Jumat, 20 Maret 2015

Ranjang yang Ternoda 6

BAGIAN ENAM
PERAWAN & PRIA TUA
Oleh Pujangga Binal & Friends
Dina sangat kaget, ia tidak menyangka ternyata sejak awal suaminya
berada di dalam ruangan tempat ia melayani nafsu dua bos tua yang
penuh nafsu terkutuk. Ibu muda yang cantik itu sama sekali tak
mengira, Pak Pramono tega melakukannya.
Anton ternyata berada di dalam ruangan kantor Pak Pramono
sepanjang hari ini. Ia bisa mendengar dengan jelas dan melihat
bayangan Dina dari balik kelambu tempatnya disembunyikan dengan
badan terikat dan mulut tersumpal. Suami Dina itu bisa melihat tubuh
sang istri dipermainkan dengan buas oleh dua lelaki tua yang haus
seks, perasaan Anton hancur melihat istrinya menderita, apalagi semua
ini terjadi karena ulahnya yang menggunakan aset kantor. Ia tak
mengira sama sekali perbuatannya yang merugikan perusahaan
tertangkap basah dan berdampak langsung pada kehancuran
kehidupan rumah tangga Anton dan Dina.
Dina mengusap pipinya yang basah oleh air mata, ia tidak menduga
akan bertemu Anton dalam situasi seperti ini. Entah kenapa, Dina
merasa malu dan berusaha menutup ketelanjangannya dari tatapan
nanar mata Anton yang menyala penuh kebencian. Kedua tangan Dina
bergerak menutup dada dan selangkangannya, walaupun usaha itu
tentunya tak berhasil. Sementara itu, dua sosok lain yang juga
telanjang, Pak Bambang dan Pak Pramono tertawa melihat Anton yang
terikat erat di kursi tak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan
istrinya.
Sambil bermain-main, Pak Pram merenggut tangan Dina dan
membimbingnya ke arah kemaluannya yang kembali menegang.
Dengan gerakan berulang, didorongnya tangan Dina naik turun
mengocok kemaluannya. Mulusnya tangan Dina membuat Pak Pramono
kembali terangsang, penis itu membesar dan ukurannya membuat
Anton terbelalak takjub. Dina menggelengkan kepala dan merintih
memohon ampun dengan air mata menetes. Tidak ada seorangpun
yang akan percaya, ia - seorang ibu muda yang alim - sedang
mengocok kemaluan pria lain di hadapan suaminya. Tetesan air mata
Dina deras menuruni wajah membasahi lantai. Hebatnya, setelah
berkali-kali menegang hari ini, Pak Pram tidak menunjukkan tanda-
tanda kecapaian, malah kemaluannya kembali menegang menantang
usai dikocok perlahan oleh jari-jari lentik Dina.
Pak Pramono menjambak rambut Dina agar kepala perempuan jelita itu
tak bergerak kemana-mana. Dengan nakal Pak Pram mengoleskan
ujung gundul kemaluannya ke mulut Dina dan menggesekkannya di
pipi, mata dan hidung istri Anton itu. Dina tahu apa maksud Pak Pram,
dengan terpaksa ibu muda dua anak itu membuka mulut. Tanpa
menunggu aba-aba, Pak Pram langsung melesakkan penisnya yang
besar menjejal masuk ke mulut Dina. Anton terbelalak melihat
kemaluan Pak Pram yang besar dan panjang bisa masuk ke mulut Dina,
ia bisa membayangkan penderitaan sang istri yang harus membuka
mulutnya lebar-lebar agar benda itu bisa masuk.
Ada sensasi aneh melihat seorang suami berada dalam posisi tak
berdaya menyaksikan istrinya sibuk menyepong lelaki lain tepat di
depan matanya, apalagi sang istri adalah seorang wanita molek yang
sangat cantik dan seksi seperti Dina. Sensasi itu membuat Pak
Pramono mencapai klimaks dengan sangat cepat. Hanya beberapa
menit disepong Dina, Pak Pram menyemprotkan pejuhnya membanjiri
mulut istri Anton. Dina terbatuk-batuk dan berusaha memuntahkan
kembali sperma Pak Pram yang dijejalkan ke tenggorokannya,
untunglah Pak Pram segera menarik batang kemaluannya sehingga
wanita cantik itu tidak sampai kehabisan nafas. Karena Pak Pramono
menarik penisnya dengan terburu, air maninya menyemprot juga ke
wajah Dina.
Dengan penuh kemenangan, Pak Pramono menyorongkan wajah Dina
yang belepotan air mani ke arah sang suami. "Lihat ini baik-baik, Pak
Anton. Lain kali anda berbuat kesalahan, yakinkan diri anda untuk
menebus kesalahan itu sebelum sesuatu seperti ini terjadi."
Anton menatap jijik wajah istrinya yang belepotan sperma lelaki lain,
ia menatap geram ke arah Pak Pramono. Dina yang merasa kotor
menunduk malu tak berani menatap mata Anton sementara pejuh
bercampur air mata menetes dari pipi turun ke lantai.
Sambil duduk di kursi, Pak Pramono dengan santai mengelus-elus
tubuh Dina yang duduk lemas di lantai. Wanita cantik itu bahkan tak
berani menatap mata suaminya yang terikat erat, ia tahu nasib dan
masa depan mereka berada di tangan Pak Pramono dan rekannya yang
bernama Bambang.
Pak Pram melirik ke arah Pak Bambang yang ternyata sudah kembali
menyiapkan kemaluannya. Dengan senyum menghina Pak Pram
menatap Anton yang menatap tak percaya gerakan Pak Bambang
menarik Dina dan membaringkannya di lantai. Tubuh gemuk Pak
Bambang masuk di antara kaki jenjang Dina yang putih mulus. Dengan
main-main pria tua itu menepuk penisnya yang besar di selangkangan
sang ibu muda.
"Aku tidak akan menjamin istrimu bisa menikmati penisku ini, Pak
Anton. Tapi aku bisa menjamin kalau AKU pasti menikmati detik demi
detik mencicipi tubuh seksi istrimu." Kata kakek tua itu.
Anton meraung namun karena mulutnya tersumpal kain, tak ada suara
keluar dari mulutnya. Dina menggelengkan kepala karena kelelahan, ia
tidak mengira Pak Bambang akan menyetubuhinya lagi dan kali ini,
langsung di hadapan suaminya!
"Siap Ibu Dina? Mudah-mudahan yang kali ini bisa membuatmu hamil
ya." Pak Bambang terkekeh lagi. Ia menarik pinggulnya ke belakang
dan dengan kecepatan tinggi menghunjamkan penisnya masuk ke
dalam kemaluan Dina.
"Ahhhhh!! Sakit!!" jerit Dina sambil memejamkan mata, air mata
menetes dari ujung pelupuknya. Bermain cinta tanpa foreplay sangat
menyakitkan bagi seorang wanita, karena liang rahimnya belum benar-
benar basah oleh cairan pelumas yang keluar dari dinding vagina. Kali
ini Pak Bambang menusukkan penisnya di saat Dina belum siap,
membuat penis yang lebih besar dari milik Anton itu meraja di liang
kemaluan sang ibu muda. Dina menjerit kesakitan tiap kali penis Pak
Bambang menusuk masuk ke dalam memeknya.
Anton tidak bisa mempercayai pemandangan yang kemudian
berlangsung di depan matanya. Selama hampir seperempat jam istrinya
yang cantik jelita disetubuhi oleh monster tua bertubuh gemuk
menjijikkan. Lebih pedih lagi bagi Anton, istrinya itu berulang kali
mengejang dan berteriak-teriak kesakitan tiap kali Pak Bambang
melesakkan kontolnya ke dalam. Karena tak tahan dengan sodokan
demi sodokan penis Pak Bambang, Dina akhirnya mengangkat kakinya
dan menggunakan kaki jenjang itu untuk memeluk pinggang Pak
Bambang yang lebar sementara tangannya mengait di leher. Istri Anton
yang merem melek akhirnya mencoba menikmati permainan ini, bahkan
dengan berani Dina menggoyang pinggulnya untuk membalas sodokan
penis sang kakek tua.
"Ehhhmmmm... a-aku sudah mau keluaaar..." begitu nikmatnya Dina
dientoti Pak Bambang sampai-sampai wanita cantik yang tadinya alim
itu meracau tak jelas. "Auuuhh... ehmm... jangaaan... teruuuus... sakiit...
ugh... ahhh... ahh..."
