Kamis, 19 Maret 2015

Ranjang yang Ternoda 1

BAGIAN SATU
PARA ISTRI & PRIA TUA
Oleh Pujangga Binal & Friends
"Dasar tua bangka bejat!" maki Lidya Safitri saat Pak Bejo pergi
meninggalkan rumah.
Alya Arumsari terkejut dan melotot ke arah adiknya dengan pandangan
marah. "Heh! Ngawur! Jangan keras-keras! Mengatai-ngatai orang kok
seenaknya sendiri! Kalau dia denger gimana coba?"
Pak Bejo Suharso adalah seorang tetangga yang baik, gemar
membantu orang lain dan sangat ramah walaupun hidup mereka sedikit
kekurangan. Ia dan istrinya, Bu Bejo, adalah tetangga dekat keluarga
Alya. Sejak kepindahan mereka ke kawasan pemukiman ini Pak Bejo
dan istrinya amatlah sering memberikan bantuan. Bahkan ketika Alya
atau suaminya sibuk, Pak Bejo dan istrinya sering menjaga Opi, putri
mungil mereka. Lidya adalah adik Alya yang semalam kebetulan
menginap di rumah Alya. Lidya sudah mulai tidak suka dengan Pak
Bejo sejak pertama kali bertemu dengannya.
"Habis dia nggak tau diri sih, Mbak," jawab Lidya. "Waktu Mbak Alya
membungkuk mau mengambil mainannya Opi yang jatuh, matanya
jelalatan, ngeliatin ke belahan dada Mbak Alya, lalu menjilat bibirnya
dengan mesum. Itu kan nggak sopan namanya!" Lidya berhenti
sebentar, lalu melanjutkan sambil menatap kakaknya yang molek
dengan pandangan serius. "Jangan-jangan Pak Bejo pengen tidur
sama Mbak Alya?"
Seketika Alyapun tertawa, Lidya ikut-ikutan tertawa. Alya tidak
membela Pak Bejo, tapi berjanji dalam hati di lain kesempatan akan
lebih hati-hati saat tetangganya itu datang berkunjung. Lidya juga
tidak bisa menyalahkan Pak Bejo, jangankan dia, semua orang yang
normal pasti mau tidur dengan Alya. Kakak Lidya itu memiliki tubuh
yang seksi seperti bidadari dan memiliki kecantikan luar dalam.
Ditambah perilaku yang sangat lembut dan ramah, makin lengkaplah
kesempurnaan Alya. Rambut panjang indah sebahu, tubuh ramping
yang jauh lebih indah lekukannya daripada sirkuit sentul, kulit putih
mulus dan buah dada yang luar biasa ranum menggiurkan meskipun
sudah beranak satu. Ya, semua orang pasti punya pandangan mesum
pada kakaknya itu.
Tapi Lidya sendiri juga sangat cantik. Tubuhnya juga tidak kalah
indah, walaupun kalau dibanding Alya yang memiliki ukuran BH 36,
Lidya hanya 34C. Kecantikan keluarga mereka memang sudah terkenal.
Kadang banyak laki-laki kampung sekitar berkumpul di depan rumah
keluarga Alya kalau Dina, Alya dan Lidya sudah berkumpul.
###
Dina Febrianti sedang resah menghitung tagihan bulanan yang
bertebaran di atas mejanya. Wanita cantik berusia 32 tahun yang masih
terlihat seperti remaja belasan tahun itu menggaruk kepalanya yang
tidak gatal dan membolak-balik kertas berisi angka-angka. Tagihan
listrik, telepon, air, credit card, cicilan motor, cicilan mobil,
pembayaran kredit kontrak rumah dan cicilan kredit biaya rumah sakit
mertua. Jumlah terhutang sangatlah besar, dan tiap bulannya seakan
jumlah itu selalu bertambah besar karena bunga yang ditanggung juga
meningkat.
Karena stress, Dina menarik nafas panjang, menyisihkan surat-surat
tagihan dan mengambil sebuah amplop besar berwarna coklat yang
berisi tagihan kredit pinjaman pembangunan rumah. Anton dan Dina
tengah membangun sebuah rumah di kawasan pinggir kota karena
sudah bosan selama ini mengontrak terus. Sayangnya, rumah yang
sedang mereka bangun menurut Dina terlalu besar dan mewah untuk
ukuran mereka. Dina sering membujuk Anton agar berhemat karena dia
tahu untuk membangun rumah seperti yang diinginkan Anton akan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan seandainya mereka
mengambil kredit, maka biaya berikut bunganya akan sangat besar.
Anton hanya tertawa dan mengatakan istrinya terlalu banyak khawatir.
Saat menyesuaikan keuangan rumah tangga dan tagihan hari ini, Dina
merasa kekhawatirannya menjadi kenyataan.
Untungnya jumlah uang yang mereka kumpulkan bulan ini cukup untuk
membayar semua tagihan, Dina menarik nafas lega. Paling tidak
mereka bertahan sampai bulan depan. Dina berjanji pada dirinya
sendiri untuk lebih hati-hati dalam hal keuangan. Dia berniat memaksa
Anton untuk lebih bijaksana. Paling tidak mereka bisa memotong
anggaran untuk credit card dan kembali ke pembayaran cash. Bunga
yang ditarik oleh bank untuk credit card sangatlah besar dan membuat
mereka mengalami defisit. Sayangnya permintaan Dina selalu ditampik
oleh Anton.
"Biarlah yang terjadi esok hari, terjadi esok hari. Yang penting kita
hari ini bisa bertahan." Kata Anton setiap kali Dina mengajukan usulan.
Seandainya Dina sadar kalau kata-kata Anton itu bagaikan ramalan,
dia seharusnya lebih cemas lagi.
Kalau mengesampingkan kesulitan finansial yang dialami keluarganya,
kehidupan Dina sangatlah sempurna. Dia amat mencintai Anton dan
suaminya itu memang memiliki gaji yang lumayan untuk menghidupi
keluarga. Bersama kedua putranya yang masih kecil, ibu muda yang
cantik ini memiliki segala yang mereka inginkan. Hanya sayangnya,
mereka tidak punya tabungan di bank seandainya sewaktu-waktu
diperlukan pengeluaran mendadak.
Dina tersenyum saat teringat pada kedua anak kebanggaannya. Dani,
putranya yang paling besar sudah kelas 5 SD, sedangkan Dion baru
masuk ke kelas 1 SD. Mengingat kebutuhan mereka yang semakin
besar, senyum Dina memudar. Alat tulis, buku dan seragam makin hari
makin mahal. Belum lagi si Dani sudah waktunya disunat, tentu biaya
yang dibutuhkan akan sangat besar kalau mereka mengadakan
syukuran.
Dina mencari amplop berisi uang belanja bulanan yang biasa diberikan
Anton. Begitu menemukannya, Dina langsung menghitung uang yang
diberikan Anton bulan ini. Betapa kagetnya Dina begitu tahu jumlah
pemberian uang belanja bulan ini sangat sedikit. Tidak akan
mencukupi kebutuhan rumah tangga selama sebulan! Dina tidak
meminta uang belanja yang berjuta-juta, cukup untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari saja sudah bersyukur. Tapi jumlah uang
yang mepet itu ternyata masih dipotong lagi oleh Anton. Dina
memutuskan untuk menelepon suaminya. Ibu rumah tangga yang
kebingungan itu segera memencet nomor HP Anton.
