Sabtu, 07 Maret 2015

Liburan Birahi 4: Ending...is Just AnotherBeginning

Liburan Birahi 4: Ending...is Just Another
Beginning
"Arga,, aku pinjam istrimu sebentar ya,,," ucap Zuraida pada
Arga yang tengah melahap sandwich yang baru saja diantar
oleh Lik Marni.
"emang mau ngapain?"
"Adda aja, urusan kaum hawa, weee,,,"
"Aiiihhh,,, bisa juga istri Dako ini genit, mana pake melet
lagi,," gumam Arga, matanya nanar menatap Zuraida yang
berdiri di depan pintu dengan balutan kaos lengan panjang
yang sedikit ketat, tak ketinggalan jilbab yang selalu
membalut wajah cantiknya.
"Ok, Ashal wakthu balek dhi mharhi tethap utuh,,," Arga
memaksakan menjawab meski mulutnya sedang penuh,
matanya beralih ke sosok istrinya yang malam itu kelihatan
lebih centil, tak ubahnya seperti anak ABG. Mematut diri
didepan cermin memiringkan tubuh ke kanan dan kekiri,
celana lagging hitam dan kaos longgar berbelahan rendah
dengan tulisan 'Awesome' tepat dibagian payudara.
"Hahahahaa...bisa aja kamu, emang bagian mana yang bisa
hilang dari istrimu,," Zuraida tergelak tertawa.
"Tenang saja sayang,,, kalo ntar balik kesini nenen ku hilang,
tagih saja sama Zuraida,,"
"Aaaaaaa,,," Zuraida terpekik, tak menduga bila Aryanti akan
meremas kedua payudaranya.
"GLEEKK,,, Uhhuuugg,,," Arga tersedak, kerongkongannya
begitu sesak akibat segumpal roti yang dipaksa masuk tanpa
dikunyah. Matanya dengan jelas bagaimana bentuk payudara
Ziraida yang menyembul dibalik kaos akibat remasan jemari
Aryanti.
"Hahahahaa,,, Ayo cint,,, ntar kamu diterkamnya lhoo,," tawa
Aryanti melihat tingkah suaminya. Lalu menarik Zuraida yang
wajahnya memerah malu, keluar kamar.
"Aseeeemmm,,, besar juga nenen istri si Dako," Arga
mengumpat, selama ini dirinya hanya bisa memandang tubuh
yang dibalut pakaian yang lebar.
Wajah lelaki itu tersenyum saat menyadari batangnya
mengeras, ternyata begitu besar hasrat nya pada wanita yang
selalu mengenakan jilbab itu. Tapi hingga saat ini tak ada
sedikitpun kesempatan untuk SSI, selalu dikawal ketat oleh
teman-temannya yang juga memliki hasrat yang sama. Tak
betah sendiri berada dikamar Arga menuju selasar yang
memisahkan kamar-kamar, sesaat matanya tertuju pada jam
besar yang ada di dinding, pukul 9.15. Di pelataran cottage
dirinya tak mendapati seorang pun, gara-gara ulah Aryanti
dan Zuraida tadi pikiran sange nya kembali kambuh, otaknya
memilah-milah betina mana yang dapat dijadikan mangsa,
Aida, Lik Marni, Sintya,,, Ahhh Sintyaa,,, hampir saja lelaki itu
menyumbangkan benih cinta kepada si montok istri simpanan
Pak Prabu.
Hari ini pikiran lagi ga karuan
Nyesel tapi sengaja nonton film begituan
Otak penuh khayalan juga bayang-bayang
Ingin cepat lepaskan, bingung cari saluran
Lalu cari solusi yang sehat dan alami
Bukan ngga punya uang, sumpah haram jajan
Biar sedikit bandel utamakan kesehatan
Belum sempat mikir panjang Setan langsung kasih jalan
"Heeiii Gaa!!,,,"
Terdengar panggilan saat dirinya melewati tepian kolam.
"Aditya daaan,, Andini,, Owwhh,,, itu benar Andini kan?," Arga
memicingkan mata seolah dengan cara itu matanya dapat
lebih jelas melihat.
Tampak gadis itu hanya mengenakan pakaian renang two
piece. Pintar juga ni bocah, sengaja mematikan lampu di
pinggir kolam, jadi apapun yang mereka lakukan di dalam air
takkan terlihat jelas.
"Gilaaa,, bisa-bisanya berenang di air dingin gini," celetuk
Arga setelah memasukkan kedua kakinya ke air, duduk
menjutai.
"Dingin?,, panas koq,,, liat aja aku ampe keringatan
begini,hehehe,," Aditya terkekeh sambil berjalan didalam air
mendekati Arga, meninggalkan Andini disisi sebrang. "Baru
pemanasan doang sih,, pengen nyobain bercinta dalam air,"
imbuhnya.
"Gimana body bini ku, mantap?,,,lagi seger-segernya anak
ABG tuh,, hehehe,, masih 19 my age,"
"Dasar,, Vicky oriented!!,,,"
"Hahahahaa,,,"
Blubuk blubuk blubuk,,, tawa keduanya terhenti saat Andini
tiba-tiba menyelam, 2 pasang mata lelaki sange itu melotot
saat beberapa detik kemudian muncul pantat montok Andini
yang dibalut celana renang model thong, muncul ke
permukaan bergerak mengikuti kaki yang berkecipak
mendorong tubuh di dalam air.
"Aku paling suka kalo dia lagi nungging, mana ada cowok
yang tahan kalo bergesekan dengan pantat montok nya,,"
"Asseeemm,,," Arga misuh-misuh mendengar celoteh Adit
yang sengaja manas-manasin
"Tapi lebih nikmat mana dengan vagina istriku?,,, bukankah
kamu sudah merasakan jepitannya,, dan bagaimana gurihnya
cairan cintanya?,,"
"Heehhh,,, jadi istrimu cerita kejadian di tepi tebing tadi?,,
gilaa,,,"
Arga terkekeh.
"Memang sih,, legit banget,,Tapi Cuma dua menit ni batang
sempat masuk, belum sempat ngecrot aku sudah ditendang
gara-gara Dako mau lewat,"
"Dua menit??? Wooyy,, itu lumayan lama begoo,," Hati Arga
mendengus kesal, tapi berusaha tetap santai.
"Tapi bukankah istriku sudah memberi kesempatan padamu
untuk menikmati tubuhnya, Ya artinya kamu sedang sial, jadi
tidak salah bila sekarang adalah giliranku," ucap Arga, otak
mesum nya bekerja dengan cepat melihat peluang. Dengan
cepat tangannya melepaskan kaos lalu menceburkan diri ke
air yang dingin.
"Still there Boy!!!,,, dan lihatlah bagaimana aku mengajarimu
cara bercinta dengan gadis secantik istrimu ini," teriak Arga
sambil berjalan mundur didalam air.
"Juancuuukk,,," Adit mengumpat dengan jari tengah
mengacung, hatinya tak karuan, saat harus melihat dengan
matanya sendiri bagaimana istrinya akan digagahi oleh lelaki
lain.
Ingin sekali Adit mencengkram tubuh Arga, tapi Arga adalah
calon bosnya setelah pamannya pindah ke kantor pusat.
Artinya Arga lah saat ini yang memiliki kuasa di kantornya.
"Uuuugghhh,,," Adit benar-benar kesal sekaligus menyesal
telah memamerkan tubuh ranum istrinya.
Sementara disebrang, Andini terlihat bingung saat sosok besar
seorang laki-laki mendekati dirinya, tubuhnya beringsut masuk
kedalam air berusaha menyembunyikan payudara yang hanya
tertutup kain kecil dengan untaian tali. Sempat terdengar oleh
telinganya pujian sang lelaki yang memuji cantik wajahnya,
tapi mengajari bercinta, apa maksudnya?.... Andini tiba-tiba
merasa tubuhnya panas dingin saat berhadapan dengan dada
bidang sedikit berbulu saat Arga tiba di hadapannya.
"Ada apa Mas?,,,?"
"Tidak ada apa-apa, hanya suamimu tadi meminta untuk
menemani bidadari mungil sepertimu berenang,," Arga
mencoba tersenyum seramah mungkin.
Sontak wajah Andini memerah, tersipu malu. Merasa tidak
percaya dengan ucapan Arga, gadis itu menatap suaminya
yang terlihat hanya duduk ditepi kolam renang, meski saat ini
ada seorang lelaki mendekati istrinya yang hampir telanjang.
"Kenapa cantik,,,tidak percaya?, pastinya suamimu akan
menghajarku bila aku berbohong," Arga mengangkat dagu
Andini untuk memenadang wajahnya yang memiliki tatapan
tajam.
Dalam hati Arga bersorang girang, gadis itu terlalu lugu,
begitu mudah memikatnya. Semakin gemetar tubuh Andini
dibuatnya. Tapi ada letupan birahi saat matanya menatap
pundak Arga yang tegap dan kokoh, apalagi lelaki itu memiliki
wajah yang sangat menarik.
"Aku lihat tadi kau cukup mahir berenang, mau adu cepat
dengan ku, berapa putaran kau sanggup?,," kini Arga
memasang wajah jenaka. Tersenyum sambil mengambil kuda-
kuda untuk menyelam.
"Jika hanya sekedar berenang mungkin tak mengapa, toh
suamiku bisa melihat dan melindungi bila laki-laki ini berbuat
nakal." Gumam Andini yang kemudian ikut tersenyum
menampilkan deretan gigi yang rapi terawat.
Seakan tidak ingin kalah dari Arga, Andini mencoba
mendahului menyelam dan dengan cepat berenang ke tepi
dimana Adit berada. Arga tertawa melihat tingkah Andini,
mengangkat kedua tangannya kearah Adit. Tapi Hal itu
diartikan Adit sebagai tanda ketidakmampuan Arga
menaklukan istrinya.
"Hahahahaaa,,, Kau tidak akan bisa menaklukkan istriku,,
cobalah sepuasmu!!!,,," teriak Adit sambil tertawa.
Andini yang telah sampai di tepi kolam, sekuat tenaga kakinya
menendang dinding kolam untuk memberikan dorongan
tambahan. gadis itu tampak yakin jika dirinya menyelesaikan
dua putaran dan lebih cepat dari Arga. Melihat Andini sudah
berbalik ke arahnya, Arga dengan cepat menyelam berusaha
menyusul Andini. Saat tubuh mereka berselisihan di tengah
kolam, dengan begitu kreatif dan cekatan tangan Arga
mengelus payudara gadis mungil itu, dilanjutkan dengan
tarikan hingga bra Andini terlepas, lalu melanjutkan berenang
ke arah Adit.
Sebelum
berbalik
menyusul
Andini,
tangan
Arga
muncul
kepermukan sambil mengacungkan bra. Aksi Arga itu jelas
tidak luput dari mata Adit.
"Juancuuuukkk!!!,,,," Adit hanya bisa mengummpat, bra siapa
lagi yang ada di tangan Arga jika bukan milik istrinya.
Sementara di sebrang sana Andini telah sampai di tepian, tak
lama kemudian disusul Arga yang tampak terengah-engah
mencari udara.
"Menaaaang,,," Andini berteriak girang mengangkat kedua
tangannya, meloncat-loncat seolah ingin keluar dari air.
Tapi tawa gadis itu sirna seketika, wajahnya pucat pasi saat
melihat bra nya berada di genggaman Arga. Secepat kilat
tubuhnya beringsut masuk ke dalam air, berusaha
menyembunyikan payudara mungil dengan puting yang
menantang kedepan. Gadis itu tidak sadar kapan bra itu
terlepas, terlalu semangat berenang. Arga tersenyum, lalu
dengan sopan memberikan bra itu kepada Andini. Dengan
cepat jemari lentik itu menyambar, dan dengan tergesa-gesa
mengenakan kembali bra nya.
"Boleh aku bantu mengikat di bagian belakang?,"
Andini mendesah, sesaat mengambil nafas panjang setelah
sadar tidak mampu mengikat bra, menyesali keputusannya
memilih bra jenis tali yang diikatkan di belakang punggung.
Andini berbalik dengan malu-malu, setidaknya dengan
membelakangi lelaki itu tidak bisa melihat payudaranya yang
menyembul. Dengan perlahan Arga memasang simpul tali bra,
seraya mendekati telinga gadis itu.
"32b, mungil, tapi putingnya mancung banget, seharusnya
untuk gadis seusia mu aerola nya sudah mulai coklat, tapi
warna milikmu masih telihat sangat ranum seperti milik gadis
SMP, bentuk seperti ini yang sering bikin para lelaki
penasaran."
Nafas Andini seakan tertahan mendengar pujian Arga,
tubuhnya tak mampu bergerak saat telapak tangan yang
kokoh menyusuri pinggang yang ramping, mengusap perut
yang rata tanpa lemak, dan terus naik hingga telapak itu
menggenggam payudara Andini dengan dengan cengkraman
yang kuat namun terasa lembut.
"Uuugghhhh,,,,eeeengghhhsss,,," nafas Andini terasa begitu
sesak, bra basah yang baru dikenakannya seakan tidak
memiliki arti. Putingnya yang seketika mengeras dapat dengan
jelas merasakan tekstrur kasar dari telapak tangan Arga.
"Maaasss,,, jaaangaaaaan,,,,"
Tapi arga memakai jurus budeg, dan terus melanjutkan
aksinya. Tangannya begitu gemes dengan payudara mungil
Andini, meremas dan terus meremas dengan lembut.
"Ooowwwhh,,, ternyata benar dugaanku, payudaramu sangat
kencang,,, apa kau meinginzinkan bila aku sedikit berkenalan
dengan payudaramu ini,,"
"kaauu,, sudah melakukannyaaa,, apa lagiii,, suddaaahh
masss,,, Aaaawwwhsss,,," Andini terpekik saat puting
mungilnya dijepit, ditarik, dan dipelintir dengan lembut.
"Maasss,,, jangan yang ituuu,, jaaaang,,, Aaaaakkkhhh,,,"
tubuh Andini semakin berkelojotan, tanpa disadarinya telunjuk
tangan kanan Arga berhasil menyelinap kedalam lipatan
vagina. "uuugghhh,,, suuddaaaahhh maasss,, ada Mas Adiiitt,,
jangaaaaann,"
Sekuat tenaga Andini menarik lengan Arga agar keluar dari
celana dalamnya, tapi Arga yang usil tak kalah akal,
telunjuknya yang berhasil menyelinap kedalam vagina mungil
itu berubah layaknya jangkar pengait. Semakin kuat Andini
menarik tangan Arga, semakin kuat tekanan yang dialami
vaginanya, dan semakin kuat pula lenguhan yang keluar dari
bibirnya.
"Jangaaannn,, jangaaaann,, Diniii ga maauu,,
jangaaaaaaaaaaaaaaann" tubuh Andini bergetar hebat.