Akhirnya Dina tak kuat lagi menahan nafsu birahinya yang sudah
memuncak, tubuhnya langsung mengejang dan tak lama kemudian
liang rahimnya dibanjiri oleh cairan cinta. Pak Bambang menyusul Dina
tak lama kemudian, tubuhnya menegang, lalu bergetar, lalu tanpa bisa
ditahan, air mani menyemprot tanpa henti di dalam memek Dina yang
masih dijejali kemaluannya. Air mani mengalir dari sela-sela penis
yang melesak di dalam memek Dina dan menetes keluar.
"Ha ha ha. Lihat ini, Pram. Gadis kecilmu ini benar-benar pelacur,
mudah sekali dia dibikin orgasme. Berani taruhan, pasti kontol
suaminya tidak sanggup memuaskannya seperti ini." kata Pak
Bambang. "Pak Anton! Istrimu jago ngentot nih, aku puas sekali.
Mudah-mudahan ada spermaku yang bisa menembus ke dalam dan
menghamilinya. Pengen lihat aku, kalau bapaknya sejelek aku, ibunya
secantik istrimu, anaknya jadi kayak apa..."
Pak Pram melangkah dengan penuh percaya diri menghampiri suami
Dina yang terikat tak berdaya di kursi, penisnya masih berdiri tegak
seakan menantang kejantanan Anton yang tak mampu berbuat apa-apa
menyaksikan istrinya digumuli dua orang bejat. "Istrimu enak sekali
dientoti, Pak Anton. Susunya empuk, memeknya rapet, bibirnya mungil,
bokongnya bulet, pokoknya enak sekali dientoti. Mudah-mudahan kami
tidak merusak memeknya, karena penis kami ukurannya jauh lebih
besar daripada milikmu yang sebesar pensil itu. Memek Ibu Dina masih
terhitung rapat untuk kami berdua, tapi saya tidak yakin ukuran penis
Pak Anton akan sanggup memuaskan Ibu Dina. Apalagi Ibu Dina sudah
merasakan nikmatnya dientoti dua laki-laki sejati."
Pak Bambang tertawa terkekeh-kekeh mendengar ucapan Pak Pramono
yang menyakitkan bagi Anton itu. Di samping Pak Bambang, Dina
terbaring lemas dengan memek yang masih terus mengeluarkan sperma
tumpahan sang kakek bejat. Berkali-kali ibu muda itu terbatuk sambil
mengeluarkan air mani Pak Pramono yang masih tersisa di mulutnya.
"Lihat keadaan istrimu sekarang, Pak Anton. Bisa dibayangkan berapa
banyak pejuh yang sudah kami tumpahkan dalam rahim Ibu Dina.
Mungkin saja kelak Ibu Dina akan melahirkan anak kembar, yang satu
mirip Pak Bambang dan yang satu lagi mirip saya."
Kembali Pak Bambang tertawa, Pak Pramono amat pintar memanipulasi
kata-kata untuk mengumbar emosi Anton.
"Untuk mengakhiri semua penderitaan ini..." kali ini Pak Pram tidak
main-main, ia mendekat ke arah Anton, menatapnya tajam dan
mencengkeram kedua lengannya dengan sekuat tenaga, "aku sangat
berharap Pak Anton mau bekerja sama untuk terakhir kalinya dengan
kami."
Keringat Anton mengucur deras, apalagi yang diinginkan bosnya yang
kejam ini? Dia sudah menghancurkan hidupnya, hidup Dina, hidup
keluarganya. Apalagi yang diinginkannya?
"Pak Bambang adalah orang yang sangat kaya dan sangat mampu
membiayai kehidupan Ibu Dina selanjutnya, termasuk biaya untuk
menyekolahkan kedua anak kalian dan biaya hidupmu yang
menyedihkan itu. Kami akan berbaik hati menyediakan sebuah rumah
di kota lain dan modal untuk usaha bagi Pak Anton, sekaligus
menjamin kehidupan kedua anak kalian, dengan syarat... Pak Anton
bersedia menceraikan Ibu Dina dan menyerahkan kepemilikan Ibu Dina
pada Pak Bambang. Itu artinya, Pak Anton tidak boleh bertemu lagi
dengan Ibu Dina... selamanya."
Mata Anton dan Dina terbelalak tak percaya, mereka tidak mempercayai
pendengaran mereka, benarkah Pak Pram mengajukan proposal pada
Anton untuk menjual Dina? Anton menggeram marah dan melompat-
lompat gemas. Pria itu meraung-raung dan menggeram penuh emosi,
tapi dalam keadaan terikat ia tidak bisa berbuat banyak, air matanya
menetes membanjiri wajah, ia benar-benar tidak tahu harus berbuat
apa, semua ini terjadi karena kesalahannya. Ia harus tunduk pada
indecent proposal yang diajukan oleh bosnya ini kalau ingin selamat.
Dina menangis tersedu-sedu, ia terlalu lemah untuk menolong Anton,
wajahnya menunduk ke bawah dengan pasrah. Yang akan terjadi
terjadilah.
"Aku tidak tertarik menikahi wanita ini." tiba-tiba saja Pak Bambang
berucap. "Akan tetapi, aku punya seorang anak yang usianya kurang
lebih sama dengan Pak Anton, bedanya kalau Pak Anton lulusan
universitas terkenal, anakku itu lulusan SLB. Sangat tidak
membanggakan seorang konglomerat punya anak idiot, tapi akan
sangat membanggakan memiliki cucu cantik seandainya anakku itu
menikah dengan wanita secantik Dina."
Kali ini giliran Pak Pramono yang menganga heran. Ia memang sudah
tahu kalau Pak Bambang memiliki seorang anak idiot yang
disembunyikan di sebuah villa jauh dari kota besar. Tapi ia tidak
menyangka pria tua ini berniat menikahkan Dina dengan anaknya itu,
benar-benar tindakan yang di luar perkiraannya.
Mendengar kata demi kata yang diucapkan Pak Bambang, mata Dina
menjadi berkunang-kunang, pandangannya pun mengabur. Wanita
cantik itu ambruk ke lantai dan pingsan.
Kisah penderitaan Dina belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Ruang Dokter Wibowo menjadi sepi ketika sang dokter berusia lanjut
itu menerangkan dampak kecelakaan yang menimpa Hendra, suami
Alya.
"Kecelakaan fatal yang dialami oleh Pak Hendra mengakibatkan beliau
menderita trauma atau benturan di kepala dan akibatnya terjadi
kerusakan syaraf motorik pada jaringan fungsi otaknya. Sejauh
pengamatan kami hingga saat ini, mulai dari bagian bawah perut
hingga ke ujung kaki syaraf beliau tidak bisa berfungsi secara normal
dan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. Saluran pengeluaran beliau
sejauh ini tidak mengalami masalah, tapi tidak ada jaminan beliau akan
mampu melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti berjalan ataupun
berlari secara normal, termasuk melakukan hubungan suami istri.
Walaupun kelumpuhan semacam ini tidak permanen tapi bisa dikatakan
kelumpuhan Pak Hendra adalah kelumpuhan jangka panjang." Kata
Dokter Wibowo.
"Ja-jadi suami saya lumpuh, Dokter?" Seluruh tubuh Alya bergetar dan
airmatanya tidak berhenti meleleh membasahi pipi. Lidya memeluk
kakaknya yang sedang tertimpa musibah dan berusaha
menenangkannya agar tetap tabah. Tubuh Alya bergetar menggigil
karena perasaannya panik dan kalut, Lidya hanya bisa berdoa agar
semua masalah yang menimpa keluarga mereka segera bisa terlewati.
"Lumpuh dari bagian perut ke bawah, beliau tidak akan bisa
menggunakan kedua kaki dan tidak akan lagi mampu melakukan
hubungan suami istri, walaupun seperti yang saya katakan tadi, tidak
ada masalah dengan saluran pengeluarannya." Lanjut Dokter.
"Apakah kelumpuhan itu bisa sembuh nantinya, Dokter?" tanya Alya
lagi.
Sang dokter menggeleng, "belum bisa dipastikan, Bu Hendra. Dalam
beberapa kasus, kelumpuhan semacam ini memang bisa sembuh
karena sifatnya tidak permanen dan hanya menimpa bagian tubuh
tertentu saja, walaupun tidak bisa dipungkiri kemungkinan Pak Hendra
bisa kembali pulih seperti sediakala dalam waktu singkat mungkin
hanya hanya sekitar 5 sampai 6%, itupun dalam jangka waktu yang
sangat panjang bahkan mungkin hingga menahun, apalagi semakin tua
umur seorang penderita, makin berkurang pula kemampuan syarafnya
bisa pulih. Sangat tipis kemungkinan Pak Hendra bisa sembuh total."
