Rabu, 11 Maret 2015

Eliza 5: Bertambahnya Kenangan Di Villaku

Show balet di malam hari jam 20:00 selama setengah jam yang
menampilkan aku sebagai penari utama pada tanggal 31 Desember 2004
di ballroom sebuah hotel, mendapat sambutan yang meriah. Guru
baletku begitu bangga padaku, ia memelukku bahagia. Aku pun
demikian, seolah sudah lupa pada gangbang demi gangbang yang
membuatku orgasme berkali kali sejak terenggutnya keperawananku
pada 18 Desember kemarin. Juga tanggal 24 dimana aku bahkan harus
datang ke sekolah di malam hari, menyerahkan tubuhku untuk menjadi
budak pemuas nafsu dari mereka yang membantai aku seminggu
setelah ulang tahunku yang ke 17 itu, yang nanti akan kuceritakan juga.
Bahkan tadi pagi aku masih harus melayani sopirku dan kedua
pembantuku di kamarku sendiri. Mereka mulai menggilirku sepuas
puasnya sejak jam 4 pagi sampai ketika kokoku pulang dari rumah
temannya untuk makan siang sekitar jam 12, seolah tak rela nanti aku
akan menginap di vila keluarga di tretes selama beberapa hari bersama
keluargaku sepulang show balet ini. Mereka menggilirku dengan liar
sekali, orgasme demi orgasme harus kulalui berkali kali sehingga
betisku terasa begitu pegal, dan masih sangat terasa saat latihan final
sore tadi.
Untung saja aku diantar kokoku ke tempat latihan balet, yang lalu
meninggakan aku yang masih sangat lemas untuk menjemput ortu yang
akan sampai di bandara Juanda sebentar lagi. Aku tak yakin apa aku
masih bisa menyetir dengan rasa pegal ini. Namun segala macam capai
sudah tak kurasakan lagi, kini aku sedang tersenyum bahagia, karena
show ini begitu suksesnya, sampai sampai semua penonton termasuk
di antaranya papa, mama dan kokoku, melakukan standing ovation
(tepuk tangan sambil berdiri) saat kami menutup acara dengan
membungkuk menghormat pada para tamu dan meninggalkan panggung
ini.
"Eliza, kamu hebat sekali malam ini. Kamu memang ballerina yang
berbakat baik sekali. Sukses ini semua berkat penampilanmu yang
begitu indah. Terima kasih ya Eliza", kata guru baletku yang memegang
tanganku dengan mata berbinar binar, membuatku tersenyum malu
sekaligus senang mendapat pujian setinggi langit ini.
"Cie Vira, teman teman juga hebat deh, semua hari ini luar biasa, jadi
bukan cuma karena aku saja cie", aku membantah, tapi teman temanku
memelukku dengan senang, semua berkata senada kalau tadi itu aku
begitu sempurna di atas panggung, dan memberiku selamat, yang
hanya bisa kubalas dengan ucapan terima kasih dan tersenyum
bahagia. Setelah Cie Elvira memberikan sambutan penutup show balet
ini, kami diperbolehkan pulang, dan semua saling berpamitan gembira,
tahun baru akan segera tiba.
Aku menghambur ke orang tuaku yang sudah menungguku dengan
bangganya. Cie Elvira kulihat kembali ke bangku penonton, bergandeng
tangan mesra dengan suaminya. Teman temanku juga sudah berkumpul
dengan keluarga masing masing, ada yang memutuskan kembali ke
bangku penonton untuk menikmati acara selanjutnya sampai jam 10
malam nanti seperti Cie Elvira dan suaminya, ada juga yang sepertiku
yang langsung meninggalkan tempat ini.
Kini bersama dengan kedua ortuku dan kokoku kami menuju ke tretes,
ke vila yang penuh kenangan masa kecilku dan juga kokoku. Tak
pernah terbayang jika ternyata besok dan besok lusa vila itu akan
menambahkan kenangan yang special buat diriku. "El, kamu masih
ingat adiknya papa yang kerja di Jakarta?", tanya papaku membuyarkan
lamunanku.
"Ingat Pa, yang baru punya anak itu kan?" tanyaku balik. "Iya. Kayaknya
sudah nunggu kita di vila, dia juga datang", sambung papaku membuat
aku hampir berteriak karena gembira, "Sungguh pa? si Vincent diajak
nggak pa?" tanyaku antusias. "Ya, juga Stanley. Lengkap pokoknya.
Hahaha kamu kok segitu senangnya El? Pantas anak anak kecil itu
sayang sama kamu", goda papaku waktu melihat aku merapatkan
tanganku dan tersenyum senang.
Mamaku mencubit pipiku gemas, "Nanti kalo sudah ketemu mereka,
semua dilupakan. Yang diperdulikan cuma kedua anak itu". Kokoku
yang menyetir menambahkan, "Iya, mungkin gara gara mama gak
nambah adik lagi buat meme nih". Aku tertawa kecil, dan kami
bercanda selama perjalanan ke vila sehingga tanpa terasa mobil kami
sudah berhenti di pintu gerbang vila kami.
Klakson mobil berbunyi 3x, dan pintu gerbang itu dibuka oleh penjaga
vila kami yang sudah mulai tua, kira kira sekarang umurnya sudah 65
tahun. Ia sudah menjaga vila kami sebelum aku dan kokoku dilahirkan.
Dan ketika kami masih kecil, penjaga vila yang namanya Basyir itu
sering menemani kami bermain main jika kami berlibur ke vila ini.
Kaca mobil kubuka, dan kusapa penjaga vila yang baik ini. "Halo pak
Basyir", kataku sambil melambaikan tangan, dan mungkin karena sudah
malam ia memandang heran padaku karena tak bisa melihatku dengan
jelas, dan hanya berkata, "Selamat malam". Ketika mobil berjalan dan
wajahku tersinari cahaya lampu di atas gerbang, barulah ia mengenaliku
dan membalas sapaanku, "Oh... ternyata non Liza. Halo juga non Liza,
maaf ya tadi nggak keliatan". ah.. seperti dulu, ia masih memanggilku
non Liza, aku tersenyum padanya. Mobil terus berjalan dan berhenti di
depan teras vila, di pojok aku melihat sebuah mobil besar, pasti
mobilnya Suk Sing, adik papaku.
Benar saja, ketika kami turun dari mobil, Suk Sing keluar menyapa
kami. Aku tak melihat Ie Lin, istri dari Suk Sing, ternyata sudah tidur,
sekalian menidurkan anak anak. Pak Basyir membantu membawakan
barang barang dari mobil ke kamar ortuku, lalu ia pamit untuk
beristirahat ke kamarnya. Kurasakan pak Basyir agak lama ketika
memandangku, kemudian aku sadar kalo aku masih mengenakan
kostum baletku yang sexy itu.
Oh.. sebaiknya aku ganti baju tidur saja. Maka aku masuk ke kamar
ortuku untuk ganti baju, tentu saja setelah pintu aku kunci.
Bagaimanapun, di sini ada 3 laki laki dewasa, papaku, Suk Sing dan
kokoku. Dan jadi 4 orang kalo pak Basyir juga dihitung. Aku melepas
kostum baletku hingga tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang
berwarna hitam, kontras sekali dengan kulit tubuhku yang begitu putih.
Aku sempat memperhatikan tubuhku lewat sebuah cermin besar di
kamar itu. Hmm, aku merasa lekukan tubuhku memang termasuk sexy,
dan payudaraku pun sudah tumbuh dengan ukuran sedang.
Tapi aku tak ingin berlama lama mengagumi tubuhku sendiri, ntar kena
penyakit narsis lagi. Aku melepas bra dan celana dalamku hingga
telanjang bulat. Udara dingin di tretes ini membuat kerigatku sudah
kering, tapi aku tak berani mandi malam malam, takut kena penyakit
rematik. Maka aku langsung berganti pakaian dalam, lalu memakai baju
tidur kesukaanku yang warnanya merah muda dan bahannya satin.
Aku melepas ikat rambutku, karena bagiku lebih nyaman jika rambutku
tergerai bebas tanpa ikat rambut. Lalu rambutku kusisir rapi hingga aku
merasa makin nyaman, dan aku membereskan gaun balet dan pakaian
dalamku sebelum aku keluar dari kamar dan kembali berkumpul
sebentar dengan keluarga. Aku sempat mendapat pujian dari Suk Sing,
rupanya ia sudah mendengar suksesnya show baletku dari ortuku, yang
tentu saja aku mengucap terima kasih dengan tersenyum senang.
Kulihat jam sudah menunjuk pukul 23:30. Aku cuma bisa bertahan
setengah jam menemani mereka ngobrol, dan aku pamit tidur karena
sudah sangat mengantuk. Selain capai setelah show balet tadi, juga
gangbang di pagi hari dan di hari hari sebelumnya membuat tubuhku
sekarang rasanya remuk. Aku masuk ke kamarku yang di belakang, aku
memang selalu tidur di situ sejak kecil kalau menginap di vila ini. Di
ranjang yang sudah tertata rapi itu, aku meletakkan tubuhku senyaman
mungkin, dan tak butuh waktu lama akhirnya aku sudah tertidur.
Entah aku tertidur berapa lama, tiba tiba kurasakan payudaraku diremas
lembut dan ditekan tekan. Aku masih belum sadar betul, sempat
mengira ini di rumah, maka aku pasrah saja, sambil merintih pelan.
Nanti juga paling aku melenguh keenakan seperti biasa, mungkin aku
sudah terbiasa menjadi budak pemuas nafsu seks yang harus siap
digangbang setiap mereka menginginkan servis tubuhku, bahkan ketika
aku masih sedang menikmati tidurku.
Aku tak bisa menolak, karena memang kalau mau jujur, nikmat sekali
rasanya sensasi yang kurasakan saat terbangun dengan vagina yang
dalam keadaan teraduk aduk penis, payudara yang diremas remas
lembut, dan bibir yang dilumat dengan penuh nafsu, seperti yang
dilakukan hampir tiap pagi oleh Wawan, Suwito dan pak Arifin
terhadapku, tanpa sadar aku sudah merenggangkan pahaku bersiap
menerima tusukan demi tusukan pada selangkanganku ketika "Cie
Elizaa.. sakit ya? bangun doong, ayo temani Stanley main...", suara
anak kecil di dekat telingaku membuatku kaget, dan secara reflek aku
terbangun duduk.
Dua anak laki laki yang masih kecil, yaitu Stanley yang berumur 5 tahun
dan adiknya Vincent yang masih berumur 3 tahun, ada di samping
kanan dan kiriku, rupanya tanpa sengaja tadi tangan mereka meremas
dan menekan kedua payudaraku saat mencoba membangunkanku
dengan menggoyang goyang tubuhku. Spontan wajahku terasa panas,
tak pernah terbayang olehku bahkan anak kecil pun mampu memberikan
rasa nikmat pada tubuhku.
Aku tersenyum malu mengingat tadi aku bahkan sudah melebarkan
pahaku, tapi untungnya mereka masih belum mengerti. Yah, kalaupun
mengerti, penis mereka masih terlalu kecil untuk mengaduk aduk
vaginaku. Apalagi si Vincent, yang masih belum bisa bicara dengan
benar, baru bisa bilang papa mama, cie cie, koko, itu pun masih
terdengar lucu, khas anak kecil yang masih belajar bicara. Duh.. aku
kok jadi melantur, nggak ada kali anak laki laki yang baru berumur 5
taun sudah bisa bersetubuh...
