Kamis, 19 Maret 2015

Ranjang yang Ternoda 5

BAGIAN LIMA
KEJUTAN PRIA TUA
Oleh Pujangga Binal & Friends
Anissa Wibisono. Cantik. Seksi.
Pak Bejo geleng-geleng kepala dengan takjub, pria tua cabul itu
sedang asyik memotong rumput dan memperhatikan kegiatan Anis, Opi
dan Dodit yang sedang bermain-main di halaman rumah Hendra dan
Alya. Gadis muda itu mengenakan celana jeans pendek dan kaos tipis
yang bisa dibilang gagal menyembunyikan balon payudara pemiliknya
yang sempurna, BHnya yang berwarna merah jambu bisa terlihat dari
kejauhan karena diterawang sinar matahari.
Pak Bejo tersenyum sendiri saat menyaksikan buah dada Anissa
melonjak-lonjak ketika sedang berlarian bersama Opi. Payudara
sempurna itu mental ke atas dan ke bawah dengan mempesona,
membuat pria tua itu meneteskan air liur mesum. Belum lagi menatap
pantatnya yang hanya dibungkus celana jeans ketat yang ukurannya
sangat mungil. Kakinya yang jenjang begitu mulus dan seputih
pualam, ingin rasanya Pak Bejo mengelus paha indah milik Anissa.
Tubuh yang indah, seperti apa ya kira-kira tubuh itu kalau telanjang?
Pasti lebih menggiurkan lagi. Pasti segar rasanya menyetubuhi tubuh
gadis muda seperti Anissa. Pak Bejo terkekeh, sebentar lagi gadis itu
akan menikah, dia bertanya-tanya apakah Anis masih perawan atau
tidak, mungkin perlu ditest dulu sebelum menikah. Pak Bejo terkekeh
mesum.
Mungkin sedang beruntung, tiba-tiba saja Anissa membungkukkan
badan menghadap ke arah Pak Bejo ketika sedang bermain bersama
Opi. Bagian atas kaosnya yang longgar memberikan kesempatan pada
Pak Bejo untuk menikmati belahan dada gadis muda itu.
"Wah, wah, pagi-pagi sudah disuguhi susu non Anis. Enak enak enak.
Putih mulus, besar bulat, wah, pasti lezat sekali dijilati." Pak Bejo
mengecap lidah menatap keindahan belahan dada Anis yang bisa
dilihat jelas olehnya. "Lihat ginian saja aku ngaceng, apalagi kalau
pegang."
Tiba-tiba saja Anissa berbalik dan kali ini Pak Bejo disuguhi
keindahan bulat pantatnya yang juga sempurna. Bokong gadis itu
begitu indah menopang kedua kaki jenjangnya, menyeruak ke atas
seakan minta dielus seseorang.
"Kalau sampai tidak bisa menjejalkan kontolku ke dalam anus Anissa,
namaku bukan Bejo Suharso!" batin Pak Bejo sambil pelan mengelus
kemaluannya yang kian membesar. "Akan kubelah memek dan anusnya
sampai gadis itu tidak bisa lagi berdiri tegak!"
"Ayo, semuanya! Sarapan dulu!" panggil Bu Bejo dari dalam rumah,
menghancurkan lamunan suaminya yang cabul.
###
Air hangat yang menyegarkan seluruh badan Alya yang terasa pegal
membuatnya rileks. Gelembung sabun yang meletup-letup seakan
mengingatkan Alya pada permainan cintanya yang panas dengan
tetangganya yang cabul, Pak Bejo. Ketika menyabuni kakinya yang
panjang dan jenjang, Alya berusaha keras untuk tidak bermain-main
dengan kemaluannya, dia membuang jauh-jauh semua birahi yang
setiap saat dikobarkan oleh Pak Bejo. Wanita cantik itu bersungut dan
memaki pria tua itu dalam hati, Pak Bejo telah membangkitkan gairah
seksual liar di dalam dirinya dan karenanya Alya membenci pria tua itu
setengah mati. Alya hanyalah seorang wanita lemah yang dimanfaatkan
dan tidak bisa melepaskan diri dari cengkramannya. Alya beruntung
karena kehadiran Anissa dan Dodit membuat Pak Bejo sedikit menarik
diri karena tidak bisa diam-diam mendekatinya.
"Mandinya enak, manis?" tiba-tiba saja sesosok tubuh yang sangat ia
kenal hadir di hadapan Alya tanpa diundang.
"Pak Bejo?!" Alya yang kaget spontan menutup dadanya dan
menenggelamkan diri di dalam bak mandi. Hal yang sebenarnya tidak
perlu dilakukan karena pria tua itu toh sudah pernah melihatnya
telanjang berulang kali.
"Pak Bejo!" teriak Alya lagi ketika Pak Bejo membuka celananya.
Batang kemaluannya yang besar dan keras dikeluarkan dari dalam
celana dan pria menjijikkan itu kemudian kencing sembarangan. Alya
panik namun tidak bisa berbuat apa-apa, bagaimana mungkin laki-laki
ini bisa masuk ke kamar mandi pribadinya? Alya yakin sekali dia sudah
mengunci pintu kamar, jangan-jangan Pak Bejo sudah menduplikat
kunci semua pintu di rumah ini? Ketegangan Alya memuncak karena
Hendra belum berangkat kerja dan masih sarapan di belakang bersama
Anissa, Dodit dan Opi. Alya tidak tahu di mana Bu Bejo berada,
mungkin sedang bersih-bersih. Walaupun marah, pandangan Alya
langsung terpatri pada kemaluan Pak Bejo yang memang besar itu.
"Kamu kangen sama kontolku, manis?" Pak Bejo tersenyum meringis.
"Pak Bejo sudah gila? Mas Hendra ada di belakang! Anissa! Dodit! Opi!
Bu Bejo! Kalau sampai ketahuan Pak Bejo masuk kemari..."
"Santai saja, Mbak Alya. Suamimu memang masih di belakang dan aku
memang tidak berencana lama-lama di sini. Aku hanya mampir untuk
memastikan tubuhmu masih seindah beberapa malam yang lalu. Aku
kangen sekali sama kamu." Pak Bejo dengan santai mendekati Alya
dan duduk di tepian bak mandi tanpa menaikkan lagi celananya. Dia
membiarkan saja kemaluannya tergantung di hadapan Alya.
"Aku ingin mandi tanpa diganggu, Pak. Silahkan meninggalkan kamar
mandiku sebelum aku berteriak."
"Ha ha ha. Beraninya kamu mengancamku, manis. Untung saja hari ini
aku sedang tidak mood menamparmu, jadi kamu selamat, tidak perlu
kerepotan lagi menyembunyikan lebam di wajahmu dengan bedak.
Jangan khawatir, aku tidak akan lama."
Pak Bejo memiringkan tubuhnya ke dalam bak mandi, tangannya yang
kasar menarik leher Alya supaya lebih maju ke depan. Dengan hati-hati
Pak Bejo menarik tubuh Alya dan mendekatkan kepala mereka. Bibir
Pak Bejo segera mencumbu bibir Alya, lidah pria tua itu tidak kesulitan
menyeruak masuk ke dalam rongga mulut Alya. Sambil melenguh lirih,
Alya menerima ciuman Pak Bejo dan memejamkan mata. Alya
beruntung ciuman itu tidak berlangsung lama, Pak Bejo melepaskan
Alya kembali ke dalam bak mandi.
