Jumat, 06 Maret 2015

Holiday's Challenge Epilogue : Gadis Pemenang 4 (Final)

Tadi malam benar-benar pengalaman yang sangat indah dan tak
terlupakan untuk Malih. Seumur hidupnya, baru tadi malam dia
merasakan yang namanya pesta sex. 3 pria bangkotan dengan 4 gadis
belia cantik. Dalam 1 malam saja, dia bisa menikmati tubuh 3
mahasiswi-mahasiswi yang cantik jelita itu. Belum lagi tadi malam,
sebelum tidur, burungnya di-'nina bobo'-kan oleh Riri dan Lina. Dan
pagi ini pun, Malih bisa merasakan betapa nikmat hidupnya yang
sekarang. Pria tua itu tidur telanjang dengan 2 bidadari yang
memeluknya dengan sangat erat. Payudara Riri dan Lina melekat erat
di tubuh kurus Malih bagaikan tertarik magnet. Hangat dan empuk
sekali dipeluk 2 gadis sekaligus. Apalagi tubuh keduanya harum, tak
mungkin Malih mau membangunkan mereka.
"emm...", tak lama Riri terbangun.
"pagi, non...", sapa Malih ke bidadari cantik itu.
"pagi, Pak....", jawab Riri dengan wajah masih mengantuk, namun
tersenyum.
"emm...Lina udah bangun, Pak ?".
"belum, nih masih tidur...". Riri memperat pelukannya. Dia masih
mengumpulkan kesadarannya.
Si pejantan bangkotan dan si bidadari cantik itu tak berbicara namun
saling menikmati kehangatan tubuh satu sama lain. Tiba-tiba, Riri
mengelus-elus tongkat Malih yang memang berdiri karena ereksi pagi.
"emm, punya Pak Malih udah bangun juga...", ucap Riri dengan nada
yang sangat manja dan mesem-mesem sendiri.
"iyaa non...hehe...". Meski sudah tua, namun kejantanan Malih masih
seperti muda dulu, selalu ereksi setiap paginya. Riri tentu sudah hafal
akan hal itu, setiap pagi dia selalu digagahi Malih. Aktivitas pagi yang
tak pernah dilewatkan mereka berdua satu hari pun. Bahkan, Riri tak
keberatan terlambat jika mendapat kuliah pagi hanya untuk melayani
nafsu pejantannya yang sudah tua bangka itu. Riri selalu
menyempatkan waktunya untuk bercinta dengan Malih. Gadis muda
yang cantik itu ingin Malih tahu kalau dia benar-benar mencintainya
sehingga pria tua nan kurus yang dicintainya itu bisa mengakses
tubuhnya kapanpun dan dimanapun. Dan tadi malam, Riri juga sudah
membuktikan kalau dia mau melakukan perintah apapun dari Malih,
termasuk melayani nafsu pria lain. Memang Riri telah berjanji pada
dirinya sendiri, tak akan ada pria lain yang bisa menjamah tubuhnya
selain Malih, tapi kalau pria tersebut sudah mendapat izin dari Malih,
Riri akan melayani pria tersebut seperti ia melayani Malih dengan
tubuhnya. Sungguh cinta yang aneh. Padahal Riri adalah seorang
mahasiswi, seorang gadis muda yang sangat cantik, kulitnya putih
mulus tak ada goresan sedikitpun, dan tubuhnya yang sangat kencang,
mulus, serta sexy. Para lelaki tentu akan berusaha mati-matian untuk
bisa mendapatkan 'layanan' dari Riri, bahkan mungkin akan membayar
Riri lebih dari Rp. 2.000.000 hanya untuk melihatnya menari striptease.
Namun, Riri sangat mencintai Malih, dan memberikan tubuhnya
sepenuhnya untuk pria tua itu. Cinta memang buta, tak mengenal usia,
harta, atau golongan. Rasa nyaman dan kagum yang membuat Riri
sangat mencintai Malih dan menyerahkan jiwa dan raganya untuk laki-
laki pemulung sampah yang sekarang menjadi supirnya itu.
Buktinya, tadi malam meski Riri memang tak bisa mengelak kalau dia
mendapatkan kenikmatan luar biasa dari Asep dan Karjo yang
mengeroyoknya, tapi dia merasa ada yang kurang. Dan saat ia bercinta
dengan Malih, barulah ia menemukan rasa kurang itu sehingga Riri
merasa 'panas', lepas, liar, nakal, dan sangat bergairah. Tak hanya
Riri, Malih juga merasa seperti itu, dia merasa 'hidup' saat bergumul
dengan majikannya yang cantik itu. Tanpa berbicara, Riri terus
memainkan 'otong' Malih. Tangannya yang halus kelihatan asik sekali
bermain-main dengan batang kebanggaan Malih. Mengelus-elus,
membelai, dan mengocok-ngocok tongkat Malih. Tentu Malih merasa
keenakan. Tapi, ada tangan lain yang menjamah alat kawin Malih. Ya,
Lina sudah bangun dan sekarang sedang meremas-remas lembut
kantung pelir Malih.
"non Lina....?".
"pagi, Pak...". Lina terlihat masih setengah sadar, namun tangannya
tetap meremas-remas zakar Malih seakan sudah terprogram untuk
melakukan itu walau masih belum sadar.