Kini kesadaranku sudah pulih sepenuhnya, dan aku memeluk keduanya
yang tertawa senang. Kami bertiga keluar kamar, aku menggendong
Vincent, sementara Stanley menggelayuti pinggulku sambil tertawa
tawa, sedangkan aku sebenarnya dalam keadaan terangsang juga ketika
tangan Stanley yang masih kecil itu kadang seolah meremas pinggulku.
Oh.. ada apa denganku ini? Aku masih ingat, sebulan yang lalu tak ada
perasaan seperti ini ketika Stanley menggelayutiku. Apakah sejak aku
mengenal sex secara langsung tubuhku jadi sedemikian mudahnya
terangsang? Atau.. masa aku jadi hiperseks setelah merasakan
nikmatnya bersetubuh?
Tapi aku berhasil menekan semua perasaan yang begitu menyiksaku
ini. Sempat kulihat jam dinding, pukul 7 pagi. Oh.. hawa tretes ini
sungguh nyaman, rasanya begitu segar. Aku menghirup udara sebanyak
banyaknya, menikmati udara pagi di sini yang tak mungkin bisa
kurasakan di kota. Kulihat pak Basyir di halaman, seperti biasa merawat
rumput yang tumbuh di sana agak selalu rapi.
Tiba tiba, aku merasa sangat lapar, yah, mungkin udara yang dingin ini
memperkuat rasa laparku. Maka aku pamit sebentar pada kedua anak
kecil ini, lalu ke kamar ortuku untuk mengambil handuk kecil, pasta
dan sikat gigi. Setelah menyikat gigi, kebetulan memang ternyata
makan pagi sudah disiapkan oleh mamaku dan Ie Lin. Kami semua
makan bersama setelah saling mengucap selamat tahun baru, sambil
membicarakan rencana hari ini.
Rencananya kami sekeluarga akan pergi ke Taman Safari, dan berangkat
dari sini jam 11 siang, sekalian makan di luar. Nanti malam, kami akan
mengadakan pesta barbeque, dan memang semua peralatan sudah
disiapkan. Oh.. hari ini benar benar mengasyikan.
Kedua sepupuku pun terlihat begitu antusias setelah diceritakan bahwa
di Taman Safari itu ada bermacam macam binatang yang bisa dilihat.
Kami menyelesaikan makan pagi ini, dan seperti biasa pak Basyir
membantu mencuci piring dan gelas di belakang. Aku sempat
menemani kedua anak kecil ini bermain main, sampai sekitar jam 8
ketika Ie Lin dan mamaku mengajakku untuk berenang di kolam renang
belakang. Aku mencubit pipi kedua anak kecil ini, dan pamit untuk ikut
berenang.
Mereka ternyata ingin ikut berenang, jadi kedua anak kecil ini turun
mengikuti mamanya. Aku pergi ke belakang sebentar, ke kamar kokoku
yang di lantai 2 untuk meminjam charger handphone, jadi handphoneku
bisa aku charge selagi aku berenang nanti, dan aku pikir batereinya
akan terisi penuh waktu aku selesai berenang nanti. Tangga besi
melingkar yang kunaiki sekarang adalah jalan satu satunya ke sana,
ketika angin kencang bertiup mengibarkan rok bawah baju tidurku.
Aku amat kaget, dan menjadi berusaha menekan rokku ke bawah.
Setelah angin berhenti bertiup, aku jadi ingat kalau ada pak Basyir di
bawah sana yang masih mencuci piring, aduh.. jangan jangan dia tadi
sempat melihat bagian dalam dari rokku. Aku mengarahkan
pandanganku kepada pak Basyir, dan aku jelas sekali melihat baru saja
pak Basyir mengalihkan pandangannya dariku. Tapi aku membuang
jauh jauh pikiran negatif yang berkecamuk dalam diriku, aku teringat
bahwa pak Basyir ini selalu baik padaku sejak aku masih kecil dulu.
Maka aku terus saja ke kamar kokoku, mengetuk pintunya yang sedang
terkunci.
"Koo... pinjam chargernya dong", pintaku dari luar kamarnya. Beberapa
detik kemudian kokoku membuka pintu lalu memberiku charger yang
kuminta tadi. "Loh kamu nggak renang me?" tanya kokoku yang sudah
memakai celana renang. "Iya nih, tapi aku charge handphoneku dulu,
tinggal 1 strip nih batereinya, pinjam dulu yah", kataku. Kebetulan
memang, handphone kami sama sama tipe nokia, jadi aku bisa pinjam
chargernya kokoku.
Aku turun diikuti kokoku yang langsung menuju kolam renang
sementara aku masih harus ke kamar ortuku, selain memasang
handphoneku pada charger, koper baju gantiku masih di sini. Aku
berganti pakaian renang, ehm, tentu saja setelah aku mengunci pintu.
Setelah selesai, langsung menuju kolam renang di belakang. Di sana
kami semua berenang dengan gembira, sementara papaku dan Suk Sing
mengobrol di kursi yang ada di dekat kolam renang ini.
Kedua anak kecil itu tentu saja tidak diperbolehkan berenang di kolam
yang dalam, jadi Ie Lin menemani mereka, kadang aku juga membantu
menemani mereka sebentar, sekalian mengambil nafas setelah adu
menyelam dengan kokoku yang juga jago berenang. Tak terasa, sudah
satu jam kami bersenang senang di kolam renang ketika papa berkata
sekarang jam 9:00, menjawab pertanyaan Suk Sing. Sinar matahari
sudah melewati bangunan rumah vila kami dan menimpa kolam tempat
kami berenang.
Tak ingin kulitku yang putih jadi menghitam, aku segera naik ke darat,
dan mengeringkan tubuhku dengan handuk besar. Demikian juga yang
lain, satu per satu naik dan mengeringkan diri, sambil duduk di bawah
payung besar. Entah kenapa tiba tiba kepalaku terasa pening, mungkin
karena kecapaian.
Aku mengeluh memegang kepalaku, dan mamaku yang memang selalu
perhatian padaku segera tahu kalau aku sedang sakit kepala. Setelah
memberiku obat, mamaku menyuruhku segera mandi dan beristirahat
saja, tak usah ikut ke Taman Safari. Mamaku sempat ingin menemaniku,
tapi aku menolak. "Ma, mama pergi aja, aku toh juga akan tidur siang.
Nanti sebentar juga baik kok, paling aku cuman kecapaian. nggak usah
kuatir ya ma", kataku berusaha meyakinkan mamaku, yang akhirnya mau
juga ikut bersama mereka. Nggak enak rasanya udah besar gini masih
dijagain mama, hanya karena sakit kepala.
"Ya sudah. Nanti kalau ada perlu apa, minta tolong pak Basyir ya", kata
mamaku. Aku mengangguk pelan, rasa pening membuatku agak malas
menggerakkan kepalaku. "Makan siang nanti, mama siapkan dulu
sekarang buat kamu, nanti tinggalkamu hangatkan sendiri ya. Terus,
kamu tidur di kamar mama saja ya, nggak usah mindahin koper dulu,
nanti malam saja mindahinnya", pesan mamaku lagi.
Aku mengangguk lagi sambil tersenyum, lalu obat sakit kepala itu
kuminum sebutir. Dan aku segera menuju ke kamar mandi setelah
mengambil handuk dan baju ganti, satu set baju santai yang juga
nyaman untuk dipakai tidur. Aku mandi keramas, mengeringkan
rambutku sekering keringnya dan tentu saja tubuhku juga. Setelah
memakai baju ganti, aku ke dalam, melihat mamaku sudah menaruh
makan siang untukku di meja, jadi nanti tinggal aku hangatkan.
Aku merangkul mamaku dengan rasa terima kasih, tapi rasa pening ini
semakin menjadi jadi, maka aku segera pamit tidur duluan. Mama
mencium pipiku, kemudian aku masuk ke kamar ortuku, dan tidur di
sana.
"Eliza, pintunya kunci aja, mama punya serepnya kok", kata mamaku,
mengingatkan aku untuk mengunci pintu ini. "Iya ma", jawabku dan
'klik.. klik', aku mengunci pintu ini dan langsung tiduran di ranjang
mamaku. Tak lama kemudian samar samar kudengar deru mesin mobil,
mereka sudah pergi. Kepalaku terasa semakin berat saja, dan tak lama
kemudian aku tertidur. Ketika aku terbangun, rasa sakit di kepalaku
ternyata masih ada walaupun sudah tak begitu terasa. Dan tubuhku
berkeringat banyak sekali walaupun udara cukup dingin, karena selimut
yang kupakai cukup tebal.
Sinar matahari sudah tak menyengat, kini sudah jam 4 sore. Aku jadi
ingin mandi, tapi aku mencari pak Basyir dulu, mau minta tolong
dicegatkan orang jual sate ayam yang lewat. Ada beberapa menit aku
mencari, tapi tak kutemukan juga, dan tiba tiba rasa ingin buang air
kecil membuatku langsung ke kamar mandi setelah menyambar
handukku yang tergantung di tali jemuran di dekat kamar mandi. Aku
langsung mandi menyegarkan tubuhku setelah buang air kecil.
Siraman air dingin benar benar menghapus rasa gerah itu, juga
lembutnya busa sabun membuat tubuhku semakin terasa santai. Setelah
membilas bersih tubuhku, aku mengambil handukku yang tergantung di
daun pintu kamar mandiku, tapi tanpa sengaja kujatuhkan handuk itu
ke lantai kamar mandi, yang tentu saja masih ada genangan air.
"Aduh... jadi basah deh", keluhku agak kesal.
Cepat cepat kuambil handuk itu, dan kuperhatikan, yah, handuk itu
sudah terlanjur terlalu basah. Sempat terlintas di pikiranku, aku keluar
begini saja, toh nggak ada orang di luar, tapi aku membatalkan niatku
yang gila itu. Kalau tiba tiba pak Basyir sudah kembali, aku bahkan tak
berani membayangkan apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Aku mulai memeras handuk itu, paling tidak saat kupakai membelit
tubuhku nanti sudah tak begitu basah. Untung aku masih punya handuk
cadangan di koperku. Aku membelitkan handuk itu ke tubuhku,
menutup payudara dan vaginaku. Oh... rasa dingin ini menimbulkan
sensasi aneh yang tiba-tiba melanda diriku, tapi aku berusaha tak
memikirkannya, karena aku harus segera mengeringkan tubuhku dengan
handuk yang baru kalau tak ingin ketambahan sakit masuk angin. Benar
benar tidak lucu kan kalau balik dari liburan malah jadi sakit?
Aku keluar dari kamar mandi dan kebetulan sekali aku berpapasan
dengan pak Basyir. "Pak, kalau ada tukang sate ayam yang lewat,
tolong dipanggilkan ya pak. Nanti pak Basyir juga Liza belikan ya", aku
meminta tolong pada penjaga villaku yang sudah cukup tua ini. "Iya
non, terima kasih", kata pak Basyir yang langsung menuju ke arah
jalan, menunggu tukang sate.
