Jumat, 24 November 2017

Rumah kontrakan ardy 3

Rumah Kontrakan 3
Jam sembilan malam,
kembali aku menyusun
siasat. Segera aku naik
ke atas bubungan atap
rumahku untuk melihat
gerak-gerik Siska dan
Ece Geulis.
Tepat di atas atap
rumah Siska,
kuperhatikan pasangan
pengantin yang baru
berusia tiga minggu itu
sedang bercumbu
dengan mesranya. Tapi
lagi-lagi kulihat Pak
Anton tak sanggup
untuk melayani hasrat
istrinya, ia cepat sekali
orgasme. Dengan
wajah kecewa, Siska
terbaring telanjang di
samping suaminya.
"Maaf ya, Sis. Aku
capek banget hari ini,
mana besok aku harus
pergi ke kantor pagi-
pagi sekali. Kantorku
sedang diaudit kantor
pajak, jadi bosku mau
aku mengurus hal ini
dengan sebaik-
baiknya." kata Anton.
"Iya, nggak apa-apa."
jawab Siska
memaklumi. "Oh iya,
Mas, ngomong-
ngomong si Ardi kapan
dipanggil ke kantor
kamu?" tanyanya.
"Tadi siang sih CV dia
sudah aku serahkan ke
bos, mungkin minggu
depan dia dipanggil
sama bos. Memangnya
kenapa, Sis?" tanya
Anton.
"Nggak apa-apa, siap-
siap aja kalau ditanya
sama dia." jawab Siska.
Di atas atap, aku
tertawa geli.
Sepertinya Siska
kebingungan karena
aku tidak jawab sms
darinya, mungkin dia
pikir tadi siang aku
sudah mulai kerja.
Hehe, kangen nih ye
sama kontolku.
Ternyata rencanaku
untuk membuat dia
penasaran berhasil hari
ini.
Akupun beranjak
menuju atas rumah Ece
Geulis, dan disitu
kuperhatikan Ece
Geulis sedang tertidur
pulas dengan hanya
menggunakan kaos
dalaman yang tipis dan
berenda pada bagian
dadanya. Kulihat dia
hanya menggunakan
CD saja, tapi tidak
mengenakan bra, sexy
sekali dia. Di
sampingnya, anaknya
juga sedang tertidur
pulas. Malam ini
suaminya tidak pulang.
Akupun turun dari atas
atap rumah dan segera
tidur.
Kira-kita jam sebelas
malam kembali
kudapatkan sms dari
Siska. "Ardi, kamu
kemana aja, kok sms
dari aku gak dibalas?
Kamu marah sama aku
ya?"
Aku menahan diri
untuk tidak
menjawabnya, dan
kembali melanjutkan
tidurku.
Pagi-pagi sekali aku
segera bangun, hari ini
aku punya rencana
seharian untuk pergi ke
Glodok membeli
camera pengintai,
karena pikirku akan
sangat berbahaya
kalau aku terus-
terusan naik ke atap
rumahku. Segera
kutuntun Honda CBR-
ku menjauh dari
kontrakan agar
suaranya tidak
terdengar. Seharian
kuhabiskan waktuku
untuk mencari camera
pengintai terbaik,
setelah kudapatkan,
akupun pergi ke toko
obat Chinese untuk
mencari ramuan obat
untuk memelihara
staminaku. Jam 18.30,
aku pun kembali ke
kontrakanku.
Setelah selesai mandi
dan makan, aku mulai
menjalankan
rencanaku untuk
memasang camera
pengintai di atas rumah
Siska dan Ece Geulis.
Lumayan lama juga aku
memasangnya karena
harus berhati-hati dan
ada beberapa tempat
yang kupasang seperti
kamar utama, kamar
mandi dan ruang tamu,
baik rumah Siska
maupun rumah Ece
Geulis. Semuanya
kubuat rapi agar tidak
sampai ketahuan.
Kira-kira jam sembilan
malam pekerjaanku
selesai, dan saatnya
menyaksikan gerak-
gerik mereka pada
komputerku. Malam ini
aku senang sekali
karena kwalitas
gambar yang
kudapatkan sungguh
jernih serta kameraku
dapat kugerakkan
untuk mengambil posisi
yang kuinginkan. Dan
yang membuatku lebih
senang lagi adalah
malam itu aku dapat
menyaksikan adegan
percintaan mereka
dengan santai di
rumahku. Sekarang ini
aku tengah melihat Ece
Geulis sedang digumuli
oleh suaminya. Tapi
sama saja dengan
Siska, biarpun suami
Ece Geulis punya
stamina lebih baik,
tetap saja kulihat
wajah Ece Geulis tak
dapat menyembunyikan
kalau dia kurang
berhasrat.
Yang lebih parah lagi
Siska, malam ini ia
tidak disetubuhi oleh
suaminya, karena
kudengar suasana hati
suaminya sedang tidak
baik. Hari ini laki-laki
itu ditegur oleh bosnya
sebab ada kesalahan.
Kulihat wajah Siska
kelihatan sedih dan
kecewa. Suaminya
kulihat tertidur pulas,
sedang Siska
kuperhatikan kelihatan
gelisah. Kira-kira jam
22.30, kuliat Siska
mengambil
handphonenya. Aku
menebak sebentar lagi
pasti aku mendapat
kiriman sms. Dan benar
saja, dia mengirimiku
sms.
"Ardi, kamu
menjauhiku ya?
Katanya kamu sayang
sama aku, tapi kok
tidak pernah membalas
smsku?"
Aku tidak
membalasnya.
"Kalau kamu tidak mau
jawab, ya sudah, kita
nggak usah ketemuan
lagi seterusnya."
lanjutnya mengancam.
Sengaja aku tidak
menjawabnya selama
lima menit, baru
kemudian kubalas.
"Sorry, Sis. Aku
bukannya tidak mau
menjawab, tapi aku
nggak tahu kalau kamu
sms. Battere
handphoneku rusak dan
seharian ini aku ke
Roxy untuk cari
battere, tapi agak sulit
karena model tersebut
sudah tidak keluar.
Tapi aku akhirnya
dapat juga biarpun
mahal. Maaf ya, Sis.
Emang ada apa?"
jelasku. Hehe, ngambek
nih ye. Mana bisa aku
gak ketemu lagi sama
kamu, Sis. Aku kan
belum puas sama
tubuhmu, pikirku.
"Oh gitu, sorry ya.
Kupikir kamu menjauhi
aku setelah kejadian
kemarin malam." jawab
Siska.
"Aku nggak mungkin
menjauhimu, Sayang...
karena aku masih
belum puas sama kamu,
tubuhmu kan belum ku-
explorasi, hehe."
candaku.
"Dasar... memangnya
aku tambang minyak?
Huh!" balas Siska.
"Bukan tambang
minyak, tapi tambang
nikmat. Sudah siap ku-
explorasi? Hehe."
candaku lagi.
"Tambang nikmatku
sudah siap di-explorasi
dari kemarin,
penambangnya aja
sombong gak mau
jawab undanganku."
balas Siska. "Nanti aku
cari penambang yang
lain loh!" sambungnya.
"Mana ada penambang
yang ahli seperti aku,
Sis? Kalau kamu cari
penambang lain, aku
batalkan kontrak kerja
sama kita loh, hehe."
balasku.
"Waduh, jangan donk,
Ar. Soalnya susah cari
penambang yang punya
peralatan besar seperti
punyamu, hihi." jawab
Siska.
"Jadi kapan nih mau di-
explorasi?" tanyaku.
"Malam ini bisa! Aku ke
tempatmu ya?" tanya
Siska.
"Oke, tapi kurang seru
kalau di rumahku. Aku
ada ide seru nih,
gimana kalau di
rumahmu aja?" ajakku.
"Gila!! Nekat kamu, Ar!
Kamu mau kita
ketahuan! Gak ah!"
balas Siska.
"Justru itu yang bikin
seru, orgasmenya pasti
lebih pol deh, hehe.
Aku kesana ya?"
jawabku.
"Jangan, Ar, aku nggak
mau." balas Siska.
Aku tak membalas
smsnya. Kuperhatikan
dari layar monitor, dia
nampak gelisah sekali,
dan segera beranjak
keluar dari kamarnya.
"Mau kemana, Mah?"
tanya Anton setengah
terlelap.
"Aku mau minum, Pah,
haus sekali. Udah, papa
tidur aja." jawab Siska.
"Ehmm, iya." balas
Anton sambil
melanjutkan tidurnya.
Akupun segera keluar
dari rumahku dan
menuju pintu rumah
Siska. Kulihat di jendela
wajahnya mengintip
dari balik kain korden,
tangannya melambai
menyuruhku untuk
pergi, tapi aku tetap
berkeras ingin masuk,
hingga akhirnya Siska
terpaksa membuka
pintunya.
"Gila kamu, Ar. Nanti
kalau ketauan
gimana?" kata Siska
berbisik.
"Justru kita harus ahli
dalam hal ini, mau
terima tantanganku
gak?" balasku berbisik.
"Ehm, tapi…" jawab
Siska ragu.
"Udah, nggak usah
kelamaan, yuk kita ke
kamar mandimu."
ajakku sambil
merangkulnya.
"Oke deh, tapi kita
jangan sampai
ketahuan ya..." jawab
Siska.
"Pastilah." aku
mengangguk
mengiyakan.
Kamipun beranjak
menuju kamar
mandinya, untung
kamar mandi itu cukup
luas untuk kami
berdua. Segera kubuka
baju Siska dengan
penuh nafsu,
payudaranya yang
bulat ranum langsung
keluar karena dia
sudah tidak memakai
bra dan celana dalam,
sejurus kuperhatikan
tubuhnya.
"Kamu sexy dan
menantang sekali, Sis.
Sudah siap ku-
explorasi?" tanyaku
sambil memijit tonjolan
putingnya.
"Ayo cepat, Ar. Jangan
berlama-lama, nanti
kalau suamiku bangun
gimana?" Siska
membantuku membuka
pakaianku, dan
tanganku mulai
meremas-remas
payudaranya. Kamipun
berpagutan mesra.
"Duh, aku kangen sama
susumu, Sis. Sudah dua
hari aku nggak netek."
kataku sambil
mendekatkan bibir
untuk menghisap
susunya yang montok.
"Auw, pelan-pelan, Ar...
jangan nafsu begitu
donk. Aku juga kangen
sama batangmu, boleh
kuciumi?" balas Siska
sembari berjongkok di
depanku dan mulai
mengelus-elus lalu
menjilati batang
kontolku.
"Ehm... akan kubuat
kau keenakan, Ar!
Rasakan..." kata Siska
sangat bernafsu sambil
menjilati kepala
kontolku.
"Ooh... Sis, kamu makin
ahli aja. Terus, Sis,
lidahmu enak sekali."
seruku sambil tanganku
kembali memainkan
pentilnya.
Saat dia tengah asyik
bermain dengan
kontolku, tiba-tiba
terdengar suara pintu
kamarnya dibuka dan
ada suara langkah kaki
mendekat. "Sis, kamu
sedang di kamar
mandi?" tanya Anton
dari luar.
"I-iya, Pah. Perutku
mules nih, gak tau
kenapa, mungkin salah
makan." jawab Siska
berbohong.
"Oh gitu, aku pikir
kamu kemana. Tapi
kamu nggak apa-apa
kan?" tanya Anton lagi.
"Aku nggak apa-apa
kok, Pah. Papa tidur aja
lagi, nggak usah
kuatir." jawab Siska.
"Oke deh," jawab
Anton kemudian.
Terdengar langkah
kakinya menjauh, dan
pintu kamar yang
ditutup kembali.
Kamipun bernapas
lega.
"Tuh, kataku apa! Bisa
bahaya tau!" sahut
Siska berbisik.
"Ah, cuma gitu aja,
nggak apa-apa. Tapi
seru kan? Hehe, ayo
lanjutkan dong!"
balasku.
Kembali Siska
melanjutkan mengoral
kontolku, biasanya dia
betah melakukannya,
tapi karena saat ini
khawatir suaminya
curiga, dia segera
minta untuk
kusetubuhi. Kuminta
Siska untuk duduk di
bak mandi sambil
melebarkan kedua
kakinya. Akupun
langsung memasukkan
kontolku ke dalam
memeknya dan pelan
tapi pasti mulai
kugenjot tubuh
montoknya. Mata Siska
terpejam-pejam
menikmati setiap
sodokan dari kontolku
dan dari bibirnya
keluar suara mendesis
pelan.
Hampir sepuluh menit
aku menggenjotnya
dan mulai ada tanda-
tanda dari Siska kalau
dia mau orgasme. Tapi
saat aku lagi asyik
berkonsentrasi, tiba-
tiba kembali terdengar
suara pintu kamar yang
dibuka dan suara kaki
Anton yang berjalan
mendekat.
"Masih belum selesai,
Sis? Kok lama amat?"
tanya Anton curiga.
"I-iiya nih, Pah, susah
keluarnya, mules
banget perutku. Udah,
papa tidur aja sana."
jawab Siska cepat.
Sementara dia
berbicara, terus saja
kugenjot tubuh
mulusnya. Tangan Siska
mencengkram
lenganku, meminta
untuk berhenti. Tapi
tak kulakukan, malah
makin kugenjot tubuh
sintalnya.
"Uuuh... perutku cuma
mules tapi belum mau
keluar. Sssh... udah,
Papa sana gih tidur,
mungkin aku akan
minum pencahar saja
biar mudah buang
airnya... uuhh!" jawab
Siska sambil menahan
nikmat dari gesekan
batang kontolku di
liang vaginanya. Anton
tidak tahu kalau di
dalam, istrinya sedang
mengejang nikmat
karena akan orgasme
akibat tusukan
kontolku.
"Ughhh... a-aku mau
keluar!" rintih Siska
lupa mengontrol
dirinya.
"Kamu tuh sedang apa
sih, buang air atau
sedang apa?" tanya
Anton heran.
"Aku lagi buang air,
Pah. Akhirnya keluar
juga... lega dan enak
rasanya. Pantesan aja
susah, itunya besar
sih." kata Siska
berdalih.
"Ih, jorok ah... mending
aku tidur aja daripada
nungguin kamu". sahut
Anton sambil berjalan
menjauh.
"Lagian sudah dibilang
tidur aja, nggak mau.