Sayangnya HP Anton tidak aktif. Dina menelepon ke kantor. Menurut
Desi sekretaris Anton, suami Dina itu sudah meninggalkan ruangannya.
Dina meletakkan gagang telepon dengan terheran-heran. "Kemana lagi
dia? Bukannya pulang malah keluyuran?"
Tanpa sepengetahuan Dina, Anton memiliki penghasilan lain yang tidak
halal. Sudah bertahun-tahun Anton membohongi Dina. Anton adalah
seorang pemain judi. Bahkan saat ini pun dia sedang berada di arena
taruhan. Suami Dina itu sedang menyobek-nyobek kupon taruhannya
karena lagi-lagi kalah memasang nomor. Perhitungannya meleset jauh
padahal jumlah uang yang dijadikan taruhan tidak sedikit.
Saat Anton pulang ke rumah dan ambruk di ranjang, dia beruntung
Dina tidak sedang dalam kondisi bad mood. Dina segera menanyakan
perihal jumlah uang belanjanya yang berkurang, senyum Anton yang
menawan membuat hati si cantik itu luluh. Dina sangat mencintai
suaminya dan dia tahu Anton juga memujanya. Memangnya kenapa
kalau suaminya itu sedikit boros? Uang belanja adalah uang Anton
juga, sehingga kalau dia memang memerlukannya, tidak ada salahnya
Dina rela. Apalagi Anton sudah memberikan banyak hal untuk Dina dan
anak-anaknya. Anton sudah membuai mereka dengan harta benda.
"Shhh, anak-anak belum tidur. Jangan ribut," Bisik Dina pada
suaminya yang tiba-tiba saja 'menyerangnya'.
"Oh, masa aku nggak boleh ngentotin istriku sendiri?"
"Anton Hartono! Bahasanya kok jorok gitu? Kampungan!"
"Hm, kalau tahu aku dulu akan menikahi perempuan lugu, aku pasti
protes keras pada almarhum Bapak dan Ibumu," canda Anton. "Mereka
membesarkan seorang anak perempuan yang cantik jelita namun
sangat naif."
"Tidak lucu. Aku bukan perempuan lugu."
Anton mengamati istrinya - rambutnya dipotong ala Dian
Sastrowardoyo presenter acara kuis berhadiah 3 Milyar rupiah, matanya
indah dengan bulu mata yang lentik, pipinya halus mulus tanpa bercak
ataupun jerawat, kulitnya putih mulus bagai susu, buah dadanya masih
membusung kencang dan tidak melorot, pinggang langsing, pinggul
sempurna di atas pantat yang bulat merangsang dan kaki jenjang yang
sangat menawan. Dulu pernah sekali waktu, seorang agen iklan
meminta Dina menjadi model iklan sabun mandi terkenal, namun Dina
menolaknya. Anton mengagumi keindahan istrinya yang hampir
sempurna. Tangan-tangannya yang nakal menjelajahi perut Dina.
Masih seperti perut seorang gadis remaja, walaupun kenyataannya
Dina sudah melahirkan dua orang anak.
"Baiklah, kalau begitu wanita konservatif,"
"Maksudnya?" Dina mulai gusar.
Anton menyesal memulai percakapan ini. Dina sangat lugu dan naif
dalam hal bercinta dan berpenampilan. Pakaian yang dikenakan
istrinya selalu sopan dan tidak pernah menonjolkan kemolekan
tubuhnya. Dina juga bukan seorang petualang di ranjang. Dia pemain
seks yang konservatif dan monoton. Berciuman, saling menggesek dan
bercinta dengan posisi missionary. Selalu begitu. Sekali dua kali,
Anton bisa melakukan doggie style, tapi istri Anton itu tidak pernah
mengijinkan sang suami menyentuh anusnya dalam kondisi apapun.
Walaupun Dina pernah mengatakan kalau doggie style itu juga
merendahkan diri sama seperti binatang, namun dalam kondisi 'panas'
Dina biasanya menyerah pada keinginan suaminya.
Di awal pernikahan mereka, Anton pernah mencoba melakukan oral
seks pada organ kemaluan Dina, tapi istrinya itu langsung menjerit
dan melonjak-lonjak marah. Dia langsung menghardik Anton dan
mengatakan kalau kemaluan mereka kotor. Dina tidak pernah mengerti
kenapa Anton ingin menjilati bibir kemaluannya yang merupakan
sumber penyakit. Sebaliknya pun begitu. Suatu ketika sesaat setelah
Anton meminta Dina mengulum penisnya, istrinya itu langsung
mengunci diri di dalam kamar mandi dan tidak mau keluar selama dua
jam. Anton tidak pernah meminta posisi yang aneh-aneh lagi.
"Jadi? Ayo katakan saja! Kenapa aku ini wanita konservatif?", lanjut
Dina. "Apa karena aku ini bukan wanita murahan? Bukan pelacur?"
"Sudahlah. Lupakan saja."
"Tidak mau. Kau yang memulai percakapan ini, jadi aku ingin
mendengar lanjutannya."
"Yah, kamu kan memang tidak ingin mencoba hal-hal baru saat
bercinta denganku?"
"Aku melakukan apa yang menjadi tugasku," kata Dina penuh emosi.
"Aku seorang istri yang baik, setia, penurut dan telah memberimu dua
orang anak!"
"Maafkan aku, sayang. Kamu benar," Anton mengalah. Dia berusaha
mengembalikan mood sang istri yang nampaknya mulai naik pitam.
"Aku sedang tidak ingin melakukannya," kata Dina sambil melepaskan
tangan Anton yang meremas payudaranya. Dina mematikan lampu dan
menarik selimut.
Anton memahami nada suara istrinya yang tinggi dan memiringkan
badan untuk mengecup bibir Dina. Setelah mencium bibir Anton, Dina
membalikkan badan dan memunggunginya. Si cantik itu segera
terlelap. Anton bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.
Entah kenapa, setelah 12 tahun menikah dan hapal dengan sifat-sifat
Dina, dia dengan tololnya memutuskan untuk membicarakan hal yang
menyinggung perasaan istrinya. 'Dasar sial' batin Anton. Suami Dina
itu terpaksa coli di kamar mandi untuk melepas hasrat birahinya malam
itu.
###
Pak Bejo Suharso yang pensiunan PNS bertubuh gemuk, dengan kulit
hitam kecoklatan terbakar matahari dan berusia enam puluh dua tahun.
Wajahnya sudah dipenuhi keriput, matanya kemerahan dan rambutnya
yang ikal mulai membotak. Wajahnya bukan wajah seorang pria tua
yang simpatik, bahkan cenderung buruk rupa. Walaupun bukan orang
berada dan hidup serba kekurangan, Pak Bejo dikenal lumayan akrab
dengan penghuni sekitar sehingga sering dimintai bantuan dan punya
banyak kawan di kampungnya.
Tapi di balik penampilannya pada Alya sekeluarga, Pak Bejo
sebetulnya adalah seorang preman yang sering judi, jajan PSK,
mabuk-mabukan dengan anak-anak muda dan berkelahi dengan orang
yang tidak disukainya. Satu lagi kejelekan Pak Bejo, orang ini sangat
mesum.