Mendapatkan pelecehan dihadapan suaminya justru menjai
sensasi tersendiri, dan ini adalah orgasme tercepat yang
pernah dialaminya.
"Iiiihhh,,, tanganku dikencingin cewek cantik,, pasti pertanda
sesuatu nih,, koq cepet banget ya,,," ucapa Arga, menarik
tangannya keluar lalu berlagak seperti orang yang mencuci
tangan di dalam air.
"Jahaaaat,,, dasar manager mesum," Andini mencubit lengan
Arga, wajahnya tersipu malu, cowok itu sudah membuatnya
ngos-ngosan dan berkelojotan di tengah malam, tapi
setelahnya justru meledeknya, menganggap hal itu seperti hal
biasa.
Sementara di sebrang Adit yang mengamati mengamati
dengan tegang, dapat sedikit bernafas lega saat Arga
melepaskan tubuh istrinya, lalu sedikit menjauh. Matanya
dapat melihat bagaimana tadi tangan Arga yang memeluk
istrinya dari belakang, tapi dirinya tidak tau apa yang tengah
terjadi, matanya juga mengawasi pinggul Arga yang tidak
bergerak, berarti calon atasannya itu tidak berhasil melakukan
penetrasi.
"Wooyyy,, Aku ambil minum sebentar, still there, jangan
kemana-mana,,," Teriak Adit yang langsung bergegas masuk
ke dalam, tubuhnya sangat enggan beranjak dari tempat itu
untuk memastikan istrinya baik-baik saja, tapi
tenggorokannya terasa kering akibat ulah Arga yang mengerjai
istrinya.
"Yooiii,, jangan lama-lama, ntar istrimu ku makan
lhoo,,hahaha,," balas Arga sambil tertawa.
Arga bersandar di tepian kolam, "Malam yang indah,
bintangnya banyak, lampionnya jua cantik" ucap Arga sambil
mengamati lampion yang berjejer diatas kolam, terikat pada
tali yang direntang.
"Iyaa,"
"Iyaa? Bagaimana kau bisa tau, dari tadi kau hanya
menunduk, mana bisa melihat bintang,"
"Iiihhh,, resee,," Andini mendorong pinggang Arga tapi meleset
dan mengenai batang Arga yang masih menegang. Tiba-tiba
gadis itu terkesiap.
"Itu kayu ya? Koq keras banget, piting sedikit aja pasti patah
tuh kayu,, hahaha,,"
"Idiiihh,,, baru ditinggal suami sebentar aja genit nya nongol,
giliran suami disamping anteng kaya kelinci makan
kwaci,hihihi,,,"
"Mas emang rese yaaa,, jadi heran, koq bisa ditunjuk
ngegantiin Pak Prabu,"
"Hahahaha,,, Ehhh,, ada bintang jatuh,,"
"Mana? ngga ada koq,,," mata Andini cepat menyapu
hamparan langit.
"Jatuhnya naik angkot biar cepet,,hahaha,,"
"Idiihh garing banget, emang kalo ada bintang jatuh mau
minta apa?" tanya Andini sambil memainkan air hingga
menciptakan gelombang-gelombang kecil. Perasaan tegang
dan malunya sedikit berkurang, diam-diam matanya melirik
tubuh tinggi tegap disampingnya.
"Aku mau mintaaa,, eemmm,,, apa ya,, kalo minta kayu ku
dipiting pake punyamu, mungkin ga yaa?,,"
"Weekksss,, ngelunjak, emang aku cewek apaan, ingat,, tadi
itu Cuma karena aku menghormati mas Adit yang menyuruh
mu menemaniku berenang lhoo,"
"Masa sih, jadi bukan jinak-jinak merpati,"
"Apaan sihh,, lagian batang segede gini mana ada yang mau,
Cuma bisa bikin cewek nangis kesakitan, hahahaa,,"
"Awww,,, sakit tau," Arga menjerit ketika tiba-tiba tangan
Andini benar-benar memiting batangnya yang dalam kondisi
siap tempur sempurna, dan sialnya gadis itu justru tertawa
melihat deritanya.
Tanpa setau Arga, dibalik tawa Andini, jantung gadis itu justru
berdebar, tidak menyangka batang yang tadi sempat
digenggamnya meliki ukuran yang benar-benar besar.
"Woooyyy,,, ni ku bawain air, kalo mo minum cepet kesini,"
terdengar teriakan Adit yang membawa tiga botol pulpy
orange.
"Terimakasih Gan, tapi air disini masih banyak, apalagi ada
sumurnya, dijamin ga bakal habis," jawab Arga serampangan.
"Sumur?,, mana ada?" tanya Andini yang bingung.
"Ada koq, biar kecil tapi juga bisa nambahin air kan?"
"Iiihhh ngaco,," Andini segera memalingkan tubuhnya
membelakangi Arga saat menyadari mata Arga yang melototi
selangkangannya yang terendam.
"Tuu kan, jinak-jinak merpati, kalo ada suami langsung balik
kanan nyari aman,"
"ngga Koq,," jawab Andini sambil melengos.
"Berani nerima tantangan?,,buktikan dengan ambil tu lampion
"
Tubuh Andini kembali berbalik, "mana bisa?,,tinggi banget,,
lagian itu tidak menantang"
Bukannya menjawab Arga justru menyelam ke dalam air.
"Aaaaaaa,,,, Andini menjerit ketika tubuhnya terangkat dari
dalam air, dan gilanya wajah Arga tepat berada di depan
selangkangannya.
"Sialan kau Argaaa,, Kupastikan Aryanti akan menerima
balasannya,," dengus Adit, tekadnya semakin bulat untuk
kembali menunggangi tubuh montok Aryanti dan menuntaskan
permainan yang tertunda.
"Cepet ambil, tubuhmu ternyata berat juga,,"
Jelas Arga berbohong, tangannya yang menopang tubuh
Andini justru meremas-remas pantat Andini, membuat gadis
itu salah tingkah dihadapan Adit. Tangannya berusaha meraih
lampion yang masih dua jengkal diatasnya. Berharap Arga
segera menurunkan tubuhnya.
"Aaaahhssss,, Argaaaa,, kamu ngapaaaaiinnn,, Aggghhhh,,,"
Andini terkaget, celana dalamnya dibentot Arga ke samping,
dan dengan cepat bibir Arga yang telah siaga menyerang bibir
bawahnya.
"Aaaggghhh,,, gila kau Gaaa,,, itu ada
suamikuuu,,Ooowwwhhh,, stoop,"
Arga mendongakkan wajahnya yang tepat berhadapan dengan
vagina ranum yang menganga, "Ternyata benar, kau memang
jinak-jinak merpati," ledek Arga. Lalu kembali menyelipkan
lidahnya ke vagina yang tengah galau.
"Ooowwwwhh,, tidaaak kau saaalaaahh,,aku berani koq nakal
didepaaan Adiiitt,, Aaahhh,,,
masuuukiiiinn lidaaahhhmuu lebbiiihhh dalaaaammm,,
Aaggghhh gilaaaaa,,,"
Andini kembali mencoba meraih-raih lampion, berharap
suaminya tidak tau dengan apa yang tengah terjadi antara
dirinya dan Arga.
"Ooowwwhhhssss,, Aaaahhh,,, dasar lidah buayaaaa,, panjang
banget lidaaahh masuuukkk," Pantat Andini bergerak-gerak,
bukan untuk mengelak, tapi untuk memudahkan lidah Arga
mencecapi kalenjer vaginanya yang semakin deras keluar.
"Sayaaaaang,,, apa kau tidak melihaaat,, vagina istrimuuu,,
Aaahhh,,,"
"Vaginaaa istrimuuu dinikmati lelaki laaaiiinn,,, Uuuuggghhh,,,
Aaahhhssss,,,"
Seeerrr,,, seeerrr,,, seeerrr,,,tubuh Andini mengejang, bibir
vaginanya menyemburkan cairan yang tepat memasuki mulut
Arga yang tengah terjulur menjilat-jilat.
"Aaaahhhhh,,, Gaaaa,,,, gila kamuuu,,"
Arga perlahan menurunkan tubuh mungil Andini, menggendong
menahan dengkulnya dengan kedua tangan, kini wajah
mereka berhadap-hadapan. Mata bulat Andini dapat melihat
dengan jelas wajah Arga yang basah oleh cairan vaginanya.
"Ternyata hanya sebatas itu kenakalanmu,, baru sebentar
udah keluar,,hehehee,,"
"Asseeemm,, apa tadi kurang nakal,, Ok, kalo masih kurang,
tapi jangan salahkan aku jika Adit menghajarmu,"
Tangan Andini terulur kedalam air, menyelusup kedalam
celana pantai Arga, meski gemetar dengan pasti tangannya
menarik keluar batang yang sedari tadi sudah dalam kondisi
siap tempur.
"Aku yakin,,, kau pun tidak akan bertahan lama jika kayumu
ini dipiting oleh milikku,,, Aaaahhhh,,," meski tidak yakin
vagina mungilnya dapat menerima besarnya batang Arga, tapi
Andini tidak ingin terus diledek dan diremehkan.
Kedua insan yang tengah diamuk birahi itu kini begitu kompak
bekerjasama. Arga perlahan menurunkan tubuh Andini,
sementara jemari lentik gadis itu memastikan batang Arga
berada pada jalur yang benar menuju vaginanya.
"Aaaggghhhh,,, pelaaann,,, coba lagiii,,, turunkaan lagiii,,
Aaahhh,,,"
Batang Arga melengos kedepan dan kebelakang, tak mampu
menembus vagina mungil dan sempit milik istri temannya.
"Oooowwwhhh,,, taaahhhaaann,,, biar aku yang bergeraaakk,,
aaaaggghhhh,,, massssuuuk,,"
Andini yang merasakan kepala penis Arga telah berada di
dalam vaginanya, perlahan semakin menurunkan tubuhnya,
hingga lorong kemaluannya benar-benar terasa penuh.
"Maassss,, maaf maaasss,,, aku benar-benar telah
memasukkan penis temanmu ke dalam tubuhku," rintih hati
Andini, yang masih tidak percaya tubuhnya dinikmati lelaki
lain tepat di depan suaminya.
"Argaa,, Apaaakaaahh ini cukuuup untuk membuktikaaan kalo
aku naakaaal,,"
"belum, ini belum cukup, cantik."
"Yaaa,, aku rasa jugaa begituuu,,, ini belum cukuuup,,
setidaknya hingga vagina mungilku dapat memaksa spermamu
memenuhi rahimkuuu,, Aaagghhh,,,"
Di sebrang kolam, mata Adit melotot saat mendapati celana
dalam istrinya telah mengambang di atas air. "Siaaalaan kau
Argaaa,"
"Arrgaaaa,,, kauuu diaaam sajaaa,,,bukankah kau ingiiin aku
terlihaaat nakaaall di depaaan suamikuuu,,,
Aahh,,aahhh,,,aahh,,,"
Andini meminta Arga berhenti bergoyang, gadis itulah kini
yang memegang kendali, pantatnya bergerak cepat, turun naik
diatas air menciptakan riak yang semakin besar.
"Gaaa,,, sesaaaak bangeeeett,,, aku gaa kuaaaat,,, aku
kalaaaahh lagiii Aaahhhh,,,"
"Bila kau memang ingin terlihat nakaaal, biarkan aku
menyetubuhi mu di depan Adit,,, beraniii?,,, Eeeehhhsss,,"
Andini yang sudah benar-benar tak berdaya hanya dapat
mengangguk. Meski tak tau apa yang akan dilakukan Arga,
tapi baginya sama saja. Andini memejamkan matanya, pantat
montoknya terus bergoyang menikmati batang yang begitu
besar bagi vagina mungilnya. Sementara Arga perlahan
berjalan mendekati Adit yang dasar kolamnya lebih dangkal.
Nafas Adit tercekat, kini di hadapannya terpapar
pemandangan yang begitu ironis, dengan mata terpejam tubuh
mungil Andini bergerak liar. Lorong kemaluan mungil dan
sempit milik istrinya yang selalu dibanggakannya,
memaksakan melumat sebuah batang besar, lebih besar dari
miliknya.
"Aaaaghhhh,,,, Argaaaa,,,," Andini terpekik saat Arga mulai
memberikan perlawanan, ini jauh lebih nikmat dari apapun,
mata sendu yang menyiratkan kepasrahan menatap Arga
dengan mesra, namun sesaat kemudia terkaget saat
mendapati tubuhnya tepat berada di antara kedua kaki
suaminya yang menjuntai.
"Maaasss,,, maaaf maasss,,, ini hanya sebuah permainan
tantangaaaaannn,,,"
"Aaaagghhhh,,,,ooowwwwwhhh,,, ga kuaaaat,,, Andini ga kuat
Masss,," tangan Andini terulur meraih tangan suaminya
seiring tubuhnya yang bergetar hebat mendapat gempuran
batang Arga yang semakin brutal. Vaginanya semakin sempit
menjepit, "Aaaaaaggghhhhhh,,, Massss,,, besaaaar maaassss,,,
batang temaan mu sangaaaat besaaaaarrr,,, Aaaahhh,,,"
"Aaaaaggghhhh,,, Diiittt,,, sempit bangeeet,, milik istrimu
sempiiitt bangeeeeettt,,,"
"Akkuuuu harusss menyemprot di daaalaaam Dit,,,
Semproooottt di daaalaaam vaginaa istrimuuu,,, Aaahhhhh,,,"
Arga mencengkram pinggul Andini dengan kuat, menancapkan
batangnya jauh ke dalam lorong yang semakin menyempit.
bermili-mili sperma menghambur, berdesakan memenuhi
kantong rahim Andini.
Andini seakan tidak percaya melihat kehebohan Arga, lelaki itu
orgasme di dalam tubuhnya dengan begitu dahsyat. Tanpa
sepengetahuan Adit, Andini berusaha semakin mengencangkan
otot vaginanya, meyakinkan Arga dapat benar-benar
menikmati liang kemaluannya.
"Maafin Andini Mas,,"
Adit berusaha tersenyum. Lalu jatuh pingsan... Gubrak..
