Kamis, 19 Maret 2015

Ranjang yang Ternoda 3

BAGIAN TIGA
PRIA TUA BERAKSI KEMBALI
Oleh Pujangga Binal & Friends
Lidya tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri yang gegabah
karena selalu tidur tanpa mengenakan pakaian, kebiasaan buruknya itu
membuat mertuanya yang bejat bisa memanfaatkan situasi dengan
mudah. Selain selalu tidur tanpa sehelai benang pun, satu lagi
kebiasaan buruk Lidya adalah dia sering meremehkan situasi. Lidya
dengan santainya tidur telanjang tanpa mengunci pintu kamar, padahal
dia hanya berdua saja dengan mertuanya. Sungguh sebuah kesalahan
yang sangat fatal. Ingatan Lidya tak bisa lepas dari kejadian di malam
terkutuk saat Pak Hasan, mertuanya sendiri dengan leluasa
memperkosa Lidya.
Lidya terjaga sepanjang malam, dia tidak bisa tidur karena masih
teringat apa yang telah dilakukan Pak Hasan kepadanya. Dia berusaha
melupakan semua kejadian, tapi amatlah sulit melupakan perkosaan
yang terjadi pada diri sendiri. Jangankan melupakan, denyutan penis
mertuanya yang melesak di dalam vagina seakan tidak pernah hilang
dari memek Lidya. Pak Hasan mengancam akan melakukannya lagi,
dan dengan kepergian Andi selama beberapa hari ini, tentunya amat
mudah bagi Pak Hasan memperoleh kesempatan untuk menidurinya
lagi. Lidya berusaha mencari cara untuk melarikan diri dari terkaman
nafsu sang ayah mertua. Untungnya ayah mertuanya yang bejat itu
seharian pergi entah kemana.
Sudah sepanjang pekan Lidya kesulitan menghubungi Mbak Alya,
sejak kunjungannya yang terakhir kali, mereka tidak pernah bertemu
lagi, kalaupun berhubungan hanya melalui sms singkat menanyakan
kabar. Mungkin Alya dan Hendra sedang sibuk sehingga jarang berada
di rumah. Satu-satunya harapan Lidya kini ada pada Dina. Tadi pagi
Lidya sudah berusaha menghubungi Mbak Dina. Tapi ada sesuatu yang
aneh dari nada suaranya. Kakaknya itu biasanya senang kalau ditelpon
Lidya atau Alya, tapi hari ini sangat lain, sepertinya ada beban berat
yang tengah dipikul Mbak Dina.
"Mbak, aku boleh tidur di sana seminggu ini? Paling tidak sampai Mas
Andi pulang.", tanya Lidya saat menelpon Dina. "A-aku takut di rumah
sendirian, Mbak."
"Eh... ehm... gimana yah... ehm... a-aku..." Dina terbata-bata menjawab.
Lidya mengernyitkan dahi. Aneh sekali, ada apa dengan kakaknya itu?
Tidak biasanya Mbak Dina terbata-bata saat menerima telepon darinya.
Pasti kakaknya itu tengah menghadapi satu masalah yang sangat
berat.
"Mbak Dina? Mbak kenapa?"
"Eh... ehm, aku nggak apa-apa kok. Hanya saja untuk beberapa hari ini
aku tidak bisa menerima tamu, dik. Karena... ehm... karena... karena...
aku dan Mas Anton sangat-sangat sibuk, iya, kami sangat sibuk.
Bahkan untuk mengurus anak-anak saja tidak sempat dan... dan... lalu...
ehm..."
"Oh ya sudah kalau begitu. Mbak Dina baru sibuk ya? Nggak apa-apa
kok, Mbak. Aku juga nggak pengen nggangguin kalau Mbak Dina lagi
sibuk.", Lidya jadi tidak enak hati. Tapi sebagai seorang adik yang
hapal dengan sikap dan sifat kakaknya, Lidya tahu ada sesuatu yang
tidak beres di rumah Dina. Itu sebabnya kakaknya itu menolak
kedatangannya. Belum pernah seumur hidupnya Dina menolak
kehadiran Lidya, Alya ataupun keluarga yang lain. Lidya paham benar
ada masalah berat yang tengah dihadapi kakaknya. Dengan berat hati
karena kecewa gagal melarikan diri dari rumah, Lidya pun pamit.
"Kalau begitu, nanti aku telepon lagi yah, Mbak."
"I-iya, dik. Sori banget yah. Aku baru..."
"Iya Mbak, nggak apa-apa. Dah Mbak Dina."
"Dah Lidya."
Klik.
Kekhawatiran mulai merasuk ke diri Lidya.
###
Alya menguap usai menonton film malam di televisi, karena sudah
merasa mengantuk maka dimatikannya pesawat tv. Film yang diputar
mulai jam 23.00 itu baru usai jam 01.00 dinihari. Hendra sudah terlelap
setelah kelelahan seharian bekerja, Opi juga sudah nyenyak di kamar.
Hanya tinggal Alya sendiri yang belum tidur. Akhir-akhir ini Alya
mengalami kesulitan tidur, mungkin karena trauma akibat insiden yang
dialaminya. Alya telah diperkosa oleh Pak Bejo Suharso, salah seorang
tetangga di komplek.
Saat hendak melangkah dan mematikan lampu, tiba-tiba saja telepon
berdering. Dengan langkah yang sedikit malas karena sudah sangat
mengantuk, Alya mendekati meja telepon. Siapa yang menelpon jam
segini? Alya khawatir kalau-kalau ada keluarganya yang tertimpa
musibah.
"Halo?" Alya mengangkat telepon.
"Suaramu merdu sekali, manis. Ini aku, Bejo.", terdengar suara
dengung lembut khas telepon genggam di telinga Alya. Tetangganya
yang mesum itu menelpon dengan HP.
Sudah beberapa hari ini baik Pak maupun Bu Bejo tidak terlihat datang
ke rumah Alya dan Hendra. Sejak hari naas bagi Alya itu, hanya sekali
Bu Bejo datang ke rumah. Alya merasa lega karena berharap Pak Bejo
lupa akan niatnya yang jahat. Sayangnya harapan Alya tidak terwujud.
Suara Pak Bejo yang berat membuat jantung Alya langsung berdebar-
debar. Seketika itu juga rasa kantuknya menghilang. Alya mengintip ke
arah kamar tidur dan berharap mudah-mudahan Hendra tidak
terbangun.
Pak Bejo terus menyerang. "Akhir-akhir ini aku sangat sibuk bekerja
sampai-sampai tidak sempat mengunjungi Mbak Alya lagi. Jangan
takut, aku akan selalu ingat saat-saat indah kita bermain cinta,
sayang.", bisik Pak Bejo.
"Pak Bejo sudah gila? Menelponku jam segini?" Alya mendesis marah.
Suaranya bergetar karena ketakutan.
"Aku pengen menidurimu lagi malam ini. Bagaimana kalau Mbak Alya
datang ke pos kamling yang sepi di ujung gang? Aku pengen memeluk
tubuhmu yang seksi itu untuk menghangatkan diri di malam dingin
ini."
Alya mendengar suara dari arah kamar. Sepertinya Hendra, suaminya
sudah terbangun.
"Sekarang?! Pak Bejo benar-benar sudah gila ya?" Bisik Alya sepelan
mungkin.
"Alya? Sayang? Ada telpon ya? Dari siapa malam-malam begini?" tanya
Hendra dari dalam kamar. Untunglah Hendra tidak terbangun. Dia
hanya bertanya dari tempatnya berbaring.
"Bu-bukan siapa-siapa, sayang. Salah sambung. Tidur saja lagi."
Pak Bejo terkekeh-kekeh. "Aku belum gila, manis. Cuma lagi pengen
ngentotin kamu saja. Sudah dua hari ini aku tidak melihatmu, padahal
aku selalu membayangkan tubuh indahmu yang telanjang dan
bermandikan keringat. Aku selalu teringat suaramu merintih nikmat
saat penisku menembus vaginamu yang wangi itu."
Hendra menutup kembali tubuhnya dengan selimut. Dia sudah
terlampau capek sehingga tidak bisa bangun. "Ya sudah.", kata
Hendra. "Aku tidur lagi ya."
"Dengar, Pak Bejo.", bisik Alya supaya Hendra tidak curiga. Dia takut
suaminya itu belum benar-benar tertidur sehingga bisa mendengarkan
percakapan ini. "Aku tidak mau melakukannya lagi. Tidak mungkin.
Apalagi sekarang ?! Bapak tahu ini jam berapa?"
"Sayang sekali." Pak Bejo terdiam agak lama. "Apa perlu aku yang ke
rumahmu sekarang? Apa perlu kamu aku hajar sekali lagi? Atau
mungkin perlu besok aku membawa Opi jalan-jalan dan
meninggalkannya di tengah kota?"
Alya mulai berkaca-kaca menahan tangis. Tidak ada jalan lain
melepaskan diri dari ancaman maut Pak Bejo. Alya ketakutan, dia tidak
mungkin menceritakan semua perkosaan yang dilakukan Pak Bejo pada
Hendra karena takut pria tua yang sangat kasar itu akan menyakiti
tidak saja dirinya tapi juga suami dan anaknya yang masih kecil. Alya
hanya bisa pasrah. Ancaman Pak Bejo sangat nyata. Tubuhnya
bersandar di dinding dengan lemas.