Pak Bejo dan istrinya hampir tiap hari berkunjung ke rumah keluarga
Hendra dan Alya. Biasanya Bu Bejo akan merawat Opi yang masih kecil
setiap kali Hendra dan istrinya pergi bekerja. Pak Bejo dan istrinya
memang suka dengan anak kecil apalagi yang selucu dan secantik Opi,
tapi Pak Bejo lebih suka dengan ibunya yang luar biasa manis dan
seksi.
Alya yang masih muda dan jelita adalah wanita impian Pak Bejo. Sejak
pindah ke kampung ini, Pak Bejo tak pernah melewatkan mengamati
ibu muda yang segar itu. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang seksi,
baunya yang harum, kakinya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus,
rambutnya hitamnya yang panjang sebahu, buah dadanya yang montok
dan membusung, pantatnya yang bulat, semuanya Pak Bejo suka.
Sejak Bu Bejo dipercaya dan sering dipanggil sebagai babysitter
keluarga Hendra, Pak Bejo bisa memuaskan dahaga nafsunya dengan
mencuri-curi pandang ke arah semua titik lekuk keindahan tubuh Alya.
'Si Alya memang benar-benar dahsyat.' Kata Pak Bejo dalam hati,
"Coba lihat aja bibirnya. Uahahhh, pokoke maknyuuuss. Kalo dipake
buat nyepong, baru nempel aja paling aku udah keluar."
Hari ini dia lebih beruntung lagi, karena tadi pagi sempat mencuri
celana dalam Alya yang belum dicuci. Dia sempat mencium bau harum
belahan selangkangan Alya dari celana dalam bekas pakainya itu.
Setelah istrinya tidur, malam ini Pak Bejo beringsut ke kamar mandi
dengan sembunyi-sembunyi sambil membawa celana dalam Alya. Buat
apa lagi kalau bukan buat coli? Ia segera bermasturbasi dengan
membayangkan wajah Alya dan mimpi bercinta dengan istri Hendra itu
dari segala macam posisi. Pak Bejo merem melek dan mendengus-
dengus penuh nafsu.
'Wah,' pikirnya. 'Kalau cuma begini terus, bisa rusak kontol ini aku
betot. Gimana yah caranya bisa ngentotin si Alya yang semlohay itu?
Aku musti cari cara buat bisa masukin kontol ini ke memeknya!'
Setelah orgasme dan melepaskan air mani ke lantai kamar mandi, Pak
Bejo kembali ke teras dan kongkow-kongkow. Dia masih mengatur
strategi untuk melaksanakan pikiran kotornya. Suatu saat, teringatlah
Pak Bejo pada adik Alya yang juga sangat cantik dan seksi yang
bernama Lidya.
'Si molek itu kayaknya curiga sama aku. Suatu saat nanti aku harus
memberi dia pelajaran di tempat tidur!' kata Pak Bejo dalam hati. 'Yang
mana yah enaknya? Alya atau Lidya yang sebaiknya aku entotin
duluan? Wah wah, satu keluarga kok semlohay semua. Belum lagi
kakaknya yang paling gede, siapa itu namanya... Dina Febrianti? Wah...
teteknya oke banget... ah ah... Dina, Alya atau Lidya?'
Pak Bejo lantas membuka folder-folder gambar di dalam HPnya. Di
dalamnya terdapat tiga foto yang sangat dia sukai. Semuanya seronok
dan diambil tanpa sepengetahuan sang target. Gambar Dina saat
mengenakan kaos ketat yang memperlihatkan kemolekan buah
dadanya, gambar belahan dada Alya saat pujaan Pak Bejo itu
membungkuk dan gambar paha mulus Lidya. Dina sudah menikah dan
tinggal tidak jauh dari rumah Alya, berbeda gang tapi masih dalam
satu komplek. Bersama suaminya, Anton, Dina memiliki dua orang anak
yang sekarang sudah bersekolah di SD terdekat. Sedangkan Lidya
adalah penganten baru yang tinggal di sebuah rumah agak jauh di
pinggiran kota. Karena sering tugas keluar kota, maka Andi suami
Lidya sering menitipkan istrinya ke rumah Alya.
Kedua orang tua kakak beradik Dina, Alya dan Lidya sudah meninggal
dunia karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu.
Sambil menikmati gambar ketiga kakak beradik yang seksi itu, Pak
Bejo Suharso terus melamun hingga larut malam sambil menggaruk-
garuk selangkangannya yang makin gatal.
###
Alya sudah bekerja keras sepanjang hari Minggu ini dan dia kelelahan.
Ibu rumah tangga muda yang cantik itu sudah mencuci baju, memasak,
membersihkan rumah, memandikan Opi dan menidurkannya. Apalagi
hari ini Alya harus melayani kunjungan ibu mertuanya yang baru
pulang sore hari sementara Bu Bejo sedang mengunjungi relasi
sehingga tidak bisa datang. Akhirnya Alya bisa beristirahat dengan
tenang malam itu.
Setelah mandi dengan shower, keramas dan mengenakan piyama, Alya
merebahkan diri di tempat tidur. Sayangnya, Hendra punya pikiran lain
dan mulai bergerak mendekati istrinya yang tidur membelakanginya.
Hendra memeluk Alya dari belakang, menepikan rambut dan menciumi
lehernya yang putih.
"Jangan sekarang ah, Mas Hendra," kata Alya manja. "Aku capek
banget."
Hendra tidak menjawab. Suami Alya itu terus menciumi lehernya dan
meletakkan tangannya di payudara kiri Alya. Hendra meremas susu
Alya perlahan dan menjilati daun telinganya, sementara tubuhnya kian
mendekat dan akhirnya Hendra menempelkan alat vitalnya di belahan
pantat Alya yang montok.
"Mas..." Alya menggeliat dan mencoba mendorong suaminya menjauh.
Tidak enak juga rasanya menolak melayani suami seperti ini, karena
biar bagaimanapun Alya sangat mencintai Hendra dan ingin
melayaninya sampai puas. Sayangnya, Hendra sering memilih waktu
yang tidak tepat saat meminta jatah.
"Ayolah, sayang," kata Hendra sambil mencopoti kancing baju piyama
yag dikenakan Alya. "Aku pengen."
"Aku capek, Mas," jawab Alya. Tapi karena Hendra terus merangsang
payudaranya, Alya akhirnya mengalah. Akan lebih baik kalau dia
menyerah dan pasrah pada kemauan sang suami.
Alya berhenti menolak dan mulai rileks saat Hendra selesai
melepaskan semua kancing baju piyama yang dikenakannya. Telanjang
dari perut ke atas, Hendra segera menyerang kedua payudara Alya
yang ranum dan indah. Hendra memijat buah dada Alya dengan kedua
belah telapak tangannya. Suami Alya itu lalu mengelus-elus susu Alya
dan menciumi sisi-sisinya. Hendra hanya sekilas mencium puting
susu Alya (tidak cukup lama untuk membuatnya mengeras), lalu
bangkit dan berlutut. Ia meraih bagian atas celana piyama yang dipakai
Alya dan mencoba menariknya. Alya dengan desahan panjang
mengangkat pantatnya ke atas supaya celananya mudah ditarik.
Hendra melucuti celana panjang piyama Alya dan melakukan hal
serupa dengan celana dalam istrinya. Kini Alya sudah telanjang bulat
di depan suaminya.