##########################
Arga terbangun dari tidur dengan perasaan cemas, istrinya
Aryanti tidak ada disamping. Seingatnya, setelah menggotong
Adit ke kamarnya, Arga menyempatkan diri untuk sekali lagi
menggarap Andini di samping suaminya yang tepar, entah
tidur, entah memang benar pingsan. Dan ketika kembali ke
kamar, Aryanti sudah tertidur dengan pulas. Rasa was-was
segera menyergap dirinya, Arga sangat sadar dengan
perjanjian yang mereka terapkan dalam liburan ini. Sebuah
pertanyaan mencuat dipikirannya 'Siapa yang tengah
menindih tubuh Aryanti saat ini'. Dengan langkah perlahan
menghindari timbulnya suara Arga mendekati pintu kamarnya,
dan menyelinap keluar bagai seorang maling. Pendengarannya
bekerja lebih ekstra mencari kemungkinan adanya suara ganjil,
buah dari persetubuhan. Arga sendiri tidak mengerti kenapa
dirinya harus begitu hati-hati, seakan memang mengharapkan
dapat memergoki istrinya yang berbuat nakal, atau pasangan
lain yang tengah berlomba memacu birahi. Tapi nihil, cottage
begitu sepi. Sekilas Arga melirik celah di bagian bawah pintu
kamar Dako dan Zuraida yang tampak masih menyala terang,
mungkin saja penghuninya masih belum tidur, ada keinginan
untuk mengetuk, tapi diurungkannya. Perlahan Arga menuruni
tangga, lantai satu pun sepi. Begitu juga dengan beranda dan
gazebo. Jam dinding menunjukkan pukul 1.25. Dengan cemas
bercampur bingung Arga kembali masuk ke dalam cottage,
namun langkahnya terhenti saat telinganya sayup-sayup
mendengar gelak tawa dari arah ruang samping yang biasa
digunakan untuk menggelar pertemuan, bangunan itu memang
terpisah dan hanya dibuka jika ada pertemuan atau pesta.
Bergegas kakinya melangkah, dan ternyata pintu nya memang
terbuka, lampu di bagian tengah ruangan tampak masih
menyala. Kembali dirinya mendengar gelak tawa. Tak salah
lagi itu adalah tawa Pak Prabu dan Dako. Ketika dirinya ingin
menghampiri teman-temannya yang asyik bercengkarama
mengelilingi sebuah meja bundar, langkahnya tertahan saat
melihat sosok Aryanti yang tengah dipangku oleh Munaf.
Sementara di sebrang mejanya, Andini tengah dipangku oleh
Pak Prabu. Dengan sangat pelan Arga menyelinap, melewati
pintu yang terbuka, ada keinginan hatinya untuk melihat
langsung, bagaimana sikap Istrinya jika dirinya tidak ada
disamping. Tampaknya Pak Prabu, Dako dan Munaf tengah
bermain kartu. Namun yang membuat Arga heran kenapa
istrinya sampai bersedia duduk di pangkuan Munaf dan
tertawa melihat ulah nakal tangan Munaf yang mencoba
bergerilya di tubuh indahnya. Tangan kanan Munaf yang
tampak aktif mengelus paha istrinya yang saat itu hanya
mengenakan celana lagging sedengkul yang biasa
digunakannya ketika berada di rumah, sementara kaos tanpa
lengan yang digunakannya tampak kebesaran. Meladeni
kenakalan tangan Munaf yang semakin tidak terkendali,
Aryanti harus berulangkali memukul jemari yang berusaha
menyelusup ke dalam kaosnya, bibir dari istri Arga itu terus
tertawa sambil menahan pangkal lengan Munaf yang berusaha
menerobos kaos longgar istrinya. Setelah merasa kurang
beruntung dengan serangan bagian atas, kini Munaf mencoba
meraba selangkangan Aryanti, meremas dengan rasa gregetan
akan benda yang ada di antara dua paha montoknya.
Arga sedikit
lega ketika
melihat
Aryanti
segera
menyilangkan
kedua
pahanya,
mencoba
menutup
akses
serangan,
setidaknya
istrinya tidak
membiarkan
lelaki lain
menjamah
tubuhnya
dengan
bebas. Tapi
tiba-tiba Aryanti tertawa terpingkal, rupanya telunjuk Munaf
masih berhasil menyelusup di antara pahanya, bahkan
berulangkali menekan telunjuknya pada kemaluan yang
tertutup rapat. Awalnya Aryanti terus berusaha menahan
lengan Munaf, tapi entah kenapa jemari-jemari lentik itu tiba-
tiba melepaskan genggamannya, dan mengambil botol chivas
yang masih tersisa setengah. Dituangkannya air berwarna
putih bening itu ke gelas yang tidak pernah lepas dari tangan
kirinya. Tangan Munaf kini bisa sedikit lebih bebas
menggasak selangkangan Aryanti yang tertutup lipatan paha
dan usahanya mulai membuahkan hasil ketika Aryanti mulai
melonggarkan lipatan pahanya tapi masih dengan posisi
menyilang. Rupanya Aryanti merasa kasihan dengan usaha
Munaf yang begitu gencar, tidak ada salahnya jika dirinya
sedikit berbaik hati membiarkan teman sekantor suaminya itu
untuk sedikit mengenali bagian intimnya. Namun tetap saja
remasan itu tidak membuat puas Munaf karena masih
terhalang oleh lagging yang sangat ketat. Bibir Aryanti
sesekali tertawa ketika merasakan Munaf berhasil mendorong
celana dalamnya masuk kesela-sela belahan vagina. Dan itu
jelas membuat perempuan itu menggelinjang. Sementara Pak
Prabu tampaknya lebih beruntung, karena lengan kanannya
dapat dengan bebas menyelusup kebalik kaos Andini,
mengelus, meremas dan sesekali memelintir payudara mungil
yang masih terbilang ranum itu. Andini dan Pak Prabu
sebenarnya lebih terlihat seperti anak dengan bapak, karena
pertautan umur mereka yang sangat jauh. Arga tersenyum
ketika teringat Aditya, suami Andini yang mungkin saja saat
ini masih pingsan. Sesekali tangan kiri Andini mengarahkan
gelas yang dipegangnya ke bibir Pak Prabu, diselingi kecupan
bibir Andini yang membersihkan martini yang menetes di
samping bibir Pak Prabu. Namun Andini tidak membiarkan
bibir Pak Prabu berlabuh ke bibirnya, meski sesekali dirinya
tidak dapat mengelak ketika Pak Prabu menyosor dan
memagut bibirnya dengan cepat. Permainan kartu itu terasa
sangat lambat, karena masing-masing pemain sibuk dengan
pialanya. Bahkan sesekali pak Prabu memaksa Andini untuk
membuka kaosnya, Aksi itu hanya membuahkan jeritan protes
diiringi seringai tawa dari bibir mungilnya, dengan tangan
kanannya Andini berusaha menahan kaosnya. Rupanya Andini
hanya mengizinkan tangan Pak Prabu menggerayangi
payudaranya, tetapi tidak untuk diekspos, karena dirinya
masih terlalu malu untuk itu. Aksi pak Prabu itu membuat
Aryanti tergelak tertawa dan melupakan aksi tangan Munaf
yang terus berusaha menyusup di belahan selangkangannya.
Ketika merasakan tangan Munaf yang dingin mencoba
menyusup ke balik kaos, dan merabai pusarnya, dengan cepat
Aryanti menarik tangan itu sambil tertawa.
"Hahahahaa,,, kalo mau netek, sama Andini aja tuh,," kelakar
Aryanti disambut Andini dengan memeletkan lidahnya lalu ikut
tertawa.
Tapi anehnya, Aryanti justru kembali meletakkan tangan
Munaf yang nakal ke selangkangannya yang masih saling
terjepit menyilang. Seakan memberi tanda bahwa izin bagi
jemari Munaf hanyalah pada bagian luarnya.
"YEEEAAHHH,,,,," tiba-tiba Dako berteriak keras dan
menghempaskan kartu yang dipegangnya kemeja. Gelasnya
yang terisi penuh ditelannya dalam satu tegukan.
Penderitaan Dako memang cukup panjang, hanya dapat
membagikan kartu sambil menyaksikan pak Prabu dan Munaf
mencumbu pialanya. Kini dirinya memiliki wewenang penuh
untuk memilih Piala yang akan duduk di pangkuannya.
Sementara kartu Munaf yang lebih unggul dari milik Pak Prabu
harus menerima wanita yang tidak dipilih oleh Dako. Sesaat
Dako menatap tubuh indah Andini yang kaosnya sedikit
terangkat di depan payudara, memperlihatkan perut ramping
yang mulus, dan kemudian beralih kepada Aryanti yang
selangkangannya masih menjepit jemari Munaf.
"Aryantiii,,," teriak Dako sambil menepuk paha kanannya
sebagai isyarat bahwa Aryanti lah yang harus duduk di
pangkuannya.
Sekilas Arga melihat Munaf membisikkan sesuatu ke telinga
Aryanti yang masih dipangkunya. Kemudian Aryanti berdiri
menghadap Munaf yang menunggu aksi apa yang akan
dilakukan Aryanti kepada dirinya.
"Hahahaha,, Jadi kau ingin sedikit hadiah sebelum aku
meninggalkan pangkuan mu?,,lalu apa yang kau mau?" ucap
Aryanti yang terlihat pongah berkecak pinggang, namun bibir
mungilnya tersenyum genit.
"Terserah kau,,, tapi ku harap itu sesuatu yang luar biasa,,,,"
Sesaat tubuh semapai Aryanti mematung dihadapan Munaf,
telunjuknya memegang dagu seolang sedang berfikir.
"Okkk,,, ini pasti cukup untuk mu," seru Aryanti, matanya
mengerling nakal kearah Dako dan pak Prabu, seolah ingin
mengatakan bahwa hadiah yang akan diberikannya memang
hanya untuk Munaf.
"Owwwhhhh shit,,, apa yang kau lakukan Sayang," jerit hati
Arga ketika tiba-tiba Aryanti memasukkan kepala munaf ke
dalam baju kaosnya sambil tertawa terpingkal disambut tepuk
tangan yang lainnya.
Dengan cepat kepala Munaf bergerak liar, menyerang
payudara yang selama ini hanya pernah dinikmati oleh Arga.
Aryanti tampak berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya
ketika kepala Munaf melakukan berbagai gerakan kekiri dan
kekanan, sesekali bibir mungilnya mendesis menahan erangan,
entah apa yang dilakukan Munaf di dalam sana. Kedua tangan
manager SDM itu memeluk erat belahan pantat Aryanti untuk
menahan badan Aryanti yang menggelinjang geli akibat
aksinya. Arga benar-benar penasaran apa yang dilakukan pria
itu di balik kaos istrinya, apakah bibirnya berusaha menghisap
putting istrinya yang masih terbalut bra, tentu bukan
pekerjaan yang mudah karena istrinya biasa menggunakan
bra yang kencang untuk menopang payudaranya yang cukup
besar.
"Yup berhasiiiiil," teriak Munaf saat kepalanya menyembul
keluar dari kaos istri Arga, sambil mengepal kedua tangannya
keatas tanda kemenangan, disambut sorak mereka yang ada
disitu. Aryanti hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sekarang bra mu sudah terlepas lalu untuk apalagi kain
merah itu terselip dibalik kaosmu," seru Munaf.
Arga terkejut, artinya kini payudara istrinya tidak lagi
terlindungi oleh bra. Artinya tadi Munaf bergulat dengan
kancing bra milik Aryanti yang berkait di depan. Namun Arga
masih merasa beruntung karena Aryanti menjitak kepala
Munaf, meski sambil tertawa tetap saja itu adalah tanda
penolakannya.
"Lepas,Lepas,lepas,,," yel-yel yang diteriakkan oleh Dako
serentak diikuti oleh Pak Prabu dan Munaf, bahkan oleh
Andini.
Arga sangat berharap Aryanti tetap pada keputusan awalnya.
Meski dirinya tidak yakin, karena tantangan yang dilontarkan
Munaf mendapat dukungan dari semua pemain.
"Oke, oke,,, kalian memang selalu berhasil memaksaku,,,"
"DUERRRR,,," lagi-lagi tubuh Arga bagai terhantam palu
godam yang sangat besar.
Apakah itu artinya istrinya akan melepaskan kaos untuk
melepas bra. Dibalik persembunyiannya Arga sudah merasa
tidak sanggup untuk menyaksikan usaha teman-temannya
menelanjangi pakaian istrinya. Perjanjian yang mengikat
mereka membuatnya tidak dapat melakukan apa-apa. Tapi
rupanya Aryanti masih memegang kepercayaan sebagai
seorang istri Arga, tanpa melepas kaosnya tangan Aryanti
menyusup masuk untuk melepas branya. Melalui pangkal
lengannya Aryanti melepas satu persatu tali bra yang
tersampir dipundak.
"Ini kan yang kalian mau?" teriak Aryanti sambil mengangkat
bra merah dengan renda warna pink. Jelas saja aksi itu
membuat kecewa Dako, Pak Prabu, dan tentunya Munaf
sendiri. Karena mereka ingin melepas serta kaosnya untuk
membuang bra tersebut.
Tapi, kini mereka dapat lebih jelas melihat puting payudara
dari istri Arga yang tercetak pada kaos tipis itu. Bahkan dari
sela-sela kaos yang kebesaran itu terlihat dengan jelas
bagaimana kedua bukit putih itu tampak bergoyang mengikuti
hentakan tubuh Aryanti yang tertawa puas karena dapat
memenuhi keinginan teman-teman suaminya.
"Andini, untuk babak berikutnya ini apakah kau akan tetap
seperti itu, tidak adakah sedikit bonus untuk kami, seperti
yang dilakukan Aryanti?" tantang Dako.
Arga kembali bergairah untuk kembali menyaksikan
pertunjukan, tubuh ranum Andini memang menggoda setiap
lelaki. Jika Andini turut melepas branya, dengan kaos warna
kuning yang ngepres dibadannya itu jelas akan mencetak
keseluruhan bentuk payudaranya. Meski telah menikmati
bagimana ranumnya payudara mungil Andini, tetap saja rasa
penasaran bercokol diotak mesum, membayangkan aerola
merah muda yang mengelilingi puting mungil milik remaja itu
terpapar bebas di depan publik. Apa yang dilakukan Andini
rupanya melebihi dari apa yang diharapkan oleh Dako, Pak
Prabu dan Munaf. Dengan perlahan, Andini memasukkan
tangannya ke bagian rok samping, gerakan slow motion yang
sengaja dilakukan Andini membuat jantung para pria berdegub
kencang, apakah Andini akan lebih berani mengekspos
miliknya.
"Owhhh,,, shit,,," Arga tidak dapat menutupi kekagumannya
atas kenakalan gadis itu, jari-jari lentik Andini menarik turun
celana dalam berwarna putih yang dibagian tengahnya sudah
tampak basah.
Andini mengangkat CD nya tepat di wajah Pak Prabu yang
dengan sigap membaui aroma yang tersaji, lalu menarik kain
itu dengan giginya, membuat semua yang ada di ruangan
tertawa. Gadis itu merapikan limpitan roknya yang lebar untuk
memastikan tidak ada seorang pun yang dapat mengintip ke
selangkangan yang tak lagi memiliki pelindungan. Lalu
beranjak hendak meninggalkan pangkuan Pak Prabu.
"Heeyyy tunggu,, itu adalah hadiah kecil yang kau berikan
untuk semua, apakah tidak ada yang lebih spesial untukku,"
seru Pak Prabu, menahan lengan dari istri keponakannya itu.