"Tidak.", desah Alya pasrah. "Tidak perlu kemari. Aku yang akan
segera ke sana."
"Manis..."
"Ya?"
"Aku ingin kamu menggunakan pakaian rumah paling seksi yang
pernah kamu miliki dan juga jangan memakai BH dan celana dalam.
Aku akan menunggumu."
"Aku tidak punya pakaian yang seksi." Bisik Alya sambil mengintip ke
arah kamar. Hendra benar-benar sudah terlelap sekarang.
"Jangan bohong."
"Aku tidak punya! Mas Hendra bukan orang yang pikirannya kotor
seperti Pak Bejo! Dia menikahi aku karena mencintaiku, bukan hanya
menginginkan tubuhku!"
Pak Bejo terdiam lagi. Alya takut pria tua marah karena nada suara
Alya meninggi. Tapi terdengar suara kekehan pelan yang
menyeramkan. "Kalau begitu aku menyerahkan keputusan itu padamu,
sayang. Pokoknya aku pengen kamu segera ke pos kamling pakai baju
seksi, daster yang tipis juga boleh. Ha ha ha ha!"
Alya menggerutu kesal. "Aku sudah bilang aku tidak pun..."
"Aku tunggu di pos kamling." Klek. Pak Bejo menutup telpon.
Tetesan air mata Alya mulai deras. Dengan sesunggukan istri Hendra
itu berusaha bangkit, tapi tubuhnya tak mau beranjak dari dinding
tempatnya bersandar. Kepalanya terasa berat dan jantungnya terus
didera detakan bertubi.
Tiba-tiba telpon berbunyi kembali. Alya bergegas mengangkat telpon.
Terdengar suara kekehan Pak Bejo.
"Ada apa lagi?! Apa bapak mau orang satu kampung ini bangun?
Bapak pengen Mas Hendra tahu?" desis Alya marah.
"Aku cuma mau mengingatkan, kalau-kalau suamimu nanti terbangun
dan kebingungan mencari-cari istrinya yang tidak ada di rumah.
Hendra pasti kalut. Kamu harus mencari alasan yang tepat untuk
mengelabui Hendra karena aku pengen pakai memekmu agak lama
malam ini."
"Apa yang harus aku katakan pada Mas Hendra?"
Terdengar suara dari kamar. Hendra bergerak lagi. "Alya? Sayang? Ada
telpon lagi?"
Sambil berharap Hendra tidak bisa menangkap getar rasa takut dari
suaranya, Alya menengok ke arah kamar. "Ti-Tidak apa-apa kok,
sayang. Bener. Tidur aja lagi."
"Bilang saja Bu Bejo lagi sakit atau apa. Pikirkan sesuatu. Kamu kan
pintar." Klek. Sekali lagi Pak Bejo menutup telepon.
Alya kembali ke kamar dengan perasaan kacau. Dia berpikir dengan
keras. Apa yang harus dikatakannya pada Hendra? Dia harus punya
alasan secepat mungkin. Perlahan Alya kembali ke kamar dan duduk di
samping Hendra memeluk selimutnya erat.
"Siapa yang telepon?", tanya Hendra. Matanya masih tertutup. Alya
mengelus rambut suaminya dengan penuh sayang. Hendra memeluk
tubuh sintal istrinya.
"Itu tadi Pak Bejo.", Alya mencoba mencari alasan, paling tidak
memang benar Pak Bejo yang menelponnya. "Dia baru bepergian jauh
dan ditelpon dari rumah, katanya Bu Bejo sakit. Aku disuruh menengok
dan menemani Bu Bejo malam ini. Paling tidak sampai Pak Bejo
datang. Boleh?"
"Boleh saja. Bu Bejo kan sudah banyak menolong kita. Perlu aku
antar?"
"Tidak usah. Mas Hendra kan capek dan besok pagi harus berangkat
ke kantor. Kalau aku besok bisa berangkat agak siang."
Alya membungkuk dan mencium bibir Hendra. Pria itu tersenyum saat
merasakan sapuan bibir mungil Alya yang basah. "Aku sayang Mas
Hendra." Untung saja Hendra terlelap dan tidak membuka mata
sehingga tidak bisa melihat Alya yang hampir menangis.
"Aku juga sayang kamu." Hendra menguap. "Mudah-mudahan Bu Bejo
tidak apa-apa. Kalaupun tidak bisa ditinggal, kamu tidur di sana saja
malam ini. Kasihan Bu Bejo sendirian. Pak Bejo kemana sih, kok istri
sakit ditinggal sendiri?"
"Se-sedang mencari obat katanya." Alya tergagap. Dia merasa sangat
bersalah pada Hendra. Suaminya itu tidak tahu, kalau lelaki tua yang
disebutkan namanya itu sebentar lagi akan melesakkan penisnya
dalam-dalam di vagina Alya. "Katanya tadi sih begitu."
"Baiklah, hati-hati di jalan ya. Sori, aku mengantuk sekali." Hendra
berbalik dan perlahan tenggelam lagi dalam tidurnya.
Setelah Hendra terlelap, Alya mulai membuka lemari pakaian dan
mencari-cari baju. Pak Bejo tidak menginginkan Alya mengenakan BH
ataupun celana dalam, tapi Alya tidak mau ambil resiko. Diambilnya
satu celana dalam G-String yang sudah tidak pernah dipakainya sejak
sangat lama. Hendra membelikannya saat bulan madu. Untung saja,
Alya bukanlah tipe wanita yang melar tubuhnya saat melahirkan
ataupun berubah ukuran celananya dengan drastis. Walaupun agak
kesempitan, tapi celana dalam itu pasti masih cukup dikenakannya.
Alya mengambil daster terusan bermotif bunga yang ada di dalam
lemari. Baju itulah yang menurutnya paling seksi yang ia miliki. Daster
itu tipis sekali, sehingga dengan cahaya seredup apapun, kemolekan
lekuk tubuh Alya akan terlihat menerawang. Selain itu dengan daster
yang sedikit longgar di bagian leher dan bahu, belahan dada Alya akan
terlihat sangat menantang, belum lagi bagian bawah daster sangat
pendek hingga hanya bisa pas menutup sampai satu jengkal di atas
lutut Alya. Kalau dia membungkuk sedikit pasti celana dalamnya
kelihatan.
Saat melangkah ke pintu depan, terdengar suara panggilan kecil dari
kamar Opi.
"Mama?"
Alya berbalik dan menemui Opi yang terbangun. "Shhh. Tidur lagi yah
sayang.", bisik Alya sambil memeluk dan mencium putri tersayangnya.
Opi langsung terlelap dengan cepat. Si kecil itu tidak merasakan
lelehan air mata yang menetes di pipi sang ibu.
###
Lokasi pos siskamling yang dimaksud oleh Pak Bejo ada di pojok
jalan. Pos itu berbentuk bangunan kecil yang hanya memiliki dua
jendela, satu di sisi kanan dan satu di kiri serta satu pintu di sisi luar
sementara sisi lain menempel di tembok sebuah pagar beton tinggi
milik rumah warga. Tidak ada apa-apa di dalam pos itu kecuali tikar,
asbak dan kartu remi. Alya sangat berharap, tidak ada orang lain yang
berada di luar rumah malam itu kecuali dirinya dan Pak Bejo.
Harapan Alya terkabul karena malam itu suasana sangat sepi. Hanya
suara angin menggesek daun dan beberapa ekor kucing hilir mudik
sambil mengeong mencari makan yang menemani suara jangkrik dan
serangga malam lain.
Alya merasa aneh berjalan sendirian malam hari ini seperti ini dengan
pakaian yang sangat tipis dan menerawang. Dia berjalan mepet di sisi
tembok agar bisa bersembunyi di balik bayangan pagar yang tinggi.
Walaupun suasana sepi, tapi Alya tidak mau mengambil resiko. Untung
saja jarak antara rumah dan pos kamling tidak terlalu jauh.
Walaupun hanya mengenakan daster dan tidak mengenakan make-up
apa pun, wajah Alya tetap mempesona. Hanya dengan memandangi
keelokan paras dan keseksian tubuhnya saja, penis tua Pak Bejo bisa
menegang. Bandot tua itu geleng-geleng. Dia masih belum bisa
mempercayai keberuntungannya. Pria tua buruk rupa seperti dirinya
akhirnya bisa juga meniduri wanita cantik dan alim seperti Alya.
Terdengar suara ketukan pelan di pintu pos kamling. Pak Bejo segera
membukanya.
Alya terlihat sangat cantik dalam balutan daster tipis menerawang.
Tubuhnya yang luar biasa indah terlihat semakin seksi dan kulitnya
yang putih seakan menyala di kegelapan malam. Dia terlihat bagaikan
seorang bidadari yang baru saja turun dari khayangan.
Pak Bejo Suharso terkekeh-kekeh melihat penampilan mempesona
wanita yang akan segera disetubuhinya. "He he he, luar biasa, Mbak
Alya. Benar-benar cantik."
Alya terdiam dan memalingkan wajahnya yang memerah karena malu.
