Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 19: Nikmatnya Membalas Budi

Hai teman-teman, jumpa lagi dengan saya Citra. Wah setelah sekian
lama mengundurkan diri dari tulis menulis cerita dewasa, saya
terhenyak ketika mendapati cerita dewasa Indonesia ternyata telah
berkembang sedemikian pesat. Setelah situs kesayangan kita
17tahun.com wafat, ternyata banyak penulis-penulis kreatif yang
bermunculan seperti contohnya ya situs Kisabb nya Bang Shusaku ini,
yang katanya terinspirasi dari cerita-cerita saya, duh malunya, masa
sih saya sampe segitunya. Makasih ya Bang, makasih juga atas
dukungan para penggemar cerita saya yang masih mengalir sampe
sekarang, terbukti dari email-email yang masih sering masuk padahal
cerita saya sudah lama terkubur. Melihat perkembangan cerita dewasa
Indonesia yang sangat pesat saya jadi tergoda untuk turut
menyumbang tulisan lagi nih, maka di tengah-tengah kesibukan kerja
saya sengaja menyempatkan diri untuk menulis lagi memenuhi
permintaan teman-teman sekaligus meramaikan blog Mr. Shusaku ini.
Makasih banget ya Bang karena telah berhasil 'memaksa' saya turun
gunung menulis pengalaman saya lagi. Baiklah supaya tidak buang
waktu lagi perkenankan saya memulai saja cerita saya kali ini, moga-
moga berkenan di hati teman-teman.
Namaku Andani Citra, kini aku telah berusia 26 tahun dan telah bekerja
di sebuah perusahan multinasional. Kehidupan seksku masih beraliran
bebas (atau mungkin lebih tepatnya liar) walau setelah lulus kuliah
dan memasuki dunia kerja aku harus menguranginya seiring dengan
kesibukanku di perusahaan dan tentunya harus lebih mampu membawa
diri dong, jangan gara-gara nafsu sesaat berpengaruh buruk bagi
karirku di perusahaan. Cerita ini terjadi tahun 2009 yang lalu ketika aku
di Bandung, saat itu aku menghadiri sebuah resepsi pernikahan salah
seorang anggota keluarga dari pihak mamaku. Karena kedua orang
tuaku berhalangan hadir aku lah yang menghadiri undangan tersebut
bersama Tante Linda, adik dari mamaku yang paling kecil atau bungsu
dari 7 bersaudara keluarga mamaku. Beliau berumur 35 tahun dan telah
menjanda sekitar lima tahun yang lalu dengan seorang anak
perempuan yang telah berusia 8 tahun. Meskipun usianya telah kepala
tiga dan pernah melahirkan, Tante Linda masih terlihat segar dan
menggairahkan, terlebih dandanannya yang modis dan natural
membuatnya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Hubungannya
denganku terbilang cukup akrab, obrolan kami saling nyambung satu
dengan lainnya, mungkin karena usianya relatif masih muda sehingga
masih bisa mengikuti gaya satu generasi di bawahnya seperti aku ini.
Di Bandung kami menginap di salah satu hotel bintang tiga di jalan
Pasirkaliki. Hari Sabtu malam kami berdua menghadiri undangan
tersebut yang diselenggarakan di sebuah gedung serbaguna yang tidak
terlalu jauh dari hotel tempat kami menginap. Dapat dibilang hari itu
sangat melelahkan, bagaimana tidak begitu sampai di Bandung
siangnya kami sudah dijamu oleh keluarga yang punya pesta (kami
tidak sempat menghadiri pemberkatan nikah karena terlambat) lalu
disusul harus ke salon untuk menata rambut dan make up kami,
kemudian kembali ke hotel untuk bersiap-siap. Pesta pernikahan yang
termasuk mewah itu berjalan lancar, kami pulang kembali ke hotel jam
sembilan lebih. Setelah sikat gigi dan membersihkan make up aku
langsung menjatuhkan diri ke ranjang, rasanya seperti surga saja
setelah hari yang demikian padat. Aku sempat ngobrol-ngobrol
sebentar dengan Tante Linda sebelum akhirnya terlelap di ranjang
hotel yang empuk.
Keesokan harinya setelah sarapan di hotel, itulah saat yang kutunggu-
tunggu, apa lagi kalau bukan belanja. Andre salah satu sepupuku
mengantar kami berkeliliing kota Bandung yang terkenal sebagai
sorganya belanja dan kuliner. Tujuan pertama kami adalah factory-
factory outlet di sepanjang jalan Dago. Yang namanya berbelanja
memang sering membuat orang lupa waktu, tidak terasa waktu telah
menunjukkan pukul dua siang, sudah lebih dari jam makan siang. Kami
menenteng belanjaan kami memasuki sebuah kafe di sana dan makan
dengan lahap. Kulihat belanjaan Tante Linda, wow ternyata tanteku
yang satu ini gila belanja juga, beliau juga tidak segan-segan
mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk pakaian atau aksesoris
yang disukainya. Setelah Dago kami meneruskan perjalanan ke Rumah
Mode di kawasan Setiabudi, kami tidak terlalu lama di sana sebelum
akhirnya kembali ke hotel jam setengah enam sore. Acara selanjutnya
adalah kumpul-kumpul bersama famili lagi. Aku cukup menikmati acara
itu karena dapat bertemu lagi dengan saudara-saudara dan ngobrol-
ngobrol sampai lupa waktu. Sepulangnya ke hotel jam 9 malam, aku
baru sadar ternyata blackberry ku tidak ada di tasku. Alat komunikasi
itu biasanya kutaruh di sebuah pouch berwarna merah muda, di
dalamnya juga ada sedikit uang, beberapa kartu nama, serta beberapa
benda kecil lainnya. Tentu saja aku panik setelah menyadari blackberry
ku hilang karena di dalamnya ada nomor dan data-data penting. Aku
mulai mengingat-ngingat di mana aku meletakkan benda itu
sebelumnya. Apakah di restoran tempat acara keluarga tadi? Atau di
tempat berbelanja atau tempat makan tadi siang?
"Kenapa ga hubungin langsung aja ke nomornya Ci?" usul Tante Linda
melihatku yang mulai panik.
Benar juga pikirku, kenapa tidak kuhubungi saja, siapa tahu diterima
oleh orang yang memungutnya yang kuharap orang jujur dan bersedia
mengembalikannya. Tante Linda mengulurkan ponselnya padaku
membiarkanku untuk memakainya menghubungi nomorku sendiri.
Dengan harap-harap cemas aku menanti seseorang menerima
panggilanku.
"Ya...hallo!" terdengar suara pria di seberang sana menerima teleponku.
"Hallo, ini siapa ya?" tanyaku
"Ai neng siapa ya?" tanyanya lagi dalam logat Sunda.
"Saya...saya yang punya blackberry Pak, eemm...maaf Pak blackberry
yang Bapak pegang sekarang itu punya saya"
"Oooh...jadi Neng yang punya hape ini teh?"
"Iya Pak, Bapak dapet barang itu darimana? Tolong Pak itu barang
penting"
" Bapak mah nemu hapenya di bangku depan Rumah Mode neng,
kayanya si neng lupa bawa nya??? tanya pria itu
Rumah Mode...ya ampun aku baru ingat, setelah selesai berbelanja di
sana, kami duduk-duduk dulu di bangku batu di depan FO itu sambil
beristirahat dan menikmati snack. Ternyata di sana lah pouch berisi
blackberryku tertinggal.