Syukurin, hihi." kata
Siska. Ia segera
berpura-pura
mengambil air seolah-
olah ingin menyiram
kotorannya.
Sementara dari depan,
aku terus menggenjot
tubuh mulusnya.
Keadaan tadi semakin
membuatku bernafsu.
Setelah hampir sepuluh
menit, akhirnya aku
meledak. Segera
kutarik kontolku dan
kuarahkan ke mulut
Siska, kupaksa dia
untuk menelan
spermaku. Awalnya dia
tidak mau, tapi terus
kupaksa. Kubuka
mulutnya agar
mengulum kontolku,
dan akhirnya saat
orgasme, muncratlah
spermaku ke dalam
mulutnya.
"Telan pejuku, Sis.
Aaaaah..." rintihku.
Siska pun dengan
terpaksa menelannya
dan menjilati sisanya
yang menempel di
batang kontolku. "Ih,
kamu nakalin aku ya,
jahat!" manja Siska
sambil terus menjilat
kontolku hingga
kembali bersih dan
licin.
Kamipun berciuman
dan berpelukan mesra.
"Kamu hebat, Sayang."
kataku.
"Kamu juga hebat, Ar,
sudah berhasil
menyetubuhi aku di
depan suamiku. Nakal
sekali kamu!" ia
mencubit puting
susuku.
"Tapi tadi kamu
menikmatinya kan,
Sayang?" tanyaku.
"Aku sangat
menikmati, Ar. Campur
aduk sekali perasaanku
tadi waktu hampir
orgasme suamiku
datang, hebat kamu
membuatku seperti
ini." katanya.
"Sudah puas?" tanyaku
lagi.
"Sebenarnya mau lagi,
tapi nanti bisa bahaya.
Sebaiknya kamu segera
pulang, Ar."
Kami pun dengan hati-
hati keluar dari kamar
mandi dan Siska
mengantarku hingga ke
depan pintu rumahnya.
Sebelum berpisah
kucium lembut bibirnya
yang basah. "Met
jumpa lagi, Sayang.
Tidur nyenyak ya,"
bisikku mesra.
Siska melepas
kepergianku dari balik
korden.
Sesampainya di rumah,
aku masih menyaksikan
Siska dan suaminya
bercakap-cakap.
"Sudah enakan, Mah?"
tanya Anton tanpa
curiga.
"Sudah, Pah, sudah
lega." jawab Siska.
"Sebenarnya tadi kamu
buang air atau lagi apa
sih?" tanya Anton
menyelidik.
"Sebenernya aku…
emm, aku... tapi papa
jangan marah ya… janji
ya?" kata Siska.
"Iya, kamu lagi apa
sih?" tanya Anton lagi.
"Aku tadi sedang
melakukan itu, Pah…"
jawab Siska pelan.
"Itu apa, Sis?" tanya
Anton penasaran.
"Ini juga gara-gara
Papa sih…" rengek
Siska.
"Kok gara-gara aku?"
tanya Anton bingung.
"Iya, Papa nggak
sentuh-sentuh aku,
padahal aku tadi lagi
kepingin banget. Tapi
lihat Papa kecapekan
gitu, aku jadi gak tega
untuk meminta. Ya
sudah, terpaksa aku
melakukan itu." kata
Siska.
"Oh, kamu mastubasi?"
tebak Anton.
"Hihi... iya, Pah. Tadi
waktu aku teriak mau
keluar itu, yang
kumaksud bukan
kotoranku. tapi aku
sedang orgasme hebat.
Papah ganggu aku aja
tadi!" kata Siska.
"Kamu sudah biasa
berbuat itu ya?" tanya
Anton.
"Nggak, Pah, cuma
sesekali aja, kalau pas
lagi pengen banget."
jawab Siska.
"Darimana kamu tahu
caranya?"
"Aku baca di majalah
kesehatan wanita. Aku
kan harus menemukan
solusi untuk masalah
kita ini. Emang kenapa,
Papah nggak suka ya?"
tanya Siska.
"Bukan begitu, aku
nggak apa-apa kok.
Yang aku bingung,
kalau kamu masturbasi,
kamu bayangin siapa,
Sis? Aku?" tanya Anton
menyelidik.
"Nggak mau! Abisnya
Papah jahat nggak mau
sentuh-sentuh aku."
balas Siska.
"Lalu siapa donk kalau
bukan aku?" tanya
Anton.
"Papah beneran
pengen tahu?"
Anton mengangguk.
"Katakan, Sis. Aku
nggak akan marah kok.
Ini kan kesalahanku
juga."
"Emm... aku... aku... b-
bayangin... Ardi, Pah."
jawab Siska jengah.
"Kenapa Ardi?" tanya
Anton, masih kelihatan
tenang.
"Habisnya dia ganteng
sih, hihi." jawab Siska
spontan.
"Aku nggak ganteng
ya?" tanya Anton agak
sedikit marah.
"Cemburu nih ye?"
Siska tertawa.
"Aku serius, Sis." Anton
merajuk.
"Iya, iya. Aku bohong
kok. Ya pasti bayangin
Papah lah, masa sama
Ardi." jawab Siska
menenangkan.
"Dasar nakal kamu ya!"
kata Anton sambil
tangannya meggelitik
tubuh Siska.
Merekapun tertawa
bersama-sama.
Tengah malam, aku
dapat sms lagi darinya.
"Ar, gawat lho tadi,
hampir aja kita
ketauan, untung aku
bisa menjawab semua
pertanyaan suamiku.
Kamu sih nakal banget
pake acara ngentotin
aku di depan suamiku.
Tapi btw, seru juga sih.
Kamu hebat ya,
kutunggu aksimu
selanjutnya. Oh iya,
cicilan pertama sudah
lunas ya, aku sudah
terima pembayarannya.
Terima kasih ya, Ar..."
Sengaja aku tidak
membalasnya.
Sms yang kedua
menyusul tak lama
kemudian. "Oh iya,
besok kan hari minggu,
mas Anton kan libur,
lebih baik kita jangan
ketemuan dulu deh,
aku khawatir akan
ketahuan. Ok? See u
next week,"
Di kamarku aku
berkata, "Asyik juga
nih cewek, sudah
cantik, sexy, pintar
lagi. Jadi tambah
sayang gue sama dia.
Tunggu petualangan
dariku selanjutnya, Sis.
Kamu pasti tambah
nggak bisa lupain aku.

Rumah kontrakan ardy 2

Rumah Kontrakan 2
Paginya aku bangun
kesiangan, untungnya
aku belum mulai masuk
kerja, masih menunggu
panggilan dari
perusahaan pak Anton.
Kubuka jendela
rumahku untuk melihat
situasi sekeliling, sepi
sungguh sepi. Kubuka
pintu rumahku, pikirku
biar udara segar masuk
ke dalam rumahku dan
aku beranjak menuju
kamar mandi. Kubuka
seluruh bajuku dan
kusiram tubuhku
dengan air dingin, uuh
segarnya.
Saat aku mulai
menyabuni tubuhku,
terdengar suara
perempuan
memanggilku. Samar-
samar kuperhatikan
suara tersebut, kupikir
suara Siska, tapi
bukan. Akupun
membilas sabun yang
melekat di tubuhku
dan bergegas
mengambil handuk dan
kulilitkan sekenanya di
tubuhku dan segera
keluar kamar mandi.
Tapi aku sungguh
terkejut saat aku mau
keluar dengan terburu,
aku menubruk
seseorang di depan
pintu kamar mandiku.
Aku pun terjatuh
menimpa orang itu.
Setelah kagetku
hilang, ternyata orang
itu adalah perempuan
yang sangat kukenal.
Ece Geulis tertindih
olehku, dan yang lebih
membuatku syok
adalah, wajahku
terbenam diantara
kedua buah dadanya
yang saat itu hanya
memakai tank top tali
yang sexy. Akupun
berusaha bangkit
berdiri dan membantu
dia berdiri juga.
"Maaf ya, Ece, saya
tidak lihat Ece di depan
pintu," pintaku.
"Iya, mas Ardi. Saya
yang mestinya minta
maaf karena masuk-
masuk sampai kesini.
Habisnya saya panggil-
panggil kok gak ada
sahutan, tapi pintu
rumah kamu terbuka,
jadi Ece masuk saja."
jawab Ece sambil
tersipu.
Wuih, cantiknya Wce
Geulis ini. Lama
kupandangi wajah dan
tubuhnya, tak terasa
penisku menegang
karena teringat tadi
saat wajahku
terbenam di dadanya.
Aku pun tak menyadari
kalau aku hanya pakai
handuk, handuk yang
kupakai tidak dapat
menutupi penisku yang
saat itu sedang tegang.
Ece Geulis melirik
penisku yang
menjulang seakan ingin
menembus keluar dari
handukku. Wajahnya
bersemu merah.
"Kenapa, Ece, koK
muka Ece jadi merah
gitu?" tanyaku masih
belum menyadari.
Matanya memberi
isyarat kepadaku
untuk melihat
selangkanganku, dan
akupun terkaget.
Saking groginya aku
berusaha menutupi,
tapi sialnya, mungkin
karena tadi aku
sempat terjatuh, maka
ikatan pada handukku
kendor dan saat aku
berusaha menutupi
burung, eh malah
handuknya terlepas.
Ups! terbukalah
handukku dan
terlihatlah penisku
yang tegak seperti
monas.
Ece Geulis pun menjerit
melihat pemandangan
seperti itu. "Aduh, Mas
Ardi!! Ih, malu atuh,
Mas." sambil berusaha
menutupi wajahnya
dan kulihat dia
menelan ludahnya.
"Ups, maaf, maaf ya,
Ece. Saya gak sengaja,
gara-gara Ece sih ah,
saya jadi malu nih."
jawabku sambil
membereskan
handukku.
"Kok gara-gara saya
sih, mas Ardi?" jawab
Ece.
"Kalau handuknya
jatuh sih bukan gara-
gara Ece, tapi…"
"Tapi apa, Mas?" tanya
Ece penasaran.
"Nggak ah, malu."
jawabku.
"Apaan sih?" tanya Ece
semakin penasaran.
Karena dia
mendesakku, akhirnya
aku menjawab juga.
"Tadi waktu jatuh,
muka saya jatuh di
susunya Ece, trus..."
jawabku ragu-ragu.
"Trus apa?' tanya Ece.
"Tadi kan Ece sempat
melihat punyaku kan?"
"Nggak kok," jawabnya
berbohong.
"Gede kan?"
sambungku.
"Iya, gede banget."
jawabnya cepat dan
spontan. "Ups!" Ece
menutup mulutnya.
Aku pun tertawa kecil
melihat tingkah lucu
dan wajah Ece yang
memerah. "Ya itu gara-
gara susu Ece, punyaku
jadi gede." tambahku.
Bibirnya tersenyum dan
rona wajahnya semakin
memerah. "Ih, mas Ardi
genit ah," sambil
beranjak ingin pergi.
"Eits, tunggu dulu, Ce.
Tadi Ece mau ngapain
panggil-panggil saya?
tanyaku.
"Iya, aku ada perlu
sama mas Ardi, mau
pinjam handphone
untuk menelpon
suamiku. Handphone
rusak, aku belum bisa
ganti dengan yang
baru, bolehkan?"
"Boleh, tapi nanti. Saya
anterin saja ke rumah
Ece, saya mau pakai
baju dulu, oke?"
jawabku.
"Iya deh, aku tunggu di
rumah ya, Mas."
sahutnya sambil
melangkah keluar.
Akupun segera
memakai baju dan
celana pendekku dan
segera ke rumahnya,
kesempatan emas ini
tak boleh kusia-siakan.
Segera kuketok pintu
rumahnya dan
keluarlah si cantik Ece
Geulis menyambutku.
"Silahkan masuk, Mas."
"Ya, terima kasih, Ce.
Enak ya rumahnya,
bersih. Gak seperti
rumahku." kataku.
"Ah, bisa aja. Mau
minum apa, Mas?"
tanya Ece.
"Kopi juga boleh,"
jawabku, pikirku biar
aku bisa berlama-lama
di rumahnya.
"Sebentar ya, aku
siapin." diapun masuk
ke dapurnya. Dari
belakang kupandangi
pantat perempuan ini,
sungguh sangat
menggairahkan,
pikirku.
Tak lama dia keluar
sambil membawa
segelas kopi. "Silahkan,
Mas, kopinya." sambil
merunduk dia
menyuguhkan kopi
dihadapanku, dan aku
terpesona oleh dua
bukit kenyal yang
seakan-akan ingin
melompat keluar dari
balik tanktop putihnya
yang dihidangkan
bersama kopiku. Tapi
sepertinya dia tidak
menyadari kalau
payudaranya sedang
kuperhatikan. Dia
duduk di sofa sebelah
kananku dengan
tenang.
"Oh iya, ini
handphonenya, Ce.
Katanya mau pinjam."
Kataku sambil
kuberikan HP-ku
kepadanya.
"Oh iya, terima kasih,
Mas." dia
mengambilnya dari
tanganku. Lama juga
dia mengutak-utik HP-
ku tapi tidak
menelpon-nelpon.
"Kok belum nelpon
juga, Ce?" tanyaku.
"Aku bingung pakenya,
ini dikunci ya, Mas?"
tanyanya.
"Oh iya, aku lupa
bukain kuncinya. Sini
aku bantu." aku segera
berdiri mendekatinya
dan mengambil HP di
tangannya, Ece Geulis
tetap duduk di
kursinya dan aku
berada di sebelah
kanan atasnya. Dari
situ, aku bisa melihat
dengan jelas payudara
si Ece dan bra kremnya
yang menyembul
keluar. Wow,
kesempatan ini tak
boleh kusia siakan.
Segera kuaktifkan
camera HP-ku dan
mulai menjepret isi
dari tanktop Ece,
sambil pura-pura
seakan-akan kuncinya
macet. Lumayan
banyak juga kuambil
gambarnya.
"Kenapa, Mas, susah
juga ya?" tanyanya.
"Iya nih, tapi sekarang
sudah bisa kok."
segera kuserahkan HP-
ku kepadanya.
Ece Geulis pun segera
menelepon suaminya,
menanyakan kabarnya.
Dari pembicaraan
mereka yang
kudengar, suami Ece
dapat tugas jaga
malam dan besok pagi
baru bisa pulang.
Wajah Ece keliatan
kecewa mendengar
kabar itu.