Andini tertawa sendiri memikirkan hadiah apalagi yang akan
diberikan khusus untuk Pak Prabu. Lalu sambil menutup
wajah dengan tangan kanan, tangan kirinya mengangkat
bagian depan rok.

spesial, hahahaa,," Teriak Dako bertepuk tangan, sambil
berusaha ikut mengintip,namun terhalang tepian rok.
Andini yang nekat mengambil keputusan gila itu hanya dapat
menutup wajahnya dengan telapak tangan sambil terus
tertawa, semua hanya gara-gara gairah mudanya yang
tertantang oleh aksi berani yang dilakukan Aryanti. Sebuah
persaingan terselubung antara betina dewasa dan remaja.
Ketika Pak Prabu berusaha menundukkan kepala untuk
mengecup vagina mungil yang dapat dinikmati oleh matanya,
tiba Dako berteriak.
"Ok,,, saatnya pertukaran," teriak Dako yang sudah tidak
sabar mendapatkan pialanya.
"Berikanlah aku salam perpisahan, sayaang," rengek Pak
Prabu yang merasa berat melepas tubuh Andini.
Melihat Andini hanya tertawa, Pak Prabu segera melabuhkan
lidahnya kebibir vagina yang masih tertutup rapat namun
dihiasi precume yang merembes keluar, hingga membuat
Andini menjerit, tak menduga.
"Owghh,, cukup pak, sudaaaahh,,aaahh, Sudaaahhh,," Andini
berusaha mendorong kepala Pak Prabu menjauh, posisi Pak
Prabu yang duduk dikursi membuat lidahnya cukup sulit untuk
menjelajah celahnya. Namun lelaki paruh baya itu terus saja
bereksplorasi.
Dengan badan masih menunduk, Pak Prabu berusaha menatap
Andini mencoba meminta sedikit kemudahan bagi lidahnya
yang haus, dengan wajah super memelas. Proposal yang
diajukan Pak Prabu melalui lirikan mata itu tampaknya
berhasil, karena Andini berusaha mengangkat kakinya ke sisi
kursi Pak Prabu.
"Aaahh,,, cukuuupp,, jangan terlalu daaaalaaaamm,,," jerit
Andini saat lidah Pak Prabu dengan cepat menyelusup kecelah
vagina yang semakin basah. Namun Pak Prabu seolah tak
peduli.
Sesekali Andini menjerit kecil ketika bibir vaginanya yang
mulus tertusuk oleh kumis Pak Prabu, tapi tusukan itu
bagaikan sengatan birahi bagi Andini untuk semakin
menyodorkan vaginanya ke lidah milik paman dari suaminya
itu. Setelah beberapa saat wajah Pak Prabu terangkat sambil
tersenyum lebar, bibirnya dan kumisnya berlepotan selai putih,
puas mencecapi vagina ranum, membiarkan Andini yang
terombang-ambing birahi. Ingin sekali Andini menahan kepala
Pak Prabu untuk melanjutkan cumbuan hingga menuju
puncak, namun rasa malu sebagai wanita baik-baik berhasil
menahan. Munaf yang saat itu menonton aksi Pak Prabu
sambil memeluk pinggul Aryanti dibuat iri dengan salam
perpisahan yang diberikan Andini kepada atasannya.
"Andini sudah memberikan salam perpisahannya, apakah aku
juga akan mendapatkannya darimu cantik," rayu Munaf sambil
mengadopsi wajah melas Pak Prabu yang telah sukses
mencecapi payudara Andini.
"Bukankah kalo kau menang nanti aku akan kembali berada di
pangkuanmu," jawab Aryanti yang kembali berbalik
menghadap Munaf, sementara Munaf semakin mengokohkan
pelukannya di pinggul Aryanti.
"Please,,,Ayolah Yant,,,"
Belum sempat Munaf menyelesaikan kata-katanya Aryanti
sudah kembali memasukkan kepala Munaf kedalam kaosnya.
Bagai orang kesurupan, Munaf langsung menyedot dengan
keras puting Aryanti yang tidak lagi terhalang oleh bra, seakan
takut payudara itu akan menghilang.
"Aaaaahhh,,, ooowwhhhhssssss,,,"
Aryanti merintih, dirinya memang menginginkan seseorang
melakukan sesuatu kepada putingnya yang mulai mengeras.
Beberapa kali Aryanti mengelinjang, terkadang kepalanya
terangkat ke atas ketika Munaf mengigit putingnya.
Desahannya sambung menyambung, setelah salah satu
tangan Munaf ikut masuk ke dalam kaosnya.
"Aassshhh,,, Muunnaaaf,,," teriak Aryanti sambil mengarahkan
kepala Munaf ke daerah yang ingin dijamah oleh lidah pria
itu,"
"Yaaa,, iyaaaa,,, pelaaan,,,"
"Owwwhhhss,,,"
Aryanti yang asyik menikmati permainan bibir Munaf pada
daerah payudara yang diinginkannya terpekik ketika kepala
yang ada dalam kaosnya kembali menggigit sedikit lebih
keras.
"Ok,,,cukup bro,,, Kita harus melanjutkan permainan," seru
Dako yang rasa iri yang memuncak, berkali-kali Dako
meremas penisnya yang terasa sakit karena tidak dapat bebas
menghirup udara.
"Ayolah kawaaaannn,,," seru nya kembali ketika melihat tidak
ada tanda-tanda kedua rekannya ingin mengakhiri
percumbuan.
Setelah cukup lama, akhirnya Munaf menampakkan batang
hidungnya, rambutnya tampak kusai berantakan, sementara
Aryanti berusaha mengatur nafasnya. Dengan langkah
terhuyung Aryanti melangkah ke pangkuan Dako. Andini yang
juga harus beralih kepangkuan Munaf memilih berjalan di
depan tempat Dako duduk dengan kaki yang masih gemetaran
menahan birahi. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Dako
untuk menyelusupkan tangan nakalnya ke balik rok Andini,
lalu mencoleh pintu vagina yang begitu basah.
"Aaawww,," jerit Andini berusaha menarik tangan Dako keluar,
yang dijawab dengan pekikan tawa. Aryanti pun tidak tinggal
diam dirinya turut meremas dengan gemes pantat Andini.
Suara tawa bersahutan menggema di ruangan yang memang
terpisah dengan kamar-kamar.
Dako sempat tergiur dengan kemolekan tubuh Andini yang
telah terbuka disana-sini, tapi melihat kecantikan Aryanti dan
misteri dibalik pakaiannya kembali meneguhkan pilihannya.
Kapan lagi dirinya dapat menikmati tubuh Aryanti dan
payudaranya yang selama ini membuatnya penasaran.
Dako membuka pahanya lebar-lebar mempersilahkan Aryanti
untuk duduk di salah satu pahanya. Berbeda dengan posisi
ketika dirinya duduk di pangkuan Munaf yang membelakangi,
kini dengan duduk di paha kanan Dako Aryanti dapat lebih
leluasa apakah harus menghadap Dako ataukah ke arah
teman-temannya yang lain. Tapi sial bagi Arga, posisi duduk
Dako justru membelakangi tempat persembunyianya. Ada rasa
cemas dihati Arga dengan apa yang akan terjadi pada istrinya,
karena matanya tidak dapat mengawasi aktifitas tangan Dako
dengan jelas. Baru saja Aryanti menghenyakkan pantatnya
yang padat montok pada paha yang disediakan, tangan Dako
langsung bergerilya menyusup ke balik kaosnya. Lagi-lagi
Aryanti hanya tertawa, melalui kerah lehernya yang lebar mata
indah Aryanti mengintip payudaranya yang dimainkan oleh
Dako, sesekali tawanya menggelegar mendominasi suara
diruangan saat Dako membisikkan sesuatu ke telinganya.
Sementara Andini belum sempat duduk di paha Munaf, lagi-
lagi harus merelakan payudaranya diremas oleh Munaf yang
memaksa Andini mengakat kaos nya lebih tinggi, lelaki itu
tidak peduli dengan penolakan Andini, Yang ada dibenaknya
saat ini adalah menikmati sepuas-puasnya payudara yang
kini menjadi piala miliknya.
"Sebelum kita memulai babak ini sepertinya ada peraturan
yang harus ditambahkan, karena dari tadi saya melihat
tangan kanan piala-piala kita ini lebih banyak menganggur,
bagaimana jika kalian memainkan 'perseneling' kami, agar
kami dapat menanjak dengan cepat,"
"Setujuuuu," teriak Munaf sementara Pak Prabu hanya
mengumpat, kenapa peraturan itu tidak ditetapkan dari tadi,
saat dirinya masih memangku Andini. Tapi Aryanti dan Andini
yang terlihat mulai mabuk justru tertawa. Keduanya sesaat
saling melemparkan senyum penuh persaingan.
Meskipun istrinya dalam keadaan mabuk, Arga berharap rasa
malu yang tersisa dalam diri Aryanti dapat mengajukan
penolakan.
"Ok, Siapa takut," teriak Aryanti sambil mengangkat gelasnya
tinggi-tinggi. Yang disambut tawa Andini yang telah duduk
manis dipangkuan Munaf.
Persetujuan Aryanti bagaikan kilatan petir yang menyambar
kepala Arga, bagaimana mungkin istrinya yang selama ini
selalu menjaga sopan santun, kini secara terbuka akan
menggenggam penis lelaki lain di depan banyak orang. Tubuh
Arga merinding, sampai mana kegilaan ini akan berakhir,
berhasilkah Dako menjejalkan penisnya kedalam tubuh indah
istrinya. "Aaakhhh,,," Arga menggeleng-gelengkan kepalanya
mencoba membuang pikiran akan kemungkinan terburuk yang
dapat terjadi.
"Kyaaaaa,,,,"
Arga terjaga saat mendengar teriakan Aryanti, wajah cantik
istrinya menunjukkan raut keterpesonaan akan sesuatu yang
kini ada dalam genggamannya.
"Bagaimana mungkin milikmu bisa seperti ini," pertanyaan
Aryanti yang penuh rasa kagum mengalir ringan dari bibir
mungilnya.
Aryanti yang akhir-akhir ini mulai mengenal beberapa bentuk
penis selain milik suaminya, dibuat kaget oleh pusaka
kebanggan Dako, dengan bentuk yang melengkung ke atas.
Kepala batangnya memang standar tapi semakin membesar
menuju ke pangkal.
"Lalu,, kau ingin aku melakukan apa dengan milikmu ini,"
birahi Aryanti bergemuruh, dirinya tidak dapat menghindari
pikiran mesum, membayangkan jika batang bengkok itu
menyerang kemaluannya dinding vagina bagian mana sajakah
yang harus menerima hantaman-hantaman keras milik Dako.
"Arggghhh,,," pekik Aryanti pelan ketika pikiran-pikiran mesum
semakin meracuni otaknya.
"Hey,hey,, Aryanti, kurasa kita dapat melakukannya dengan
pelan-pelan," bisik Dako ketika penisnya diremas dengan
keras oleh jemari Aryanti.
"Letakkanlah gelasmu, sehingga kau dapat membantuku untuk
memegang kartu-kartu yang merepotkan ini," pinta Dako
setelah menerima kartu yang dibagikan Pak Prabu.
"Owh,,, tentu sayang," balasnya sambil mengambil kartu-kartu
diatas meja yang baru dibagikan Pak Prabu.
"Hei, lihatlah kartu-kartu mu, aku tidak yakin untuk babak
selanjutnya aku dapat terus memegang batangmu ini," ucap
Aryanti dengan kening berkerut, ada rasa enggan dihatinya
bila harus melepas penis teman suaminya itu.
"Yaaa,,, itu artinya kau harus membantuku untuk memecah
konsentrasi pak Prabu, agar aku tetap bisa meremas dua
payudaramu ini," jawab Dako yang kini sibuk mengenali dua
gunung kembar yang ada di telapak tangannya.
Berbeda dengan Munaf, yang mendapatkan kartu cukup baik,
sepertinya lelaki tidak perlu takut akan kemungkinan
kemenangan Pak Prabu yang tertawa puas mengamati
kartunya, karena kalaupun menang atau menjadi yang kedua,
Munaf pasti akan tetap mendapatkan Andini yang terlihat
kewalahan meladeni isapan lidah Munaf pada payudaranya,
sedangkan tangan kanannya terus mengocoki penis Munaf
yang sudah sangat keras. Artinya dia hanya perlu
mengalahkan Pak Prabu.
Aryanti kembali tertawa, "Boleh juga usulmu, aku akan
menolongmu, tapi aku tidak yakin ini bisa berhasil,"
Dengan gerakan pelan Aryanti menggeliat bagai cacing,
meregangkan otot tubuhnya, dua tangannya yang terangkat ke
atas memberikan pemandangan yang eksotis bagi Pak Prabu.
Melalui celah lebar di ketiak kaos, lelaki yang telah memasuki
usia 50an itu dapat melihat dengan jelas bagaimana
ganasnya jemari Dako meremas dan memilin putting Aryanti.
"aaahhhh,,, jangan disitu Dakooo,,," Aryanti menggelinjang
manja ketika Dako menggelitik kupingnya dengan lidah. Tapi
Dako justru memeluknya semakin erat.
"Siaaaal,,,, kenapa bagian itu harus terjamah olehnya," pekik
Arga dengan kesal, telinga adalah bagian paling sensitive bagi
Aryanti, Arga berani bertaruh jika selangkangan istrinya pasti
akan semakin membanjir.
"Bila Munaf telah meminta salam perpisahan, apakah kau
tidak ingin memberikan salam sambutan kepada tubuhku ini,
Dako?"
"Kurasa aku bisa membantumu memainkan kartu-kartu ini
selama kau beraksi didalam kaosku?," tawar Aryanti yang
mulai gerah dengan suasana. Tidak perlu pertimbangan bagi
Dako untuk segera menenggelamkan kepalanya kedalam kaos
Aryanti.
"Ooowwgghhh,,,hahahhahahassss,, oopppsss,,
pelaaann...uugghhhsss,"
Aryanti tidak dapat menahan serangan Dako, ketika kulit
payudaranya yang kedinginan merasakan panasnya lidah
Dako. Membelit, menghisap, menggigit. Penis Dako yang ada
dalam genggamanyan semakin mengeras, kepala penis unik
yang mencuat keatas itu mulai mengeluarkan lendirnya.
Namun sayangnya penis itu sekali-sekali harus dilepasnya
untuk mengambil kartu tambahan yang terus dibagikan Pak
prabu sekaligus membuang kartu yang tidak dibutuhkannya.
Arga seakan tidak percaya, bila wanita yang tengah
mengerang dan terus bergerak erotis menggoda Pak Prabu itu
adalah istrinya, seorang wanita yang selama ini dikenalnya
sangat setia dan selalu menjaga sopan santun
"Aaahhh,,, apa yang kau lakukan," jerit Aryanti saat
merasakan jemari Dako berhasil menerobos leggins nya.