Aku pun masuk ke dalam, ke kamarku. Beberapa detik kemudian aku
sadar kalau koperku masih di kamar ortuku. Maka aku keluar dari
kamarku menuju ke kamar ortuku, dan di situ aku melepas handukku,
karena rasa dingin ini semakin menjadi jadi. Aku mencari handuk
cadanganku itu, dan belum kutemukan ketika tiba tiba aku tercekat
merasakan hembusan nafas panas yang menerpa leherku.
"Non Liza, harum sekali ya bau rambut non..", kata pemilik nafas tadi,
oh.. ini suara pak Basyir, dan terdengar berat, jelas pak Basyir sedang
terbakar nafsu, membuatku yang amat terkejut karena tiba tiba ada
orang lain di kamar saat aku masih telanjang bulat begini, reflek
menjerit ketakutan dan menutup bagian depan tubuhku yang
sebenarnya membelakangi pak Basyir.
Tapi dengan cepat mulutku sudah dibekap, sementara tubuhku
telanjangku yang hanya tertutup handuk di bagian depanku ini dipeluk
erat dari belakang, membuatku mulai meronta dalam rasa panik yang
amat sangat. Untungnya, sentakan yang kulakukan sepenuh tenaga
akhirnya berhasil melepaskan diriku dari dekapan penuh nafsu ini. Aku
hendak lari, tapi tiba tiba tubuhku dibalikkan ke arahnya dan kembali
didekap erat. Seolah tahu aku akan berteriak, pak Basyir sudah melumat
bibirku.
Handuk yang sedianya kututupkan ke payudara dan vaginaku sudah
terjatuh. Dalam kepanikan ini aku berhasil mendorong tubuh pak Basyir
yang sudah seperti kesetanan dan sedang melumat bibirku, dan aku
akhirnya terlepas dari dekapannya. Tapi yang membuatku semakin
panik, akibat kudorong tadi, pak Basyir kehilangan keseimbangan dan
kepalanya terbentur tembok di sebelah lemari, kacamatanya sampai
terpental jatuh, entah pecah atau tidak.
Kulihat tubuh orang tua ini ambruk ke lantai, dan ini membuatku takut
kalau kalau ada apa apa dengan pak Basyir. Bagaimanapun juga ia
selalu berlaku baik padaku sejak aku kecil. Aku memeriksa keadaannya
dengan tegang, melihat kepalanya yang benjol, tadi memang aku
melihat benturan itu cukup keras.
"Pak.. pak Basyir, aduh.. gimana nih.. maaf ya pak.. Liza oohh...",kata
kataku terputus ketika tiba tiba rasa geli bercampur nikmat melanda
puting susuku yang dikulum oleh pak Basyir. Ternyata walaupun
kepalanya benjol cukup besar, tapi ia masih sadar, jadi tadi itu ia
hanya pura pura pingsan. Dan aku yang lupa kalau tubuhku masih
telanjang bulat, berjongkok memeriksa keadaan kepalanya itu, dan
payudaraku yang tak tertutup apapun menggantung di depan mukanya.
"Aduh.. pak Basyir.. jangan begini dong pak...", keluhku di antara
desahanku. Ingin aku menarik tubuhku menjauh darinya, tapi aku
merasa bersalah tadi telah mendorongnya cukup keras hingga
kepalanya terbentur tembok. Tapi masa aku harus membayar
kesalahanku tadi dengan menyerahkan tubuhku pada orang tua ini?
Pikiranku makin kalut saat rasa nikmat ini semakin menjalari tubuhku,
membuat aku akhirnya lemas tak kuasa untuk melakukan sesuatu. Tapi
aku masih memohon supaya pak Basyir menghentikan semua ini. "Pak..
jangan... aduh...", aku terus merintih. Seolah tak mendengar apa apa, pak
Basyir malah melanj-utkan dengan meremas payudaraku yang satunya,
membuat aku semakin larut dalam rangsangan ini.
Mataku terpejam, tiba tiba aku sedikit bergidik membayangkan jika aku
harus melayani penjaga vilaku yang sudah tua ini. Ia sudah sedikit
kempong, mungkin giginya sudah banyak yang tanggal. Janggutnya
yang tipis agak panjang, beruban seperti rambutnya yang juga mulai
tipis. Kerut kerut yang tercetak di wajah dan tubuhnya, yang ternyata
sudah telanjang bulat ini, membuatku tanpa sadar menangis ngeri.
Aku sudah akan berontak ketika tiba tiba pak Basyir entah kenapa
melepaskan tubuhku dari dekapannya. Aku segera mengambil
handukku, menutupi payudara dan vaginaku dari pandangannya. Aku
yang sudah marah bercampur panik sudah bersiap mengusirnya ketika
pak Basyir terlihat menunduk sedih.
"Non Liza, maafkan bapak yang tak tahu diri ini, tadi bapak benar benar
khilaf, nggak bisa menahan diri waktu lihat tubuh non Liza yang putih
mulus dan belahan dada non Liza waktu non hanya memakai handuk.
Sekali lagi bapak minta maaf ya non, soalnya terus terang bapak
kemarin sudah nggak bisa tidur waktu liat non turun dari mobil dan
masih memakai baju balet itu. Apalagi tadi liat non pakai baju renang.
Gimana ya non.. rasanya baru kemarin non waktu masih kecil dulu
bapak ajak main ayunan di belakang, tahu tahu sekarang jadi gadis
cantik seperti ini. Maafkan ya non.. mungkin tadi juga karena bapak
sudah menduda lebih dari 20 tahun...", kata pak Basyir panjang lebar
sambil menangis. Terlihat sekali ia menyesal, membuat kemarahanku
surut sama sekali.
Aku masih diam saja dan menghapus air mataku, ketika pak Basyir
melanjutkan, "Maaf non, bapak benar benar tak tahan liat non nangis...
kalo non mau, non boleh pukul bapak. Bapak merasa berdosa pada
non". Aku semakin tak tahu harus bicara apa. "Ya sudah non, nanti
bapak akan minta berhenti pada Tuan Robert. Kelihatannya non tak mau
memaafkan bapak. Tapi bapak mengerti kok non, yang tadi itu memang
tidak termaafkan. Sekali lagi maaf ya non", kata pak Basyir sedih sambil
berdiri meninggalkanku.
Aku terkejut mendengar pak Basyir mau mengundurkan diri,
bagaimanapun dia adalah penjaga vila kami yang setia, lagipula tadi itu
aku bisa mengerti alasannya, apalagi dia belum bertindak lebih jauh.
Maka aku memegang tangan pak Basyir, dan berkata "Pak, sudah
jangan dipermasalahkan lagi, Liza sudah memaafkan bapak kok. Tadi
Liza menangis karena ingat masa kecil dulu bapak baik sama Liza.
Maafkan Liza ya pak, tadi sudah dorongin bapak sampai kepala bapak
luka.."
"Non nggak perlu minta maaf non, memang bapak pantas kok
mendapatkan benturan tadi", pak Basyir berkata sambil menghapus air
matanya. Aku tersenyum lega, dan kulepaskan pegangan tanganku
sambil berkata, "Ya sudah pak, Liza mau pakai baju dulu ya. Bapak
tolong keluar bentar ya".
Pak Basyir mengangguk, tapi begitu kepalanya menunduk pandangan
matanya seolah tak mau lepas dari payudaraku yang sudah tak tertutup
apa apa lagi, tadi handuk yang kupakai untuk menutupi tubuhku tanpa
sadar terjatuh saat aku berdiri menahan tangan pak Basyir. Kini penjaga
vilaku kembali terpaku, kurasakan nafsunya sudah kembali
menggelegak, terlihat dari nafasnya yang memburu saat pandangannya
masih terus saja tertuju pada kedua payudaraku.
Reflek aku melipat kedua tanganku ke dada, rasa panik sudah kembali
melandaku. Sebelum aku bisa berbuat sesuatu, pak Basyir sudah
menyergapku lagi, kali ini aku sampai terjatuh, untungnya di ranjang
ortuku, tapi gawatnya kini tubuhku ditindih oleh pak Basyir.
Aku meronta panik. "Pak... jangan paak... tadi kan emmphhh ", aku
setengah berteriak, tapi bibirku sudah dilumat oleh pak Basyir,
tanganku yang terlipat di dada ini rasanya terkunci karena tertindih
tubuh pak Basyir, yang walaupun termasuk kurus, tapi bagiku tetap
terasa berat. Dalam ketakutan ini aku terus berusaha melepaskan diri,
kakiku kupakai untuk mendorong tubuh keriput yang harusnya tak
begitu berat ini, tapi entah ia mendapat tenaga dari mana untuk terus
mempertahankan posisinya, bahkan kini jari tangan kirinya sudah
melesak masuk dan mulai mempermainkan vaginaku, selagi tangan
kanannya menahan kepalaku hingga aku tak dapat menoleh ketika ia
melumat bibirku habis habisan. Diperlakuan seperti ini, perlahan aku
mulai lemas, rasa nikmat pada vaginaku membuatku tak mampu
mengerahkan tenaga untuk berontak lagi.
Bahkan pak Basyir tak lagi memegangi kepalaku saat melumat bibirku,
ia yakin aku sudah tenggelam dalam birahi saat aku menatapnya
dengan pandangan sayu. Kini tubuhku sudah tidak ditindih lagi,
dekapan tanganku di dadaku dibuka oleh pak Basyir, lalu payudaraku
mulai diremasnya dengan lembut. Aku hanya bisa pasrah, sudah tak
ada lagi perlawanan dariku karena tubuhku sudah merespon setiap
rangsangan yang kuterima, sesekali aku mengejang nikmat saat
vaginaku diaduk aduk oleh jari tangan pak Basyir. Jantungku sudah
berdetak begitu kencang mengiringi birahiku yang mulai memuncak.
"Hnggh... oooh...", aku melenguh begitu pak Basyir melepas lumatannya
pada bibirku. Aku memejamkan mataku pasrah, tak tahu harus berbuat
apa ketika vaginaku masih saja diaduk aduk oleh pak Basyir. Tiba tiba
ia berpindah posisi ke selangkanganku dan melebarkan pahaku. Aku
membuka mataku, mengingat aku belum tau ukuran penisnya, jadi aku
paling tidak tahu sebesar apa penis yang akan mengaduk aduk
vaginaku.
Tapi ternyata pak Basyir tidak sedang dalam posisi akan
menyetubuhiku, tapi kepalanya ada di tengah selangkanganku. Aku
merasakan bibir vaginaku disapu lidahnya. "Oh... pak.. jangan...", aku
merintih rintih.
Pak Basyir tertawa terkekeh, tentu saja orang seumur dia sudah
berpengalaman untuk mengetahui aku sebenarnya sudah terangsang
hebat. Tiba tiba ia seolah menurutiku, dan menghentikan aktivitasnya.
Aku pun diam, tapi aku juga tidak mengatupkan pahaku yang sudah
tidak dipegangi ini.
"Non Liza, bener mau sudahan?", ejek pak Basyir. Aku mengangguk
lemah dan kembali memejamkan mataku menahan malu. "ooh...", aku
kembali merintih ketika pak Basyir dengan nakal menyedot vaginaku
dan mencucup cairan cintaku yang memang rasanya sejak tadi terus
mengalir. Dan yang bisa kulakukan hanya merintih dan mengejang
keenakan tanpa mampu menyembunyikan rasa nikmat yang mendera
tubuhku ini.