"ini, mas Ardi, terima
kasih ya." katanya.
"Sama-sama, Ce. Oh
iya, HP Ece rusak
apanya sih? Boleh liat
nggak?" tanyaku.
"Boleh, sebentar ya,
Mas." dia masuk ke
kamarnya untuk
mengambil HP-nya.
"Ini, mas, sering hank
dan macet. Katanya
kena virus." sahutnya
kemudian.
Kulihat HP itu sudah
dilengkapi kamera
dengan pixel yang
lumayan besar dan
memorinya juga besar.
"Ce, sebentar kuambil
laptopku. Aku punya
anti virus, siapa tau
bisa." kataku.
Tak lama aku kembali
lagi sambil menenteng
laptopku, dan mulai
kunyalakan. Pelan-
pelan kukeluarkan
memori card dari HP-
nya dan kumasukkan
ke dalam card reader,
dan aku mulai
memindai setiap data
yang ada. Akhirnya
kutemukan salah satu
virus akibat
penggunaan fasilitas
internet di HP.
"Ini loh, Ce,
penyebabnya." kataku.
"Bisa diperbaiki?"
tanyanya.
"Bisa, tapi data Ece
harus dipindahkan dulu
ke dalam komputerku,
nanti diinstall ulang.
Gimana?" tanyaku.
"Iya deh, pindahin
dulu." pintanya.
Aku segera mengcopy
semua data yang ada
di HP-nya dan
menetralisir virus yang
ada di datanya. Saat
memeriksa data, tak
sengaja aku menekan
folder image, dan
keluarlah foto-foto
milik Ece. Yang
membuat aku kaget
adalah banyak sekali
foto-foto Ece dalam
keadaan telanjang dan
saat berhubungan
dengan suaminya. Ece
menyadarinya dan
terkejut.
"Mas Ardi, kok buka
folder saya sih?"
katanya sedikit marah.
"Waduh, sory banget,
Ce. Saya gak sengaja,
maaf ya." kataku.
"Suami saya sih, nakal.
Aku pikir foto-foto itu
sudah dihapus olehnya,
ternyata belum."
wajahnya memerah.
"Sudahlah, Ce, toh
cuma saya yang
melihat dan saya tidak
akan menyebarkannya.
Tenang aja, saya janji
kok." kataku.
"Tapi kan saya malu
sama mas Ardi…"
sahutnya serak.
"Kenapa mesti malu,
orang fotonya cantik-
cantik kok. Ece tuh
cantik dan sexy tau,
saya aja kalau jadi
suami atau pacar Ece
pasti ingin
mengabadikannya
dalam bentuk foto,
beneran loh!" belaku.
"Masa sih… ih, apanya
yang cantik dan sexy
hayo? Ih, jadi malu
saya." jawab Ece.
"Sini liat, saya
tunjukan kecantikan
Ece." kutunjuk salah
satu gambar di laptop.
"Tuh liat payudara Ece
besar dan tidak turun,
tapi begitu montok,
dengan puting yang
begitu menantang.
Wajah Ece keliatan
oriental, seperti orang
Chinese. Perut dan
pantat Ece juga masih
kencang, tidak
kelihatan seperti
perempuan yang sudah
punya anak." tegasku.
"Ah, mas Ardi bisa aja."
ucapnya malu.
"Cuma sayang camera
yang dipakai bukan
kamera professional,
jadi agak blur atau
pecah. Kalau pakai
kamera prof pasti Ece
kelihatan cantik sekali,
seperti bidadari turun
dari langit dalam
keadaan telanjang,
hehehe." candaku.
"Ih, mas Ardi nakal.
Memangnya kalo pake
kamera prof bisa lebih
bagus hasilnya?"
"Ya iya lah. Aku punya
kamera seperti itu, Ace
mau coba? Sebentar
aku ambilin ya," segera
aku bangkit berdiri dan
berlari balik ke rumah.
"Duh, gak usah repot-
repot, Mas…"
sahutnya.
"Udah, gak apa-apa
kok," aku segera
mengambil kameraku.
Sebentar saja aku
sudah kembali. "Ayo,
Ce, kita coba." ajakku.
"Dimana ya mas
tempat yang bagus?"
tanyanya.
"Kalau mau foto
telanjang sih bagusnya
di kamar, Ce, hehehe."
candaku nakal.
"Ah, gak mau. Aku
malu sama mas Ardi."
"Kenapa mesti malu,
kan saya sudah lihat
semuanya, hehe.
Lagian kan saya
professional, Ce, gak
bakal macam-macam
kok."
"Beneran nih?"
ucapnya malu.
"Ya iyalah, emangnya
becanda, kan Ece mau
bedain nanti hasilnya."
kataku.
"Oke deh, yuk kita ke
kamar. Untungnya
anakku sedang
kutitipkan di rumah
neneknya." katanya
riang.
"Oh begitu, bagus
donk."
Kami sekarang sudah
ada dalam kamarnya,
aku pun berpura-pura
seperti prof, mulai
membereskan
kamarnya dan
menyetelnya supaya
keliatan bagus saat
diambil gambar. Ece
Geulis keliatan berdiri
mematung, pakaiannya
belum ditanggalkan.
Aku mendekatinya.
"Lha kok bengong, mau
foto gak? Kalo gak
mau ya sudah, gak
usah kita lanjutkan
nih," kataku.
"Mas Ardi, aku takut
dan malu. Kalo
ketahuan suamiku
gimana?" tanyanya.
"Hehe, dia pasti
senang liat istrinya di
foto cantik sekali.
Lagian jangan dikasih
tau kali," sahutku.
"Ah, mas Ardi bisa aja."
"Ayo donk, cepet
dibuka bajunya. Apa
perlu aku bantuin?"
sahutku.
"Huh, maunya tuh,
hihi." Ece mulai rileks
dan tertawa. Dia pun
mulai membuka
pakaian tanktopnya
dengan
membelakangiku, lalu
celana pendeknya.
Saat dia mau membuka
bra kremnya, terlihat
dia kesulitan,
keliatannya
kancingnya macet. Aku
menelan ludah melihat
pemandangan itu.
"Perlu aku bantuin
gak?" tanyaku.
"Boleh deh," jawabnya,
dan akupun
mendekatinya. Dengan
tangan bergetar,
kuraih kaitan bra krem
tersebut, tapi masih
sulit juga.
"Wah, gak bisa dibuka
nih, Ce. Gimana neh?'
tanyaku.
"Diputusin aja deh,
Mas. Tarik aja biar
putus. Aku memang
mau ganti bra ini
dengan yang baru,
sering macet begini."
"Oke deh," akupun
mengerahkan
tenagaku untuk
memutuskan
pengaitnya. Mungkin
karena tenagaku
terlalu besar, kaitan
terputus dan bra-nya
terlempar ke lantai
dengan keras. Aku
kaget bukan kepalang
karena payudara Ece
tersentak dan
bergelantung sambil
bergoyang-goyang
dengan indahnya.
Wow, sunggug luar
biasa. Ternyata
melihat dari dekat
seperti ini semakin
membuat penisku
menegang dengan
dahsyatnya.
"Mas Ardi, biar adil,
mas fotonya juga
sambil telanjang
donk." pinta Ece.
"Ah, gak mau ah. Aku
malu. Sudah, Ece aja."
jawabku pura-pura.
"Gak, aku gak mau
difoto telanjang
sendirian." sahutnya
sambil kedua
tangannya yang kecil
berusaha menutupi
kedua payudaranya
yang besar.
"Oke-oke," sahutku
kemudian, aku pun
mulai membuka
bajuku. Saat kubuka
celanaku, terlihatlah
torpedoku yang tegak
menantang. Kulihat
Ece terus
memperhatikan
torpedoku yang besar
dan berukuran diatas
rata-rata itu, kulihat
dia menelan ludah.
"Mas… anunya gede
ya?" katanya.
"Anunya apaan, Ce?"
tanyaku pura-pura.
"Itu tuh," sambil
tangannya menunjuk
ke batangku.
"Oh ini, kan ada
namanya, Ce. Ini
namanya kontol,
hehe." kataku.
"Ih, mas Ardi
ngomongnya kotor."
"Kotor tapi mau kan?
Mau pegang, mau cium
atau mau jilatin,
hehe." candaku.
"Ih, mas Ardi nakal
nih." ia berjalan
mendekatiku dan
tangannya mencubit
dadaku.
"Kok cubitnya di dada,
kenapa gak di kontolku
saja?" kutangkap
tangannya dan
kuarahkan ke arah
kontolku yang sudah
mengeras tajam. Lama
juga tangannya
mengelus-elus
kontolku. Tanganku
pun mulai bergerilya
menuju payudara dan
pentilnya, kuremas-
remas pelan kedua
bukit kembar itu. Mata
Ece terpejam, kulihat
dalam posisi ini Ece jadi
sangat cantik sekali.
Jadi kameraku pun
mulai bekerja.
"Kok kontol saya cuma
dielus-elus aja, gak
mau dicium, Ce? Gak
suka ya?" tanyaku.
"Ehm.. memangnya
mas Ardi mau aku
isepin?" tanyanya.
"Mau donk," siapa juga
yang bisa nolak.
Perlahan dia
berjongkok di depan
kontolku. Ece sempat
kaget karena kontolku
begitu besar, mulutnya
hampir tak muat. "Mas
Ardi, anunya gede
banget sih." bisiknya
sambil terus menjilati
batang kontolku.
"Itu namanya kontol,
Ce, bukan anu!"
"Iya, kontol mas Ardi
gede banget,"
setengah berteriak dia
mengucapkannya.
"Suka ya? Sama kontol
suamimu gedean
mana?" tanyaku.
"aku suka kontol gede,
Mas. Suamiku saja
yang jadi satpam kalah
besarnya, ini mah cuma
bisa disamakan dengan
tongkat satpam. Gak
kebayang kalo masuk
ke lubangku."
lanjutnya.
Saat dia mengulum dan
mencium kontolku, aku
mengambil foto-
fotonya. Sexy sekali nih
perempuan. "Berarti
sekarang istrinya
satpam kena sodok
sama pentungan
satpam donk, hehe."
candaku.
"Iya, Mas. Please,
sodok aku dengan
pentunganmu."
"Mau posisi apa?"
tanyaku.
"Aku mau nungging,
Mas. Kelihatan sexy
kalau dilihat di kaca."
katanya, memang di
depan kami ada sebuah
kaca besar. "Ayo,
Mas!" rengeknya.
Aku pun mulai
menyodok Ece yang
saat itu sudah
menungging, agak sulit
memasukkannya
karena ukuran penisku
yang lumayan besar.
Tapi dengan bantuan
ludahku, akhirnya
kutembus juga
lubangnya Ece. Dengan
napas tertahan, dia
memintaku untuk tidak
menggenjotnya dulu.
Setelah lima detik, aku
merasakan liangnya
Ece mulai licin, dan
pelan tapi pasti aku
mulai menggenjotnya.
"Auw... ahh… sssh…
ach... terus, mas Ardi,
ya terus…" kata-
katanya meracau.
"Uuh... enak sekali
memekmu, Ce. Memek
begini nih paling enak
dientot dari belakang."
aku juga meracau
keenakan.
Kira-kira ada 30
sodokan kulakukan,
keliatan teriakan Ece
semakin menggila. "Ah
ah ah… ssssh... oh, mas
Ardi, aku mau keluar...
terus, Mas... entot aku
yang dalem…"
pintanya.
Sengaja kutahan laju
sodokanku, biar dia
tambah penasaran.
"Mas Ardi, ayo donk...
entot lebih cepat dan
dalam… aku sudah
mau keluar nih."
rengeknya.
Sengaja aku berbuat
lebih nakal, kutarik
kontolku keluar dari
memeknya. Aku mau
tau reaksinya.
"Aaaah... mas Ardi,
jangan dikeluarin donk
kontolnya, aku sedikit
lagi mau keluar nih.
Please, masukin lagi."
rengeknya.
"Aku mau masukin,
tapi aku mau foto-foto
kamu dulu saat kamu
lagi habis-habisan
terangsang. Ayo, pose
memelas seperti tadi,
kamu berbaring di
ranjangmu." kataku.
"Oke deh, apapun asal
nanti masukin lagi ya?"
rengeknya.
"Iya pasti, kan kita
mau dapat posisi yang
bagus." kataku.
Mulailah dia berpose di
ranjang dengan wajah
dan tubuh sedang
mengalami horni berat.
Uuh, sumpah deh,
wanita akan cantik
sekali saat difoto
dalam keadaan begini.
Setelah puas
mengambil gambar,
kurebahkan dia dalam
posisi teletang,
kontolku yang masih
tegang segera
kuarahkan ke lubang
memeknya. Tubuh Ece
bergetar hebat saat
aku kembali
menusuknya.
Memeknya seakan
ingin mencengkramku.
Akupun terus
menyodok dan
menyodok. Tak lama
Ece berteriak, "Mas
Ardi, aku keluaaaaar…
uohh nikmatnyaaaa...
terus entot aku, Mas…
biar cairanku keluar
semua…" rintihnya.
Aku terus menyodok,
entah sudah berapa
kali Ece orgasme,
akhirnya akupun
meledak, tubuhku
bergetar hebat.
Tadinya hendak
kutarik kontolku saat
spermanya mau
muncrat, tapi kaki Ece
menjepit pinggangku.
"Sudah, masukkan saja,
Mas. Aku lagi gak
subur kok, gak apa-
apa. Lagian aku mau
merasakan semburan
sperma dari kontol mas
Ardi yang gede.
Ternyata enak banget,
hangat sekali."
rintihnya.
"Uuuuooohh... Ece, aku
keluuuuaaar… rasakan
pejukuuuu… ahhhh!"
erangku sambil terus
kugenjot kontolku di
dalam memeknya, dan
akhirnya akupun rubuh
karena kecapekan.
Sambil terengah-
engah, kami berbaring
telanjang bersama-
sama di ranjang.
"Wow, mas Ardi luar
biasa. Kontol mas enak
banget deh, terasa
penuh di lubangku.
Memekku aja masih
terasa longgar dan
senut-senut." kata Ece.
"Begitu ya, Ce... Ece
cantik sekali kalau
telanjang bulat seperti
ini... coba aku jadi
suamimu, pasti aku
akan menyuruhmu
tidak pakai baju bila di
rumah. Uh, indahnya..."
kataku sambil
kuperhatikan seluruh
lekuk tubuhnya.