"Aaahhh,,, cepat tarik tangan mu daaari sana Daaakkkkooo,"
tangan kanan Aryanti terpaksa melepas penis Dako untuk
menahan tangan lelaki itu.
Tapi telunjuk Dako terlanjur menyentuh pintu vagina yang
masih terlindung kain tipis, membuat kaki Aryanti terhentak
menahan kilatan birahi, wanita itu bingung apa yang harus
dilakukan.
"Aku tidak pernah menduga jika milikmu sesempurna ini,
beruntung sekali Arga bisa melesakkan penisnya kapanpun dia
mau ke vagina gemuk mu,," bisik Dako.
Mendengar kata-kata Dako, Aryanti bukannya menarik tangan
Dako keluar tetapi justru menekan semakin ke dalam. Bahkan
ada rasa sesal di hati Aryanti yang telah dipenuhi oleh nafsu,
kenapa tadi dirinya tidak mengenakan rok pendek seperti
Andini, dengan celana leggins yang dikenakannya saat ini
jemari Dako begitu sulit untuk beraksi di dalam sana.
"Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan milikku sempurna,
sedangkan kau tidak pernah melihatnya," sela Aryanti sambil
berusaha melebarkan pahanya, seakan memberikan izin
jemari Dako untuk terus beraksi.
"Aku bisa merasakan, celana dalam mu ini menyembunyikan
sebuah lorong yang indah dan mempesona, yaaahh,,,
setidaknya sempurna untuk batang yang tengah kau remas
ini," ucap Dako sambil sesekali merasakan rambut yang
tumbuh lebat di sekitarnya.
"Tapi jika kau mengizinkan aku untuk melihat langsung
bagaimana bentuk yang sebenarnya, pastinya aku tidak akan
menolak,"
"Hahaha,,, dasar gombaaal, memang lelaki kalau sudah ada
maunya bisa mengatakan apa saja," gelak tawa Aryanti
mengagetkan Andini yang tengah menikmati jemari Munaf
yang berhasil mengobok-obok vaginanya.
Rok longgar selutut yang dikenakan Andini rupanya cukup
membantu menyembunyikan jemari Munaf, beraksi dengan
bebas divagina mungil Andini yang tidak lagi memiliki
pelindung. Membuat gadis itu merintih tertahan, menikmati
jari tengah Munaf yang bergerak keluar masuk, menjelajah dan
mengorek precume nya keluar.
"Lalu, kenapa kau tidak meminta padaku agar jari-jarimu bisa
lebih mengenali milik sahabat mu ini, kurasa tidak ada
bedanya ketika kau meremasnya di luar ataupun di dalam
kain segitiga ini," bisik Aryanti sambil menarik tangan Dako
keluar, tapi kemudian justru menarik karet leggins dan celana
dalamnya ke depan.
"Hahahahaaa,, ternyata benar apa yang sering dikatakan Arga,
kau memang baik hati dan dermawan," tawa Dako, yang
sontak membuat Arga bingung, apa yang tengah terjadi di
antara mereka.
"Huusss,, diamlah, kalau kau tak mau, aku akan
menutupnya," Aryanti merasa tidak nyaman saat nama
suaminya disebut.
Dengan cepat Dako menahan tangan Aryanti, mencoba
mengintip, namun begitu gelap, hanya rambut-rambut yang
begitu tebal yang tampak. Dengan sangat bernafsu Dako
segera melesakkan tangannya.
"Owwghhh,,,pelaaaan Dako,,," jerit Aryanti dengan keras ketika
dua jemari Dako langsung menciduk ke bagian dalam
vaginanya yang memang sudah sangat basah.
"Hei,,, adakah dari kalian yang ingin menikmati ice cream ini,"
teriak Dako sambil mengacungkan tangannya yang sudah
penuh oleh cairan milik Aryanti.
Tentu saja Aryanti sangat malu, lalu memukul-mukulkan
bantal kecil ke kepala Dako. "Kalau kau terus membuatku
malu, maka aku akan menutup milikku ini selamanya," ancam
Aryanti.
Dako hanya tertawa, ancaman Aryanti dianggapnya pepesan
kosong, karena Dako sangat yakin bila istri Arga itu telah
tunduk sepenuhnya pada dirinya. Dengan pasti Dako kembali
memasukkan tangannya.
"Aaahhh,,," Andini yang tidak dapat menahan rangsangan dari
jemari Munaf kembali merintih. Kocokannya pada penis Munaf
bertambah cepat, membuat suasana semakin panas, berkali-
kali Pak Prabu melirik Andini dan Aryanti dengan pandangan
iri.
"Yeaaahhhh,,,," sepertinya salah satu diantara kalian harus
kembali ke pangkuanku, teriak Pak Prabu ketika berhasil
mendapatkan kartu yang lebih bagus.
Namun permainan masih beberapa putaran lagi, Pak Prabu
cukup kewalahan menahan birahinya yang tidak tersalurkan.
Teriakan Pak Prabu menyadarkan Dako dan Munaf yang asik
mencumbu tubuh panas di pangkuan mereka. The game must
go on.
"Hey,,, rasanya tidak adil bila kita tidak berbagi dengan Pak
Prabu, bukan begitu Aryanti?"
Aryanti menjadi bingung, apalagi yang akan dilakukan Dako
pada dirinya.
Tiba-tiba Dako menyuruh Aryanti berdiri merubah posisi
dengan mengangkangi kedua pahanya, membuat penisnya
menyundul tepat di bawah vaginanya.
"Krraaaaakkk," Aryanti terkaget, dengan kasar tangan Dako
merobek leggins nya tepat di tengah selangkangannya, dan
dengan cepat Aryanti menutupi celana dalam berwarna putih
yang telah basah dari tatapan mata Pak Prabu.
"Dakoooooo,,,,," Aryanti berteriak keras, untuk kesekian kali
pria itu membuatnya malu. Namun disambut decak kagum
dan gelak tawa Pak Prabu dan Munaf.
"Ayolah,,, bukankah kau ingin membantuku untuk
mengalahkan Prabu," bisik Dako sambil menarik kedua tangan
Aryanti yang menutupi selangkangannya.
Sambil membuang muka kesamping Aryanti menarik
tangannya, dan terpampanglah celana dalam yang sudah
sangat basah, sehingga mencetak sebuah garis yang
melintang tepat di selangkangannya. Beberapa rambut
kemaluannya mengintip keluar. Dada Aryanti semakin
bergemuruh, saat menyaksikan nafas Munaf dan Pak Prabu
mendengus penuh nafsu memandang selangkangannya yang
terbuka bebas.
"Tatapan mereka seperti ingin melumat vaginakuuu,,,
Uuuhhhh,,, permainan ini benar-benar membuatku gila"
dengus hati Aryanti yang terbakar birahi.
Ingin sekali Aryanti membuka kain terakhir yang tersisa untuk
memberikan hiburan kepada teman-teman suaminya itu,
namun rasa malu masih merajai hatinya. Dengan sedikit
gerakan Dako berhasil membuat penisnya menyembul, tepat
didepan kain penutup vagina Aryanti yang telah basah,
seandainya tidak ada kain tipis berwarna putih itu, pastinya
kedua kulit mereka akan bertemu. Dengan sedikit malu Aryanti
kembali meremas penis unik yang menggeliat manja didepan
vaginanya.
"Ooohhh yeeaaahhh,,," Sako memegang pinggul Aryanti
dengan kuat,
Aryanti tidak hanya mengocok penisnya, namun berulangkali
menggesekkan batang itu kevaginanya yang terbalut kain
tipis. Kartu yang dipegangnya tergeletak di meja ketika
tangannya terayun ke belakang untuk menjambak rambut
Dako, lenguhan semakin sering terdengar saat tangannya
terlalu keras menekan batang Dako ke vaginanya. Aryanti
tidak berani bertaruh apakah dirinya mampu bertahan dengan
godaan ini, apalagi setelah Pak Prabu juga mengeluarkan
penisnya yang besar diselimuti kulit yang kecoklatan, dipenuhi
dengan rambut-rambut yang mengelilingi tongkat
kebanggaannya. Persis seperti miliknya yang sangat rimbun.
Aryanti bergidik, menatap batang kekar yang cukup besar,
mungkin seukuran milik Arga hanya saja milik Pak Prabu
belum disunat. Tapi saat ini dirinya hanya dapat menyaksikan
bagaimana tangan Pak Prabu yang penuh bulu mengocok
penisnya dengan cepat.
"Aku ingin batang itu lagi,,," lirih Aryanti.
"Apaa?,,, kau ingin batang Pak Prabu lagi? Apa sebelumnya
kau sudah pernah mencoba?,," tanya Dako yang bingung.
"Ohh tidaak,, kau salah dengar,,"
Jawab Aryanti cepat, tidak berani berangan lebih jauh, saat ini
saja dirinya sudah sangat malu, apalagi bila harus meminta
Pak Prabu menghujamkan penis hitam itu ke kemaluannya.
"Aaahhhhh,,,,eehhhhmmm,," terdengar teriakan tertahan dari
mulut Andini, mengagetkan khayalan dan birahi Aryanti.
Tanpa sepengetahuan Aryanti, Dako dan Pak Prabu, Rupanya
Andini yang sudah tidak mampu menahan birahi akhirnya
menyerah, dan mengijinkan Munaf untuk menghujamkan penis
ke liang kemaluannya. Lagi-lagi rok mini itu berhasil
menyembunyikan bagaimana beringasnya penis Munaf
menjelajah masuk ke kemaluan mungil gadis muda itu. Meski
Dako, Munaf dan Aryanti sangat tau dengan apa yang tengah
dialami Andini, namun tetap saja wanita muda itu terlihat
malu-malu untuk menunjukkan ekspresi kenikmatan yang
tengah melanda tubuhnya. Tidak ada gerakan dari pantat itu,
namun membiarkan batang penis milik teman suaminya itu
menghujam keras di belahan vagina.
"Ooowwwhhh,, itu pasti sangat nikmat," gumam Arga saat
teringat bagaimana batangnya berhasil menyelinap masuk ke
dalam kemalaun Andini, dan berhasil memenuhi rahimnya
dengan sperma.
Munaf menyelipkan empat lembar kartu yang dipegangnya
pada rok Andini, membuat gadis itu terlihat semakin nakal.
Kini tangan yang telah bebas itu mulai memegang pinggul
Andini dan mengayun pelan, mengomando Andini untuk
bergerak ke depan dan ke belakang dengan malu-malu.
Semua pandangan tertuju kearah Rok Andini yang mulai
berkibar mengiringi goyangan yang kini semakin cepat.
Dengan matanya Pak Prabu mencoba memberi isyarat kepada
Munaf untuk menyingsingkan kain yang sangat mengganggu
pandangannya. Andini yang rupanya sempat membaca isyarat
itu segera memegang roknya dengan kuat. Dirinya terlalu
malu bila vaginanya yang merah merona tengah melumat
penis yang bukan milik suaminyam, menjadi tontonan.
"Apakah kau tidak ingin sedikit berbagi dengan Pak Prabu,
lihatlah wajahnya yang memelas untuk sebuah pemandangan
indah dari tubuhmu," rayu Munaf.
Namun Andini tetap kekeuh memegang erat kain roknya
dengan tubuh yang terus bergoyang ke depan dan belakang
yang diarahkan oleh lengan Munaf pada pinggulnya.
Posisi ini memang cukup sulit jika si wanita tidak berperan
aktif menggoyang tubuhnya, tak perlu waktu lama tubuh
Munaf telah bermandi keringat. Tapi dirinya tidak memiliki
pilihan lain selain posisi ini. Tapi tetap saja, perubahan wajah
Andini yang terkedang mendesah, meringis, bahkan sesekali
menjerit memberi tanda kuatnya serangan Munaf di sela-sela
pantatnya.
"Bila aku menjadi Andini tentunya akupun akan malu jika
tubuhku yang tengah disetubuhi oleh orang lain menjadi
tontonan," ucap Aryanti sambil terus meremas batang Dako
digenggamannya.
"Lalu kenapa tidak kau ambil selimutmu itu, dan biarkan aku
bermain di kemaluanmu tanpa diketahui orang lain," balas
Dako cepat ketika melihat peluang.
"Hahahahaa,,,Tapi bukan itu yang kumaksud, tunggulah Munaf
menyelesaikan aksinya, mungkin Andini akan sedikit berbelas
kasihan pada dirimu," jawab Aryanti sambil tertawa.
"Mba Aryantiii,, ga booleeeh cuurang yaaa,," seru Andini yang
terengah-engah meladeni serangan penis Munaf, tubuh indah
itu tidak lagi bergerak maju mundur, tapi sudah mulai
menghentak, dan terus semakin keras hingga membuat
vaginanya yang belumur oli putih, mencengkram erat penis
Munaf.
Rok mini itu tak mampu lagi melindungi tubuh pemiliknya
setelah kedua tangannya berpindah ke pegangan kursi.
"Mbaaa Aryantiii,,, tolongin akuu mbaa,," desahan Andini
semakin menjadi, entah apa maksud teriakan permintaan
tolongnya, karena sangat jelas jika wanita muda itu tengah
menikmati permainan Munaf.
Permainan kartu itu sepertinya telah berhenti total, karena
kini Pak Prabu pun sibuk memainkan penisnya sendiri. Tanpa
diduga Aryanti berdiri dari pangkuan Dako, dengan cepat
mengambil selimut tebal yang sangat lebar sehingga dapat
menyembunyikan tubuh semampainya.
"Siaaaalll,,, itukan selimut kesayanganku, ngapain Aryanti
membawa kesitu," umpat Arga saat melihat selimut dengan
gambar Hello kitty. (Weeww,,, )
Dengan cepat Aryanti membalutkan kain tersebut ke tubuhnya
dan kembali ke pangkuan Dako, dengan sangat mesra Dako
mempersilahkan Aryanti untuk duduk di atas pangkuannya,
dan kembali ke posisi semula, memangku dan dipangku.
"Aku rasa aku dapat memberikan permainan yang lebih hebat
dari mereka," bisik Dako sambil menggigit telinga Aryanti.
"Oh yaaa,,, dengan kain ini kurasa kau dapat dengan bebas
membuktikannya," seru Aryanti sambil tertawa nyaring.
Hati Arga memanas, bagaimana mungkin istrinya bisa begitu
mesra terhadap Dako sahabatnya. Kini dua tubuh yang
berselimut kain itu tampak sibuk dengan aksi mereka. Kepala
Dako menghilang ke dalam selimut, lidahnya menjangkau
puting Aryanti, membuat wanita terpaksa sedikit memiringkan
tubuhnya, menyambut keinginan Dako.