"Pak Bejo sudah gila! Nekat! Bagaimana kalau sampai ada yang tahu
Pak Bejo masuk ke kamar mandiku?!"
"Aku sudah bosan main di belakang terus. Aku ingin bisa menidurimu
siang malam tanpa khawatir, soalnya tubuhmu yang seksi itu benar-
benar membuatku blingsatan tidak bisa tidur."
"Dasar cabul!"
"Setelah apa yang Mas Hendra dan Mbak Alya lakukan dengan
membantu aku dan Bu Bejo sekeluarga, tentunya aku bertekad untuk
mengembalikan semua bantuan itu tanpa pamrih pada kalian."
"Apa maksud Pak Bejo?"
"Tak lama lagi aku pasti bisa menidurimu tiap kali aku mau tanpa
harus menunggu suamimu pergi bekerja atau tertidur lelap." Bisik Pak
Bejo mesra di telinga Alya. "Kenikmatan yang kau rasakan akan
menjadi seratus persen murni berasal dariku dan memekmu yang lezat
itu akan melupakan penis Hendra yang kecil dan tak bisa lepas dari
kontolku ini."
"KELUAR! KELUAR SEKARANG JUGA!" bentak Alya. Dia berusaha keras
menahan suara agar tidak ada mendengar keributan di kamar mandi ini.
Selain kemarahannya memuncak, ibu muda yang panik itu juga tidak
ingin skandalnya dengan pria mesum ini terkuak karena ulahnya yang
berengsek dan nekat.
Pak Bejo tertawa-tawa, sambil membenahi celananya dia keluar
dengan lagak sombong, dia merasa sudah berhasil menaklukan Alya
yang jelita dan diidolakan banyak orang, dia pantas untuk sombong.
Setelah Pak Bejo meninggalkan kamar mandi dan menutup pintu, Alya
berulang kali membenamkan kepalanya ke dalam air. "Pria tua mesum
itu makin tak terkendali. Nekat sekali dia masuk kemari dan
menciumku..." batin Alya.
###
Dengan gelisah Dina menunggu panggilan.
Sudah hampir setengah jam ia menunggu panggilan Pak Pramono.
Entah apa maksud pria tua itu memanggilnya ke kantor. Dina punya
cukup alasan untuk gelisah, dia baru saja bertemu dengan beberapa
orang teman Anton dan menurut mereka suaminya itu sudah
menghilang sejak pagi tadi. Mereka memperkirakan, itulah alasannya
Pak Pram memanggil Dina ke kantor, dengan karir yang makin
tersendat sungguh tidak bijaksana bagi Anton kalau tiba-tiba saja dia
memutuskan untuk pergi tanpa pamit.
Mungkin saja Anton tiba-tiba kalut setelah mengetahui skandal
finansial yang dilakukan olehnya telah menimbulkan kerugian besar
bagi perusahaan. Tanpa mengetahui perjanjian rahasia yang dilakukan
oleh Dina dan Pak Pram, Anton lantas melarikan diri entah kemana.
Dina takut Pak Pramono mengingkari perjanjian yang sudah mereka
sepakati, Dina bersedia diapakan saja oleh Pak Pram asal mengampuni
kesalahan suaminya. Seharian ini Dina tidak bisa menghubungi telpon
genggam sang suami, kekhawatirannya makin memuncak ketika Pak
Pramono kemudian juga menghubunginya lewat sms. Tapi pesan sms
dari Pak Pramono di hp Dina sudah jelas mengatakan kalau dia
memanggilnya karena 'alasan' lain. Untuk kesekian kalinya, dia harus
melayani nafsu pria biadab itu.
Sekretaris Pak Pram sudah meninggalkan ruangan sejak istirahat
makan siang, seorang satpam yang tadinya berada di lantai atas juga
sudah turun ke lantai bawah, Dina hanya sendirian saja menunggu
panggilan Pak Pramono di ruang tunggu kantornya. Ruangan Pak Pram
yang eksklusif dan luas dan terletak di lantai atas gedung perkantoran
ternyata cukup sepi, di lantai ini hanya ada seorang satpam, seorang
sekretaris dan tentunya Pak Pram seorang. Saat ini, satpam dan
sekretarisnya sedang istirahat dan Dina harus menunggu sendiri. Dina
curiga, jangan-jangan satpam dan sekretaris Pak Pram itu memang
sengaja meninggalkannya seorang diri di sini.
"Ibu Dina, silahkan masuk." Terdengar suara entah dari mana dan pintu
masuk ke ruang pribadi Pak Pram terbuka.
Dengan langkah berani dan berusaha mempertahankan harga diri, Dina
masuk ke dalam. Pak Pram rupanya sedang berbincang-bincang
dengan seorang laki-laki yang sudah terlihat sangat tua dan keriput.
Walaupun begitu, terlihat binar mata ceria berkilat di mata lelaki tua
itu.
"Ibu Dina, kenalkan ini Pak Bambang Haryanto.", kata Pak Pramono
sambil mengenalkan sosok kakek tua di sebelahnya. Entah kenapa Pak
Pramono tidak memanggil Dina dengan sebutan 'mbak' seperti biasa.
"Pak Bambang, wanita cantik ini adalah Ibu Dina Febrianti, istri dari
salah satu pegawai saya, Pak Anton Hartono."
"Oh, Anton yang itu." suara Pak Bambang terdengar berat dan serak,
sangat tidak enak didengar. Dari nada kalimat yang diucapkannya, Dina
menduga Pak Bambang mengetahui kejadian penggelapan uang
perusahaan yang dilakukan oleh Anton suaminya. Pasti mereka ingin
menanyakan keberadaan suaminya yang sejak pagi tadi menghilang.
Dina mulai ketakutan.
Dina segera menyalami Pak Bambang. Sepertinya Pak Pramono sangat
menaruh hormat kepada kakek tua ini. Rambut di kepala Pak Bambang
sudah beruban, putih semua. Wajahnya sudah keriput dan alisnya yang
tebal panjang juga sudah memutih, sekilas penampilannya
mengingatkan pada presiden kita yang kedua. Tubuh Pak Bambang
lebih pendek dari Pak Pram, bahkan lebih pendek dari Dina. Hanya saja
tubuh Pak Bambang jauh lebih gemuk sehingga terlihat sangat besar
dan mengintimidasi.
Kalau Pak Pramono walaupun sudah berusia di atas kepala lima tapi
masih terlihat gagah, sebaliknya dengan Pak Bambang. Kakek gemuk
ini mungkin sudah 70 tahun, wajahnya juga terlihat sangat tua dan
keriput, walaupun pada kenyataannya sangat sehat dan segar.
Berhubung tubuh Pak Bambang pendek, tentunya saat menyalaminya
Dina harus sedikit membungkuk supaya terlihat sopan. Saat
menegakkan badan, Dina melihat mata Pak Bambang nanar melihat
belahan dadanya yang indah dan tentunya terlihat jelas di hadapan
kakek tua itu. Wajah Dina memerah karena malu dan segera membenahi
cara berdirinya. Mata Pak Bambang tidak bergeming dan terus menatap
kedua buah dada Dina. Ibu rumah tangga yang cantik itu ingin
menyilangkan tangan di depan dada karena merasa sangat malu, tapi
pandangan mata galak dari Pak Pramono membuatnya mengurungkan
niat. Dia tidak mau membuat Pak Pramono marah.