"A-aku sudah datang kemari. Aku harap Pak Bejo..."
"Sstt, jangan membangunkan tetangga yang sudah tidur. Ayo masuk
ke dalam."
Alya menurut saja dan masuk ke dalam pos kamling. Hanya berdua
dengan bandot tua yang bejat itu membuat tubuh Alya menggigil
ketakutan. Dia hampir tak percaya apa yang sedang dilakukannya. Alya
dengan rela menyerahkan diri untuk digauli tetangganya yang buruk
rupa sementara suaminya yang tampan sedang tidur di rumah. Pak
Bejo menutup pintu pos kamling dan menguncinya. Tak lupa dia juga
menutup gorden agar tidak ada orang yang bisa mengintip adegan
yang akan segera terjadi di dalam pos kamling ini.
Alya berdiri di tengah pos kamling sambil memeluk dirinya sendiri
yang kedinginan terkena udara malam. Tubuh Alya masih terus
bergetar, bukan dikarenakan oleh dinginnya semilir angin tapi karena
perasaannya yang campur aduk.
"Uhhhhhmmm." Desah Alya lirih saat tubuh hangat Pak Bejo
memeluknya dari belakang. Pria tambun itu tidak perlu berbasa-basi
dan ingin langsung menyantap hidangan utama yang lezat yang
disuguhkan oleh ibu rumah tangga yang masih muda dan sangat
cantik ini. Tangan Pak Bejo bergerak menyusur seluruh tubuh Alya
sementara dia menempelkan tubuhnya sendiri di belakang sang ibu
muda yang molek itu.
Alya memejamkan mata, setengah tak rela tubuhnya disentuh lelaki
selain suaminya, setengahnya lagi menikmati rabaan Pak Bejo di setiap
jengkal tubuhnya. Alya makin merinding ketika pria tua itu mulai
menciumi bagian belakang leher dan telinganya. Suara kecupan Pak
Bejo menjadi satu-satunya suara yang mengisi sepinya malam itu.
Alya melenguh lagi saat Pak Bejo menempelkan penisnya yang mulai
mengeras di sela-sela pantat sang ibu muda. Pria tua yang makin
bernafsu itu menggerak-gerakkan kontolnya di belahan pantat Alya
dengan gerakan yang lembut sementara bibirnya terus menciumi
bagian belakang kepala Alya. Tangan Pak Bejo mulai bergerak bebas,
meraba buah dada Alya yang ranum.
Untuk beberapa saat lamanya Alya hanya berdiri di tengah pos kamling
sementara Pak Bejo terus meraba-raba seluruh tubuhnya. Baru kali ini
pria tua menjijikkan itu memperlakukannya dengan lembut.
Tak perlu waktu lama bagi Pak Bejo untuk segera melucuti pakaian
yang dikenakan oleh Alya. Dia segera mendorong tubuh ibu muda
jelita itu ke tikar yang kotor di lantai pos kamling. Satu persatu baju
Alya dilucuti. Setelah pertahanan terakhir Alya yang berupa celana
dalam mungil dilucuti oleh Pak Bejo, pria tua itu segera beraksi. Pak
Bejo menciumi ujung jari kaki Alya dan perlahan turun terus hingga ke
daerah betis, lutut, paha dan akhirnya selangkangan Alya. Ketika
sampai di daerah rambut halus bibir vagina Alya, ibu muda itu
menangis sesunggukan dan meremas ujung tikar dengan perasaan
campur aduk, antara menikmati dan menolak.
Saat Pak Bejo menjilati memeknya yang manis, Alya menggerakkan
pinggulnya tanpa sadar dan tubuh seksi wanita cantik itu melonjak-
lonjak karena rangsangan luar biasa yang diakibatkan oleh jilatan lidah
Pak Bejo. Ketika masih meresapi manisnya cairan cinta yang meleleh di
pinggir bibir vagina Alya, Pak Bejo merasakan jemari Alya menjambak
rambutnya. Pak Bejo gembira karena Alya rupanya telah tenggelam
dalam nafsu birahi.
"Jangaaan... jangaaaan... aku tidak mauuuuu!!!" Alya megap-megap
sambil menggeleng kepala menolak kenikmatan badani yang tiba-tiba
saja mencapai puncak dan menguasai tubuh indahnya. Wanita cantik
itu telah mencapai orgasme awal karena tidak bisa menahan gejolak
nafsu birahinya sendiri.
Tubuh Alya melejit dan lepas dari pelukan Pak Bejo. Pria tua itu
melepaskan Alya dan membiarkannya terbaring di tikar. Mata Alya
terbelalak dan tubuhnya menggigil karena ketakutan saat melihat Pak
Bejo melucuti pakaiannya sendiri.
Pria tua yang bertubuh gemuk dan berkulit gelap itu berlutut dan
menempelkan ujung gundul kemaluannya yang basah di bibir vagina
Alya. Saat dilesakkan kontolnya ke dalam memek Alya, ternyata liang
cinta ibu muda itu belum sepenuhnya terlumasi. Hanya sebagian saja
dari keseluruhan batang kemaluan Pak Bejo yang bisa masuk.
"Ahhhh... jangaaaaan diteruskaaan... saya mohon Pak! Sakiiiit!!
Jangaaan... pelaaan! Pelaaan sajaaa!! Jangaaaan!! Hentikaaan!!
Hentikann!!" Alya menjerit lirih karena takut membangunkan penghuni
komplek di sekitar pos kamling, tapi rasa sakit yang dirasakannya
terlalu menyiksa sehingga air mata menetes di wajahnya.
Alya berusaha mendorong tubuh Pak Bejo menjauh darinya walaupun
sia-sia. Alya hanya bisa menangis sesunggukan dan berusaha tabah
saat Pak Bejo malah menyodokkan sisa kontolnya ke dalam memek
Alya.
"Siap-siap digenjot ya, Bu Hendra?" ejek Pak Bejo yang sengaja
memanggil Alya dengan nama suaminya. Wajah Alya memerah karena
dipermalukan seperti itu.
Pak Bejo menarik kaki Alya yang jenjang dan menempelkannya di
kedua sisi wajahnya. Ibu rumah tangga yang cantik itu harus
merelakan tubuhnya dibolak-balik oleh Pak Bejo yang memang berniat
menikmati seutuhnya keindahan tubuh Alya. Dengan kaki terangkat ke
bahu Pak Bejo, Alya memejamkan mata karena tahu apa yang akan
segera dilakukan pria tua itu.
Pak Bejo menarik pinggul Alya dan menjebloskan penisnya ke dalam
memek Alya.
"Aaaaaaaaaduhhhh!!! Jangaaaaaaaann!! Sakiiiiiiiiiit!! Aduuuhhhhh...
jangaaaan... pelaaan sajaaa! Pelaaaan!!" pinta memelas Alya belum
digubris oleh Pak Bejo.
Teriakan dan desis perih Alya ibarat musik yang merdu di telinga Pak
Bejo yang bejat. Mendengarkan suara wanita idamannya menjerit
kesakitan dan menggeram karena merasakan desakan penisnya di
dalam vagina membuat Pak Bejo sangat terangsang. Pak Bejo menarik
sedikit batang kemaluannya. Hal ini membuat Alya bisa bernafas
sedikit lega, sayang tak berlangsung lama. Saat Alya masih terengah-
engah dan menarik nafas, tiba- tiba Pak Bejo mendorong batang
penisnya masuk ke rahim Alya sampai ujung terdalam! Alya menjerit
kesakitan saat kontol itu menguasai liang cintanya yang sempit.
"Hiyaaaaaaahhh!!" teriak Alya di tengah sepinya malam. Dia sudah
tidak peduli lagi kalau-kalau ada orang yang melewati pos kamling itu.
Kontol Pak Bejo masuk sepenuhnya ke lubang vagina Alya. Sekali lagi
wanita cantik itu merasakan pahitnya disetubuhi lelaki menjijikkan
seperti Pak Bejo.
###
Duduk di depan meja rias, Dina menyisir rambutnya dengan rapi. Ibu
muda yang jelita itu menatap muram refleksi dirinya di dalam cermin.
Dina tidak mempercayai nasib buruk yang telah dialaminya selama
beberapa hari terakhir. Dina masih tetap cantik, masih tetap seksi,
masih tetap molek dan masih tetap menggairahkan mata setiap orang
yang menatapnya. Akan tetapi predikat istri setia dan ibu yang baik
sudah jauh meninggalkan dirinya. Dina yang sekarang bukan lagi Dina
yang lugu dan suci. Sudah dua kali Dina yang sebelumnya tidak
pernah disentuh pria lain itu bermain api dengan Pak Pramono, atasan
suaminya sendiri. Walaupun baru sekali disetubuhi, tetap saja Dina
merasa sangat kotor, apalagi saat dengan kesadaran sendiri datang ke
hotel yang diinginkan Pak Pram untuk melayaninya menuntaskan
hasrat beroral seks.
Pernikahannya dengan Anton seakan lenyap terbakar hawa nafsu birahi
yang menyala. Dina malu mengakui nikmat yang dirasakan saat
disetubuhi laki-laki selain suaminya sendiri. Walaupun awalnya
terpaksa melayani Pak Pramono agar keluarganya selamat dari
malapetaka, namun kenikmatan luar biasa yang dirasakan Dina saat
melakukan affair dengan Pak Pram tetaplah tidak bisa disembunyikan
begitu saja.