"Ah, Mas... jangan
liatin aku seperti itu
dunk, aku jadi malu…"
sahutnya.
Kamipun beristirahat
sambil berpelukan
mesra. Sampai
akhirnya aku pamit
mau pulang karena
kurasakan lapar sekali.
Sesampainya di rumah,
akupun segera makan
dengan lahapnya.
Pikirku, aku harus
menjaga staminaku
karena sekarang aku
harus kuat melayani
dua orang wanita yang
menurutku haus akan
sex. Selesai makan, aku
segera istirahat. Sudah
dua hari ini aku
bertempur dengan dua
wanita yang sudah
bersuami dan
kurasakan tubuhku
letih sekali. Tapi baru
lima menit aku
tertidur, aku mendapat
kiriman sms dari Siska
yang menanyakan aku
kemana karena tadi
siang dia ke tempatku
tapi aku tidak ada.
Sms itu tidak kujawab,
aku harus istirahat
dulu, pikirku. Dan aku
punya rencana akan
menghilang selama
tiga hari untuk
membuat mereka
berdua penasaran.
Berpikir seperti itu,
akupun tertidur
dengan pulasnya.

Rumah kontrakan Ardy 1

Rumah Kontrakan 1
Sebut saja namaku
Ardi, usiaku saat ini
menginjak 25 tahun
dan baru saja
menyelesaikan study
ilmu computer di salah
satu universitas di
Jakarta. Baru-baru ini
aku pindah dari kost-
kostan ke salah satu
kontrakan di daerah
yang lumayan padat
penduduknya, tapi
melihat dari orang-
orang yang menetap
disana sepertinya
orang-orang dari kelas
menengah.
Kontrakan yang aku
tempati terdiri dari 20
rumah yang berbaris
sebelah menyebelah,
kebetulan aku
menempati posisi
paling tengah. Saat
pindahan aku
mengetahui kalau
keluarga di samping
kanan kontrakanku
adalah pasangan suami
istri keturunan Chinese
yang baru menikah
kurang lebih dua
minggu dan juga baru
pindah ke kontrakan
tersebut. Sang suami
bernama Anton,
mempunyai perawakan
tinggi dan wajah yang
lumayan tampan,
usianya 29 tahun dan
dia bekerja sebagai
seorang accounting di
salah satu perusahaan
terkemuka di Jakarta.
Sedangkan istrinya
bernama Siska, tidak
bekerja, usianya
sekitar 25 tahun,
penampilannya
sungguh-sungguh
sepadan karena
mempunyai wajah yang
cantik dan tubuh yang
proporsional dengan
tinggi sekitar 165 cm,
kulitnya putih dengan
bulu-bulu hitam halus
di lengannya, dia juga
mempunyai pinggang
yang langsing tapi
bokongnya bulat dan
menonjol. Namun yang
membuatku sangat
kagum adalah ukuran
buah dadanya yang
lumayan besar dan
membusung, seakan
menantang untuk
dipegang, kutaksir
ukurannya saat itu
sekitar 36.
Kalau tetanggaku yang
sebelah kiri adalah
pasangan suami istri
keturunan sunda yang
telah menikah kurang
lebih tiga tahun dan
sudah dikarunia
seorang putra berusia
2,5 tahun. Yang laki-
laki bernama Mang
Ujang, berusia sekitar
35 tahun dan bekerja
sebagai seorang
security di sebuah
Bank, sedangkan
istrinya bernama Ece
Geulis, berusia sekitar
30 tahun dan
kesehariannya juga
mengurus rumah dan
anaknya. Ece Geulis
inipun tidak kalah
cantik, dia mempunyai
kulit halus kuning
langsat, walaupun
sudah pernah
melahirkan tapi bentuk
tubuhnya sungguh
dapat menggiurkan
setiap lelaki yang
melihatnya, tingginya
pun sekitar 165 cm.
Untuk tubuh aku pikir
antara Siska dan Ece
Geulis kurang lebih
mempunyai nilai yang
sama.
Malam itu pukul 21.00
hujan turun dengan
derasnya, aku belum
tidur karena aku masih
mempunyai pekerjaan
untuk melengkapi CV-
ku, keberuntungan
datang kepadaku
karena Mas Anton,
tetangga sebelah
kananku,
menawarkanku sebuah
pekerjaan di
tempatnya bekerja.
Sedang asyiknya aku
bekerja, aku terganggu
oleh bunyi gemeretak
seperti ranjang yang
berderak-derak. Aku
menjadi penasaran
akan bunyi tersebut,
ternyata suara
tersebut datang dari
dinding sebelah
kananku, pikiran
nakalku mulai bermain
dan aku mencoba
untuk menempelkan
telingaku ke dinding.
Oleh karena dinding
kontrakan tersebut
tidaklah tebal, aku bisa
mendengar sesuatu
yang membuat
jantungku berdebar-
debar. Aku mendengar
suara napas dua orang
sedang berpacu
menggapai nikmat, aku
terus mendengar
sampai suara itu
terhenti.
Malam itu pikiranku
berkecamuk, aku
membayangkan Siska
tetanggaku yang
cantik dan sexy itu
sedang ditunggangi
oleh suaminya. Hujan
masih turun dengan
derasnya, entah
dorongan darimana,
aku mulai mencari
celah di dalam
kontrakanku untuk
mengintip aktifitas
pasangan tersebut.
Hampir 15 menit aku
memperhatikan
seluruh dinding, tapi
tak satupun celah yang
kudapatkan. Aku lalu
merebahkan tubuh,
berusaha
menenangkan diri
sambil terus berpikir.
Saat itulah tak sengaja
aku melihat ke
bubungan atap
kontrakanku, ternyata
disitu ada celah
sebesar ukuran orang,
biasanya celah diatap
setiap rumah memang
disediakan untuk
memeriksa jaringan
listrik yang putus.
Akupun mendapat ide
untuk menaiki atap
rumahku melalui celah
tersebut, cukup sulit
dan beresiko, tapi
nafsuku tidak bisa
dibendung lagi. Dengan
nekat kuambil senter
dan tangga, lalu
kunaiki atap
kontrakanku.
Sesampainya di atas
sungguh gelap, hanya
ada beberapa cahaya
yang tembus dari
beberapa rumah. Aku
bergerak perlahan
mendekati atas kamar
pasangan tersebut.
Kususuri pelan-pelan
tiang-tiang pembatas
hingga akhirnya aku
berada tepat diatas
kamar Siska. Aku
berusaha mencari-cari
celah di kamar
tersebut. Sungguh
beruntung, ternyata
atap kamar mereka
juga sama dengan
kamarku, yaitu
mempunyai celah atau
pintu darurat di
atasnya.
Pelan-pelan kugeser
penutup dari triplek
tersebut dan jantungku
seakan ingin meledak
begitu melihat apa
yang terjadi. Aku
menelan ludahku
karena aku melihat
pemandangan yang
sungguh luar biasa
indah. Aku melihat
Siska sedang tergolek
telanjang bulat tanpa
ada selembar
benangpun menutupi
tubuhnya yang
telanjang. Aku yang
sehari-harinya hanya
bisa membayangkan
kemontokannya dibalik
kaos putih transparan
yang sering ia
kenakan, kini
mendapat
pemandangan langsung
yang sungguh luar
biasa.
Payudara Siska yang
besar tampak begitu
kencang dan bulat,
kemaluannya juga
begitu licin, kelihatan
sekali dia sangat
merawat organ
intimnya itu. Aku terus
memperhatikan
mereka, terlihat
pasangan suami istri
itu sedang berbicara.
Sambil ngomong,
tangan Anton terus
mempermainkan
payudara Siska. Terus
dipermainkan,
akhirnya gairah Siska
pun bangkit kembali,
aku mendengar wanita
itu berkata, "Mas,
burung mas nakal, dia
bangun lagi tuh...
hihihi,"
Anton pun menjawab,
"Yah pasti bangun lah,
dia kan mau masuk ke
sarangnya. Di luar kan
dingin, tolong
dimandiin donk,
sayang, sebelum
dimasukkan ke
sangkarnya."
Siska menyahut, "Ah,
aku nggak mau kalau
disuruh jilatin. Aku kan
geli. Pokoknya aku
nggak mau ya, Mas!"
Anton menjawab,
"Oke-oke kalau nggak
mau. Sini aku
masukkan saja ke
sangkarnya, aku mau
kamu nungging donk!"
Dan aku melihat Siska
merubah posisinya
untuk menungging.
Wow, sungguh luar
biasa pantat wanita
ini, begitu bulat dan
begitu menantang.
Sama sekali tak kulihat
guratan-guratan selulit
di pantat dan pahanya,
begitu bersih... Melihat
hal tersebut, aku jadi
gak tahan. Pelan-pelan
kukeluarkan penisku
dan mulai
mengocoknya dengan
tanganku sembari
terus kuperhatikan
adegan panas yang ada
di bawahku. Klimaksku
tidak terbendung
berbarengan dengan
klimaks yang mereka
dapatkan. Sebelum aku
kembali ke kamarku,
lama juga kupandangi
wajah Siska yang
begitu cantik saat
tertidur pulas dalam
keadaan telanjang
setelah dua ronde
digenjot oleh
suaminya.
Di dalam kamarku aku
termenung dan
berpikir bagaimana
caranya agar aku bisa
menikmati tubuh Siska.
Satu-satunya jalan aku
harus melakukan
pendekatan yang
intens terhadap
keluarga ini dan saat
aku berpikir, aku
mendapat ide yang
cemerlang, yaitu aku
harus merekam setiap
adegan yang terjadi di
rumah mereka. Aku
punya rencana, besok
aku harus pergi ke
Glodok untuk mencari
camera pengintai yang
paling bagus. Aku
mungkin akan membeli
cukup banyak untuk
aku tempatkan di atas
bubungan rumah
Anton. Dan oh iya, aku
juga akan
menempatkannya pada
tetangga sebelah
kiriku. Tak sabar aku
menunggu pagi hari
untuk menjalankan
rencanaku.
Pagi-pagi sekali aku
sudah terbangun
karena aku masih
penasaran dengan
kemolekan tubuh
Siska. Akupun naik
kembali ke atap
rumahku dan mencari
letak kamar mandi
mereka, mungkin saja
aku bisa mengintip
Siska mandi. Aku
sekarang sudah berada
tepat di kamar mandi
mereka dan sudah
mendapatkan celah
diatapnya, tapi kulihat
Siska belum mandi.
Lama kutunggu,
ternyata dia tidak
kelihatan juga. Aku
mencoba beranjak ke
atas kamar mereka,
dan disana kulihat
ternyata Siska sudah
mandi dan sedang
berdiri berkaca di
depan meja rias. Dia
hanya memakai sebuah
handuk yang tidak
terlalu besar, yang
hanya dapat menutupi
payudara dan
kemaluannya.
Penantianku tidak sia-
sia saat dia mulai
membuka handuknya,
dengan bebasnya
payudaranya
menggelantung indah
dan bongkahan
pantatnya yang bulat
terlihat begitu
menantang. Akupun
menelan ludah
menyaksikan
pemandangan
tersebut. Kulihat
suaminya masuk ke
kamar dengan baju
kerja yang sudah rapi,
mungkin akan
berangkat kerja. Dari
belakang, suaminya
berusaha memeluk dan
meremas payudara
Siska, mereka
berciuman.
Siska berkata, "Sudah,
mas... nanti nggak
kerja loh."
"Sis, nanti kamu pergi
ke pasar?" tanya
Anton.
"Iya, ada yang mau aku
beli nih, Mas bisa antar
aku?"
"Waduh, sepertinya
tidak bisa, Say… aku
mesti buru-buru, mau
meeting."
"Oke deh. Sebenarnya
aku sih malas pergi
sendiri karena jarak
pasar tersebut
lumayan jauh, tapi ya
sudah, tidak apa-apa.
Nanti aku coba cari
ojek saja, sudah lah
kamu pergi kerja saja,
tidak usah khawatir."
Anton segera bergegas
pergi meninggalkan
rumah. Aku terus
mengintip sampai Siska
menutupi payudaranya
dengan bra hitam yang
sexy dan tubuh
sintalnya dengan
tanktop putih.
Mendengar apa yang
mereka bicarakan,
otak nakalku mulai
bekerja. Segera aku
bergegas untuk turun
ke kamarku, maksud
hatiku aku mau
mencoba pendekatan
dengan Siska, aku ingin
mencoba menawarkan
diri mengantar dia ke
pasar.
Saat aku beranjak mau
turun, samar-samar
kudengar suara
gemericik air dari
tetangga sebelah
kiriku. Pikirku, siapa
lagi kalau bukan Ece
Geulis. Kesempatan ini
tidak boleh disia-
siakan. Aku pun
mendekat ke arah
suara tersebut dan
mencari celah untuk
mengintip. Aku
mendapatkannya dan
langsung kuintip.
Wooow, ternyata
benar!! Seorang
bidadari cantik tengah
melepaskan satu
persatu pakaiannya,
ternyata Ece Geulis
sedang bersiap untuk
mandi. Ckckck, aku
kembali menelan
ludahku dan penisku
pun kembali
menegang. Aku
sungguh beruntung
semalaman aku
mendapatkan
pemandangan yang
luar biasa. Pelan tapi
pasti akhirnya tubuh
molek Ece Geulis
terbuka seluruhnya.
Aku kagum dengan
wanita ini, biarpun
sudah memiliki anak,
tapi kesintalan
tubuhnya masih tetap
terjaga. Dengan
mataku aku sapu
semua lekuk tubuh Ece
Geulis, payudaranya
tampak besar dan
masih kelihatan
kekencangannya.
Uuh... rasanya ingin
sekali aku meraih,
meremas dan
menghisap kedua
gunung tersebut.
Hampir 10 menit aku
memperhatikan Ece
Geulis mandi. Aku baru
menghentikannya saat
aku tersadar akan
rencanaku terhadap
Siska yang akan pergi
ke pasar. Segera aku
turun dari atap
rumahku lalu segera
mandi. Selesai mandi,
akupun
mempersiapkan baju
kesukaanku karena
baju tersebut sedikit
memperlihatkan sisi
atletis dari tubuhku.