Nikmat sekali rasanya. Kedua tangan gadis belia itu begitu halus,
Malih sangat menikmatinya. Pagi-pagi 'onderdil'nya sudah dielus-elus
oleh 2 ABG yang cantik dan sexy. Malih sampai mencubit perutnya
sendiri untuk memastikan ini bukan mimpi. Kedua gadis itu kelihatan
asik sekali memainkan burung Malih dengan tangan mereka seperti
sedang bermain dengan 'peliharaan' mereka.
"Lin, mandi yuk, badan gue udah gerah nih...", ujar Riri.
"ayuuk...".
"Pak, kita mandi dulu yaa. ccpphhh hemmm...". Riri dan Lina
bergantian mengecup mulut Malih sebelum turun dari tempat tidur dan
menuju kamar mandi. Baik Riri atau Lina, keduanya menengok ke Malih
sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Pintu kamar mandi juga
dibiarkan terbuka lebar. Jelas sekali kalau kedua bidadari cantik itu
'mengundang' Malih untuk mandi bersama. Malih langsung lompat dari
tempat tidur, tak mau melewatkan 'undangan' mandi bersama dari 2
bunga kampus itu. 'senapan' laras panjangnya pun sudah terisi, pria
tua itu sangat siap untuk 'menginterogasi' 2 mata-mata bahenol yang
ada di dalam kamar mandi.
Malih langsung tertegun ketika masuk ke dalam mandi. Pemandangan
yang sungguh seksi dan porno sekaligus memanjakan mata Malih.
Pemandangan Riri dan Lina yang berpelukan erat dan bercumbu penuh
gairah dalam keadaan basah kuyup disiram air yang keluar dari
pancuran. Batang Malih langsung mengacung keras. Malih pun
mendekati mereka.
"katanya mau mandi, tapi kok malah cipokan sih ? hehe...", goda
Malih.
"iih, Pak Malih main masuk aja nih...", Lina balas menggoda.
"abis pintunya gak ditutup...".
"hehe...yaudah, Pak..sini...". Riri dan Lina pun menarik Malih untuk
bergabung.
Malih pun diapit Lina dan Riri
dari depan dan belakang.
Tangan kedua dara cantik itu
menjalari tubuh kurus Malih.
Mengelusnya dan
mengurutnya dengan lembut.
Benar-benar fantasi yang
paling liar yang pernah
dipikirkan Malih. Mandi
bersama 2 orang gadis muda
yang begitu cantik dan sexy.
Apalagi keduanya sengaja
menempelkan payudara
mereka ke tubuh Malih dan
seperti mengurut Malih
dengan payudara mereka.
Memang sudah berkali-kali
Malih mandi bersama gadis
muda nan cantik yang tak lain
adalah Riri, namun baru kali ini pria tua itu mandi bersama 2 orang
ABG sekaligus, sangat beda rasanya! Rasanya bagaikan raja yang
sedang dilayani 2 selir cantiknya. Lina dan Riri bergantian melumuri
kedua buah payudaranya mereka dengan sabun cair sampai terlihat
mengkilat, berbusa, dan sangat licin. Payudara bulat nan kenyal milik
Riri dan Lina tak ubahnya seperti sponge untuk menyabuni tubuh
Malih. Tangan Riri bertugas menyabuni kantung pelir Malih sementara
tangan Lina bagian batangnya. Senjata Malih keras bagai sebatang
kayu tua. Lina bergumam sendiri, begitu keras, begitu kokoh, dia terus
mengocok perlahan batang kejantanan Malih dengan gemas. Gadis
hyperseks itu sudah gemas ingin merasakan vaginanya ditusuk benda
tumpul yang sangat keras itu. Lina sudah mengerti betul perasaan Riri.
Mengapa sahabatnya itu tak pernah menolak jika Malih ingin
menggumulinya. Ditusuk benda sekeras itu pasti akan membuat semua
wanita tak mampu menolak untuk merasakannya lagi. Tiba-tiba Lina
jongkok.
"ummm eemmhhh mmmmhhh mmmpphhh cccppphhh". Dengan
lahapnya, Lina menyedot-nyedot 'sedotan' jumbo milik Malih. Lidah
Lina melilit di sekujur batang Malih.
"ckk ckk cckk", tak lupa Lina mengocok kemaluan kekasih sahabatnya
itu dengan mulutnya.
"ooh enaaakkhhh nooonnnn", erang Malih merem melek keenakan.
"aahhh ?", Malih merinding, dia melihat ke belakang, ternyata lubang
pantatnya sedang digelitik oleh Riri dengan lidah. Bagian bawah tubuh
pria tua itu sedang 'dibersihkan' oleh 2 wanita sekaligus. Nikmat
sekali rasanya, apalagi saat Riri mencolok-colokkan lidahnya dan Lina
menyentil-nyentil lubang kencing Malih di saat bersamaan. Malih
merasa seperti dewa yang sedang dipuja-puja oleh pengikutnya.