Berawal dari sebuah ancaman akan memenjarakan Anton dan menyita
seluruh harta mereka, Pak Pram kini menguasai seutuhnya jalan hidup
ibu rumah tangga dua anak itu. Dina takluk pada semua perintahnya
termasuk menjadi budak seks pribadi Pak Pramono. Apa yang akan
terjadi seandainya Anton mengetahui semua kejadian ini? Tentunya dia
akan langsung menceraikan Dina begitu tahu istrinya telah ditiduri Pak
Pramono. Dina bahkan sangat malu berhadapan dengan adik-adiknya
seperti Alya dan Lidya. Sebisa mungkin mereka tidak terlibat dalam
masalah ini.
Seandainya saja Dina mampu menolak setiap keinginan Pak Pramono,
dia akan melakukannya. Tapi tiap kali pria tua berwajah garang dan
berperawakan gagah itu menyentuh dirinya, Dina seperti takluk pada
semua perintahnya. Dina juga sangat khawatir dengan aksi Pak Pram
yang tidak menggunakan alat pengaman apapun saat menyetubuhinya.
Apa yang akan terjadi nanti seandainya Pak Pram menghamilinya?
Bagaimana mungkin istri yang tadinya setia dan sangat alim itu
terjatuh ke dalam jurang kenistaan dan berubah menjadi pekerja seks
privat untuk Pak Pramono?
Tanpa sadar, Dina menyelipkan jari jemarinya ke selangkangan saat
membayangkan apa yang telah dilakukannya dengan Pak Pramono. Jari
jemari lentik ibu cantik itu masuk ke dalam celana dalam dan
menggosok lembut daerah bibir kemaluannya. Lama kelamaan jari itu
masuk ke dalam liang cinta Dina. Wanita jelita itu tenggelam dalam
masturbasi sambil membayangkan sosok pria yang lebih pantas
menjadi ayahnya yaitu Pak Pramono sedang menyetubuhinya dengan
penuh nafsu.
Inikah sosok istri yang tadinya setia itu?
###
Pak Bejo mulai memompa penisnya dalam-dalam di memek Alya.
Kenikmatan bersetubuh dengan Pak Bejo yang pernah dirasakan oleh
Alya saat diperkosa pria tua ini kembali terulang. Pandangan mata
Alya mengabur karena kenikmatan luar biasa yang ia rasakan.
Tubuhnya menjadi lemas dan kepalanya ia sandarkan pada tubuh Pak
Bejo. Mulut Alya menganga keenakan dan rahangnya mengeras saat si
cantik itu akhirnya menyerah pada kenikmatan yang diberikan Pak
Bejo.
"Uh! Uh! Uh! Uh!" lenguh Alya pasrah saat pria tua itu
menyetubuhinya.
Pak Bejo meremas susu Alya yang montok dan menjilatinya dengan
lidah. Dia melakukannya dengan sedikit kasar karena gemas oleh
keindahan payudara Alya. Ibu rumah tangga yang cantik itu menarik
nafas dalam-dalam karena bibir Pak Bejo yang besar seakan memoles
seluruh buah dadanya dengan air liur. Jilatan Pak Bejo mengitari pentil
Alya yang mengeras dan sekali dua kali dia menggigit ujungnya
dengan lembut.
"Aaaaaaaahh!!" Alya menjerit karena sensasi yang ia rasakan. Sakit
yang ia rasakan berasal dari selangkangannya berubah menjadi
kenikmatan yang luar biasa. Memek Alya yang ditembusi penis Pak
Bejo berulang-ulang akhirnya mengeluarkan cairan cinta yang
langsung membanjir. Rasa malu dan puas bercampur menjadi satu
sehingga wajah Alya memerah.
Pak Bejo melepas buah dada Alya dan menangkup pipi pantatnya yang
bulat mulus. Alya melenguh saat Pak Bejo meremas dan memilin
bokongnya yang halus dengan tangannya yang kuat. Penis Pak Bejo
masih keluar masuk ke dalam memek Alya yang hangat dan becek.
Pinggang Pak Bejo berulang kali bertamparan dengan paha mulus
Alya. Karena dilepas oleh Pak Bejo, payudara Alya yang besar
bergoyang-goyang erotis seiring gerakan maju mundur pria tua itu.
"Ah! Ah! Ah! Ah!" Alya terengah-engah tiap kali kontol Pak Bejo
menerobos ke dalam liang cintanya yang hangat dan basah. Pria tua
itu menyetubuhi Alya dengan kecepatan yang makin lama makin
meningkat. Seiring makin cepatnya Pak Bejo mengentoti Alya, makin
bertambah pula kepuasan mereka hingga hampir sampai ke puncak.
Keringat mulai membasahi sekujur tubuh telanjang Alya yang putih
mulus. Pak Bejo meringis menahan kekuatan dan giginya terkatup
kuat-kuat.
"Huh! Hh! Huh! Hh!" Alya melenguh berulang, tubuhnya bergerak
seiring desakan penis Pak Bejo dalam rahimnya.
"Ayo... Hunggh!! Kita... buatkan... Opi... adik baru...!! Huhnggh! Mbak
Alya!!" kata Pak Bejo. Wajahnya yang berkeriput penuh keringat dan
nampak cerah karena bisa menyetubuhi wanita idamannya.
Pak Bejo meraih ke belakang kepala Alya dan menarik rambut
panjangnya. Ia mendekatkan wajah Alya ke wajahnya sendiri dan mulai
menangkup bibir Alya dengan bibirnya. Bibirnya yang tebal mengelus-
elus bibir Alya hingga basah kuyup oleh air ludah. Lidahnya yang
panjang juga bergerak menyusur seluruh bagian dalam mulut Alya.
Mata indah Alya terbelalak karena hampir tersedak.
"Hngghh!!" Alya melenguh parau. Pak Bejo melepaskan ciumannya.
"Bersiaplah menerima... uh! ...spermaku..., manis!!" Pak Bejo meraung
dan mengatupkan mata saat dia hampir mencapai titik puncak
kepuasan. Tangannya mencengkeram bulat pantat Alya, melebarkan
bibir memek istri Hendra itu agar bisa menerima penisnya yang besar.
"Engh! Engh! Engh! Huff! Ahhh!! Ahmm!!" Alya mengeluarkan lenguhan
berirama tiap kali Pak Bejo melesakkan penisnya ke dalam vagina Alya.
Ibu rumah tangga yang sintal itu tidak bisa mengumpulkan pikirannya
dan berkonsentrasi, dia hanya mengikuti gerakan Pak Bejo. Alya telah
dibuai kenikmatan sehingga tidak bisa berpikir apalagi mengucapkan
kata-kata. Tubuhnya mental-mental dalam pelukan Pak Bejo. Alya
melemparkan kepalanya ke belakang dan menyerah pada rasa nikmat
yang ia rasakan di daerah selangkangan. Entah kenapa dia ingin sekali
merasakan kehangatan sperma Pak Bejo di dalam liang cintanya. Dia
ingin laki-laki tua itu segera menuntaskan permainannya.
"Hah! Hah! Hah! Hah!", Pak Bejo melenguh penuh nikmat. Ia menarik
pinggangnya ke belakang untuk menyiapkan satu tusukan akhir ke
vagina Alya.
"Huuuuuuuuuuuunnngggghh!!", raung pria tua saat akhirnya ia
melesakkan penisnya dalam-dalam. "Hunngghh!! Hunghhh!! Engghhh!!
Hahhhh!!", Pak Bejo menggeram keenakan saat pinggangnya menampar
paha Alya dan memuncratkan banjir air mani dalam liang kemaluan ibu
muda yang seksi itu.
Alya bisa merasakan semprotan air mani yang hangat dan lengket di
dalam rahimnya. Sensasi yang ia rasakan membuatnya sampai ke ujung
kenikmatan. Kepalanya dilempar ke belakang, rambutnya melambai di
udara dan Alyapun berteriak penuh kepuasan. "Ahhhhhhhh!!". Seluruh
sudut tubuhnya mengeras untuk sesaat dan kemudian orgasme pun
meledak dalam tubuhnya. Tak pernah sebelumnya saat bermain cinta
dengan Hendra Alya memperoleh kepuasan seksual seperti sekarang.
Walaupun dalam hati Alya lebih baik mati daripada mengakui
kenikmatan ini.
"Fuhh... fuhh... fuh..." Alya terengah-engah usai mengalami orgasme
dan melayani nafsu iblis Pak Bejo. Pria tua itu segera menarik
penisnya dari dalam vagina Alya.
Tubuh telanjang Alya tergolek tak berdaya dan air mani meleleh keluar
dari dalam memeknya.
Pak Bejo masih belum selesai. Pria tua itu meringis bengis dan bersiap
lagi.
Dia menginginkan lubang Alya yang lain.
###
Jam dinding sudah menunjukkan angka melebihi tengah malam saat
Lidya mendengar pintu depan terbuka. Lidya yang kelelahan tertidur di
sofa di depan pesawat televisi setelah menonton acara hiburan malam.