"Enak ya non Liza, kok sampai mulet mulet gitu?", tanya pak Basyir
dengan nada mengejek melihatku yang semakin lepas kontrol.
Aku tak mampu berbohong lagi dan masih mengejang ngejang dan
menggeliat keenakan ketika tanpa sadar aku menjawab sambil
mendesis, "iyah... pak... ssshhh...". Aku membuka mataku melihat pak
Basyir sudah tersenyum penuh kemenangan, dan sambil bersiap di
selangkanganku. Sempat kupandang penisnya, yang ternyata tipe kurus
dan panjang, sebelum aku kembali tenggelam dalam kenikmatan ketika
pak Basyir meremasi payudaraku dan bertanya padaku, "Non Liza sudah
nggak perawan kan? Ini buktinya nggak keluar darah. Kalo gitu, punya
bapak boleh dimasukin ke memek non Liza ya?".
Aku yang sudah semakin diamuk nafsu birahi hanya bisa menjawab,
"Iya.. pak... Liza... sudah nggak... perawan... terserah bapak... kalo mau...
masukin... ngggghhhh", aku melenguh ketika vaginaku sudah diterobos
penis pak Basyir. Oh Tuhan... aku disetubuhi di ranjang ortuku. Dan aku
tak menolak sama sekali, bahkan perlahan aku mengimbangi genjotan
penis pak Basyir yang ternyata cukup keras juga, walaupun tak
membuat vaginaku terasa begitu sesak. Kedua tanganku mencengkram
sprei ranjang ortuku yang ternoda perbuatan mesum dari kami berdua
ini. Desahan, erangan dan lenguhan kami bersahutan, aku sudah tak
perduli apapun lagi dan melayani pak Basyir dengan penuh penyerahan.
"Non Liza... oh.... sempitnya memek non Liza...", pak Basyir meracau dan
semakin menambah gairahku saja. "Aduh.... Ohhh... enak pak Basyir...
oh... panjaang... mmmppph", aku juga meracau tapi terhenti oleh
lumatan pada bibirku. Genjotan demi genjotan yang aku rasakan
akhirnya mengantarku orgasme untuk pertama kalinya hari ini, tubuhku
mengejang hebat sampai melengkung hingga pinggangku terangkat,
kedua kakiku melejang lejang, dan aku melenguh lenguh tak mampu
menahan nikmatnya kontraksi pada otot vaginaku.
"ooooh... paaak...aduuuuuuh....", aku mengerang, dan pak Basyir sendiri
rupanya kewalahan juga ketika penisnya terjepit oleh otot vaginaku
yang terus berkontraksi, membuatnya menggeram, penisnya berkedut
dan tanpa ampun spermanya menyembur berulang ulang membasahi
vaginaku. "Non Lizaaaa.... Ooooh enaknya nooon....", penjaga vilaku
terlihat begitu menikmati ejakulasinya di tubuhku, anak majikannya
yang masih seumur cucunya. Betisku kembali terasa pegal, keringatku
membasahi sprei ini, dan nafasku tersengal sengal, apalagi ditambah
tubuhku ditindih pak Basyir yang ambruk kelelahan menimpaku setelah
menggenjotku tadi, penisnya masih menancap dalam dalam di
vaginaku.
"Pak Basyir.. sudah dong, Liza capek sekali nih", aku sudah lepas dari
pengaruh orgasme yang menderaku, dan tubuh pak Basyir yang masih
menindihku kudorong sehingga penisnya yang mulai mengecil terlepas.
Aku melihat jam, sudah jam 5 sore. Aku kuatir ortuku dan yang lain
akan segera datang, maka aku berkata, "Pak, tolong saya mengganti
sprei ini, sudah basah gini kena keringat. Ayo pak, nanti ortuku
datang".
Dengan lemas karena baru ejakulasi, pak Basyir memakai kaca matanya
dan membantuku mengganti sprei. Benar saja, tiba tiba klakson mobil
papa terdengar, mambuat aku dan pak Basyir terkejut panik karena
kami berdua sama sama masih telanjang bulat. Pak Basyir memakai
bajunya yang ternyata berserakan di depan pintu, dan membereskan
sprei kotor ke tempat cucian lalu membuka pintu gerbang, dan aku
dengan paha bagian dalam yang masih belepotan campuran sperma pak
Basyir dan cairan cintaku, menyambar handukku yang masih basah itu
dan melilitkan ke tubuhku, lalu aku segera kembali ke kamar mandi
setelah memastikan tak ada tanda tanda bekas pergumulan kami di
kamar ortuku.
Aku memang harus mandi, rambutku yang panjang basah oleh keringat
yang juga menempel di sekujur tubuhku, juga vaginaku harus kucuci
bersih. Aku keramas dulu lalu kembali mengguyur tubuhku yang lengket
lengket ini, dan perlahan aku merasa kembali segar setelah
mengusapkan sabun cair yang mengandung sedikit menthol dengan
lembut pada sekujur tubuhku.
Tak sengaja jari tanganku menyenggol puting susuku yang masih
keras, dan membuatku mendesah pelan. Tapi ini bukan waktunya
bermasturbasi, aku masih terlalu lelah untuk itu. Rasa nikmat itu
kembali menjalariku ketika aku harus mengorek ngorek vaginaku
sendiri, tapi aku sebisa mungkin membuang sisa sperma di liang
vaginaku.
Hal ini penting sekali karena sperma yang tertinggal dapat memicu bau
tak sedap pada vagina wanita. Kuberikan sabun pewangi yang selalu
kugunakan untuk merawat vaginaku usai disirami sperma sejak dua
minggu lalu. Setelah tubuhku terasa nyaman, aku pura pura memekik
kaget, sehingga mamaku yang pasti sudah ada di dalam vila
mendatangiku.
"Kenapa El?", tanya mamaku kuatir. "Ma, handuk Eliza jatuh, jadi basah
nih. Tolong ma, di koper Eliza ada cadangan handuk lagi, Eliza nggak
bawa baju ganti nih, tadi terburu buru mau buang air besar", kataku
mencari alasan. "Tunggu ya El, mama ambilkan dulu", kata mamaku.
"Iya, terima kasih ma", kataku sambil menunggu.
Ketukan di pintu kamar mandi ini membuyarkan lamunanku tentang
betapa aku tadi sempat orgasme karena digenjot oleh seorang lelaki tua
dan keriput. "El, ini handuknya", aku dengar suara mamaku, maka aku
buka sedikit pintuku, dan mengambil handuk yang disodorkan mamaku.
"Terima kasih ma", aku merasa lega, dan kukeringkan rambutku dan
seluruh tubuhku. Kembali tubuhku kubelit dengan handuk, dan setelah
yakin bagian penting dari tubuhku tertutup, aku keluar dari kamar
mandi dan melangkah menuju kamar ortuku.
Saat melewati tempat cuci piring, aku berpapasan dengan pak Basyir
yang sedang mempersiapkan piring dan gelas untuk barbeque nanti.
Aku diam saja saat melewatinya, tak tahu harus bilang apa pada
penjaga vila yang baru menikmati tubuhku ini. Tiba tiba aku merasa
pantatku diremas, hingga aku menoleh kaget. Memang tak ada yang
lain, pasti pak Basyir yang melakukan. Dengan sedikit kesal aku
menegurnya, "Pak, gimana sih.. jangan ngawur gini dong, di dalam
banyak orang tuh!".
Melihatnya yang hanya cengengesan, aku berpikir akan lebih baik jika
orang tua ini kutinggal masuk sekarang juga sebelum aku dijahili lebih
lanjut. Aku berganti pakaian di kamar ortuku, kupilih bra dan celana
dalam berwarna pink. Sebuah kaus warna pink bergambar boneka
Teddy Bear dan celana santai kukenakan, sekarang aku sudah siap
untuk bergabung ikut acara barbeque. Kubawa koperku ke kamarku,
lalu aku ke depan. Begitu aku sampai di depan, kedua sepupu kecilku
segera mengerubutiku.
"Cie Eliza... sudah sembuh ya", Stanley menggelayut manja seperti
biasa, sementara Vincent mengangkat tangannya seolah berkata "Cie,
gendong Vincent dong". Aku tersenyum dan menggendong Vincent,
sambil berkata pada Stanley, "Iya, cie cie sudah sembuh. Gimana tadi di
taman safari?". Stanley mulai bercerita tentang apa saja yang dia liat
dengan gaya anak kecil yang menggemaskan. Aku terus mendengarkan
sambil sesekali menimpalinya. Tepat saat ceritanya selesai, kami
dipanggil papa untuk memulai acara barbeque.
Api panggangan sudah siap. Selain kedua sepupuku, kami semua
bergantian memanggang makanan yang berbeda beda. Sambil
mengobrol ke sana kemari, juga diselingi bercanda, suasana malam ini
benar benar menyenangkan. Aku memilih memanggang marshmallow
yang sudah kuisi coklat cair, benar benar nikmat saat semuanya
meleleh di atas lidahku, ketika tiba tiba aku merasa pantatku dicolek,
hingga aku memekik terkejut dan semua menoleh ke arahku. Untungnya
mereka tak melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Untung saja, saat itu juga hpku berbunyi, nada sms masuk. "Kenapa
El?", tanya mamaku heran. "Nggak ma, ini lagi liatin panggangan, tahu
tahu hpku bergetar. Bentar ma, mau baca sms dulu", jawabku, dan
ketika aku melihat pak Basyir yang sudah di sampingku membawakan
marshmallow, aku memandangnya dengan penuh teguran, kesal sekali
rasanya. Tapi aku tak bisa berbuat apa apa, maka aku menjauh dari
tempat ini, sekalian membaca sms dari siapa yang baru masuk ke
HPku, yang ternyata dari Cie Stefanny, guru les privatku di bidang
bahasa inggris. Ia adalah mahasiswi Sastra Inggris semester 7 di
universitas swasta yang terkenal di Surabaya. Seminggu lagi usianya 22
tahun. Terbayang olehku, Cie Stefanny ini orangnya sabar, cantik,
tubuhnya ramping, rambutnya lurus sebahu menambah keanggunannya.
"Happy new year Eliza ^^
Juga sekalian nanya nih, mulai Januari kamu kan sekolah pagi,
Lesnya enaknya jam berapa? Harinya tetap saja ya kalau bisa, thanks ^^
Cie Stefanny"
Membaca ini aku tersenyum dan segera membalas sms ini. "Happy New
Year juga cie Stefanny. Yah kalo cie cie bisa, jam 2 siang saja ya cie.
Iya, tetap hari Senin dan Kamis saja cie, tapi besok jangan dulu yah
cie, masih capek nih abis liburan."
Setelah membalas sms ini, aku melihat pak Basyir yang membawa
piring kotor, pergi ke belakang. Aku teringat kelakuannya tadi, dan
segera menyusulnya. "Pa Ma, Suk Sing, Ie Lin, Eliza ke belakang bentar
ya, mau ke wc", pamitku pada mereka yang menganggukkan kepala.
"Lho, aku nggak dipamitin?", goda kokoku yang memang selalu usil ini.
"Suk Hengky, Eliza ke belakang bentar ya, mau ke wc", kataku sambil
menjulurkan lidah waktu menyebut nama kokoku dengan panggilan
Suk, dan kami semua tertawa.