Ketiga orang itu segera duduk di tempat masing-masing. Pak Pram
duduk di belakang meja kerjanya, sementara Dina dan Pak Bambang
duduk bersebelahan.
"Pak Bambang adalah pendiri dan direktur dari PT Sasana, salah satu
owner baru perusahaan ini.", kata Pak Pram. "Setelah suksesnya
pengambilalihan perusahaan melalui pembelian saham yang dilakukan
oleh PT Sasana serta merger dengan anak perusahaan lain yang akan
dilakukan sesegera mungkin, kami dari pihak perusahaan hendak
memberikan kenang-kenangan untuk Pak Bambang selaku pemegang
saham terbesar."
Entah kepada siapa Pak Pram menerangkan panjang lebar. Dina hanya
terdiam dan duduk dengan sopan. Pak Bambang terus saja mencuri-
curi pandang ke arah payudara montok wanita cantik di sebelahnya.
"Nah, Ibu Dina. Karena Pak Anton belum juga memberikan laporan
yang sangat penting dan amat kami butuhkan sehubungan dengan
pengambilalihan perusahaan oleh PT Sasana dan keberadaan Pak
Anton juga entah di mana saat ini, maka saya harapkan Ibu Dina
sebagai istri dari Pak Anton bersedia memberikan down payment
sekaligus kenang-kenangan pada Pak Bambang."
Perasaan Dina mulai tidak enak. Pak Pram menatapnya tajam.
Pandangan mata itu seakan-akan hendak mengatakan - jangan
berani-berani melawan -.
"Kita mulai saja pertemuan ini dengan membuka baju Ibu Dina. Saya
pribadi sangat menyukai pilihan baju yang Ibu Dina kenakan, tapi
kalau saya tidak salah, nampaknya Pak Bambang jauh lebih tertarik
pada isi yang ada di balik blus Ibu Dina. Silahkan blusnya dibuka
dulu."
Dina hampir pingsan. Dia tidak percaya apa yang dikatakan oleh Pak
Pram. Dia hendak menyerahkan tubuh Dina pada kakek tua pendek
menjijikkan ini? Benar-benar gila! Dina sudah siap berdiri dan
meninggalkan ruangan itu, namun dia segera teringat perjanjiannya
dengan Pak Pram dan tubuhnya pun langsung lemas. Selama Anton
masih belum didepak dari pekerjaan dan posisinya aman, maka Dina
masih harus melayani Pak Pram sampai dia bosan. Tidak ada gunanya
melawan, semua sudah terjadi dan harus dihadapi. Dina menundukkan
kepala sambil menahan air matanya agar tidak tumpah. Walaupun
terdesak Dina tidak ingin terlihat lemah di hadapan dua laki-laki tua
yang mesum ini.
Dengan tangan bergetar, Dina berusaha membuka kancing bajunya.
Sekilas Dina melirik pada Pak Bambang yang menatapnya penuh nafsu.
Karena dalam sms sebelumnya Dina dilarang mengenakan pakaian
dalam oleh Pak Pram, maka Dina sempat mampir ke kamar kecil di
lantai bawah untuk melepas pakaian dalamnya, dia sengaja
mengenakan pakaian yang sopan dan tertutup rapat sehingga tidak
menarik perhatian orang. Setelah dibuka seluruh kancing bajunya, Pak
Bambang bisa segera menikmati keindahan buah dada sempurna milik
Dina. Ibu rumah tangga yang cantik itu sengaja tidak segera melepas
blusnya dan beralih membuka roknya.
Pandangan mata Dina yang mulai berlinang air mata memohon ampun
pada Pak Pram, karena selain dilarang mengenakan BH, Dina juga
dilarang mengenakan celana dalam, seandainya roknya dilepas, Dina
akan langsung bugil di hadapan kedua orang ini, dia malu sekali. Tapi
pria tua itu tidak mengindahkan tatapan Dina. Dia bahkan bangkit,
menghampiri Dina dan membantu menarik resleting rok pendek istri
Anton itu. Dina beruntung karena rok yang ia kenakan sangat ketat
sehingga walaupun resletingnya sudah ditarik sampai ujung, tapi rok
itu tidak lepas. Pak Pram menahan diri untuk tidak menarik dan
melepas rok Dina, sebaliknya ibu rumah tangga itu panik dan berusaha
menahan rok serta blusnya agar tidak terlepas dan membuatnya
telanjang bulat di depan Pak Bambang.
"Nah. Nah. Begitu baru seksi. Anda setuju dengan saya, Pak
Bambang?"
Dina melirik ke arah kakek gemuk yang terkekeh-kekeh di sebelahnya.
Selain wajahnya yang menatap tubuh Dina lumat-lumat, dia juga
memperhatikan adanya tonjolan yang makin lama makin besar di
selangkangan Pak Bambang. Pandangan mata Pak Bambang beralih
dari dada ke kaki jenjang Dina, lalu ke paha dan tentunya
selangkangan si seksi itu. Pak Bambang nampaknya tidak terlalu
memperhatikan pertanyaan dari Pak Pram.
"Ibu Dina sayang, tolong antarkan Pak Bambang beristirahat di sofa
yang ada di samping sana." Kata Pak Pram sambil menunjuk sebuah
sofa panjang yang berada di dalam ruangan pribadi Pak Pram. "Temani
beliau duduk di dalam."
Pak Bambang terkekeh-kekeh lagi saat tangannya dibimbing oleh Dina
bak seorang jompo yang sudah tidak mampu berdiri dengan tegak.
Dina sendiri berusaha keras berada di belakang langkah Pak Bambang
sehingga kakek gemuk itu tidak bisa menyaksikan langsung
perjuangan kerasnya mempertahankan blus dan roknya agar tidak
melorot. Walaupun begitu, berkali-kali lengan Pak Bambang dengan
sengaja disenggolkan ke payudara Dina.
Setelah duduk di sofa dan disusul oleh Pak Pram, Dina duduk di
samping Pak Bambang. Saat duduk, salah satu bagian blus yang
dikenakan Dina melorot dan susu sebelah kanannya pun bisa dilihat
jelas oleh kedua laki-laki yang ada dalam ruangan. Dina hendak
membenahi bajunya tapi Pak Pram menggelengkan kepala sehingga
diurungkannya niatnya itu.
Dina tersentak saat tangan Pak Bambang meraih buah dadanya yang
terbuka. Dina bisa melihat kilau emas cincin kawin di jemari Pak
Bambang. Dina baru teringat kalau dia juga masih mengenakan cincin
kawinnya. Nama Anton terngiang berulang-ulang kali dalam benak
Dina, begitu pula nama kedua anaknya. Ini semua untuk keluarga. Dia
melakukan ini semua untuk keutuhan keluarga. Dina berusaha
menenangkan dirinya sendiri. Belum pernah seumur hidupnya Dina
membayangkan hal seperti ini akan menimpa dirinya.