"Seksi banget, sayang. Sudah lebih dari lima tahun kita menikah, tapi
bentuk tubuhmu masih jauh lebih indah dari gadis manapun. Masih
seksi, masih mulus dan hmm... tidak, aku salah. Tubuhmu jauh lebih
seksi, lebih mulus dan lebih aduhai dari siapapun." Kata Hendra
memuji keindahan tubuh istrinya. Alya tersenyum, paling tidak dia
masih mendapatkan pujian dari suaminya.
"Ini semua untuk kamu, Mas." Kata Alya mesra.
Hendra ambruk di atas tubuh Alya dan istrinya itu otomatis
merenggangkan kakinya yang jenjang. Alya mengaitkan kakinya
diantara pinggang Hendra dan menjepitnya lembut. Beberapa saat
kemudian, Alya merasakan ujung kemaluan Hendra mulai menyentuh
ujung vagina Alya. Wanita cantik itu menarik nafas panjang. Hendra
mungkin bukan orang paling romantis di dunia, tapi penisnya lumayan
besar, dan itu biasanya mampu mengagetkan dan memuaskan Alya.
Alya menahan nafas sementara Hendra melesakkan penisnya ke dalam
vagina istrinya dengan sangat perlahan. Setelah seluruh batang
kemaluan Hendra masuk ke dalam mulut rahimnya, Alya melepas nafas.
Hendra mulai menyetubuhi Alya dengan gerakan pelan dan lembut.
Gerakan Hendra yang ajeg dibarengi dengan erangan dan lenguhan
kenikmatan. Alya merintih pelan dan manja, untuk memberikan kesan
dia menikmati permainan cinta yang diberikan suaminya. Padahal
dalam hati Alya sama sekali tidak puas.
Sebenarnya permainan Hendra tidaklah terlampau buruk, tidak pula
singkat, kadang Alya juga terpuaskan perlahan-lahan, tapi permainan
Hendra tidak mampu melejitkan Alya ke puncak kepuasan yang
optimal. Alya mencoba mengimbangi gerakan memilin suaminya
dengan gerakan pinggulnya, mencoba menyamakan ritme dengan
gerakan mendorong yang dilakukan Hendra, tapi lagi-lagi Alya harus
berpura-pura karena tak berapa lama kemudian Hendra sudah orgasme.
Alya tersenyum dan mencium suaminya lembut. Hendra menyentakkan
penisnya dalam vagina Alya untuk kali terakhir sementara air maninya
membanjiri liang kemaluan sang istri.
Setelah semuanya usai, Hendra bergulir dari atas tubuh Alya dan
memejamkan matanya penuh kepuasan. Alya bangkit dari ranjang,
membersihkan diri sebentar dan kembali ke tempat tidur sambil
memeluk suaminya yang sudah tertidur lelap penuh rasa cinta.
Sementara itu, di luar sepengetahuan Alya dan Hendra, sesosok tubuh
gemuk berhenti merekam adegan persetubuhan mereka. Sosok itu
sedari tadi bersembunyi di luar jendela kamar Alya. Entah bagaimana,
sosok itu bisa menemukan celah di antara tirai, mengintip ke dalam
kamar lalu merekam adegan seks mereka dengan kamera HP.
Sosok itu melangkah puas sambil terkekeh-kekeh pulang ke rumah.
Sosok Pak Bejo Suharso!
###
Dina duduk di kamar santai dan menyalakan televisi. Tapi ibu muda
yang cantik itu tidak menonton tayangan sinetron di televisi. Dina
terus memijat-mijat tangannya dengan gelisah di pangkuan dan
bertanya-tanya apa yang diinginkan oleh Pak Pramono, bos kerja
Anton. Pak Pramono telepon tadi pagi dan bertanya apakah dia boleh
datang berkunjung. Pak Pramono mengatakan ada sesuatu yang
penting yang harus dibicarakan. Anehnya, saat ini Anton justru tengah
dinas keluar kota. Apa yang ingin disampaikan Pak Pramono padanya?
Dina selalu merasa rikuh saat berhadapan dengan Pak Pramono.
Walaupun sudah tua, tapi pria yang rambutnya sudah beruban semua
itu sangat besar dan masih terlihat gagah. Kulitnya yang hitam dan
kumisnya yang lebat menambah sangar penampilan Pak Pramono. Dia
lebih mirip seorang perwira militer ketimbang bos perusahaan IT. Dina
bertanya-tanya dalam hati apa yang ingin dibicarakan oleh Pak
Pramono saat kemudian bel pintu berbunyi.
Dina buru-buru membukakan pintu dan mempersilahkan seorang pria
masuk. Dia mengantarkan sang tamu ke ruang duduk di mana mereka
berdua akhirnya berhadapan. Dina merasa sedikit grogi berbincang-
bincang dengan pimpinan suaminya. Sangat jarang pimpinan Anton
berkunjung kemari, bahkan bisa dibilang ini baru pertama kalinya
mereka berdua berhadapan langsung.
"Bagaimana kabar anda?" tanya Pak Pramono memulai percakapan.
Dina cukup terkejut dengan pertanyaan sopan ini. Pak Pramono bukan
orang yang suka berbasa-basi dan wajahnya cenderung menyeramkan.
Satu-satunya pertemuan empat mata antara Dina dan Pak Pramono
berlangsung di sebuah pesta perusahaan. Saat itu Pak Pramono
bahkan tidak tersenyum pada siapapun. Sebaliknya Bu Pramono adalah
seorang istri yang sangat ramah. Dina memutuskan untuk tidak
memasang wajah kaku dan berlaku santai. Dia duduk dengan tenang.
"Baik, terima kasih. Bagaimana kabar anda sendiri, dan Bu Pramono,
sehat-sehat saja kan?" Dina menjawab ramah.
"Baik. Baik. Ibu juga baik baik saja. Semua sehat."
Dina melihat wajah Pak Pramono mengeras, sehingga perasaan tegang
kembali menyelimutinya. "Pasti Bu Anton bertanya-tanya kenapa saya
ingin menemui ibu?"
"Betul Pak, saya cukup terkejut dengan telpon dari anda... apalagi saat
ini Mas Anton sedang keluar kota dan..."
"Akan lebih baik kalau dia tidak ada di sini. Saya ingin berbincang-
bincang soal serius pada Bu Anton perihal bapak."
"Tentang suami saya? Apa ada masalah di tempat kerja?
"Pertama, apakah ibu tahu soal kebiasaan Pak Anton berjudi?"
Dina terkejut dan hampir pingsan, tapi setelah beberapa saat berdiam,
dia mencoba menguasai dirinya sendiri dan menjawab. "Mas Anton
tidak pernah berjudi, tidak tepat kalau disebut 'kebiasaan', Pak
Pramono."
Pak Pramono membuka tas kerjanya dan mengambil secarik amplop
manila. Dia membukanya dan mengeluarkan beberapa carik kertas dari
dalamnya. Memisahkan sebagian dan mengambil beberapa lagi. Dia
lalu menunjukkannya kepada Dina. Kertas-kertas itu adalah foto. Dina
duduk terdiam. Dia hampir pingsan.
"Ini buktinya," kata Pak Pramono tenang.
Dalam foto-foto itu tergambar kegiatan Anton saat dia sedang di meja
judi. Entah itu saat bermain kartu atau berbagai jenis kegiatan judi
lain. Ada foto-foto saat Anton sedang memasang nomor taruhan, ada
foto saat Anton merobek nomernya yang kalah dengan kesal dan ada
foto Anton saat dia sedang minum bir bersama beberapa bandar.
