragu-ragu.
"Trus apa?' tanya Ece.
"Tadi kan Ece sempat
melihat punyaku kan?"
"Nggak kok," jawabnya
berbohong.
"Gede kan?"
sambungku.
"Iya, gede banget."
jawabnya cepat dan
spontan. "Ups!" Ece
menutup mulutnya.
Aku pun tertawa kecil
melihat tingkah lucu
dan wajah Ece yang
memerah. "Ya itu gara-
gara susu Ece, punyaku
jadi gede." tambahku.
Bibirnya tersenyum dan
rona wajahnya semakin
memerah. "Ih, mas Ardi
genit ah," sambil
beranjak ingin pergi.
"Eits, tunggu dulu, Ce.
Tadi Ece mau ngapain
panggil-panggil saya?
tanyaku.
"Iya, aku ada perlu
sama mas Ardi, mau
pinjam handphone
untuk menelpon
suamiku. Handphone
rusak, aku belum bisa
ganti dengan yang
baru, bolehkan?"
"Boleh, tapi nanti. Saya
anterin saja ke rumah
Ece, saya mau pakai
baju dulu, oke?"
jawabku.
"Iya deh, aku tunggu di
rumah ya, Mas."
sahutnya sambil
melangkah keluar.
Akupun segera
memakai baju dan
celana pendekku dan
segera ke rumahnya,
kesempatan emas ini
tak boleh kusia-siakan.
Segera kuketok pintu
rumahnya dan
keluarlah si cantik Ece
Geulis menyambutku.
"Silahkan masuk, Mas."
"Ya, terima kasih, Ce.
Enak ya rumahnya,
bersih. Gak seperti
rumahku." kataku.
"Ah, bisa aja. Mau
minum apa, Mas?"
tanya Ece.
"Kopi juga boleh,"
jawabku, pikirku biar
aku bisa berlama-lama
di rumahnya.
"Sebentar ya, aku
siapin." diapun masuk
ke dapurnya. Dari
belakang kupandangi
pantat perempuan ini,
sungguh sangat
menggairahkan,
pikirku.
Tak lama dia keluar
sambil membawa
segelas kopi. "Silahkan,
Mas, kopinya." sambil
merunduk dia
menyuguhkan kopi
dihadapanku, dan aku
terpesona oleh dua
bukit kenyal yang
seakan-akan ingin
melompat keluar dari
balik tanktop putihnya
yang dihidangkan
bersama kopiku. Tapi
sepertinya dia tidak
menyadari kalau
payudaranya sedang
kuperhatikan. Dia
duduk di sofa sebelah
kananku dengan
tenang.
"Oh iya, ini
handphonenya, Ce.
Katanya mau pinjam."
Kataku sambil
kuberikan HP-ku
kepadanya.
"Oh iya, terima kasih,
Mas." dia
mengambilnya dari
tanganku. Lama juga
dia mengutak-utik HP-
ku tapi tidak
menelpon-nelpon.
"Kok belum nelpon
juga, Ce?" tanyaku.
"Aku bingung pakenya,
ini dikunci ya, Mas?"
tanyanya.
"Oh iya, aku lupa
bukain kuncinya. Sini
aku bantu." aku segera
berdiri mendekatinya
dan mengambil HP di
tangannya, Ece Geulis
tetap duduk di
kursinya dan aku
berada di sebelah
kanan atasnya. Dari
situ, aku bisa melihat
dengan jelas payudara
si Ece dan bra kremnya
yang menyembul
keluar. Wow,
kesempatan ini tak
boleh kusia siakan.
Segera kuaktifkan
camera HP-ku dan
mulai menjepret isi
dari tanktop Ece,
sambil pura-pura
seakan-akan kuncinya
macet. Lumayan
banyak juga kuambil
gambarnya.
"Kenapa, Mas, susah
juga ya?" tanyanya.
"Iya nih, tapi sekarang
sudah bisa kok."
segera kuserahkan HP-
ku kepadanya.
Ece Geulis pun segera
menelepon suaminya,
menanyakan kabarnya.