"Eeennggg...Pak apa kita bisa ketemu saya buat ngembaliin barang itu,
itu penting Pak, saya bersedia ngasih imbalan kalau Bapak mau
ngembaliin" ucapku penuh harap
"Bisa Neng...bisa...Bapak juga lagi nunggu yang punya nelepon ke sini,
da dosa atuh nyimpen barang yang bukan punya Bapak mah!" jawab
suara di sana, "Neng di mana? Biar nanti Bapak anterin hapenya
besok?"
"Saya di Hotel D'batoe di Pasirkaliki Pak, Bapak tau ga? Bapak besok
siang bisa anterin? Soalnya saya sorenya udah harus pulang ke
Jakarta"
"Ooh...boleh Neng, jadi besok Bapak anter ke sana aja yah, jam 1an
abis makan siang bisa Neng?"
"Bisa Pak, saya tunggu ya, nanti kalau udah dateng bilang aja ke
resepsionis biar nanti dia panggil saya di kamar, bilang mau ketemu
Citra dari kamar 2011"
"Iya Neng siap, Bapak pasti dateng besok!"
"Makasih ya Pak, saya tunggu besok, maaf ini dengan Bapak siapa
ya?"
"Agus Neng"
"Ooh...ok deh Pak Agus, sampai besok ya"
Setelah selesai menelepon, hatiku sedikit lega dan mengembalikan
ponsel itu pada Tante Linda. Semoga saja bapak itu menepati janjinya
besok akan datang untuk mengembalikan blackberryku.
*********************
Keesokan harinya
Pagi setelah sarapan kami mulai membereskan barang-barang kami
karena akan pulang sore hari jam 6.45. Aku bersama Tante Linda
menyempatkan diri berjalan-jalan di Mall Istana Plaza dekat tempat
kami menginap. Dasar wanita, dari yang tadinya cuma mau jalan-jalan
menghabiskan waktu menunggu kereta berangkat malah akhirnya
berbelanja juga, ga tahan deh lihat barang bagus hehehe...Jam 11an
ketika masih di mall, saudaraku menelepon Tante Linda katanya akan
menjemput kami untuk makan siang bersama. Mereka datang sekitar
setengah jam setelahnya. Mereka menjamu kami makan siang di
sebuah restoran Thai di mall itu. Di tengah makan dan berbincang-
bincang, tiba-tiba aku teringat akan bertemu dengan Pak Agus di hotel
tempatku menginap untuk menerima blackberryku. Aku melihat jam
sudah menunjukkan pukul satu kurang sepuluh menit, astaga...
bagaimana kalau dia sudah datang dan menungguku? Aku pun
terpaksa harus mohon diri pada saudara-saudaraku untuk kembali ke
hotel dan akan segera kembali kalau sudah selesai urusannya. Mereka
pun nampaknya mengerti alasanku.
"Lain kali taro barang hati-hati Ci, untung ada orang yang baik mau
ngembaliin" nasehat salah seorang tanteku yang sudah berumur di
atas setengah abad.
Aku hanya tersenyum kecil menanggapinya sebelum meninggalkan
mereka. Hanya dengan berjalan kaki lima menitan aku sudah tiba ke
hotel dan langsung ke meja resepsionis menanyakan apakah tadi ada
orang mencariku.
"Belum ya Mbak, dari tadi pagi saya disini tapi belum ada" jawab si
mbak resepsionis.
"O, ya udah deh Mbak, saya tunggu aja di kamar, nanti kalau sudah
datang telepon aja ya, janjinya sih deket-deket jam segini" pesanku
Setelahnya aku pun kembali ke kamar dan menyalakan TV untuk
menunggu kedatangan Pak Agus. Waktu terus berjalan, sebentar lagi
sudah mau setengah dua, tapi belum ada juga yang menelepon ke sini.
Kegelisahan mulai kembali menyelubungiku, jangan-jangan si bapak
berubah pikiran tidak mengembalikan blackberry itu dan menjualnya,
pikiran-pikiran negatif lain mulai membayangi pikiranku. Aku
menelepon Tante Linda menanyakannya apakah akan sudah mau
pulang ke hotel atau masih akan kemana lagi?
Tante Linda berkata bahwa selanjutnya mereka akan ke Kota Baru
Parahyangan dan menyuruhku segera kembali ke Istana Plaza. Aku
sempat agak bingung memilih apakah harus tetap menunggu atau pergi
saja karena Pak Agus tidak akan datang mengembalikan blackberry itu.
Tapi feelingku mengatakan aku harus menunggu sehingga kujawab
sebaiknya mereka pergi saja tanpa aku karena masih belum datang,
tidak enak pada yang lain, aku juga beralasan agak tidak enak badan,
takutnya tambah parah.
"Ya ok deh Ci, kalau gitu kamu istirahat aja, Tante ga lama kok jam
tiga udah balik katanya" jawab Tante Linda.
"Ok deh tante, sori nih jadi pada nunggu, sampe nanti ya!" kataku
menutup pembicaraan.
Kini aku hanya berharap supaya tidak menyesal memutuskan demikian,
kuharap Pak Agus akan datang sesuai janjinya kemarin. Omong-omong
kalau dia benar datang akan kuberi apa sebagai imbalannya ya?
Hhhmmm...tiba-tiba aku mulai mupeng nih, aku berpikir bagaimana
kalau mengajaknya ML saja, kan mumpung cuma aku sendirian di
kamar ini. Aku mulai terangsang membayangkan yang tidak-tidak,
tanganku mulai meraba bagian selangkanganku dan membayangkan
seperti apa Pak Agus orangnya, kalau dari suaranya sih sudah
setengah baya, tapi itu tidak masalah, aku toh sudah mencoba
berbagai jenis pria sebagai partner seksku. Baru saja tanganku hendak
membuka resleting hotpants yang kupakai telepon di sebelah
ranjangku berbunyi. Aku segera mengangkatnya, telepon itu dari
resepsionis yang memberitahukan bahwa ada seorang pria mencariku
dan kini sedang menunggu di lobby hotel. Thanks God, betapa lega
hatiku karena orang itu akhirnya menepati janjinya sehingga aku tidak
perlu kehilangan data-data di blackberryku, di saat yang sama aku
juga berdebar-debar kalau aku harus memberi hadiah 'nakal' pada Pak
Agus itu. Aku segera keluar dari kamar setelah memastikan diriku
sudah rapi di depan cermin besar di dekat pintu. Saat itu pakaian yang
melekat di tubuhku adalah sebuah kaos lengan pendek berwarna pink
dan sebuah hotpants biru tua yang memamerkan sepasang paha
jenjangku. Sejak di mall tadi memang penampilanku telah mengundang
decak kagum para pria, aku dapat merasakan mereka ngiler melihat
bentuk tubuhku ini. Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga, di
ruang tunggu lobby aku melihat seorang bapak setengah baya kira-
kira berusia 50 tahun ke atas, berambut cepak hampir botak, sedang
duduk di sofa, kutebak itulah Pak Agus karena tidak ada tamu lain lagi.
"Ehehe...Neng Citra yah?" pria itu berdiri dan memberi salam sambil
tersenyum ramah.
"Iya bener...siang Pak Agus, makasih ya udah repot-repot nih!" aku
mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman
Aku dapat memperhatikan matanya mencuri-curi pandang tubuhku,
terlebih ketika aku duduk dan menyilangkan kakiku, pasti dalam
otaknya sudah mulai mupeng tuh hehehe...
"Maaf yah Neng bapak terlambat, tadi di jalan macet, tempat bapak
kan lumayan jauh, ke sini juga pake angkot!" katanya
"Gak papa kok Pak, justru saya yang maaf udah bikin Bapak datang
jauh-jauh ke sini buat anterin barang saya!" kataku sambil tersenyum
manis
"Ini Neng barang punya Neng, coba diperiksa aja dulu!" katanya seraya
mengeluarkan pouch blackberry ku dari balik jaket lusuhnya.