"Darimana anda mendapatkan foto-foto ini?" tanya Dina kebingungan.
"Itu tidak penting. Jadi patut diketahui oleh ibu, kalau kami selalu
melakukan penyelidikan mendetail pada seluruh karyawan, termasuk
Pak Anton. Dalam kasus ini, kami memang mencurigai beliau."
"Mencurigai! Kenapa?"
"Saya baru hendak menyampaikan alasannya. Auditor kami menemukan
catatan sejumlah besar dana yang telah diselewengkan oleh seorang
karyawan. Hal itu membuat kami harus memulai langkah penyelidikan.
Setelah langkah-langkah diambil, semua bukti yang ada mengarah
pada Pak Anton, suami ibu. Kami menghubungi pihak yang berwajib
dan mereka mengirim beberapa intel untuk, mm, mematai-matainya."
"Ini pasti kesalahan besar. Anton tidak mungkin mencuri. Dia tidak
pernah berjudi!" Dina mulai gusar, matanya mulai basah.
"Tentunya, seperti yang terbukti dari foto-foto ini, suami ibu jelas-
jelas berjudi." Pak Pramono mengeluarkan beberapa foto lagi dari
amplop manilanya. "Bahkan kami punya bukti kalau Pak Anton juga
telah melakukan korupsi dan menggelapkan uang perusahaan untuk
kegemarannya itu."
Dina yang shock duduk dengan mulut terbuka lebar karena terheran-
heran. Ruang tamunya seakan berputar dan perlahan menjadi gelap.
Dina pingsan.
###
"Alya."
"Iya Mas?"
"Dasiku yang biru kamu simpan dimana? Aku kok tidak bisa
menemukannya dimana-mana?"
"Ada kok, di dalam lemari."
Hendra selalu berharap Alya akan menyiapkan segala kebutuhannya
sebelum berangkat ke kantor. Ketika mereka menikah beberapa tahun
yang lalu, Alya sanggup melayani Hendra. Tapi kini, sebagai seorang
wanita yang juga bekerja dengan seorang anak yang masih kecil,
kesibukan pagi Alya sangatlah padat. Bangun pagi, menyiapkan
makan, membangunkan Opi, menghidangkan sarapan... terus berlanjut
sampai Hendra berangkat kerja, Opi diasuh Bu Bejo dan Alya sendiri
berangkat bekerja.
Saat Bu Bejo tidak datang, kehidupan Alya jauh lebih hiruk pikuk.
Untungnya suami istri Pak dan Bu Bejo gemar menolong dan mereka
selalu datang untuk membantu. Bu Bejo tidak pernah menolak
membantu dalam hal apapun juga, hubungan kedua tetangga inipun
terjalin erat. Hendra dan Alya sering memberi uang lebih pada Pak
Bejo dan istrinya sebagai balas jasa.
Sayangnya Alya kemudian mengetahui kehidupan gelap Pak Bejo
Suharso. Pak Bejo adalah seorang suami yang pemabuk dan sering
memukuli Bu Bejo dengan kasar. Tanpa alasan yang jelas
(kemungkinan besar karena kalah judi), Pak Bejo bisa menghajar Bu
Bejo sampai bengkak dan biru. Biasanya kalau sudah begitu, hanya
Pak Bejolah yang datang ke rumah Hendra selama beberapa hari. Alya
mengasihani Bu Bejo, kenapa dia masih tetap bertahan sebagai istri
Pak Bejo? Mungkin kondisi ekonomi membuat kehidupan Pak Bejo
menjadi keras, tapi itu bukan alasan untuk menganiaya istrinya
sendiri.
Seandainya Hendra yang berlaku demikian, maka Alya akan minta cerai
dan pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Bukanlah penganiayaan fisik
yang membuat Alya marah, tapi penghinaan berlebih terhadap kaum
wanita yang membuatnya tersinggung. Alya hanya tertawa saat
membayangkan Hendra menjadi seorang penganiaya istri, tidak
mungkin terjadi. Mereka sudah pacaran sejak SMU dan Hendra adalah
orang terbaik yang pernah ia kenal.
Suatu ketika Alya pernah menanyakan perihal alasan Bu Bejo bertahan,
Bu RT itu hanya tertawa penuh kesabaran. "Kamu belum tahu apa-apa,
nDuk. Mbak Alya belum mengerti apa-apa."
Tapi, Bu Bejo berjanji, setiap kali Pak Bejo berlaku kasar, dia akan lari
minta perlindungan pada Alya sekeluarga dan berusaha menyadarkan
suaminya dari tindakan yang semena-mena itu. Hari ini Bu Bejo belum
menampakkan batang hidungnya, dan Alyapun bertanya-tanya apa
yang sedang terjadi.
"Opi, ayo habiskan makannya." Kata Alya memperingatkan putrinya.
Putri kecil Alya punya kebiasaan buruk menghambur-hamburkan
sarapan. Toh walaupun sudah masuk kelas 0 kecil, Opi masih seorang
anak kecil. Alya melirik ke arah jam di dinding. Jam tujuh tiga puluh.
"Sayang, aku pergi dulu. Mungkin pulang agak telat hari ini. Ada
meeting nanti sore dengan pemegang saham." Kata Hendra sambil
mencium pipi sang istri.
Melangkah keluar dari dapur, Alya dan Hendra mengangkat Opi dari
meja makan. Kalau Bu Bejo tidak datang, Hendralah yang
mengantarnya ke TK. Kalau sudah begitu, biasanya Opi dititipkan pada
neneknya yang kebetulan tinggal di dekat TK dan juga bersedia
menampung Opi. Hendra atau Alya akan menjemput Opi nanti sore
sepulang kerja.
Alya merasa pusing hari ini, sehingga dia memutuskan untuk absen
kerja. Setelah menelpon kantor untuk minta ijin, Alya juga menelpon
mertuanya untuk menitipkan Opi. Saat melintas di depan kaca, tidak
sengaja Alya memperhatikan tubuhnya sendiri. Sangat susah
mempertahankan badan agar tetap langsing bagi sebagian orang. Tapi
bagi Alya, dia bagai dikaruniai sebuah tubuh indah yang sangat
sempurna. Alya merapikan rambut sebahunya yang agak kusut.
"Kamu memang seksi banget, sayang. Kalau jalan-jalan di mall, pasti
banyak cowok pengen menggodamu." Kata Hendra. Dia selalu memuji
istrinya. Memang bukan hal aneh kalau Alya sering digoda cowok
dimanapun dia berada karena sangat cantik dan seksi. Tapi Alya adalah
seorang istri yang setia dan punya martabat yang ia junjung tinggi.
"Mama, Opi pegi dulu." Kata si kecil sambil mencium pipi sang bunda.
"Iya. Ati-ati ya sayang." Alya mengecup dahi Opi.
"Aku pergi dulu, say." Hendra pamit sambil menggandeng Opi.
Alya melambaikan tangan pada mereka berdua.
Alya ambruk ke atas ranjang setelah Hendra dan Opi pergi. Pengaruh
obat yang dia minum setelah sarapan tadi membuatnya sangat
mengantuk. Ibu rumah tangga yang jelita itu tertidur selama hampir
dua jam sebelum terbangun dan memutuskan untuk bersantai-santai
sambil membaca tabloid. Alya bertanya-tanya kemanakah Bu Bejo hari
ini.