Aku segera
mengeluarkan motor
Honda CBR ku dan
kuparkir dihalaman
depan rumahku.
Karena antara masing-
masing kontrakan
tidak dipisahkan pagar
atau tembok, maka
akan sangat mudah
untuk bertegur sapa,
pikirku. Aku pun
berpura-pura
mengelap motorku.
Tak lama kulihat Siska
keluar dari pintu
kontrakannya sambil
tersenyum menyapaku.
"Pagi, mas Ardi, sedang
apa?" sapanya ramah.
Oh my God... cantiknya
wanita ini, pikirku.
"Pagi juga, bu Siska.
Ini, lagi siap-siap mau
berangkat ke tempat
kuliah, ada yang masih
ketinggalan di
kampus." sahutku. "Ibu
mau kemana?"
tanyaku kemudian,
berpura-pura.
"Ini loh, aku mesti ke
pasar, tapi aku
sebenarnya malas
karena letaknya jauh.
Disini cari ojek dimana
ya?" tanya Siska sambil
wajahnya menampilkan
muka sedih.
"Maaf, bu Siska. Kalau
nggak keberatan,
boleh aku temani ke
pasar? Biar nggak
diganggu preman
disana. Setelah itu aku
baru jalan ke kampus."
tawarku.
"Memangnya searah,
dan mas Ardi tidak
keberatan? Nanti ada
yang marah lagi?"
sahut Siska.
"Tenang aja, bu Siska,
aku belum punya pacar
kok. Lagipula searah
dan juga sekalian mau
sedikit membalas
kebaikan suami ibu
karena telah
memberikan saya
pekerjaan." jawabku.
"Oh begitu,
memangnya mas Ardi
ke tempat kuliah jam
berapa? Nanti aku
ganggu waktuny lagi,"
jawab Siska seakan
tidak enak hati.
"Aku waktunya bebas
kok, kan sudah lulus.
Tenang aja, pokoknya
beres deh." sahutku.
"Oke deh kalau Mas
Ardi nggak keberatan,
terima kasih ya!"
Diapun mendekatiku.
Jantungku langsung
berdetak kencang
tidak karuan.
Semalaman hingga
pagi aku memandangi
tubuh telanjangnya,
dan sekarang dia akan
berboncengan
denganku. Wow,
ternyata bila kita
berusaha pasti ada
jalan... hehe.
Motorku telah
kustarter dan kulihat
Siska mulai
menaikinya. Karena
motorku tinggi dan
posisi duduk Siska
searah denganku,
alhasil tubuh bagian
atasnya jatuh ke
punggungku. Tak
sengaja payudaranya
menyentuh
punggungku. Tanganku
sedikit bergetar, aku
menahan nafas
menerima tekanan
dadanya di
punggungku. Ternyata
dadanya keras juga.
Tak terasa penisku
menegang.
Siska pun tersadar dan
menempatkan
tangannya untuk
membatasi dadanya
agar tidak menyentuh
punggungku lagi.
"Maaf ya, mas Ardi,
nggak sengaja."
gumam Siska
dibelakangku.
"Oh nggak apa-apa
kok, Bu. Justru aku
yang minta maaf,
motorku terlalu tinggi
dan nungging. Tapi
kalau kelamaan, aku
yang bisa bahaya, bu
Siska." candaku.
"Kok bahaya, emang
kenapa?" tanya Siska.
"Ya iyalah, aku bisa-
bisa grogi dan nggak
konsentrasi bawa
motornya karena
saking empuknya,
hehe." jawabku.
"Ih, mas Ardi bisa aja.
Memangnya nggak
pernah kesentuh sama
begituan?" tanya Siska
penasaran.
"Hehe, aku belum
pernah tuh. Baru kali
ini sama bu Siska,
sampai-sampai panas
dingin aku, hehe."
jawabku menimpali.
Karena gemas, Siska
mencubit pahaku. Hal
ini membuat penisku
semakin terasa
menegang. "Ih, bu
Siska jangan gitu dong.
Nanti kalau aku nggak
tahan gimana, mau
tanggung jawab?"
Kulihat wajah bu Siska
memerah, sungguh
cantik wanita ini,
rambutnya tergerai
dan tertiup oleh angin.
Kami pun terdiam
seribu bahasa, tak
terasa kami sudah
sampai di parkiran
pasar.
Selama kurang lebih 15
menit aku menemani
Siska belanja
kebutuhannya. Aku
melihat seluruh mata
lelaki disana
menyantap kesintalan
tubuh Siska yang hanya
terbalut tank top putih
dan bra hitam yang
terlihat membayang di
balik bajunya. Setelah
selesai belanja,
kembali dia terlihat
kebingungan.
"Kenapa, bu Siska?"
tanyaku.
"Mas Ardi, aku bingung
pulangnya. Ternyata
jauh juga ya, kalau
naik ojek, aku jadi
takut dijahati. Gimana
ya, Mas?"
"Ya sudah, aku anterin
pulang lagi deh."
"Tapi Mas Ardi kan
mau ke kampus?"
tanya Siska.
"Nggak apa-apa,
besok-besok masih
bisa. Sebenarnya aku
cuma mau minta
tolong teman untuk
buatkan aku CV
lamaran, aku masih
bingung." jawabku.
"Oh begitu... kenapa
nggak bilang dari tadi,
kan aku bisa buatkan
untuk mas Ardi, aku
bisa kok, pokoknya
bagus deh." sahut
Siska.
"Oke deh kalau begitu.
Jadi malu aku, Bu. Yuk
sekarang kita pulang,"
"Oh iya, mas Ardi,
jangan panggil saya Ibu
donk, kita kan masih
seumuran. Aku kan
masih muda juga, anak
aja belum punya. Kita
saling panggil nama aja
ya? Gimana, Ardi?"
pinta Siska.
"Oke deh, Siska."
sahutku menyetujui.
Tak lama, kami sampai
juga di kontrakan. Aku
melihat sekeliling,
keadaan masih sepi,
mungkin semua sudah
berangkat kerja. Aku
menarik nafas... aman,
pikirku.
"Terima kasih ya,
Ardi!" sahut Siska saat
turun dari motor.
"Iya, sama-sama. Oh
iya, CV ku kira-kira
kapan bisa dibuatkan,
Sis?" tanyaku
mengingatkan.
"Nanti ya setelah aku
masak sayur-sayur ini.
Aku nanti panggil
kamu deh, kamu
istirahat dulu aja."
"Nanti di misscal aja
ya, atau sms juga
boleh." kataku.
"Boleh juga, berapa no
hp kamu, Ar?" tanya
Siska.
Akupun
memberitahukan no hp
milikku kepadanya dan
diapun memberikan
nomornya kepadaku.
Kami kemudian sama-
sama masuk ke dalam
kontrakan masing-
masing. Karena masih
penasaran, aku
kembali naik ke atap
rumahku dengan
maksud kembali
mengintip aktifitas
dari Siska.
Di dalam kamarnya,
kembali aku disuguhi
pemandangan yang
luar biasa indah. Siska
saat itu tengah
mengganti bajunya
dengan daster terusan
berlengan tali,
mungkin dia kegerahan
setelah dari pasar tadi.
Lalu mulailah dia
memasak. Aku segera
turun untuk
memikirkan rencana
selanjutnya.
Tak terasa satu jam
berlalu. Sepertinya
Siska sudah selesai
memasak, tak lama
kudengar suara sms di
handphoneku berbunyi,
"Ardi, aku sudah
selesai nih, kamu sudah
bisa datang. Oh iya,
bawa juga file-file
kamu ya." Sms dari
Siska.
"Oke, aku segera ke
sana, thx." balasku.
Aku segera mengganti
celana panjangku
dengan celana pendek
berbahan halus. Biar
gampang, pikirku.
Akupun mengetuk
pintu kontrakannya,
tak lama pintu dibuka
dan aku dipersilakan
masuk.
"Silakan duduk, Ar.
Sebentar, aku
ambilkan minum." kata
Siska.
"Waduh, nggak usah
repot-repot, Sis. Kayak
orang jauh aja"
sahutku.
"Nggak apa-apa.
Namanya juga tamu,
masa dicuekin. Santai
aja lagi." balasnya.
Tak lama Siska keluar
lagi sambil membawa
minuman. Sambil
merunduk dia menaruh
gelas berisi coca cola
dingin di meja. Karena
daster yang dipakainya
mempunyai corak V
yang lumayan lebar,
aku melihat kedua
gunung kembar
miliknya yang
tersembul diantara bra
hitamnya. Wow, indah
sekali bila dilihat dari
jarak sedekat ini.
Sungguh beruntung
kau Anton, pikirku.
Siska rupanya sadar
kalau benda
kesayangannya itu
kupandangi. Dia segera
menutupinya dengan
nampan. "Ih, kamu
nakal ya lihat-lihat
punyaku. Nggak boleh,
tahu." sahut Siska
dengan wajah
memerah.
"Maaf ya, Sis, Nggak
sengaja. Tapi bagus
banget kok, pantesan
waktu tadi kesentuh di
motor enak banget."
jawabku bercanda.
Tak sadar penisku
terbangun dan
tercetak jelas sekali di
celana pendekku.
Mata siska ternyata
melihat perubahan
pada celanaku,
wajahnya memerah
dan sempat menelan
ludahnya.
"Tuh kan beneran,"
sambil tangannya
menunjuk ke celana
pendekku dan buru-
buru berjalan ke dapur
dengan tangan
menutupi matanya.
Aku berkat dalam hati,
"Kau tidak usah malu,
Sis, karena aku sudah
melihat seluruh
tubuhmu yang luar
biasa menggairahkan
itu. Tunggu saatnya,
aku akan menikmati
tubuhmu dan kau pasti
akan ketagihan
denganku."
Sekembalinya dari
dapur, terlihat Siska
sudah bisa menguasai
diri dan menanyakan
file-file yang aku bawa.
Dia mengambil kursi
untuk mengerjakan CV
ku di komputernya.
"Tunggu ya, Ar,
sebentar aku
buatkan." kata Siska.
Oleh karena ada yang
masih bingung, dia
memanggilku untuk
mendekat. Aku
beranjak dari kursi
ruang tamu dan
mendekat, berdiri di
sampingnya. Kembali
aku melihat
pemandangan yang
luar biasa karena
payudara Siska terlihat
jelas diantara celah
daster yang
dipakainya. Oh good
position, pikirku.
Aku berusaha
menguasai diri agar
tidak kelihatan grogi
dan menjawab satu
persatu pertanyaan
dari Siska sambil
mataku dengan
rakusnya terus
menyapu semua
permukaan dari
payudaranya. Kulitnya
tampak begitu halus
dan rambut-rambut
halus tumbuh di
permukaannya.
Tak sadar keluar
perkataan dariku, "Sis,
bener nggak kata
orang, kalau
perempuan yang
punyai bulu-bulu halus
di kulitnya, nafsu
sexnya besar?"
tanyaku.
Siska sempat terkaget
menyadari kalau aku
mempehatikannya.
Dengan malu-malu dia
menjawab, "Aku sih
nggak pernah dengar
diomongan seperti itu,
memangnya kenapa?
Kamu masih ngeliatin
tubuhku ya? Aku
bilangin suamiku loh,"
sahut Siska
mengancam.
"Iya deh, sorry.
Habisnya kamu cantik
banget sih, tadi aja di
pasar semua lelaki
perhatiin kamu. Aku
jadi iri sama mereka,
mereka bisa pandangi
kamu, sedang aku yang
deket sama kamu
nggak boleh lihat-
lihat." jawabku sedih.
Kulihat ada perubahan
di wajah Siska
mendengar
perkataanku, dia
menelan ludah. "Oke
deh, kamu boleh
lihatin. Tapi nggak
boleh sentuh-sentuh
ya?" jawabnya.
"Boleh bebas ngeliatin
nih?" tanyaku
penasaran.
"Iya, tapi jangan
kelewatan ya." sambil
tersenyum dia
menjawabku.
"Nah, kalau begini
baru adil. Tapi kalau
Siska mau lihat aku
juga, nggak apa-apa,
bebas kok, hehe."
candaku.
"Ih, apa yang aku mau
lihat dari kamu, tak
usah ya." sombongnya.
"Ah, tadi kamu liatin
celanaku, sambil
menelan ludah lagi,
artinya apa tuh?"
tanyaku sengit.
"Ih, nakal bener nih,
Ardi. Habisnya gimana
nggak lihat, lha
wong…" katanya
terbata-bata.
"Lha wong apa?"
sahutku menyerbu.
"Ge-gede b-banget
kelihatannya,"
jawabnya gemetar.
"Masa sih? Dari luar
mana kelihatan, itukan
cuma bungkusnya
doank." jawabku pura-
pura.
"Gede tau... ah, udah
ah, nanti kita nggak
selesai-selesai nih."
jawabnya mengalihkan.
"Ya kalo nggak selesai
sekarang, besok aja
kita lanjutin lagi. Aku
senang kok dibantuin
sama cewek cantik dan
sexy seperti kamu,
hehe." jawabku.
"Ardi!! Sudah donk,"
dengan raut muka
merah dia
membentakku.
"Ok deh, sorry. Yuk
kita lanjutkan."
jawabku.
Kamipun terlibat
pembicaraan yang
serius kurang lebih 1
jam, sampai akhirnya
CV ku selesai
dibuatnya. Akupun
beranjak untuk pamit
kepada Siska. "Terima
kasih ya, Sis." kataku.
"Sama-sama, Ar."
jawabnya.
"Oh iya, Sis, CV ini
kapan ya aku bisa
berikan sama suami
kamu?" tanyaku.
"Nanti jam 7 malam
kamu datang saja
kesini, ketemu sama
suami aku. Biar aku
ceritain juga soal
kenakalan kamu
godain-godain aku,
biar diomelin sekalian,
hihi..." Siska pun
tertawa lepas.
"Ih, kamu jahat
banget, Sis. Jangan
diceritain donk, inikan
rahasia kita berdua,
hehe... Ok deh, nanti
aku datang ya. Oh iya,
nanti pakai baju yang
sexy lagi ya, hehe."
candaku.
"Huh, maunya tuh!
Enak aja!" sambil
tersenyum dia
menjawabku.
Kami pun berpisah
siang itu. Aku kembali
ke kontrakanku, niatku
untuk beli camera
pengintai aku
urungkan karena sudah
mendapat lampu hijau
dari Siska.