Karena masih mengantuk, Lidya sedikit lambat bangun dari sofa dan
lupa menghindari pertemuan dengan ayah mertuanya. Pria gemuk dan
botak itu langsung mencari menantunya yang molek. Pak Hasan
berhasil meraih lengan Lidya dan membungkukkan badan Lidya di
dekat anak tangga menuju ke lantai atas sebelum si cantik itu berhasil
lari ke kamar atas.
"Bapak! Apa yang bapak lakukan!? Aku tidak mau melakukannya lagi!
Ini nista! Zina!" Lidya menjerit dan meronta mencoba melepaskan diri
dari pelukan mertuanya.
"Percuma kamu menjerit. Di rumah ini cuma ada kamu dan aku, toh?"
Lidya mencoba meronta lebih keras lagi namun gagal, semua usahanya
sia-sia. Dengan sekali sentak, Pak Hasan menarik tubuh Lidya dan
melemparnya ke atas bantalan empuk bagian belakang sofa yang
berada di dekat mereka. Tubuh Lidya melayang dan mendarat hanya
bertumpukan perut yang sekarang berada di atas bagian sandaran
empuk sofa. Wanita cantik itu tersentak dan hampir muntah.
Dengan cekatan Pak Hasan melucuti kaos santai yang dikenakan
menantunya. Mertua yang sudah gelap mata itu sekaligus menarik BH
yang dikenakan Lidya dan menggunakannya untuk mengikat
tangannya. Kecepatannya menarik BH dan kaos cukup membuat Lidya
kagum sesaat, seakan-akan pria tua itu sudah sering melakukan hal
ini sebelumnya. Pak Hasan menarik rok pendek yang dikenakan Lidya
ke pinggang dan dengan kasar melucuti celana dalamnya.
Lidya berusaha keras menendang ayah mertuanya, tapi karena
posisinya yang kurang pas, Pak Hasan bisa menghindar. Setelah
seluruh tubuh Lidya terekspos, Pak Hasan dengan leluasa bergerak
bebas. Ia segera menampar pipi pantat Lidya dengan sekeras mungkin.
Lidya menjerit kesakitan. Sayang, hal itu malah menambah semangat
Pak Hasan yang kemudian tertawa terbahak-bahak dan mengulangi
tamparannya beberapa kali lagi. Saat ia puas melakukannya, pantat
Lidya memerah karena sakit dan istri Andi yang seksi itu hanya bisa
sesunggukan menahan air mata. Pak Hasan menarik rambut Lidya dan
membalik kepalanya sehingga mereka bisa saling berhadapan.
"Itu hukuman buat menantu nakal yang menghindari ayah mertuanya
yang sudah kangen. Jangan pernah lari dariku lagi! Mengerti?
Sekarang coba tebak apa yang bapak bakal lakukan sama kamu?" Pak
Hasan tertawa terbahak-bahak melihat wajah Lidya yang memelas dan
bersimbah air mata. "Bapak bakal entotin kamu sampai kamu tidak
bisa berdiri tegak lagi!"
Setelah mengatakan itu, Pak Hasan melepaskan jambakannya pada
rambut Lidya dan merenggangkan kedua kakinya melebar. Dia kini
memiliki akses penuh ke memek Lidya yang sudah menantang. Pria tua
menggunakan jempol tangannya untuk membuka lebar-lebar bibir
vagina Lidya. Pak Hasan segera membuka celananya dan seketika
penisnya yang ternyata sudah mengeras keluar dari sarang. Tanpa
basa-basi lagi, Pak Hasan menekan penisnya ke dalam vagina Lidya
dengan satu sentakan yang sangat menyakitkan Lidya.
Wanita cantik itu menjerit kesakitan dan berusaha keras melepaskan
diri dari mertuanya, tapi usahanya gagal. Pak Hasan menarik penisnya
dan kembali dia sentakkan ke dalam memek Lidya keras-keras. Lidya
kembali menjerit kesakitan karena liang rahimnya belum terlumas
secara menyeluruh, sehingga penetrasi yang dilakukan Pak Hasan
membuatnya sangat kesakitan. Pak Hasan kembali tertawa terbahak-
bahak melihat menantunya menjerit-jerit tanpa daya.
Tangan Pak Hasan mencoba meraih buah dada Lidya yang
bergelantungan. Setelah mendapatkan yang dicari, tangan gemuk Pak
Hasan mulai meremas-remas serta memilin payudara Lidya seiring
gerakan penisnya yang keluar masuk di liang cinta sang menantu.
Lidya menangis dan terus memohon pada Pak Hasan agar
menghentikan perbuatannya, tapi yang dilakukan mertuanya yang gila
itu malah terus menjejalkan kontolnya ke dalam vagina Lidya.
Sempitnya liang cinta sang menantu membuat Pak Hasan serasa
terbang ke langit nirwana.
Kemudian saat-saat yang ditakutkan Lidya akhirnya datang juga.
Wanita cantik bertubuh indah mulai merasakan kenikmatan merambat
naik ke seluruh penjuru badan. Mulai dari rangsangan Pak Hasan yang
meremas-remas payudaranya sampai kecepatan penis sang mertua
yang masih terus keluar masuk lubang vaginanya. Entah kenapa Lidya
mulai menikmati perlakuan seperti ini. Rasa takut dan bersalah yang
ada di benak Lidya bertarung dengan rasa nikmat yang melanda
seluruh tubuhnya. Ada kenikmatan unik yang bercampur antara rasa
sakit dan kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh sang ayah
mertua. Istri Andi itu makin kebingungan saat Pak Hasan akhirnya
menyemprotkan maninya ke dalam liang rahim Lidya. Dia bingung
karena entah harus merasa lega atau malah kecewa.
Tubuh Pak Hasan menegang dan sesaat kemudian penisnya mengecil.
Dengan diiringi suara meletup yang nyaring, mertua Lidya itu menarik
kontolnya dari memek sang menantu.
Lidya berbaring di atas sofa dengan perasaan campur aduk. Dia merasa
lelah dan malu. Lidya merasakan sentakan kecil dalam tubuhnya,
hampir saja si cantik itu mencapai puncak kenikmatan. Pak Hasan
berjalan mengitari sofa menuju ke arah Lidya. Sekali lagi mertua cabul
itu menjambak rambut Lidya dan menarik kepalanya. Dengan terpaksa
Lidya duduk di sofa sementara Pak Hasan berdiri. Kepala Lidya tepat
berada di depan selangkangan Pak Hasan.
"Bersihkan kontolku." Perintah sang mertua.
"Apa?!", seru Lidya heran. Dia tidak percaya apa yang baru saja
didengarnya. Walaupun sudah mulai mengecil, tapi penis Pak Hasan
itu masih cukup keras dan belepotan air mani. Tangan Lidya masih
terikat oleh kaos dan Bhnya sendiri sehingga dia tidak bisa banyak
bergerak.
"Jilati kontolku sampai bersih, nDuk. Cuma gitu aja kok repot? Lebih
baik cepat kau lakukan apa yang aku suruh sebelum sebagian pejuhku
menetes di sofamu yang mahal itu dan menimbulkan noda! Kalau tidak
mau, akan kuhajar kau malam ini juga!"
Karena rasa takut yang amat sangat, tidak ada jalan lain bagi Lidya
kecuali menyerah. Sebagai pengantin baru, Lidya amat sering mengoral
penis suaminya, tapi hal itu bukanlah hal yang menyenangkan. Dengan
perasaan segan, istri yang tadinya setia itu mulai menjilat ujung
kontol ayah mertuanya yang masih belepotan air mani. Lidya
membersihkan kontol Pak Hasan dengan bibir dan lidahnya. Pria tua
itu merem melek karena akhirnya sang menantu tunduk di hadapannya.
Perasaan nikmat karena disepong menyatu dengan pikiran erotis
bahwa kontolnya sedang dijilati oleh menantunya sendiri yang luar
biasa cantik dan seksi.
Penis itupun perlahan kembali mengeras. Pak Hasan menarik kepala
Lidya dan menggerakkannya maju mundur. Menantunya yang cantik itu
hampir kehabisan nafas dan tersedak karena penis Pak Hasan terus
didesak masuk makin dalam. Lidya merintih dan mencoba menarik
kepalanya, tapi Pak Hasan jauh lebih kuat darinya. Entah kenapa
rintihan Lidya membuat Pak Hasan berhenti mengeluarmasukkan
penisnya ke dalam mulut Lidya.
"Wah wah, sepertinya aku terlalu berlebihan ya, nDuk?" tanya Pak
Hasan. "Untung kamu hentikan, soalnya kita belum selesai ngentotnya,
toh?"
Sebelum Lidya mampu berpikir jernih tentang apa yang dikatakan
mertuanya, pria gemuk dan botak itu menarik tubuh sang menantu dan
menyandarkannya ke tembok. Di samping pesawat televisi. Perasaan
sesak yang diderita Lidya menyebabkan tubuhnya lunglai dan lemas
sehingga tidak mampu berdiri tegak. Hal ini dimanfaatkan Pak Hasan
untuk melucuti seluruh pakaian menantunya hingga telanjang bulat.