Aku pun masuk dan ketika melihat pak Basyir sedang mencuci piring,
aku segera menghampirinya, dan dengan aku segera menegurnya. "Pak,
jangan ngawur dong. Masa ada orang banyak gitu bapak seenaknya
main colek saja. Kalo kelihatan kan jadi masalah. Gimana sih?", tegurku
kesal tapi dengan dengan suara pelan.
Mendapat teguranku, pak Basyir bukannya berhenti tapi malah meremas
pantatku dengan santai sambil berkata, "Jadi kalau berduaan gini,
nggak apa apa kan non Liza?". Aku makin kesal dan berkata, "Pak,
tolong ya, jangan ngawur seperti ini". Aku menepis tangannya, dan
meninggalkannya ke wc. Waktu aku keluar dari wc, aku melihat pak
Basyir mendekatiku.
Aku menghindar memilih tak berurusan lebih lama dengan penjaga
vilaku yang mesum ini. Tapi ia sudah menghadangku, dan memegang
tanganku. "Non Liza, bapak lagi pengin nih", katanya padaku, membuat
aku kesal bercampur panik, ditagih dalam keadaan banyak orang
seperti ini.
"Apa apaan sih pak Basyir? Nggak pak, jangan ngelunjak ya. Lepaskan
Liza!", aku berkata agak kasar padanya, tapi ia terus mendesakku. Oh..
daripada nanti dia kalap lalu aku diperkosa di sini, aku mengalah dan
berkata, "Pak Basyir, Liza oralin saja, tapi jangan ganggu Liza lagi.
Sebentar, Liza lihat keadaan dulu". Aku memastikan mereka yang di
luar masih sibuk, lalu aku menutup pintu wc dan menyalakan lampunya
seolah aku masih di dalam. Lalu aku mendekat ke pak Basyir di tempat
cucian, dan membuka celananya.
"Pak, jangan lupa, perhatikan orang orang di depan. Kalau ada yang
masuk kita bisa repot!", kataku sambil mulai memegang penisnya pak
Basyir yang sudah tak perlu kukocok dengan tangan karena sudah
begitu tegang. "Iya non Liza.. oooh", erangnya saat penisnya mulai
kukulum. Aku terus menyedot penis itu, sesekali kuhunjamkan dalam
dalam, membuat badan pak Basyir tergetar menahan nikmat saat
penisnya melesak begitu dalam ke rongga ternggorokanku, untungnya
ia tak lupa memperhatikan depan.
Aku sendiri sebenarnya cukup menikmati aktivitas oral yang
menegangkan ini, toh aku sudah terbiasa dengan penis yang melesak
ke dalam rongga tenggorokanku. Aku sebenarnya sudah ingin
mendesah, tapi aku menahan diri supaya di sini tak semakin ribut,
sudah ada pak Basyir yang mengerang pelan.
"Pak Basyiir, kalau sudah tolong piring tadi dibawakan ke sini ya",
terdengar suara papaku dari luar sana. "Iya tuan", jawab pak Basyir
yang hendak menarik penisnya, tapi aku menahannya, berpikir ini lebih
baik diselesaikan sekarang daripada aku terus diganggunya. Maka aku
menyedot makin keras, mengulum ngulum dan bibirku kujepitkan erat
pada penis itu membuat pak Basyir akhirnya tidak tahan dan
menggeram, penisnya berkedut kedut lalu sperma yang hangat, asin
dan gurih menyembur membasahi kerongkonganku.
"aaagh.. non Lizaa...", erangnya. Ia terburu buru menarik penisnya yang
masih terus menyemburkan sperma sehingga saat penis itu keluar dari
mulutku, bibirku terkena semburan itu. Untung saja bajuku tidak kena.
Kujilat sperma itu hingga bibirku bersih dan ku memandangnya kesal.
"sudah puas kan pak? Tolong jangan ganggu Liza lagi hari ini", kataku
pada pak Basyir yang memakai kembali celananya.
Pak Basyir berjongkok juga dan tiba tiba melumat bibirku membuatku
terkejut, tapi aku tak berani menimbulkan kegaduhan di sini dan
terpaksa pasrah saja. Nafasku mulai memburu saat pak Basyir
melepaskan lumatannya pada bibirku, dan berkata, "Iya non Liza, bapak
sudah puas sekarang. Tapi kalau non Liza masih belum puas, nanti
malam bapak tunggu di kamar belakang".
Aku melotot padanya mendengar kata kata yang amat kurang ajar itu,
tapi ia hanya cengengesan dan berlalu ke luar sambil membawa piring
yang diminta papaku tadi. Aku menghela nafas dan berpikir, ini orang
benar benar nggak tau diri ya. Dasar tua tua keladi. Aku kemudian ikut
keluar, dan saat aku melewati ruang makan aku berpapasan dengan
kokoku.
"Me, apa tuh di dagumu belepotan gitu?" tanya kokoku yang membuat
jantungku serasa berhenti. Oh.. ini pasti sperma pak Basyir yang
muncrat tadi, aku tak sadar kalau ada yang menempel di daguku. Aku
panik tak tahu harus menjawab apa, dan menunduk ketika di meja
makan aku melihat ada beberapa burger. Untung saja, aku bisa
memakai burger ini sebagai alasan. "aduh.. tadi mayonesnya burger ini
sempat kena sini yah... aku kira cuma kena bibirku tadi ko", kataku
sambil cepat menghapus sperma pak Basyir dari daguku. Aku baru
sadar, untung kokoku ini termasuk kuper untuk urusan seks, ia pasti
sama sekali tidak membayangkan tadi itu cairan sperma dari penjaga
vila yang baru dioralin adiknya ini.
Dan memang kokoku sudah tak bertanya lebih lanjut, dan segera ke wc.
Aduh, aku lupa membuka pintu wc yang tadi kututup sebagai kamuflase
kalau aku masih di wc. Benar saja, kokoku tiba tiba bertanya dari
belakang, "Mee, siapa lagi nih yang ada di wc?". Untung saja aku masih
sempat mendapat ide untuk menggoda kokoku, "Buka aja ko, siapa tau
ada penghuni baru di vila ini". Kokoku tertawa dan menyangka itu
memang ide isengku, jadi ia langsung masuk ke wc. Aku terus pergi ke
luar, dan kembali mengikuti acara barbeque ini sampai selesai.
Jam 9:00, sepupu sepupu kecilku yang sejak tadi bermain main
denganku harus tidur. Maklum kan, mereka masih amat kecil, harus
tidur lebih awal. Setengah jam berikutnya, acara barbeque ini berakhir,
dan kelihatannya bagi keluargaku dan keluarga suk Sing akhir tahun ini
benar benar menyenangkan.
Tapi, aku masih merasa kata kata pak Basyir tadi terus terngiang di
telingaku. Entah kenapa, makin aku teringat, bukannya makin kesal,
tapi gairahku rasanya naik mengingat kata kata yang harusnya bernada
kurang ajar ini. "El, ada yang mau kamu bicarakan? Dari tadi kamu
terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu?" tanya mamaku
mengagetkanku. "Oh... eng.. enggak kok ma. Cuma membayangkan
senin besok itu sekolah pagi, sudah satu setengah tahun Eliza nggak
sekolah pagi", kataku mencari alasan. Mamaku tersenyum dan
mengelus rambutku, aku sungguh merasa disayang.
Setelah semuanya masuk ke kamar tidur masing masing, aku kembali
terbayang kejadian di tempat cuci piring tadi, juga kata kata pak Basyir
yang amat melecehkanku itu. Aku menghela nafas dan berusaha untuk
tak memikirkan hal itu lagi. Masa aku harus merendahkan diriku untuk
mendatangi pak Basyir di kamarnya? Bahkan di rumah pun aku masih
sanggup menahan diri untuk tidak mendatangi kamar Wawan atau
Suwito ataupun pak Arifin. Yang benar saja, aku tak mau harga diriku
semakin jatuh.
Maka aku pun memutuskan tidur saja. Aku mengganti celana santaiku
dengan celana jeans yang pendek sampai ke pangkal paha. Setelah
membereskan semuanya, aku segera naik ke ranjang, memakai selimut
yang tak tebal, dan tidur dengan nyaman. Tengah malam aku
terbangun, karena ingin buang air kecil. Maka aku keluar menuju ke wc.
Setelah selesai buang air, aku keluar dari wc, tapi tak segera kembali ke
kamar. Entah kenapa, kakiku seperti melangkah sendiri, membawaku ke
depan pintu kamar pak Basyir.
Sesampainya di situ, aku terkejut sendiri, seolah baru sadar dari mimpi.
Aku segera memutuskan untuk balik lagi ke kamarku, ketika tiba tiba
penjaga vilaku yang mesum itu melongokkan kepalanya keluar dari
jendela kamarnya menyapaku.
"Halo non Liza, akhirnya ke sini juga. Memek non Liza sudah gatel ya?"
tanya pak Basyir dengan senyum yang menjemukan. Aku berpikir, nih
orang makin lama makin kurang ajar ya. Langsung saja aku dengan
kesal membantah, "Enak saja. Jangan ngawur ya pak, Liza cuma susah
tidur tau!".
Tapi kata kataku yang terkesan mencari alasan ini malah membuat aku
mendapat pelecehan lain dari pak Basyir yang sudah keluar
mendekatiku. "Susah tidur kok jadinya ke sini non? Mikirin punya
bapak ya?", tanya pak Basyir, membuat wajahku terasa panas, tak tahu
harus membantah apa. Akhirnya tanpa berkata apa apa, aku membalik
badanku berniat kembali ke kamarku setelah aku menyemprotnya, "Iya,
Liza mikirin kok ada pembantu yang kurang ajar seperti bapak".
Tapi pergelangan tanganku yang mungil ini sudah dicengkeram oleh
pak Basyir, dan aku ditarik masuk ke dalam kamarnya. Aku berusaha
menahannya, tapi entah tenaganya yang terlalu kuat, atau memang aku
hanya menahan dengan setengah hati, tanpa kesulitan yang berarti,
aku sudah terduduk di ranjang pak Basyir yang sudah mengunci pintu
dan merapatkan gorden tipis di jendela. Aku tertegun melihat ada 2
sachet obat kuat yang sudah kosong dari salah satu merk yang
tergeletak di meja kecil di depanku ini. Jam weker di meja ini
menunjukkan kalau sekarang ini jam 00:30 pagi.
Sialan, pak Basyir benar benar berpikir aku pasti menemuinya malam ini
di sini. Aku merasa dilecehkan, tapi entah kenapa aku hanya bisa diam.
Pak Basyir melepaskan bajunya hingga telanjang bulat, membuat aku
teringat tubuh keriput ini sempat menguasai diriku tadi sore. Dan
harusnya tanpa obat perangsang. Memikirkan hal ini, jantungku
mendadak berdegup kencang, aku mulai dilanda gairahku sendiri.
Pak Basyir mendekatiku, dan menarik lepas kausku dengan mudah
karena tanpa sadar aku mengangkat tanganku pasrah. Aku ditariknya
berdiri, celana pendekku dilorotkannya, lalu celana dalam dan braku
juga sudah dilepasnya. Kini aku sudah telanjang bulat di hadapan
penjaga vilaku untuk kedua kalinya. Dengan bernafsu, pak Basyir
menubrukku hingga aku kembali terjatuh di ranjang ditindih tubuh pak
Basyir. Bibirku segera dilumat olehnya dengan ganas. Aku sudah larut
dalam birahi, dan membalas ciuman dari orang tua ini.