Malih iseng memutar tubuhnya sehingga kini Riri yang mengulum
kemaluannya dan Lina yang 'menceboki' pantatnya. Tak hanya Riri,
Lina juga tak segan-segan menjilati lubang pantat Malih. Kalau Riri
memang sudah terbiasa memandikan Malih dan menjilati tubuh pria
tua itu dari kepala sampai kaki termasuk menjilati lubang pantat Malih,
tapi Lina baru kali ini memandikan Malih, namun gadis cantik itu tak
terlihat jijik sama sekali, malah terlihat sangat menikmatinya. Sesi
mandi bertiga itu pun menjadi laga 'pertempuran' yang sangat panas.
Desahan, erangan, dan lenguhan baik Lina maupun Riri kencang sekali
saat tongkat Malih mengaduk-aduk vagina mereka. Sungguh
pertarungan yang sangat panas, dimana seorang pria tua dengan
tongkat perkasa melawan 2 gadis belia yang sangat tergila-gila
dengan kejantanan sang pria tua.
Sementara itu, di kamar lain, Intan sedang digenjot Asep di kamar
mandi sementara Karjo sedang menyodomi pantat Moniq sambil
'menyiksa' gadis imut itu dengan menarik rambutnya atau memelintir
kencang kedua puting Moniq dari belakang.
Betapa enaknya ketiga pria tua itu, pagi-pagi sudah bisa
melampiaskan nafsunya ke gadis-gadis cantik yang dengan senang
hati melayani mereka. Terutama Malih, tadi malam, Lina dan Riri
'mengantarkan'nya untuk tidur dengan cara yang nikmat, paginya
sudah bisa menggenjot kedua dara cantik itu lagi di dalam kamar
mandi. Mandi pagi yang sungguh mengasyikkan bagi Malih. Setelah
mengeringkan tubuhnya, Lina langsung ngeloyor keluar.
"lho ? non Lina ?!".
"ha ? kenapa, Pak ?", tanya Lina berhenti di ambang pintu.
"non Lina nggak pake baju dulu ?".
"ah nggak usah, Pak. udah pada tau ini...", ucap Lina santai sambil
mengedipkan mata dan menjulurkan lidahnya. Gadis bertubuh jenjang
itu pun keluar dengan santainya. Malih terbengong-bengong sendiri.
Bagaimana bisa seorang gadis muda kelihatan santai sekali keluar
kamar tanpa mengenakan busana apapun ?, padahal ada 3 orang pria
di dalam satu rumah yang sama? Kemarin memang nafsu Malih
memuncak melihat gadis-gadis cantik seperti Lina, Moniq, Intan, dan
Riri telanjang bulat di hadapannya, bahkan dia sempat mencicipi
kehangatan dari tubuh keempat gadis belia itu. Namun, rasanya kini
Malih malah merasa kasihan kepada 4 bidadari itu.
"ayo, Pak. kita turun...", ajak Riri menggandeng Malih turun ke bawah.
"oh iya, non...". Tak seperti Lina, Riri mengenakan pakaiannya. Ya
memang bukan pakaian yang terbilang sopan, tapi setidaknya tubuh
indah Riri tidak dipampang begitu saja seperti Lina. Malih cukup
terkejut saat sampai di bawah. Intan, Lina, dan Moniq tidak memakai
baju secuil pun. Mereka berlalu lalang tanpa canggung meski tak ada
sehelai benang pun di tubuh mereka.
"pagi, Pak...", sapa Intan sambil tersenyum.
"pa pagi, neng...", jawab Malih agak gugup. Malih bingung sendiri.
Tadi malam, kecantikan dan kemolekan tubuh ketiga dara belia itu
mampu membuat tongkatnya menjadi sekeras baja, bahkan beberapa
saat yang lalu, nafsu Malih begitu menggelora saat menyodomi Lina di
kamar mandi bersama Riri, tapi sekarang Malih sama sekali tak
bernafsu, dia cenderung miris dan kasihan melihat ketiga mahasiswi
'stres' tersebut. Telanjang di depan 3 pria yang seharusnya tak
dibolehkan memegang, bahkan tak boleh melihat tubuh mereka.
Harusnya tubuh mereka suci, hanya boleh dipegang oleh suami
mereka. Tapi, kenapa Asep dan Karjo bisa seenaknya menggerayangi
tubuh mereka bertiga. Lihat saja, kedua penjaga vila yang sudah
bangkotan itu bisa seenaknya menepuk pantat mereka, meremas-
remas payudara mereka, bahkan bisa mengobok-ngobok kemaluan
ketiga dara cantik itu tanpa perlu minta izin terlebih dahulu.
Baik Intan, Moniq, maupun Lina hanya tertawa kecil dan mendesah
manja saat Asep atau Karjo mengusili mereka sambil terus masak dan
beberes vila. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan Asep dan Karjo.
Kedua penjaga vila itu malah santai sambil 'mengganggu' ketiga dara
cantik tersebut. Benar-benar tidak ada harganya sebagai perempuan,
pikir Malih. Malih melengos saat melihat Asep sedang menggesek-
gesekkan bagian bawah tubuhnya yang masih diselubungi celana ke
pantat Lina yang telanjang sambil asik menggrepei payudara kenyal
gadis bertubuh jenjang itu.
"ah Mang Asep aahh...", desah Lina manja tapi membiarkan Asep
melakukan 'dry hump' ke pantatnya sambil meneruskan memotong
sayuran.