Ruangan Dokter Wibowo yang berada di RS ***** menjadi sangat
panas, ac memang sudah menyala, tapi perasaan orang-orang yang
berada di dalam ruangan itu semua sangat kacau balau. Alya, Lidya
dan Anissa sedang berada di dalam ruang periksa dokter sementara
Andi, Dodit dan Pak Bejo menanti di luar. Opi tidak ikut menemani
mereka dan dititipkan pada Bu Bejo di rumah.
"Berapa lama kakak saya harus menjalani rawat inap, Pak Dokter?"
tanya Anissa, seperti halnya Alya, gadis cantik itu juga menangis
sesunggukan meratapi nasib kakak kandungnya yang malang.
"Paling cepat sekitar dua minggu dan paling lambat mungkin satu
bulan, tergantung dari kondisi Pak Hendra sendiri. Saat ini beliau
sangat lemah dan tidak bisa melakukan aktivitas apapun, walaupun
bagian perut ke atas bisa dibilang tidak mengalami cidera serius."
Jawab Dokter.
"Seandainya suami saya tidak mengalami masalah dengan saluran
pengeluaran, kenapa dia tidak bisa melakukan kegiatan suami istri,
dok?" tanya Alya lagi.
"Sayangnya, kecelakaan itu juga membuat beliau mengalami impotensi.
Saya masih belum bisa memastikan apakah impotensi Pak Hendra juga
bersifat temporer atau permanen. Hasil testnya baru bisa diperoleh
dalam beberapa hari ke depan." Jawab Dokter Wibowo.
Air mata Alya kembali meleleh, tapi ia mengangguk dan mengucapkan
terima kasih pada dokter yang telah merawat suaminya. Ketiga wanita
cantik itupun meninggalkan ruang dokter.
"Mbak Alya tidak apa-apa, kan?" tanya Lidya khawatir melihat
kakaknya.
"Tidak apa-apa. Aku bersyukur Mas Hendra selamat dari kecelakaan
itu." kata Alya kemudian. "Aku tidak peduli dia cacat atau lumpuh, aku
akan selalu berada disisinya, aku sangat mencintainya. Di saat sulit
seperti inilah, aku wajib menemaninya."
Anissa dan Lidya saling berpandangan dan kagum pada Alya yang
sedang berusaha kuat menabahkan diri. Tapi sesungguhnya, kisah
penderitaan Alya belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Annisa memperhatikan Alya yang masih duduk di samping ranjang
Hendra dengan setia. Tidak mudah mengajak Mbak Alya pulang
walaupun mungkin kakak iparnya itu sudah sangat kelelahan. Mbak
Lidya dan suaminya sudah pulang dan Mbak Dina belum juga
menunjukkan batang hidungnya sedari tadi. Harus ada seseorang yang
menemani Mbak Alya seandainya dia butuh makan atau mengurus
administrasi rumah sakit yang belum selesai. Anis segera
mendiskusikan masalah itu dengan Dodit dan Pak Bejo.
"Begini saja, Non." Usul Pak Bejo. "Karena Mbak Alya belum mau
diajak pulang, sebaiknya salah satu dari saya atau Mas Dodit
mengantar dulu Non Anis pulang karena hari sudah mulai gelap. Nanti
kalau Mbak Alya sudah merasa capek dan ingin pulang, yang tinggal
di sini bisa mengantar pulang setiap saat. Kalaupun Mbak Alya mau
menginap di sini, lebih baik ada seseorang yang menemani."
Annisa menganggukkan kepala, "wah, kalau begitu biar Mas Dodit saja
yang tinggal di sini, kalau-kalau nanti Mbak Alya mau cari makan atau
mengurus surat-surat, Mas Dodit bisa lebih cepat membantu."
"Saya juga tidak apa-apa kok, Mbak." Kata Pak Bejo.
"Terima kasih, Pak, tapi sepertinya kami sudah terlalu banyak
ngrepotin Pak Bejo." Kata Dodit. "Kamu pulang dulu aja ya, say. Aku
tinggal di sini sama Mbak Alya."
Annisa mengangguk sementara Pak Bejo tersenyum malu-malu. "Wah,
Mas Dodit ini bisa aja, saya gak merasa direpotkan kok Mas, kan
keluarga Mas Hendra sudah saya anggap keluarga sendiri."
"Iya sih, tapi siapa tahu Bu Bejo juga ada urusan yang gak bisa
ditinggal? Kan kasihan anak-anak Pak Bejo kalau di rumah gak ada
yang ngurus? Lagipula mobil yang dibawa Pak Bejo kan mobil
pinjaman dari saudara, pokoknya, kami sekeluarga berterimakasih
banyak sama Pak Bejo." Kata Dodit lagi, sambil tersenyum dia
mengambil dua lembar lima puluh ribuan berwarna biru dan
memberikannya pada Pak Bejo saat bersalaman. "Ini Pak, buat beli
rokok."
"Lho? Mas Dodit gimana sih? Gak usah, Mas! Beneran, gak usah!" Pak
Bejo menggeleng kepala sambil berusaha mengembalikan uang Dodit,
pria tua itu memang jagonya sandiwara, pura-pura nolak padahal
pengen. Pemuda baik hati itu tetap memaksa sambil memasukkan uang
ke dalam saku baju Pak Bejo.
"Cuma seadanya kok, Pak. Buat beli rokok atau ganti bensin nganterin
Non Anis."
"Iya, Pak. Gak apa-apa, diambil aja." Rayu Anissa sambil tersenyum
manis.
Pak Bejo yang pintar bersandiwara pun pura-pura luluh dan menerima
uang pemberian Dodit. "Wah, sebenarnya saya melakukan ini semua
tanpa pamrih apa-apa, Mas Dodit. Beneran. Keluarga saya sudah
sangat sering ditolong Mas Hendra dan Mbak Alya, ini kesempatan
saya untuk membalas kebaikan hati mereka. Terima kasih banyak ya,
Mas Dodit. Non Anis."
Dodit dan Anissa mengangguk dan tersenyum ramah. Setelah Anissa
dan Dodit berbincang-bincang berdua, akhirnya mereka menemui Pak
Bejo di teras rumah sakit.
"Ayo, Pak. Kita pulang sekarang." Ajak Anis, gadis itu melambaikan
tangan pada Dodit. "Aku pulang dulu ya, say. Titip Mbak Alya sama
Mas Hendra."
"Iya. Hati-hati di jalan." Balas Dodit.
"Mari, Mas Dodit. Saya duluan." Ujar Bejo.
"Iya, Pak Bejo. Saya titip Anissa ya."
"Pokoknya beres, Mas." Pak Bejo menyeringai aneh sambil
meninggalkan Dodit di tangga rumah sakit dan mengiringi kepergian
Anissa menuju mobil. Dodit menatap kepergian orang tua itu dengan
perasaan yang tidak enak, tapi dia percaya penuh pada tetangga Mas
Hendra itu karena Pak Bejo sekeluarga sudah seperti saudara sendiri.
Kenapa orang tua itu menyeringai aneh? Dodit menggaruk kepalanya
yang tidak gatal dan masuk kembali ke gedung utama rumah sakit.
Sementara itu, kemaluan Pak Bejo bergerak menegang karena gembira.
Kesempatan berduaan dengan Anissa telah datang. Pantat bulat si
cantik itu akan jadi miliknya.
Anissa tidak sadar, ia kini sedang berada dalam ancaman hebat lelaki
yang sudah memperkosa kakak iparnya. Anissa sudah berada dalam
genggaman Pak Bejo Suharso!
###
Nada tunggu.
Tidak ada yang mengangkat, Lidya menutup gagang telpon.
Lidya bertanya-tanya kemana Mbak Dina sebenarnya. Sudah sejak pagi
dia tidak bisa menghubungi HP dan telepon rumahnya. Mas Anton
juga sama saja, tidak bisa dihubungi. Kemana mereka pergi? Mas Andi
sudah mencoba menjemput tapi ternyata rumah mereka kosong dan
terkunci rapat, anak-anak juga tidak terlihat berada di rumah. Padahal
ada musibah yang menimpa salah satu anggota keluarga, tapi Mbak
Dina gagal dihubungi. Kasihan Mbak Alya, dia amat butuh dukungan
dari keluarga. Kemana Mbak Dina sebenarnya?
Usai gagal mencoba menghubungi Mbak Dina, Lidya melangkah masuk
ke dapur untuk menghangatkan lauk makan malam. Pikiran wanita
muda itu sangat kalut, ia sama sekali tidak menyangka, di saat dia
mengalami masalah berat ternyata kesulitan yang tak kalah hebatnya
dialami oleh Mbak Alya. Apa sebenarnya yang terjadi pada keluarga
mereka? Lidya merasa beruntung suaminya sudah pulang, kedatangan
Andi membuat Pak Hasan tidak berani macam-macam terhadapnya,
walau sekali dua kali Pak Hasan dengan nakal menepuk pantat atau
mencolek buah dadanya.