Pak Hasan sendiri juga melepas seluruh pakaian yang dikenakannya
dengan cepat dan mendorong tubuh Lidya mepet kembali ke tembok.
Tiba-tiba Pak Hasan menampar Lidya. Lagi dan lagi. Dengan kasar Pak
Hasan menampar Lidya berulang-ulang kali. Lidya menjerit-jerit
kesakitan dan mohon ampun. Airmatanya mengalir deras. Akhirnya Pak
Hasan menghentikan siksaannya.
"Jadi begini situasinya, nDuk." Bisik Pak Hasan galak. Wajahnya
sangat dekat dengan Lidya sehingga wanita jelita itu bisa merasakan
hembusan nafas penuh nafsu Pak Hasan di pipinya. "Aku masih
terangsang dan pengen menyetubuhimu lagi malam ini. Hanya saja
karena aku baru saja orgasme, tentunya kali ini akan membutuhkan
waktu lebih lama untuk sampai ke klimaks kedua. Aku ingin mencapai
orgasme keduaku malam ini, bahkan kalau untuk mencapai kesana aku
harus menyetubuhimu sampai pagi. Aku harap kamu mau bekerja
sama, karena kalau sampai aku tidak mencapai apa yang aku inginkan,
aku akan menghajarmu sampai mati!"
Lidya panik. Si cantik itu tidak tahu mertuanya itu serius atau tidak,
tapi yang jelas tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dirinya
sendiri kecuali menurut pada permintaan Pak Hasan.
"Jangan, Pak. Aku mohon..." bisik Lidya lemah, "aku mohon jangan
sakiti aku lagi."
"Mengemis tidak akan mengubah pendirianku. Bahkan rengekanmu
malah membuat kontolku jadi lemas lagi, nDuk. Tentunya kamu tidak
ingin itu terjadi setelah bekerja keras mengeraskannya dengan
mulutmu. Ayo. Entoti aku."
Dengan terpaksa Lidya menurut saat Pak Hasan mengangkat tubuh
telanjang sang menantu dan menyandarkannya ke tembok. Pak Hasan
melesakkan penisnya masuk ke dalam vagina Lidya dengan lebih
lembut kali ini. Wanita cantik itu mengangkat kakinya dan
mengaitkannya di pinggang Pak Hasan sementara tangannya
menggantung di leher ayah mertuanya, tangan Pak Hasan sendiri
menahan beban tubuh Lidya dengan mengangkat pantatnya. Rasanya
luar biasa nikmat bagi keduanya berada dalam posisi seperti ini.
Memek Lidya masih licin oleh air mani yang tadi disemprotkan Pak
Hasan ke dalam liang rahimnya sehingga dia bisa melesakkan penisnya
dengan mudah. Kali ini jejalan kontol sang mertua di dalam liang cinta
sempitnya membuat Lidya merasa nyaman dan bergairah, seluruh
tubuhnya bergetar merasakan liang rahimnya yang sempit kini
meremas-remas penis besar Pak Hasan yang meraja di memeknya.
Dengan punggung Lidya bersandar pada tembok, kedua manusia
berlainan jenis itu mulai bergerak bersamaan. Lidya mulai merasa
nikmat karena Pak Hasan kali ini memperlakukannya lebih lembut.
Rasa sakit yang diderita kedua pipinya karena tamparan Pak Hasan
menghilang berganti rasa nikmat yang meraja di selangkangannya.
Lidya berusaha keras menyembunyikan perasaan nikmatnya agar tidak
terlihat terlalu jelas di depan sang mertua yang cabul. Klitoris Lidya
menempel di tubuh Pak Hasan dan setiap gerakan naik turun
membuatnya tergesek seirama, tambahan bulu-bulu halus yang
menyentuh ujung klitoris Lidya membuatnya melejit ke nirwana. Lidya
memejamkan mata dan berusaha keras tidak mendesah keenakan.
"Mana susumu, nDuk?" perintah Pak Hasan lagi tiba-tiba.
Dengan wajah memerah karena terhina, Lidya menyorongkan buah
dadanya dengan satu tangan ke arah mulut Pak Hasan. Pria tua itu
meringis penuh kemenangan dan menikmati wajah malu sang
menantu. Dengan penuh nafsu, Pak Hasan segera menyerang pentil
payudara Lidya. Dia tidak lembut lagi kali ini, tapi sangat lihai
memainkannya. Dia menarik dan menghisap pentil itu dengan
mulutnya, lalu menjilati pinggiran puting payudara Lidya, setelah itu
dia mengelamuti pentil itu dan menggigitinya dengan penuh nafsu.
Rangsangan yang dirasakan Lidya terlalu hebat sehingga menggiring
wanita jelita itu ke puncak kenikmatan. Tanpa sadar dia menggerakkan
pinggangnya lebih cepat dan kuku-kuku jarinya menancap di
punggung Pak Hasan sampai akhirnya Lidya orgasme. Lidya bisa
merasakan memeknya meremas batang kemaluan Pak Hasan dengan
sebuah remasan hebat dan dia mulai merintih serta menjerit lirih penuh
nikmat. Akhirnya setelah selesai mengejang dan memeknya banjir
cairan cinta, Lidya membuka matanya. Pak Hasan meringis penuh
kemenangan. Kontolnya tetap keras dan dia masih terus menumbuk
vagina Lidya.
Tak lama setelah Lidya mencapai klimaks, Pak Hasan dengan sengaja
menarik penisnya keluar. Pria tua itu lalu duduk di anak tangga. Dia
memberi isyarat supaya Lidya menghampiri dan duduk
mengangkanginya. Dengan patuh, menantu yang baru saja digauli
sampai orgasme oleh mertuanya itu duduk di pangkuan Pak Hasan.
Lidya menurunkan badannya perlahan dan membiarkan kontol Pak
Hasan yang masih keras menusuk vaginanya dari bawah. Seluruh
tubuhnya melejit begitu penis itu menguasai bagian dalam lubang
rahimnya. Rangsangan yang memberikan nafsu hewani dan kenikmatan
pada Lidya kembali terpusat pada selangkangannya. Kali ini Pak Hasan
tidak perlu meminta karena Lidya tahu apa yang diinginkan mertuanya.
Si cantik yang seksi itu pun bergerak naik turun dan mulai
menyetubuhi mertuanya.
Buah dada Lidya yang memantul-mantul terlihat sangat erotis di
hadapan Pak Hasan. Pria tua itu segera memainkan kedua payudara
Lidya dan menghisap pentilnya dalam-dalam. Lidya melenguh manja
dan merintih keenakan. Dia tidak peduli lagi, seluruh pikirannya,
seluruh kesetiaan dan perasaan bersalahnya seakan menghilang
ditelan gelombang nafsu birahi yang diberikan ayah mertuanya.
Semakin kasar perlakuan Pak Hasan, semakin memuncak nafsu Lidya.
Setelah beberapa lama tubuh Lidya meremas-remas kontol Pak Hasan,
akhirnya pria tua itu sampai juga pada ujung klimaksnya. Pak Hasan
meremas pinggul Lidya dan menyemprotkan air mani ke dalam lubang
rahimnya.
Untuk beberapa saat lamanya Lidya dan Pak Hasan terbaring
berpelukan telanjang di anak tangga. Tubuh mereka basah
bermandikan keringat dan nafas mereka mendengus karena kecapekan.
Perlahan kesadaran akan kejadian yang telah berlaku menyentakkan
Lidya. Dia kembali sadar akan nistanya perbuatan ini. Bagaimana
mungkin dia malah melayani nafsu binatang sang ayah mertua?
Kemana istri Andi yang telah bersumpah setia itu?
Lidya menangis sejadi-jadinya. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena
terlena oleh nafsu birahi. Lidya meronta dari pelukan Pak Hasan,
mengumpulkan pakaiannya yang tercecer dan lari ke kamar, langsung
menuju kamar mandi.
Saat Pak Hasan masuk ke kamar dan menyusul Lidya, istri Andi yang
cantik itu tengah menggosok seluruh tubuhnya dengan sabun.
Wajahnya penuh dengan kemarahan dan perasaan geram.
"Enak juga punya menantu seksi kayak kamu. Tiap kali butuh ngentot
tinggal ambil. Beberapa hari lagi Andi pulang. Kalau tidak mau semua
terbongkar, sebaiknya mulai sekarang kamu turuti kemauanku! Besok
pagi kalau aku masuk ke sini, aku tidak ingin melihatmu mengenakan
sehelai pakaianpun, mengerti? Aku ingin melihat tubuh indahmu
telanjang dan jangan lupa untuk merentangkan kakimu lebar-lebar!"
Pak Hasan melangkah keluar kamar meninggalkan Lidya yang terhina,
putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan diri
dari situasi ini.
Air mata menetes deras di pelupuk mata Lidya. Kisahnya masih jauh
dari usai.
###
Pak Bejo mengelus seluruh tubuh Alya tanpa ada perlawanan berarti.
Seluruh perasaan dan keinginan Alya untuk melawan hilang ditelan
oleh kenikmatan orgasme yang baru saja dirasakannya. Pak Bejo
mengecup pantat Alya yang bulat, mulus dan kencang. Beberapa
kecupan meninggalkan bekas cupang memerah di pantat Alya. Pak
Bejo merenggangkan kedua sisi pantat itu dan mulai menjilat lubang
kecil yang berada di tengah, tepat di atas bibir vagina Alya yang masih
meneteskan air mani. Lubang anus Alya dibuka sedikit melebar.