###
Saat kemudian terbangun, Dina sedang berbaring di sofa dan Pak
Pramono duduk di sampingnya.
"Anda ingin saya ambilkan segelas air?" tanya Pak Pramono.
"Apa yang terjadi? Ya Tuhan, saya ingat. Tidak mungkin. Anton tidak
akan melakukan itu semua. Apa yang akan anda lakukan?"
"Itulah sebabnya hari ini saya memutuskan kemari dan menemui Mbak
Dina. Saya punya penawaran." Kata Pak Pramono.
"Penawaran? Untuk saya? Apa yang bisa saya lakukan?"
Pak Pramono tersenyum nakal. "Begini, Bu Anton, atau boleh saya
panggil Mbak Dina saja supaya akrab? Anda terlalu muda dan cantik
untuk dipanggil ibu."
Dina mengangguk.
"Baiklah, Mbak Dina. Anda bisa membantu suami, dalam hal ini Mas
Anton, dan juga seluruh keluarga Mbak Dina. Saya punya bukti-bukti
kuat yang akan menggiring Pak Anton ke penjara untuk jangka waktu
yang sangat lama. Saat melakukan penyelidikan, kami juga menerima
berkas-berkas laporan keuangan dan bon tagihan bulanan keluarga
anda."
Dina sudah siap memprotes, tapi kemudian terdiam dan membiarkan
Pak Pramono meneruskan keterangannya.
"Memang apa yang saya lakukan bersama tim terdengar ilegal, tapi
saya bersumpah apa yang kami lakukan sah sesuai hukum. Saya
memberitahu anda saat ini karena ingin anda mengerti posisi kami.
Dari apa yang kami dapatkan, kami menemukan bukti bahwa keluarga
anda telah berfoya-foya dengan membeli berbagai peralatan elektronik
dan..."
"Berfoya-foya? Kami tidak minta apa-apa! Itu semua Mas Anton yang
membelikan!" teriak Dina panik.
"Kami minta maaf, tapi saya tetap pada pernyataan saya. Suami anda
menghabiskan uang dalam jumlah yang tidak sedikit dan seiring
dengan kegiatan judi yang dia lakukan dan banyaknya hutang yang dia
tanggung dari kegiatannya itu, saya rasa anda tidak sanggup
mengeluarkan lebih banyak lagi dana dari anggaran belanja anda. Pak
Anton harus kehilangan pekerjaan dan mendekam di penjara."
"Ya Tuhan, lalu apa yang akan terjadi kalau anda melakukan itu?! Kami
akan kehilangan rumah! Anak-anak! Apa yang terjadi pada mereka?
Sekolah dan lain-lain!"
"Benar sekali. Itu sebabnya saya disini. Saya bukan pendendam. Saya
memang sangat marah saat tahu Pak Anton telah mencuri uang
perusahaan, tapi saya lalu teringat pada Mbak Dina dan... ahh, saya
punya penawaran menarik."
"Apa yang anda maksud... penawaran menarik?"
"Apakah anda berniat membantu Pak Anton mempertahankan
pekerjaannya dan menjauhkan suami anda dari jeruji penjara?"
"Tentu saja."
"Apa yang anda akan lakukan untuk itu?"
"Apa saja."
Tentunya Dina bermaksud membayar kembali hutang Anton pada
perusahaan, bahkan jika dia harus menjadi pembantu rumah tangga
atau buruh cuci untuk melakukannya.
Dina akan sangat terkejut saat Pak Pramono melanjutkan niatnya.
"Saya sangat lega anda berpendapat demikian, Mbak Dina. Tahu tidak,
anda sungguh sangat cantik jelita. Sangat mempesona."
"Terima kasih. Tapi sebaiknya kita tetap pada pokok permasalahan."
"Itulah yang sedang saya lakukan. Saya ingin menolong keluarga anda
keluar dari kesulitan ini. Dengar baik-baik apa yang hendak saya
sampaikan: saya orang yang sangat kaya, jadi saya bisa melupakan
uang yang dicuri suami anda dari perusahaan hanya jika... jika anda
berlaku 'baik' terhadap saya."
"Pak Pramono, apa saya tidak pernah berbuat baik pada anda? Apa
pernah saya berlaku tidak sopan pada anda?"
"Mbak Dina. Anda selalu sopan terhadap saya. Tapi itu bukan
'kebaikan' yang saya maksudkan. Apa anda tahu maksud saya?"
"Mohon maaf, tapi saya tidak tahu. Pikiran saya sedang kalut dan saya
tidak bisa berpikir jernih. Apa yang anda maksud?"
"Baiklah. Saya akan terus terang saja. Kalau kamu ingin aku melupakan
kelakuan suamimu dan kerugian yang diderita perusahaan, aku ingin
kamu melayaniku. Tidur denganku. Aku ingin menggauli tubuh
indahmu."
Mulut Dina menganga tak percaya. Dia menutup mulutnya dengan
kedua tangan. Wajahnya pucat pasi dan dia duduk di kursi dengan
menggigil ketakutan. Akhirnya, setelah mengumpulkan semua kekuatan
karena shock, Dina berteriak kencang. "Keluar dari rumahku! Pergi!
Orang tua tidak tahu diri!"
Pak Pramono perlahan memindahkan foto-foto yang berada di amplop
manila dan meletakkannya di dalam tas kerja. Sengaja dia meletakkan
tas itu dengan keras di atas meja sehingga membuat Dina terperanjat.
Pak Pramono berdiri, membalikkan badan dan perlahan berjalan ke
arah pintu. Setelah lima langkah, Pak Pramono berhenti dan melirik ke
belakang.
"Penawaran ini tidak akan aku ulangi," kata Pak Pramono dingin. "Saat
aku melangkah keluar dari rumah ini tanpa kau turuti kemauanku,
pihak yang berwajib - kepolisian, akan segera aku hubungi. Segera."
Dina meloncat dari kursinya dan berusaha menahan kepergian Pak
Pramono. "Tunggu! Saya mohon, Pak! Berhenti dulu!" Dina sangat
kebingungan. Apa yang harus dilakukannya? Apa yang sebaiknya ia
perbuat? Seluruh tubuhnya bergetar karena takut dan dia tidak dapat
berpikir jernih. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa banyak
berpikir, Dina mengganguk lemah. "Baiklah. Anda menang."
"Apa itu artinya kamu mau melakukan semua yang aku minta?"
Dina ragu-ragu sesaat, matanya menatap ke lantai dengan hampa dan
akhirnya dengan suara lemah dia menjawab. "Iya. Saya tidak punya
pilihan lain."
"Bagus. Kalau begitu ayo kita buktikan saja." Pak Pramono duduk di
sofa dan menunggu dengan santai. Saat Dina berdiri terdiam, Pak
Pramono pun tersenyum puas.
"Buka bajumu." Perintah Pak Pramono.
###
Hari mulai siang dan Alya masih terus membolak-balik halaman
tabloid Ibu & Anak. Dia masih menunda pekerjaan rumah seperti
mencuci piring atau memasak. Setelah merasa sedikit sembuh dari
pusing, barulah Alya bangkit dari bermalas-malasan dan melangkah
menuju dapur.
Saat itulah terdengar pintu pagar dibuka.