Lidya mulai mengambil bahan makanan dari dalam lemari es dan
menyusunnya dengan rapi di tempat yang sudah ia sediakan. Ketika
sedang sibuk menyiapkan bahan masakan itulah tiba-tiba saja ada
sepasang tangan perkasa memeluk tubuh Lidya dengan sangat kuat.
Wanita cantik itu tidak bisa bergerak dan pucat pasi. Mulut yang
berbau minuman keras, tangan yang nakal menggerayang, tubuh yang
masih tegap dan kasar. Orang ini jelas Pak Hasan, Andi akan
memperlakukannya dengan lebih lembut.
"Pak! Jangan ah! Mas Andi kan ada di atas! Dia sedang mandi...
bagaimana kalau dia nanti..."
"Memangnya kenapa kalau Andi sedang mandi di kamar atas? Kita
pasti akan mendengar suara langkah kakinya kalau dia turun lewat
tangga. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan, Nduk. Sejak anakku
datang, kamu selalu menghindari aku dan tidak pernah lagi mau
berdua denganku." Desis Pak Hasan menahan emosi. "Aku kangen
sekali dengan tubuhmu yang molek ini, aku ingin tidur denganmu."
"A-aku..." Lidya kebingungan mencari kata-kata yang tepat.
Kepanikan Lidya dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Pria tua
itu menggunakan kedua tangannya untuk menjelajah keseksian tubuh
sang menantu. Tangan kirinya masuk ke dalam celana pendek Lidya
dan meremas-remas pantatnya yang bulat, sementara tangan kanannya
memainkan buah dada Lidya yang ranum. Pantat Lidya putih mulus
dan sangat halus tanpa cacat, sangat merangsang nafsu Pak Hasan.
Sedangkan buah dada menantu Pak Hasan itu tidak perlu lagi
diceritakan, bulat besar menggiurkan.
"A-aku tidak mau melakukan ini lagi ..." Lidya mencoba meronta dan
melepaskan diri dari pelukan ayah mertuanya, sia-sia saja karena pria
tua itu jauh lebih kuat. "Lepaskan aku... Mas Andi..."
"Bayangkan apa yang akan dilakukan oleh anakku itu seandainya dia
turun ke bawah dan melihat kita sedang bermesraan seperti ini, hmm?
Ayah kandungnya sedang bermain-main dengan pantat mulus dan
payudara molek istrinya." Pak Hasan membisikkan kata-kata yang
membuat Lidya urung melakukan perlawanan. "Aku hanya ingin
menikmati keindahan tubuhmu, Nduk. Bukan hal yang aneh kan? Kita
sudah berulang kali bermain cinta dan..."
"Aku tidak ingin melakukan ini lagi!" Lidya mencoba tegas.
Karena jengkel, Pak Hasan menggeram dan mendorong tubuh
menantunya sampai menempel ke tembok. Karena posisi tubuhnya
yang terjebak pelukan Pak Hasan dari belakang, Lidya tidak mampu
melawan, dia terdorong ke depan sampai menempel ke tembok.
Untunglah dorongan Pak Hasan tidak cukup keras sehingga menyakiti
sang menantu. Lidya menjerit kecil tapi karena takut Andi akan
mendengar suaranya, si cantik itu menutup mulutnya sendiri.
Dengan terengah-engah Pak Hasan menahan agar tubuh Lidya tetap
menempel di tembok dapur, pria tua berbisik perlahan ke telinga Lidya.
"Aku sudah berusaha ramah padamu, Nduk. Tapi kalau kau mengajak
main kasar, aku tidak akan segan-segan meladenimu. Aku ingin kau
mendengarkan kata-kataku karena aku tidak akan mengulanginya lagi...
paham?"
Lidya mengangguk dengan ketakutan.
"Aku ingin menidurimu lagi. Aku tidak peduli Andi sedang berada di
rumah atau pergi bekerja, tapi saat aku ingin memasukkan kontolku ke
dalam memekmu yang wangi, maka kau wajib membuka lebar-lebar
kakimu agar aku bisa menikmatinya. Aku tidak suka perlawananmu hari
ini, dan sebagai hukumannya, selama seminggu ini aku akan
memberikan perintah-perintah yang harus kau turuti. Kalau tidak mau
melakukannya, aku akan tetap menjepitmu dalam posisi ini sampai
Andi turun ke bawah." Ancam Pak Hasan. "Pendek kata, aku ingin kau
menjadi budakku seminggu ke depan, bagaimana?"
Lidya menggeleng kepala, "A-aku tidak ingin melakukan ini lagi... ini
salah... ini..."
Terdengar langkah kaki di lorong kamar atas, sepertinya Andi sudah
bersiap turun ke bawah menyusul Pak Hasan dan Lidya. Keringat istri
setia itu menetes sebesar jagung, apa yang harus dilakukannya? Ia
tidak mau lagi melayani kebejatan sang mertua, tapi kalau Mas Andi
sampai tahu, seluruh dunia mereka pasti akan hancur berantakan. Detik
demi detik berlalu, terdengar langkah kaki Andi turun melalui tangga,
Lidya makin panik, ia berusaha meronta tapi gagal karena jepitan
kunci Pak Hasan sangat kuat. Dengan hati remuk redam, akhirnya
Lidya mengangguk pasrah.
"Baiklah..." bisik Lidya lemah.
"Baiklah apa?" Pak Hasan meringis keji penuh kemenangan sambil
mengulum-ngulum daun telinga Lidya. "Baiklah kau akan menjadi
budakku atau baiklah kau akan nekat membiarkan Andi melihat kita
sedang bermesraan?"
"Baiklah aku bersedia menjadi budak bapak..." desahan yang keluar
dari mulut Lidya terdengar panjang dan pasrah.
Kisah penderitaan Lidya belumlah usai, justru baru akan dimulai.
###
Mobil yang dikendarai Pak Bejo berkelak-kelok melalui jalan yang
belum dikenal Anissa, karena memang belum mahir menyetir mobil,
Anissa kurang begitu mengenal wilayah dan tidak hapal jalan-jalan
kecil yang dilalui Pak Bejo. Tapi kali ini Pak Bejo melalui jalan yang
tidak biasanya dilalui, berkelak-kelok melalui jalan sempit dan
melewati daerah yang sepi hunian. Kendaraan yang berpapasan dengan
mobil mereka bisa dihitung dengan jari.
Rumah sakit tempat Mas Hendra dirawat dan rumah tempat tinggal
Mbak Alya memang cukup jauh, tapi jalan yang dilalui Pak Bejo ini
seakan-akan membuat perjalanan mereka pulang menjadi lebih jauh
dan lama. Karena hari mulai gelap, Anis memberanikan diri bertanya
pada Pak Bejo.
"Pak, kita lewat jalan apa sih? Kok kayaknya malah jadi lebih jauh?"
tanya Anissa.
"Oh, maaf. Saya belum menjelaskan ya? Kita mampir sebentar ke rumah
adik saya, Non Anis. Kebetulan tadi dia sms katanya ada titipan untuk
istri saya."
"Oh gitu. Sms yang masuk saat kita keluar dari rumah sakit ya?"
"Iya. Nggak apa-apa kan, mampir sebentar?"
"Nggak apa-apa kok, tapi sebentar saja ya, Pak."
"Iya."
Walaupun jengkel karena tidak diberitahu sebelumnya kalau Pak Bejo
akan mampir ke tempat lain, Anissa diam saja. Perjalanan berlanjut
tanpa ada percakapan lagi, Anissa terus melirik ke arah jam tangannya
karena walaupun hari semakin larut, tidak ada tanda-tanda mobil akan
berhenti.
Tiba-tiba saja mobil berhenti mendadak di tengah kawasan perbukitan
yang dipenuhi pohon rindang dan amat sepi, mereka jauh dari jalan
utama dan sudah cukup jauh untuk kembali ke rumah sakit. Annisa
mulai khawatir, walaupun ia sangat percaya pada Pak Bejo tapi karena
hari sudah gelap, Anissa mulai berpikiran macam-macam.
"Kok berhenti di sini, Pak?" Anissa makin ragu. "Pak Bejo yakin ini
jalan pulang ke rumah Mbak Alya?"
Ada sesuatu yang ganjil pada kelakuan Pak Bejo sore ini dan makin
lama kecurigaan Anissa makin besar, walaupun masih muda, Anis
bukanlah gadis bodoh. Rute pulang yang tidak seperti biasa, alasan
mampir di rumah saudara, berhenti mendadak di tengah jalan,
situasinya makin aneh. Anissa memeluk dirinya sendiri yang menggigil
dan mulai membayangkan hal yang tidak baik.