Sekembalinya ke
kamar, aku masih
penasaran dengannya,
akupun naik kembali
ke atap kamarku
menuju ke atas
kamarnya. Aku mulai
mengintipnya, ternyata
Siska sedang berbaring
istirahat, matanya
sedikit terpejam. Tapi
aku terkaget saat
kulihat tangannya yang
kanan bergerak ke
arah payudaranya dan
meremasnya perlahan-
lahan, sementara
tangannya yang kiri
bergerak ke arah
kemaluannya. Ooh,
ternyata dia sedang
melakukan masturbasi,
hehehe... ternyata
kamu juga terangsang
ya, Sis? Hehe,
rencanaku sudah
berjalan mulus, tinggal
tunggu waktunya,
pikirku.
Aku terus
memperhatikan Siska
yang sedang mastubasi
itu dengan seksama.
Tiba-tiba timbul ide
nakalku, aku bergegas
turun, kulangkahkan
kakiku menuju pintu
rumahnya dan kuketok
pintu rumahnya.
"Sis, Siska, bukain
pintu donk, ada yang
ketinggalan nih."
teriakku.
"I-iyaa... i-iyaa, tunggu
sebentar ya," jawabnya
terdengar gemetar.
Tak lama Siska keluar
juga dengan wajah
sedikit merah dan
keringetan. "Ada apa
ya, Ar?" tanyanya
curiga.
"Tadi kan kamu kerjain
CV aku, masih ada
yang tertinggal satu
yang belum di print."
jawabku. "Sorry ya
ganggu istirahat kamu.
Kamu kok keringatan
gitu, kamu capek ya?"
tanyaku sambil
berjalan masuk ke
ruang tamunya.
"Iya, aku kecapekan
kali. Tadi lagi rebahan
di kamar, eh kamu
panggil-panggil. Ya
udah, aku nyalain dulu
komputernya, tunggu
ya." jawabnya.
"Mau nggak aku pijitin
lehernya, biar pegal-
pegalnya rada
enteng?" aku
menawarkan diri.
"Emangnya bisa? Tapi
nggak mau ah, nanti
kamu macem-macem
sama aku." katanya to
the point.
"Aku ini jagonya pijit
memijit tahu, soal
macem-macem sih
tergantung respon
kamunya tuh. Aku sih
bisa nahan diri, tapi
kamu kan aku nggak
tau, hehehe."
"Ah, paling kamu yang
nggak kuat." balasnya.
"Kita buktikan saja,
gimana?" kataku.
"Oke," jawabnya tak
mau kalah.
"Mana lehernya?" aku
mulai mendekat dan
tanganku kuarahkan
ke lehernya.
Siska pun memberikan
lehernya untuk kupijit.
Pelan dan lembut mulai
kupijit lehernya,
kulihat dia mulai
menikmati pijatanku.
Kadang-kadang
tanganku bergerak
nakal berusaha
membuat dasternya
jadi lebih terbuka agar
aku dapat melihat
payudaranya yang
montok. Sungguh aku
menikmati
pemandangan
tersebut, tak terasa
penisku menegang dan
ternyata sudah
merapat menekan ke
punggungnya.
"Tuh kan, kamu yang
nggak kuat." rintihnya
sambil menikmati
pijatanku di lehernya.
"Justru aku semakin
kuat, tahu. Itu
tandanya kekuatanku,
tadi kan kamu bilang
paling nanti aku yang
nggak kuat, hehe."
balasku.
"Maksudku bukan
begitu, ih... kamu
nakalin aku nih."
jawabnya.
Sambil memijat, terus
saja kutekan-tekan
torpedoku ke
punggungnya, diapun
kegelian. "Aduuuh…
itu punya kamu gede
banget sih, geli tau...
jadi merinding aku."
rintihnya. Memang aku
melihat bulu halusnya
kelihatan sedikit
berdiri. Akupun
semakin bernafsu.
"Ardi… kamu nakal
banget, nanti kalau
ketahuan suamiku
gimana loh?"
erangnya.
"Belum juga apa-apa
sudah dibilang nakal.
Belum juga dipegang
sudah bilang gede,
pegang dong!" pintaku.
"Nggak mau ah,"
jawabnya. "Itu kan
nggak bersih," katanya
lagi.
"Kamu tuh salah,
punyaku nih selalu aku
bersihkan. Pokoknya
kamu pasti suka deh,"
akupun merajuk.
"Memangnya kamu
belum pernah pegang
punya suami kamu?"
tanyaku.
Dia menggeleng.
"Wah, kasian deh
kamu. Sudah gede
begini, sexy lagi, belum
pernah pegang penis
lelaki. Padahal kalau
sudah pernah pegang
dan merasakannya,
kamu akan ketagihan
deh. Btw, tahu nggak
kalau aku tanya semua
lelaki di dunia ini, pasti
mereka kepingin
banget penisnya
dipegang sama kamu."
kataku.
"Nggak ah…"
jawabnya ragu.
"Sudah, nggak usah
ragu-ragu. Aku jamin
deh, kamu pasti bakal
keenakan." sambil
kuarahkan tangan
Siska menuju ke
penisku. Kulihat dia
dengan lembut meraba
penisku dari luar
celana pendekku,
untung aku sudah
melepaskan celana
dalamku waktu di
rumah tadi.
"Besar banget punya
kamu, Ar, keras lagi."
sahutnya.
"Memangnya punya
suamimu nggak seperti
ini?" kataku.
"Nggak tuh,"
jawabnya.
"Pegang dari luar
mana enak, buka donk
celanaku." pintaku.
Dengan sedikit
merengut, dia mulai
membuka celanaku.
Wajahnya terlihat
kaget begitu melihat
penisku keluar dari
celana. Kepalanya
begitu licin
mempesona, dan
kurasa ukurannya yang
super besar yang
membuat Siska
tercengang.
"Bersih kan?" tanyaku,
dan iapun mengganguk
dengan wajah
memerah.
Perlahan Siska
mengelus penisku
sambil dia
memperhatikan setiap
lekuknya. Dia kembali
menelan ludah. "Besar
sekali ya… pernah
diukur nggak, Ar,
panjang penismu ini
berapa?" tanyanya
sembari tangannya
gemetar
menggenggam penisku.
"Nggak pernah tuh,"
jawabku, "Tolong
diukurin donk."
sahutku lagi.
"Ok, sebentar, aku
ambil penggaris dulu."
jawabnya. Lama juga
dia keluar dari
kamarnya sambil
membawa
penggarisan. "Susah
carinya, sorry ya
kelamaan. Sudah kecil
lagi ya?" tanyanya.
"Iya, lama banget sih.
Udah kecil lagi nih, ya
kalau mau diukur mesti
digedein lagi." kataku.
"Caranya gimana?"
tanyanya.
Wah, ini wanita lugu
beneran atau pura-
pura sih, pikirku. Tapi
melihat caranya
memegang penisku,
kelihatan sekali dia
memang belum
pengalaman. "Banyak
caranya, salah satunya
dengan aku melihat
payudaramu dan
memegangnya, pasti
dia kembali besar
deh." kataku.
"Masa sih?" sahutnya.
"Buktiin aja, boleh aku
lihat dan memegang
payudaramu?" pintaku.
"Ehm… kita mestinya
nggak boleh
melakukan ini loh, Ar.
Nanti kalau ketahuan
suamiku gimana?"
sanggahnya.
"Kalau kamu tidak
kasih tahu ya nggak
mungkin dia akan tahu,
betul nggak?"
katakuku.
"Ah, aku rasa ini akal-
akalan kamu aja untuk
mengecilkan punyamu
supaya bisa pegang-
pagang dadaku, pasti
kamu nakalin aku ya?"
kata Siska.
"Gimana bisa begitu,
itu kan berjalan alami.
Butuh elusan,
pemandangan yang
indah, dan rangsangan
yang tepat buat bikin
ini tegang lagi. Percaya
deh sama aku, nanti
juga kamu keenakan...
hehe. Ayo donk,
bolehkan kupegang
dadamu?" rayuku
sambil tersenyum dan
memainkan penisku
yang telah mengecil. Di
dalam hati aku
tertawa melihat
keluguan sikap Siska.
"Tapi… kamu cuma
pegang-pagang aja ya?
Jangan kelewatan loh,
janji ya? Aku kan istri
mas Anton." pinta
Siska.
"Iya, aku janji deh."
Perlahan dia
mendekatiku dan
duduk di sampingku.
Aku pun langsung
menyambutnya dengan
rangkulan, pelan tapi
pasti mulai kuraba
dada Siska yang masih
terbungkus dengan
daster dan bra
hitamnya, dan mulai
meremas lembut.
Terasa di tanganku
nafasnya memburu.
Tanganku mulai naik
ke atas pundaknya
untuk melepaskan tali
ikatan dari daster yang
digunakannya. Kedua
mata Siska terpejam,
sedangkan mataku
terbuka lebar karena
melihat dua buah
gundukan daging
kenyal yang masih
terbungkus bra hitam
yang sexy, terlihat
begitu menantangku.
Aku menelan ludahku.
Tadi malam aku hanya
bisa berkhayal
menikmati
kemontokan payudara
Siska, sekarang ini aku
bisa merasakan
kehalusan kulitnya,
kekenyalan dari
dadanya, dan pastinya
nanti aku bisa
menghisap putingnya.
Tak sabar aku untuk
melakukannya, tapi
aku tidak mau
keindahan ini berlalu
dengan cepatnya. Aku
akan berlambat-
lambat biar Siska tidak
akan melupakan
kejadian hari ini dan
besok-besok akan
merindukanku.
"Sis..." panggilku.
"Ehm... kenapa, Ar?"
jawabnya sambil
matanya terpejam.
"Kubuka bra hitammu
ya?" tanyaku.
"Eehm..." hanya itu
jawabnya sebagai
persetujuan.
Tanganku yang
bergetar hebat segera
membuka kaitan bra
yang ada punggungnya,
cukup sulit tapi
akhirnya terbuka.
Mataku terbelalak
begitu payudara Siska
terlepas dari
penutupnya, begitu
kencang dan besar,
puting susunya yang
hanya sebesar ujung
jari kelingking
kelihatan berwarna
coklat agak kemerah
mudaan, begitu keras.
Kelihatannya Siska
sudah terangsang
hebat, tapi matanya
tetap terpejam rapat.
Akupun mendapat ide
nakal, perlahan
kukeluarkan dengan
hati-hati camera
handphoneku dan Siska
yang dalam keadaan
toples itu kufoto
berulang kali tanpa
sepengetahuannya.
Selesai mengambil
gambarnya, dengan
tak sabar kuraih dan
kuremas kedua
payudaranya dengan
kedua tanganku. Siska
pun menggeliat
nikmat. Putingnya tak
mau kusia-siakan,
segera kuarahkan
mulutku kesana dan
mulai menjilat,
menghisap dan sekali-
kali kugigit-gigit kecil.
Siska menggelinjang
hebat. "Ehmm... duh,
Ardi, apa yang kamu
lakukan… uow... ahh...
ahh... enak tau... Ardi,
kamu nakal banget...
sudah donk, aku bisa
nggak tahan nih."
"Tuh kan, sekarang
malah kamu yang
nggak tahan. Makanya
jangan sombong,
hehe." sambil terus
kupermainkan kedua
susunya.
"Ehm... Ardi, tadi kan
bukannya kita mau
ngukur penismu? Sudah
besar belum?" katanya
seakan ingin
menyadarkanku.
"Nggak tau, coba aja
periksa sendiri."
kataku pura-pura tidak
tahu. Biar saja, akan
kuajari dia untuk
agresif, sembari terus
kugumuli dadanya yang
montok itu.
"Aku periksa ya,
boleh?" tanya Siska.
"Boleh donk, buat
kamu apa sih yang
nggak aku kasih."
jawabku.
Perlahan kulihat
dengan malu-malu
tangan Siska bergerak
ke selangkanganku,
tak susah dia
mencarinya, kini
penisku sudah berada
di dalam
genggamannya.
"Wah, ternyata sudah
besar lagi. Yuk kita
ukur, Ar." sahut Siska.
"Masa sih, sudah
maksimal belum?"
tanyaku.
"Aku mana tahu
maksimalnya penis
kamu, kalau segini
sudah maksimal
belum?" katanya ganti
bertanya.
"Coba kita lihat,"
jawabku. Akupun
melepaskan
cengkramanku pada
susunya dan kami
bangkit berdiri untuk
melihat kondisi
torpedoku. "Wah,
kalau segini sih belum
maksimal." jawabku
berbohong, padahal
torpedoku sudah keras
sekali.
"Ah, masa sih? Ini kan
sudah besar sekali, bisa
lebih besar dari ini?"
tanya Siska sambil
mengelus penisku.
"Iya, ini belum
maksimal, masih bisa
lebih besar.
Rangsangan dari kamu
masih belum maksimal
nih." kataku
menjebaknya.
"Jadi aku harus gimana
donk, aku elus-elus gini
ya biar tambah gede?"
tanya Siska.
"Mana bisa kalo hanya
dielus-elus aja? Ini
harus pake mulut
kamu, ya dijilatin gitu,"
jawabku mengarahkan.
"Ah, aku gak mau...
kan jijik. Suamiku saja
tidak pernah aku
ciumin penisnya."
sanggah Siska.
"Yah sudah, kita tidak
usah mengukurnya."
jawabku sambil pura-
pura menarik penisku
dari genggamannya
dan berniat
memasukkan kembali
ke dalam celanaku.
"Yah, jangan
dimasukkan dulu donk,
kita kan belum selesai
mengukurnya." pinta
Siska memelas.
"Habisnya kamu nggak
mau hisapin penisku
sih... mau nggak?
Buruan, nanti kecil lagi
loh. Lagian nantinya
kamu juga akan
terbiasa, trus
ketagihan deh. Percaya
deh." kataku
meyakinkannya.
"Oke-oke deh, aku
mau... tapi nggak
lama-lama ya. Mana
penismu? Sambil
berdiri saja," kata
Siska ragu-ragu.
"Enakan sih akunya
duduk dan kamu
jongkok di lantai, yuk."
kataku sambil
menggiringnya ke sofa
ruang tamunya yang
lumayan lebar dan
empuk.