Tangan Pak Bambang meremas-remas buah dada Dina dengan lembut
dan beralih ke payudara yang sebelah lagi. Karena merasa terganggu,
kakek bejat itu segera melepaskan blus yang dikenakan Dina. Setelah
melepaskan blus Dina, Pak Bambang segera meremas-remas kedua
payudara si cantik itu.
"Ibu Dina, tolong keluarkan kemaluan Pak Bambang agar tidak sesak di
dalam." Kata Pak Pram. "Sekalian digosok agar tidak kedingingan.
Ruangan ini ACnya dingin sekali."
Dina memejamkan mata dan berusaha tidak memikirkan apa yang saat
ini sedang dialaminya. Dengan tangan bergetar, Dina meraih sabuk
celana Pak Bambang dan membuka kaitannya. Setelah sabuk itu tidak
terkait lagi, Dina menarik resleting celana Pak Bambang ke bawah.
Dina memasukkan tangan ke dalam dan mencari batang zakar Pak
Bambang. Setelah beberapa kali mencari dengan grogi, Dina
menemukan penis Pak Bambang yang berada di balik celana dalamnya.
Dina membuka celana dengan tangan kiri dan menarik keluar penis Pak
Bambang dengan tangan kanannya.
Dina mengocok penis Pak Bambang dengan jemarinya yang lembut.
###
Hendra meninggalkan Anissa dan Dodit yang masih duduk di meja
makan sambil menonton TV. Setelah menelpon taksi, Hendra siap
berangkat kerja. Sudah beberapa hari ini Hendra tidak mengendarai
mobilnya sendiri.
"Bagaimana mobilnya, Mas Hendra? Sudah dibawa ke bengkel yang
saya sarankan?" tanya Pak Bejo yang tiba-tiba saja muncul dan
mengagetkan Hendra.
Hendra tersenyum, "Wah, sudah Pak. Bengkelnya bagus dan murah.
Nanti sore mobil saya sudah jadi, saya ambil sepulang kerja. Terima
kasih banyak buat rekomendasinya, Pak Bejo. Kalau tahu dari dulu ada
bengkel yang murah seperti itu pasti saya sudah langganan sejak
lama."
"Ah sama-sama, Mas. Saya kan juga sudah sering dibantu Mas
Hendra."
Hendra tersenyum dan masuk ke dalam kamar untuk menemui istrinya.
Pak Bejo menengok ke dalam sejenak kemudian meraih ke dalam saku
celana dan mengambil telpon genggamnya. Dia mulai mengetikkan sms
dan mengirimnya ke sebuah nomor.
- Bgmn psnku td? Kalian sdh sabot mobil si Hndr? Truk si Somad sdh
siap? -
Tak lama kemudian, balasan sms itu datang, Pak Bejo terkekeh
membaca pesan singkat yang masuk ke hpnya.
- Semua sdh diatur. Brs bos. -
###
Alya sedang memandangi dirinya sendiri di dalam cermin ketika
suaminya masuk ke dalam kamar, ia terkejut dan bersiap karena
mengira yang masuk adalah Pak Bejo. Wanita cantik itu langsung
menghembuskan nafas lega begitu tahu yang masuk adalah suaminya.
"Kamu selalu cantik, sayang. Tidak perlu berkaca terlalu lama." Kata
Hendra sambil mendekap tubuh istrinya dengan mesra.
Alya tersenyum manis dan membiarkan kehangatan penuh cinta yang
diberikan suaminya memberikan kedamaian setelah tadi sempat tegang
dikejutkan Pak Bejo. Tangan Hendra yang nakal membelai tubuh
istrinya yang masih mengenakan kimono. Dengan hati-hati sekali
Hendra membuka bagian atas kimono itu dan membelai payudara Alya.
Puting susu Alya menonjol ke depan dan dimainkan Hendra dengan
lembut.
Alya mendesah penuh kenikmatan. "Aku menyukai sentuhanmu."
Hendra memeluk istrinya erat-erat. "Aku sangat mencintaimu."
"Aku lebih mencintaimu daripada kau mencintai aku, mas."
Hendra mengecup bibir istrinya dengan lembut, tidak ada kekasaran
yang dirasakan oleh Alya, hanya usapan bibir penuh cinta yang sangat
didambanya. Sayangnya Hendra tidak tahu kalau bibir yang sama juga
baru saja dinikmati oleh tetangganya yang cabul.
"Sudah mau berangkat kerja, Mas?"
"Aku sudah telpon taksi tadi."
"Opi?"
"Diantar Bu Bejo. Kamu berangkat siang?"
"Iya. Katanya Anis sama Dodit mau jalan-jalan ke mall, aku mau
numpang."
"Ya udah kalau begitu, tadinya aku kira kamu mau dianter Pak Bejo
pakai motor."
Nama itu bagaikan kilat yang menyambar batin Alya. Tiap kali Hendra
menyebut nama pemerkosanya, seluruh tubuh Alya terasa lemas tak
berdaya. Batinnya menjerit-jerit namun tidak ada kata-kata yang
terucap. Maafkan aku, Mas. Maafkan istrimu yang telah membiarkan diri
dinodai oleh tetangga yang kurang ajar itu. Maafkan istrimu yang tidak
mampu menjaga diri. Banyak yang ingin terucap, tapi bibir Alya tetap
terkatup rapat.
"Nanti pulangnya jangan malam-malam ya, Mas."
"Memangnya kenapa? Mungkin agak sore, aku ambil mobil dulu di
bengkel."
Alya menggelayut manja di pelukan sang suami. "Sudah beberapa hari
ini kita tidak bercinta, aku kangen sekali sama kamu."
Hendra tertawa dan mencium bibir Alya sekali lagi. "Gampang, nanti
bisa diatur."
Terdengar bunyi klakson taksi.
"Taksinya udah datang, aku berangkat dulu ya, sayang."
"Iya, mas. Hati-hati."
Hendra meninggalkan istrinya dan membuka pintu kamar lalu
melangkah keluar. Belum sampai satu menit, Hendra kembali lagi ke
kamar dengan keringat bercucuran.
"Mas? Kamu kenapa?" Alya terkejut melihat suaminya dan mengambil
sapu tangan, dengan hati-hati diusapnya keringat Hendra. "Kamu
sakit?"
"Nggak tau nih, nggak sakit kok, hanya saja perasaanku tiba-tiba
tidak enak."
Alya mulai khawatir. "Kamu yakin tidak apa-apa? Aku telpon ke kantor
saja ya, minta ijin?"
Hendra tersenyum dan mencium dahi Alya. "Aku tidak apa-apa kok,
sayang. Bener. Apapun yang terjadi, aku selalu mencintai kamu."
"Aku juga, mas."
"Aku berangkat ya."
"Iya, mas."
Perasaan Alya tidak enak.
###
Saat ini Dina sedang berada di sebuah ruangan di kantor suaminya.
Tepatnya di sebuah ruangan pribadi yang berada di dalam kantor
pimpinan Anton. Dina sedang mengocok seorang pria tak dikenal
sementara tangan pria itu meremas-remas buah dadanya. Tak tahan
lagi akan keindahan susu Dina, Pak Bambang mengelamuti payudara
ibu muda itu. Dina mengernyit saat tangan Pak Bambang yang tadi
meremasi payudaranya kini beralih mengelus bagian bawah pahanya
yang mulus. Kaki Dina masih tertutup rapat sehingga tangan Pak
Bambang harus mendesak ke dalam jepitan paha agar bisa masuk ke
selangkangan kaki Dina.