Dari sela-sela kursi yang tidak tertutup selimut Arga dapat
melihat bagaimana lidah Dako bermain-main dengan
sepasang payudara yang selama ini selalu dibanggakannya.
Sementara tangan Aryanti memeluk kepala Dako dengan erat,
memaksa kepala itu tidak pergi jauh dari kedua putingnya.
"Kyyaaaa,,,Dakooo",,,
"Yeeeaaahhh,,,,"
Teriakan Aryanti disambut dengan pekik kemenangan Dako,
lengan kanannya muncul dari balik selimut dengan membawa
serta sepasang kain, dengan semangat Dako mengibarkan
kedua kain itu ke atas sambil tertawa riang.
"Sudahlah,,, kau hanya membuatku malu,,," teriak Aryanti
berusaha merebut kain tersebut. Namun dako terlebih dahulu
melempar kain itu ke arah Pak Prabu.
Arga semakin terkesiap, ketika kedua lengan Pak Prabu
merentangkan kain yang tidak lain adalah leggins dan celana
dalam Aryanti.
"Arga pernah bertanya kepadaku, milik siapa yang lebih
nikmat, apakah milik Zuraida istriku, ataukah milikmu ini,"
ucap Dako pelan sambil tersenyum, tangannya mengusap-
usap bibir klentit Aryanti yang sudah sangat basah.
"Owwwhhh,, yaaa?,,,kurasaaaa,, sebelum Arga dapat
membuktikannya, Emmmhhh,,, kau bisa lebih dulu untuk
menilai milik siapa yang lebih nikmat,,,"
Dada Aryanti bergemuruh seiring tubuhnya yang mengangkat
sedikit pinggulnya,, dengan kepala tertunduk kebawah seakan
ingin memastikan sesuatu yang ada diantara tubuh mereka
dapat melakukannya tugasnya dengan baik.
"Oooowwwhhhhssss,,,Ughh,,Yaaa,, sedikiiit lagiiii, yeaahhh,,,,"
teriak Aryanti.
"Aaaaaakkkhhhhh,,, Dakooo,,,"seketika kepalanya terdongak
keatas. Dako tersenyum puas, sesaat tubuh keduanya terdiam
saling meresapi kenikmatan yang tengah terjadi.
"Aryantiiii,,," gumam Arga lirih, saat mendengar bibir istrinya
yang memproklamirkan kenikmatan dari batang yang berhasil
masuk kedalam kemaluannya.
Arga merasa benar-benar kacau, disaat hatinya begitu sakit,
penisnya justru mengeras dengan sempurna.
"Akhirnya kau berhasil menempatkan senjatamu
dikemaluanku, kau telah mendapatkan tubuhku," bisik Aryanti,
kedua telapak tangannya mengelusi wajah Dako dengan
penuh birahi.
"Bukankah kau memang menginginkan ini, sebuah
petualangan yang panas," balas Dako, tangannya tidak lagi
memegangi selimut yang menutupi tubuh mereka, telah masuk
ke balik kaos Aryanti, merabai punuk, punggung, pinggul
hingga pantat Aryanti, meresapi dengan sepenuh hati
keindahan dan kemulusan kulit pegawai bank swasta tersebut.
"Aku juga pernah mendengar dari Arga, vaginamu memiliki
kemampuan yang jarang dimiliki oleh wanita lain, jika kau
tidak keberatan aku ingin sedikit merasakannya,"
Kening Aryanti berkerut tidak mengerti. Pinggulnya mulai
bergerak. "Bukan,, bukan itu yang kumaksud," sergah Dako
cepat, seraya menahan pinggul Aryanti.
"Lalu,,," Aryanti semakin, bingung, namun dinding vaginanya
berkedut setelah merasakan pergesekan dua kulit kemaluan,
otot vaginanya berkontraksi. "Yaa,, terusss,,, Aaahhh,,,
empotan ini yang membuatku penasaran selama iniii,,,"
"Hahahahahaaa,, berarti kau sudah lama ingin mencicipi
tubuhkuuu,, sekarang nikmatilah sepuasssmuuu,,,
eeeemmhhhh,,," Aryanti tersenyum genit, tubuhnya tak
bergerak, tapi otot vaginanya membetot erat batang Dako,,
melonggar,, dan kembali mencengkram dengan kuat, membuat
Dako mendesah nikmat. "Oooowwwhhhh,,, gilaaaa,,,"
Kini selimut itu hanya menutupi bagian bawah tubuh mereka.
Sesekali kepala Aryanti menoleh ke arah Pak Prabu dan
memainkan lidahnya dengan nakal, menggoda pria yang
hanya bisa memegangi penisnya sendiri.
"Baiklah, aku menyerah, permainan usai, boleh aku bergabung
dengan salah satu dari kalian," Pak Prabu berdiri dan
menggosok-gosok kedua telapak tangannya.
Penisnya yang hitam besar dengan congkak menantang ke
depan. Namun harapannya pudar saat melihat Aryanti yang
begitu erat menempel ketubuh Dako, kembali bergerak liar,
mengacuhkan semua yang ada disitu, Dako sendiri tampak
kewalahan dengan hentakan tubuh Aryanti yang bergerak
cepat. Tak ada lagi rasa malu pada wanita itu. Yang ada
hanya bagaimana cara untuk mendapatkan orgasme
ternikmat yang bisa diberikan oleh penis selain milik
suaminya. Kini harapan Pak Prabu hanya pada Andini, yang
juga tak lagi mampu mengontrol birahinya, pinggulnya
bergerak maju mundur, bermain-main dengan penis Munaf
yang sesekali membuatnya berteriak nikmat. Dengan nakal
Andini mengangkat tangannya dan dengan telunjuknya
memberi tanda larangan. Bibirnya masih tersenyum dengan
selangkangan yang kembali bergoyang mengiringi semua
kehendak Munaf.
"Muungkiiin,, Andiniii bisaa membantu Baapaak," suara
Aryanti tersengal-sengal.
"Aaahh,, kenapa dilepaaasss," rengek Aryanti tiba-tiba saat
Dako mengangkat tubuhnya hingga batang yang memenuhi
rongga vaginanya terlepas.
"Kenapa kau bisa begitu pelit dengan bos dari suamimu,
berilah dia sedikit tontonan mungkin itu bisa sedikit
membantunya."
"Yup,, sekarang saatnya show," teriak Dako dan seketika
melempar selimut yang menutupi tubuh mereka.
Dan tampaklah tubuh Aryanti yang berjongkok di atas kedua
paha Dako, memamerkan vagina yang menganga basah,
berhadapan dengan penis Dako yang dipenuhi lendir
senggama Aryanti
"Kyaaaaaaa,,," Aryanti berusaha meloncat, dan mengambil
selimut yang terlempar ke arah Pak Prabu.
Namun Dako sudah lebih siap dan menekuk tubuhnya, hal ini
justru membuat penisnya tertanam semakin dalam dan
seakan mengunci tubuh Aryanti.
"Hahahahaaa gilaaaa kauu Dakoooo,, Aku maaluuu tauuu,,,
punyaku lebaaat kaya giniii," jerit yang diselingi suara tawa
Aryanti memenuhi ruangan yang penuh aura birahi.
Sambil menutupi kedua wajahnya Aryanti mencoba menutup
kedua lututnya, dari sela jemarinya Aryanti mengintip Pak
Prabu yang melongo memandang tubuhnya penuh rasa
kagum. Sepasang paha yang begitu mulus berujung pada
selangkangan yang merekah dengan rambut kemaluan yang
rimbun. Sementara pintu vaginanya terbuka lebar seakan ingin
melahap batang kokoh yang ada di depannya.
"Whuaahhaaha,,, Dakooo,,," lagi-lagi Aryanti dibuat terpekik
dan tertawa setelah kedua pahanya di angkat ke atas dan
terbuka lebar, membuat Pak Prabu sekilas dapat dengan jelas
melihat setiap sisi pintu vagina yang mengkilat.
Kini hanya kaos longgar yang menutupi bagian atas tubuhnya,
sementara bagian bawah tubuhnya terpampang di hadapan
dua pria perkasa, dengan selangkangan yang terbuka lebar,
seakan pasrah menerima setiap hujaman penis. Sungguh
dirinya merasa sangat malu, belum pernah seumur hidupnya
tubuh indahnya dapat dinikmati dengan bebas oleh para lelaki,
tapi ini terlalu menantang untuk dilewatkan.
Darahnya berdesir, terbesit dalam hati untuk membiarkan
tubuhnya dinikmati oleh mereka secara bersamaan, seperti
yang ada diotak liarnya selama ini. Dan kini salah satu penis
telah berada dalam tubuhnya, mungkinkah dirinya memohon
penis yang telah siaga didepannya untuk ambil bagian masuk
ke dalam lorong tubuhnya yang lain. Namun Aryanti teralalu
malu untuk meminta itu, tapi jika tidak sekarang, kapan lagi
dirinya bisa mewujudkan keinginan liarnya.
"Apakaah kau bisa membuatnya semakin bergairah dengan
aksi nakal mu?,,," bisik Dako menggoda Aryanti.
Aryanti menarik tangannya, membiarkan vaginanya terekspos
bebas, lalu kedua tangannya menarik setiap sisi pintu
vaginanya, hingga lorong gelap yang mengalirkan cairan dapat
terlihat oleh mata Pak Prabu.
"Batang bapak ingin dilumat seperti ini?,,, Oooowwwhhhh,,,,"
dengan sangat perlahan kemaluan Aryanti yang terpapar
melahap batang Dako,, sangat perlahan, seakan sangat
menikmati setiap inci gesekan kulit kedua kelamin.
"Uuuhhh,,," bibirnya melenguh saat batang Dako tiba-tiba
menghentak.
Wanita yang tengah dipenuhi birahi itu tak mampu lagi untuk
berfikir, kini dirinya hanya bisa pasrah menerima perlakuan
Dako yang juga tersulut aksi nakalnya. Aryanti memandang
wajah Pak Prabu dengan nafas terengah, bersahutan dengan
suara kecipak kemaluan yang basah. Andaipun Pak Prabu
ingin ambil bagian atas tubuhnya, Aryanti tak yakin dirinya
mampu menolak.
"Yeeaaaahhhh,,,, aaaggrrhh,,," Suara Munaf melengking,
tubuhnya bergetar hebat, memeluk gadis yang menelan
penisnya disela selangkangan dengan erat. Jemarinya dengan
kuat meremas payudara yang ada di genggaman seakan
menjadi pelarian dari rasa nikmat yang dirasakan seluruh
tubuhnya.
Namun tidak begitu halnya dengan Andini yang masih sibuk
mengejar orgasme. Pantatnya masih bergerak, menggesek
dan menghentak batang yang ada didalam tubuhnya, berharap
penis itu dapat menghantarkan kenikmatan serupa. Namun
batang itu mulai mengecil sang empunya pun hanya dapat
tersenyum kecut mengakui kekalahannya. Melihat peluang itu,
Pak Prabu dengan cepat menarik tubuh Andini dari pangkuan
Munaf. Tak pernah terpikir olehnya jika kini dirinya dapat
menikmati tubuh dari istri keponakannya. Tanpa diminta
Andini yang dibaringkan di atas karpet lantai, membuka
selangkangannya selebar mungkin, memberi tempat kepada
tubuh pak Prabu yang terbilang besar, agar dapat
menempatkan pinggulnya didepan selangkangannya yang
terus berkedut minta diisi, berusaha memberikan akses
seluas-luasnya kepada batang besar yang menghitam dan
penuh dengan rambut yang mengelilingi. Namun tetap saja
penis itu agak kesulitan menerobos lubang yang terbiasa
dengan batang yang memiliki diameter lebih kecil.
"Uuugghhh,, tekan aja om, punya Dini bisa nelen punya om
koq,," suara Andini merintih. Gadis itu tau jika lelaki yang
ingin menikmati tubuhnya ini tak ingin menyakitinya.
Tapi Andini sangat yakin jika vagina mungilnya mampu
menampung seluruh diameter batang itu. Seperti saat Arga
menghujamkan batangnya dikolam renang, meski sangat sulit
akhirnya lelaki itu dapat bersemayam divaginanya, tepat
didepan suaminya.
"Aaaarrrgghhh,,, Ooomm,,,,,eehmmh,,,," Seluruh tubuhnya
bekerjasama, berusaha menyelusupkan penis Pak Prabu jauh
kedalam lorong kemaluannya. Pahanya dengan keras menjepit
pinggul, tangannya dengan kuat menekan, dan
selangkangannya terangkat bergoyang, bibir vaginanya
menganga lebar menyambut batang yang begitu susah payah
menghadapi otot vagina yang tiba-tiba menjepit saat
merasakan sebuah benda menggasak dinding-dinding yang
sensitif.
"Bisakan Ooom,, Eeehhh," tubuh Andini bergetar, bibirnya
mengerang penuh birahi saat merasakan batang besar itu
akhirnya berhasil menerobos celah sempit yang telah basah
oleh sperma Munaf.
"Uuugghh,," Namun Pinggul montoknya sekali lagi menghentak
keatas saat merasakan masih ada bagian dari rongga
vaginanya yang kosong dan tentunya batang Pak Prabu masih
terlalu panjang untuk lorong vagina Andini yang dangkal.
"Arrggghhhh,,,Adduuuuuuuhhhh,,Aaaaaaahh,,," jemari kecilnya
mencengkram pantat Pak Prabu seiring tubuh yang bergetar
hebat menyambut orgasme yang sangat tiba-tiba dan begitu
mudah menghampiri syaraf ektasinya.
Pak Prabu tertawa dengan ulah Andini, menikmati batang
yang diguyur oleh cairan birahi Andini yang cukup banyak.
Sesaat dibiarkannya tubuh sintal itu menikmati orgasmenya.
"Sekarang giliran Om ya," ucap Pak Prabu sambil
menggoyang-goyang batang yang menghujam jauh ke dalam
kemaluan Andini.
Sementara gadis yang begitu pasrah ditindih oleh paman dari
suaminya itu hanya tersipu malu, dengan malu-malu
tangannya merabai tubuh besar yang selama ini memang
menghantui fantasi seksualnya.
"Aaauugghh,,, udah mentok om, jangan terlalu dalam, ntar
punya dede sakit," Prabu tersenyum dengan kalimat manja
yang begitu saja terlontar.
Kedunya melihat ke bawah menyaksikan bagaimana batang
besar itu menggasak pintu vagina yang dipaksa menelan
batang yang lebih besar dari biasanya. Perlahan Prabu
menarik pinggulnya, belum sempat helm besar itu keluar,
pinggulnya kembali menghujam jauh ke dalam.
"Ooomm,, gede banget om,,, seperti punya Pak Arga,,
Adduuuhh,,Aaahhh,,"
"Arga?,,, apa Arga sudah pernah menyetubuhi mu?,,,"
"Ststsssss,,, jangan kenceng-kenceng, entar kedengeran sama
Mba Aryanti," Andini mengutuki kecorobohannya menyebut
nama Arga.