Dari pembicaraan
mereka yang
kudengar, suami Ece
dapat tugas jaga
malam dan besok pagi
baru bisa pulang.
Wajah Ece keliatan
kecewa mendengar
kabar itu.
"ini, mas Ardi, terima
kasih ya." katanya.
"Sama-sama, Ce. Oh
iya, HP Ece rusak
apanya sih? Boleh liat
nggak?" tanyaku.
"Boleh, sebentar ya,
Mas." dia masuk ke
kamarnya untuk
mengambil HP-nya.
"Ini, mas, sering hank
dan macet. Katanya
kena virus." sahutnya
kemudian.
Kulihat HP itu sudah
dilengkapi kamera
dengan pixel yang
lumayan besar dan
memorinya juga besar.
"Ce, sebentar kuambil
laptopku. Aku punya
anti virus, siapa tau
bisa." kataku.
Tak lama aku kembali
lagi sambil menenteng
laptopku, dan mulai
kunyalakan. Pelan-
pelan kukeluarkan
memori card dari HP-
nya dan kumasukkan
ke dalam card reader,
dan aku mulai
memindai setiap data
yang ada. Akhirnya
kutemukan salah satu
virus akibat
penggunaan fasilitas
internet di HP.
"Ini loh, Ce,
penyebabnya." kataku.
"Bisa diperbaiki?"
tanyanya.
"Bisa, tapi data Ece
harus dipindahkan dulu
ke dalam komputerku,
nanti diinstall ulang.
Gimana?" tanyaku.
"Iya deh, pindahin
dulu." pintanya.
Aku segera mengcopy
semua data yang ada
di HP-nya dan
menetralisir virus yang
ada di datanya. Saat
memeriksa data, tak
sengaja aku menekan
folder image, dan
keluarlah foto-foto
milik Ece. Yang
membuat aku kaget
adalah banyak sekali
foto-foto Ece dalam
keadaan telanjang dan
saat berhubungan
dengan suaminya. Ece
menyadarinya dan
terkejut.
"Mas Ardi, kok buka
folder saya sih?"
katanya sedikit marah.
"Waduh, sory banget,
Ce. Saya gak sengaja,
maaf ya." kataku.
"Suami saya sih, nakal.
Aku pikir foto-foto itu
sudah dihapus olehnya,
ternyata belum."
wajahnya memerah.
"Sudahlah, Ce, toh
cuma saya yang
melihat dan saya tidak
akan menyebarkannya.
Tenang aja, saya janji
kok." kataku.
"Tapi kan saya malu
sama mas Ardi…"
sahutnya serak.
"Kenapa mesti malu,
orang fotonya cantik-
cantik kok. Ece tuh
cantik dan sexy tau,
saya aja kalau jadi
suami atau pacar Ece
pasti ingin
mengabadikannya
dalam bentuk foto,
beneran loh!" belaku.
"Masa sih… ih, apanya
yang cantik dan sexy
hayo? Ih, jadi malu
saya." jawab Ece.
"Sini liat, saya
tunjukan kecantikan
Ece." kutunjuk salah
satu gambar di laptop.
"Tuh liat payudara Ece
besar dan tidak turun,
tapi begitu montok,
dengan puting yang
begitu menantang.
Wajah Ece keliatan
oriental, seperti orang
Chinese. Perut dan
pantat Ece juga masih
kencang, tidak
kelihatan seperti
perempuan yang sudah
punya anak." tegasku.
"Ah, mas Ardi bisa aja."
ucapnya malu.
"Cuma sayang camera
yang dipakai bukan
kamera professional,
jadi agak blur atau
pecah. Kalau pakai
kamera prof pasti Ece
kelihatan cantik sekali,
seperti bidadari turun
dari langit dalam
keadaan telanjang,
hehehe." candaku.
"Ih, mas Ardi nakal.
Memangnya kalo pake
kamera prof bisa lebih
bagus hasilnya?"
"Ya iya lah. Aku punya
kamera seperti itu, Ace
mau coba? Sebentar
aku ambilin ya," segera
aku bangkit berdiri dan
berlari balik ke rumah.