Tangan Pak Pram menepuk bahu Dina sedikit keras. Karena kerasnya,
suara tepukan itu mengagetkan Dina.
Dina tahu apa yang diinginkan Pak Pramono. Dengan penuh
kepatuhan, Dina membuka kakinya. Tangan Pak Bambang langsung
masuk ke selangkangan dan meraih belahan memek Dina. Tidak perlu
waktu lama bagi Pak Bambang untuk menjelajahi bibir vagina Dina.
Jari jemari gemuk pria tua itu beraksi dengan cepat, mencubit,
menusuk dan mengelus bagian dalam memek Dina. Jempol Pak
Bambang digunakannya untuk mengelus-elus klitoris Dina sementara
jari tengahnya masuk ke liang cinta ibu rumah tangga yang cantik itu.
Dina mendesis lirih saat jari tengah Pak Bambang memasuki vaginanya
dengan kasar.
Saat memperhatikan ke bawah, Dina melihat Pak Bambang masih asyik
menjilati kedua buah dadanya dan mengelamuti puting susunya.
Dengan sekali tarik, rok Dina dilepas oleh Pak Bambang sehingga
memudahkannya mengakses memek Dina. Kakek itu segera sibuk
dengan vagina Dina yang wangi.
Dina memejamkan matanya lagi. Betapa rendahnya diri Dina saat ini,
beberapa hari yang lalu Dina adalah seorang istri setia yang tidak sudi
melayani pria lain selain suaminya. Bahkan Anton sendiri kadang
ditolaknya bermain cinta. Kini, sudah ada dua orang laki-laki lain yang
tidak saja menyaksikannya bugil, tapi juga mempermainkannya seperti
seorang pelacur. Dina merasa lebih rendah dari seorang pelacur, dia
adalah seorang istri yang berzina dan mengkhianati kepercayaan
suaminya. Tapi ini semua demi masa depan keluarga, ini semua untuk
Anton dan kedua anaknya, Dina bersedia mengorbankan apa saja.
Gerakan mulut dan jemari Pak Bambang tidak ada hentinya menghujani
tubuh indah Dina dengan rangsangan. Sebagai perempuan normal,
rangsangan kakek mesum itu lama kelamaan berpengaruh juga pada
tubuh Dina. Dina membuka kakinya yang jenjang makin melebar tanpa
sadar. Bau cairan cinta Dina yang kian membanjir memenuhi seisi
ruangan yang berAC, begitu pula bunyi becek memek Dina yang terus
disodok jari jemari Pak Bambang yang keluar masuk dengan cepat.
Kali ini tidak perlu waktu lama sebelum Dina akhirnya menyerah pada
nafsu birahinya sendiri. Istri Anton itu meraih kepala Pak Bambang
dan ditekannya ke arah buah dadanya sementara pinggul Dina bergerak
seiring sodokan jemari Pak Bambang di memeknya. Tangan Dina yang
lain terus mengocok penis Pak Bambang dengan gerakan yang makin
lama makin cepat.
"Uaaaahhhhh!!" Dina menjerit lirih karena rangsangan hebat yang
dilakukan Pak Bambang. Kakek mesum itu terus menyerang payudara
dan vagina sang ibu muda yang cantik. Bagaikan seorang pekerja seks
komersial yang binal, Dina menggerakkan pinggangnya agar tusukan
jemari Pak Bambang masuk lebih dalam, Dina sudah lupa pada
statusnya sebagai seorang istri dan ibu yang setia. Entah kemana Dina
yang beberapa saat tadi masih teringat pada Anton dan dua orang
anaknya.
Saat membuka matanya yang terpejam sedari tadi, Dina menyadari
tubuhnya sudah hampir jatuh dari pinggir sofa. Kakinya terbentang
sangat lebar dan memeknya dapat diakses dengan mudah oleh Pak
Bambang. Bibir vagina Dina terlihat lebih merah dari biasanya dan
rambut-rambut di sekitar lubang cintanya itu basah oleh cairan pekat.
Baik pakaian maupun roknya sudah terbuka. Dia sudah telanjang bulat.
Pak Bambang meraih kepala Dina dan menariknya ke bawah, ke arah
selangkangannya. Sebelum Dina menyadari apa yang terjadi, penis Pak
Bambang sudah masuk ke dalam mulutnya.
Walaupun sudah keriput dan tidak terlalu besar, tapi penis Pak
Bambang masih tetap bisa membuat Dina tersedak saat pria tua itu
memaksa kepala Dina naik turun dengan cepat. Tangan Dina
menggapai-gapai lengan Pak Bambang dan berusaha meronta. Tapi
walaupun sudah uzur, kakek tua yang bejat itu masih tetap perkasa
dan Dina tidak semudah itu bisa menghentikan aksinya.
Tiap kali kepala Dina turun ke arah selangkangan Pak Bambang,
penisnya yang besar masuk ke tenggorokannya. Dina tersedak dan
makin lama makin kehilangan kesadarannya karena tidak bisa bernafas.
Pria tua yang dihormati oleh Pak Pram itu mencekik Dina dengan
kontolnya sampai ibu rumah tangga itu hampir mati lemas. Untungnya
Pak Bambang mengakhiri aksinya dan menarik kontolnya dari mulut
Dina. Wanita cantik itu segera jatuh ke lantai dan terbatuk-batuk. Dina
berusaha menarik nafas dalam-dalam dan menghirup udara walaupun
terasa sangat berat.
Akhirnya, sambil mengangkat pinggul indah Dina ke arahnya, Pak
Bambang menyelipkan kemaluannya yang mengeras ke dalam lubang
vagina ibu muda yang cantik itu. Pak Bambang bisa merasakan
gerakan spontan Dina yang mencoba melawan dengan beringsut
menjauh, tapi itu malah membuat sang kakek tua mendesah keenakan
karena tubuh mereka saling bersinggungan dengan lembut. Dengan
pandai, kakek tua yang banyak pengalaman itu mengelus-elus paha
Dina yang terbentang lebar dan mulai bergerak maju mundur
sementara lubang rahimnya terus menyedot penis Pak Bambang
dengan nyaman. Gerakan penis kakek tua itu makin lama makin dalam
menjelajah rapatnya pertahanan vagina Dina. Walaupun mendesak ke
dalam terus menerus, tapi Pak Bambang tidak ingin menusukkan
penisnya sampai ke ujung, dia merasakan pelan-pelan katupan bibir
memek Dina yang menjepit kontolnya bagaikan penghisap debu, liang
cinta ibu muda yang hangat dan basah ia rasakan dengan nikmat dan
perlahan. Dina hampir-hampir gila dibuatnya.
Tiap sentakan, tiap putaran dan tiap kali kontol Pak Bambang berpilin
di dalam lubang vagina membuat Dina tidak bisa menahan gairah
sensual yang makin lama makin meraja dalam dirinya. Dina tidak
mampu menahan hausnya diri sendiri akan kenikmatan bercinta, dia
ingin penis Pak Bambang menusuk lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Dia ingin menurunkan vaginanya sampai mentok ke paha Pak Bambang
agar batang penisnya bisa masuk semua ke dalam vaginanya. Tapi Pak
Bambang menahan diri dengan menikmati tubuh Dina selama mungkin
dan itu membuat istri Anton itu melenguh tak berdaya.