"Hahahaaa,, dasar kau Arga,, jangan-jangan kedua istriku juga
sudah kau cicipi," gumam Pak Prabu. Lalu menghentak
batangnya dengan lebih keras dan cepat.
"Ooomm,,, pelan Ooomm,, memek Andini ntar jeboooll,,
aaagghhhh,,," gadis itu meringis menahan perih didinding
rahimnya yang digedor-gedor. Apa semua batang besar
emang beringas seperti ini, pikir Andini yang kewalahan,
berpegangan pada pundak Pak Prabu.
Melihat aksi Pak Prabu, Aryanti menjadi semakin panas, iri
melihat kemujuran Andini yang hanya dalam beberapa menit
bisa menikmati dua buah batang.
"Aaaggghhhh,,, Dakooo,,, lalkukan apapun yang ingin kaauuu
lakukaaaannn,, Aaaahhh,,,"
Wajah Andini memucat, puncak birahi tengah menantang
pertahanannya, namun akhirnya harus menyerah dalam
lenguhan yang panjang.
"Oooommm,,, Andiniiiii,,, keluaaaaaarrrr,, Aaagghhhh,,,"
pangkatnya terangkat tinggi menantang hentakan batang Pak
Prabu. "Aaahhh,,, Ahhh,,, ga Kuat lagi Oommm,," rintih Andini
menyerah, vaginanya terasa panas akibat gesekan yang terlalu
ketat dan cepat.
"Mbaaa,,,Aaarrr,, tolongin aku mbaaa,,,"
"Aaaaaggghhhh,,, keluaaaar lagiiiii,,,,"
Rintih gadis itu dengan nafas terengah, tak menyangkan
orgasme begitu cepat, silih berganti menyapanya, membuat
tubuhnya terasa begitu lemas. Sementara Pak Prabu terus
saja menghajar vagina mungil itu, semakin bergairah melihat
rintihan Andini,"
"Dakooo,,, Aaahhhsss,,, apa kauuu ingiiiin sediiikit berbaaaagi
dengan Pak Prabuuuhhhh?,,, aku haaanya ingin membantu
gadis itu," rintih Aryanti.
"Boleh,, tapi setelah aku selesaaaii menikmati vaginamu iniii,,,"
Dako jelas menolak jika kenikmatannya terpotong oleh Pak
Prabu.
"Tak perluu takuuuut,,, bahkaaan kau akaaan merasakaaann
apa yaaang tidak pernaaahhh diberikaaan istrimuuu
Zuraidaaa,,," jawab Aryanti, lalu melumat bibir Dako dengan
ganas.
Ploopp....batang Dako terlepas, tapi belum sempat protes,
Aryanti telah menggenggam penisnya, lalu mengarahkan ke
pintu belakang.
"Masukkan dengan perlahaan, sayaaang,," bisik Aryanti
dengan nakal.
"Ooowwwhhhh shhhiiiitttt,,," teriak Dako, saat kepala penisnya
perlahan menghilang ditelan pintu anus yang telah lama ingin
ikut dihajar.
"Aaaahhh,,, gimaaanaaa,, apa kaauu sukaaa,,aaaahhh,,,"
"Sempiiiitt,,, sempiiit bangeeeett,,, ini nikmaaat bangeeet,, kau
nakaaaal Aryantiii,,"
Aryanti terkekeh disela lenguhannya, mendengar pengakuan
Dako yang mencengkram pinggulnya Aryanti, agar
menghentak lebih kuat.
"Sekarang undanglaaahh Pak Prabuuu untuk bergabuuung,,,"
"Apa kaauu yakinnn,,,"
"sangaaat yakiiinnn,,, akuuu bisaaa meladenii keberingasaaan
kaliaaan berduaaa,,," lenguh Aryanti yang benar-benar terlihat
nakal.
"Pak Prabuu,, ada yang menantang kita berdua nihh,,, Apa kau
beranii,," teriak Dako, membuat gerakan Pak Prabu terhenti
tepat disaat lenguhan Andini yang kembali mendapatkan
orgasmenya.
"Hahaahahaaaa,, aku tak menyangka, jika istri Arga bisa
sebinal ini,,,Okkeee,,, Dakoo, kita penuhi tantangan teller Bank
cantik ini," Pak Prabu menjawab sambil tertawa melihat
Aryanti menggosok-gosok bibir vaginanya, sesekali menguak
pintunya sebagai tantangan pada Pak Prabu. Sementara
anusnya membetot batang Dako dengan sempurna. Lelaki
paruh baya itu mengecup bibir Andini yang tersenyum lemah,
setelah tenaganya dikuras rentetan orgasme, lalu melepaskan
batangnya, beranjak menuju kursi Dako dan Aryanti sambil
terus mengocok batangnya yang penuh lendir milik Andini.
"Sayaaaang,,, apalagi yang kau inginkaaan,," tak pernah Arga
secemas ini,,, tanpa sadar lelaki itu mencengkram tepian meja
dengan begitu kuatnya.
Kini batang besar Pak Prabu telah berada tepat didepan wajah
Aryanti.
"Cobalahh dulu dengan bibirmu ini,, bial kau mampu
melahapnya, kurasa bibir bawahmupun takkan kesulitan,"
Mata Aryanti tersenyum nakal, jemarinya dengan gemulai
meraih batang Pak Prabu dan menariknya ke atas, dengan
tenang gadis itu menjulurkan lidah, perlahan mendekat,
menyapa kantong zakar Pak Prabu,menyentil-nyentil kedua
bola sambil melirik wajah Pak Prabu dengan genit. Lalu
perlahan menyisir keatas, menyapu setiap gumpalan lendir
putih, hingga akhirnya sampai pada kepala penis yang
menyembul disela kulup yang tidak disunat, Aryanti
mencengkram batang Pak Prabu dengan kuat sebelum
akhirnya kepala penis itu masuk kedalam mulut Aryanti yang
panas.
"Aaaaagggghhhhh,,, gilaaaaa,,,Argaaa,,, istrimu benar-benar
dahsyaaaaat,,, aaarrgghh,," Pak Prabu tak tahan melihat ulah
Aryanti, lalu mencengkram rambut wanita.
"Nikmatilaaahh,,, rasakanlaaaahh batangkuuu,,,Aaaagghhh,,"
Pak Prabu dengan sangat bernafsu menyenggamai mulut
Aryanti. Batangnya keluar masuk dengan cepat.
"Gila, ini memang sudah benar-benar gila," gigi Arga
gemeretak menahan amarah, tetapi tangannya bergerak
mengurut penisnya yang membatu.
Tak tahan melihat kenikmatan yang diperoleh Pak Prabu,
Dako kembali mengangkat pinggul Aryanti, meminta wanita
itu kembali bergerak.
"Aaaaggghhhh,,, kau nakal Yaaaan,, bener-bener nakaaal,,,"
dengus Dako dengan pantat naik turun menghajar dubur
Aryanti. Pantat Aryanti terdiam, pasrah dengan serangan
Dako di belakang tubuhnya yang semakin cepat.
"Yaaaantiiii,,, Bapaaak Semprooot yaaann,,
telaaaannn,,,Arrrgghhhh,,,"
Sontak wajah Aryanti terkaget, matanya melotot saat tiba-
tiba batang besar dalam mulutnya menghambur cairan kental
yang panas, memenuhi mulutnya. Tapi bibir Aryanti justru
semakin kuat mengatup rapat batang Pak Prabu, seakan tak
ingin setetespun keluar dari bibirnya, sesekali meneguk cairan
yang memenuhi mulut, mengalir membasahi tenggorokannya,
disambung dengan tegukan berikutnya, matanya menatap
wajah Pak Prabu yang terengah-engah penuh kepuasan
dengan heran.
"Gilaaa,, banyak banget spermanya," gumam Aryanti yang kini
bibirnya berusaha menyedot, memaksa sperma yang tersisa
untuk keluar.
"Aaaaarrrgghhhhh,,, Yaaaann,,, aku jugaaa gaa kuaaaat
laggiii,,," Dako menarik turunkan pinggulnya dengan semakin
cepat. "Oooowwwgghhhhh,,, Yaaaannn,,,"
Sadar jika Dako juga tengah menghantar orgasme di anusnya,
Aryanti menekan pantatnya semakin kebawah, melumat habis
batang, membuat Dako semakin kesurupan dan akhirnya
memeluk tubuh Aryanti dari belakang dengan kuat seiring
spermanya yang mengalir deras. Dengan usil Aryanti
memutar-mutar pantatnya, membuat Dako semakin tersika
dalam kenikmatan.
"Bajingaaaaann,,," rutuk Arga saat menyaksikan bagaimana
temannya orgasme dengan begitu dahsyatnya didalam tubuh
istrinya. Kakinya gemetar.
Sementara lantai di depannya berceceran sperma yang
kental... ya sperma Arga yang turut menghambur, seiring
teriakan nikmat kedua temannya.
"Aaahhh,, payaahh,, baru segitu aja sudah tepar,,,aku kan
belum apa-apaaa,, kalian tak ada apa-apanya dibandingkan
keberingasan suamiku di atas ranjang,," dengus Aryanti,
lidahnya masih menjilati lubang kencing Pak Prabu, sementara
pantatnya masih bergerak ke depan dan ke belakang,
memainkan batang Dako, yang tersandar di kursi menikmati
keindahan pantat montok Aryanti yang begitu sensual
bergoyang.
Di balik persembunyiannya Arga tersenyum kecut, tapi tetap
saja kata-kata Aryanti membuatnya bangga, sedikit
mengobati hati yang remuk redam.
"Kenapa cantik,, kesal yaaa?" Ledek Pak Prabu, seraya
menarik kaos Aryanti keatas.
"Aku yang kanan!!!,,,"
"Okeee,, Aku yang kiriii,,"
"Oooowwwhhhhsssss,,, kaliaaaannnn iniiii,,," Aryanti terpekik
seketika, kedua payudaranya dimainkan oleh Pak Prabu dan
Dako bersamaan, seperti anak kecil yang berebut bakpao
besar.
"Heeeiii,,, kenapaa batang kalian masih sangat kerass?,,,"
Aryanti terkaget saat menyadari batang besar yang kini
mengusap-usap pipinya dan batang yang bersemayam dalam
anusnya ternyata masih tetap seperti semula, keras
menantang.
"Jangaaann,, jangaaaann,,, owwhhh tidaaak,,, apa kalian jugaa
meminum jamu Lik Marni?,,,"
Pak Prabu tertawa, tidak menjawab pertanyaan Aryanti. "Siap
untuk pertarungan yang sesungguhnya cantik?,," wajah
Aryanti tiba-tiba sumringah, jantungnya berdetak keras,
merinding membayangkan permainan seperti apa lagi yang
akan terjadi.
"Dako,, apa kau ingin bertukar tempat?"
"Ohh tidak,,trimakasih,,, aku masih belum puas menikmati
pintu belakang ini, lagipula,, Sepertinya Aryanti juga belum
mengeluarkan kemampuannya yang sesungguhnya.
Aryanti tersipu malu, dalam fantasi gilanya, hasrat akan
permainan seperti ini memang telah lalang merongrong
hatinya. Wanita itu membuka kedua kakinya, mempersilahkan
Pak Prabu untuk mengambil tempat di antara
selangkangannya.
"Ooowwwhhhhsss,,,, batangmu mulaaaaiii membuaaaatss
tubuuuhh ku begitu penuhhh Paaak,,," rintih wanita itu, seiring
batang Pak Prabu yang merangsek memaksa masuk lorong
vaginanya, bersaing dengan batang Dako yang menjajal lorong
anusnya.
"Ooopppsss,,, Shhiiitttt,,, ini benar-benaaar gilaaa,,, adegan
seperti ini sering kulihat di videoo,, tapi tidaaak menyangka
jika bakal sedahsyat ini,,, bukan begitu Pak Prabu,,? Tangan
Dako meremasi payudara Aryanti, matanya terpejam
menikmati batangnya yang semakin tergencet di lubang
belakang Aryanti.
"Yeeeaaahhhhh,,, ini benar-benar
dahsyaaaaat,,,eeeengggghhh,,,tubuhku berhasil melumat
batang kaliaaann,, Oooowwwhhhh,,, tidaaaakk,,,"
Tubuh Aryanti bergetar, saat merasakan batang Dako dan Pak
Prabu yang bekerjasa, keluar masuk menusuk tubuhnya begitu
dalam.
Layaknya dua buah piston yang begitu teratur, bergantian
menusuk tubuh basah Aryanti.
"Paaaaakk,,, jaaangaaaaannnn,,,"
Mata Aryanti melotot, berusaha menahan rasa nikmat dari
aksi brutal teman-teman suaminya, terlihat jelas bagaimana
wanita berkeringat itu menahan orgasme yang menggulung.
Yaaa,, Aryanti tidak ingin takluk terlalu cepat dalam himpitan
dua tubuh lelaki.
"Aaaaggghhhh,,, Dakooooo,,,, sakiiiiittt,, kau
curaaaaang,,,,Emmmmhhhh,,, "
Aryanti merintih tertahan merasakan putingnya yang digigit
oleh Dako, tapi justru karena itulah Aryanti menuai orgasme.
"Hahahahahaa,,, bagaimana sekarang?,,," tanya Dako,
tangannya seakan tak puas terus meremasi payudara Aryanti.
"Sepertinya dia memang kewalahan meladeni kita,, Hahahaa,,,"
timpal Pak Prabu, melepaskan batangnya dari jepitan Aryanti.
"Hehehehehee,, jangan bercanda, posisi kita semua sekarang
adalah sama, 1-1,,," jawab Aryanti terengah-engah, Aryanti
menarik leher Pak Prabu mendekat, lalu melumat bibir
atasannya itu dengan liar.
"Eeeemmmppphhhh,,,, masukkan kembali batangmu
ketubuhhh kuuuu,,, Aaaahhh,,, yaaa,, aaakuuu beluuumm,,,
menyeraaaahh,,"
Tubuh Aryanti kembali terhempas, kakinya yang menopang
tubuh gemetar, terombang-ambing di antara dua serangan
pejantan. Mulutnya bergantian meladeni permainan lidah Dako
dan Pak Prabu. Hingga beberapa menit selanjutnya Dako
berteriak frustasi. Hidung Dako terbenam di ketiak Aryanti
membaui aroma wangi keringat dari tubuh istri Arga itu, tapi
justru membuat pertahanannya semakin melemah, tak mampu
lagi menahan kenikmatan yang ditawarkan anus Aryanti.
"Siaaaalll,,, akuuu ga kuaaaat lagiiii,,,"
Pak Prabu pun tak jauh berbeda, hidungnya mendengus liar
dengan mulut tersumpal jari-jari kaki Aryanti yang dijilatinya.