Aku senang sekali melihat benda itu kembali, setelah menerimanya aku
segera memeriksa isinya, kartu-kartu nama masih lengkap bahkan
sedikit uang yang kuselipkan di situ tidak kurang sedikitpun. Dalam
hati aku sangat bersyukur masih ada orang jujur di dunia ini.
"Duh makasih banget yah Pak, ini penting semua loh...Bapak nemuin
ini gimana??" tanyaku
"Ya itu Neng, ketinggalan di bangku, bapak kan tukang parkir di situ,
jadi pas ngeliat, langsung diamanin sama bapak teh" ia menjelaskan
sambil pandangannya terus saja menyapu tubuhku.
"Iya nih Pak keasyikan belanja sampe ceroboh, bener Pak saya
berterima kasih sekali ke Bapak" aku berterima kasih lagi, "Emm...
sebagai balasannya saya sudah mempersiapkan hadiah buat Bapak,
apa Bapak mau ikut saya ke kamar soalnya masih saya simpan di
sana?"
"Oh gak usah Neng ga usah, Bapak gak ngeharap hadiah kok, cuma
nolongin orang aja!" tolaknya halus, "Bapak punten dulu yah!" ia
berdiri hendak pergi
"Pak tolong diterima ya, ini sebagai rasa terima kasih saya pada
Bapak!" aku berdiri dan menatapnya dengan penuh harap.
"Eeemmm...kalau Neng maksa, ya udah tapi jangan lama ya Neng kan
ga enak" ia akhirnya mengiyakan juga
Akupun berjalan kembali ke kamarku di atas dengan diikuti olehnya.
Aku dapat merasakan ia terus memperhatikan tubuhku terutama saat
naik tangga.
"Hehehe...ga enak, ga enak apanya? Nanti juga keenakan lo!" tawaku
dalam hati.
"Duduk dulu Pak, mau minum apa?" tanyaku setelah masuk ke kamar.
"Ehehe...apa aja deh Neng" jawabnya masih agak grogi.
Aku membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol Pulpy Orange, kubuka
tutupnya dan kutuangkan isinya ke dalam gelas.
"Diminum Pak!" kataku seraya menyodorkan gelas itu padanya.
Saat ia meneguk minumannya aku dengan gerakan menggoda
membuka kaosku lalu hotpantsku. Pria itu hampir tersedak melihat
pertunjukan erotisku tepat di hadapan matanya. Kini tinggal bra dan
celana dalam ungu yang tertinggal di tubuhku. Matanya membelakak
menyaksikan kemulusan tubuhku dengan mulut melongo.
"Eee...ehhh...apa nih Neng, kok kaya gini sih?" tanyanya tergagap-
gagap.
Aku yakin perasaannya berkecamuk antara bingung dan tidak percaya,
rasanya ia seperti sedang bermimpi, tidak menyangka hal ini akan
terjadi. Aku mendekati dirinya yang sedang terpana, kuambil gelas
yang isinya tinggal seperempatnya itu dan kuletakkan di meja di
sebelahnya, lalu aku naik ke pangkuannya. Kuraih tangan kanannya
dan kuletakkan di dadaku dan tanpa banyak bicara lagi, wajahku
mendekati wajahnya hendak menciumnya. Tapi tanpa kuduga, ia
menurunkanku dari pangkuannya dan buru-buru berdiri.
"Neng apa-apaan nih? Jangan gini ah, ga baik Neng, dosa...ga pantes
Neng!" katanya gugup.
"Nggak Pak...nggak apa-apa, saya cuma ingin berterima kasih ke
Bapak karena sudah membantu saya, Bapak boleh nikmati saya
sepuasnya" kataku sambil merangkul lengannya, tapi ia segera
menepiskannya
"Iyah tapi jangan gini Neng, Bapak udah punya istri sama anak, dosa
atuh kalau selingkuh mah Neng!" katanya dengan logat Sunda yang
kental.
Kulihat wajahnya serius dan nampaknya tidak ingin berbuat selingkuh,
aku pun sempat kagum dibuatnya, baru kali ini ada yang menolak
kenikmatan yang kutawarkan.
"Ya udah deh Pak, maaf ya kalau saya keterlaluan, kita anggap aja
kejadian barusan itu nggak ada" kami sempat saling terdiam beberapa
saat lalu aku melanjutkan, "kalau sudah tidak ada apa-apa Bapak
boleh pergi, sekali lagi terima kasih dan maaf ya Pak"
Ia mengangguk, tapi matanya tidak lepas memandangi tubuhku yang
tinggal memakai pakaian dalam.
"Bapak permisi ya Neng!" katanya seraya mengambil kembali topi
petnya di atas meja lalu berdiri.
Aku berjalan dulu di depan untuk membukakan pintu baginya. Tapi
tanpa kuduga-duga, bar u saja hendak membuka kunci, tiba-tiba
tubuhku didekap dari belakang. Aku pun secara refleks meronta panik.
"Eeehhh...Pak, ngapain nih!" kataku sambil berusaha melepaskan diri.
Ia menghimpitku ke sudut ruangan sebelah pintu dan tangannya mulai
menggerayangi tubuhku. Memang inilah yang sejak tadi kuharapkan,
tapi aku sengaja bersikap seolah-olah menolak untuk menaikkan
nafsunya dan juga menaikkan gengsiku akibat penolakkannya barusan.
"Jangan Pak...apa-apaan sih!" aku setengah berteriak dan menepiskan
tangannya yang meremas payudaraku yang masih tertutup bra.
"Maaf Neng, kan Neng yang tadi ngajak duluan, Bapak jadi gak tahan
nih ngeliat bodi Neng bahenol gini...masih boleh kan? Hehehe"
tangannya kembali mencaplok payudaraku sementara tangan satunya
mengelusi pahaku hingga ke pantat.
"Uuuh...jangan gitu Pak, ssshhh!!" desahku saat tangannya yang kasar
dan sudah berkeriput menyusup ke balik cup bra ku dan bersentuhan
langsung dengan payudaraku.
"Kok jangan Neng? Kan tadi Neng yang godain Bapak huehehehe..."
sahutnya sambil memencet putingku sehingga aku seperti merasakan
gelombang kenikmatan mengaliri tubuhku.
Perlakuannya membuatku langsung lemas terbuai kenikmatan sehingga
rontaanku pun semakin lemah. Ia kini membalik tubuhku hingga saling
berhadapan dengannya lalu bibirnya melumat bibirku dengan rakusnya.
"Eeemmm...mmmhh....ssllkk...ssssllrrp!" suara desahan tertahan
terdengar dari mulutku saat berpagutan dengannya.
Selama beberapa menit lamanya kami bercumbu dengan penuh gairah,
lidah kami saling belit dan saling jilat, air liur kami saling bertukar, aku
juga dapat merasakan bau cengkeh pada mulutnya, agaknya ia
lumayan perokok juga. Selama itu pula tangannya tidak pernah diam
menjelajahi tubuhku, tangan satunya masuk ke celana dalamku bagian
belakang dan meremasi bongkahan pantatku dengan gemasnya
sementara tangan lainya memeloroti bra sebelah kiriku lalu
mempermainkan payudaraku yang sudah terbuka.
Mulut Pak Agus kini turun ke bawah sambil mencium dan menjilati
leherku terus menuju payudaraku. Lidahnya menjalar dan meliuk-liuk
pada putingku yang makin mengeras, menghisap dan meremas-remas
payudaraku. Sementara itu tangannya yang tadi meremasi pantatku
kini mulai merayap ke depan menyentuh kemaluanku yang ditumbuhi
bulu-bulu lebat. Jari-jari nakal itu mengelus-elus bagian sensitifku
dari balik celana dalam. berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi
aku sengaja pura-pura menolak agar ia semakin bernafsu padaku
"Udah ah Pak, jangan terusin!" tolakku dengan suara sedikit mendesah.