"Duh, gak usah repot-
repot, Mas…"
sahutnya.
"Udah, gak apa-apa
kok," aku segera
mengambil kameraku.
Sebentar saja aku
sudah kembali. "Ayo,
Ce, kita coba." ajakku.
"Dimana ya mas
tempat yang bagus?"
tanyanya.
"Kalau mau foto
telanjang sih bagusnya
di kamar, Ce, hehehe."
candaku nakal.
"Ah, gak mau. Aku
malu sama mas Ardi."
"Kenapa mesti malu,
kan saya sudah lihat
semuanya, hehe.
Lagian kan saya
professional, Ce, gak
bakal macam-macam
kok."
"Beneran nih?"
ucapnya malu.
"Ya iyalah, emangnya
becanda, kan Ece mau
bedain nanti hasilnya."
kataku.
"Oke deh, yuk kita ke
kamar. Untungnya
anakku sedang
kutitipkan di rumah
neneknya." katanya
riang.
"Oh begitu, bagus
donk."
Kami sekarang sudah
ada dalam kamarnya,
aku pun berpura-pura
seperti prof, mulai
membereskan
kamarnya dan
menyetelnya supaya
keliatan bagus saat
diambil gambar. Ece
Geulis keliatan berdiri
mematung, pakaiannya
belum ditanggalkan.
Aku mendekatinya.
"Lha kok bengong, mau
foto gak? Kalo gak
mau ya sudah, gak
usah kita lanjutkan
nih," kataku.
"Mas Ardi, aku takut
dan malu. Kalo
ketahuan suamiku
gimana?" tanyanya.
"Hehe, dia pasti
senang liat istrinya di
foto cantik sekali.
Lagian jangan dikasih
tau kali," sahutku.
"Ah, mas Ardi bisa aja."
"Ayo donk, cepet
dibuka bajunya. Apa
perlu aku bantuin?"
sahutku.
"Huh, maunya tuh,
hihi." Ece mulai rileks
dan tertawa. Dia pun
mulai membuka
pakaian tanktopnya
dengan
membelakangiku, lalu
celana pendeknya.
Saat dia mau membuka
bra kremnya, terlihat
dia kesulitan,
keliatannya
kancingnya macet. Aku
menelan ludah melihat
pemandangan itu.
"Perlu aku bantuin
gak?" tanyaku.
"Boleh deh," jawabnya,
dan akupun
mendekatinya. Dengan
tangan bergetar,
kuraih kaitan bra krem
tersebut, tapi masih
sulit juga.
"Wah, gak bisa dibuka
nih, Ce. Gimana neh?'
tanyaku.
"Diputusin aja deh,
Mas. Tarik aja biar
putus. Aku memang
mau ganti bra ini
dengan yang baru,
sering macet begini."
"Oke deh," akupun
mengerahkan
tenagaku untuk
memutuskan
pengaitnya. Mungkin
karena tenagaku
terlalu besar, kaitan
terputus dan bra-nya
terlempar ke lantai
dengan keras. Aku
kaget bukan kepalang
karena payudara Ece
tersentak dan
bergelantung sambil
bergoyang-goyang
dengan indahnya.
Wow, sunggug luar
biasa. Ternyata
melihat dari dekat
seperti ini semakin
membuat penisku
menegang dengan
dahsyatnya.
"Mas Ardi, biar adil,
mas fotonya juga
sambil telanjang
donk." pinta Ece.
"Ah, gak mau ah. Aku
malu. Sudah, Ece aja."
jawabku pura-pura.
"Gak, aku gak mau
difoto telanjang
sendirian." sahutnya
sambil kedua
tangannya yang kecil
berusaha menutupi
kedua payudaranya
yang besar.
"Oke-oke," sahutku
kemudian, aku pun
mulai membuka
bajuku. Saat kubuka
celanaku, terlihatlah
torpedoku yang tegak
menantang. Kulihat
Ece terus
memperhatikan
torpedoku yang besar
dan berukuran diatas
rata-rata itu, kulihat
dia menelan ludah.