Seharusnya pemandangan seorang pria tua seperti Asep yang masih
berpakaian lengkap menggesek-gesekkan selangkannya ke pantat
seorang gadis cantik yang telanjang bulat seperti Lina sanggup
membangkitkan gairah siapapun, khususnya pria. Namun, Malih malah
merasa sangat kasihan, baik Lina, Intan, maupun Moniq benar-benar
sudah tak ada harganya, bahkan di mata pria tua yang seharusnya
tunduk kepada mereka karena mereka majikannya. Malih merasa kalau
ketiga teman majikan cantiknya itu benar-benar 'sakit'. Sakit karena
ketiga dara cantik itu dengan senang hati dan tanpa paksaan sedikit
pun, memperbolehkan pria-pria tua seperti Asep dan Karjo untuk
meniduri mereka. Pelacur yang memang di anggap rendah oleh
masyarakat pada umumnya, malah lebih 'berharga' di mata Malih.
Setidaknya para pelacur melayani pria hidung belang untuk mencari
uang dan menyambung hidup, sedangkan mereka bertiga? Malih
memandang Riri, tak terbayangkan kalau majikannya yang sangat
dicintainya itu akan jadi 'sakit' juga.
"ada apa, Pak ?", tanya Riri yang merasa diperhatikan.
"ah, nggak, non...".
"Bapak duduk aja dulu atau nonton tv. Riri mau bantu masak dulu
yaa...".
"iya, non...". Malih lebih memilih duduk menonton tv daripada melihat
Asep dan Karjo asik mengusili dara-dara cantik yang sibuk memasak.
Tapi, beberapa kali Malih melihat ke arah dapur, hanya untuk
mengecek Riri. Apakah gadis pujaannya juga diperlakukan tak senonoh
oleh kedua penjaga villa tua bangka itu ?. Ternyata tidak. Riri selalu
menghindar jika Asep atau Karjo mendekatinya. Cukup lega Malih,
majikannya itu tidak 'murah' seperti ketiga temannya. Tapi, Riri
kelihatan biasa saja bercanda dan mengobrol dengan Lina, Intan, dan
Moniq, padahal mereka bertiga tidak mengenakan pakaian, seolah-olah
sudah biasa saja bagi Riri.
"ayo, Pak Malih ! makan ! udah siap nih !", teriak Moniq.
"iya, non...". 3 orang pria tua duduk dan makan bersama, semeja
dengan 1 orang gadis cantik yang mengenakan pakaian dan 3 orang
dara belia yang telanjang bulat.
Pemandangan yang sangat tak biasa
dan cukup aneh. Senda gurau Lina,
Intan, Moniq, Asep, dan Karjo
sepertinya tidak masuk ke hati Malih
dan Riri. Mereka berdua saling
pandang jika tak diajak ngobrol.
Pandangan mata Malih mengisyaratkan
kalau 'dia tak ingin berada disini'.
Makan siang yang tak nyaman bagi
Malih dan Riri pun berakhir. Malih
mencari tempat sepi untuk merenung,
di dalam mobil Riri. Malih
merenungkan perbuatannya, tidak
hanya perbuatan di villa, tapi juga
perlakuannya kepada Riri semenjak
kenal dengan Riri. Awalnya, memang
Riri sendiri yang membujuk Malih
untuk bersenggama. Tapi, selanjutnya,
Malih terus menikmati tubuh gadis
cantik itu tanpa memikirkan
kondisinya. Meski sedang capek, depresi, sedih, ataupun sedang ada
masalah, Riri selalu tersenyum dan memberikan kehangatan tubuhnya
kepada Malih. Padahal Malih hanya supirnya yang sudah tua dan juga
jelek.
Malih tahu kalau Riri begitu mencintainya, dan Malih pun menyayangi
Riri. Tapi, apakah aku pantas mendapatkan non Riri ?, tanya hati kecil
Malih. non Riri masih muda, cantik, kaya, dan baik, apa dia harus
memberikan semua kelebihannya itu kepadaku ?. Semakin menambah
rasa bersalahnya, Malih ingat kejadian tadi malam, dimana dia
'menukar' Riri dengan tiga bidadari yang hanya cantik luar saja. Air
mata merembes keluar dari mata Malih, tega-teganya membiarkan 2
orang pria menggagahi gadis yang sudah sangat baik kepadanya
hanya untuk menyetubuhi 3 gadis lainnya. Benar-benar tak tahu cara
membalas budi, timpal hati Malih. Hari sudah menuju malam.
Sepanjang sore dihabiskan Malih di dalam mobil. Malih memutuskan
untuk kembali ke dalam villa.
"Pak Malih dari mana ? kok baru keliatan ?", sapa Asep yang sedang
mengobrol dengan Karjo di teras.
"iya, Mas Asep. tadi abis ketiduran di mobil...".
"oh. Pak Malih, sini bentar...".
"iya, Mas ?".
"boleh nggak kita ngentot sama non Riri lagi ? hehe...kita berdua
ketagihan disepong non Riri. muanteb banget. ya nggak Jo ?".
"iya, Pak. hehehe...apalagi meki non Riri. sempit 'n peret minta ampun.
mesti tarik-ulur 5x baru kontol saya bisa masuk semuanya".