"Si neng ah, malu-malu mau gini malah bikin bapak tambah konak
pengen ngentotin neng huehehehe...mmmm....slllrrpp!" katanya sambil
terus mengenyot payudaraku
"Eenngghh!! Pak!" desahku dengan tubuh menggelinjang ketika dua
jarinya membelah bibir vaginaku dan mulai mengorek-ngorek liang
kenikmatanku.
Jari-jari itu bergerak liar dalam vaginaku seperti ular sehingga aku
pun menggeliat dan mendesah merasakan kenikmatannya. Sebentar
saja wilayah kewanitaanku sudah becek dengan lendir dibuatnya.
"Di ranjang aja Pak!" kataku sambil memegang pergelangan tangannya
yang sedang mengaduk-aduk di balik celana dalamku dan kutarik ke
arah ranjang.
Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang sementara ia berlutut di
lantai di tepi ranjang dan menarik lepas celana dalamku. Matanya
seperti mau keluar menatapi vaginaku yang sudah terbuka, dengan
ditumbuhi bulu-bulu hitam dan bagian tengahnya yang merah merekah
mengundang gairah.
"Ooohh...Pak!!!" desahku sambil meremas rambutnya yang sudah
beruban ketika kurasakan nafasnya menerpa vaginaku disusul sapuan
lidahnya pada bibir vaginaku yang menyebabkan tubuhku
menggelinjang nikmat.
Aku berbaring dengan tubuh setengah terangkat dengan bertumpu
pada kedua siku tanganku sehingga aku dapat melihat wajahnya yang
mupeng berat saat melumat vaginaku.
"Aaaahhh...teruss Pak, disitu enak...yahhh!!" erangku ketika pak Agus
dengan nakal menyedot klitorisku dan menyeruput cairan cintaku yang
memang rasanya sejak tadi terus mengalir.
Dan yang bisa kulakukan hanya merintih dan mengejang keenakan
tanpa mampu menyembunyikan rasa nikmat yang mendera tubuhku ini.
Lidah itu...lidahnya yang kasap itu terus menyapu-nyapu
kewanitaanku dan kadang masuk ke dalam menimbulkan sensasi geli
yang menggelitik nikmat. Ooh...rasanya cairan cintaku mau tumpah
semua dibuatnya. Bukan hanya lidahnya, jarinya pun ikut keluar masuk
liang vaginaku menambah kenikmatan sensual ini. Ada sekitar sepuluh
menitan ia mengulum dan mencucuk-cucukkan jarinya ke vaginaku
membuatku menggelinjang dan mendesah tak karuan.
Puas melumat vaginaku, ia naik ke ranjang menindih tubuhku, bibirnya
langsung menyosor bibirku. Kami berciuman dengan penuh gairah,
sambil beradu lidah tanganku dengan lincah mempreteli kancing
kemejanya lalu membuka kemeja lusuh itu. Kami berguling ke samping
tiga kali hingga aku kini balik menindihnya. Tanganku bergerak ke
bawah membuka sabuknya, dilanjutkan dengan resleting celananya.
Baru meraba dari luar saja aku sudah merasakan penisnya yang
menegang. Dadaku bergesekan dengan dadanya yang kurus dan
tulangnya tercetak pada kulit keriputnya itu. Walau agak kurus
tubuhnya masih cukup kokoh, masih memperlihatkan keperkasaan
masa mudanya dulu. Setelah pakaiannya terlepas semua, aku mulai
membuka celana dalamnya. Dengan hati deg-degan kuturunkan pelan-
pelan pakaian terakhir yang masih melekat di tubuhnya itu.
Wow...penis yang telah ereksi itu mengacung tepat di depan wajahku,
lumayan keras dan panjang. Kugenggam dan kukocok pelan benda itu.
"Kenapa neng? Bogoh sama kontol bapak? Hehehe!" godanya karena
melihatku terbengong mengamati penisnya itu.
Kujawab dengan membuka mulutku dan menelan benda panjang itu,
hap! Mulailah aku mempraktekkan teknik oralku padanya. Pertama-
tama aku mulai dari kepala penisnya dulu, bagian itu kujilati dan
kuemut-emut sambil tanganku mengocok pelan batangnya. Pria
setengah baya itu langsung mendesah nikmat sambil meremas
rambutku. Kepalaku mulai naik-turun mengemuti penisnya yang keras
itu. Tak lama kemudian aku merubah posisi, aku memutar tubuh dan
menaiki wajahnya hingga kini kami dalam posisi 69.
"Jilat Pak!" perintahku sambil menengok ke bawah belakang, "ahhh!"
tanpa kuperintah kedua kalinya lidah dan jarinya sudah menyerang
vaginaku.
Aku juga merundukkan tubuh dan kembali memasukkan penis dalam
genggamanku ke mulut. Kami saling jilat dan emut alat kelamin
masing-masing. Pak Agus sangat bernafsu, ia memasukkan jari jarinya
ke dalam vaginaku dengan agak kasar. Liang kenikmatanku memang
sudah basah, karena orgasme barusan.
"Wah basah betul nih Neng, asyik ya? Nyepongnya juga Neng jago
amat yah?" kata Pak Agus mengomentari, "mm...wangi lagi memeknya"
sahutnya lagi sambil mengenduskan hidungnya ke vaginaku.
Ia sekarang mempermainkan klitorisku, ia gosok gosokkan jari dan
lidahnya pada daging kecil yang sensitif itu. Tubuhku sampai bergetar
ketika merasakan sapuan lidahnya pada klitorisku. Pijatan lembut
telunjuk dan ibu jarinya pada klitorisku membuat pinggulku meggeliat-
geliat. Semakin tidak tahan, akupun mengisap penisnya kuat-kuat.
Jilatan dan coblosan jemari Pak Agus membuat tubuhku semakin
bergetar menuntut pemuasan.
"Pakk..ohh. .sekarang yaaa...ohhh gak tahan nih!" aku mendesah tak
karuan
"Apa yang sekarang Neng?"' Pak Agus menahan senyum-senyum
mupeng
"Ayo Pak...entotin saya, udah pengen nih!" ujarku tanpa malu-malu
sambil menggeser tubuhku ke depan, pantatku kuangkat setinggi
mungkin, kedua jariku menyibak bibir vaginaku seolah
mempersilakannya menusuk lubang kenikmatanku
"Hehe...jadi Bapak ewe yang memeknya sekarang!" sahutnya sambil
bangkit berlutut di belakangku.
Aku mengangguk dan nafasku makin terengah-engah menahan
kobaran birahi, tidak sabar lagi aku menuggu vaginaku ditusuk oleh
penisnya yang sudah keras itu
"Ooohh!!" aku mendesah merasakan kepala penisnya melesak masuk
ke vaginaku.
Penis itu secara perlahan tapi pasti semakin memasuki kewanitaanku.
Aku menggelinjang merasakan ganjalan di bibir vaginaku.
"Terus masukin Pak!" aku menarik nafas menahan ganjalan kejantanan
Pak Agus yang terbilang keras itu.
Penis itu terasa sekali dalam vaginaku, begitu keras dan berdenyut-
denyut. Tak lama kemudian penis itu pun mulai menyentak-nyentak,
tangan kasar pria itu merayap ke arah payudaraku dan mulai meremas-
remasnya. Aku pun mendesah-desah sambil meremasi kain sprei di
bawahku. Pak Agus mengayuh dengan perlahan tapi kuat, sekitar dua
detik selang tiap hujaman dan tarikan. Batang kemaluannya sengaja
agak ditekan ke dinding kemaluanku.