"Aduh, saya minta maaf, Non Anis. Tiba-tiba saja saya ingin buang air
kecil, sebentar saja ya Non..." rayu Pak Bejo. Anissa tidak bisa melihat
senyum licik tersungging di bibir Pak Bejo karena gelapnya malam.
"Iya deh, tapi jangan lama-lama ya Pak, saya takut." Anissa
tersenyum, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri dan meyakinkan
bahwa Pak Bejo bukanlah orang jahat.
Pria tua itu meninggalkan kursinya dan melangkah keluar mobil sambil
menahan tawa iblisnya.
###

Anissa sedang menikmati lantunan lagu jazz lembut yang mengalun di
radio ketika terdengar ketukan pelan di jendela mobilnya. Wajah Pak
Bejo yang tiba-tiba muncul mengagetkan dara itu. Anis memencet
tombol membuka jendela.
"Ada apa, Pak?" tanya Anissa.
"A-anu, non... sepertinya saya kehilangan kunci mobil sewaktu buang
air kecil tadi."
"Aduuuh... Pak Bejo ini gimana sih?" nada suara Anissa meninggi
karena jengkel, tapi gadis itu segera memperbaiki nada suaranya agar
Pak Bejo tidak marah. Mereka hanya berdua saja di tempat sepi ini dan
hal terakhir yang diinginkan Anissa adalah membuat Pak Bejo marah.
"Saya temani deh mencari kuncinya."
Anissa melangkah keluar dari mobil, karena hari mulai gelap, ia
menggunakan nyala HP-nya sebagai penerang sementara Pak Bejo
menyiapkan lampu darurat bertenaga baterei yang ia ambil dari bagasi
mobil. Karena sering memakainya, Pak Bejo sudah sangat hapal
dengan mobil yang ia pinjam dari salah seorang sepupunya ini.
Sementara itu, tanpa sepengetahuan Anissa, di suatu tempat di lokasi
itu, Pak Bejo baru saja menggelar koran yang sudah ia bawa sedari
tadi sebagai alas, tempat di mana nantinya Pak Bejo akan menikmati
malam terindah bersama Anissa, tempat di mana Anissa akan
kehilangan kegadisannya.
Anissa mulai khawatir karena Pak Bejo menggiringnya makin masuk ke
tengah pepohonan rindang dan sudah cukup jauh dari jalan utama.
Gadis itu mulai merasa seakan-akan dia sedang memasuki satu
jebakan.
Akhirnya Anis menyerah, "Saya telpon Mas Dodit aja deh, Pak... hari
sudah terlalu malam, saya takut..."
Belum sempat Anissa melanjutkan kata-katanya, Pak Bejo dengan
sigap menubruk gadis itu! Anissa menjerit ketakutan karena tiba-tiba
disergap Pak Bejo yang bertubuh besar, ia ambruk ke tanah dan HP
yang sedari tadi ia bawa terlempar jauh.
"PAK BEJO! APA-APAAN INI?!" Anissa mencoba menyadarkan pria tua
yang sudah lupa diri itu, tapi Pak Bejo sudah berubah menjadi setan
dengan hawa nafsu tak terkendalikan. Bagaimanapun Anissa mencoba
meronta dan melawan, Pak Bejo tetap tak bergeming. Dengusan nafas
Pak Bejo yang berat membuat Anissa makin panik, ia tahu apa yang
diinginkan Pak Bejo saat ini, ia tahu pasti dari dengusan nafas penuh
nafsu itu. "LEPASKAN SAYA!! LEPASKAAAAN!!"
Jeritan, pukulan, cengkraman, semua upaya silih berganti dilakukan
oleh Anissa yang terus meronta dalam pelukan lelaki tua berotak
mesum itu. Sayangnya Pak Bejo adalah seorang preman yang sangat
kuat, semua perlawanan Anis malah membuat pria tua itu semakin
terangsang, makin Anis melawan, makin ingin rasanya Pak Bejo
menaklukkan si cantik ini. Setelah si jelita itu takluk nanti, Pak Bejo
akan menidurinya tanpa ampun!
Cukup lama dua sosok manusia itu bergumul di tanah, Pak Bejo yang
mulai merasa jengkel akhirnya mengeluarkan pisau lipat dari dalam
kantong celananya dengan susah payah dan menempelkannya di leher
Anissa.
"Kalau begini terus, kita berdua yang akan rugi dan kelelahan, Non
Anis." bisik Pak Bejo sambil menekan leher Anissa dengan pisau dan
mengancamnya. Anissa yang menyadari adanya sebilah pisau yang
siap menggorok lehernya akhirnya menghentikan semua aksi
perlawanan.
Dengan senyum kemenangan dan terkekeh pelan, Pak Bejo mengelus
pipi Anissa. "Sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah ingin
mencicipimu, gadis manis."
"Dasar lelaki tua busuk! Bajingan! Laknat! Lepaskan aku sebelum..."
JLEB!
Pak Bejo menancapkan pisau tepat di sebelah kepala Anissa dengan
penuh kemarahan, gadis itu langsung lemas dan menggigil ketakutan.
Mata Anissa mulai berkaca-kaca karena ia sadar bencana apa yang
saat ini sedang mengancam dirinya. "Jangan... jangan..."
Pak Bejo kembali menarik pisaunya dari tanah dan menempelkannya ke
leher Anissa.
"Kamu sudah dewasa, sudah tahu permainan apa yang sedang kita
mainkan saat ini. Aku tidak akan segan menyakitimu baik dengan
pisau ini ataupun dengan tangan kosong seandainya kau berani
melawanku. Lebih baik kita bekerja sama maka aku tidak akan
menyakitimu, setuju?" dengan sengaja Pak Bejo menekan pisaunya
lebih dalam ke leher Anissa namun tidak sampai menyayat kulitnya
yang putih mulus seperti pualam.
"I-Iya..." lirih Anissa menjawab, ia sangat ketakutan. Air mata gadis itu
mulai menetes.
"Cup cup, tidak perlu menangis, sayang. Aku janji tidak akan
menyakitimu, semuanya pasti baik-baik saja dan menyenangkan. Kalau
sampai tidak enak, jangan panggil aku Bejo. Heh heh heh..."
Dengan penuh percaya diri, Pak Bejo memeluk Anissa dan
menempelkan kemaluannya yang sudah membesar ke paha sang gadis
cantik. Tangan pria tua itu bergerilya menyusuri seluruh tubuh Anis,
bergerak turun dari atas, mulai rambut, hidung, pipi, leher, hingga ke
payudara.
"Kamu cantik sekali, sayang." Bisik Pak Bejo di telinga Anis.
Anissa memejamkan mata ketika bibir hitam pria tua itu menelusuri
leher dan pipinya, sentuhannya membuat bulu kuduk sang dara berdiri
dan merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Belaian demi belaian Pak Bejo disarangkan, semua demi mencoba
membuai angan Anissa yang masih dilanda shock dan ketakutan yang
amat sangat.
Tangan Pak Bejo dengan mahir membuat gadis itu rileks dan mulai
pasrah pada tangan jahil sang pria tua. Nafas Anissa mulai berat,
walau pasti tidak mau mengakui, tapi gadis itu pasti mulai terangsang.
Kali ini Pak Bejo menarik tangan dan menjelajah masuk ke perut
Anissa dari bagian bawah pakaian yang dikenakan dara cantik itu.
Sentuhan lembut Pak Bejo mau tidak mau membuat Anissa merinding,
pria tua itu bisa merasakan gelinjang tubuh Anis ketika tangannya
bergerak ke atas menuju ke buah dada sang dara yang ranum. Gadis
itu menatap Pak Bejo dengan mulut terbuka kecil dan mata yang
menerawang entah ke mana.
Mengetahui Anissa sudah mulai terangsang, Pak Bejo memberanikan
diri menyingkap baju dan BH gadis muda itu. Sekejap saja, gundukan
payudara sentosa sang dara menyambut dinginnya malam dan siap
dinikmati oleh sang pria tua. Pak Bejo mengusap dan meremas
payudara Anis, membuat gadis itu menjerit lirih karena tak kuat
menahan nafsu.
"Ouuughhh..." desah Anissa lirih ketika puting susunya dipermainkan
lidah Pak Bejo.
Kecupan demi kecupan membuat Anissa yang masih minim
pengalaman bercinta menjadi merem melek menahan diri agar tidak
terangsang.
"Aheemm... haaahhh... ahhh..." erangan sensual Anissa terdengar sangat
erotis bagi Pak Bejo, ia menggigit puting payudara gadis itu dengan
gigitan kecil dan meninggalkan cupang di balon buah dadanya.