Saat akhirnya penis itu menusuk lebih jauh ke dalam dan membelah
vaginanya yang masih cukup rapat, Dina seakan hampir mati oleh
gelombang kenikmatan yang mengubur dirinya. Sayangnya, sekali lagi
Pak Bambang menahan diri dan tidak memasukkan seluruh kontolnya
masuk ke dalam memek sang ibu rumah tangga yang cantik.
Dina menggeleng frustasi, walaupun dia malu mengakui kalau dia
menginginkan penis Pak Bambang lebih dalam lagi tapi gairah sensual
yang makin dirasakan membuatnya lupa diri. Dengan penuh
keputusasaan, wanita cantik itu hanya bisa melenguh panjang dan
meminta dengan dengan manja. "Pak... masukkan..."
Dina merasakan jemari kakek tua yang dengan nakal meremas, meraba
dan memijat pipi bokongnya yang bulat putih mulus, mata Dina
memejam dan seluruh tubuhnya bagaikan disetrum jutaan volt llistrik
ketika tangan Pak Bambang menyibakkan pantat Dina dan jari tengah
kakek tua itu masuk ke dalam lubang anusnya.
"Hngghh!!" Dina mengernyit menahan rasa sakit bercampur nikmat
yang disebabkan oleh jari sang kakek nakal.
"Masukkan apa... Ibu Dina?" tanya Pak Pram yang kemudian menyadari
kalau istri Anton itu sudah di ambang batas penyerahan diri yang total.
"I-itu... dimasukkan..."
"Apanya?"
"I-itunya..."
"Itunya apa?"
"Penisnya... masukkan... masukkan lebih dalam!!"
Pak Pram mengerling pada Pak Bambang dan kakek tua itu lagi-lagi
mempermainkan Dina, dengan sengaja dia menggerakkan pinggulnya
dengan gerakan sangat pelan yang menyiksa sang ibu rumah tangga.
Dia tidak mau membuat Dina puas dan tak pernah mau melesakkan
penisnya sampai mentok jauh ke dalam. Dia belum mau membuat Dina
puas, dia ingin Dina lebih responsif, dia ingin Dina lebih binal lagi, dia
ingin ibu muda yang cantik itu melupakan eksistensinya sebagai
seorang istri dan ibu dan berubah menjadi budak seks yang haus
disetubuhi saat itu juga.
Dengan penuh keputusasaan, Dina merayapkan bibir vaginanya yang
haus kemaluan lelaki dan menangkup penis kakek tua yang walaupun
keriput tapi berukuran besar dan memenuhi seluruh liangnya dengan
sangat rapat, dinding vagina Dina seakan tidak rela diserang dan liang
rahimnya itu langsung mengeluarkan cairan cinta yang menjadi
pelumas. Dina sudah pasrah, dia sudah siap dihina sampai serendah-
rendahnya, dia hanyalah seorang wanita biasa yang ingin merasakan
disetubuhi saat ini juga.
Rangsangan hebat dari Dina membuat Pak Bambang tak tahan lagi.
Dengan sebuah teriakan keras, kakek tua itu menghunjamkan seluruh
kontolnya yang mengejang keras ke dalam vagina Dina dengan
kekuatan penuh, dia tidak main-main lagi sekarang, seluruh batang
kemaluannya melesak ke dalam sampai paha mereka saling tampar.
Pak Bambang membiarkan kontolnya berada di dalam untuk sesaat
sambil mendengarkan desahan kekalahan yang keluar dari mulut Dina.
Dengan kekuatan penuh, kakek tua yang masih perkasa itu mulai
menggiling memek sang ibu rumah tangga yang cantik dan
menusukkan kemaluannya dalam-dalam sampai seluruh batangnya
selalu tertelan habis.
Pak Pramono bisa merasakan lesakan dahsyat kemaluan Pak Bambang
di seluruh tubuh Dina, dia bisa merasakan pahitnya kekalahan yang
tentunya menguasai diri Dina yang kini hanya bisa pasrah disetubuhi
Pak Bambang. Pak Pramono bergerak ke hadapan Dina, tubuh wanita
cantik yang tersengal-sengal dientoti Pak Bambang itu terkulai pasrah
di atas lantai. Dengan gerakan ringan, Pak Pram mengangkangi dada
Dina dan duduk di atas buah dadanya. Satu tangan Pak Pram meraih
rambut Dina, menjambaknya dan menarik kepalanya ke depan. Tangan
Pak Pram yang lain menggiring penisnya yang sudah tegang ke bibir
mungil Dina. Mata Dina terbelalak karena terkejut dan dia memalingkan
wajah dengan marah, walaupun sedang dilanda gairah birahi yang
sangat tinggi tapi Dina tahu dia tidak mau melayani dua orang
sekaligus! Dia masih waras dan tidak ingin disamakan seperti seorang
pelacur!
Dina merintih, "Jangan! Aku mohon... aku tidak bisa melayani kalian
berdua bersamaan!"
"Kenapa tidak? Sekarang saat yang tepat, Ibu Dina... ayo kulum penis
saya." Kata Pak Pram tenang.
"Tidak! Jangan... aku tidak mau!!" Dina menolak. "Aku bukan pelacur!
Aku tidak mau... dua orang... aku..."
Pada saat bersamaan Pak Bambang menusuk kontolnya lebih jauh lagi
ke dalam liang rahim Dina, entah sudah berapa jauh ia menguasai
memek Dina, yang jelas, ia sudah lebih jauh dari apa yang pernah
dicapai oleh Anton, suami Dina. Wanita cantik itu melenguh nikmat
dan hal itu memberikan kesempatan untuk Pak Pramono menyerang
Dina. Dengan sedikit kasar Pak Pram menyodokkan penisnya ke dalam
mulut Dina.
"Atas kena bawah bisa, Ibu Dina sayang." Bisik Pak Pram menggoda.
Rongga mulut Dina langsung sesak begitu penis Pak Pram masuk ke
dalam dengan paksaan, ibu muda yang cantik itu hampir saja tersedak
dan merasakan daging berotot milik Pak Pram melindas lidahnya
sampai ke dalam. Tubuh Dina tersentak dan dia menggelinjang tak
berdaya. Di bawah, Pak Bambang terus saja membenamkan kontol
raksasa yang keriput ke dalam memeknya sementara di atas Pak Pram
menghunjamkan penis ke dalam rongga mulutnya. Air mata Dina
meleleh saat dia menyadari betapa rendah dirinya saat ini, apalagi jika
ia teringat pada sang suami yang tentunya masih mengira dia seorang
istri setia. Penghinaan dan rasa malu apalagi yang masih bisa ia
hadapi saat ini? Dia disetubuhi oleh dua orang sekaligus. Jari jemari
Pak Bambang yang sesekali masuk ke dalam lubang anus membuat
Dina menyadari satu hal lagi, seluruh lubang di tubuhnya sudah
mereka kuasai, seluruh tubuhnya sudah menjadi milik dua laki-laki tua
biadab ini. Dia sudah tidak berharga lagi. Dia sudah tidak punya harga
diri lagi.