"gimana, Pak ?".
"....".
"ya kalau Pak Malih keberatan. kita keroyok non Riri aja sekalian. Pak
Malih dapet memeknya, saya pantatnya, nah si Asep dapet mulutnya.
gimana, Pak ?".
"MAAF !! NON RIRI BUKAN PELACUR DAN SAYA BUKAN GERMO !!!!",
Malih benar-benar geram luar biasa. Majikan tercintanya dibicarakan
seperti tak ada harganya. Malih masuk ke dalam dan naik ke atas,
menuju kamar Riri.
"Pak Malih dari...ma..na....", Lina tak jadi bertanya. Dia memandang
Riri dan menyuruhnya menyusul Malih dengan gerakan isyarat kepala,
lalu Lina ke teras untuk mencari tahu dari Asep dan Karjo.
"tok tok tok !!". Riri masuk ke dalam kamar dan melihat Malih sedang
memasukkan baju mereka berdua dari lemari ke dalam koper.
"Bapak kenapa ?", tanya Riri, suaranya lembut.
"non...". Malih langsung memeluk Riri sambil mengeluarkan air mata.
"...". Riri diam, membiarkan Malih memeluk dan menangis.
"maaf..maafin Bapak, non...".
"ayo, Pak. kita duduk dulu....".
"ada apa sebenernya, Pak ? kenapa Bapak minta maaf ? cerita ke
Riri...", ucap Riri begitu lembut.
"Bapak bener-bener minta maaf..".
"iya, maaf untuk apa ?".
"kemarin malem, Bapak nyuruh non Riri ngelayanin Asep dan Karjo..".
"oh itu. Bapak nggak perlu minta maaf, Riri nggak marah sama
Bapak..", Riri tersenyum.
"tapi non, Bapak nyerahin non Riri begitu aja ke Asep dan Karjo cuma
buat tidur sama temen-temen non. padahal non Riri ngubah nasib
Bapak sampai jadi seperti ini...". Riri langsung memeluk supirnya itu.
"yang udah lewat, jangan di omongin lagi, Pak". Tercipta momen sunyi
yang damai dan menenangkan.
"udah, Pak. nggak usah ngerasa nyesel lagi. Riri nggak apa-apa kok.
ayo, Pak. jangan sedih lagi. biasanya kan Bapak yang nasihatin Riri,
masa sekarang gantian sih ?", canda Riri untuk menyemangati Malih.
Malih pun tersenyum.
"Bapak mau pulang ?".
"ah..ng..nggak jadi, non....".
"kalau Bapak mau pulang, Riri juga...".
"tapi, non Riri ninggalin temen-temen non ?".
"ah, nggak apa-apa, Pak. Riri juga udah bosen di sini. ayo, Pak. kita
packing..".
"makasih, non...".
"sama-sama, Pak...", tutur Riri dengan riangnya. Benar-benar gadis
yang baik dan kuat. Malih sampai merinding, dia bisa merasakan cinta
Riri yang murni. Usai membereskan pakaian ke dalam koper, mereka
pun bersiap tidur. Riri memeluk Malih.
"non Riri nggak bakal berubah kan ?".
"berubah ? maksudnya ?".
"berubah jadi kayak non Lina, non Intan, sama non Moniq..".
"nggak, Pak. Riri emang nggak suci lagi, tapi Riri bukan penganut sex
sebebas-bebasnya kayak mereka".
"tapi kenapa non Riri tetep temenan sama mereka ?".
"Riri udah pernah cerita kan kalau Riri cuma pernah sex sama kakek tiri
n' 1 mantan pacar Riri ?".
"iya, udah, non...".
"nah alesannya, semenjak bosen pacaran, Riri ngerasa hidup Riri
hambar, biasa aja, pas ketemu Lina, Moniq, Intan jadi seru. denger
mereka gonta ganti cowok. seks sana, seks sini. seru aja gitu, Pak...".
"oh begitu ya, non..".
"iya, Pak. Riri bersukur banget ketemu Bapak".
"lho ? kenapa emangnya, non ?".
"iya, kalau nggak ketemu Bapak, mungkin Riri jadi kayak mereka...".
"apa hubungannya, non ?".
"iya, Bapak udah buat Riri nggak ngerasa kesepian lagi. Riri sayang
Bapak".
"Bapak juga...". Mereka berdua berciuman dengan sangat mesra,
hangat, dan lembut. Bercumbu berkali-kali, tapi keduanya tak ada niat
untuk merangsang. Mereka hanya ingin ermesraan sebelum akhirnya
benar-benar tertidur sambil berpelukan erat. Keesokan harinya, Malih
mengangkat koper dan barang bawaan lainnya.
"lho ? Ri, mau kemana ?", tanya Lina yang sekarang mengenakan
pakaian.
"gue sama Pak Malih mau pulang..gue lupa ada saudara yang mau
dateng ke rumah...", ujar Riri berbohong.
"ah nggak seru lo, Riri...", canda Intan.
"ya abisnya gimana dong ?".
"iya, yaudah nggak apa-apa, Ri...", Lina tahu alasan yang sebenarnya.
"Pak Malih. maaf yaa, kalau selama di sini, Pak Malih ngerasa nggak
nyaman".