Tanpa aba-aba, Pak Bejo mencelupkan jari ke dalam vagina Alya,
menciduk cairan cinta yang leleh di dalam lubang kemaluan wanita
jelita itu dan mengoleskannya di seluruh anus Alya yang menantang.
Pak Bejo melumasi dubur Alya dengan cairan cintanya sendiri, dia
berniat menusukkan jari jemarinya ke dalam lubang kecil yang sangat
sempit itu.
"Renggangkan kakimu!" bentak Pak Bejo. Alya hanya bisa menurutinya
dengan isak tangis yang tertahan, ibu muda yang cantik itu pasrah dan
merenggangkan kakinya melebar. Jari jemari Pak Bejo terus melumasi
dubur Alya dan masuk ke dalam tanpa mengindahkan rasa sakit yang
menyiksa Alya. Wanita cantik itu mengernyit kesakitan. Siksaan Pak
Bejo sangat tak tertahankan olehnya. Alya melompat ke depan dan
berusaha menggeliat melepaskan diri dari tusukan jari jemari Pak Bejo
di anusnya. Tapi Pak Bejo ikut bergerak maju dan menindih tubuh
Alya.
Pak Bejo terus memasukkan jari demi jari ke dalam dubur Alya
sementara ibu muda itu meronta-ronta kesakitan. Rongga di dalam
anus Alya perlahan melebar karena jari yang masuk ke dalam makin
lama makin banyak. Alya menjerit-jerit tapi Pak Bejo tetap
melaksanakan niatnya. Setelah dirasa cukup melumasi, Pak Bejo
menarik jarinya keluar.
"Membungkuk! Ayo cepetan! Lelet amat sih?" maki Pak Bejo. "Naikkan
pantatmu tinggi-tinggi! Aku ingin memerawani lubang anusmu!"
Walaupun hatinya menolak, tapi Alya sangat ketakutan. Apa yang
harus dilakukannya? Apakah dia harus menyerahkan lubang anusnya
pada pria tua yang sangat bejat ini? Tidak ada jalan lain. Alya menurut
dan membungkuk. Dia mengangkat pantatnya yang bulat dan mulus
tepat di hadapan Pak Bejo. Alya bisa merasakan penis Pak Bejo
dieluskan di tengah-tengah pantatnya. Wanita cantik itu melelehkan air
mata saat ujung kontol Pak Bejo ditempelkan di bibir anusnya. Pak
Bejo memejamkan mata dan menikmati saat-saat terindah hidupnya
ini. Sudah saatnya. Dia memeluk tubuh Alya.
"Masukkan ke dalam!" desis Pak Bejo. Dengan tangan bergetar Alya
meraih kontol besar pria tua bejat yang sedang memeluknya.
Alya memejamkan mata dan menahan nafas saat Pak Bejo meraih
pinggangnya dan menarik tubuhnya ke belakang. Alya menggunakan
perasaannya dan membimbing kontol besar Pak Bejo di bibir duburnya
yang sempit dan kecil. Alya bisa merasakan penis yang besar dan
tegang seperti sebatang kayu itu melesak ke dalam, ujung gundulnya
mendesak masuk ke liang terlarang Alya dan memerawani anusnya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Alya mengijinkan seorang lelaki
melesakkan penis ke dalam lubang duburnya.
Saat rasa sakit mulai menguasai Alya, wanita cantik itu sadar kontol
Pak Bejo tidak akan muat masuk ke dalam anusnya. Tidak akan cukup!
Pak Bejo menggeram dan menusuk lubang anus Alya dengan tenaga
ekstra.
Alya menjerit. Seandainya ada warga sekitar yang masih terbangun
saat itu pasti mereka mendengar jerit kengerian Alya. Ibu muda yang
cantik itu menggeliat dengan panik dan berusaha menarik diri dari
desakan penis Pak Bejo. Tapi pria tua yang sudah bernafsu itu tidak
membiarkannya pergi dan memegang tubuh Alya erat-erat. Alya tidak
bisa melepaskan diri dari pelukan Pak Bejo.
"Ampuuuun!! Sakiiiit!! Sakit sekaliiiii!! Terlalu besaaar!! Jangaaan!!
Hentikaaan!! Bisa robeeek!!" teriak Alya yang tersiksa. Dia sudah tidak
peduli lagi seandainya ada orang yang bisa mendengarkan teriakannya.
Ia tak tahan lagi pada rasa sakit yang dideritanya. "Hentikaaaan!!
Ampuuuuuuuun!!"
Tapi Pak Bejo tidak mengindahkan teriakan Alya. Dia terus saja
mendorong penisnya maju tanpa belas kasihan sambil menarik pinggul
indah ibu muda yang molek itu. Pak Bejo melesakkan kemaluannya
makin dalam ke dalam lubang mungil yang berada di tengah pantat
Alya. Anus Alya belum pernah dilesaki penis sepanjang hidupnya,
inilah pertama kali dia merelakan lubang pengeluarannya dijadikan alat
pemuas nafsu.
"Dorong ke belakang! Dorong ke belakang!!" suara Pak Bejo terdengar
parau. "Goyang bokongmu! Dorong ke belakang! Pasti bisa masuk!"
Alya sudah tidak bisa lagi berpikir jernih. Dia hanya bisa merasakan
rasa sakit yang tak tertahankan yang menembus sampai ke tulang
sumsum. Rasa nyeri yang ia rasakan membenamkan seluruh kesadaran
Alya hingga dia tidak ingat apa-apa lagi. Seakan-akan ada sebatang
kayu besar yang ditusukkan ke dalam anusnya.
"Ayo! Dorong ke belakang! Terus! Dorong bokongmu ke belakang!"
bentak Pak Bejo dengan penuh emosi, keringat sebesar jagung
memenuhi alisnya yang tebal.
Alya mendorong, menggeliatkan badan dan mundur ke belakang.
Dengan hati-hati dia mencoba membuka lubang anusnya agar penis
Pak Bejo bisa masuk dan memerawani lubang pembuangannya. Alya
menjerit-jerit kesakitan tapi Pak Bejo menutup mulutnya dengan
tangan, sehingga ibu muda yang cantik itu hanya bisa memendam rasa
sakit yang dirasakannya. Alya menggelengkan kepala kesana-kemari
dengan panik saat perlahan-lahan batang kemaluan Pak Bejo masuk
ke dalam lubang yang sempit itu. Alya terus saja memberontak, tapi
eratnya kuncian Pak Bejo membuat istri Hendra itu tidak bisa berbuat
banyak. Alya bisa merasakan lubang anusnya yang sempit sobek
ketika penis Pak Bejo masuk.
"Hyarrrrgghhh!!" lenguh Alya kesakitan saat pinggul Pak Bejo
menghantam pantatnya yang bulat. Bukan hantaman itu yang
menyakitkan, melainkan desakan kontol pria tua bejat yang kini tengah
menyumpal lubang anusnya. Alya bisa mendengar suara lengkingan
Pak Bejo yang sangat bernafsu mengeluarmasukkan penis ke dalam
duburnya.
Akhirnya, detik demi detik berlalu dan rasa sakit yang tadinya merajai
anus Alya perlahan menghilang. Kini, anus Alya malah terangsang oleh
penis Pak Bejo yang masih memenuhi liang pembuangannya. Alya
mengatupkan gigi dengan erat sementara kepalanya terombang ambing
dari kanan ke kiri. Rambutnya yang sebahu acak-acakan dan menutupi
hampir seluruh wajahnya. Alya melenguh keras saat Pak Bejo terus
melesakkan penisnya ke dalam anus Alya berulang-ulang, lagi dan lagi
dan lagi dan lagi... Alya telah berhasil disodomi Pak Bejo.
Perlahan-lahan kesadaran mulai menyeruak di benak sang ibu muda
yang cantik itu. Dia mulai sadar apa yang telah dilakukan Pak Bejo
pada dirinya. Alya telah direndahkan derajatnya hingga titik yang
paling nista. Wanita yang tadinya alim dan setia itu kini telah
terjerembab ke jurang yang paling dasar. Tidak seharusnya wanita
semulia Alya mendapatkan perlakuan yang busuk dan cabul seperti
yang telah dilakukan Pak Bejo. Pria bejat itu telah memanfaatkan
ketidakberdayaan wanita seperti Alya dan rasa malu yang amat sangat
membuat istri Hendra itu hanya bisa menangis tersedu-sedu. Rasa
bersalah, jijik dan malu silih berganti menaungi kesadaran Alya,
namun rasa nikmat yang dirasakan di lubang duburnya membuat ibu
muda itu mulai menyukai perlakuan Pak Bejo ini.
Tanpa kekuatan untuk menguasai diri sendiri dan tidak tahu apa yang
harus dilakukan, membuat Alya pasrah dan menyerah pada gairah
seksual yang semakin menguasai tubuh dan perasaannya. Alya mulai
bergerak menumbuk ke belakang dan menerima kontol Pak Bejo di
dalam anusnya. Gerakan mereka berdua mulai seirama, sodokan demi
sodokan yang dilancarkan Pak Bejo dibalas oleh gerakan mundur Alya
yang menghentak. Penis Pa k Bejo makin lama makin melesak ke
dalam. Permainan cinta mereka telah melewati ambang batas yang
baru.