Sementara Dina menghisap-hisap penis Pak Pram, Pak Bambang kian
liar mengendarai memek sang ibu muda yang cantik itu. Dengan sisa
tenaga yang entah didapat dari mana, kakek tua itu terus
menggerakkan kontolnya keluar masuk, Dina juga menggerakkan
pinggulnya seiring gerakan penis Pak Bambang dan melayani
permainan kakek tua itu. Pak Bambang dengan pandangan mata
bahagia menyaksikan batang kemaluannya yang masih tetap keras
keluar masuk dari memek Dina dengan perkasa, dengan sengaja kakek
tua itu menarik penisnya hingga ujung gundulnya saja yang tersisa di
dalam. Kemudian dengan kekuatan penuh, Pak Bambang kembali
melesakkan kontolnya masuk ke memek Dina.
Disepong oleh wanita secantik Dina sungguh nikmat rasanya, Pak Pram
menekan penisnya jauh lebih dalam ke mulut Dina, memasuki rongga
tenggorokannya sampai perempuan cantik itu sesak dan hampir
tersedak. Gerakan tubuh Dina yang didorong oleh Pak Bambang juga
membuat sensasi tersendiri bagi Pak Pram, seakan-akan ibu muda
yang cantik itulah yang bergerak naik turun, padahal dorongan itu
datang dari bawah.
Dalam keadaan tidak berdaya, tubuh Dina menjadi bulan-bulanan
kedua laki-laki tua yang kini menguasai dirinya itu. Berkali-kali Pak
Bambang membolak-balik tubuh Dina agar bisa mendapatkan posisi
yang enak dan kini ibu rumah tangga yang cantik itu turun ke lantai
dan menelungkup ke bawah. Wajahnya berada tepat di bawah perut
Pak Pramono sementara di belakang, Pak Bambang mengendarai Dina
secara 'doggie-style'. Wajah Dina semakin pucat dan sayu, dengan
memelas Dina memohon pada Pak Pramono agar menyelamatkannya
dan segera mengakhiri semua ini. Sayangnya tidak ada harapan bagi
Dina.
Dengan satu tusukan penuh tenaga, Pak Bambang melesakkan
penisnya ke dalam liang cinta Dina.
"Hnnghh!" Dina menggeram dan memejamkan mata menahan sakit.
Tubuh pendek Pak Bambang berada di belakang tubuh Dina.
Tangannya memeluk pinggang Dina agar seimbang sementara dia
melesakkan penisnya ke dalam rahim Dina. Tidak ada kelembutan saat
kakek mesum itu menyetubuhi Dina, Pak Bambang bergerak dengan
sangat cepat dan kasar. Agar tidak tergoyang terlalu hebat, Dina
mencengkeram lutut Pak Pram yang duduk di sofa. Dina menengadah
dan Pak Pram kembali menyodorkan kontolnya. Lagi-lagi Dina harus
menyepong Pak Pram. Dina segera menjilati batang kemaluan Pak
Pramono sementara Pak Bambang mengentoti vaginanya dengan
kecepatan tinggi.
Hampir sepuluh menit posisi ini tidak berubah. Pak Pramono
menjambak rambut Dina dengan gemas. Dina merasakan semprotan air
mani membanjiri mulutnya. Agar tidak tersedak, Dina menelan seluruh
sperma yang disemprotkan oleh atasan Anton itu. Walaupun sudah
mencapai klimaks, Pak Pram tidak segera menarik kontolnya dari mulut
Dina. Sementara itu, Pak Bambang masih terus menggerakkan
pinggulnya menyetubuhi Dina dari belakang. Gerakan Pak Bambang
sangat cepat dan penuh nafsu, mengingat usianya yang sudah uzur,
Dina takjub pada kekuatan dan kecepatan Pak Bambang. Belum pernah
seumur hidupnya Dina merasakan dientoti sedemikian cepat dan lama.
Makin lama makin cepatlah kocokan kontol Pak Bambang di dalam
memek Dina sampai pria tua itu melenguh keras dan menyemprotkan
pejuhnya membanjiri vagina Dina.
Kedua lelaki busuk itu mencapai klimaks hampir bersamaan, dua laki-
laki buas yang mencengkeram erat tubuh Dina berebut ingin
memeluknya, masing-masing ingin melesakkan penisnya jauh lebih
dalam ke dalam mulut dan vagina wanita cantik itu dan menembakkan
air mani mereka dalam dalam. Pak Pram beralih ke sisi kiri Dina, dia
menarik kontolnya yang mulai lemas meskipun si cantik itu masih saja
menyedot air mani yang masih keluar dari ujung kemaluannya. Pak
Bambang mundur ke belakang dan menarik keluar kontolnya dari dalam
memek Dina, terdengar suara letupan kecil dan desahan nikmat dari
kakek tua yang mesum itu. Pak Bambang berbaring di sisi kanan Dina.
Mereka bertiga kelelahan... kenyang oleh nikmatnya regukan birahi
yang telah diraih. Dina memejamkan mata kecapekan, dia tidak mengira
bahwa sekali ini dia benar-benar sudah mengkhianati suaminya
dengan cara yang paling menjijikkan, tidak saja dia berselingkuh
dengan atasannya, tapi dia juga melayani tamu Pak Pram secara
bersamaan. Bagaimana mungkin wanita seperti dia bisa melayani dua
orang sekaligus? Dulu bersetubuh dengan Pak Pram saja sudah seperti
kiamat, rasa malu dan jijik yang hinggap tidak bisa hilang oleh
apapun. Tapi kini? Dia disetubuhi oleh dua orang lelaki sekaligus.
Seorang pria tua yang masih gagah dan seorang kakek-kakek yang
keperkasaannya menakjubkan. Rasa malu pada diri sendiri kian
membuncah karena Dina merasa mendapatkan kenikmatan yang luar
biasa disetubuhi oleh mereka berdua.
Ibu rumah tangga seksi yang baru saja dinikmati dua pria tua itu
ambruk ke lantai kantor. Nafasnya terasa berat hingga Dinapun
terengah-engah. Belum sampai lima menit beristirahat, rambut Dina
sudah dijambak oleh Pak Bambang. Pria tua itu menarik kepala Dina
dan menyorongkan kontolnya yang basah oleh air mani ke mulut Dina.
Dina segera menjilati kontol Pak Bambang dan membersihkan semua
pejuh yang ada di batang kemaluan kakek tua itu.
Setelah Dina selesai membersihkan penis Pak Bambang dengan mulut,
kakek mesum itu mendorong kepala Dina menjauh. Sekali lagi Dina
duduk dengan lemas di lantai sementara dua pria yang baru saja
menyetubuhinya duduk di sofa dan bersantai tanpa mempedulikannya.
"Bagaimana rasanya, Pak Bambang?" tanya Pak Pram dengan sopan
sambil merapikan celananya kembali.
"Luar biasa, memeknya kok masih sempit ya? Padahal anaknya sudah
dua, enak sekali. Untung saja tadi aku sempat minum obat kuat. Kamu
beruntung punya koleksi seperti dia. Sudah berapa lama kamu pakai?"
"Sekitar dua minggu."
"Buat aku saja. Dia cantik sekali."
"Wah, saya tidak tahu apakah Ibu Dina..."