"Ugghh...gitu Pak, tenagaan dikit...eemmhhh....eemmhh!" sahutku
sambil turut menggoyang-goyangkan pinggul.
Sodokan-sodokan yang demikian kuat dan buas membuat gelombang
orgasme kembali membumbung, dinding vaginaku kembali berdenyut,
kombinasi gerakan ini dengan gerakan maju mundur membuat batang
kemaluan pria itu seolah-olah diperas. Aku menengok ke belakang
menyaksikan Pak Agus semakin tidak bisa menahan kenikmatan yang
melandanya, gerakannya semakin liar, mukanya menegang, dan
keringat meleleh dari dahinya. Melihat hal ini, timbul keinginanku
untuk membuatnya mencapai puncak kenikmatan. Pinggulku kuangkat
sedikit dan kemudian membuat gerakan memutar saat ia melakukan
gerak menusuk. Pak Agus nampaknya mendapat sensasi luar biasa
dari jurusku ini, mimik mukanya yang memangnya culun itu bertambah
lucu ketika menahan nikmat, batang kemaluannya tambah berdenyut-
denyut, ayunan pinggulnya bertambah cepat tetapi tetap lembut. Tidak
sampai lima menit kemudian, pertahanannya pun bobol. Penisnya
menghujam makin dalam ke vaginaku, lalu tubuhnya ambruk
menindihku. Aku dapat merasakan tubuh kurus itu bergetar dan
mengejang ketika spermanya keluar di dalam vaginaku berkali-kali.
Semprotan-semprotan hangat itu mengisi liang kenimatanku hingga
kurasakan penisnya makin menyusut di dalam sana, sungguh luar
biasa rasanya.
Pak Agus mengeluarkan penisnya lalu rebah di sebelah kananku.
Selama beberapa menit kami beristirahat memulihkan tenaga masing-
masing. Kami ngobrol ringan sambil sesekali bercanda sambil istirahat,
menurut pengakuannya baru kali ini dia berkesempatan ngeseks
dengan wanita secantik diriku (bukan muji diri loh, ini kata beliau kok)
dan dari kelas atas pula. Aku tersenyum mendengar pengakuannya.
"Bapak masih kuat? Saya belum puas nih soalnya" kataku dengan
suara mendesah erotis sambil naik menindih tubuhnya.
"Weleh...weleh si Neng gede nafsu juga euy, masih Bapak masih bisa
kok, tapi mainnya pelan-pelan aja Neng, Bapak kan udah tua hehehe"
katanya.
Tanganku ke bawah meraih penisnya, benda itu sudah mulai bangkit
lagi tapi belum sepenuhnya. Untuk membangkitkan kembali gairahnya
aku menciumnya, tanganku yang satu membelai dadanya, kucubit dan
kupilin putingnya yang berbulu. Ciumanku merambat turun ke
lehernya, bahu hingga dadanya, aku dapat merasakan aroma
keringatnya. Aku melakukan mandi kucing padanya hingga sampai di
putingnya kujilati dan kuhisap. Penis dalam genggamanku pun terasa
semakin mengeras. Aku memposisikan vaginaku di atas penis itu.
Kemudian secara perlahan aku menekan batang kemaluannya yang
sudah sangat keras ke bibir kemaluanku yang sudah sangat basah
karena cairanku sendiri. Aku menahan napas saat benda itu
menurunkan tubuhku hingga penisnya melesak masuk. Seinci demi
seinci, batang kemaluan Pak Agus mulai terbenam ke dalam jepitan
liang vaginaku. Ternyata si tukang parkir ini bukanlah orang yang hijau
dalam hal seks, buktinya ia tidak terburu-buru melesakkan seluruh
batang kemaluannya tapi dilakukannya secara bertahap dengan
diselingi gesekan-gesekan kecil ditarik sedikit lalu didorong maju lagi
hingga tanpa terasa seluruh batang kemaluannya sudah terbenam
seluruhnya ke dalam liang kemaluanku. Kami terdiam beberapa saat
untuk menikmati kebersamaan menyatunya tubuh kami. Bibir pria itu
memagut bibirku dan akupun membalas tak kalah liarnya. Aku
merasakan kedutan penis Pak Agus yang terjepit dalam
vaginaku.
"Aaakkhh!" erangku dengan tubuhku tersentak saat tiba-tiba Pak Agus
menyentak pinggulnya ke atas.
"Asoy kan Neng?" katanya dekat telingaku
"Hihihi...nakal yahh...Ohh" belum sempat aku menyelesaikan
ucapanku, ia sudah menyentakkan lagi pinggulnya, kali ini lebih
bertenaga hingga seolah-olah ujung kemaluannya menumbuk dinding
rahimku di dalam sana.
Aku yang merasa tertantang mulai menggoyangkan pinggulku. Kulihat
matanya membeliak-beliak ketika penisnya yang terjepit dalam liang
kemaluanku kuputar dan kugoyang. Aku menegakkan tubuh sehingga
semakin leluasa menaik-turunkan tubuhku agar penisnya terhujam
lebih dalam ke vaginaku
"Shh.. Oughh.. Terushh.. Neng...enakkhh!" Pak Agus menceracau.
Tangannya yang kasar dan sudah keriput mencengkeram kedua
payudaraku dan meremasinya. Napas kami pun semakin menderu-deru
karena tubuh kami diterpa gelombang birahi yang dahsyat. Aku
semakin tak dapat menahan diri lagi, tubuhku bergerak semakin liar
dan kepalaku menggeleng-geleng. Dua puluh menit lamanya aku
menaiki batang Pak Agus yang keras hingga benda itu merojok-rojok
vaginaku hingga akhirnya keasyikan kami terganggu oleh suara pintu
dibuka. Kontan aku pun menyambar guling untuk menutupi tubuh
telanjangku, demikian juga Pak Agus, pria setengah baya itu nampak
kalang kabut, ia meraih bantal di bawah kepalanya dan langsung
menutupi selangkangannya.
"Citra..." ujar Tante Linda sambil melongo seolah tidak bisa
meneruskan lagi kata-katanya, kami terdiam sesaat dan saling
memandang.
"kamu...kamu apa-apaan ini? Siapa dia?" tanya Tante Linda dengan
suara bergetar dan agak ditinggikan.
"Eeemmm...ini tante, Pak Agus, dia...dia yang nemuin BB Citra tante"
jawabku masih agak tergugup.
"O gitu ya...ayo Ci kamu ikut tante sebentar!" kata Tante Linda seraya
menarik lenganku sampai guling yang kupakai untuk menutupi tubuhku
jatuh "Bapak tunggu disitu ya! Kita masih harus bicara!" hardiknya
pada Pak Agus yang masih tertunduk sambil menyeretku.
Tante Linda menyuruhku masuk ke kamar mandi yang terletak di dekat
pintu masuk sedangkan ia sendiri berdiri di ambang pintu sehingga
bisa sambil mengawasi Pak Agus. Wah...habis deh pikirku, dia pasti
bakal memarahiku dan nanti melaporkan ke orang tuaku.
"Ayo ceritakan ada apa ini sebenarnya, kamu benar-benar gila ya!"
kata Tante Linda dengan melipat tangan.
Akupun akhirnya menceritakan dengan singkat kejadiannya.
"Tolong yah, Tante, jangan bilang-bilang ke mama papa, Citra cuma
khilaf, ya namanya juga darah muda kan" aku memohon padanya
setelah selesai menceritakan semuanya.

"Nakal banget sih kamu
Ci, tante pasti akan lapor
semua ini...kalau kamu
gak ngajak-ngajak Tante"
kalimat terakhir ia ucapkan
dengan suara berbisik.