Begitu bernafsunya kami berdua, sampai kami bergulingan di ranjang
ini tanpa melepas pagutan kami. Aku sudah menyerahkan diri
sepenuhnya, dan bahkan balas mencumbui orang yang pantasnya jadi
kakekku ini. setelah sama sama kehabisan nafas, kami berhenti
sejenak, lalu pak Basyir menyuruhku naik ke pangkuannya. Ia
membimbingku duduk di sana sehingga mulut vaginaku tepat menelan
penisnya yang sudah mengacung tegak dengan perkasa. Aku
merasakan penis ini keras sekali sekarang, beda sekali dengan tadi
sore, mengingatkanku pada penis Wawan.
"Ngggghhh... nggghhh", aku melenguh lenguh ketika penis itu tertelan
semakin dalam di vaginaku. Dalam posisi ini, puting susuku dikulum
oleh pak Basyir, yang terus mengarahkan tubuhku supaya penisnya
bisa masuk seluruhnya. Aku menggeliat keenakan, memeluk lehernya
pasrah merasakan vaginaku dihunjam penis yang sekarang amat keras
ini. Semakin dalam, aku semakin keras melenguh, sampai akhirnya,
"nggghhkkk.. adduuuh...", aku melenguh dan mengerang, tubuhku
bergetar menahan nikmat luar biasa.
Penis pak Basyir ini begitu panjang, rasanya menghantam dinding
rahimku. Sedikit sakit memang, tapi nikmatnya jauh lebih terasa.
Tubuhku mengejang dan menggeliat, aku menggeleng gelengkan
kepalaku kuat kuat ketika pak Basyir mulai memompa vaginaku. Puting
susu payudara kananku dikulum pak Basyir, sementara payudaraku
yang kiri dremas remas dengan lembut dan sesekali remasan itu
berubah kasar dan kuat. Aku hanya bisa pasrah, kini dalam posisi
duduk berhadapan aku digenjot dengan gencar
Pelukan pak Basyir semakin ketat pada pinggangku hingga aku tak
mampu menggeliat bebas. Cairan cintaku sudah mulai melumasi
vaginaku. Selagi aku melenguh tak kuasa menahan nikmat, tiba tiba
pak Basyir berbisik, "Non Liza, ada omnya non Liza di luar. Non Liza
jangan bersuara dulu". Mendengar ini aku terkejut dan menoleh ke
belakang, benar saja, aku melihat bayangan omku yang sedang
merokok, terlihat samar samar dari gorden yang tipis ini. Untung
cahaya di kamar ini tak terlalu terang, jadi tak mungkin ada bayangan
siluet kami berdua yang lagi bersenggama ini.
Tapi pak Basyir ini bodoh kali, ia tak bisa berpikir apa kalau aku terus
digenjot begini, bisa tak tahan untuk tidak melenguh? Karena takut aku
lepas kendali dan bersuara, aku melumat bibir pak Baysir setelah
memegang kepalanya dan melepaskan pagutannya pada puting susuku.
Cukup lama aku digenjot dalam keadaan seperti ini, sampai terdengar
suara pintu tertutup. Situasi seri tadi saat kami bercinta dalam keadaan
tegang takut ketahuan tadi, benar benar menambah kenikmatan ini dan
membuatku mencapai orgasme.
Aku melepaskan pagutanku dan langsung melenguh panjang,
"nngggghhh... paaaak". Tubuhku berkelojotan, kakiku melejang lejang
dan nafasku tersengal sengal mengiringi orgasme pertamaku ini. Cairan
cintaku rasanya keluar begitu banyak, sementara pak Basyir jelas masih
perkasa, kan ia sudah minum obat kuat itu. Ia terkekeh ketika tubuhku
lunglai dalam pelukannya, sementara keringatku membanjir deras,
apalagi hawa kamar ini cukup panas.
Dan memang tanpa ampun pak Basyir terus menggenjotku yang sedang
dilanda orgasme. Aku hanya bisa pasrah, untungnya vaginaku sudah
licin sekali. Aku sudah begitu lemas, sampai nafasku mendengus
dengus ketika tubuhku berulang kali terangkat karena vaginaku terus
disodok penis pak Basyir. Perlahan gairah ini melandaku kembali. Rasa
nikmat yang menjalari seluruh tubuhku membuat aku tanpa sadar mulai
menggerakkan pinggulku, menyambut tiap sodokan pada vaginaku.
Pak Basyir akhirnya puas juga mengulumi puting susuku. Ia
memandangku yang sedang menatapnya dengan pandangan sayu.
Dengan lembut ia membelai rambutku yang terurai ke sana kemari
karena sodokan pada vaginaku ini membuat tubuhku sesekali tersentak
keenakan. "Enak ya non Liza..", tanya pak Basyir padaku dengan
senyum mengejek. Aku tak bisa membantah dan jawaban ini meluncur
begitu saja, "iyaah.. paak.. ooooh... panjaaang...", aku meracau, tubuhku
menggigil tak mampu menahan nikmat yang terus mendera ini.
Tiba tiba pak Basyir menyuruhku tidur di ranjang. Rupanya ia ingin
posisi konvensional, maka aku berbaring di ranjang itu dan
merenggangkan pahaku. "Non Liza sudah kepingin amat ya, kok
pahanya sampai dibuka segitu lebar?", lagi lagi pak Basyir berkata
mengejekku. "Oh...pak..., jangan ejek Liza terus dong", keluhku dan
memejamkan mata karena malu, panas juga rasanya wajahku diejek
terus terusan seperti ini, dan lebih lebih aku tak bisa membantah
apapun, reaksi tubuhku yang jujur seolah mengakui kebenaran dari
ejekan demi ejekan yang kuterima.
Pak Basyir tertawa saja, lalu penisnya kembali membelah bibir
vaginaku. Kedua kakiku ditumpangkan di pundaknya, dan aku kembali
digenjotnya dengan gencar. Penis itu terasa makin dalam mengaduk
aduk vaginaku dalam posisi ini, tubuhku mengejang ngejang keenakan .
Kedua tanganku mencengkram sprei, kembali kepalaku kugeleng
gelengkan kuat kuat. Aku sudah tak mampu bertahan lagi dan mulai
melenguh lenguh, nafasku sudah tersengal sengal, aku memejamkan
mata kuat kuat, tampaknya aku sebentar lagi akan mengalami orgasme
untuk yang kedua kalinya.
Tapi kali ini aku kecele. Pak Basyir seolah ingin menyiksaku, ia
mendadak menghentikan genjotannya hingga aku tak jadi orgasme.
"Oooh... ?", aku mengeluh dan membuka mata memandanganya seakan
hendak protes, tanpa sadar aku menggerakkan pinggulku sendiri
supaya vaginaku terus dikocok oleh penis Pak Basyir yang kini
tersenyum penuh kemenangan dan melecehkanku. "Non Liza ketagihan
ya? Kalo gitu bapak genjot lagi ya", ia kembali mengejekku, membuat
aku semakin malu, tapi aku tak bisa mengontrol diriku yang kini sudah
bukan milikku lagi, melainkan milik penjaga vilaku ini sepenuhnya.
Kurasakan vaginaku kembali digenjot kuat, tapi aku masih terus
menggerakkan pinggulku, menikmati adukan demi adukan pada
vaginaku. Aku mulai melenguh kembali, sekali ini sodokan itu
kurasakan terus dan terus seolah memompa gairahku kembali menuju
orgasme. Tapi pak Basyir terus mempermainkanku, ia seolah tahu
kapan saat aku akan orgasme, dan tiba tiba ia menghentikan
sodokkannya. Aku hanya bisa mengeluh sambil terus menggerakkan
pinggulku mencari kenikmatan yang tertahan tahan ini, bahkan akhirnya
aku memohon, "Pak Basyir.. jangan permainkan Liza dong... Liza sudah
nggak tahan nih...". Baru kali ini aku tak mampu menahan diri untuk
memohon supaya diantar menuju orgasme oleh orang yang
menyetubuhiku.
Entah rasa malu ini sudah seperti apa, tapi aku memang sudah tak kuat
lagi menahan keinginan untuk orgasme. Akibatnya aku terus jadi
korban pelecehan pak Basyir, yang kini menambah rangsangan padaku
dengan meremas lembut kedua payudaraku saat genjotannya dimulai
kembali. "Non Liza sudah nggak tahan ya", katanya mengejekku. "Iyah...
pak Basyir.. jahaat...", keluhku. Pak Basyir tertawa penuh kemenangan.
Beberapa kali ia mempermainkanku seperti ini, sampai akhirnya ia mau
melepaskanku dari derita ini. Aku melenguh lenguh ketika sekali ini
yang datang adalah multi orgasme, seolah olah tubuhku melepaskan
semua orgasme yang tertunda setelah aku berkali kali dipermainkan
seperti tadi,.
Tubuhku berkelojotan dan mengejang ngejang susul menyusul
menyambut kenikmatan ini, kedua betisku melejang lejang membuat
pak Basyir kewalahan, tubuhnya terdorong oleh sentakan betisku
hingga penisnya yang panjang itu terlepas, menambah sensasi yang
amat dashyat ketika kepala penisnya menggesek seluruh dinding
vaginaku sampai akhirnya keluar melewati bibir vaginaku yang
langsung terkatup. "Ngggghhh... ngggggkk... aaahh...", aku melenguh
lenguh menikmati kontraksi otot vaginaku yang membuat tubuhku terus
mengejang ngejang, mungkin lebih dari 2 menit lamanya.
Akhirnya orgasmeku reda dan aku terbaring lemas tanpa daya, nafasku
tersengal sengal seolah habis berlari maraton. Tapi penis pak Basyir
masih berdiri tegak. Aku sampai merasa ngeri, karena ini sudah jam
01:30, artinya sudah 1 jam aku melayani penjaga vilaku yang sudah tua
ini. Obat kuat yang diminum pak Basyir rupanya melipat gandakan daya
tahan sexnya. Aku tahu masih akan ada satu atau dua ronde lagi, maka
aku memanfaatkan kesempatan ini untuk beristirahat memulihkan
tenagaku yang rasanya sudah tersedot habis saat aku mengalami multi
orgasme tadi.
Tiba tiba tubuhku dibalik oleh pak Basyir, aku disuruhnya menungging.
Oh.. aku tak ingin disodomi oleh penis yang begitu panjang ini. "Pak...
jangan...", aku memohon, tapi aku kembali tenang ketika kurasakan
kepala penis itu sudah menempel di bibir vaginaku. "Jangan apa non
Liza? Maksud non Liza jangan berhenti kan?", kembali pak Basyir
mengejekku. Aku hanya diam, merasakan saat saat vaginaku kembali
dibelah oleh penis yang panjang ini. "oooohh... nggghhh....", aku
melenguh pendek ketika akhirnya penis itu terbenam seluruhnya, kini
aku merasakan dinding vaginaku sebelah dalam yang tertekan kepala
penis yang panjang ini, yang sejak tadi menghajar dinding vaginaku
bagian luar.