"Mang Asep sama Mang Karjo juga minta maaf ke Pak Malih", timpal
Lina.
"iya, non. Bapak juga minta maaf, Bapak cuma nyusahin di sini.
yaudah, non, Bapak mau naro barang-barang di mobil dulu...".
"iya, Pak...". Malih kembali ke villa.
"Lin, Mon, Tan. gue pulang duluan yaa", Riri berpamitan dengan
memeluk dan cipika cipiki terhadap tiga temannya itu.
"non Lina. Bapak pulang dulu yaa...". Tiba-tiba saja Lina langsung
mencium kedua pipi kempot Malih.
"maaf ya, Pak", ucap Lina sambil tersenyum.
"non Intan, non Moniq...". Intan dan Moniq memeluk Malih.
"makasih ya, Pak".
Usai berpamitan, Riri dan Malih pun berangkat untuk pulang ke
rumahnya. 1 bidadari telah memisahkan diri dari teman-temannya
hanya karena seorang pria tua yang tidak suka dengan kelakuan
teman-teman sang bidadari. Tapi, Riri sama sekali tidak terpaksa. Dia
memang ingin pulang, dia rindu menghabiskan waktu berdua dengan
Malih, supirnya yang tua namun sudah di anggap Riri seperti belahan
jiwanya, cinta sejatinya setelah kakek tiri dan mantan pacarnya.
##################################
2 minggu berlalu, minggu depan sudah masuk semester baru. Seperti
biasa, Riri pergi ke atm untuk mengecek rekeningnya.
"tunggu bentar ya, Pak. Riri cuma mau ngecek doang...".
"iya, non...". Riri merasa bingung, rekeningnya bertambah 26 juta.
Biasanya, ayahnya mengirim uang sekitar 11 juta, 8 juta untuk bayar
semester dan 3 juta untuk jajan 1 bulan. Riri langsung sms ayahnya.
"Pah, Papah ngirim 26 ? biasanya cuma 11 ?".
"kemana kita sekarang, non ?", tanya Malih setelah Riri masuk ke
dalam mobil.
"hmm..kita makan aja yuk, Pak..".
"oke, non...mau makan di mana ?".
"hmm.....Riri lagi pengen makan spagheti nih, Pak. kita ke Pasta Cafe
aja yuk, Pak...".
"oke, non...". Riri menyenderkan kepalanya ke pundak Malih, dia
kelihatan manja sekali. Majikan yang masih belia dan sangat cantik
ngelendot manja ke supirnya yang sudah tua seperti sepasang kekasih
yang sedang bermanja-manjaan. Rasanya enak sekali hidup Malih saat
ini, bisa bermesraan dengan gadis cantik seperti Riri yang tak lain
adalah majikannya setiap hari. Bahkan, tak hanya bisa bermesraan,
tapi Malih juga bisa berhubungan intim dengan majikannya itu
kapanpun, tanpa ada yang mengganggu mereka. Sedang asiknya
bermanja-manjaan, sms masuk ke hp Riri.
"nggak sayang, Papa cuma ngirim 11 aja. emangnya kenapa ?".
"nggak tau nih, Pah. di rekening Riri ada 26. mungkin salah kali,
Pak...", balas sms Riri.
"aneh deh, Pak".
"kenapa, non ?".
"Papa bilang cuma ngirim 11, tapi di rekening Riri ada 26. apa salah
ya ?".
"mungkin salah kali, non...".
"tapi Riri cek 3x lho, Pak...".
"hmm. kata non Riri, non Lina sering ngirim uang ke rekening non
kan ?".
"oh iya..".
"halo, Lin..".
"eh ada apa Ri ?", jawab Lina lewat telpon.
"Lin..lo ngirim uang ke rekening gue ?".
"iya. lo menang taruhan".
"ha ? taruhan apa ?".
"taruhan siapa yang paling kuat ngejalanin hidup keras...awal kita
taruhan waktu itu".
"kok gue yang menang ? kan gue bilang nggak ikut taruhan itu ?".
"iya, tapi yang laen pada setuju kalo lo yang menang soalnya lo yang
paling serius bantu orang lain sampe ngangkat Pak Malih jadi supir
lo...".
"ah nggak ah. dari pertama gue nggak ikutan. ntar gue balikin uangnya
ke lo...".
"tapi, Ri....". Riri menutup telpon. Dia agak marah, rasanya membantu
Malih jadi cuma main-main bagi ketiga temannya padahal dia tulus
membantu Malih.
"ya udah, kamu urus aja ya..", sms balasan dari ayahnya.
Sudah teman-temannya tak menganggapnya serius, ayahnya tidak
terlalu peduli dengannya. Tiba-tiba Riri memeluk Malih. Malih tak
berkata apa-apa, dia cuma mengelus-elus kepala Riri. Dia merasa
kasihan terhadap Riri. Padahal Riri begitu sempurna, wajahnya sangat
cantik, tubuhnya indah dan padat berisi, sifatnya baik, dan juga kaya,
tapi dia selalu merasa kesepian dan kurang perhatian dari orang-orang
terdekatnya.
"maaf, non..". Riri melepaskan pelukannya dan menatap mata Malih.