Kepasrahan Anissa membuat Pak Bejo dengan bebas melucuti satu
demi satu pakaian yang dikenakan gadis itu. Sesuai dengan namanya,
Pak Bejo adalah orang yang 'bejo' atau beruntung. Ia menjadi orang
pertama yang menikmati keindahan utuh tubuh seksi sang gadis muda
rupawan ini. Akhirnya kedua sosok berlainan jenis itu bertelanjang
bulat.
"Benar-benar bidadari turun dari langit." Walaupun hanya diterangi
oleh lampu darurat, tapi setiap lekuk keindahan tubuh Anissa bisa
terlihat jelas oleh Pak Bejo. Pria tua itu menundukkan kepala dan
mendekatkan bibirnya ke bibir Anis. dengan satu sapuan, bibir mereka
saling bersentuhan. Bibir mungil yang ranum, basah dan sensual.
Dengan penuh nafsu, Pak Bejo melumat bibir Anis.
Pak Bejo memaksakan lidahnya masuk ke mulut Anissa, sementara
tangannya menarik tangan Anis dan memaksanya memegang kemaluan
Pak Bejo yang sudah mengeras seperti batang kayu. Gadis polos itu
hanya diam saja dan menurut perintah Pak Bejo, ia sangat takut pada
pria tua yang nekat itu.
Tiba-tiba saja Pak Bejo berdiri, setelah berdiri tegak di hadapan
Anissa, Pak Bejo menjambak rambut indah Anis supaya bangkit dari
posisi berbaring dan dengan kasar pria tua itu mendorong kepala
Anissa ke depan selangkangannya supaya wajah dara itu bisa
mendekat ke arah penisnya, Anissa meronta dan menolak, tapi Pak
Bejo mengunci tubuhnya dengan erat sehingga sang dara tidak bisa
bergerak banyak.
Anissa masih terus meronta hendak melawan ketika akhirnya, PLAKK!!
Satu tamparan mendarat di pipi mulusnya. Tamparan itu begitu keras
sehingga pipinya memerah dan air matanya meleleh seketika, Anis
tidak mengira Pak Bejo akan menyakitinya setelah beberapa saat
memperlakukannya dengan lembut.
"Kalau tidak mau mati kuperkosa sebaiknya kamu berlutut sekarang
juga dan melayani apa mauku!" Kata Pak Bejo tegas, kata-kata pria tua
itu diucapkan pelan namun sangat menakutkan hati Anissa karena
penuh ancaman. Mata gadis itu berlinang air mata dan tubuhnya
merinding karena tidak tahu harus berbuat apa. Melihat Anissa
kebingungan, Pak Bejo malah terangsang, akhirnya penis Pak Bejo
berdiri tegak tepat di hadapan sang dara, ukurannya yang besar
mengagetkan Anis.
"Berlutut, kulum kontolku." Perintah Pak Bejo pada gadis yang sedang
ketakutan itu.
Walaupun masih perawan, tapi Anissa sudah pernah menyepong penis
Dodit, itupun karena Anissa yakin Dodit adalah pria yang kelak akan
menikahinya sehingga Anissa mau melayani sang kekasih beroral-
seks. Dodit yang baik juga menahan diri dengan tidak melanjutkan
petting dan foreplay mereka sampai ke tahap penetrasi. Satu-satunya
penis milik seorang laki-laki yang pernah dilihat oleh Anissa adalah
milik Dodit, tapi kini dia menatap satu kontol besar yang ukurannya
melebihi milik sang kekasih, perasaannya bercampur antara kalut dan
takjub. Tangan Pak Bejo yang sudah tak sabar membimbing Anissa
menggenggam kemaluannya.
"Ampuuun... jangan paksa saya, pak... jangan... ter-terlalu besar..."
rengek Anissa tanpa dihiraukan oleh Pak Bejo. Tangannya yang halus
tanpa cacat menggenggam batang kemaluan sang pria tua dengan
ragu-ragu.
Setelah menunggu lama tanpa ada reaksi dari Anissa, dengan jengkel
Pak Bejo menampar lagi pipi Anissa yang tadi sudah memerah. Pria itu
memang sangat kasar dan memuakkan, dia semena-mena menyakiti
gadis muda yang tak berdaya. Anissa jatuh terjerembab karena
tamparan Pak Bejo, wajahnya kian sembab membiru karena terus
dihajar.
"Sudah ditampar masih berani melawan! Kalau tidak mau kubunuh
sebaiknya cepat kau kulum kontolku!!"
Tangis Anissa makin menjadi, dia meringkuk di bawah dan tidak mau
berdiri, tapi setelah Pak Bejo mengancam dengan mengangkat
tangannya, Anissa buru-buru berlutut dan meraih kembali penis Pak
Bejo yang tadi ia lepaskan dan meletakkan batang kontol itu tepat di
depan mulutnya. Anis masih ragu-ragu hendak menyepong kemaluan
Pak Bejo.
"CEPAT!" kembali Pak Bejo membentak.
Dengan nakal pria tua itu mendorong pinggulnya ke depan sehingga
kemaluannya berulang kali menyentuh wajah Anissa. Gadis muda yang
cantik itu terpaksa menahan tangis dan membuka mulut dengan berat
hati. Pak Bejo tertawa-tawa dengan sadis sambil menyorongkan
kemaluannya pada gadis jelita itu.
"Nah... begitu... baru... anak... baik..." kata-kata Pak Bejo terpatah-patah
karena merasakan enaknya disepong gadis secantik Anissa. Mulut Anis
yang mungil menerima sodokan demi sodokan kemaluan Pak Bejo.
Dengan lembut Pak Bejo mengelus-elus rambut Anissa.
"Jilati batangnya... anak manis..." kata sang pria bejat sembari menahan
kepala Anissa dan menarik penisnya dari mulut gadis itu. Walaupun
malu dan ragu, Anissa terpaksa membiarkan lidahnya menari di batang
kemaluan Pak Bejo. Beberapa saat kemudian, kembali Pak Bejo
menahan kepala Anis dan memasukkan ujung gundulnya ke mulutnya.
Sedikit demi sedikit Anissa mulai diajari cara menyepong oleh pria
bejat itu, beberapa kali Anissa tersedak ketika penis Pak Bejo
menyodok hingga ujung. Pria tua itu hanya tertawa melihat
penderitaan Anissa.
"Sudah ya, Pak? Saya sudah capek... saya mohon... kasihan ..." pinta
Anissa memohon ampun. Air matanya deras mengalir, tapi Pak Bejo
menatapnya galak. Dengan kasar dijambaknya rambut Anis sehingga
mereka saling bertatapan.
"Aku yang bilang kapan harus berhenti." Geram sang pria tua
mengancam Anissa, ia mengambil kembali pisau lipatnya yang tadi ia
simpan di dalam saku baju. Gadis cantik itu menggigil ketakutan dan
mengangguk pasrah.
"Sekarang, berbaringlah menghadap ke bawah." Perintah Pak Bejo
sambil memasukkan kembali pisau lipat yang ia gunakan untuk
mengancam Anis kembali ke saku.
Dengan hati-hati Anissa berbaring, walaupun sudah beralaskan kertas
koran, berbaring di atas rumput di alam bebas membuat tubuh Anissa
menggigil kedinginan, apalagi dengan posisi menelungkup. Dengan
berani Pak Bejo mengangkangi tubuh Anissa, kakinya yang besar dan
penuh bulu mengempit sisi kanan kiri paha Anissa. Lalu tangan pria
tua itupun mulai bergerilya dan meraba tubuh si cantik, perlahan sekali
ia menikmati setiap jengkal tubuh telanjang Anissa yang memang
sangat seksi. Gadis itu terhenyak ketika merasakan tangan jahil Pak
Bejo masuk ke sisi bawah lengan dan meremas payudaranya yang
empuk.
"Pak Bejo! Sudah Pak! Jangan diteruskan! Aku mohon...!"
Pria tua itu hanya tertawa dan menarik tangannya dari payudara
Anissa, tapi ia tidak berhenti begitu saja, Pak Bejo beralih ke kaki
jenjang si jelita dan mengelus-elusnya penuh nafsu birahi. Makin lama
tangan Pak Bejo makin naik, dari betis ke paha. Anissa berusaha
menutup kaki agar Pak Bejo tidak bisa dengan mudah meraba bagian
dalam pahanya, tapi pria itu lebih kuat dan membuka lebar-lebar paha
Anissa. Elusan tangan Pak Bejo makin lama makin naik ke atas ke arah
selangkangan Anissa sampai akhirnya dengan nekat pria tua itu
menyentuh bibir vagina sang dara.
Anissa menjerit tertahan, merasakan sentuhan tangan pria yang lebih
pantas menjadi ayah atau kakeknya itu meraba-raba bagian tubuhnya
yang paling sensitif. Pak Bejo menangkupkan tangan di atas memek
Anissa.