"Kalau di luaran, harga lonthe yang cantik dan seksi seperti ini mahal
sekali, padahal kebanyakan memeknya sudah melar, aku sering rugi
kalau beli. Yang dia punya masih sempit, padahal sudah pernah
melahirkan, mungkin prosesnya melalui operasi caesar ya? Luar biasa,
masih rapat, aku puas." Suaranya yang serak terdengar semakin
menyeramkan di telinga Dina. "Bagaimana kalau aku beli saja dia?
Berapa harganya?" Pak Bambang mencari-cari buku cek di dalam saku
bajunya.
"Wah-wah..." senyum Pak Pramono makin melebar. "Kalau dijual
harganya mahal sekali, Pak Bambang. Dia ini masih orisinil. Ibu rumah
tangga biasa yang..."
"Berapapun harganya aku beli. Aku bisa membeli perusahaanmu, Pram.
Kalau hanya membeli lonthe semacam ini tentunya aku lebih dari
sekedar mampu."
Sudah jelas kalau Pak Bambang memang lebih kaya dibanding Pak
Pram. Tapi selain lebih kaya dan jauh lebih tua, kakek-kakek yang
bertubuh pendek dan gemuk ini nampaknya juga menjadi panutan Pak
Pramono sehingga dia sangat hormat kepadanya. Kekhawatiran makin
menyeruak ke dalam batin Dina.
Dina sadar sepenuhnya kalau dia sebelumnya telah berjanji bersedia
menjadi budak seks Pak Pramono. Apa yang terjadi saat ini sudah
menyalahi janji dan seandainya Pak Pram memberikannya pada Pak
Bambang maka bisa dipastikan hidupnya akan lebih sengsara lagi. Pak
Bambang jelas tidak selembut dan segagah Pak Pramono. Walaupun
telah membuatnya menderita, tapi ada sisi-sisi lembut Pak Pramono
yang kadang membuat Dina merasa sedikit dihargai. Dari dua bajingan
tua ini, Dina jelas tahu siapa yang dia pilih.
"Pak Pram," bisik Dina lirih, "perjanjiannya kan tidak seperti ini..."
"Diam! Siapa yang menyuruhmu bicara?" bentak Pak Pram galak.
Dina kaget oleh bentakan Pak Pram, ibu muda cantik itu lantas diam
membisu karena takut, airmatanya meleleh membasahi pipi. Bagaimana
mungkin ini terjadi? Dulu dia adalah seorang wanita baik-baik yang
tidak mungkin akan berselingkuh dengan lelaki lain, tapi kini tubuhnya
diperjualbelikan bagaikan seorang pelacur di pasar budak. Dina merasa
sangat terhina. Dina meyakinkan dirinya sendiri kalau ini adalah jalan
untuk menyelamatkan keluarga sehingga tidak ada jalan keluar dari
masalah ini kecuali menjalankan semua perintah Pak Pram. Pandangan
mata Dina kian mengabur karena pikirannya yang shock berat. Dia
berusaha menahan tangisnya.
Tiba-tiba terdengar suara gemerincing di balik sebuah tirai yang
tertutup sedikit di pojok ruangan. Karena sibuk meladeni nafsu kedua
bandot tua tadi, Dina tidak memperhatikan sudut itu. Dina melirik ke
arah Pak Pramono, entah kenapa orang itu tersenyum sinis.
"Pak Bambang." Kata Pak Pram kemudian. "Rasa-rasanya saya tidak
bisa memutuskan hal itu karena terkait dengan banyak hal. Tapi
seandainya Pak Bambang memang berminat pada Ibu Dina, mungkin
bisa ditanyakan langsung pada yang bersangkutan."
Dina bingung dengan maksud Pak Pramono, jantungnya berdetak
dengan kencang karena nasib dan masa depannya ada di tangan Pak
Pramono, bagaimana mungkin dia melanggar perjanjian dan
memberikannya pada kakek menjijikkan ini? Namun belum sempat Dina
memprotes, suara gemerincing terdengar lagi. Suara dari sudut itu
makin keras dan mengganggu. Pak Pram mendengus kesal.
"Ibu Dina, tolong buka tirai itu." perintah Pak Pram jengkel.
Dina yang lemas dan masih telanjang hendak mengambil pakaiannya.
Namun Pak Pram menggeleng.
"Aku ingin Ibu Dina membuka tirai. Bukan mengenakan baju."
Dina menatap Pak Pram pilu dan mencoba berdiri. Tetesan air mani
masih leleh dari sela selangkangannya yang sudah dinikmati Pak
Bambang.
Dengan langkah kaki yang masih lemas dan bergetar, ibu rumah
tangga yang cantik itu berjalan telanjang menuju ke arah sudut
ruangan yang terus mengeluarkan suara gemerincing. Nampaknya ada
sesuatu yang tersembunyi di balik tirai itu.
Sesuatu atau... seseorang?!
Seseorang sedang duduk di kursi yang berada di balik tirai!
Selama Dina melayani Pak Pram dan Pak Bambang, tentunya orang ini
bisa melihat semua aksi mereka. Dina bisa melihat garis tali temali,
orang yang duduk di atas kursi di balik tirai sedang terikat erat. Suara
gemerincing itu berasal dari lonceng kecil yang ada di ujung tirai.
Orang itu pasti berjuang keras agar bisa membunyikan lonceng kecil
karena diikat sedemikian erat di kursi, mulutnya juga disumpal oleh
kain.
Dengan sedikit ketakutan dan berusaha menutupi ketelanjangannya,
Dina membuka tirai.
Dina menjerit karena shock melihat sosok di balik tirai.
Sosok itu adalah Anton! Suaminya!
###
Alya terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Dia baru sadar ternyata dia
tertidur di depan televisi sepanjang malam, suara telepon di tengah
malam mengejutkannya. Alya tidak menyukai suara telpon yang
berdering di tengah malam. Suara dering telpon yang terus berbunyi
mengingatkannya pada kejadian bersama Pak Bejo beberapa malam
yang lalu dan itu terus menghantuinya. Masih belum terlalu malam,
jam sebelas lebih sedikit, Hendra belum pulang dan Opi sudah terlelap.
Anissa dan Dodit juga belum pulang, mungkin mereka masih jalan-
jalan ke kota.
Alya berharap telpon itu bukan datang dari Pak Bejo. Dengan berat
hati diangkatnya gagang telpon dan ditempelkannya ke telinga.
"Halo..."
Suara seorang wanita kemudian bertanya. "Selamat malam. Apa benar
ini rumah Bapak Hendra Wibisono?"
Jantung Alya berdegup kencang. "Benar."
"Dengan siapa saya bicara?"
Makin berdebar. "Saya Alya, istrinya. Maaf, ini siapa?"
"Ibu Alya, kami dari Rumah Sakit ***** hendak memberitahukan kalau
malam ini Pak Hendra Wibisono mengalami kecelakaan, mobil yang
dikendarai beliau bertabrakan dengan sebuah truk di jalan *****.
Keadaan Pak Hendra cukup parah dan membutuhkan perawatan medis
yang serius. Sampai saat ini beliau belum sadarkan diri dan kami
membutuhkan kehadiran ibu segera."
Dunia Alya berputar dan semua berubah menjadi gelap.
"Halo? Halo? Ibu Alya? Ibu masih di sana?"
###
Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
BAGIAN LIMA
TAMAT
###########################

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.