Keringat yang menetes deras membuat dahi Pak Bejo basah kuyup,
namun pria tua itu memaksakan diri mencapai kenikmatan yang
didapatkan terutama karena sempitnya lubang dubur Alya yang terus
menerus digenjotnya. Pak Bejo kagum dengan bibir anus Alya yang
mungil dan ketat yang meremas-remas penisnya yang keluar masuk
dengan cepat. Senyumnya makin melebar saat merasakan kantong
kemaluannya menumbuk bibir vagina Alya tiap kali dia menyodokkan
kontolnya ke dalam anus wanita jelita itu. Pak Bejo menatap bangga
penisnya yang keriput dan gemuk saat batang kemaluannya itu masuk
ke dalam celah di antara pantat putih mulus Alya dan lenyap masuk ke
dalam lubang anusnya.
Sempitnya lubang anus Alya memang tidak bisa mengalahkan
nikmatnya menyetubuhi memek ibu muda yang cantik itu, tapi tiap kali
melesakkan kontolnya, seakan Pak Bejo memasukkan penis ke dalam
mesin penggiling daging. Perlahan-lahan pria tua itu bisa merasakan
makin meningkatnya simpanan sperma yang menggunung dan siap
meluncur kapan saja. Alya melenguh, menggila, meronta dan
kebingungan. Wajahnya yang cantik memerah dan bola matanya
bergerak naik turun seperti sedang kesurupan semetara keringat deras
membanjir di seluruh tubuhnya. Alya sedang mengalami pengalaman
luar biasa.
Alya mengembik seperti seekor kambing muda di bawah pelukan Pak
Bejo. Teriakannya tercekat dan seluruh tubuhnya dipasrahkan kepada
lelaki tua yang lebih pantas menjadi ayahnya itu. Alya hanya bisa
mengembik dan melenguh penuh nafsu. "Eungh, Pak Bejo! Pak
Bejoooo!! Eunghhh!! Ahh! Ahh! Ahh! Ahh!"
Seluruh desahan yang keluar dari bibir merah Alya membuat Pak Bejo
Suharso makin bersemangat. Tiap sodokan membawa Pak Bejo
selangkah menuju kepuasan seksual yang prima. Pak Bejo menarik
penisnya sampai ke ujung dan menikmati pemandangan di bawah
pantat Alya. Anus Alya yang elastis dan sempit itu mengerut di ujung
gundul kepala penisnya, Pak Bejo sengaja membiarkan ujung gundul
itu tertinggal di dalam liang. Dengan satu sodokan yang mantap, Pak
Bejo melesakkan lagi seluruh batang pelirnya. Alya mendesah manja
karena kenikmatan yang dirasakannya. Pak Bejo menumbuk lagi lubang
anusnya dan menarik tubuh indah ibu muda yang cantik itu ke
belakang. Berulang-ulang Pak Bejo menyodomi Alya. Sempitnya anus
mungil Alya membuat Pak Bejo seakan sedang memerawani memek
seorang gadis berusia belasan tahun. Nikmatnya luar biasa.
Pak Bejo membelalakkan mata. Spermanya sudah mulai terkumpul di
ujung gundul kepala penisnya dan setiap saat bisa meledak. Tubuh
pak tua yang mesum itu tersentak-sentak merasakan kenikmatan luar
biasa yang disediakan oleh lubang di pantat Alya. Pria tua itu
mendorong penisnya ke dalam sekali lagi, dia juga menarik pantat Alya
agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi. Rapatnya anus Alya
membuat Pak Bejo merem melek keenakan. Tinggal sekali sentakan
lagi, Pak Bejo akan mencapai orgasme.
"Argh! Aku mau keluar! Dorong ke belakang! Dorong pantatmu ke
belakang! Lagi! Lagi! Lagi! Argh!!" Pak Bejo berteriak-teriak dan
memejamkan mata penuh kenikmatan.
Alya yang berada dalam pelukan Pak Bejo untuk pertama kali
sepanjang hidup akhirnya merasakan semprotan cairan sperma yang
berwarna putih dan lengket memenuhi lubang anusnya. Semprotan
mani Pak Bejo menyiram bagian dalam saluran pembuangan Alya
bagaikan banjir besar yang mengantarkan kedua orang yang sedang
bercinta itu ke titik klimaks persetubuhan mereka. Klimaks kedua Alya
ini membuatnya menjerit lega, ia melepaskan gairahnya ke awang-
awang. Alya bisa merasakan air mani Pak Bejo yang membanjiri lubang
anusnya menetes ke bawah ke bibir memeknya.
Pak Bejo menggeram dan jatuh sambil memeluk tubuh telanjang Alya,
mengunci tubuh indah itu di atas tikar dengan berat badannya sendiri.
Pak Bejo melenguh puas. "Hebat! Itu tadi luar biasa! Memekmu
memang masih sempit dan enak sekali dientoti, tapi lubang anusmu
yang masih perawan itu luar biasa nikmatnya! Lezat! Ha ha ha! Aku
puas sekali menjadi orang yang pertama kali memerawani bokong
wanita secantik Mbak Alya! Ha ha ha!"
Di bawah tubuh Pak Bejo, sosok indah Alya bergetar karena
perasaannya sangat kacau. Nikmat sekaligus menyakitkan. Ibu muda
itu bingung dengan perasaannya sendiri. Ya Tuhan, apa yang telah
dilakukannya dengan pria hidung belang ini? Dia telah menyerahkan
lubang anus yang bahkan belum pernah disentuh oleh suaminya
sendiri pada Pak Bejo. Kini tidak ada lagi lubang yang tersisa dari
tubuhnya yang belum pernah dilesaki kontol pria tua itu. Isak
tangisnya tertahan karena takut pada Pak Bejo.
Perasaan malu dan kotor menyergap Alya. Wajahnya memerah karena
dia tidak bisa melawan nafsu bejat tetangganya yang menjijikkan ini.
Tubuh Alya bergerak mencoba melepaskan diri, tapi pelukan Pak Bejo
terlalu erat.
"Ijinkan aku istirahat, Pak Bejo... aku harus bekerja besok pagi..."
Pak Bejo bersungut-sungut. Tapi pria tua itu melepaskan pelukannya
dari tubuh indah Alya. Penisnya mulai mengecil dan ditariknya keluar
dari anus Alya. Terdengar bunyi letupan kecil saat kontol Pak Bejo
ditarik keluar dari dalam dubur Alya yang menyempit.
Tubuh telanjang kedua sosok manusia berbeda jenis dan bertautan
usia hampir 30 tahun itu berpelukan di tengah dinginnya udara malam.
Keduanya lemas setelah bersetubuh di pagi ini. Pak Bejo merasa di
puncak kebahagiaan karena ia mendapatkan kesempatan meniduri istri
Hendra yang muda dan segar ini. Sedangkan bagi Alya, sekali lagi dia
merasa malu dan bersalah baik kepada dirinya sendiri maupun pada
keluarganya. Inilah dia, seorang istri yang tadinya setia dan alim
dalam pelukan seorang laki-laki tua yang hanya menginginkan
tubuhnya.
"Sana pulang." bisik Pak Bejo sambil mengelamuti daun telinga Alya.
"Aku puas sekali malam ini. Sayang sekali besok pagi kamu harus
masuk ke kantor."
"Iya, aku harus bekerja besok pagi.", Alya mendongak dan menatap
mata Pak Bejo dalam-dalam. Inilah saatnya menyampaikan isi hatinya.
"Pak Bejo, ini tidak bisa diteruskan. Aku istri sah Hendra. Apa yang
kita lakukan adalah perbuatan yang salah dan sangat terkutuk. Ijinkan
aku pulang dan melupakan semua ini pernah terjadi. Biarlah yang
sudah berlalu kita lupakan. Aku tidak akan melaporkan kepada
siapapun tentang perkosaan yang dilakukan Pak Bejo kepadaku, tapi
kumohon dengan sangat, Pak. Inilah terakhir kali Pak Bejo
menyentuhku."
"Enak saja! Kapan saja aku pengen, kamu akan aku entoti! Awas, kalau
sampai kamu lapor pada orang lain! Kuhajar kamu! Kubunuh anakmu!
Tidak usah banyak tingkah! Pulang dan tidur! Besok kita ngentot lagi!"
Pak Bejo dengan kasar melempar tubuh Alya yang sudah dinikmatinya
ke samping. Bandot tua itu segera mengambil celana dan bajunya lalu
memakainya tanpa mempedulikan Alya yang masih telanjang bulat.
Tak lama kemudian, Pak Bejo yang sudah berpakaian kembali
meninggalkan ibu muda yang cantik itu sendirian di dalam pos
kamling.
Air mata menetes deras di pelupuk mata Alya. Kisahnya masih jauh
dari usai.
###
Bagaimana nasib Dina, Alya dan Lidya selanjutnya?
BAGIAN TIGA
TAMAT
-----------------

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.