"Mas… anunya gede
ya?" katanya.
"Anunya apaan, Ce?"
tanyaku pura-pura.
"Itu tuh," sambil
tangannya menunjuk
ke batangku.
"Oh ini, kan ada
namanya, Ce. Ini
namanya kontol,
hehe." kataku.
"Ih, mas Ardi
ngomongnya kotor."
"Kotor tapi mau kan?
Mau pegang, mau cium
atau mau jilatin,
hehe." candaku.
"Ih, mas Ardi nakal
nih." ia berjalan
mendekatiku dan
tangannya mencubit
dadaku.
"Kok cubitnya di dada,
kenapa gak di kontolku
saja?" kutangkap
tangannya dan
kuarahkan ke arah
kontolku yang sudah
mengeras tajam. Lama
juga tangannya
mengelus-elus
kontolku. Tanganku
pun mulai bergerilya
menuju payudara dan
pentilnya, kuremas-
remas pelan kedua
bukit kembar itu. Mata
Ece terpejam, kulihat
dalam posisi ini Ece jadi
sangat cantik sekali.
Jadi kameraku pun
mulai bekerja.
"Kok kontol saya cuma
dielus-elus aja, gak
mau dicium, Ce? Gak
suka ya?" tanyaku.
"Ehm.. memangnya
mas Ardi mau aku
isepin?" tanyanya.
"Mau donk," siapa juga
yang bisa nolak.
Perlahan dia
berjongkok di depan
kontolku. Ece sempat
kaget karena kontolku
begitu besar, mulutnya
hampir tak muat. "Mas
Ardi, anunya gede
banget sih." bisiknya
sambil terus menjilati
batang kontolku.
"Itu namanya kontol,
Ce, bukan anu!"
"Iya, kontol mas Ardi
gede banget,"
setengah berteriak dia
mengucapkannya.
"Suka ya? Sama kontol
suamimu gedean
mana?" tanyaku.
"aku suka kontol gede,
Mas. Suamiku saja
yang jadi satpam kalah
besarnya, ini mah cuma
bisa disamakan dengan
tongkat satpam. Gak
kebayang kalo masuk
ke lubangku."
lanjutnya.
Saat dia mengulum dan
mencium kontolku, aku
mengambil foto-
fotonya. Sexy sekali nih
perempuan. "Berarti
sekarang istrinya
satpam kena sodok
sama pentungan
satpam donk, hehe."
candaku.
"Iya, Mas. Please,
sodok aku dengan
pentunganmu."
"Mau posisi apa?"
tanyaku.
"Aku mau nungging,
Mas. Kelihatan sexy
kalau dilihat di kaca."
katanya, memang di
depan kami ada sebuah
kaca besar. "Ayo,
Mas!" rengeknya.
Aku pun mulai
menyodok Ece yang
saat itu sudah
menungging, agak sulit
memasukkannya
karena ukuran penisku
yang lumayan besar.
Tapi dengan bantuan
ludahku, akhirnya
kutembus juga
lubangnya Ece. Dengan
napas tertahan, dia
memintaku untuk tidak
menggenjotnya dulu.
Setelah lima detik, aku
merasakan liangnya
Ece mulai licin, dan
pelan tapi pasti aku
mulai menggenjotnya.
"Auw... ahh… sssh…
ach... terus, mas Ardi,
ya terus…" kata-
katanya meracau.
"Uuh... enak sekali
memekmu, Ce. Memek
begini nih paling enak
dientot dari belakang."
aku juga meracau
keenakan.
Kira-kira ada 30
sodokan kulakukan,
keliatan teriakan Ece
semakin menggila. "Ah
ah ah… ssssh... oh, mas
Ardi, aku mau keluar...
terus, Mas... entot aku
yang dalem…"
pintanya.
Sengaja kutahan laju
sodokanku, biar dia
tambah penasaran.
"Mas Ardi, ayo donk...
entot lebih cepat dan
dalam… aku sudah
mau keluar nih."
rengeknya.