Siska pun mengikuti
arahanku. Kulihat
diawalnya dia begitu
ragu-ragu dan geli,
tapi setelah penisku
ada di dalam mulutnya,
dia sempat kaget
karena tidak semua
batangku bisa masuk
ke dalam mulutnya,
paling hanya
setengahnya sudah
mentok di
tenggorokannya.
Kelihatannya dia baru
pertama kalinya
melakukan ini karena
beberapa kali penisku
berbenturan dengan
giginya. Sakit, tapi
kutahan... akupun
memberitahunya agar
tidak bersentuhan
dengan giginya dan
kuminta dia juga untuk
menjilati batang
penisku sampai ke
buah pelirku. Ooh
nikmatnya.
"Ohhh... nikmat sekali
bibir dan lidahmu, Sis…
terus, Sis... kamu
makin pintar aja."
erangku.
"Masa sih, Ar? Diginiin
enak ya? Ternyata
asyik juga ya, seperti
makan permen
lolipop... ternyata aku
bodoh juga selama ini
ya, terlalu termakan
omongan teman-
teman." sambil
mulutnya terus
mengulum batang
penisku.
Kurasakan semakin
lama dia semakin ahli
mengetahui titik-titik
rangsang yang kuat
pada penisku, dan
kulihat juga dia
semakin menikmati
penisku, seperti anak
kecil menemukan
mainan baru,
digenggam erat
penisku ditangannya.
Tanganku pun tak diam
saja, kuremas kedua
susunya dan
kepermainkan kedua
pentilnya, kelihatan
dia menggelinjang
keenakan.
"Ar, sudah maksimal
belum sekarang?"
tanya Siska menyudahi
kulumannya pada
penisku.
"Coba kulihat... iya, ini
sudah besar maksimal.
Betulkan lebih besar?
Dan lihat kepalanya,
merah sekali, seakan-
akan mau meledak.
Mau diukur?" jawabku.
"Mau donk, aku kan
penasaran, soalnya
suamiku saja tidak
seperti ini. Dari kecil
memangnya sudah
sebesar ini?" tanya
Siska.
"Ya enggak lah, aku
punya rahasianya
donk." jawabku.
"Maksud kamu punya
cara biar bisa sebesar
ini?" tanya Siska.
"Pastinya, mau tau aja,
hehe." jawabku.
"Boleh donk bagi-bagi
kau ajarkan untuk
suamiku, akupun
kepingin suamiku
punya penis sebesar
ini." pinta Siska.
"Nggak mau ah, nanti
kamu nggak mau sama
penis aku lagi, hehe."
jawabku licik.
"Please donk, Ar…"
pintanya.
"Ya udah, diukur dulu,
berapa panjang dan
diameternya..."
jawabku.
"Oke-oke... wah,
panjangnya 20 cm dan
diameternya 4 cm.
Gede banget, Ar. Kalau
punya suamiku paling
hanya 12 cm dan
diameternya 3 cm, jauh
banget sama punya
kamu. Ceritain donk
rahasianya," rayu
Siska.
"Boleh, tapi kamu
harus tanggung jawab
dulu karena sudah
membesarkan penisku,
hehe." kataku sambil
kuelus-elus batang
penisku dihadapannya.
"Tapi kita nggak boleh
melakukan hal itu, Ar.
Kemaluanku hanya
untuk suamiku, aku
takut berdosa… maafin
aku ya, Ar, aku nggak
bisa." jawabnya sambil
buru-buru dia
merapikan bajunya.
"Trus aku mesti
gimana donk?"
tanyaku.
"Yah kamu cari cara
sendiri deh, sana pakai
saja wc-ku, keluarkan
gih disana, pokoknya
aku nggak mau." kata
Siska tetap pada
prinsipnya.
"Ah, kamu tega sekali
sama aku, Sis. Gimana
kalau kamu hisepin aja
seperti tadi, lama-lama
juga bisa keluar.
Tolong ya?" kali ini aku
yang ganti merajuk.
"Hihi... nggak mau ah,
biarin aja kamu pusing
sendiri, hihi." candanya
nakal, membuatku
semakin terangsang.
Pikirku, apa aku
perkosa saja dia? Tapi
akal sehatku bicara,
bisa rugi nantinya
bagiku karena
resikonya dia bisa
kapok main sama aku
lagi.
"Hihi, ya udah, sini aku
bantuin pakai mulutku.
Tapi ingat ya, aku
nggak mau
disetubuhi." jawab
Siska pada akhirnya,
tidak tega.
"Oke deh, aku janji."
sahutku sambil
menyodorkan penisku
ke mulutnya yang saat
itu sedang duduk di
sofa.
Sambil berdiri, penisku
kembali dihisapnya.
Cukup lama dia
menjilati penisku, dan
tanganku kembali
mempermainkan
susunya. Setelah
hampir lima menit,
akhirnya penisku mulai
ada tanda-tanda mau
meledak. Aku ada ide
nakal lagi, sengaja aku
tidak mau bilang-
bilang kalau penisku
mau meledak. Siska
pun tidak curiga dan
semakin rakus
menjilati penisku. Saat
aku sudah tidak bisa
menahan ledakan
sperma yang mau
keluar, sengaja
kubenamkan penisku
dalam-dalam di mulut
Siska, dan muncratlah
spermaku di dalam
mulutnya. Siska
terkaget-kaget
dibuatnya, tapi sudah
terlambat. Sebagian
spermaku menyemprot
di tenggorokannya,
sebagian lagi muncrat
di wajahnya. Uhh,
puasnya hatiku. Siska
terbatuk-batuk dan
segera berlari ke
kamar mandi untuk
membersihkan
spermaku. Hehe... kena
juga lu, rasain. Lagian
gua sudah pusing
sampai ke ubun-ubun,
tapi lu nggak mau
disetubuhi.
Tak lama Siska keluar
dari kamar mandi
sambil membawa
handuk kecil dan
menyeka mulut serta
wajahnya. "Ih, kamu
nakalin aku ya? Kamu
nggak bilang kalau
mau keluar, sebagian
spermamu tertelan
sama aku. Tadi sperma
kamu kental banget
dan rasanya asin, ini
sperma pertama yang
aku cicipi. Kalau
suamiku tahu bisa
gawat kamu. Ar."
rengut Siska sambil
mencubit pinggangku.
"Iya, biar kamu makin
sayang sama penisku,
hehe." jawabku.
Kami berpelukan dan
berciuman mesra
seperti sepasang
kekasih yang tidak
bertemu cukup lama.
"Oh iya, janji ya ngasih
tahu rahasianya penis
kamu itu." pinta Siska
mengingatkanku.
"Nggak mau ah, biarin
aja punya suami kamu
kecil. Nanti kalau aku
ajarin, kamu lupain
aku. Udah, kamu
nikmati aja penisku ini,
selamanya buat kamu
deh, hehe." jawabku.
"Tuh kan, janjinya
nggak bisa dipegang.
Tapi... bener nih
penismu milik aku
selamanya?" tanya
Siska sambil tangannya
meraba penisku.
"So pasti lah, hehe."
jawabku.
Tak terasa hari sudah
sore, Siska memintaku
untuk pulang, dia takut
suaminya datang dan
menemukan kami
sedang berdua.
"Oh iya, Sis, soal CV
lamaran kapan bisa
aku berikan ke
suamimu?" tanyaku
sebelum kembali ke
kontrakanku.
"Nanti jam setengah
tujuh malam saja kamu
datang kesini lagi, ok?"
jawabnya.
"Ok deh, tapi nanti
kamu pakai baju yang
sexy ya biar nanti
malam aku tidurnya
nyenyak, hehe."
pintaku.
"Ih, masih nakal aja.
Nggak mau ah,
keenakan kamu nanti."
katanya sambil
kembali mencubit
tanganku.
Berat rasanya berpisah
dengan wanita cantik
dan menggairahkan ini.
Tapi daripada nantinya
membahayakan, lebih
baik aku segera pamit.
Sebelum pamit, aku
melumat bibirnya
kembali dan meremas
buah dadanya.
Aku pun pulang dan
beristirahat untuk
bersiap-siap memulai
petualanganku nanti
malam. Rencananya
aku akan mengintip
Ece Geulis nanti.
Akupun tertidur. Tak
sadar ternyata jam
sudah setengah tujuh
malam, aku
dibangunkan oleh
suara sms yang setelah
kubuka ternyata dari
Siska yang bertanya
apakah aku jadi untuk
datang ke rumahnya.
Aku segera bersiap-
siap dan berjalan
keluar rumahku
mendekati rumah Siska
lalu mengetuk
pintunya. Tak lama
pintupun terbuka dan
kulihat wajah orang
yang kugumuli tadi
siang membuka pintu
untukku. Malam itu
kulihat Siska
menggunakan gaun
tidur warna hitam,
kelihatan kontras
sekali dengan kulitnya
yang putih mulus.
Tangannya memberi
kode di bibirnya agar
aku berhati-hati dalam
bicara dengan
suaminya. Aku
kemudian dipersilakan
duduk olehnya.
"Sebentar ya, Ar, aku
panggilkan suamiku.
Dia baru selesai mandi,
mungkin sekarang
sudah selesai ganti
baju." kata Siska.
"Siapa, mam?" tanya
orang di dalam kamar.
"Ini pah, Ardi tetangga
sebelah. Dia mau
ketemu sama kamu,
katanya mau antar CV
lamaran." teriak Siska.
"Oh iya, tunggu ya."
Tak lama keluarlah
Anton, suami Siska,
dari kamarnya. "Halo,
Ardi, apa kabar?"
sapanya.
"Baik, pak Anton."
jawabku, sementara
batinku bicara, "Luar
biasa hari ini, pak.
Istrimu sungguh-
sungguh luar biasa
nikmat."
Pak Anton duduk di
sofa dan
mempersilahkanku
duduk juga, sementara
Siska duduk
disampingnya. "Mana
CV-nya, aku mau lihat.
Oh iya, tunggu
sebentar, aku lupa
ambil kacamata
bacaku." Kata pak
Anton.
Sementara laki-laki itu
masuk ke dalam
kamarnya, aku dan
Siska saling
bertatapan. Aku
mencoba menggodanya
dengan mengelus-elus
penisku yang berada di
balik celana. Siska
melotot sambil
tersenyum, diapun
membalas dengan
memegang dadanya
sambil lidahnya
dikeluarkan seakan
ingin menjilat. Kami
saling tersenyum.
Tingkah kami berhenti
setelah mendengar
langkah kaki Anton
berjalan keluar dari
kamar.
Setelah pembicaraan
serius hampir 30 menit,
akhirnya aku pamit
untuk pulang. Di depan
pintu, Siska yang
berdiri dibelakang
suaminya,
mengerlingkan
matanya kepadaku.
Sesampainya di rumah,
aku segera menyusun
rencana. Segera
kunaiki atap rumahku,
tadinya kupikir mau
langsung ke atas
rumah Ece Geulis, tapi
kuurungkan niatku.
Aku masih penasaran
dengan Siska, aku mau
tahu yang akan
mereka lakukan malam
ini. Kini aku sudah
tepat diatas kamar
mereka.
Kulihat sepasang suami
istri itu tengah
berbaring berdua
diranjang dan tengah
bercakap-cakap.
"Gimana hari ini,
Mas?" tanya Siska.
"Baik-baik aja,
semuanya lancar. Bisnis
perusahaan semakin
besar, penjualannya
meningkat, ke
depannya mungkin aku
akan sering pulang
telat karena aku
ditunjuk untuk
bertanggung jawab
pada Div. Accounting."
jawab suaminya.
"Apakah itu artinya
mas naik posisi?" tanya
Siska.
"Iya, apakah kamu
senang?" tanya
suaminya.
"Yah pasti senang
dong, mas. Mas ini
gimana sih?" sahut
Siska. "Kalau begitu
malam ini kita harus
merayakannya,"
lanjutnya.
"Bagaimana kita
merayakannya?" tanya
suaminya sambil
mencium dan memeluk
tubuh sintal Siska.
Merekapun
berpagutan dengan
mesranya. Tangan
Anton mulai
menjelajah ke bagian-
bagian sensitif dari
tubuh Siska, mereka
melakukan foreplay
yang sungguh panas
cukup lama. Kulihat
Siska begitu bernafsu,
mungkin itu gara-gara
tadi siang hasratnya
belum tersalurkan
bersamaku dan kini dia
lampiaskan bersama
suaminya. Tapi
sekarang mulai ada
perubahan dari cara
bercinta Siska, kulihat
dia sudah mau
melakukan oral
terhadap penis
suaminya. Kudengar
suaminya sangat
senang melihat
perubahan dari istrinya
itu, saat ini Siska
sedang menjilati penis
Anton. Tak berapa
lama kulihat suaminya
tak dapat menahan
ledakan spermanya,
tapi cepat-cepat
dikeluarkan oleh Siska
sehingga tak sampai
tertelan, hehe... sudah
pengalaman nih ye,
batinku.
Kulihat Siska kelihatan
kecewa karena setelah
spermanya keluar,
ternyata penis
suaminya tidak mau
membesar kembali
walaupun sudah
beristirahat dan
dirangsang olehnya.
"Mas Anton, burungnya
dah bobo ya? Masa
baru satu ronde sudah
keok, akunya aja
belum apa-apa, mas."
kata Siska.
"Maaf ya, sayang, aku
hari lelah sekali,
pekerjaan lagi banyak-
banyaknya. Hal itu lah
yang mau aku
bicarakan dengan
kamu, mungkin
minggu-minggu yang
akan datang staminaku
akan terkuras lebih
banyak. Aku mohon
pengertian dari kamu."
pinta suaminya.
"Iya deh nggak apa-
apa, aku ngerti. Tapi
mas mesti jaga
kesehatan juga, jangan
sampai sakit loh."
jawab Siska.
Diatas atap, hatiku
bersorak gembira
karena keadaan yang
menimpa suaminya,
jawaban dari Siska
yang mau mengerti
aku pikir mungkin
karena dia teringat
sama penisku yang
sangat besar, hehe...
ternyata arah angin
keberuntungan sedang
berjalan ke arahku.
"Oh iya, mas, btw si
Ardi nanti
pekerjaannya sama
dengan mas Anton?"
tanya Siska.
Benar saja dugaanku,
ternyata dia teringat
sama penisku,
hahaha... hampir saja
aku tertawa lepas, tapi
cepat-cepat kututup
mulutku.