Tentu saja aku terkejut
mendengar kata-katanya.
"What? Maksud tante?"
tanyaku meminta
kejelasan, kulihat sebuah
senyum mengembang di
wajahnya
"Tante bilang ngajak
Tante....boleh kan Tante
ikutan enjoy?" jawabnya
pelan agar suaranya tidak
terdengar Pak Agus di luar sana, "gak dihitung selingkuh kan? Tante
kan udah lama sendiri, sekali-sekali boleh dong" lanjutnya dengan
senyum makin lebar.
"Eh...Tante...mau apain sih!?" aku memegang lengannya ketika ia
hendak beranjak dari ambang pintu.
"Pssstt...kamu liat aja Ci!" ia melepas tanganku lalu berjalan ke arah
Pak Agus yang mulai memunguti pakaiannya, saat itu ia sudah
memakai celana dalamnya.
"Oke Pak, saya rasa kita harus bicara dulu!" sahut Tante Linda sambil
mendekatinya dengan nada tegas.
"Eh...iya iya....Bu, duh Bapak menta maaf banget, Bapak khilaf Bu,
lagian Neng Citra juga yang godain Bapak, jadi gini deh!" Pak Agus
terbata-bata dan tidak berani menatap wajah Tante Linda yang sengaja
dibuat judes.
"Bapak kira bisa pergi begitu saja setelah main gila sama keponakan
saya?" tanya Tante Linda sinis.
"Aduh...kan Bapak udah minta maaf, jadi Ibu mau apa dong!" pria itu
makin bingung seperti maling yang tertangkap basah.
Aku melihat itu semua dari pinggir pintu kamar mandi, aku tertawa
melihat ekspresi culunnya itu, culun-culun tapi bisa gila juga kalau
sudah dikasih 'daging mentah'
"Tolong ke sini Pak!" perintah Tante Linda seraya menjatuhkan
pantatnya ke tepi ranjang, "Sini! Berdiri di sini!" sahutnya lagi karena
pria itu bengong.
Pak Agus kini berdiri di depan Tante Linda yang duduk di tepi ranjang
hanya dengan bercelana kolor.
"Bu... mau ngapain? Eeehhh...jangan Bu" Pak Agus kaget ketika tangan
Tante Linda menjamah batang kemaluannya yang masih tersembunyi di
balik celana dalamnya, dielusnya selangkangan pria itu dengan
lembut.
"Saya minta tanggung jawab Bapak, gara-gara Bapak saya kan jadi
horny nih, jadi Bapak harus muasin saya!" kata Tante Linda seraya
menurunkan celana dalam Pak Agus sehingga batang kemaluannya
yang sudah mulai mengeras lagi terpampang jelas di depan wajah
tanteku dan ia mulai menggenggamnya serta mengocoknya pelan.
Pak Agus tidak meneruskan kata-katanya lagi selain melongo lalu
mendesah merasakan penisnya dikocok oleh Tante Linda. Tante Linda
mulai memainkan lidahnya menjilati penis pria itu. Bukan hanya
melakukan service lidah, Tanteku itu mulai memasukkan penis itu ke
dalam mulutknya sehingga Pak Agus makin mengelinjang, matanya
pun merem-melek dan tangannya mulai meremas rambut tanteku.
Adegan itu berlangsung kira-kira 10 menit dan selama itu aku
menontonnya dengan melongokkan kepala dari pintu kamar mandi. Tak
sadar, tanganku ke bawah menggosok vaginaku sendiri. Aku
merasakan vaginaku sudah berlendir lagi dan mulai serasa berdenyut-
denyut ingin ditusuk. Aku pun keluar dari kamar mandi dan
menghampiri mereka di ranjang. Saat itu Tante Linda masih asyik
memberi servis oral pada Pak Agus, kudekap tubuh pria itu dari
belakang, kugesekkan buah dadaku di punggungnya dan paha kiriku
yang mulus ke pahanya.
"Enak ya Pak, hihihi...!" kataku dengan suara mendesah di dekat
telinganya
Mata Pak Agus seperti mau copot dan tidak berkedip ketika Tante
Linda bangkit berdiri dan mulai melepaskan satu persatu kancing gaun
terusannya dengan disertai senyuman menggoda. Tante Linda
meloloskan pakaian itu hingga melorot jatuh ke lantai menyisakan bra
dan celana dalam krem di baliknya yang membungkus tubuhnya yang
masih langsing dan kencang. Karena tubuh kami menempel erat aku
dapat merasakan detak jantung Pak Agus yang makin kencang saat
Tante Linda membuka bra nya lalu melemparnya ke belakang.
Payudaranya yang berputing coklat begitu bulat dan tegak menantang,
padahal sudah punya anak dan pernah menyusui, aku jadi sirik
dibuatnya apakah setelah punya anak nanti milikku masih sebagus
punya tanteku ini. Tante Linda meraih tangan Pak Agus dan
meletakkannya pada payudara kirinya.
"Ini yang harus Bapak pertanggungjawabkan, sekarang saya ingin
Bapak selesaikan!" katanya
"Aaahhh!" erang Tante Linda begitu menyelesaikan kalimatnya, tanpa
disuruh lagi tangan Pak Agus meremas kencang payudaranya dengan
gemas.
Tangan pria itu yang satunya mendekap tubuh tanteku dan
mendorongnya ke depan sehingga tubuh mereka pun terhempas ke
ranjang. Sebentar saja Pak Agus sudah menjilati dan menggerayangi
tubuh tante Linda. Slluurrp...ssllrrrppp...terdengar suara seruputan
saat pria itu melumat payudara tanteku secara bergantian. Tangan
kanan pria itu merayap turun ke bawah menyusup masuk ke balik
celana dalam Tante Linda, tampak tangannya itu bergerak-gerak di
balik celana dalam itu. Tak ayal, tubuh tanteku pun menggeliat-geliat,
tangannya memeluk erat tubuh pria itu. Tangan pria itu kini menarik
lepas celana dalam Tante Linda dibantu oleh tanteku yang
menggerakkan kakinya. Akhirnya tubuh tanteku itu pun tidak tersisa
lagi pakaian apapun, vaginanya tampak masih rapat dengan dihiasi
bulu-bulu lebat yang dicukur rapi. Setelah melepaskan pakaian terakhir
yang tersisa di tubuh Tante Linda, Pak Agus berlutut dan menaikkan
kedua paha Tante Linda ke bahunya ditariknya hingga selangkangan
tanteku tepat di mulutnya. Wajah pria itu kini terjepit di antara kedua
paha mulus tanteku dan seperti memakan semangka...sslluurrp....ia
mulai menjilati dan mengisap vagina tanteku. Desahan erotis pun
keluar dari mulut Tante Linda tanpa tertahankan. Aku yang mulai birahi
lagi berlutut di lantai berkarpet di pinggir ranjang dan memiringkan
sedikit tubuhku dengan bertumpu pada siku, kuraih penis Pak Agus
yang nganggur dan mulai kukocok. Kami saling hisap alat kelamin
selama kira-kira beberapa belas menit lamanya.
Aku menyuruh Pak Agus berbaring telentang karena masih ingin
meneruskan posisi yang tanggung tadi ketika Tante Linda tiba-tiba
masuk. Aku pun segera kembali menaiki penis Pak Agus, kupegang
benda itu dan kuarahkan ke vaginaku.
"Eeemmmhhh!" lenguhku sambil menurunkan tubuhku hingga penis itu
terbenam dalam vaginaku.
"Diterusin Pak jilat-jilatannya!" sahut Tante Linda menaiki wajah Pak
Agus dengan posisi berhadapan denganku.