Kurasakan pak Basyir mencengkram kedua lenganku lalu menariknya,
hingga kini aku menungging tanpa pegangan, tapi kedua pergelangan
tanganku yang tertarik ke belakang ini dipegangi pak Basyir hingga aku
tak sampai menelungkup, dan ketika aku menunduk lemas aku melihat
payudaraku tergantung bebas dan terayun ayun mengikuti irama
sodokan pak Basyir. Aku kini seperti kuda betina yang ditunggangi
dengan kedua tanganku sebagai tali kekang.
Dalam posisi ini aku sama sekali tak bisa mengejang ataupun
menggeliat bebas, tapi hal ini malah membuatku orgasme dengan
cepat. "Ngggghhhh.... Nggghhhh... Aduuuuh", aku melenguh lenguh,
tubuhku tersentak sentak dan aku hanya bisa menggeleng gelengkan
kepalaku kuat kuat karena hanya kepalaku yang bisa kugerakkan. Aku
kembali tertunduk lemas, rambutku sudah terurai kesana kemari
menyentuh permukaan ranjang ini.
Kini dalam keadaan lelah, aku hanya bisa berharap, penjaga vilaku ini
segera orgasme. Aku sudah tak tahan lagi, tenagaku sudah tersedot
habis. Mungkin aku bisa pingsan kalau aku harus mengalami dua atau
tiga kali orgasme lagi. Pandangan mataku sudah mulai berkunang
kunang, nafasku makin memburu, sementara sodokkan pada vaginaku
ini rasanya sama sekali tak berkurang kecepatannya. Keperkasaan
penjaga vilaku ini benar benar membuat tubuhku serasa remuk, tubuhku
terjuntai lemas walau sesekali tersentak ketika penis itu menghantam
dinding rahimku.
Perlahan gairahku mulai meninggi, membuatku sedikit takut apakah aku
mampu bertahan dalam derita kenikmatan yang terus menderaku ini.
Kembali aku menggeliat keenakan, adukan adukan pada vaginaku ini
membuatku makin melayang, dan akhirnya otot vaginaku mulai
berkontraksi. Oh.. aku akan segera orgasme lagi, tapi untungnya,
kurasakan penis pak Basyir sudah mulai berkedut, dan makin lama
kedutan itu makin kuat. Bersamaan ketika aku akhirnya melepas
orgasme yang meluluh lantakkan tubuhku, penis itu menyemburkan
lahar panas ke dalam liang vaginaku, dan sodokan yang masih belum
reda itu seolah mengaduk aduk cairan cintaku hingga bercampur rata
dengan sperma yang membanjiri liang vaginaku.
"ooooohh.... Non Lizaaa....memek non benar benar nikmaaaat....", pak
Basyir melenguh dan meracau. Keadaaanku tidak lebih baik, aku juga
melenguh panjang, "ooooohhh... nggggghhhh... ampun paak...". Akhirnya
selesai sudah ronde terakhir ini, penis pak Basyir yang cepat mengecil
akhirnya lepas dari vaginaku, membebaskanku dari derita orgasme ini.
Aku langsung roboh lemas, sementara pak Basyir yang masih terengah
engah mendekatiku dan tidur di sampingku. Ia membalikkan tubuhku
hingga aku telentang. Kemudian sambil melumati bibirku, ia meremasi
payudaraku dengan lembut. Kami benar benar seperti pasangan suami
istri yang sedang berbulan madu saja, aku hanya pasrah saja dicumbui
oleh penjaga vilaku ini.
Akhirnya orgasmeku sudah reda, dan tenagaku mulai pulih. Pak Basyir
yang sudah lemas menghentikan lumatannya pada bibirku, tapi
payudaraku masih saja diremasnya dengan lembut. Aku membiarkan
pak Basyir menikmati remasannya pada payudaraku, karena aku pun
merasa nyaman. Rambutku yang sudah awut awutan terurai di ranjang
ini dicium oleh pak Basyir. "Non Liza.. rambut non ini harum sekali...
indah sekali... ", puji pak Basyir. Aku hanya tersenyum lemah,
membiarkannya berbuat apa saja yang diinginkannya pada tubuhku ini.
Kulihat jam weker di meja menunjukkan pukul 02:00. Sekitar satu
setengah jam ini aku melayani penjaga vilaku ini. Aku menerawang
melamunkan keadaanku. Di sekolah, di rumah sendiri, di rumah seorang
teman, bahkan kini di vilaku sendiri, aku harus menjadi budak pemuas
nafsu dari berbagai lelaki. Entah sampai kapan aku harus menjalani
kehidupan seperti ini. Ingin aku menghentikan semua ini, tapi aku
selalu tak kuasa menolak kenikmatan yang melandaku ketika vaginaku
sudah tertusuk sebuah penis.
"Non Liza, bapak boleh tau siapa lelaki yang beruntung mendapat
keperawanan non Liza?", tanya pak Basyir memecahkan lamunanku.
Aku sempat teringat Girno, satpam sekolahku yang mengoyak selaput
daraku pertama kali. Tapi aku tersadar, bahwa ini adalah urusan
pribadiku. Dengan ketus aku menjawab, "Pak, ini bukan urusan bapak
yah. Bapak nggak perlu tahu". Pak Basyir tertawa saja sambil terus
meraba raba tubuhku dan tentu saja payudaraku masih terus medapat
remasan.
"Non Liza sudah ada pacar? Pacar non Liza tahu nggak kalo non Liza
suka beginian? Atau pacar non Liza yang beruntung dapat
keperawanan non Liza?" tanya pak Basyir bertubi tubi. Aku semakin
sebal diingatkan pada Andi, cowok yang diam diam menjatuhkan
hatiku. "Pak, tolong ya, jangan tanya masalah pribadi Liza. Liza nggak
suka tau!", ketus sekali aku menjawab, membuat pak Basyir terdiam
beberapa saat. Tapi tangannya tidak menganggur, terus menikmati
tubuhku yang masih tergolek di sampingnya.
"Non Liza, tadi enaknya sampai kayak gimana? Kok mulet mulet nggak
karuan seperti itu?", tanya pak Basyir lagi. Wajahku terasa panas
mendengar kata kata yang kurang ajar ini. Aku tak tahu harus marah
atau menjawab, akhirnya aku memilih diam saja. Aku menepis
tangannya yang masih meraba dan meremasi payudaraku, lalu aku
bangkit berdiri. Tenagaku sudah cukup untuk berjalan. Aku melap
keringat di sekujur tubuhku dengan handuk pak Basyir yang tergantung
di pintu, lalu memunguti semua pakaianku yang tercecer di lantai
kamar penjaga vilaku ini, dan mulai mengenakannya satu per satu
mulai dari bra, celana dalam, celana pendek dan kausku.
"Non Liza, kapan mau menginap di sini lagi? Bapak tunggu ya
kedatangan non Liza yang berikutnya. Jangan lama lama lho non, nanti
bapak bisa mati kangen", kata pak Basyir padaku sambil mengelus
rambutku yang tergerai ke belakang ini. Aku makin malas
menjawabnya, dan berkata, "Sudah pak Basyir, Liza harus kembali ke
kamar. Besok takutnya nggak bisa bangun."
Pak Basyir masih saja melantur, "Tidur di sini sama bapak saja non
Liza. Non Liza mau nggak jadi istri bapak?". Aku hampir saja
membentaknya, tapi aku masih bisa menahan diri dan menjawab ketus,
"Jangan mimpi ya pak. Sudah, malas Liza mendengar bapak melantur.
Liza kembali dulu ke kamar". Aku sudah memegang handel pintu ketika
pak Basyir berkata lagi, "Non Liza, boleh bapak cium non dulu?". Kali
ini aku mengalah dan duduk kembali ke ranjang, memberikan ciumanku
yang hot pada penjaga vilaku ini. Tanganku menggelayut di lehernya,
bibir kami saling berpagut dan lidah kami saling bertautan. Aku mulai
tersengal sengal, dan aku sadar tak boleh larut dalam birahi, maka aku
segera melepaskan peluk cium ini, dan tanpa berkata apa apa lagi aku
keluar dari kamar ini.
Kuperhatikan tak ada tanda tanda keluargaku yang masih bangun. Maka
aku berjalan dengan tertatih tatih, kembali ke kamarku. Ketika aku akan
membaringkan diriku ke ranjang, aku teringat akan campuran cairan
cintaku dan sperma pak Basyir yang masih tertinggal di vaginaku,
bahkan kurasakan sedikit belepotan di pangkal pahaku. Dengan lemas
aku mengambil handuk, bra dan celana dalam pengganti, dan handuk
kecil yang akan kugunakan untuk membersihkan seluruh tubuhku.
Aku tidak mandi karena takut rematik, hanya menyeka tubuhku dengan
handuk kecil yang kubasahi dengan sedikit air sabun, lalu kuperas dan
kucelupkan air hingga tak ada busanya lagi, lalu aku membersihkan
tubuhku dengan menyeka lembut. Vaginaku yang kukorek korek sampai
bersih sambil kubilas dengan cairan pengharum vagina yang selalu
kubawa, kini sudah terasa nyaman. Kubersihkan pahaku dari cairan
cairan yang mendatangkan gairah ini, lalu kuhanduiki seluruh tubuhku
hingga kering. Setelah memakai pakaian dalam dan baju tidurku yang
satin itu, aku kembali ke kamar, berbaring mengistirahatkan tubuhku
yang langsung terasa sekali capainya akibat dipermainkan penjaga
vilaku tadi.
Tak butuh waktu lama, aku sudah tertidur lelap. Paginya, aku
terbangun karena ingin buang air kecil ketika jam baru menunjukkan
pukul 5:30. Aku masih mengantuk dan capai sekali, maka aku masih
mencoba tidur lagi setelah kembali dari WC. Tapi setelah beberapa
menit aku tak juga kembali tidur, aku memutuskan untuk bangun saja,
dan keluar duduk duduk di teras setelah menyikat gigiku. Tak lama
kemudian aku melihat pak Basyir melintas di halaman, membersihkan
runtuhan daun seperti biasa. Kami sempat bertatapan muka sejenak,
dan aku hanya menunduk malu sambil tersenyum kecil mengingat
kemarin aku dipermainkan sedemikan rupa.
Tak lama papaku, mamaku, suk Sing dan Ie Lin juga sudah bangun dan
menemaiku duduk duduk di teras. Aku mengucap selamat pagi seperti
biasa. Para orang tua ini mengobrol sendiri, aku hanya diam
mendengarkan saja. Mereka membicarakan beberapa masalah yang aku
kurang mengerti, dan beberapa teman mereka yang membuka bisnis
baru. Aku sama sekali tak terganggu dengan percakapan mereka,
bahkan keberadaan mereka semua ini membuatku nyaman. Paling tidak,
untuk sementara aku aman dari tangan pak Basyir yang mesum itu.
Bukannya aku tak menikmati permainan sex tadi pagi, tapi aku juga tak
ingin tiap saat harus bermain sex, apalagi tubuhku masih terasa begitu
lelah.
Tiba tiba aku ditimpa sepupu sepupu kecilku yang sudah bangun.
Mereka ini, bukannya menghambur ke orang tua mereka, tapi malah aku
yang pertama dikerubuti. "Aduh.. sampai kaget lho cie Eliza, kalian ini
memang nakal yah", kataku sambil mencubiti pipi mereka
bergantian,dan mereka berdua tertawa senang duduk di pangkuanku.