Siapa yah? Apa mungkin tukang pos yang mengantarkan surat atau
paket? Pikir Alya dalam hati. Saat membuka pintu, Alya menemui Pak
Bejo sedang membawa tas kresek hitam besar.
"Oh, saya kira siapa. Gimana Pak Bejo?" tanya Alya.
"Mbak Alya kok di rumah? Tidak kerja hari ini?"
"Oh, nggak, Pak. Soalnya hari ini badan agak kurang sehat, kepala
juga pusing."
"Oh begitu. Ini saya mau ngambil sampah. Biasanya Bu Bejo yang
ngambil sampah di keranjang belakang. Tapi tadi tiba-tiba saja Bu
Bejo juga tidak enak badan."
Meskipun sedang malas berbasa-basi, Alya tidak mau tidak sopan
terhadap tetangganya ini. "Oh begitu. Sampahnya ditaruh depan rumah
saja, Pak. Nanti diambil sama tukang sampah yang keliling kan?"
"Iya, Mbak," jawab Pak Bejo. "Kalau diletakkan di keranjang depan,
pasti diambil tukang sampah komplek."
Alya mengangguk dan mempersilahkan Pak Bejo masuk.
"Em, maaf Mbak. Tapi boleh saya minta segelas air putih? Saya haus
sekali." tanya Pak Bejo.
"Tentu saja boleh, Pak. Kan sudah biasa? Anggap saja rumah sendiri.
Sini, biar saya saja yang mengambilkan. Bapak duduk dulu." Kata Alya
sopan.
Ketika kembali dengan segelas air putih, Pak Bejo sudah duduk di
ruang tengah. Dengan cepat Pak Bejo meneguk air putih dan
mengembalikan gelasnya pada Alya. Ibu muda yang cantik itu
mencoba mengambil gelas, tapi sebelum sempat menarik gelas, tangan
Alya sudah ditarik oleh Pak Bejo. Tubuh Alya tertarik ke depan ke arah
pelukan Pak Bejo. Dengan sigap Alya memutar tubuh sehingga Pak
Bejo kini berada di belakangnya dan mencoba lari, tapi Pak Bejo terus
memegang tangan Alya dan memeluk tubuhnya. Saat mereka bergumul
gelas yang dipegang Alya terlempar hingga pecah berkeping-keping.
Tangan Pak Bejo mulai nakal meraba-raba dada kenyal Alya dan
meremasnya dengan sangat keras hingga terasa sakit. Alya
membungkukkan badan ke depan mencoba melepaskan diri dari
pelukan erat Pak Bejo.
Semua usaha Alya sia-sia. Untuk bisa mempertahankan keseimbangan
diri, Alya harus mundur ke belakang. Tanpa dikomando, Pak Bejo
segera beraksi. Pria tua itu menyelipkan selangkangannya yang sudah
membusung besar ke lipatan pantat Alya. Tangannya juga meremas
buah dada Alya dengan sangat kasar. Alya mengernyit kesakitan.
"He-Hentikan, Pak!! A-Atau saya akan teriak minta tolong!" kata Alya
terbata-bata. Dia sangat ketakutan.
"Aku tahu Mbak Alya tidak akan melakukan itu. Apa yang dibutuhkan
Mbak Alya adalah tidur dengan laki-laki sejati. Setelah kita bersetubuh
nanti, Mbak Alya akan menjadi seorang wanita yang mendambakan
kontol besar setiap hari." Kata Pak Bejo sambil terengah-engah penuh
nafsu.
Setelah berusaha mengatasi kepanikan, Alya mencoba melawan.
Tangan Alya meraih rambut Pak Bejo, memaksa pria tua itu menunduk
dan dengan sekuat tenaga Alya menyepak kemaluan Pak Bejo.
"Aduh! Lonthe!!"
Pria tua yang mesum itu pantas menerimanya. Dengan nekat Alya
mencoba kabur ke pintu depan sambil melewati Pak Bejo yang sedang
kesakitan. Salah besar. Tangan Pak Bejo menarik rambut Alya dan
membanting tubuh si cantik itu ke lantai. Alya yang jauh lebih ringan
terbanting dengan keras.
Pak Bejo melepaskan rambut Alya.
Alya mencoba berdiri dengan sempoyongan, ia berusaha
mempertahankan kesadarannya. Dengan satu tamparan keras di pipi,
tubuh Alya terlempar lagi ke lantai. Air mata mulai menetes di pipi
mulus Alya. Tamparan kedua menyusul tak lama kemudian,
membanting tubuh Alya ke arah yang berlawanan. Akhirnya pukulan
dan tendangan Pak Bejo seakan tak berhenti menghajar tubuh Alya.
Pak Bejo mengunci tubuh Alya, sehingga walaupun Alya berusaha
melawan, semua tidak ada gunanya. Tak perlu waktu lama sebelum
akhirnya perlawanan Alya mengendur dan tubuhnya mulai lemas.
Tamparan demi tamparan Pak Bejo menjadi hajaran yang tak
tertahankan.
"Pak!! Saya mohon!! Hentikan! Hentikan!!" ratap Alya sambil menangis.
Akhirnya Pak Bejo berhenti menghajar Alya. Alya mulai meraung-raung
dan menangis sejadi-jadinya. Darah menetes dari hidungnya yang
sembab.
"Nggak apa-apa. Sebentar lagi juga sembuh." Pak Bejo menyeringai.
Tangan Pak Bejo mulai bekerja dengan cepat melucuti pakaian yang
dikenakan Alya. Pak Bejo melepas rok dan rok dalam yang dipakai
Alya. Akhirnya Alya bisa merasakan tangan kuat pria tua itu merobek
celana dalamnya.
Alya tidak percaya ini semua terjadi padanya. "Ini pasti mimpi buruk."
Pak Bejo juga tidak percaya melihat kemolekan tubuh Alya. Kaki yang
jenjang, paha yang mulus dan rambut tipis tercukur rapi menutup
gundukan memek yang bersih. Keindahan yang tidak ada duanya.
Keindahan tubuh Alya persis seperti apa yang selalu diidam-idamkan
oleh Pak Bejo ketika masturbasi sendirian di kamar mandi. Tubuh yang
indah itu kini tergolek pasrah di atas lantai.
Pak Bejo tak perlu waktu lama untuk menyerang tubuh Alya. Dia
membenamkan kepala di antara paha Alya dan mulai menghirup aroma
wangi liang kewanitaannya. Pak Bejo mulai menjilati bibir kemaluan
Alya.
"Ya Tuhan!" Alya menggigil tak berdaya sambil mencengkeram kepala
Pak Bejo dengan kedua tangannya dan mencoba mendorongnya
menjauh. Bahkan Hendra tak berani melakukan itu padanya. Lidah Pak
Bejo makin lama makin meningkat intensitas iramanya dan Alya mulai
kehilangan kendali pada tubuhnya. Dengan malu Alya mulai menyadari
kalau tubuhnya perlahan menikmati apa yang dilakukan oleh Pak Bejo
sementara batinnya mencoba mengingkari.
"Aaah!!" lenguh Alya keras sambil terus mencoba mendorong kepala
Pak Bejo.