"Ssshhh...Ci...kamu sering ya...eeemmm...gila-gilaan gini?" tanya
Tante Linda terengah-engah.
"Iyah...Tante, apalagi....aahhh...waktu jaman kuliah dulu...aaahh!"
jawabku sambil menaik-turunkan tubuhku.
"Dasar yah...mmmhhh...anak-anak jaman sekarang...aahhh...aahhh!"
Bibir dan lidah Pak Agus beraksi dengan buasnya di selangkangan
tanteku. Yang membuat Tante Linda semakin histeris adalah ketika pria
itu menjilat sambil mencucuk-cucukkan jarinya ke liang
kenikmatannya. Decakan suara lidah pria itu yang bermain di vagina
Tante Linda mengiringi desahan kami yang saling berlomba-lomba
mencapai puncak kenikmatan. Sementara itu aku sendiri mulai
merasakan kenikmatan dari vaginaku yang terasa semakin peret
mencengkram penisnya. Telapak tanganku dan Tante Linda saling
genggam erat, mengimbangi kenikmatan dari tusukan penis Pak Agus,
aku memagut bibir tanteku itu, mulanya ia seperti kaget menyambut
lidahku, tapi perlahan-lahan bibirnya mulai membuka dan ikut
memainkan lidahnya bersamaku. Aku memeang tidak pernah
membayangkan ber-french kiss dengan tante sendiri, tapi kalau dalam
keadaan birahi tinggi begini apa pun bisa terjadi. Kini kami, dua wanita
yang berada di atas tubuh pria setengah baya itu, saling bercumbu
dan saling meraih buah dada dilanjutkan saling meremas membuat
adegan di atas ranjang hotel ini menjadi semakin panas.
"oohh Taantee, saya...saya keluaarr.., oohh enaak, Pak terus sodok ke
atas...aahh...aahh saya nggak kuat lagi oohh...enaakk!!", aku
mengerang panjang dengan tubuh mengejang dahsyat.
Sungguh orgasme yang luar biasa, vaginaku berdenyut keras dan
cairan kewanitaanku meleleh deras dari dasar liang kenikmatanku.
Akhirnya aku pun rebah di samping mereka dengan tubuh bercucuran
keringat.
"Ayo Bu, kita lanjutin ngewenya.., Neng Citra istirahat aja dulu!", sahut
Pak Agus.
"Okeh, saya sekarang nonton kalian dulu aja!", jawabku lemas sambil
berbaring memandangi pria itu dan tanteku yang kini dalam posisi
dogie siap untuk melanjutkan pergumulan.
Tante Linda bertumpu dengan kedua siku dan lututnya, ia membuka
lebar-lebar kedua pahanya mempersilakan Pak Agus memasukkan
penisnya ke liang yang sudah becek itu. Desahan mereka mengiringi
proses penetrasi itu, tak lama kemudian mereka sudah saling memacu
tubuh mereka. Adegan yang mereka lakukan sungguh hot hingga
membuat aku terpana menyaksikannya. Goyangan tubuh tanteku yang
begitu liar mengimbangi genjotan si tukang parkir itu sementara
tangan Pak Agus meremasi payudara tanteku yang menggelanyut,
terkadang ia juga meremas dan menepuk pantatnya yang montok.
Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar
sangat keras dan terpatah-patah akibat menahan kenikmatan dahsyat
dari kemaluan mereka yang beradu keras saling membentur yang
menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka
tampak telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang
vagina tanteku hingga semakin lama Pak Agus merasakan dinding
kemaluan itu semakin licin dan nikmat.
"Gile juga nih bapak, culun-culun tapi kuat juga ternyata", kataku
dalam hati kagum pada stamina pria itu.
Aku dibuat heran melihat keperkasaan Pak Agus dalam bermain seks.
Ia masih begitu bersemangat menggoyang tubuh tanteku, seperti tak
tergoyahkan oleh lincahnya pinggul Tante Linda yang tak kalah liar.
Bahkan liang vagina tanteku yang pernah melahirkan anak saja seperti
tak cukup untuk menampung batang penis Pak Agus yang keluar
masuk bak rudal. Dalam waktu kurang dari lima belas menit saja
mereka bergumul, Tante Linda yang tadinya tampak dominan, sudah
tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan itu. Tubuhnya
tergoncang-goncang mengikuti irama goyangan Pak Agus sambil
enahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang
terdesak oleh penis pria itu.
"Auuhh.., oohh.., mati aku Ci...enaak.., oohh.., Pak...ooh remas terus
tetek saya Pak!! Lebih dalem Pak...lebih dalem kontolnya aaahhh!",
erang tanteku tanpa risih berusaha menahan rasa klimaks yang di
ambang puncaknya itu.
Setelah merasa tenagaku mulai terkumpul aku mencoba menggerakkan
tubuhku, aku turun dari ranjang dan menuangkan air ke gelas lalu
meminumnya sekali teguk. Aahhh...segar sekali rasanya.
"Gimana Neng? Udah seger, kalau udah kita ngewe lagi atuh!" sahut
Pak Agus sambil tetap menggenjot tanteku.
Hasratku mulai bangkit kembali untuk mencoba lagi kenikmatan
dahsyat dari permainan seks liar itu apalagi ajakan Pak Agus yang
membuatku merasa tertantang. Tante Linda pun tampak begitu
menikmatin hubungan seks itu dengan maksimal sampai sehisteris itu.
Aku pun meletakkan gelas di meja lalu berjalan mendekati kedua orang
yang tengah bersetubuh itu. Aku naik ke ranjang dan berlutut di
sebelah Pak Agus, kudekap tubuh pria itu. Pria itu menyambutku
dengan mengulurkan tangannya ke arah vaginaku, dirabanya
permukaan vaginaku yang masih basah oleh cairan kelamin.
"Ahhh...Pak!" desahku ketika dua jarinya masuk ke liangku dan
mengocok-ngocoknya hingga membuatku semakin birahi.
Aku membalas dengan memagut mulut Pak Agus hingga saling
mengadu bibir dan menyedot lidah. Permainan itu memanas lagi oleh
teriakan nyaring Tante Linda yang kini terlihat sedang berada
menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan
tak karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan
menyemburnya cairan hangat dan kental dari vaginanya.
"Ooouuhh...!!!", tanteku menjerit panjang dengan tubuh yang tiba-tiba
kejang kemudian lemas tak berdaya.
"Wew, masih belum keluar juga dia", benakku kagum pada Pak Agus
setelah berhasil membuat tanteku terkapar dalam kenikmatan.
Aku kemudian berbaring pasrah membiarkan Pak Agus menindih
tubuhku. Ia memegangi kemaluannya yang masih tegang dan basah
oleh cairan kewanitaan tanteku, lalu dengan perlahan ia tekankan ke
dalam liang vaginaku. Kuangkat sebelah kakiku agak ke atas dan
menyamping hingga belahan vaginaku lebih mudah dimasuki penisnya.
Ia terhenyak dan mendesah panjang saat kembali menghujamkan
penisnya masuk melewati dinding vaginaku yang terasa sempit dan
basah.
"Ohh.., enaakknya Pak!", desahku meresapi setiap milimeter
pergesekan dinding vaginaku dengan penis pria itu.
Setelah diam sejenak meresapi himpitan vaginaku, ia mulai
menggenjot pelan. Kedua kakiku melingkari pinggangnya dan memeluk
dengan erat. Tak ayal gaya itu membuatku makin menggelinjang
menahan nikmatnya penis Pak Agus yang terasa lebih dalam masuk
dan membentur dasar liang vaginaku yang terdalam. Aku
menggoyangkan pantat mengimbangi kenikmatan dari hujaman-
hujaman pria itu yang kian menghantam keras ke arahku. Penisnya
yang keras itu benar-benar memberi sejuta sensasi rasa yang beda
dari yang lain. Kenikmatan dahsyat itu yang membuatku lupa diri dan
berteriak seperti binatang disembelih.