"Jangan!" keluh Anissa tanpa daya, ia berusaha meronta kembali, tapi
Pak Bejo sudah siap, tubuhnya menubruk Anissa hingga gadis itu tak
berdaya dalam pelukannya.
Terjebak di bawah tubuh pria tua berotak busuk seperti Pak Bejo,
Anissa bagaikan seekor kijang muda yang takluk dalam sergapan
seekor singa lapar. Gadis muda yang jelita itu harus memutar
kepalanya ke kiri kanan hanya untuk bisa menarik nafas yang berat
karena seluruh tubuhnya ditekan ke bawah. Anissa meneteskan air
mata pasrah ketika merasakan tangan Pak Bejo beraksi dengan berani
mengelus-elus bibir memek Anissa. Gadis itu mulai sesunggukan dan
menangis tersedu-sedu, tapi Pak Bejo tak mau berhenti, tangan pria
tua itu malah masuk ke dalam bibir memek Anissa dan merogohnya
bagai kantong mainan.
"Hebaaat! Rapet banget! Siapa sangka? Tubuhnya seksi, wajahnya
cantik seperti bintang sinetron, tapi memeknya masih rapet dan
orisinil. Ini baru namanya perawan!" Pak Bejo menarik tangannya dari
dalam memek Anissa. "Dengan tubuh indahmu itu, kamu pasti
berharga mahal kalau mau jadi pelacur. Siapa tahu dapat langganan
anggota DPR, mau?"
Anissa menjerit marah karena merasa dipermalukan, kembali ia
meronta, tapi kali ini Pak Bejo melawan dengan mengeluarkan senjata
andalannya. Pak Bejo menempelkan penisnya di antara selat dua
bokong indah Anissa. Gadis itu menjejakkan kakinya dengan panik, ia
tahu sebentar lagi pria tua busuk itu pasti hendak memperkosanya!
Tubuh Pak Bejo terlalu berat dan kuat, Anissa tak bisa melawan
kehendak sang pria tua yang sudah tertelan nafsu birahi liar.
Kemaluan Pak Bejo yang besar dan tegang menyelip di antara paha
mulus Anissa.
"Jangan, Pak... jangan..." lemas suara Anissa memohon.
"Ssst... kamu menurut saja, ya manis. Pasti enak kok." Jawab Pak Bejo
tanpa belas kasihan. "Aku ingin jadi orang pertama yang merasakan
lezatnya memekmu."
Pak Bejo menggesek-gesekkan kemaluannya di celah bukit bokong
Anissa, ia dibuat merem melek oleh pantat bulat seksi milik gadis
muda itu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, pantat Anissa menerima
sentuhan langsung penis menegang milik seorang pria, sayang pria
itu bukanlah calon suaminya. Gadis itu tersengal-sengal karena
didorong maju mundur oleh Pak Bejo, ia sangat berharap Pak Bejo
kelelahan dan mengurungkan niat memperkosa dirinya.
"Teruuuus... terussss..." Pak Bejo merem melek keenakan.
Setelah beberapa saat lamanya keenakan menggesekkan penis di
belahan pantat Anis, Pak Bejo membalik tubuh gadis itu sehingga
wajah mereka saling berhadapan. Pak Bejo mencium bibir mungil
Anissa sementara tangannya bergerilya meremasi buah dada sang dara
jelita. Tubuh gemuk besar Pak Bejo menindih tubuh mungil Anis di
bawah langit malam terang, udara dingin berhembus menerpa kedua
tubuh telanjang yang bermandikan keringat.
Pak Bejo menarik puting payudara Anissa dengan gigi dan
menggigitinya kecil-kecil, ia juga mencupang balon buah dada gadis
itu hingga membekas merah. Ketika gadis itu lengah, Pak Bejo
menempatkan kemaluannya di mulut vagina Anissa sebelum dara
cantik itu sadar apa yang akan segera dilakukan oleh sang pria tua
bejat.
"Jangan Pak! Jangaaaaaaan!!!" rengek Anissa mencoba menghalangi
Pak Bejo mengambil miliknya yang sangat berharga dan tak
tergantikan itu. Tapi Pak Bejo jauh lebih kuat dan nafsu birahinya
sudah sampai ke ujung ubun, Anis tak berdaya dalam pelukan Pak
Bejo. Rengekan mohon ampun dari Anis malah semakin membuat Pak
Bejo bernafsu, ia menyiapkan penisnya untuk melakukan tugas yang
paling menyenangkan, merenggut kegadisan Anissa.
Pak Bejo bertanya-tanya dalam hati, benarkah gadis ini masih
perawan? Hanya ada satu jalan untuk membuktikannya. Pak Bejo
mengangkat tubuh dan melesakkan kemaluannya ke dalam memek
Anissa dengan sekuat tenaga. Karena kerasnya usaha Pak Bejo,
akhirnya bobol juga pertahanan terakhir Anissa. Pria pertama yang
berhasil mencicipi madu kenikmatan dari kegadisannya bukanlah Dodit
yang diharapkan menjadi suaminya, melainkan seorang pria tua bejat
bernama Bejo Suharso.
"Jangaaan!! Kumohon, Pak Bejo! Sudah! Sudaaaah!!" Anissa meronta
dan memukuli Pak Bejo sekuat tenaga, tapi mantan preman itu jauh
lebih kuat daripada sang gadis muda. Karena jengkel, Pak Bejo
menampar gadis itu di pipi kanan dan kiri. Saat itulah Anissa berhasil
ditundukkan.
Anissa mendengar lenguhan Pak Bejo yang mulai melesakkan penisnya
pelan-pelan, "Duuuh... enaknya memek kamu, Non Anis. Rapet banget!
Wah, beneran nih Non Anis masih perawan!"
Kemaluan Pak Bejo maju sedikit demi sedikit, Anissa memejamkan
mata ketika merasakan ujung gundul penis pria tua itu mulai melesak
masuk melewati bibir vaginanya. Anissa ingin menjerit tapi tenaganya
sudah habis, batang kemaluan Pak Bejo masuk ke dalam liang rahim
Anissa dengan lembut. Gadis jelita itu hanya bisa pasrah dan
menangis sesunggukan tanpa daya.
"Jangan..." bisik Anissa memohon ampun untuk yang terakhir kali
sebelum Pak Bejo mengambil miliknya yang paling berharga. Calon
pengantin itu mengerang ketakutan dan kesakitan namun tak berdaya,
ia tak bisa mempertahankan diri dan gagal menahan serangan pria tua
menjijikkan yang menginginkan kesuciannya ini. Jika Pak Bejo berhasil
mendapatkan keperawanannya, maka Anissa akan kehilangan Dodit.
Anissa tahu dia akan menjadi gadis kotor yang tidak lagi pantas
menjadi istri kekasihnya itu. Pernikahan mereka terancam berantakan.
"Ahhhhhhhhh!!" jerit Anissa setengah berteriak ketika seluruh batang
kemaluan Pak Bejo berhasil menembus masuk ke dalam memeknya,
selaput daranya berhasil disobek. Pak Bejo menikmati tiap detik
kenikmatan memerawani Anissa.
"Wow, surprise! Non Anissa bener-bener masih perawan!" teriak Pak
Bejo sambil tertawa puas, ia bahagia menjadi orang pertama yang
memasuki liang kewanitaan Anissa dan menembus selaput daranya.
Merasakan kenikmatan luar biasa menjadi pembobol keperawanan
Anissa yang sebentar lagi akan menikah itu, Pak Bejo menyetubuhinya
tanpa ampun. Ia menusukkan kemaluannya ke dalam vagina Anissa
yang terbaring tak berdaya di bawahnya. Gadis itu tak henti menggigil
sambil bergetar dan menangis sesunggukan. Pak Bejo menatap mata
Anissa lekat-lekat dan tertawa terbahak. "Nggak nyangka sama sekali,
di jaman seperti sekarang masih ada cewek yang mempertahankan
keperawanannya sebelum menikah. Tadinya saya pikir Non Anis sudah
berkali-kali ditiduri Mas Dodit. Sayang sekali dia tidak berani
melakukannya, tentunya sekarang Non Anis akan mengingat saya
seumur hidup ya, cinta pertama memang tak akan terlupakan, ha ha
ha."
Anissa kembali menjerit-jerit karena tak rela dirinya diperawani pria
sebejat Pak Bejo. Pria tua itu hanya tertawa terbahak melihat gadis itu
mencoba meronta. Gerakannya malah justru membuat gairah birahi Pak
Bejo melejit tak tertahan.
"Ahh... enakgh... enak sekali... ahhh memekmu top banget, Non Anis!"
kata pria tua sambil merendahkan martabat gadis yang tengah
diperkosanya dengan mengeluar masukkan penisnya sekuat tenaga.