Matanya sembab, Riri habis menangis tadi.
"kenapa, Pak ?".
"non Riri jadi makan ?".
"he emh. jadi, Pak...", ucap Riri tersenyum dan mengelap air matanya.
"kenapa non Riri nangis ?".
"Riri ngerasa sedih, Pak. nggak ada yang peduli sama Riri. semuanya
nggak ada yang perhatian sama Riri...". Kebetulan sudah sampai di
parkiran resto yang dituju, Malih bisa menatap mata Riri.
"maaf kalau Bapak lancang, non".
"ccpphh...mmmhhh cccpphh....", Malih mencium Riri.
Tentu Riri tidak menolak ciuman Malih, dia malah membalasnya. Gadis
muda dan pria tua itu sangat meresapi ciuman mereka, bibir mereka
tak henti-hentinya saling pagut dan lumat, lidah mereka saling
membelit. Riri menutup matanya, sangat meresapi ciuman lembut
Malih.
"hemmm cceepphh hhemmmhh...". Tanpa perlu melepas ciumannya,
keduanya saling mencengkram tangan. Ciuman Malih yang tiba-tiba
dan terkesan kurang ajar malah memberi dukungan moril ke Riri. Riri
jadi merasa nyaman dan seperti tahu kalau Malih adalah seseorang
yang akan memberikan perhatian dan kasih sayang yang selama ini
dirindukannya. Sekitar 1 menit mereka berciuman, Malih melepas
emutannya terhadap bibir Riri. Riri seperti masih terpaku dengan
ciuman lembut tadi, lihat saja matanya masih terpejam dan bibirnya
masih setengah terbuka.
"lagi....", lirih Riri pelan. Tentu tanpa pikir panjang, Malih langsung
mencumbu lagi majikannya yang cantik itu.
"cepphhh hmmmhh...".
"Bapak akan selalu sayang sama non Riri...non Riri jangan sedih lagi
ya..".
"makasih, Pak...", Riri tersenyum dengan bibirnya yang masih
berlumuran air liur Malih. Si pria tua mengambil tissu dan mengelap
mulut Riri.
"Bapak janji yaa ?".
"janji...". Mereka berdua mengaitkan kelingking mereka.
"ya udah, Pak. ayo kita masuk, Riri udah laper. hehe...". Riri membasuh
mukanya karena matanya terasa tidak nyaman setelah menangis tadi.
Malih dan Riri sadar betul kalau mereka diperhatikan orang-orang lain
di dalam restoran, tapi mereka tidak terlalu mengindahkannya. Tentu
saja mereka diperhatikan, seorang gadis muda kelihatan mesra dan
manja sekali terhadap seorang pria tua. Karena tadi menelpon Lina,
sambil makan, Riri jadi memikirkan ketiga temannya yang masih di
villa bersama Asep dan Karjo.
Selama 2 minggu kemarin, sama sekali tak terlintas di pikiran Riri
tentang ketiga temannya sebab dia terlalu menikmati kebersamaannya
dengan Malih. Sementara itu, Lina sebenarnya ingin menelpon Riri,
tapi dia urung melakukannya, mengingat alasan kenapa Riri dan Malih
pulang. Padahal Lina ingin bercerita bagaimana Moniq bekerja di
peternakan ayam milik teman Asep selama 3 hari, tentu saja Moniq tak
diperkenankan mengenakan pakaian selama di sana sehingga dia
benar-benar jadi objek pelecehan seks para pegawai di sana. Moniq
disetubuhi di kandang ayam, dimandikan seperti ayam, bahkan tubuh
Moniq dijadikan 'nampan' makanan bagi ayam-ayam, tak heran ada
beberapa lecet di tubuh Moniq karena patokan-patokan ayam di
sekujur tubuhnya, pokoknya gadis mungil itu benar-benar disiksa
secara seksual oleh 4 pegawai yang bekerja di peternakan ayam itu.
Tapi, Moniq malah suka sekali dilecehkan dan disiksa secara seksual
seperti itu, bahkan dia mengucapkan terima kasih ke 4 pegawai
tersebut.
Belum lagi, cerita tentang Intan, gadis manis itu diajak berkeliling oleh
Karjo dengan motor tanpa mengenakan sehelai benang pun di
tubuhnya di siang hari. Intan dipandangi semua orang di jalan, apalagi
Karjo sengaja mengemudikan motor dengan perlahan. Sepanjang jalan,
Intan berusaha menutupi payudara dan vaginanya. Banyak pengendara
motor atau mobil memotret bahkan merekam tubuh telanjang Intan
sambil jalan. Intan merasa malu luar biasa namun ada perasaan yang
sangat menggelitik yang belum pernah dirasakannya. Belum lagi, Karjo
akan berhenti dan menyuruh Intan untuk melayani setiap orang yang
berani mengikuti motor mereka. Bahkan, beberapa kali ketika mereka
dihentikan polisi, Karjo langsung menawarkan Intan kepada polisi
untuk disenggamai. Wajah Intan yang manis dan tubuhnya yang
montok dan sekal tentu tak bisa ditolak pria manapun, tak terkecuali
polisi. Setiap polisi yang memberhentikan mereka malah memboyong
Intan ke dalam pos polisi dan menikmati tubuh gadis manis itu
sepuasnya.
ntan benar-benar seperti menjadi jablay, namun jablay berkualitas
yang gratis.