"Heran ya, anak anak ini lebih sayang sama Eliza daripada sama
mamanya sendiri", goda Ie Lin padaku. Aku hanya bisa tertawa senang,
memang aku amat sayang pada kedua sepupuku ini. Mereka kemudian
mengajakku bermain main ke dalam, dan aku mengikuti mereka dengan
senang hati.
"Eliza, nanti setelah makan siang, kita pulang ke Surabaya ya", mamaku
mengingatkanku. "Iya ma", kataku riang, dan sebentar kemudian aku
dan kedua sepupuku ini sudah sibuk. Stanley memintaku menceritakan
sebuah buku bergambar, dan dengan Vincent di pangkuanku aku
mendongeng sebisaku. Untungnya kedua anak kecil ini menyukainya.
Bersama mereka ini membuat aku lupa untuk sesaat tentang pak
Basyir, juga para lelaki yang sudah menyetubuhiku. Selesai
mendongeng, aku mengajak mereka makan, perutku sudah terasa lapar,
ditambah dengan bau masakan mama yang mengingatkanku ini sudah
waktunya makan pagi.
Kokoku juga sudah turun, dan kami saling menyapa sebelum saling
usil. Tiba tiba kokoku memukul bahuku dari belakang, tapi aku
langsung membalasa dengan mencubit lengannya. Kami sampai dilerai
oleh mama karena aku tak mau melepaskan cubitanku meskipun kokoku
minta minta ampun. Aku dan kokoku memang akrab, jarang sekali kami
sampai bertengkar. Kalaupun bertengkar, beberapa jam kemudian kami
pasti sudah baikan. Semua termasuk kedua sepupu kecilku tertawa
tawa melihat ulah kami berdua. Lalu kami segera makan pagi dalam
suasana yang harmonis ini, benar benar membuatku bahagia.
Setelah acara makan selesai, seperti biasa pak Basyir membereskan
meja makan dan mencuci peralatan makan yang kotor. Aku berusaha
bersikap wajar padanya, dan menunggu giliranku mandi sambil kembali
menggoda kedua anak kecil ini. Giliranku tiba setelah kokoku selesai
mandi, maka aku pamit sebentar pada mereka, lalu masuk ke kamarku
yang sedang dibersihkan pak Basyir. Jantungku agak berdegup kencang
saat aku melewatinya untuk mengambil baju di koperku, berharap
penjaga vilaku ini tidak segila itu untuk berbuat sesuatu padaku
sekarang ini.
Pak Basyir memang tak melakukan apapun terhadap diriku, tapi saat
aku melewatinya lagi setelah mengambil baju ganti, aku mendengarnya
berbisik, "Non Liza, nanti siang sebelum pulang, non Liza main bentar
sama saya ya. Kan non Liza masih lama baru balik lagi ke sini. Mau ya
non?". Aku memandang pak Basyir dan melotot kesal, tapi aku tak
ingin ribut dan menarik perhatian orang orang di luar. Maka aku diam
saja, pergi ke kamar mandi tanpa memberikan tanggapan apapun pada
penjaga vilaku yang makin lama makin ngelunjak ini.
Di kamar mandi, aku mandi keramas membersihkan tubuhku sepuas
puasnya. Setelah selesai, saat aku mengeringkan rambut dan tubuhku,
aku teringat kata kata pak Basyir di kamar tadi. Entah kenapa, tiba tiba
gairahku menggelegak, nafasku memburu membayangkan aku harus
melayani penjaga vilaku yang bejat ini. Tanpa sadar, aku enggan
memakai celana dalam, seolah menyiapkan selangkanganku untuk
digenjot nanti siang oleh pak Basyir. Kini aku hanya memakai bra, t-
shirt dan rok yang agak longgar. Celana dalamku benar benar tidak
kupakai, kucampur dengan pakaian kotorku, dan aku kembali ke kamar.
Saat keluar dari wc, aku berpapasan dengan pak Basyir yang dengan
jahilnya meremas pantatku. Aku tidak melotot seperti tadi ataupun
kemarin, kini aku hanya mendesah, dan berbisik padanya, "Pak Basyir,
nanti siang tunggu aku di kamarku yah..". Aku terus berlalu dan saat
aku menyempatkan diri melihat pak Basyir, kulihat ia tersenyum girang.
Aku masuk menahan senyum, dan birahiku terus bergolak. Setelah
mengepak barang barangku, aku duduk di ruang keluarga. Kami akan
berjalan jalan pagi ini dan kembali saat makan siang nanti. Jadi aku
menunggu semua selesai mandi dan mengepak barang barangnya
masing masing.
Sekitar jam 9:15 pagi, kami keluar meninggalkan vila sebentar, berputar
putar menikmati hawa dingin dari udara segar di Tretes ini. Bercanda
sepanjang hari membuat waktu terasa berlalu begitu cepat, kini sudah
waktunya kami kembali ke vila dan makan siang, sebelum pulang ke
Surabaya. Masakan untuk makan siang sudah dihangatkan pak Basyir,
piring piring juga sudah tertata rapi. Kami semua segera makan siang,
karena perut kami memang sudah lapar semua. Selesai makan, tentunya
kami mencuci tangan dan mulut dulu sebelum membawa semua barang
kami masuk ke dalam mobil, bersiap untuk kembali ke Surabaya.
Pintu vila sudah dikunci. Ketika semua barang sudah masuk ke mobil,
aku pura pura ingin ke WC, maka aku pamit sebentar, "Pa Ma, Eliza mau
ke wc dulu sebentar, nggak usah nungguin di dalam, nanti kalau
selesai Eliza kunci semua kok", kataku buru buru begitu mesin mobil
sudah nyala. Mereka mengiyakan dan berkata akan menunggu aku di
mobil, daripada turun lagi dan mengotori lantai yang sudah disapu pak
Basyir. Aku segera berlari ke belakang, dari sana aku bukannya ke wc,
tapi segera masuk ke kamarku diikuti pak Basyir yang sudah bersiap
menungguku dari tadi di belakang.
Di dalam kamarku, aku berbaring di kasur yang sudah disediakan pak
Basyir, kemudian rokku segera disingkap oleh pak Basyir yang terpana
melihatku tak mengenakan celana dalam. "Non Liza, ternyata non
sudah siap ya?", kata pak Basyir dengan girang. "Pak, sudah cepetan,
udah ditungguin nih!", omelku. Pak Basyir segera mencopot celananya,
dan menusukkan penisnya yang sudah tegang. Pasti karena sejak tadi
pikirannya ngeres melulu. Agak sakit memang, karena vaginaku masih
belum ada pelumas sedikitpun.
Genjotan demi genjotan mengguncang tubuhku, gairahku yang bergolak
sejak pagi tadi seakan mendapat pelampiasan sekarang ini. Tubuhku
mulai mengejang ngejang, panjangnya penis pak Basyir benar benar
dengan mudah membuatku keenakan. Tak lama kemudian, aku mulai
melenguh pelan, sedangkan pak Basyir juga menggenjotku makin
kencang, ketika tiba tiba sepupu kecilku masuk ke kamarku.
Aku amat terkejut, demikian juga pak Basyir. Tapi untungnya aku sadar
kalau Vincent yang masuk ini tak bisa bicara dengan benar. Maka aku
menyuruh pak Basyir untuk cepat cepat melanjutkan, "Pak.. cepat
sedikit ya, kalau yang lain masuk kita bisa repot". Vincent mendekatiku
yang berbaring di kasur, dan membelai mbelai pipiku seperti yang biasa
ia lakukan. Aku dalam keadaan digenjot pak Basyir, balas mencubit pipi
Vincent, tapi aku tak bisa terlalu menggodanya, karena aku mulai
menggeliat dan melenguh lenguh kecil ketika kenikmatan ini semakin
menderaku.
"Ngghh.. ngghh.. terus pak... cepat.. ooooh", aku terus melenguh dan
akhirnya orgasme hingga badanku terlonjak lonjak, kakiku melejang
lejang keenakan, dan Vincent sampai melihatku dengan ekspresi
kebingungan dan terus membelai pipiku. Tak lama aku merasa
selangkanganku terasa lebih nikmat setelah penis pak Basyir berkedut
dan menyemprotkan spermanya yang hangat ke dalam lliang vaginaku.
Aku segera mendorong pak Basyir hingga penisnya terlepas, dan
kutinggalkan Vincent yang pasti semakin bingung, ketika aku meraih
penis pak Basyir dan mengulum ngulum dalam mulutku. Pak Basyir
semakin keenakan mengerang, ketika penis itu kusedot sedot sampai
akhirnya bersih dari sperma yang kurasakan cukup gurih juga.
Maka selesailah quicky sex siang ini antara aku dan pak Basyir yang
segera mencabut penisnya, dan membantuku membersihkan sperma
yang belepotan di bibir vaginaku dengan beberapa helai tissue. Dan
dengan nakalnya pak Basyir menyumpalkan tissue yang diremas
remasnya ke dalam liang vaginaku, membuatku mendesah nikmat. "Non,
tissue ini untuk menyumbat cairan dari memek non, jadi nggak basahin
roknya non sampai di rumah nanti", kata pak Basyir enteng. Aku segera
berdiri, dan menggendong Vincent yang masih memandangku heran.
Aku tak tahu apa yang dipikirkan sepupu kecilku ini, tapi aku segera
menggendongnya sambil tertawa, membuat Vincent ikut tertawa tawa.
Ketika aku keluar dari kamar, hampir saja aku bertubrukan dengan
Stanley. Aduh, untung saja, kalau tadi itu aku masih dalam keadaan
bersetubuh, nggak tahu apa jadinya denganku, bisa bisa ortuku tahu
dan aku tak berani membayangkan hal ini. Maka aku mengelus rambut
Stanley dengan lega, kemudian segera menuju ke mobil di depan yang
sudah menunggu. Aku membimbing mereka masuk ke mobil suk Sing,
dan setelah berpamitan pada mereka semua termasuk mencubit gemas
pipi kedua sepupu kecilku, aku masuk ke dalam mobilku. Aku tak kuatir
dengan Vincent, yang pasti tak mengerti sedikitpun kalau tadi itu aku
baru saja melakukan quicky sex dengan penjaga vila ini.
"Eliza, kamu sampai berkeringat gini, perutmu sakit ya?", tanya mamaku
yang kelihatan mengkuatirkanku. "Ah nggak kok ma, Eliza nggak apa
apa kok", aku berkata menenangkan mamaku. Maka setelah semua
beres, kami segera memulai perjalanan pulang. Pak Basyir membuka
pintu gerbang melepas kepergian kami semua. Di dalam mobil ini, aku
diam melamun, membayangkan kenangan baru di vilaku ini. Bisa
kupastikan, lain waktu kalau aku ke sini lagi, pak Basyir pasti minta
jatahnya padaku. Tapi itu masih lama, aku menyadari beberapa jam lagi
aku harus bersiap untuk kembali melayani sopir dan kedua pembantuku
di rumah, entah nanti malam atau besok pagi. Mereka pasti akan
menggarapku dengan buas setelah dua malam tidak menggumuliku.
Tapi itu urusan beberapa jam ke depan, yang penting aku sekarang
memilih beristirahat dan tidur di dalam mobil ini, dengan tissue yang
sedikit mengganjal vaginaku yang tak terbungkus celana dalam,
memberi sedikit rasa nikmat...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.