Aku meliuk-liukan tubuhku karena kenikmatan dari genjotan pria itu.
Sesekali tangan pria itu meremasi buah dadaku bibir kami berpagutan
dengan liar. Setelah bosan dengan posisi itu, ia bangkit berlutut di
antara kedua pahaku, dengan berpegangan pada kedua pahaku ia
teruskan menyodok-nyodokkan penisnya ke vaginaku. Beberapa saat
lamanya aku disetubuhi dalam posisi demikian, lalu kulihat Tante
Linda menggeser tubuh telanjangnya ke sebelahku.
"Asik juga yah Ci, sekali-kali main gila gini" katanya tersenyum.
Lalu ia menundukkan kepala ke arah dadaku dan mulutnya menangkap
puting kananku. Aaahhh...aku makin menggelinjang dengan
bertambahnya rangsangan ini. Tante Linda melumat payudaraku secara
bergantian dan juga meremas serta memilin-milin putingnya. Sungguh
tak kusangka aku terlibat threesome dengan tante sendiri. Mulut Tante
Linda lalu bergerak ke atas menciumi pundak dan leherku, hingga
akhirnya bibir kami bertemu lagi. Aku memeluk tanteku dan beradu
lidah dengan penuh gairah dengannya.
"Eeemmhhh!" tiba-tiba Tante Linda mendesah tertahan di tengah
percumbuannya denganku, matanya juga membelalak.
Aku memilihat ke arah sana, ternyata Pak Agus mencucukkan jarinya
ke vagina tanteku ini. Sambil terus menggenjot vaginaku, tangannya
kini aktif mengerjai vagina Tante Linda. Kami melanjutkan percumbuan
kami hingga lima menit ke depan, mulut kami saling berpisah dengan
air liur bertautan. Tante Linda nungging di sampingku dan entah
mengapa aku juga mengikutinya nungging seolah bersaing minta
ditusuk pria itu. Tante Linda mengerang nikmat saat Pak Agus
memasukkan penisnya, setelah lima menitan menggenjot tanteku, ia
mencabut penisnya dan pindah ke vaginaku. Demikian ia menggilir
vagina kami, dari satu vagina ke vagina lainnya, entah apa dia bisa
merasakan perbedaan antara vagina kami. Desahanku saling bersautan
dengan desahan Tante Linda terkadang diselingi jerit kenikmatan
darinya, aku terpengaruh hingga ikutan mendesah keras. Mungkin
lebih dari setengah jam Pak Agus merasakan nikmat tubuhku dan
istrinya secara simultan, hingga akhirnya sampailah kami di puncak
kenikmatan. Akulah yang paling awal keluar, mulutku menjerit bebas
lepas tanpa beban. Kemudian pria itu beralih ke tanteku. Dia mengocok
Tante Linda dengan lebih bertenaga seolah berpacu menuju puncak.
Tampak wajahnya menegang dan keringatnya bercucuran pertanda ia
pun akan segera keluar. Tak lama kemudian Tante Linda pun orgasme,
sebuah teriakan keluar dari mulutnya, ya...teriakan orgasme yang tak
tertahankan, kuharap tidak sampai terdengar ke kamar sebelah. Ia
meremas tanganku merasakan kenikmatan itu. Dalam waktu berdekatan
tiba tiba Pak Agus pun melenguh panjang. Ia memegangi kedua lengan
tanteku dan memacu tubuhnya lebih keras seperti menaiki seekor kuda
saja.
"Ooohhh Bu...saya mau ngecrot nih...ooh goyang yang keras...oohh
goyang terus Bu...oohh memeknya legit banget.., oohh
uenaakkk...oohh", pria itu menceracau tak karuan meresapi kenikmatan
tubuh tanteku.
Ingin merasakan semprotan spermanya pada mulutku, aku pun lalu
bangkit dan memeluk tubuh Pak Agus dari belakang.
"Cabut Pak...sini keluarin di mulut saya, saya mau minum peju bapak",
kataku
"Beres Neng...oohh.., diminum ya.., oohh", lenguh pria itu sambil
berdiri di ranjang
Aku berlutut di hadapannya meraih penisnya dan mengocokinya. Tante
Linda juga ikut berlutut di sebelahku. Tidak sampai semenit penis itu
sudah menyemprotkan spermanya. Ada mungkin delapan kali penis itu
menyemprotkan cairan putih kental ke mulut kami yang menganga dan
membasahi wajah kami. Aku meraih batang penis itu dan
mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan spermanya
itu kutelan habis.
"Tante juga bagi dong!" sahut Tante Linda menarik penis yang masih
kuhisap dengan mulutku lalu memasukkannya ke mulutnya. Akhirnya
tergapai juga puncak kenikmatan tertinggi itu. Kami bertiga pun
terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu.
Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara nafas naik turun.
Setelah mengumbar nafsu birahi sampai puas kami pun tertidur
kelelahan tanpa seutas benang pun di tubuh kami. Sebelum terlelap
aku masih sempat mengatur alarm di BB ku agar bangun untuk bersiap
pulang nanti. Aku terbangun sebelum alarm berbunyi, kulihat waktu
telah menunjukkan pukul 4 lebih. Untungnya tadi siang aku sudah
beres-beres sebagian barang sehingga tidak terlalu buru-buru lagi
sekarang. Aku hanya menemukan diriku sendirian di ranjang, Tante
Linda dan Pak Agus pasti di kamar mandi karena terdengar kucuran
shower dari sana. Seperti biasa sehabis bercinta, aku ke kamar mandi
membersihkan tubuhku, sebelumnya aku minum dulu segelas air.
Semakin mendekati kamar mandi yang pintunya tidak ditutup itu
semakin terdengar suara desahan. Benar saja, aku menemukan Pak
Agus sedang menyetubuhi tanteku dalam posisi berdiri berhadapan.
Tante Linda bersandar pada tembok dengan kaki kiri diangkat oleh pria
itu yang merojok-rojokkan penisnya ke vaginanya. Air shower yang
hangat terus mengucur membasahi tubuh keduanya.
"Hai Ci!" sapa Tante Linda yang pertama melihatku.
Aku balas menyapa sambil berjalan ke arah shower, kusiram tubuhku
dengan air hangat menghilangkan keringat yang menempel di tubuhku.
Mereka masih terus bersetubuh sementara aku mandi. Aku
menyelesaikan mandiku yang cukup singkat bersamaan dengan
keduanya mencapai orgasme. Pak Agus mendekap tubuhku dari
belakang tapi tidak sampai bersetubuh lagi karena sudah lelah hari ini.
Setelah yakin semua telah beres, kami pun bersiap check out dari
hotel ini. Sebelumnya Pak Agus keluar terlebih dahulu agar tidak
mengundang perhatian. Jarak stasiun KA dengan hotel tidak jauh,
hanya 15 menit saja kami tiba di stasiun. Dalam perjalanan pulang
kami banyak mengobrol tentang kesan-kesan permainan seks tadi itu.
Sejak itu aku semakin akrab dengan tanteku ini, ia bercerita bahwa ia
pun sebenarnya masih melakukan hubungan seks dengan mantan
suaminya bila bertemu untuk mengantar anaknya bertemu, tapi hanya
sebatas seks, tak ada niatan untuk rujuk karena ketidakcocokan
keduanya terlalu tajam. Menjelang malam kami pun tertidur di kereta,
selamat tinggal Bandung yang memberi kenangan dalam kehidupan
seksku!

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.