Lenguhan Alya makin lama makin keras dan tubuhnya menggigil penuh
nafsu birahi di bawah rangsangan luar biasa dari Pak Bejo. Alya sudah
tidak ingat lagi akan semua hal yang ia junjung tinggi, pekerjaan,
pendidikan, latar belakang, keluarga, suami, anak... semua hilang
ditelan nafsu. Tidak ada jalan keluar. Dia akan ditiduri oleh laki-laki
ini, seorang pria tua yang ternyata memiliki hati busuk.
Dengan kecepatan tinggi, Pak Bejo mulai meloloskan baju dan celana
yang ia kenakan. Saking nafsunya, ia bahkan merobek kaos oblongnya.
Berbaring di lantai, Alya sekilas melihat batang zakar Pak Bejo
sebelum dia akhirnya memeluk Alya. Kontol Pak Bejo sangat besar,
bahkan lebih besar dari milik Hendra, batin Alya dalam hati. Kaki Alya
yang jenjang diangkat ke atas oleh pria tua yang sudah nafsu itu,
keduanya ditautkan di pundak Pak Bejo dan dengan secepat kilat, Pak
Bejo sudah sampai di selangkangan Alya. Tanpa tunggu waktu terlalu
lama, langsung dilesakkan kontolnya ke dalam memek Alya.
"Ya Tuhan!" lenguh Alya ketika penis Pak Bejo masuk ke dalam liang
kemaluannya. Si cantik itu bahkan harus menutup mulutnya dengan
tangan agar tidak berteriak kesakitan saat kontol Pak Bejo dipompa
dalam rahimnya berulang-ulang kali.
Tapi Pak Bejo tetaplah seorang pria tua. Tidak sampai lima menit, Pak
Bejo sudah melepaskan cairan pejuhnya di dalam rahim Alya. Alya
menatap wajah Pak Bejo dengan perasaan campur aduk.
"Sudah kubilang kalau kau akan menikmati semua ini, Mbak Alya.
Lenguhanmu terdengar sangat keras dan merangsang." Kata Pak Bejo
sambil meringis penuh kemenangan.
Alya yang malu memalingkan wajah.
Saat Alya berusaha bangun, Pak Bejo menarik tubuh Alya dan
memeluknya.
"Mau kemana, sayang? Kita kan belum selesai. Kamu nggak pengen
dikenthu lagi?"
"Mau ke kamar mandi." Kata Alya berusaha melepaskan diri dari
pelukan Pak Bejo.
"Tapi kamu kan nggak bisa pergi seperti ini."
Pak Bejo berdiri dan membantu Alya ikut berdiri. Satu persatu
dilepaskannya semua pakaian yang melilit tubuh indah Alya. Mulai dari
baju, BH sampai rok dalam yang masih tersangkut di kaki Alya.
Setelah selesai, dibaliknya tubuh Alya.
"Sekarang baru boleh pergi." Kata Pak Bejo terkekeh sambil menampar
kecil pantat Alya yang bulat dan mulus. Sambil menahan air mata, Alya
pun pergi ke kamar kecil.
Saat kembali ke kamar tengah, Pak Bejo sedang menonton acara TV.
"Duduk di pangkuanku!" Perintah Pak Bejo sambil menepuk kakinya.
Alya sempat ragu-ragu untuk sesaat, dia sangat sadar bahwa dirinya
saat ini sedang telanjang tanpa sehelai benangpun di depan seorang
pria yang bukan suaminya sendiri. Orang itu kini menghendaki tubuh
indah Alya duduk di pangkuannya. Alya hanya bisa mendesah penuh
kepasrahan. Air matanya kembali menetes.
Tak berapa lama setelah duduk di pangkuan Pak Bejo, tangan jahil pria
tua itu mulai meraba-raba tubuh indahnya. Lama kelamaan, api yang
tadinya padam mulai menyala lagi. Kali ini Pak Bejo ingin
mengeluarkan pejuh di mulut Alya. Istri Hendra itu memang sangat
jarang melakukan oral seks atau fellatio pada suaminya sendiri karena
terlalu alim. Sekali dua kali dilakukannya dengan terpaksa. Alya selalu
menganggap hal itu kotor dan menjijikkan. Hanya pemain film porno
yang pernah melakukannya.
"Aku tidak mau melakukannya." Kata Alya bersikukuh.
Tanpa banyak bicara Pak Bejo meraih kepala Alya dan akhirnya istri
Hendra itu hanya bisa pasrah. Alya mulai mengoral kontol Pak Bejo.
Remasan tangan Pak Bejo di kepala Alya mengeras. Si cantik itu bisa
merasakan denyutan di kontol yang diemutnya kalau Pak Bejo hampir
mencapai orgasme. Kontolnya sangat besar dan keras di dalam mulut
Alya sehingga dia mulai batuk-batuk dan kehabisan nafas tapi Pak
Bejo tidak peduli. Alya berusaha mundur untuk menarik nafas, tapi
tangan Pak Bejo meraih rambut belakang Alya dan mendorongnya maju
sampai tertelan seluruh batang kemaluan sang pria tua. Karena
kuatnya dorongan Pak Bejo, tubuh Alya menggelepar karena tercekik
kehabisan nafas.
Alya berontak dan berusaha melepaskan diri, tapi Pak Bejo terlalu kuat
untuknya. Lalu perlahan pria tua itu berhenti sesaat, memberikan
kesempatan bagi Alya untuk bernafas sejenak. Sayang hanya sebentar,
karena kemudian tiba-tiba saja kepala Alya didorong maju dan dipaksa
menelan seluruh batang kontolnya. Tepat ketika ujung kepala kontol
Pak Bejo menyentuh tenggorokan Alya, air mani pun meledak di dalam
mulutnya.
Tidak ada jalan lain kecuali menelan seluruh pejuh yang dikeluarkan
oleh Pak Bejo untuk menahan diri agar tidak tercekik. Saat dilepas oleh
Pak Bejo, Alya rubuh ke belakang dan menarik nafas lega. Seluruh pipi
dan dagunya belepotan air mani Pak Bejo yang keluar dari bibirnya
yang merah.
Sadar apa yang baru saja diminumnya, langsung saja Alya merasa
mual. Istri Hendra itu segera lari ke kamar mandi dan muntah-muntah
di sana. Setelah muntah, Alya merasa lebih baik dan tidak lagi merasa
mual. Sesaat setelah muntah, barulah Alya sadar kalau Pak Bejo sudah
berdiri di sampingnya. Alya tidak melakukan perlawanan apapun saat
pria yang lebih pantas menjadi ayahnya itu memeluk tubuh indahnya
yang telanjang dan mengelus rambutnya yang indah untuk
menenangkan si cantik itu.
"Apa Mbak Alya sudah enakan sekarang?" bisik Pak Bejo. Mau tak mau
Alya mengangguk pasrah.
Pak Bejo membantu Alya bersih-bersih sebelum membawa ibu rumah
tangga yang cantik itu kembali ke ruang keluarga. Pak Bejo menyuruh
Alya duduk di salah satu sofa sementara dia sendiri duduk tepat di
hadapan Alya.
"Santai saja. Jangan dianggap masalah berat." Kata Pak Bejo sambil
mengeluarkan sebungkus rokok dan mulai menghisapnya. "Pindah
channel TVnya."
Dengan menurut, Alya meraih remote TV dan memencet tombol. Entah
acara apa yang ingin ditonton Pak Bejo, Alya tidak peduli.
###
Bagaimana nasib Dina, Alya dan Lidya selanjutnya?
BAGIAN SATU
TAMAT
###########################

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.