Sengaja aku berbuat
lebih nakal, kutarik
kontolku keluar dari
memeknya. Aku mau
tau reaksinya.
"Aaaah... mas Ardi,
jangan dikeluarin donk
kontolnya, aku sedikit
lagi mau keluar nih.
Please, masukin lagi."
rengeknya.
"Aku mau masukin,
tapi aku mau foto-foto
kamu dulu saat kamu
lagi habis-habisan
terangsang. Ayo, pose
memelas seperti tadi,
kamu berbaring di
ranjangmu." kataku.
"Oke deh, apapun asal
nanti masukin lagi ya?"
rengeknya.
"Iya pasti, kan kita
mau dapat posisi yang
bagus." kataku.
Mulailah dia berpose di
ranjang dengan wajah
dan tubuh sedang
mengalami horni berat.
Uuh, sumpah deh,
wanita akan cantik
sekali saat difoto
dalam keadaan begini.
Setelah puas
mengambil gambar,
kurebahkan dia dalam
posisi teletang,
kontolku yang masih
tegang segera
kuarahkan ke lubang
memeknya. Tubuh Ece
bergetar hebat saat
aku kembali
menusuknya.
Memeknya seakan
ingin mencengkramku.
Akupun terus
menyodok dan
menyodok. Tak lama
Ece berteriak, "Mas
Ardi, aku keluaaaaar…
uohh nikmatnyaaaa...
terus entot aku, Mas…
biar cairanku keluar
semua…" rintihnya.
Aku terus menyodok,
entah sudah berapa
kali Ece orgasme,
akhirnya akupun
meledak, tubuhku
bergetar hebat.
Tadinya hendak
kutarik kontolku saat
spermanya mau
muncrat, tapi kaki Ece
menjepit pinggangku.
"Sudah, masukkan saja,
Mas. Aku lagi gak
subur kok, gak apa-
apa. Lagian aku mau
merasakan semburan
sperma dari kontol mas
Ardi yang gede.
Ternyata enak banget,
hangat sekali."
rintihnya.
"Uuuuooohh... Ece, aku
keluuuuaaar… rasakan
pejukuuuu… ahhhh!"
erangku sambil terus
kugenjot kontolku di
dalam memeknya, dan
akhirnya akupun rubuh
karena kecapekan.
Sambil terengah-
engah, kami berbaring
telanjang bersama-
sama di ranjang.
"Wow, mas Ardi luar
biasa. Kontol mas enak
banget deh, terasa
penuh di lubangku.
Memekku aja masih
terasa longgar dan
senut-senut." kata Ece.
"Begitu ya, Ce... Ece
cantik sekali kalau
telanjang bulat seperti
ini... coba aku jadi
suamimu, pasti aku
akan menyuruhmu
tidak pakai baju bila di
rumah. Uh, indahnya..."
kataku sambil
kuperhatikan seluruh
lekuk tubuhnya.
"Ah, Mas... jangan
liatin aku seperti itu
dunk, aku jadi malu…"
sahutnya.
Kamipun beristirahat
sambil berpelukan
mesra. Sampai
akhirnya aku pamit
mau pulang karena
kurasakan lapar sekali.
Sesampainya di rumah,
akupun segera makan
dengan lahapnya.
Pikirku, aku harus
menjaga staminaku
karena sekarang aku
harus kuat melayani
dua orang wanita yang
menurutku haus akan
sex. Selesai makan, aku
segera istirahat. Sudah
dua hari ini aku
bertempur dengan dua
wanita yang sudah
bersuami dan
kurasakan tubuhku
letih sekali. Tapi baru
lima menit aku
tertidur, aku mendapat
kiriman sms dari Siska
yang menanyakan aku
kemana karena tadi
siang dia ke tempatku
tapi aku tidak ada.
Sms itu tidak kujawab,
aku harus istirahat
dulu, pikirku. Dan aku
punya rencana akan
menghilang selama
tiga hari untuk
membuat mereka
berdua penasaran.
Berpikir seperti itu,
akupun tertidur
dengan pulasnya.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.