Lina lebih ingin lagi bercerita kepada Riri tentang pengalamannya
dikeroyok para supir truk dan preman yang ada di warung remang-
remang. Kejadiannya baru 2 hari lalu, Asep dan Karjo membawa Lina ke
warung remang-remang yang biasa mereka datangi. Sekejap warung
itu langsung terdiam dan sunyi ketika Lina masuk ke dalam dan tak
perlu waktu lama bagi Lina untuk menjadi pusat perhatian. Dan ketika
Asep dan Karjo mengumumkan kalau semua orang yang ada di situ
boleh menggagahi majikan mereka itu, Lina langsung 'digrebek' semua
lelaki jelek di warung itu. Semuanya berebutan ingin meraba-raba
tubuh Lina. Tak perlu waktu lebih dari semenit, Lina sudah bugil.
Tubuh Lina menjadi bulan-bulanan empuk bagi kerumunan pria mesum
di warung itu. Sudah satu-satunya perempuan di warung itu, wajah
Lina yang cantik dan tubuhnya yang jenjang nan indah menjadi magnet
kuat bagi semua pria di warung itu.
Semua pria termasuk Asep dan Karjo menggilir Lina. Secara bergantian,
semua pria di warung itu yang berjumlah sekitar 20an, menggenjot
vagina, anus, dan mulut Lina. Melampiaskan nafsu binatang mereka
sepuas-puasnya ke gadis cantik, mumpung ada. Mereka semua
menuntaskan hajat mereka ke tubuh Lina sepuasnya, menyiramkan air
mani ke rahim, anus, mulut, ataupun ke tubuh bidadari itu. Asep dan
Karjo pun membawa pulang Lina yang sudah pingsan dan berlumuran
sperma di mana-mana setelah semua pria di warung itu puas dan tak
kuat lagi. Ah, andai bisa cerita ke Riri, pikir Lina karena Riri antusias
kalau diceritakan seperti itu. Tiba-tiba ada sms masuk.
"Lin, Mon, Tan. cek e-mail lo..", sms dari Riri. Lina menuju komputer
untuk membuka emailnya.
"Dear Lina, Intan, and Moniq..
sori gue nggak bisa ngomong langsung atau lewat telpon. gue
cuma bisa ngomong lewat e-mail.
Duit lo bertiga udah gue balikin ke rekening lo masing-masing.
Maaf, gue nggak bisa nerima.
Gue ngerasa gue nggak pernah main-main ngebantu Pak Malih.
Jadi gue nggak bisa nerima uang lo semua.
Setelah kenal sama Pak Malih, gue ngerasa cocok n' rasanya Pak
Malih itu jodoh gue. Gue bener-bener cinta n' sayang sama Pak
Malih. Gue nggak mungkin ngelanjutin gila-gilaan sama lo bertiga
karena gue nggak mau ngecewain Pak Malih.
Gue juga mau bilang, apa lo nggak sedih sama keadaan lo
sekarang ? lo bertiga terlalu bebas biarin cowok make lo.
Akibatnya, lo jadi nggak ada harganya, bahkan di mata Mang Asep
sama Mang Karjo. Apa lo semua mau begitu terus sampai lo tua
nanti ?. Tolong pikirin apa yang gue omongin.
Maaf kalau gue nggak bisa temenan lagi sama lo bertiga. Mungkin
nanti kita bisa sama-sama lagi kalau udah punya keluarga
masing-masing.
Makasih udah mau jadi teman gue yang ngertiin gue.
Sekali lagi, maaf.
Riri".
Intan, Lina, dan Moniq langsung terdiam membaca e-mail dari Riri.
Sementara itu, setelah mengirim e-mail, Riri membuka kimononya. Dia
naik ke atas tempat tidur dimana Malih sudah menunggunya. Kedua
insan berbeda generasi namun saling mencintai itu sudah sama-sama
telanjang bulat. Mereka berdua bercumbu penuh gairah, tangan mereka
saling menjamah tubuh satu sama lain. Riri dan Malih bisa bergumul
dengan bebas karena memang cuma ada mereka berdua. Nafsu mereka
begitu menggelora, mereka bergumul sangat panas dan mereka juga
sempat bermain gulat dan saling piting. Pokoknya, mereka berdua
benar-benar menghabiskan waktu mereka sebaik-baiknya. Bagi Riri,
penis Malih adalah suatu barang 'berharga', terlihat dari cara ia sangat
menikmatinya saat mengulum kemaluan pria tua itu. Dan Riri juga tak
sabar ingin mengandung buah cintanya bersama Malih. Riri dan Malih,
walau mereka berdua berbeda generasi, mereka menjadi pasangan
yang sangat serasi. Kadang pemenang tak harus memenangkan
sesuatu, malah terkadang orang yang kehilangan adalah seorang
pemenang. Riri berani berbicara ke tiga temannya walau kenyataan
yang dibicarakannya sangat menyakitkan dan harus memutuskan
persahabatannya, itulah sifat seorang pemenang, berani mengambil
keputusan tepat meski harus kehilangan orang-orang yang disayang.
Tamat

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.