"Ohhhh... ampuuuun! Ampuuuun, Pak! Sudaaaah! Cukuppp! Ahhhh!
Ehhhmm...!!" rintihan suara Anissa bercampur antara rasa sakit dan
nikmat, sangat menyenangkan di telinga Pak Bejo yang terus
menggenjot kemaluannya.
"Gadis cantik seperti kamu memang harus diperlakukan seperti ini...
unghhh... enak banget memek kamu, Non Anis... ungh... ungh... ungh..."
Pak Bejo merem melek merasakan sempitnya kemaluan gadis yang ada
di pelukannya.
Anissa menyeringai menahan sakit ketika penis Pak Bejo berulang-
ulang menjejal di dalam liang rahimnya, air mata Anis menetes tak
tertahan. Pak Bejo tak kunjung usai, ia menarik paha si cantik dan
menumbukkan kemaluannya sampai ke ujung leher rahim, sangat
menyakitkan bagi Anissa yang baru pertama kali ini bersetubuh
dengan seorang lelaki. Belum cukup rasa sakit ditimbulkan oleh Pak
Bejo, pria tua menjijikkan itu juga meremas-remas payudara Anissa
dengan ganas.
"Aduuuhh... sakit! Sakit! Ampuuun..." rintih Anissa tanpa henti
sementara Pak Bejo menyetubuhinya dengan berbagai macam gaya.
Pria tua itu tidak puas hanya dengan posisi misionaris biasa, ia
menarik Anissa dan menyetubuhi dari belakang dengan gaya doggie-
style. Berkali-kali Anissa merengek minta ampun ketika Pak Bejo
menjambak rambutnya hingga wajah gadis itu mendongak menatap ke
atas. Karena waktunya sempit, Pak Bejo tidak bisa terlalu banyak
melakukan eksperimen posisi, tapi dia merasa puas merasakan memek
Anissa yang masih sangat rapat hingga penisnya terasa sangat enak di
dalam memek gadis itu. Tidak hanya asyik melesakkan penisnya keluar
masuk memek Anissa, Pak Bejo juga menggigiti pundak dan menciumi
leher gadis itu sementara tangannya asyik meremas-remas buah dada
si cantik.
"Aduuuh! Aduuuh! Aku tidak tahaaan lagiiii!!" erang Pak Bejo setengah
berteriak. Sesaat kemudian Anissa merasakan ujung gundul penis Pak
Bejo seperti membengkak dan berdenyut di dalam liang kewanitaannya.
Tiba-tiba saja terpancar cairan hangat yang keluar dari ujung penis
Pak Bejo, kemaluan Anissa dipenuhi oleh air mani pria tua bejat itu.
Setelah hampir satu jam Pak Bejo menyetubuhi Anissa dengan kejam,
diapun menyemprotkan air maninya di dalam liang rahim sang gadis
manis yang sudah direnggut kesuciannya itu.
Bukannya takut dilaporkan pihak yang berwajib karena telah
memperkosa calon istri orang, Pak Bejo malah berharap ia bisa
menghamili Anis. Pak Bejo tetap mendiamkan penisnya berada di
dalam memek Anis untuk beberapa saat lamanya, sementara gadis itu
terdiam tak berdaya di bawah pelukan sang pria tua. Setelah beberapa
menit mereka beristirahat, Pak Bejo melepaskan penisnya dari dalam
vagina Anis. Pak Bejo menangkup selangkangan Anis dengan nakal
dan terkekeh menghina.
"Memang paling enak acara belah duren." Pak Bejo menggesekkan
penisnya di dada ranum dan wajah cantik Anissa tanpa rasa dosa.
"Dengarkan baik-baik, anak manis. Ada baiknya kejadian ini tidak kau
sebarkan ke semua orang. Aku punya banyak kawan di luar sana, jadi
seandainya kau lapor polisi atau membacot pada Mas Hendra, Mbak
Alya atau Mas Dodit dan yang lainnya, siap-siap saja. Tidak hanya
menyiksamu, aku juga akan meminta orang menghabisi Mas Doditmu
tercinta itu! Paham?!"
Anissa mengangguk lemah tak berdaya.
Puas mempermalukan dan mengancam Anissa, dengan santai Pak Bejo
membersihkan dirinya dengan tissue yang ia ambil dari saku kantong
celana, ia melemparkan beberapa helai tissue pada Anissa yang masih
sesunggukan dan meringkuk tak berdaya. Pak Bejo dengan senyum
puas membersihkan penisnya yang belepotan air mani bercampur
darah perawan Anissa. Ia puas sekali bisa mendapatkan seorang gadis
yang cantik dan seksi apalagi masih perawan seperti Anissa, ia merasa
jauh lebih muda setelah meneguk kenikmatan sejati seorang gadis
perawan.
Beberapa saat kemudian, mereka kembali ke mobil yang diparkir di tepi
jalan.
Sementara Pak Bejo merasa puas dan merokok di kursi depan, Anis
menangis terisak-isak di kursi belakang. Tubuh gadis itu terasa berat
dan lemas sampai-sampai ia tak mampu bergerak. Anissa tahu, pasti
orang tua sinting ini akan mengulangi lagi perbuatannya kapanpun ia
mau. Anissa tidak bisa melaporkannya ke pihak yang berwajib karena
Pak Bejo adalah orang yang sangat kasar dan berani melakukan setiap
ancamannya, ia takut Pak Bejo akan melukai dirinya, keluarga Mas
Hendra atau bahkan Dodit. Anissa tidak mau itu terjadi, dia juga tidak
ingin melapor ke polisi karena merasa malu sudah ternoda, seumur
hidup Anissa ingin memberikan yang terbaik pada suaminya yang sah,
ternyata, mendekati hari-hari pernikahannya, ia malah kehilangan
kesuciannya karena diperkosa oleh seorang pria tua bajingan.
Hampir dua jam kemudian baru mereka pulang. Ketika berpindah dari
belakang ke kursi depan, Anissa berjalan dengan sedikit timpang,
tentunya karena selangkangannya terasa sangat sakit. Pak Bejo
terkekeh menatap nyeri yang dialami korbannya. Ia sangat puas
menjadi orang pertama yang bisa meraih kenikmatan vagina Anissa.
###
Anissa terbangun dengan badan kaku dan linu. Matahari menembus ke
dalam kamar dengan sinar tipis yang menyeruak melalui sela-sela kain
gorden jendela dan lubang angin di atasnya. Gadis muda itu menguap,
dia kecapekan, seluruh tubuhnya terasa remuk. Ketika melirik ke arah
jam dinding, Anis baru sadar kalau ternyata hari sudah siang.
Kaca besar yang berada di meja rias menyadarkan Anissa. Wajahnya
sembab dan membekas biru, kelopak matanya sayu dan berkantung
tebal. Peristiwa semalam mengagetkan Anissa seperti kilat menyambar,
semalam ia diperkosa! Ia telah diperkosa! Ia bukan perawan lagi! Ia
sudah diperkosa!
Anissa menggeleng, ia tidak mau menerima kenyataan ini... ia tidak
mau... ini semua hanya mimpi, pasti hanya mimpi. Buru-buru gadis itu
menyibakkan selimut dan memeriksa bagian selangkangannya. Ada
rasa gatal yang hangat di bagian lekuk selangkangan yang terasa
aneh, Anissa meneteskan air mata lagi, ia tidak mau menerima
kenyataan yang pahit ini. Ia tidak mau menerimanya. Detik demi detik
yang berlalu semalam kembali terulang dalam benak Anissa, akhirnya
ia sadar sepenuhnya. Semalam, ia telah ditiduri Pak Bejo. Ia telah
diperkosa oleh orang yang lebih pantas menjadi orang tuanya itu.
Anissa tidak bisa mempertahankan kegadisannya karena direnggut
seorang lelaki hina.
Dengan tubuh lemas lunglai, Anis berjalan tertatih menuju kamar
mandi. Bagian selangkangannya terasa panas dan perih, ia duduk di
toilet dan berusaha mengenyahkan semua kejadian semalam yang
berulang di benaknya bagaikan film yang diputar berkali-kali. Gadis itu
berusaha tabah dan menahan diri agar tidak menangis, tapi air
matanya tetap menetes membasahi pipi.
Anissa duduk terdiam di toilet dengan pikiran yang melayang jauh.
Entah apa yang sedang dilamunkan gadis malang itu.
Ia tidak ingin berjumpa dengan siapapun saat ini, tidak juga Dodit.
Karena ia tahu, kisah penderitaannya belumlah usai, justru baru akan
dimulai.
###
Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
BAGIAN ENAM
TAMAT

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.