Tanganya memeluk dan mengelusi sekujur batang paha yang
mulus, sementara pantatnya seakan tak terkendali merojok
kemaluan Aryanti, "Shhiaaaaalllhhhh,,,," Pekik Pak Prabu tak
jelas. Kondisi Aryanti yang lebih tragis, harus menggigit
bibirnya coba mengenyahkan rasa nikmat, orgasme dapat
menyapanya kapan saja. Menaklukkan kejantanan kedua
pejantan itu adalah tekadnya, tapi tubuhnya berkata lain.
"AAAAGGGGHHHH,,,, TUUUSSSUUK YAAAANG
DAAAAALAAAAAMMM,,,"
"AAAAKUUU MENYEEERAAAAAHHH,,, OOOWWWHHHHSSS,,,,,
EEMMMHHHH,,,"
"UUUGGGHHHH,,, GILAAAAA KAAMUUUU
YAAAAAANNNN,,,,GIILAAAASSSHHH"
Ketiga anak manusia itu menjerit bersamaan, menjepit tubuh
mulus yang berkelojotan, bermili-mili sperma menghambur ke
dalam tubuh si betina yang terus menjerit histeris dengan
orgasme yang paling gila, yang pernah dirasakan oleh
tubuhnya. Hingga tak ada lagi kata-kata yang keluar, hanya
dengus nafas yang berebut mencari oksigen. Sesekali pinggul
kedua pejantan masih bergerak mengejan, berusaha
menyerahkan tetes sperma yang tersisa kedalam tubuh milik
wanita cantik yang, terengah-engah sambil tersenyum penuh
rasa puas. Jantung Arga seakan berhenti berdetak, kakinya
serasa lumpuh, Wanita yang begitu berati dalam hidupnya,
saat ini tampak bercucuran berkeringat, membisu dalam
genangan lendir para pejantan. Tiba-tiba mata Arga
menangkap kelebat bayangan dari jendela, bayangan yang
tercipta oleh cahaya lampu luar yang menunjukkan
keberadaan seseorang juga mengintip kejadian itu. Perlahan
berjalan menjauh menuju tepian pantai.
"Siapa pula itu,,," gumam Arga penuh curiga dan rasa was-
was, takut bila pemilik bayangan itu adalah juga seorang
pejantan, dan nantinya menagih hal yang sama kepada
istrinya.
Arga menarik nafas panjang, menguatkan hati, baginya tak
ada lagi yang harus dibuktikan. Mengendap-endap di
kegelapan meninggalkan pergumulan panas Aryanti, berusaha
menuju pintu dengan kaki gemetar.
"Aku rasa tubuhmu masih mampu untuk menahan beberapa
serangan lagi,,"
Sebelum menghilang dibalik pintu, Arga kembali menoleh ke
belakang, tampak Aryanti tersenyum lemas, tubuhnya
terhuyung saat Munaf membaringkannya ke atas meja.
Sementara di atas karpet lantai, Andini tersenyum pucat saat
Pak Prabu dan Dako menghampirinya. Mata Arga menyapu
pantai yang gelap. Sesekali mencoba mengatur nafas untuk
meredakan emosi di hati, marah, kecewa, sedih, dan gelora
birahi membaur di dada yang masih bergemuruh. Tertatih
dalam samar cahaya bulan yang dilumat oleh awan mendung.
"Wajar saja Adit sampai pingsan,," gumamnya sambil tertawa
lirih. Teringat bagaimana ia menyenggamai istri Adit yang
belia dengan penuh nafsu tepat di hadapan lelaki itu.
Meski Arga telah mencicipi beberapa wanita di petualangan
pantai itu, tapi ternyata hatinya juga belum siap untuk
menerima perlakuan yang sama atas istrinya. Begitupun saat
birahi menyeruak dihatinya ketika menyaksikan pergumulan
Aryanti, namun hatinya tetap saja terasa sakit saat melihat
teman-temannya yang tertawa terbahak sambil
menghamburkan sperma dan memenuhi kemaluan istrinya.
"Aryanti hanya sedang mabuk,,," bisik Arga sambil berusaha
tersenyum. Mencoba menguatkan hati, Kepalanya terdongak
mencoba mengisi penuh rongga paru dengan udara pantai.
Lalu menghembus dengan pelan.
"Argaaa,,,"
Deg!!!,,,
"Siapa?,,," Arga menoleh ke kiri dan ke kanan, matanya
menyipit mencoba mencari tau saat mendapati sosok yang
duduk bersandar pada sebuah pohon kelapa, yang baru
tumbuh sepanjang tiga meter.
"aku,, Zuraida,," suaranya begitu pelan, hampir tak terdengar
tergulung suara ombak.
"Heehh?,, Zuraida,, lagi ngapain disitu"
Arga mendekat, menghempas pantatnya di atas pasir, di
samping dokter muda itu.
"Sebenarnya apa yang ada dibenak para lelaki, saat
mendapati wanita yang mungkin saja dapat
ditaklukkannya?,,," tanya Zuraida lirih.
Arga mencoba mengamati wajah Zuraida namun tak terbaca
di kegelapan.
"Apa kau juga melihat kejadian tadi?,,," Arga justru balik
bertanya. Mencoba menerka-nerka suasana hati istri
temannya itu. Mungkin kondisinya juga tak berbeda jauh
dengan dirinya.
"Yaa,, aku melihat semuanya,,,"
"Apa sih sebenarnya yang kalian rencanakan dalam liburan
ini,,, kalian,, kaliaan,, begitu berbeda dengan keseharian yang
kukenal,, begitupun Dako, suamiku, tidak biasanya dia
meminta ini itu kepadaku,,"
DEGG!!!,,, Arga bingung bagaimana harus menjawab
pertanyaan Zuraida, menatap lekat wajah bening yang
menerima sinar rembulan, yang perlahan terbebas dari
gulungan awan.
"Cantik,," gumam lelaki yang tengah terluka itu, pesona
keanggunan Zuraida, perlahan mengenyahkan perih hati.
Mata Arga mengaggumi lekukan dagu yang menjutai di bawah
bibir yang mungil, menyusuri garis hidung mancung yang
bertaut pada mata yang memiliki tatapan tajam, bulu mata
lentik seakan semakin menyempurnakan kecantikan yang
dimiliki seorang Cut Zuraida. Zuraida menoleh saat merasa
dirinya terus diamati lelaki disampingnya, mendapati mata
Arga yang penuh rasa kagum akan kecantikannya. Perlahan
bulir air mata menggenang di pelupuk, menciptakan kilatan
kecil yang mendayu.
"Apa kau ingin membalas ulah suamiku, atas istrimu?,,," tanya
Zuraida seiring air mata yang mengalir tak terbendung.
Arga terkaget dengan ucapan Zuraida, dan semakin kaget
saat wanita itu dengan perlahan membaringkan tubuhnya di
atas pasir, menarik turun risluiting sweater yang melindungi
tubuhnya dari sergapan angin pantai. Arga menahan nafas
ketika jemari lentik yang gemetar, dengan rasa takut wanita
anggun itu menarik bagian bawah kaosnya ke atas, perlahan
memapar perut yang rata dan mulus, terus naik keatas hingga
tiba pada sepasang payudara yang didekap bra merah muda.
Payudara yang kencang meski pemiliknya tengah berbaring,
sedikit lebih kecil dari milik Aryanti. Tapi gumpalannya begitu
sempurna. Wajah Zuraida menoleh menjauhi tatapan Arga,
menatap gulungan ombak dengan tatapan kosong.
"Lakukankanlah, untuk memuaskan hasrat lelakimu,,, puaskan
sakit hatimu pada suamiku,,, lalu anggaplah semua tidak
pernah terjadi," bibir Zuraida gemetar bergerak mengucap
kata, dengan air mata yang semakin deras mengalir.
Mata Arga melotot mendengar tawaran Zuraida yang pasrah,
tubuh dan kecantikan wanita itu begitu sempurna di mata
Arga. Aryanti memang cantik, tapi Zuraida memiliki
keanggunan seorang wanita yang tidak dimiliki istrinya.
Tangan Arga terkepal erat menahan birahi, tubuh itu, yaa
tubuh itu telah menawarkan diri untuk dinikmati.
"Tutuplah tubuhmu,,, dan bangunlah,,, udara pantai terlalu
dingin dan keras untuk tubuh indahmu,,"
JLEGG!!!....
"Juancuuk kau Argaaa,,,menolak tubuh seindah itu,," setan
dihati Arga menyumpah atas kata-kata yang mengalir dari
bibir lelaki itu.
Arga benar-benar tak percaya dengan apa yang diucapkannya,
sejak kapan ia menjadi seorang idiot seperti ini. Kecantikan
Zuraida dan misteri keindahan tubuhnya yang bertahun-tahun
menjadi fantasi, tersia-sia oleh ego kepahlawanannya.
"Ternyata benar,, kau memang berbeda,,tidak seperti
mereka,,," ucap Zuraida yang tergopoh bangun dan menutupi
tubuhnya. Wajahnya memerah tidak percaya dengan apa yang
baru saja dilakukannya, seorang wanita baik-baik dengan
pasrah menyerahkan tubuhnya untuk dinikmati lelaki lain.
"Berbeda bagaimana?" Arga terkekeh mendengar kata-kata
Zuraida, tak taukah wanita itu jika dirinya juga petualang
birahi, bahkan sebelum menikah dirinya pernah membeli
perawan seorang gadis kelas satu SMP hanya untuk
memenuhi rasa penasaran.
"Yaa,, kau berbeda, saat teman-temanmu berlomba menggoda
diriku di pantai ini, bahkan beberapa kali mencolek beberapa
bagian tubuhku dengan alasan tak sengaja, tapi kau,,, justru
lebih suka menyendiri. Tak mempedulikan aku dan wanita-
wanita di sekelilingmu. Kau hanya peduli pada istrimu.
"Wuedaaaann,, kau salah Zuraida,,, di pantai ini justru akulah
yang pertama kali menghambur sperma ke tubuh istri
temanku,," teriak hati Arga, namun tak berani terucap.
"Itu karena kau juga berbeda dari wanita lainnya,, kau begitu
anggun, begitu sempurna di mataku,,,harus kuakui aku sangat
mengagumi,"
Kata-kata Arga mengagetkan Zuraida, menatap wajah lelaki
itu dengan hati tak menentu.
"Terimakasih karena sudah mengagumiku,," ucap Zuraida
dengan nada bercanda, berusaha mencairkan suasana yang
dingin membeku. "Tapi aku takkan mengulangi kebodohan
diriku tadi, salahmu tak memanfaatkan kesempatan,,
hehehe,,,"
Srsrsrrrrtttt... Zuraida menarik resluiting sweaternya, menutup
rapat tubuhnya dari sergapan angin pantai yang dingin.
Arga tersenyum kecut, "Ingat ya cantik, Aku tak menyesal
koq,, karena aku ingin terus mengaggumi,, maka tetap seperti
ini," ucap Arga seraya mengusap pipi Zuraida.
"Gombaaalll,,, baru kali aku mendengar kau
menggombaaal,,hahahaa,,," Zuraida tertawa melihat gaya
Arga, tapi hatinya berdebar tak karuan, ada desir dihati yang
telah lama tak dirasakannya.
"Hahahahaaa,,," Arga ikut tertawa, sepertinya kedua insan itu
sepakat untuk mengenyahkan sakit hati mereka terhadap
pasangan masing-masing.
"Ayolah kita kembali,,, udara disini terlalu dingin untukmu,
cantik," ucap Arga, lalu beranjak, membersihkan celananya
dari pasir.
"Arga,, tunggu,," Zuraida menahan tangan Arga agar kembali
duduk.
Sesaat Arga menatap mata Zuraida yang begitu dekat
dengan wajahnya, menatap sendu, ada getar dari mata indah
itu, yang tak bisa diartikan oleh Arga. Tanpa diduga bibir
mungil Zuraida terbuka, mendekat, mengecup bibir Arga
dengan lembut. Arga tersentak, bibir itu begitu lembut dan
hangat.
"Boleh minta lagi?,,"
Zuraida tersipu malu, menunduk layaknya gadis belia yang
baru mengenal cinta.
"Boleh?,,," tanya Arga kembali sambil mengangkat dagu
Zuraida.
Dada Zuraida berdetak cepat saat dagunya mengangguk,
memberi izin pada Arga untuk menjamah bibirnya. Lalu
terpejam ketika bibir Arga mengatup bibir bawahnya, melumat
lembut, menyapu bibir nya denga lidah yang basah, perlahan
masuk menyelusup mencari lidah Zuraida.
"Eeemmmpphhhh,, Ghhaaa,," Zuraida melenguh saat lidah
mereka bertaut, membelit, menghisap, bertukar ludah dengan
penuh hasrat.
"Eeeengghhhh,,,Argaaaa,,,uuuhhhh,,," Kepala Zuraida terbenam
dileher Arga, seakan tak percaya dengan apa yang
diperbuatnya, jemarinya yang lentik, menuntun tangan Arga
memasuki sweater dan kaosnya, terus masuk hingga jemari
kekar itu menangkup payudaranya.
"Oooooowwwsssshhhhh,,,,,eemmmpphhhh,,,"
Zuraida semakin tak percaya, ketika naluri memaksa tangan
kirinya menarik tubuh Arga untuk menindih tubuhnya yang
perlahan menjatuhkan diri kepasir yang putih.
"Gaaa,,"
"Iyaaa cantik,,"
Sesaat hening, Zuraida bingung untuk berkata apa, saat mata
mereka saling menatap,, sementara jari-jari kanan Arga
tengah berusaha menyelusup ke dalam bra, untuk
mendapatkan puting yang telah mengeras.
"Ooowwhhh,, Aaakuuu menyukaaaimuu sejaak duluuu,,
kenapa kauu membiarkaan Dakoo memilikiku Gaaa,," rintih
Zuraida sambil menikmati kemahiran jari-jari Arga yang
berhasil mendapatkan putingnya.
Tiba-tiba Arga menghentikan aksinya, menarik tangannya
keluar, lalu mengecup bibir Zuraida dengan sangat lembut.
"Suatu saat kau akan tau dan mengerti, dan tetaplah menjadi
bintang yang tak terjangkau oleh tanganku yang kotor, agar
aku bisa terus mengaggumi," ucap Arga sambil tersenyum,
mendamaikan.
"jangan berharap terlalu besar Ga,, Aku tidak seindah yang
bayangkan,," jawab Zuraida, telapak tangannya yang lembut
mengusapi pipi Arga penuh rasa sayang.
"Sini,, masuklah dalam pelukanku,,, aku ingin tidur sambil
memeluk wanita yang kukagumi,,"
"Tidur? Disini? Di pantai ini?,,,"
Arga mengangguk pasti, disambut senyum Zuraida yang
beringsut masuk dalam pelukan Arga.
Bersambung....

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.