"Beda, Mah. Dia di
bidang IT yang urusin
komputer-komputer di
kantorku. Sebenarnya
kerjanya enteng dan
cepat kalau memang
dia sudah ahli. Enaknya
lagi, pekerjaan Ardi
bebas waktunya,
seperti orang freeland,
tidak terikat waktu."
jawab suaminya.
Kulihat Siska
tersenyum puas.
"Bagaimana menurut
mama, si Ardi itu?"
tanya suaminya.
"Keliatannya orangnya
pintar, supel, dan
bertanggung jawab. Oh
iya, ada satu lagi, dia
lumayan ganteng juga,
hihi..." jawab Siska.
"Ganteng mana sama
aku?" tanya suaminya.
"Masih gantengan mas
sih, tapi gak tau
burungnya kuatan
mana, hihihi..." canda
Siska.
"Kok kamu bicaranya
gitu sih?" jawab
suaminya.
"Habisnya burungnya
mas belum masuk
kandangnya malam ini,
udah tewas tertembak
duluan, hihi..." sahut
Siska. Merekapun
tertawa bersama dan
Siska menghabiskan
malam itu tanpa
orgasme… sungguh
kasihan kau, Siska.
Lagian sombong sekali
sih kau tadi siang tidak
mau menerima
torpedoku, aku mau
lihat sampai kapan kau
bertahan, batinku.
Malam itu berlalu
begitu saja. Aku juga
tidak jadi mengintip
aktifitas dari Ece
Geulis dan suaminya.
Aku segera turun
untuk beristirahat,
akupun merebahkan
tubuhku dan tertidur.
Kira-kira pukul 11.30
malam, handphoneku
berbunyi. Aku
terbangun dan melihat,
ternyata ada sms. Wah,
ternyata dari Siska.
Ada apa nih, pikirku.
"Ar, kamu sudah
tidur?" begitu bunyi
sms tersebut.
"Belum, Sis. Ada apa
ya?" segera kujawab
dengan sms.
"Boleh aku ke
kontrakanmu?" balas
Siska.
"Boleh aja sih, tapi ini
kan sudah malam,
nanti kalau suamimu
tahu gimana?" balasku.
"Dia sudah tidur pulas
banget, ngorok lagi,
nggak mungkin bangun
deh biarpun ada
geledek." jawab Siska.
"Boleh ya? Ada yang
mau aku bicarakan
sama kamu. Boleh ya,
Ar, please?" pinta
Siska.
"Oke deh, tapi hati-
hati ya, jangan sampai
suamimu tahu."
kataku.
"Iya, tenang aja.
Bukain pintunya ya,"
balas Siska.
Dengan gembira aku
bergegas bangun
menuju pintu rumahku
dan membuka
kuncinya. Tak lama
Siska muncul hanya
dengan menggunakan
gaun malam hitam
yang
mempertontonkan
lekuk tubuhnya yang
sexy. Ia segera masuk
ke dalam rumahku.
"Ada apa, Sis?"
tanyaku pura-pura.
"Ar, enaknya
ngobrolnya jangan di
ruang tamu, nanti
kalau ada tetangga
yang dengar bisa
berabe." katanya.
"Oke deh, kita ke
kamarku saja."
jawabku. Kupegang
tangan Siska dan
kuajak ke kamarku.
Sesampainya di kamar,
aku minta dia untuk
duduk di ranjangku.
"Ada apa sih, Sis?"
tanyaku lagi.
"Aku mau minta tolong
sama kamu, Ar."
katanya.
"Apa yang bisa
kubantu?" tanyaku.
"Itu... tapi aku malu
ngomongnya." balas
Siska.
"Apaan sih, jadi
penasaran gini."
tanyaku lagi.
"Begini, Ar… tolongin
dong, aku lagi
nanggung nih…" jawab
Siska.
"Maksudmu nanggung
apa? Ngomong aja,
nggak usah malu-malu
sama aku." sahutku.
"Bantu aku keluarin…"
jawab Siska malu.
"Keluarin apaan?"
tanyaku semakin
penasaran.
Dengan wajah
memerah dia menunjuk
ke aarah kemaluannya.
"Oh, maksud kamu,
aku bantuin keluarin
cairanmu gitu? Supaya
orgasme? Hahaha,"
kataku sambil tertawa
geli.
"Ih, kamu nakal godain
aku. Ya udah deh,
nggak jadi aja kalau
kamu ledekin aku
kayak gitu." Siska
berdiri seakan mau
pergi.
"Jangan marah gitu
dong." kuraih
tangannya. "Kan ada
suamimu, kenapa kamu
nggak minta sama
dia?" balasku lagi.
"Maunya sih begitu,
tapi dia sudah keburu
lemes duluan,
kecapekan kerja. Aku
dicuekin malam ini."
jawabnya.
"Gimana caranya aku
bisa buat kamu
orgasme kalau masukin
penisku aja gak
boleh?" tanyaku.
"Iya sih... tapi aku
butuh banget nih,
gimana ya?" tanya
Siska kebingungan.
"Boleh nggak aku
masukin?" tanyaku
lagi.
"Ehmm... oke deh. Tapi
nanti lubangku jadi
longgar nggak ya,
soalnya punyamu kan
lebih besar dari milik
mas Anton. Nanti
ketahuan sama dia
nggak ya?" tanya
Siska.
"Hahaha... ya pasti
enggaklah. Lubangmu
itu elastis tahu, jadi dia
akan kembali normal
seperti biasa. Kalau
nggak elastis, wah...
banyak ibu-ibu
diceraikan sama
suaminya setelah
melahirkan." jawabku.
"Tapi bukannya setelah
melahirkan jadi
longgar?" tanya Siska
lagi.
"Kepala bayi kan lebih
besar dari punyaku, Sis.
Gimana sih, mau
nggak?" balasku.
"Oke deh... tapi pelan-
pelan ya, aku belum
pernah ngerasain yang
sebesar itu." jawab
Siska.
"Sip lah... kenapa
nggak dari tadi siang
aja, kamu bikin repot
aku aja, tapi…"
kataku.
"Tapi apa, Ar?" balas
Siska.
"Apa kata orang kalau
kita melakukan ini,
nanti kalau suami tahu
gimana?" godaku.
"Kamu nakalin aku lagi
ya, Ar?" sahut Siska
sambil mencubit
pahaku.
Kutangkap tangannya
dan segera kupeluk
tubuh sintalnya. Kami
pun tertawa bersama-
sama sambil berguling-
guling di atas kasur.
Kenyalnya payudara
Siska yang bersentuhan
dengan dadaku
kembali
membangkitkan
kelaki-lakianku.
Dengan lembut kucium
bibirnya. "Kamu cantik
dan sexy sekali malam
ini, Sis." kataku.
"Kan tadi sore kamu
yang pesan supaya aku
pakai yang sexy."
jawab Siska.
"Oh iya, berarti sudah
sesuai pesanan donk?
Dan artinya pula aku
harus bayar, karena
yang aku pesan sudah
sampai malam ini
dengan mulus." kataku
sambil dengan nakal
menyusupkan tangan
ke balik gaunnya,
mencari payudara
montoknya dan mulai
meraba serta
meremasnya. Terasa di
telapak tanganku
pentilnya sudah
mengeras tanda dia
sudah terangsang.
"Pembayarannya pakai
apa, Sis? Cash atau
cicilan perbulan nih?"
tanyaku menggoda.
"Ehm, sebentar aku
pikir dulu ya… ehm,
kalau bayarnya sih
sudah jelas pakai ini."
katanya sambil
mengelus penisku yang
sudah membesar.
"Kalau soal kapan
bayarnya, aku pikir aku
minta di muka dulu
malam ini, selanjutnya
atau sisanya harus
cicilan keras loh, pak.
Hehe..." kata Siska
sambil tersenyum-
senyum nakal.
"Maksud kamu bayar
dimuka itu seperti ini?"
kataku sambil
mengeluarkan penisku
dan mengarahkan ke
mukanya.
"Betul sekali, Pak,
hehe... ini baru
customer yang pintar
sekali. Tapi ingat ya,
cicilannya mesti rutin
dibayar loh, kalau gak
rutin aku kenakan
denda." jawabnya
sambil meraih penisku
dan mulai mencium
dan menjilatinya
dengan penuh nafsu.
"Ehm... oke deh, nanti
tolong dibuatkan
schedull cicilan
rutinnya ya. Tapi kalau
saya mau bayar cicilan
agak besar dan
sebelum schedullnya,
boleh ya?" tanyaku
sambil mengelus
rambutnya dan
tanganku yang satunya
lagi meremas payudara
dan memainkan
pentilnya.
"Ugh... boleh, asal
dikonfirmasi dulu.
Ingat ya, bayarnya
harus melalui saya
loh." balas Siska.
"Ah, kita ini seperti
lagi kredit rumah ja.
Padahal kita kan
sekarang lagi
persiapan mau
menggapai nikmat,
hehe... mana punyamu
sini, biar aku masukin
penisku ke lubangmu,
biar kamu lega."
kataku lembut dan
mulai membuka
seluruh gaun tidurnya.
Akupun terpesona
begitu melihat celana
dalam Siska, wow
begitu sexynya. Malam
ini dia memakai cd
lingerie warna hitam
yang hanya mampu
menutupi
kemaluannya,
sedangkan pantatnya
yang bulat terbuka
kelihatan begitu
menantang. Sebelum
aksiku kulanjutkan,
aku segera mengambil
cameraku dan
meminta Siska untuk
berpose sexy dengan
hanya menggunakan
bra hitam dan cd
lingerinya. Tadinya dia
menolak, tapi setelah
kurayu terus dengan
mengatakan kalau hal
ini bisa membuat
penisku tambah besar,
akhirnya dia mau juga
dan mulai berpose sexy
dengan wajah bersemu
merah. Hal ini
membuatnya keliatan
sangat sexy.
"Oke deh, aku sudah
nggak tahan melihat
kamu berpose seperti
ini. Coba kamu
nungging, aku mau
tusuk kamu dari
belakang." pintaku.
"Boleh, siapa takut?"
balas Siska.
"Jangan kapok ya
dientot sama aku, Sis."
kuarah penisku ke
lubangnya. Sangat sulit
bagiku untuk
memasukkannya
pertama kali, tapi
setelah kulumasi
dengan ludah, akhirnya
jebol juga
pertahanannya. Siska
pun meringis
kesakitan.
"Ughh... Ar, jangan
digoyang dulu. Uuuh...
penismu padat sekali di
lubangku. Ohh..."
rintihnya.
"Sudah enakan
belum?" tanyaku.
"Ehmm… iya, pelan-
pelan ya, Ar." pintanya.
Akupun mulai
mengenjot tubuhnya
dari belakang. Mata
Siska terpejam-pejam
menikmatinya. Baru
sepuluh kali sodokan,
ternyata dia sudah di
puncak. "Ooh... enak
banget batangmu, Ar.
Aku nggak kuat nih.
Aku sudah mau
sampai… terus sodok
memekku, Ar… ah...
ah... ah..." rintih Siska
dengan napas
memburu.
Kugenjot terus tubuh
mulusnya sambil tak
lupa kuremas-remas
tonjolan buah dadanya
yang menggantung
indah.
"Ardi, ahh... aku
keluar! Oooh...
batanngmu perkasa
sekali... uh... ah!!"
teriak Siska kelojotan.
Kurasakan tubuhnya
mengejang dan
melengkung penuh
kenikmatan. Terus saja
kugenjot dia meski
kurasakan sensasi yang
luar biasa karena
kurasakan memeknya
seperti meremas-
remas penisku. Aku
berusaha bertahan.
Pikirku, aku harus
benar-benar
menikmati tubuh
sintalnya dan
membuatnya tidak
mudah melupakan
kontolku.
Hampir satu jam aku
menggenjotnya dengan
berbagai macam gaya
dan entah sudah
berapa kali dia
mencapai orgasme,
sampai akhirnya
akupun ingin meledak.
Kutekan sedalam-
dalamnya kontolku dan
ingin kukeluarkan
spermaku di dalam
liang nikmatnya.
"Ooohh… Sis, aku
entot kamu sampai
habis! Ughh... biar
kamu tahu rasa karena
sudah nolak kontolku
tadi siang. Uuh... uhh...
uhh... ahh... aku keluar,
Sis! Ini, nikmati peju
panasku!" erangku
sambil terus kugenjot
sedalam dan secepat-
cepatnya kontolku ke
liang memeknya.
"Aduh, ah... ah... terus,
Ar. Tapi jangan
dikeluarin di dalam.
Jangan…" teriak Siska
seakan ingin berontak
dan melepaskan diri.
Aku tetap tak
mempedulikan
permintaannya. "Aku
harus menghukum
kamu, Sis, dengan
kontolku. Biar tahu
rasa kamu, hehe..."
Terus kugenjot
kontolku dan akhirnya
meledak juga
spermaku,
menyemprot semua ke
ruang basah di dalam
rahim Siska. Aku pun
tergeletak di atas
ranjangku di samping
tubuh telanjang Siska
yang basah oleh
keringat. Napas kami
sama-sama terengah-
engah.
"Kamu jahat, Ar.
Kenapa dimasukkan di
dalam tadi?" terlihat
air mata Siska
berlinang.
"Aku melakukan itu
karena aku sayang
sama kamu, Sis.
Apapun yang terjadi,
aku akan tanggung
jawab sama kamu.
Percayalah, sayang."
kataku sambil kucium
bibirnya yang mungil.
"Oh, Ardi, aku juga
sayang sama kamu…
terima kasih ya sudah
mau bantu aku. Pejumu
banyak dan hangat
sekali di dalam
memekku, enak
banget…" jawab Siska.
Kamipun beristirahat
sambil berpelukan
mesra. Sampai kami
tersadar waktu sudah
menunjukan pukul satu
malam. Kamipun
berpisah dengan berat
hati. Sesampainya di
rumah, Siska
memberitahuku
dengan sms kalau
suaminya masih lelap
tertidur. Aku pun
bernapas lega. Malam
itu sebelum tertidur,
kembali Siska
mengirim sms yang
bunyinya seperti ini:
"Ar, aku puas sekali
tadi. Kontol kamu
benar-benar perkasa.
Terima kasih ya,
kutunggu cicilan
selanjutnya, hihi."
Setelah membacanya,
akupun tertidur
dengan begitu
pulasnya….

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda