Jumat, 06 Maret 2015

Liburan Birahi 11: Finale

Liburan Birahi 11: Finale
What Heaven.. Zuraida?
"Boleh aku meminjam wanitamu?,,," pinta Pak Prabu, mengagetkan
Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....
Zuraida menatap Arga dengan jantung berdegub kencang, berharap
lelaki itu tidak melepaskan pelukannya, tidak membiarkan Pak Prabu
mengambil dirinya. Namun wajah tegang itu berubah menjadi kecewa,
sangat kecewa, ketika Arga tersenyum sambil menatap wajahnya,
perlahan melepaskan pelukan.
"Argaaa,,, kenapa kau lepaskan aku,, peluk aku Gaa,,, jangan biarkan
lelaki lain menjamah tubuhku,,," hati Zuraida berteriak, dengan bibir
yang terkatup rapat.
Tapi ini bukan salah Arga, lelaki itu tidak tau apa yang dimaksud Pak
Prabu dengan meminjam. Yaaa,, meminjam tubuhnya, untuk melunasi
janji yang terucap. Arga mundur beberapa langkah, mempersilahkan
atasannya untuk menghampiri Zuraida. Lalu berjalan menuju meja
mengambil botol yang masih tersisa setengah. Pak Prabu menatap
Zuraida, meminta izin untuk meletakkan kedua tangannya dipinggul
yang ramping. Dengan berat wanita itu menganguk, lalu balas
meletakkan jari-jari lentik dipundak Pak Prabu. Perlahan keduanya
bergerak mengikuti alunan musik.
"Bu Dokter,," bisik Pak Prabu, merapatkan tubuhnya, "Malam ini
terlihat semakin cantik, saya selalu kagum dengan penampilan anda
yang begitu anggun," lanjut Pak Prabu, membuat Zuraida bingung
harus bersikap.
Hati Zuraida semakin kalut, matanya menatap Arga yang mengawasi.
Tatapan kosong, tak terbaca oleh Zuraida. Sementara, dari deru nafas
lelaki yang tengah memeluknya, Zuraida bisa merasakan hasrat yang
memburu dihati lelaki berkumis tebal itu. merapatkan tubuh, berusaha
mencuri-curi sentuhan dari bulatan payudaranya yang membusung.
"Terus terang, Saya tidak tau kapan harus menagih janji yang ibu
ucapkan, karena saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk
mendekati ibu,,," ucap Pak Prabu.
Tidak seperti perkiraan Zuraida yang menduga tangan kekar itu akan
segera meremas kedua payudaranya dengan brutal, saat kaki mereka
dengan perlahan menjauh dari keramaian.
"Saya adalah lelaki yang begitu mudah tertarik pada wanita, khususnya
wanita seanggun Bu Dokter, yang selalu tampil begitu feminim,,,"
sambung Pak Prabu seraya merapatkan keningnya kekepala Zuraida
yang terbalut jilbab.
Zuraida memejamkan matanya, merutuki keadaan. Tapi sialnya itu
diartikan oleh Pak Prabu sebagai persetujuan, tangannya yang berada
dipinggul bergerak turun, dengan gemetar meremas pantat montok
yang membulat padat. Sementara tangan kirinya bergerak keatas, coba
mencumbu gundukan dagung didada si wanita, dengan siluet puting
mungil yang begitu nyata.
"Argaaa,,," ucap Zuraida tanpa suara, saat melihat lelaki yang tadi
masih mengawasinya melangkah menjauh, menuju sofa, dimana Andini
yang tengah mabuk digerayangi oleh Mang Oyik.
"Apakah Arga melihat semua kenakalan Pak Prabu pada tubuhku?,,,"
hatinya bertanya-tanya dengan panik.
Tapi wanita itu juga bingung dengan cara kerja pikiranya, yang tiba-
tiba merasa lebih tenang, karena tak ingin lelaki yang dicintainya
menyaksikan ulah Pak Prabu yang mulai menggerayangi tubuhnya
dengan remasan-remasan nakal.
Nafas Pak Prabu semakin berat, dua bongkahan payudara yang masih
terbalut gaun menempel erat didada bidangnya. seakan-seakan lelaki
itu ingin memasukkan seluruh tubuh zuraida dalam pelukannya yang
kokoh. Kini wanita itu dapat merasakan hembusan nafas khas lelaki
yang menderu, menyapu wajahnya, aroma tembakau dan alkohol yang
merangsek indra penciuman membuatnya merinding. Zuraida tertegun,
seolah sedang terhipnotis, mebiarkan Pak Prabu melabuhkan ciuman
dibibirnya yang terbuka, mengecup lembut, memberikan gigitan kecil
dibibir bawahnya.
"Paak,,, cukup,,," seru Zuraida tersentak, saat merasakan lidah yang
panas mencoba menyelusup disela bibirnya. Mendorong tubuh Pak
Prabu.
Lagi-lagi pikiran Zuraida keliru, wanita itu mengira dirinya harus
meronta kuat untuk melepaskan cengkraman Pak Prabu dipinggulnya.
Tapi nyatanya lelaki itu membiarkan tubuhnya lepas dari dekapan dan
mundur beberapa langkah.
"Maaf Bu,, saya hanya menagih apa yang ibu janjikan,"
"Tapi tidak sekarang pak,," jawab Zuraida dengan jantung berdebar.
"Lalu kapan lagi, ditempat praktek Bu Dokter? Atau dirumah?,,, itu
lebih tidak mungkin kan?" tanya Pak Prabu.
Apa yang dikatakan lelaki itu ada benarnya, tidak mungkin dirinya
membiarkan lelaki itu menggagahi tubuhnya di tempat prakteknya
bekerja, apalagi dirumah. Seketika sesal kembali mencuat, kenapa
harus terucap janji itu, sebuah izin akan kenikmatan dari tubuhnya
yang bisa didapatkan oleh lelaki itu.
"Pak,,, saya meneyesal sudah mengucapkan janji itu, saya tidak
mungkin melakukannya pak,,,mohon mengertilah,,, pintalah hal lain
yang saya bisa memenuhinya,, saya mohon Pak,,,"
Kaki Zuraida mundur beberapa langkah, mencoba menghindar dari Pak
Prabu yang melangkah mendekat.
"Bu Dokter, saya tau ini sangat sulit bagi ibu, kerena ibu bukan wanita
yang begitu saja membiarkan tubuhnya digagahi lelaki lain. Seperti
kata ibu,, tak ingin melakukan tanpa cinta,,, dan ibu bisa melihat
sendiri bagaimana tampilan saya yang yang jauh dari kata tampan,
yang tidak mungkin membuat ibu jatuh cinta,,,"
Pak Prabu berdiri sambil merentang kedu tangannya, seakan ingin
menunjukkan seperti apa dirinya, lelaki bertubuh besar dengan kumis
lebat dan perut yang mulai berlemak. Seandainya dalam situasi yang
berbeda, gaya Pak Prabu tentu akan membuat Zuraida tertawa. Hati
Zuraida yang awalnya takut menjadi kesal, bagaimana mungkin lelaki
dihadapannya masih bisa mengajak bercanda saat hatinya begitu
takut.
"Bu,,, maaf kalo ibu menganggap saya licik, memanfaatkan janji yang
ibu ucap dalam kondisi kacau, tapi saya tidak tau lagi bagaimana cara
untuk mendapatkan sedikit kenikmatan dari tubuhmu ini,,,"
Pak Prabu memepet tubuhnya kedinding, tangan kanannya terhulur
mengusap selangkangan yang tertutup long dress dari kain yang
lembut. Kedua tangan Zuraida segera menahan kenakalan Pak Prabu,
tapi tangan kiri lelaki itu segera menyusul, meremas payudaranya.
"Eeenngghhh Paaak,,, jangaaaan,," kepala Zuraida menggeleng,
berharap lelaki itu sadar dengan apa yang tengah diperbuatnya.
"Pliss,,, saya mohon,,, hanya ini kesempatan terbaik yang saya punya,,
tak ada yang melihat keberadaan kita disini, lagipula mereka sudah
mulai mabuk,,," rayu Pak Prabu, mencari peruntungan.
Zuraida terdiam, menatap sekitar, baru sadar tubuhnya telah digiring
Pak Prabu ke dinding, tersembunyi dibalik pohon hias yang ada
dipojok tepi kolam renang, dekat dengan pintu keluar samping yang
jarang digunakan.
"Pak,,,, saya,,,"
Zuraida bingung, tak lagi memiliki cara untuk berkelit, tak lagi memiliki
alasan untuk menepis tangan kekar yang perlahan meremas
payudaranya. Hanya debar jantung yang semakin kuat. Tangan Pak
Prabu menyusur kebelakang, meraba setiap lekukan bagian atas tubuh
Zuraida,,,, seperti mencari-cari sesuatu.
"Maaf,,, boleh saya menagih sekarang,," ucap Pak Prabu, saat
menemukan resluiting dari gaun putih panjang yang membalut tubuh
dokter cantik itu.
Zuraida membuang wajah ke samping, namun itu dianggap Pak Prabu
sebagai izin, menurunkan resluiting, lalu dengan perlahan mengusapi
punggung yang terbuka. Mata Zuraida terpejam ketika merasakan
telapak tangan yang kasar dikulit punggung yang mulus, merangsek
diantara belahan ketiaknya. Bulu kudunya merinding, pasrah menerima
jamahan. Memang ada niat dihatinya untuk sedikit nakal di saat pesta,
tapi hanya dengan Arga, tidak dengan yang lain.
"Paaak,, saya tidak bisa melakukannya disini,,, saya mohon,,
mengertilah pak,,," pinta Zuraida lirih, menahan tangan Pak Prabu yang
ingin menurunkan gaun dari pundaknya.
Dari celah dedaunan, mata wanita itu mengamati Arga yang kini di
goda oleh Andini yang mulai mabuk. Menaiki tubuh Arga, dan dengan
ganasnya menciumi wajah dan leher lelaki yang hanya duduk pasrah
menikmati service si betina mungil. Membuat Mang Oyik tersisih dan
beralih mendekati Aida yang masih tampak kelelahan setelah melayani
Adit. Beberapa orang terlihat mulai mabuk. Begitupun dengan Aryanti,
namun wanita itu masih berada di pelukan Dako yang sibuk
menambahkan beberapa tanda kecupan di payudara kanan yang
mencuat di luar gaun.
"Oowwgghh,,," tiba-tiba tubuh Zuraida gemetar tertahan saat
selangkangannya kembali diusap dengan lembut. Usapan yang ringan
namun mengena tepat dibibir vagina. Tanpa sadar pantatnya bergerak
kedepan mengejar tangan Pak Prabu. Menagih untuk usapan
berikutnya.
Zuraida membuang wajahnya ke samping tak berani memandang wajah
Pak Prabu yang tersenyum penuh kemenangan. Dengan riang jari-jari
lelaki berkumis tebal itu menggelitik lipatan vagina milik wanita yang
tak lagi berusaha menghindar.
"Eeemmmhhhh,,," wanita berjilbab itu merintih tertahan, memejamkan
mata dengan kuat saat jari tengah Pak Prabu menusuk lipatan
vaginanya, membuat celana dalam tipisnya ikut masuk ke dalam,
menyentuh kacang mungil yang begitu sensitif.
Berkali-kali jari Pak Prabu menusuk-nusuk, terkadang lembut, namun
acapkali tusukan itu begitu kuat menggelitik pintu kelamin yang mulai
basah. Tiba-tiba mata lentik Zuraida menangkap tubuh Andini yang
bergerak liar di atas pangkuan Arga. Naik turun dengan penuh
semangat. Mungkinkah Arga tengah menyetubuhi gadis mungil itu.
Hati Zuraida begitu nelangsa, merintih bertanya pada hati yang terluka,
kenapa Arga tidak mencumbu dirinya, padahal tadi tubuhnya telah
pasrah untuk melayani apapun keinginan lelaki itu.
"Argaaa,,," ucap Zuraida lirih, membuat Pak Prabu ikut menoleh
mencari sosok Arga.
"Pak,,, apa mereka sedang bercinta?,,," tanya Zuraida, seolah ingin
meyakinkan apa yang dilihatnya.
"Mungkin,,," jawab Pak Prabu ditelinga wanita yang masih tertutup
jilbab itu.
Berbeda dengan Zuraida, Hati Pak Prabu justru bersorak girang.
"Thanks Argaaa,,, Its time for me,,,"
Melihat kesempatan yang baik, dengan perlahan wajah Pak Prabu
menunduk lalu menciumi gundukan payudara yang hanya tertutup
gaun tipis, lidahnya dapat merasakan puting kecil yang mencuat.
"Oooowwhhhh,,,, Eeenngghhh,,," bibir wanita itu melenguh saat lidah
yang basah berlabuh di puting mungilnya. Kain tipis yang melindungi
payudaranya dengan capat basah oleh ludah Pak Prabu.
Merintih saat bagian kecil dipuncak gunung yang hangat dihisap,
dicucup, disedot dengan cara yang lembut. Meringis saat kumis yang
tajam menembus kain dan menusuk gundukan payudaranya. Perlahan
mata Zuraida turun, menatap sendu lelaki yang tengah menyusu
dipayudaranya dengan begitu bersemangat, menjilati puting yang
mengeras di balik kain tipis. Mata bening itu beralih memandang
kekejauhan, pada sosok mungil yang naik turun bergerak penuh
semangat, layaknya mengendarai kuda rodeo, sesekali gadis yang
gaun atasnya sebagian telah melorot itu menunduk, membiarkan
pejantan yang ada dibawahnya untuk menyucup payudara. Menggeliat
menikmati permainan lidah yang panas.
"Arga,,, Seharusnya kau yang menikmati tubuh ini,,, tapi kenapa kau
lebih memilih gadis itu daripada diriku,,," hatinya sangat kecewa, tapi
sedikitpun tidak ada amarah, Karena kondisinya kinipun jelas akan
membuat Arga marah. Karena dia tau, Arga bukan pria yang bertindak
semaunya, tapi sialnya dirinya sedikitpun tidak tau apa alasan Arga
melepaskannya.
Zuraida menyandarkan kepalanya ketembok, bibirnya melenguh saat
puting kecilnya digigit dengan lembut.
"Ooowwhhhh,,, Paaak,,, kenaapaaa digigiiit,,,,"
Tapi Pak Prabu justru tertawa, lalu kembali memainkan puting
mancung layaknya milik para gadis remaja.
"Eeeeengghhh,,, Eeemmmpphhh,,," Zuraida mengatup rapat bibirnya,
kepalanya mengeleng-geleng berusaaha mengenyahkan rasa nikmat
yang merambati tubuhnya.
Walau bagaimanapun Zuraida adalah seorang wanita normal, sulit
untuk mengingkari segala kenikmatan yang diberikan oleh Pak Prabu.
Cumbuannya bersama Arga selama berdansa membuat tubuhnya
menagih lebih. Merasa yakin wanita yang dicumbunya telah bisa
menerima apa yang tengah mereka lakukan. Pak Prabu berusaha
menurunkan gaun Zuraida, lidahnya sudah sangat gatal untuk
merasakan langsung lembutnya puting yang ada dalam genggaman.
"Paaak,,, jangan disini,,, jangan disiniii,,," elak Zuraida. Menahan
gaunnya.
Lelaki itu tersenyum, tersenyum sangat lembut dibalik kumis tebal
yang melintang. Menatap Zuraida dengan pandangan yang sedikit
berbeda.
Membuat si wanita salah tingkah, ada sesuatu dimata Pak Prabu,
pandangan penuh kasih yang tadi siang dilihatnya dari mata Arga.
"Buu,,, seandainya ibu tau,, saya selalu mengaggumi ibu. Saya selalu
terpesona setiap ibu mampir kekantor, seorang wanita yang energik,
cerdas, namun juga begitu lembut, saya selalu mendambakan punya
pasangan seperti ibu,,," ucap Pak Prabu coba merayu.
Tak ada wanita yang tidak tersangjung bila dipuji. tapi Zuraida
menggeleng, seakan menyatakan usaha Pak Prabu akan sia-sia.
"Maaf saya bukan sedang merayu untuk mendapatkan tubuh Bu
Dokter," Pak Prabu kembali membetulkan gaun Zuraida.
Sikap Pak Prabu membuat Zuraida benar-benar salah tingkah. Zuraida
bukan wanita yang mudah tertarik pada pesona seorang pria, tapi hati
yang limbung membuat segalanya menjadi tak menentu.
"Lalu apa yang bapak ingin sekarang?"
Pertanyaan yang lugas dan tegas, kini giliran Pak Prabu yang bingung.
Bohong bila dirinya tidak menginginkan tubuh wanita yang kini ada di
depannya. Bisa saja dirinya memaksa wanita yang kini ada
didepannya untuk melayani hasratnya atas dasar janji yang diucap.
Tapi entah kenapa hal itu tidak dilakukannya. Bibirnya justru
tersenyum lalu tertawa.
"Hehehee,,, maaf,,, saya benar-benar minta maaf sudah memperalat
ibu, saya menjadi merasa sangat berdosa pada ibu, lupakanlah janji
itu. Tapi,,, emmhh,, boleh saya mengecup bibir ibu,,,"
Zuraida sangat kaget dengan perubahan Pak Prabu, tapi ia bisa
menangkap kesungguhan seorang lelaki yang disampaikan dalam
keremangan malam. Wanita itu mengangguk, memejamkan matanya,
membiarkan bibir Pak Prabu berlabuh dibibirnya yang hangat.
"Terimakasih Bu,,," ucap lelaki itu setelah melepaskan bibir Zuraida,
memenuhi janjinya, hanya sebuah kecupan. "Sebenarnya pengen lebih
lama sih,,, tapi takut tegangan ini saya naik lagi,,," Pak Prabu
mencoba berkelakar sambil menunjuk selangkangannya.
Tapi hanya dijawab Zuraida dengan senyuman, senyum manis yang
begitu memikat kelelakian Pak Prabu. Tampak wanita itu berusaha
untuk bertahan, tidak terlena dengan kehangatan yang ditawarkan Pak
Prabu.
"Saya lebih suka melihat ibu tersenyum seperti ini daripada merintih
karena itunya saya tusuk,,,hehehe,,"
Kali ini mau tidak mau Zuraida tertawa, memperlihatkan deretan
giginya yang rapi. Lalu mencubit tangan Pak Prabu.
"Ayo kita kembali ke sana,,," ajak Pak Prabu, menggandeng tangan si
wanita.
Pooong !!!,,,Selesai begitu saja? Zuraida tertegun, apakah Pak Prabu
telah menyerah untuk mendapatkan tubuhnya. Sisi kewanitaannya yang
liar cepat mengambil alih. Entah kenapa rasa Kecewa menyergap
hatinya, kecewa dengan sikap Pak Prabu yang mengangkat bendera
putih. Masih dirasakannya gaunnya yang basah setelah dijilati Pak
Prabu, rasa gatal pada bagian puting yang baru saja menerima gigitan
nakal seorang penjantan. Tapi wanita itu berusaha menghormati
keputusan Pak Prabu, keputusan yang menyelamatkan kehormatannya
sebagai seorang wanita, keputusan yang menyelamatkannya dari rasa
bersalah kepada Arga dan Dako.
"Paaak,,, maaf saya tidak bisa memenuhi janji saya,,, tapi,, emmh,,
kalau bapak ingin memeluk saya,,, eenghh boleh koq," tawar Zuraida
tiba-tiba.
Entah apa yang dibenak wanita itu. Benarkah sekedar ucapan
terimakasih atas aksi heroik Pak Prabu?
Pak Prabu tertawa, lalu merentangkan kedua tangannya. Membiarkan
si wanita yang masuk kedalam pelukannya. Dengan malu-malu Zuraida
mendekat, menempelkan tubuhnya, dan membiarkan tangan yang kekar
mendekap erat tubuh. Tangannya balas memeluk punggung Pak Prabu.
Masih dengan gaya yang malu-malu, Zuraida menekuk wajahnya
dileher yang berkeringat, memancarkan wewangi tubuh seorang lelaki.
Seketika tubuhnya merinding, otaknya merespon aroma seorang
pejantan. Lama keduanya terdiam, terdiam dalam kisruh yang melanda
hati, tanpa disadari pelukan tangan Zuraida justru semakin erat.
Pelukan memang selalu mampu memberikan kedamaian, semakin erat
Zuraida memeluk, semakin dirinya merasakan sisi kewanitaannya.
Kodrat sebagi wanita yang juga membutuhkan kehangatan. Kodrat
sebagai wanita cantik yang memiliki tubuh indah yang menjadi
pelampisan hasrat pandangan para lelaki. Pak Prabu berusaha
menaikkan kembali resluiting yang terbuka. Entah kenapa tiba-tiba
dirinya merasa sangat menyayangi istri bawahannya itu. Kebersamaan
selama liburan memang membuat interaksi di antara mereka menjadi
lebih intens, meski kadang dilakukan dengan cara yang nakal.
"Pak,,, emmhh,, biarin aja,,," ucap Zuraida terbata.
Deg,,,, Pak Prabu terdiam,,, pikirannya tidak berani berasumsi macam-
macam, apa maksud dari kalimat yang terucap tepat disamping
telinganya. Lalu kembali mengusap-usap punggung yang terbuka,
menikmati kehalusan kulit seorang Zuraida.
"Kamu ngga dingin?,,," ucap Pak Prabu memecah sunyi.
"Dingin bangeeet,,,"
Pak Prabu semakin bingung, kenapa wanita itu justru menolak saat
tangannya ingin mengancingkan resluiting untuk menutupi tubuhnya.
Apa yang diinginkan wanita itu. Tapi dirinya hanya berani memeluk,
meski hasratnya kembali terpercik. Tiba-tiba Pak Prabu merasakan
kecupan lembut di lehernnya, hanya sesaat, tapi itu cukup untuk
membangkit gairah kelelakiannya. Tangannya kembali beredar,
mengusap setiap sisi pundak dan punggung yang terbuka.
"Paaak,,,"
"Maaf sayaaang,,, maaf,,," ucap Pak Prabu, menarik tangannya kembali
ke belakang setelah memberikan remasan nakal di payudara yang
membusung.
"Paaak,,, Sentuh dari dalam,,,"
DEG,,, Pak Prabu kaget, tapi telinganya tidak mungkin salah dengar.
Kata-kata itu diucapkan begitu dekat dengan telinganya. Lalu kembali
meremas payudara dengan lebih kuat, untuk meyakinkan apa yang
didengarnya.
"Emmmpphh,,, Paaak,,, sentuh dari dalam,,"
Pak Prabu semakin bingung. Melepaskan pelukannya, memegang sisi
gaun Zuraida, saling tatap dengan mata bening yang indah.
Ditingkahi nafas yang memburu, wanita itu mengangguk. Setelah
mengambil nafas, Pak Prabu coba menurunkan gaun dari pundak
Zuraida. Di kegelapan matanya masih dapat melihat kemulusan pundak
si dokter cantik. Zuraida menatap wajah Pak Prabu, dengan tangan
yang gemetar berusaha melolosi kain yang dikenakannya. Ada rasa
bangga dihati saat melihat binar mata sang pejantan yang mengagumi
payudara yang terhampar di depan wajah.
"Paaaak,,, iniii punyaaa sayaaa,,, seperti iniii punyaaa saayaaa,,," lirih
suara Zuraida saat kedua payudaranya mulai disapa, diusap, dan
diremas berulang-ulang.
"Indah banget Bu,,, besar,,, kencang,,, mancung seperti anak remaja,,,"
Mata Pak Prabu tak beralih dari sepasang daging yang terus
diremasinya. Tak menghiraukan kondisi si wanita yang mulai
terengah-engah.
"Buuu,,, boleehh sayaaa,,,"
Sambil beradu pandang, Zuraida meremas rambut Pak Prabu,
"Sebentar aja ya Pak,,," ucapnya gemetar, lalu menarik kepala Pak
Prabu kepayudara kirinya.
"Aaahhhss,,"
"Aaaahhh,,," bibirnya mendesis setiap lidah Pak Prabu berlabuh. Ada
rasa gregetan saat menyaksikan lelaki itu hanya menjilat-jilat
putingnya yang mengeras.
"Paaaak,,,"
Masih dengan lidah terjulur, mata Pak Prabu melirik ke atas.
"Paaaak,,, maaf,,,," ucap Zuraida pelan, lalu menjambak rambut Pak
Prabu, bukan mendorong, tapi membenamkan wajah lelaki itu pada
kenyalnya daging yang membusung menantang.
"Owwwgghhh,,," bibirnya terpekik,,, menatap nanar mulut lelaki yang
melumat bulat payudara, mengunyah dengan sedikit kasar. Membuat
tubuh wanita itu semakin tersandar ke dinding. Belum lagi kumis yang
menusuk-nusuk kulit yang memiliki tekstur sangat lembut,
membuatnya harus menggigit bibir, meredam rasa geli.
Tubuh Zuraida semakin merinding saat pahanya tersentuh oleh sesuatu
yang keras, yang tersembunyi di balik selangkangan Pak Prabu.
"itu penis Pak Prabu,,," pekik hati Zuraida, "Penis yang tadi pagi
hampir saja memasuki liang kemaluanku, penis yang menghambur
sperma di depan vaginaku,"
Zuraida membiarkan penis Pak Prabu bermain-main dengan pahanya.
Membiarkan lelaki itu menggesek-gesek batang yang mengeras
kesetiap sisi bagian bawah tubuhnya. Tubuhnya merespon dengan
mendorong pantatnya ke depan, seolah meminta agar batang itu
menggeseki bibir vagina yang gemuk. Gayung bersambut, Pak Prabu
menatap Zuraida, lalu menggesekkan batang yang sudah sangat
mengeras kebagian cembung dari selangkangan. Tak ingin kalah, si
wanita justru semakin mendorong pantatnya kedepan, seakan berkata
inilah milikku, mana milikmu,,,Semakin kuat gesekan, semakin cepat
nafas Zuraida membuuru. Tak puas dengan gesekan batang penisnya
yang terhalang oleh celana, Tangan Pak Prabu terhulur turun. Dibawah
tatapan si wanita, telapak tangannya mengusap lembut vagina berbalut
kain, membuat pemiliknya mendesah tertahan.
"Buka lebih lebar, Bu,,," pinta Pak Prabu, yang segera dikabulkan si
empunya dengan melebarkan paha. Tapi gaun yang ketat membuat
gerakannya terhalang.
Zuraida mengangguk, menyetujui usaha tangan Pak Prabu yang
bergerak ke belakang tubuhnya, menarik turun resluiting hingga ke
sudut mati, tepat di depan pantat si wanita. Lalu perlahan menyelusup,
meremas pantat yang membulat padat yang hanya dilapisi celana
dalam tipis. Zuraida cepat menarik tangan Pak Prabu, bukan untuk
mengenyahkan tapi agar masuk langsung kebalik celana dalamnya,
lalu kembali memeluk tubuh Pak Prabu. Entah apa yang ada di kepala
Zuraida, saat mengatup rapat bibirnya, membiarkan telapak tangan
yang kasar menyelusup ke balik celana dalamnya. Menyusuri belahan
pantatnya, menggelitik liang anusnya,,, dan,,,
"Ooowwwhhh,,,, Paaaak,,,," tubuh wanita itu melejit seketika, gemetar
ketika bagian paling sensitif ditubuhnya merasakan sentuhan dari kulit
yang kasar. Meski bisa menebak arah yang dituju oleh tangan Pak
Prabu, tetap saja tubuhnya kaget.
Bila tadi pantatnya terdorong ke depan, kini pantat yang membulat itu
justru menungging ke belakang.
"Eeeenggghhh,,,
"Lembut bangeeet Buuu,,, vaginamu lembut bangeeet,,, sayaaang,,,"
Mendapatkan pujian itu Zuraida justru mencubit pinggang Pak Prabu.
"Emmhh,,,kalo pintu rumah baru keraass,, Pak,," ucapnya disela nafas
yang naik turun.
"Paaak,,, jangaaan tusuuuk terlaluuu dalaaam,,, geliiii,,," rintihnya,
namun pinggulnya justru bergerak mengejar jari Pak Prabu yang
bergerak keluar. Seakan berharap jari yang kasar itu tetap berada di
dalam liang kemaluannya.
"Bibirmu mana sayaaaang,,," seru Pak Prabu.
Zuraida seperti kesurupan, seperti bukan dirinya yang biasa, seperti
wanita yang telah lama tidak merasakann jamahan tangan seorang
lelaki, seperti wanita yang begitu haus akan belaian manja seorang
lelaki. Wanita itu tidak mengelak saat Pak Prabu melabuhkan bibir,
berusaha menyelusup ke dalam mulutnya, menghirup aroma nafas dari
hidung mereka yang bertemu, membiarkan lelaki itu mengecapi
lidahnya, menyedot ludah dengan sangat rakus. Tangan Pak Prabu tak
lagi bergerak, terdiam di dalam liang kemaluan yang basah,
terkonsentarasi pada bibir Zuraida. Merasa kenikmatan yang tengah
dirasakan oleh selangkangannya terhenti, pinggul wanita itu reflek
bergerak sendiri, memainkan bibir vagina pada telapak tangan yang
kasar dan jari tengah yang menusuk kedalam lorong yang membanjir.
"Paaaaak,,, eeengghhhh,,, aaahhssss,,," Zuraida terengah-engah,
pantatnya bergerak semakin cepat, seolah tengah mengawini tangan
kekar yang mematung di selangkangannya.
Melihat keadaan Zuraida, dengan cepat tangan kiri Pak Prabu
mengeluarkan batang penisnya, lalu menarik tangan Zuraida agar
menggenggam. Mata Zuraida melotot, tidak menyangka, dirinya yang
selalu mengenakan penutup kepala kini justru menggenggam batang
kemaluan, milik atasan suaminya.
"Buuu,,, biarkan penis saya yang melakukannya Bu,,,,"
Dengan pinggul yang masih bergerak menyenggamai tangan Pak
Prabu, wanita itu menggeleng, wajahnya tampak pucat mengejar
orgasme yang bersiap menghampiri. Tapi wanita itu tidak mengelak
saat Pak Prabu dengan tangan kirinya berusaha menyingkap gaun
panjangnya ke atas.
"Bu,,, bantu saya menuntaskan hasrat saya Bu,,, saya janji tidak akan
menusuk liang kemaluan ibu,,, cuma jepitin dengan paha ibu seperti
tadi pagi.,,," mohon Pak Prabu, sambil terus menarik gaun Zuraida ke
atas. Tapi terlalu sulit, gaun itu membekap cukup ketat.
"Bu,,, ikut sayaaa,," pinta Pak Prabu tiba-tiba, menarik tangan dari
selakangan, lalu membopong tubuh Zuraida yang tengah sakau akan
orgasme, keluar melalui pintu yang ada di samping mereka bercumbu.
"Paaaaak,,, bapak mau ngapain?,,," tanyanya saat tiba di tembok luar,
Pak Prabu membalik tubuhnya ke arah tembok.
"saya mohooon Paaak,,, jangan ingkari janji bapaaak,,," pinta Zuraida
pada lelaki yang kini berusaha menarik gaunnya lebih tinggi. Lalu
dengan cepat menurunkan celana dalamnya.
"Oooowwgghhh,,, Paaaak,,, Ooogghhh,,," Zuraida tidak menyangka,
vaginanya yang tak lagi memiliki pelindung dilumat dengan rakus.
Tubuhnya menggeliat liar. Kumis yang ikut menusuk kulitnya,
membuat pinggul wanita itu bergerak tak menentu.
"Zuraidaaaaa,,,Sluuuurrpppsss,,,,Memeeeqmuuu,,,
ooowwhhss,,,sluuurrrppss,,,"
Pak Prabu tak menyangka, akhirnya bisa merasakan cairan gurih dari
seorang wanita bernama Zuraida, selama ini matanya hanya bisa
memandang bulatan pantat dan selangkangan yang selalu tertutup
kain itu. hanya bisa membayangkan seperti apa bentuk dari benda
yang ada di dalamnya. Selama ini, otak mesumnya hanya bisa
berkhayal, kenikmatan seperti apa yang ditawarkan oleh liang surga
seorang wanita cantik yang selalu mengenakan jilbab. Tapi kini,,,
selangkangan wanita itu bergerak mengikuti kemanapun lidahnya
menari. Memohon lidahnya masuk lebih dalam, mengais-ngais cairan
yang terus merembes keluar. Berkali-kali Pak Prabu menyedot bibir
vagina yang mengeluarkan cairan bening, begitu haus mengecapi
vagina yang teramat basah. Tak henti-henti pula bibir wanita itu
mendesis dan menjerit ketika bibir Pak Prabu menyedot terlalu kuat.
"Sudaah ya paaak,,, saya takut kebablasan,,," mohon Zuraida ketika
Pak Prabu menghentikan aksinya, memutar tubuhnya berhadapan.
"Bu,,, saya akan menepati janji sayaa,, tapi bolehkan kalo saya
nyelipin di paha ibu seperti tadi pagi,,," pinta Pak Prabu.
"Tapi pak,,"
"Buu,, apa saya pernah mengingkari janji?,,, saya hanya butuh
penyelesaian, Bu,,," potong Pak Prabu.
Zuraida memandang wajah Pak Prabu dengan bingung, memang
hingga saat ini atasan dari suaminya itu selalu menepati janji.
Akhirnya, dengan berat hati Zuraida mengangguk, membiarkan lelaki
itu mendekat, lalu membuka pahanya lebih lebar. Pak Prabu harus
sedikit menekuk kakinya untuk memposisikan batangnya berada tepat
di bawah vagina Zuraida.
"Eeengghh,, Paaak,,, koqhh,, sepertii iniii,,," protes Zuraida, merasakan
batang itu justru menggesek-gesek bibir vaginanya yang basah.
"Maaf Bu,,, posisinya sulit bangeeet,,," jawabnya sambil menekuk kaki
semakin dalam, berusaha menggesek batangnya lebih kebawah.
Sambil menahan rangsangan Zuraida mengamati posisi Pak Prabu yang
memang sulit.
"Eeengghh,,, yaa sudaaaah,,, tapi tolooong paaaak,, jangaaan sampaai
massuuukk,,, Aaaahhhsss,,,"
"Buuuu,,, nikmaaat bangeeeet,,,Eeesshhhh,,," Pak Prabu memandang
wajah Zuraida sambil mendesis nikmat, bergerak maju mundur
menyenggamai bibir vagina yang sangat basah.
Sementara Zuraida hanya bisa mengagguk, tubuhnya ikut bergerak,
menyambut setiap tusukan yang menyusur di depan bibir vagina. Hati
Zuraida mulai goyah saat memandangi wajah Pak Prabu, wajah yang
galak tapi tegas, dengan rahang yang lebar layaknya wajah sang
legenda Gajahmada. Hanya saja kumisnya terlalu lebat. Hati Zuraida
tersenyum sendiri.
"Seandainya kumis itu dibersihin, meski sudah memasuki usia paruh
baya, pasti lelaki ini akan terlihat lebih cute," bisik hati Zuraida.
"Paaak,,, Terimakasih,,, selalu menemani saat hatiku sedang kacau,,,"
ucap Zuraida tiba-tiba, membuat Pak Prabu kaget, Memandang wajah
Zuraida. "Ingin sekali saya membiarkan punya bapak masuk ke dalam
tubuh saya, tapi saya,,, saya akan merasa sangat bersalah,,, maaf ya
pak,,," lanjutnya. Tangannya mengusap wajah Pak Prabu.
"Saya juga tidak akan meminta lebih koq Bu,,,, saya bisa mengerti
kondisi ibu,," Pak Prabu menghentikan gerakan pinggulnya. Membuka
tangannya lebar, mengajak tubuh Zuraida masuk ke dalam pelukannya.
Tapi Zuraida menggeleng, menolak ajakan Pak Prabu, dengan gaya
yang manja memanyunkan bibirnya. Tangannya yang masih mengusapi
pipi berpindah mengusap kumis yang lebat. Lalu iseng menyelipkan
telunjuknya di bibir Pak Prabu. Birahi membuat wanita itu ingin
berlaku nakal, seperti Aryanti dan lainnya. Di balik tembok tempat
dirinya bersandar, ada suaminya yang terus menemani Aryanti, ada
Arga, cinta masa lalu yang kini kembali menyulut gelora cinta yang
terpendam. Tapi lelaki itu kini berada dalam dekapan wanita lain. Dan
ditempat ini,,, hanya ada dirinya dan seorang pria yang sangat
menggilai tubuh dan kecantikannya. Tak ada yang tau jika dirinya
membiarkan batang keras yang berada tepat di selangkangan
memasuki tubuhnya.
"Paaak,,, bapak diam aja yaa,,,"
Tangannya mencengkram pinggang Pak Prabu , lalu menggerakkan
pinggulnya, menggesek bibir vagina pada batang yang mengeras
layaknya kayu.
"Eeemmmpphhh,,, Eeemmmppphhhh,,," Zuraida merintih.
Birahi mengambil alih akal sehatnya, menyilangkan kedua pahanya,
membuat penis Pak Prabu sulit untuk menyelusup hingga akhirnya
merangsek ke atas, membelah gerbang kemaluannya.
"Oooowwhhsss,,, Paaak," Zuraida terpekik, helm besar itu hampir saja
menerobos memasuki kemaluannya. Segala sarafnya menegang.
Dengan menyilangkan kedua paha. Otomatis helm penis itu kini
bergerak kesatu arah, bergerak intens menguak gerbang vagina yang
basah. Tapi jepitan pahanya terlalu kuat, membuat batang itu tertahan
di pintu masuk.
Zuraida panik, sementara Pak Prabu mulai menggerakkan batangnya,
terus mencoba merangsek masuk.
"Sayaaang,,, berbalik yaaa,,," pinta Pak Prabu dengan gemetar, tak
tahan dengan gaya nakal Zuraida.
"Paaak,,, cepet selesein yaa,,," Zuraida menatap Pak Prabu, pandangan
yang mengundang lelaki itu untuk menikmati tubuhnya secara nyata.
Setelah menghadap tembok, wanita yang masih mengenakan jilbab itu
menoleh ke belakang, sekali lagi menatap wajah mesum Pak Prabu,
lalu merentang lebar kakinya.
"Zuraidaaaa,,, kamu nakal Zuraidaaa,,, kamu nakaaaal,,," teriak hatinya,
seiring tubuhnya yang perlahan membungkuk, menunggingkan pantat
montok yang membulat ke depan penis Pak Prabu.
Tak ada pertahanan sedikitpun, sangat mudah bagi Pak Prabu untuk
menusuk vagina dokter cantik itu.
"Buuuu,,, tubuhmu benar-benar indah," Pak Prabu mendekat, meremas
bongkahan daging yang tersaji, memposisikan batang tepat didepan
gerbang vagina yang terkuak basah.
Wanita itu memejamkan matanya, dengan jantung berdebar menunggu
penis Pak Prabu menguak bibir vaginanya dengan perlahan.
"Ooowwwhhh,,,, Pak,,,"
Tapi tiba-tiba batang itu melengos keluar, hanya menyusur lipatan
bibir vagina. Tangan Zuraida mencengkram pohon kecil yang ada
disampingnya dengan gregetan. Zuraida bingung, kenapa hatinya
justru kecewa saat batang itu urung memasuki tubuhnya. Seharusnya
ia bersyukur. Sementara Pak Prabu menggeram, menahan hasratnya.
Bergerak menyetubuhi wanita yang telah pasrah hanya dari sisi luar.
"Buuu,,, saya akan selalu berusaha menepati janji saya,,,
Eeemmpphh,,," Tangannya merengkuh kedepan, menggenggam
sepasang payudara yang menggantung.
"Terimakasih Pak,,," jawab Zuraida setengah hati. Membiarkan tubuh
dibelakangnya bergerak menggeseki bibir vaginanya. Membiarkan
tangan lelaki itu menggerayangi setiap bagian tubuhnya
"Buuu,,, saya tidak tau seperti apa rasa nikmat dari lorong kemaluan
ini,,,,"
Sesekali dengan nakal Prabu memasukkan sebagian jamur penisnya ke
bibir vagina seperti sengaja menggoda Zuraida. Berkali-kali pula bibir
tipis itu merintih kecewa saat jamur yang besar, memasuki sebagian
lipatan vagina, tapi kembali melengos keluar.
"Bu,,, pegangin punya saya Bu,,," pinta Pak Prabu, menarik tangan
kanan Zuraida kebatang yang ada diantara kedua pahanya.
"Basaaaah,,, batang ini sudah sangat basah,,," pekik hati Zuraida saat
menggenggam penis Pak Prabu yang penuh dengan cairan yang keluar
dari bibir kemaluannya.
Pak Prabu kembali menggerakkan pinggulnya, namun saat ini kendali
batang penis lelaki itu berada dijari lentik Zuraida sepenuhnya. Jari
lentik itu dapat mengarahkan batang besar kemanapun dirinya mau.
"Oooowwwhhhssss,,,Paaak,,," Zuraida terkaget, saat jari-jarinya
menekan penis itu menyusuri bibir kemaluan.
Akibat tekanan dari tangannya, Sentuhan yang dirasakan oleh bibir
vaginanya terasa lebih kuat. Membuat tubuhnya menggelinjang. Begitu
pun pak prabu yang merasakan batangnya terjepit di antara telapak
tangan dan bibir kemaluan. Semakin cepat pinggulnya bergerak
menusuk, semakin kuat tangan wanita itu menekan ke
selangkangannya.
"Buuu,,, saya tidaaaak kuat Buu,,,, masukin Buu,,, Ooowwhhh,,,
biarkan batang saya menjamah bagian terdalam memek ibu,,,Buuu,,,
memek muuu manaaaa,,, masukin Buuu,,, sayaaa mohooon,,,jepit
kontol saya kedalam memek ibuuu,,," Pak Prabu mulai meracau vulgar,
meminta kenikmatan yang lebih. membuat birahi Zuraida semakin
terbakar.
Bibirnya mendesis, badannya menggeliat tak menentu, pantatnya
bergerak melakukan perlawanan, telapak tangannya dengan kuat
menekan batang ke belahan bibir vagina. Di antara kewarasan yang
tersisa, Zuraida mengumpat kesal, lelaki yang tengah menunggangi
tubuhnya itu memiliki kuasa penuh untuk menikmati liang
kemaluannya, tapi kenapa justru meminta dirinya untuk melakukan.
"Aaaahhhsss,,, jangan paaaak,,, jaaangaaan buat sayaaa sepertii
perempuaaan murahaaann,,, Ooowwwhhsss,,,"
"Buuuu,,,, saayaaa berusahaaa menepatii janjii sayaaa,,, sekaaraang
tepati janjii ibuuu,,, plisss sayaaanng,,,"
"Oooowwhhhssss,,,,, siaaaaal,,," Zuraida mengumpat kesal. Haruskah
ia mendustakan prinsip yang selalu dipegangnya, hanya akan
melakukan di atas dasar cinta.
Sementara batang Pak Prabu semakin sering menyelinap ke dalam,
membuat alat senggamanya berteriak menagih sebuah hujaman batang
penis yang sesungguhnya.
"Paaaak,,, jangan buaaat sayaaa merasaaa berdosaaa, paaakk,,,
aaaaeeenggghhhss,,,"
Zuraida semakin menungging, berusaha memamerkan sebagian pintu
vaginanya ke mata Pak Prabu, di kegelapan. Sisi liarnya berharap lelaki
itu bersedia merojok pintu vagina yang terbuka lebar di depan penis
yang mengacung.
"Ooowwwwhhhh,,, paaaak,,,, haaaampiiirr paaaak,,," jantung Zuraida
berdebar kencang, ketika kepala jamur yang besar tanpa sengaja
berhasil melewati pintu vaginanya. Tapi dengan cepat Pak Prabu
menarik kembali batangnya.
"Aaaawwwwhh paaaak,,,"
"Paaaak,,, kenapaaa punya sayaaa digituiiiin,,,"
"Eeeengggghh bapaaaak curaaaang,,," jerit Zuraida.
Sadar kejadian tadi bukan suatu ketidaksengajaan, tapi Pak Prabu
memang tengah bermain dengan lorong bibir vaginanya. Hanya
memeasukkan sebagian kepala jamur, lalu kembali menarik keluar.
Terus dan terus,, membuat Zuraida menggila.
"Argaaa,, maafin Zeeee,, maafin Zeeee,,, Zeee ngga kuaaat sayaaang,,,"
Air mata menetes dari mata yang bening, saat tangannya menggengam
kuat batang Pak Prabu, membuat pinggul lelaki itu berhenti bergerak.
Dengan jantung berdebar Zuraida perlahan meletakkan kepala penis itu
tepat digerbang peranakannya, dengan kaki dan paha yang gemetar,
pantatnya bergerak menekan, membuat batang Pak Prabu perlahan
menghilang kedalam alat senggama.
"Oooowwwssshhh,,,,, aaahhh,,,,," seketika bibirnya melenguh saat
rongga yang basah merasakan tekstur dari batang yang keras. Terus
dan terus masuk hingga kebagian terdalam.
"Buuuu,,, terimakasih Buuuu,,,, punyamu benar-benar nikmaaat,,,
owwhh,,,"
Zuraida mengagguk lemah, "Silahkan paaak,,, silahkaan bapaaak
nikmatii,,, saya sudah memenuhi janji sayaaa,,"
Pak Prabu mengecup punggung Zuraida yang terbuka, mencengkram
bulatan pantat yang tengah dibelah oleh penis besarnya. Lalu bergerak
menyenggamai wanita yang jilbabnya tampak lusuh, pasrah akan
apapun yang akan dilakukan si lelaki.
"Oooowwhh,,,, Akhirnya aku bisa ngentotin memek istrimu, Dakooo,,,"
"Argaaaa,,, pacaaaarmu aku entotin, Gaaaa,,," teriak Pak Prabu di
telinga Zuraida, pantatnya bergerak
Zuraida meradang mendengar kata-kata Pak Prabu. tangan kekar lelaki
itu begitu kuat mencengkram pinggulnya, vaginanya dengan cepat
ditusuki batang yang begitu keras.
"Argaaaa,,, memeknya benar-benar nikmat, Gaaa,,," semakin kasar
kata-kata yang keluar dari mulut Pak Prabu, semakin cepat lelaki itu
menghentak vagina si Dokter cantik.
"Maaaasss,,, aku disetubuhi bosmu maaass,,,"
"Argaaaa,,, tolong aku, Gaaaa,,,"
"Eeeeengghhh,,,," suara rintihan Zuraida begitu memelas.
Tubuhnya terguncang menerima hentakan yang kasar, tapi siapa yang
menyangka bila pantat mulus yang membulat itu justru semakin
menungging, bergerak liar menerima setiap tusukan. Menggenggam
tangan Pak Prabu yang kini meremasi kedua bulatan payudara,
menjadikannya sebagai tali kekang untuk mengatur gerak tubuh
siwanita.
"Oooowwwhhhssss,,, Paaaaakkk,,, sayaaaa ngga kuaaaat,,,,"
Kata-kata kasar Pak Prabu justru membuat dirinya bersiap menerima
badai orgasme.
"Sayaaaa keluaaaaar,,, Aaaarrggghhhsss,,,"
"Sayaaaa keluaaaaar,,,," tubuh indah itu menari menggelinjang,
menahan batang Pak Prabu jauh di dalam lorong, mencengkram erat
sambil memuntahkan cairan yang menyiram kepala jamur.
"Buuuu,,, sayaaa jugaaa buu,,,, sayaaaa jugaaaaaa Aaarrrgghh,,,"
"Sayaaaa semprot memeeek ibuuu,,,"
"Paaaak,, jangaaaan di dalaaaam,, jangan didalam," tersadar dari buai
orgasme, berubah menjadi panik.
Tangannya dengan cepat menggenggam batang yang hendak kembali
menusuk,, dan,,,
"Aaaarrgghh,,,," tubuh Pak Prabu mengejang, sperma menghambur
dalam genggaman tangan si wanita, tepat didepan bibir vagina.
Sebagian menyemprot celah kemaluan yang masih terbuka.
Zuraida panik, menarik tubuhnya,,, jari tengahnya dengan cepat
mengorek kelorong kemaluan, berharap bisa mengeluarkan cairan
sperma yang bisa saja menyelusup ke dalam, meski dirinyapun tak
yakin ada cairan yang berhasil menyelusup masuk. Lalu membersihkan
ceceran kental yang menghias dibibir vagina dengan gaun panjangnya.
"Argaaa,, Argaaa,,," wajah Zuraida pucat seketika, matanya menangkap
sosok Arga yang berdiri tepat di pintu keluar.
Lelaki itu terlihat syok dengan apa yang dilihatnya. Tak mampu berkata
apapun, hanya amarah yang meluap.
"Argaaaa,,, jangaaaan pergi Gaaa,,, aku bisa menjelaskan semua ini
Gaaa,,,"
"Argaaaa,,, jangan pergi lagi sayang,,," rengek Zuraida, dengan tangis
yang memecah suasana.
"Buuu tunggu, bu,,, maafkan saya,,," Pak Prabu berusaha menahan
tangan Zuraida, berniat untuk menenangkan. Sekaligus tidak tega
melihat wanita itu menangis.
"Pak, perjanjian kita sudah selesai. Segala janji yang terucap telah
saya penuhi,,, tolong jangan ganggu saya lagi,,, saya mohon dengan
sangat,," ucapnya sambil terisak, berusaha melepaskan pegangan Pak
Prabu. Lalu berlari mengejar Arga ke dalam cottage.
Sebagian tubuhnya masih terbuka, bahkan payudara kanannya masih
tertinggal di luar gaun, tapi wanita itu terus berlari mengejar Arga. Tak
menghiraukan pandangan Mang Oyik yang tengah menyetubuhi Sintya
yang terbaring di atas sofa. Tak peduli pada ulah Kontet yang tengah
meremasi payudara mungil milik Andini. Tak peduli pada tatapan
bingung Aryanti yang berbaring di atas kursi untuk berjemur, di bawah
tindihan tubuh suaminya, Dako, yang tertidur lelap di antara gundukan
payudara.
"Argaaaa,,, kumohon dengarlah sayaaaang,,, aku mohooon,," Zuraida
terisak di hadapan Arga yang baru saja membuka pintu kamarnya.
"Yup,,, ada apa?,,," ucap Arga datar, berusaha meredam emosi.
Melangkah ke dalam kamar.
"Masih kurang?,,, masih pengen minta kepuasan dariku,,,"
"Aku tau siapa kamu Zeeee,,, wanita yang tidak mudah menyerahkan
tubuhnya kepada lelaki lain,,,"
"Aku tau kamu seorang wanita yang menjunjung tinggi norma, dan
karena itu pulalah aku begitu mencintaimu,,,"
"Tapi tadi aku melihat mu benar-benar seperti wanita liar,,,, aku
seperti tidak mengenalmu,,, lihatlah pakaianmu,,, lihatlaaaah,,, kau tak
ubahnya seperti,,, sepertiii,,,, Sudahlah,,, cerita kita memang harus
diakhiri,,, dan memang sudah berakhir,,,"
Kata-kata Arga begitu menyakitkan hatinya. Tak pernah sekalipun
telinganya mendengar kata-kata kasar terucap dari bibir Arga. Tapi
memang itulah yang terjadi. Zuraida menangis semakin kencang,,,
seperti gadis kecil yang ditinggalkan ibunya, jatuh meringkuk disisi
kasur dengan tubuh gemetar.
"Maaf kan akuuu,,, aku memang salah,,, maaaaf sayaaaang,,, hiksss,,,"
"Tapi aku ini wanita, aku telah memohon kepadamu,,, menyerahkan
tubuh yang kau anggap hina ini sepenuhnya kepadamu,,, tapi kau
menolak dengan dingin,,,"
"Kau yang melepaskanku, kau yang meninggalkanku dengan pria
lain,,,"
Suara Zuraida hampir tak terdengar, hilang ditelan isak tangis.
"Arga,,, terimakasih untuk cintamu,,, maafkan laah aku,,, aku memang
tidak pantas untuk dirimu,,," wanita itu berusaha untuk bangkit,
dengan mata berlinang berusaha menatap wajah Arga, seolah itulah
terakhir kali dirinya dapat menatap wajah lelaki itu.
"Arga,,, meski berulang kali kau acuhkan aku,, meski berulang kali kau
meninggalkan ku, aku selalu mencintaimu, sangat
mencintaimu,,hikss,,, selamat tinggal, sayang." ucapnya terbata, tak
kuat mengucap kata terakhir.
Pertahanan Arga ambrol, lelaki perkasa itu melelehkan air mata. Air
mata yang mampu ditahannya saat tubuh adiknya meregang nyawa di
pangkuan, akibat kecelakaan. Tapi air mata itu jatuh saat mendengar
kata perpisahan dari seorang Zuraida. Mendengar jerit hati wanita yang
tak terucap.
"Zeee,,, jangan menangis sayaaaang,,, jangaaaan menangis wahai
kekasih hatiku,,, maafkan semua kebodohan dan ego ku,,,"
"Aku pun tak sesuci yang engkau harapkan, bahkan hatiku lebih kotor
darimu,,"
Tubuh Arga menghambur memeluk tubuh Zuraida yang tampak begitu
ringkih. Mengecupi air mata yang meleleh dipipi.
"Zeee,,, " Arga menuntun Zuraida untuk duduk di sisi kasur, menyapu
wajah lembut yang basah oleh air mata.
"Maafkan aku, semua yang kulakukan selalu saja salah, meski itu
untuk kebaikan mu,,,," Arga menggenggam tangan Zuraida.
"Seharusnya diwaktu yang tersisa,, aku selalu memeluk mu,
menghabiskan setiap detik bersamamu, tapi aku justru sengaja
mengacuhkanmu, bahkan meninggalkanmu bersama lelaki lain.
Maafkan aku,,,,"
"Arga,,, aku menyayangimu,,,, masih mencintaimu seperti dulu,,," bibir
Zuraida mengucap pelan, seperti tidak mendengarkan apa yang
dikatakan Arga. Pikirannya masih merutuki kejadian beberapa menit
lalu, saat tubuhnya bergerak begitu liar melayani Pak Prabu. Seorang
wanita jalang yang sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya.
"Iya sayaaang,,, aku tauu,,, kau membuatku semakin merasa
bersalah,,,"
Zuraida menatap lekat mata Arga, seolah mencari sesuatu dibalik
tatapan tajam seorang lelaki. Tidak seperti tadi yang begitu dingin,
binar mata yang beberapa tahun lalu selalu dirindukannya.
"Arga,,," bibir tipisnya tampak ragu untuk mengucapsesuatu. Gundah
terbaca jelas dari wajahnya.
"Ada apa sayang,,, tak perlu memikirkan sesuatu yang membuatmu
bersedih, hingga waktu itu tiba, aku akan selalu berada disampingmu,
tak akan meninggalkanmu sedetikpun,,,,"
"Sekarang beristirahatlah, aku tau kejadian tadi bukan sesuatu yang
membuatmu gembira,," membaringkan tubuh wanita yang sesekali
masih sesenggukan menangis, berusaha melepas jilbab dan gaun yang
melekat di tubuh Zuraida.
Wanita itu bingung dengan apa yang dilakukan Arga, tapi tubuhnya
hanya bisa pasrah dengan apapun yang akan dilakukan lelaki itu pada
tubuhnya. Tapi Arga hanya tersenyum. Meletakkan gaun yang sudah
terlepas ke lantai. Lalu beranjak menuju kamar mandi. Lelaki itu
kembali dengan membawa handuk kecil dan gayung yang terisi air.
Dengan perlahan dan telaten menyeka wajah Zuraida, mengusap leher
dan setiap sisi tubuh. Zuraida merapatkan pahanya saat usapan Arga
tiba di selangkangannya.
"Jangan, Gaa,,," larangnya, tak ingin lelaki itu mendapati cairan
sperma yang masih tersisa di selangkangannya.
Arga mengangguk sambil tersenyum, meminta wanita merentangkan
kedua pahanya. Senyuman yang tulus. Zuraida membuang wajahnya
saat Arga mengangkat pahanya membuka lebih lebar. Tangan Arga
terdiam, meski sudah tau apa yang akan didapatinya di lipatan
tersebut, tetap saja hatinya terasa sakit. Setelah menguatkan hati,
tangannya bergerak mengusap membersihkan cairan kental yang
melekat pada paha dan bibir vagina. Setelah merasa cukup bersih,
tangan Arga bergerak ke bawah, membersihkan bagian yang lain.
"Wuuuhh,,, kaki mu kotor banget sayang,,, pasti tadi seru banget ya,,,"
goda Arga.
Wajah Zuraida memerah, memukul tubuh Arga sambil merengut.
"Jangan menggodaku, kata-katamu membuatku sedih, sayang,,,"
Setelah membersihkan tubuh Zuraida hingga ke mata kaki,
diselimutinya Zuraida, mengusap rambut wanita itu memintanya
beristirahat. Zuraida kembali merengut manja, meminta Arga ikut
masuk ke dalam selimut.
---------------------------
Here I am, Aryanti
Tanpa mereka sadari, di depan pintu, sesosok wanita berusaha
menahan air mata. Bersandar di dinding, kakinya yang gemetar
berusaha tubuh yang terasa begitu lemah.
"Seharusnya kalian bisa bersatu,,," bisik Aryanti, mulai terisak,
"seandainya kalian memperjuangkan cinta kalian,,, hikss,,,,"
Tangan Aryanti berusaha menahan tubuhnya yang limbung, berjalan
dengan telapak tangan merayap pada dinding. Melangkah keluar
cottage. Dengan tubuh terhuyung menuju gazebo.
Dako yang menyusul Aryanti ke dalam cottage melalui pintu belakang
beberapakali terjatuh saat mendaki tangga, lelaki itu tampak mabuk
berat. Baru saja dirinya sampai di atas, di lorong yang temaram tanpa
cahaya yang memadai, wanita yang dikejarnya sudah kembali berlari
tertatih menuruni tangga depan.
"Yaaant,,, kamu mau kemana lagi sayaaaang,,," panggilnya, namun
suaranya tak mampu keluar. Berusaha mengejar. Tapi langkahnya
terhenti didepan pintu kamar Arga. Berdiri mematung dengan tatapan
kosong, di lorong yang suram.
Aryanti terus berjalan, meski kepalanya mulai terasa berat, kakinya
dipaksa untuk terus melangkah, menembus pekat malam dalam rinai
hujan yang tiba-tiba menghambur seolah dengan sengaja dijatuhkan
oleh awan untuk melengkapi ujian wanita yang selalu terlihat ceria itu.
Setelah mendapati bangku yang agak panjang, wanita itu merebahkan
tubuhnya, menahan tubuh yang sakit dengan air mata berlinang.
Gemuruh ombak, deru angin, dan derasnya hujan seakan
menyempurnakan derita. Di gazebo, Aryanti menangis sendiri, entah
berapa banyak air mata yang mengalir keluar. Berkali-kali tangannya
mengusap wajah yang telah basah oleh air mata dan air hujan yang
sempat menyapa kulit mulusnya. Zuraida dan Arga,,, dua sosok
penting dalam hidupnya. Terbayang senyum Arga yang lembut, saat
melamarnya di sebuah resto pinggir pantai. Sebuah pinangan yang
dinobatkannya sebagai kado terindah di hari ulang tahunnya.
Tubuhnya yang menggigil mencoba mengingat hangat pelukan sang
suami. Terbayang tatapan sepasang mata Zuraida yang meneduhkan,
saat Dako mengenalkan sebagai tunangan. Wanita yang begitu
melindunginya ketika dirinya diteror oleh seorang lelaki sinting yang
tergila-gila pada tubuhnya. Mengizinkannya menginap berhari-hari
dirumah mereka tanpa mengeluh, meski Zuraida dan Dako saat itu baru
saja menikah, hingga akhirnya Aryanti membeli rumah tepat di samping
kediaman Zuraidan dan Dako. Terbayang saat pertama kali dirinya
menghianati Arga, hanya untuk sebuah promosi jabatan, gairah muda
telah melacurkan kesetiaannya sebagai seorang Nyonya Arga, titel
yang baru dua bulan disandangnya. Terbayang ketika dirinya
menggoda suami sahabatnya, Dako, dengan tubuhnya dalam
permainan kartu yang panas. Mabuk tidak dapat dijadikan alasan untuk
membela diri atas ulah nakalnya, memasukkan perkakas senggama
Dako ke dalam tubuhnya.
"Maasss,,, Mbaaa,,, maafin Yantii,,," suaranya yang bergetar pelan,
semakin hilang tergulung oleh deru ombak, angin, dan hujan.
"Buuu,,,, ibu baik-baik saja, Buu,,,"
Telinga Aryanti lamat mendengar sebuah suara, berusaha membuka
matanya, berharap itu adalah suaminya, Arga. Tapi wanita sedikit
kecewa, karena laki-laki berpayung potongan plastik yang
menghampirinya bertubuh lebih besar dari suaminya.
"Ibu kenapa tiduran di sini,,, Bu,, badan ibu panas, ibu sakit?,,,"
tangan kekar yang besar memegang lengannya, memerika keningnya.
"Konteet?,,," tanya wanita itu lemah.
"Iya bu,,, ini saya,, mari Bu,, biar saya gendong masuk ke cottage,,,"
Tapi wanita itu menggeleng, kembali meringkuk memeluk tubuhnya
sendiri. Kontet bingung, wanita yang tadi begitu liar bercinta di depan
matanya kini didapatinya dalam keadaan begitu lemah, dengan suhu
tubuh yang tinggi. Naluri lelaki bertubuh besar itu mengintruksikan
untuk memeluk melindungi tubuh mulus yang hanya dibalut mini dres
yang basah. Membaringkan kepala Aryanti di pahanya. Merasa ada
kehangatn yang mencoba menyelimuti tubuhnya, Aryanti segera
beringsut, semakin masuk dalam pelukan si lelaki. Menekuk tubuhnya
dalam pangkuan tubuh besar dan kekar.
"Teeet,, dingiiiin,,, dingiiin bangeeeet,,,"
Kontet bingung apa yang harus dilakukannya, tangannya reflek
mengusap-usap tubuh Aryanti, mencoba memberi hawa panas.
Sementara derai hujan semakin deras, seakan ingin menghabiskan
seluruh persediaan yang ada di langit. Usaha itu cukup berhasil, tubuh
Aryanti yang gemetar menggigil mulai bisa tenang. Nafasnya mulai
teratur, terlelap. Tinggallah kontet sendiri yang panas dingin,
dikegelapan malam berselimut awan hitam, mata kontet berusaha
menjelajah selangkangan yang tak mampu ditutupi oleh mini dress
yang begitu pendek. Tangan kanan Kontet mengambil sesuatu dari
kantong celananya, sebuah kain kecil warna merah muda, warna yang
sama dengan dengan gaun yang dikenakan oleh Aryanti. Tangan yang
kekar membawa kain itu ke wajahnya, lalu menghirup aroma yang
melekat. Berkali-kali lelaki itu menghirup membaui kain yang tidak lain
merupakan celana dalam Aryanti, yang tadi dilepas oleh Dako dan
dilemparkan ke arah Kontet yang duduk mengawasi persetubuhan
wanita itu. Di tengah nafsu yang memburu, Kontet mencoba bertahan,
melampiaskan hasratnya pada celana dalam Aryanti, tak ingin
mengganggu si cantik yang terlelap di pangkuannya. Tapi itu justru
membuat nafsunya semakin bertingkah, tak puas dengan kain di
tangannya, Kontet dengan hati-hati melabuhkan tangannya pada
payudara si teller bank yang cantik. Payudara besar yang kencang,
jauh berbeda dengan wanita-wanita di warung remang-remang yang
kerap dikunjunginya.
"Buuu,,,," jantung lelaki itu bergemuruh saat mulai meremas, terus dan
terus bermain-main pada bundaran daging yang ada di dada si wanita.
Tiba-tiba kepala Aryanti bergerak, berusaha menatap pemilik dari
tangan yang tengah bermain-main dengan tubuhnya.
"Jangan kontet,,," tangannya berusaha menepis, tapi tenaganya yang
begitu lemah tak berarti apa-apa bagi tangan kekar itu.
"Tidurlah Bu,,, saya hanya ingin mengenali tubuh Ibu, seperti tadi
sore,,"
Tadi sore,,, Yaaa,,, tadi sore,,,otak Kontet me-review semua kejadian
di dapur, saat tubuh besarnya berjongkok di selangkangan si teller
bank cantik, menghisap setiap tetes cairan yang mengalir membasahi
vagina. Me-review saat batangnya yang begitu besar, berusaha untuk
memasuki tubuh yang juga tengah dilanda birahi, tapi terhenti oleh
kehadiran Dako dan Pak Prabu. Dan kini, di tempat sepi ini,,, tak ada
seorang pun yang dapat menghentikan bila dirinya ingin mengulang
kembali kejadian di dapur. Dengan cepat tangan Kontet terhulur
menuju selangkangan yang terbuka, mengusap paha yang mulus.
"Ooowwhh,,, Buu,,,"
Pikiran Kontet kacau
diaduk nafsu yang
memburu, rasa
kasihannya pada wanita
yang tengah sakit mulai
tergusur oleh birahi.
Jangankan memegang,,
bermimpi pun Kontet
tidak berani, bisa
mendapatkan tubuh
wanita secantik Aryanti,
tapi kini wajah cantik
dipadu dengan tubuh
indah nan putih mulus
itu terbaring
dipangkuannya, tak
berdaya. Tiba-tiba kontet
melepaskan pelukannya,
membaringkan tubuh itu
diatas bangku kayu yang panjang, merentang kedua tungkai kaki yang
indah kelantai. Menyingkap minidress semakin keatas. Otak lelaki yang
hanya lulus SD itu sepenuhnya dikuasai setan.
"Konteeet,,, jangaaaan,,," suara Aryanti serak, tangannya tak memiliki
tenaga untuk mendorong tubuh Kontet yang mulai menindih.
"Buuu,,, Maaf Bu,,, saya hanya mencoba menghangatkan tubuh ibu,,,
maaf Bu,,,"
Suara Kontet menggeram, seiring pinggulnya yang berusaha
menerobos vagina Aryanti dengan batang yang besar,,, sangat besar,,,
lebih besar dari miliki Arga dan Pak Prabu. Jika vagina Bu Sofie, yang
sudah beberapakali melahirkan, kesulitan saat berusaha melumat
batang Kontet, lalu bagaimana dengan Aryanti, yang baru saja
menikah. Wajah Aryanti meringis menahan perih, lelaki yang tadi
dinobatkannya sebagai dewa penolong kini justru berusaha
memperkosa tubuhnya yang tengah sakit. Air mata kembali menetes.
Meratapi nasib dirinya.
"Apakah ini adalah karma yang harus ku terima, setelah berbuat nakal
di sepanjang masa liburan," lirih hati Aryanti.
Tubuhnya terasa ngilu dan perih akibat ulah Kontet yang terus
memaksa menjejalkan batang ke dalam kemaluannya. Cairan milik Dako
yang masih menggenang, tak mampu membantu banyak atas usaha
batang Kontet untuk menorobos masuk.
"Maaf Buuu,,, Maaaaf,,, banget,,, cuma ini kesempatan saya bisa
menikmati tubuh secantik ibu,,," ucap Kontet, tangannya mengangkat
kedua kaki Aryanti ke pundaknya yang berotot.
"Sakiiiit,,, sakiiiiit,,, ngga kuaaaat,,, sakiiit,,," wanita itu menjerit kuat,
Kontet memaksa menekan batangnya dengan sangat kuat,,, terus dan
teruuus menekan,,, hingga akhirnya setengah dari batang besar itu
menghilang di lorong kemaluan.
Wanita itu mengigit bibirnya hingga berdarah, berusaha mengalihkan
rasa sakit yang diterima oleh vaginanya, sedikitpun tak ada
kenikmatan yang bisa dirasakannya dari gerakan batang yang mulai
keluar masuk memperkosa liang kawin. Tubuhnya yang tak berdaya,
tergoncang akibat hentakan-hentakan yang mulai dilakukan dilakukan
dengan kasar. Begitu berbeda dengan Kontet yang terus menggeram
menikmati sensasi dari vagina seorang teller bank swasta ternama.
vagina Lik Marni yang tadi sore dicicipinya dan sering menjadi hayalan
mesumnya seakan tak berarti apa-apa dibanding milik seorang Aryanti.
"Oooowwwhh,,, Bu,,, nikmaaat bangeeet,,, nikmaaat banget Buuu,,,"
"Memeeek cewek kotaaa ternyataaa memang nikmaaat bangeeeet,,,
owwwh,,,"
Hentakan batang Kontet semakin cepat dan dalam, tak peduli dengan
kondisi Aryanti yang mulai kehilangan kesadarannya.
"Buuu,,, sayaaa semprot dimemeek ibuu yaaa?,,, boleeh Buu?,,, sayaaa
ngecrooot buuu,,, Aaaarggg,,, aaagghhh,,,"
Tubuh kontet mengejang, mengejat-ngejat mengeluarkan begitu
banyak sperma yang tak mampu ditampung oleh vagina Aryanti. Lalu
jatuh memeluk tubuh Aryanti. Tapi sedikitpun tak ada respon dari
tubuh yang berhasil memuaskan nafsunya, Aryanti pingsan.
"Buuu,,, banguuun Buuu,,, banguuun,,," panggil Kontet dengan panik.
###################################
"Sayaaaang,,, peluklah aku,,, aku kedinginan," pinta Zuraida manja,
menarik tubuh Arga, tapi bukan untuk sekedar memeluknya, tangan
wanita itu memaksa Arga menaiki tubuh telanjangnya.
"Zeee,,, tubuhmu itu kelelahan sayang,,, istirahat sajalah,,,"
"Kau menolak permintaan ku lagi?,, coba mengacuhkan ku lagi?,,,"
"Hadeeeeh,,, ya ngga laaah,,, aku tak mungkin mengacuhkan mu lagi,
tapi cobalah untuk mengasihani tubuhmu,,,"
"Argaaa,, tapi aku saat ini benar-benar menginginkanmu, aku ingin,,, "
lagi-lagi bibir Zuraida terdiam, bingung dengan apa yang ingin
diucapkannya. "Ayolaaah,,, plisss,,, setelah ini aku takkan memintanya
lagi,,," lanjutnya, tidak tau bagaimana cara meminta Arga bersedia
menyetubuhinya.
Arga menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Siapa yang tidak
berminat pada tubuh indah yang kini telanjang bulat di sampingnya.
"Tapi jangan lama-lama ya,,, langsung di crotin aja,,,"
Zuraida tertawa mendengar kata-kata Arga.
"Tuuu kaaaan,,, punya mu juga udah keras koq,,," seru Zuraida,
merasakan batang yang menempel dipahahnya saat lelaki itu mulai
mendaki keatas tubuhnya. Menyibak selimut yang menutupi tubuh
mereka, dengan tangannya sendiri wanita itu berusaha melepas celana
Arga. Sepertinya wanita itu ingin menebus kesalahannya kepada Arga.
"Argaaa,, lakukan sepenuh hatimu sayang,,, aku tidak tau apa yang
akan terjadi setelah liburan ini, maka anggaplah ini yang terakhir,,,"
ucap Zuraida dengan sedih, merentang lebar kedua kakinya. Jari yang
lentik menggenggam batang, memastikan benda telah siap memasuki
tubuhnya berada di posisi yang benar.
"Zeee,,," Arga mencium bibir Zuraida, seiring gerakan tubuh
menghantar batang kedalam lorong yang lembab.
"Jangan menangis sayang,, kamu adalah jagoanku,,, seandainya waktu
kita masih banyak, niscaya aku akan selalu melayanimu sepenuh
hati,,," Zuraida berusaha menghibur Arga, meski air matanya ikut
meleleh.
Dua tubuh itu bergerak pelan, setiap gerakan seakan ditasbihkan
dalam kadar cinta yang terbuncah dalam nafsu yang berselimut
syahdu. Tak ada hentakan-hentakan yang kasar, tak ada remasan-
remasan yang nakal, hanya gerakan penuh cinta yang membara. Arga
membalik tubuh mereka, membuat tubuh Zuraida berada di atas,
membiarkan wanita itu mengambil kendali. Duduk tegak di atas batang
yang mengacung keras di dalam tubuhnya, Bergerak maju mundur
dengan pelan, meremas batang Arga dengan lembut.
"Sayaaang,,, kalo terus seperti ini mungkin besok lusa baru selesai,,,"
Zuraida tertawa. "Lhooo,,, memangnya kenapa sayang, biarkan mereka
pulang duluan, kita lanjutkan liburan ini hanya berdua."
"Hahahaa,,, memangnya kau sanggup terus melayani batangku,,,"
Kalau batangmu dapat terus mengeras di dalam tubuhku, kenapa tidak,
aku cukup tidur telentang dan menonton aksimu menikmati tubuhku,,,
hihihi,,," Zuraida tertawa sambil terus menggerakkan pantatnya, duduk
tegak memamerkan bongkahan payudara yang mancung di depan mata
Arga.
"hahahaa,,, tapi tetap sajakan aku tidak bisa menyiram di dalam
vaginamu,,,"
Zuraida menjatuhkan tubuhnya ke dada Arga. Menatap lekat mata si
pejantan.
"Kau ingin menyirami lorong vaginaku?,,, ingin memenuhi rahimku
yang tengah subur dengan semburan bibitmu?,,," tanya Zuraida,
tersenyum menggoda.
"Seandainya boleh,,," ucap Arga, meremas pantat Zuraida dan
menekannya ke bawah, membuat batangnya menyundul pintu rahim si
wanita.
"Ooowwwhhsss,,, Gaaa,, Argaaa,, apa kau bisa merasakan mulut rahim
yang tengah dihuni sel telurku,, sayaaang?,,," Zuraida mengusap pipi
Arga, sambil mengulek batang Arga yang berusaha menyelusup lebih
dalam.
"Eeemmmhhh,,, aaahhsss,, Hanya kau yang mampu menyentuh sisi
terdalam kemaluan ku Gaaa,,, benihmu pasti tidak akan kesulitan untuk
membuahiku,,,"
Tiba-tiba Arga menggeleng, "Kau ingin membuatku merasa bersalah
pada Dako?,,,"
Kata-kata itu membuat si wanita tertegun, gerakannya terhenti.
Sosok lelaki nestapa, yang terus mengamati pergumulan dan
percakapan dua sejoli itu, melangkah pelan,,, mundur hingga
menabrak dinding kamar, terhuyung membuka pintu kamarnya, tertawa
sendiri di kegelapan, menenggak bir yang ada di genggaman. Terjatuh
di lantai saat berusaha membuka laci meja, mengacak-acak isinya
mencari sesuatu yang dapat menenangkan pikiran yang kacau.
"Sayaaang,,, tak perlu memikirkan itu,,, sekarang aku hanya ingin
menikmati kebersamaan kita,,," seru Arga, tangannya mendorong
tubuh Zuraida untuk kembali menduduki penisnya. Lalu meremas
payudara Zuraida. "Aku ingin melihatmu mengendarai batangku
sayang,,,"
Wanita itu tertawa. "Hahaaha,, aku ngga bisa sayaaang,,, selama
bersama Dako kami lebih sering melakukan gaya konvensional,,, Dako
ngga pernah secerewet kamu tauu,,, jadi jangan meminta yang aneh-
aneh yaaa,,, aku maluu,,,hahaha,,,"
Tiba-tiba Zuraida teringat saat tubuhnya bergerak liar meladeni
keinginan Pak Prabu, kejadian yang akan membuatnya begitu malu
setiap teringat kejadian itu.
"Yaa,, tapi sekarang kau akan melakukan itu untukku,,," ucap Arga
dengan gaya cool, melipat kedua tangannya kebawah kepala. "Ok,,,
One Girl Shooow,,," sambungnya, memandang Zuraida menunggu
wanita itu beraksi.
"Hahahaaa,, kau paling pinter membuatku malu,,, tapi jangan
diketawain ya,,,"
Zuraida menekuk kedua lututnya, berpegangan pada perut Arga, lalu
perlahan mengangkat pinggul membuat batang Arga hampir terlepas,
lalu dengan cepat kembali menghentak ke bawah.
"Ooooowwwsshhh,,,," wanita itu kaget, ternyata gerakan yang
dilakukan dengan terpaksa itu membuat lorong vaginanya terasa
begitu nikmat, semakin cepat tubuhnya bergerak semakin vaginanya
ketagihan, semakin kuat pantatnya menghentak semakin besar nikmat
yang dirasakan oleh vaginanya. Kali ini Zuraida lebih bisa menikmati
ulah nakalnya, sambil terengah-engah tersenyum puas melihat wajah
Arga yang merem melek menikmati servis dari vaginanya. Tapi itu
justru membuatnya semakin bersemangat mengejar kenikmatan
puncak.
"Argaaa,,, ayo sayaaaang,,, aku ingin kau yang melakukannya
untukku,,," Zuraida menarik tubuh Arga untuk kembali menindih
tubuhnya. Merentang lebar pahanya. Memeluk erat tubuh Arga,
mendesah penuh birahi ditelinga si lelaki yang mulai memacu
tubuhnya dengan kecepatan tinggi.
"Ooowwwssshh,,, Argaaaa,,, akuuuu hanyaaa ingiiin dirimmmuuu,,,
Ssshhh,,,"
"Aku ingin bataaangmu yang selaaaluuu mengiissiii memekkuuu
sayaaang,,,"
"Oooowwwhhh,,, Saaaaayaaang bawaaa akuuuuhh kepuncaaaak
sayaaang,,,"
Menjambak rambut sipejantan, memberi perintah tepat didepan
wajahnya dengan suara menggeram nikmat. Tubuhnya melengkung
mengangkat pantatnya lebih tinggi, mengejar batang Arga yang begitu
cepat menggasak di liang yang sempit.
"Tusssuuuuk yang kuaaaat,,, Aaarrggghhaaa,,,"
"lebiiihh dalaaaam,,, Arrggghhh,,, kaaauu bisaaa,,,"
"Kaau pastiii bisaaa membuahi kuu sayaaaang,,,"
Zuraida sadar apa yang diucapkannya, memohon pada lelaki yang
bukan suaminya untuk menitipkan benih di rahimnya.
Mendengar permohonan Zuraida, Arga menghentak batangnya dengan
kalap.
"Aaaagghh,,, Aku tidaaak bisa Zeee,,,"
Tiba-tiba Zuraida menatap Arga garang. "Ku mohooon sirami
rahimkuuu,,, izinkaaan akhuu pergii membawa buaaah cintaaa kitaaa,,,
Aaawwhhhh,,,"
Dua tubuh yang tengah berpacu dalam birahi tinggi itu berdebat
diantara decakan alat kawin yang membanjir. Di antara batang yang
menghujam dengan ganas. Di antara liang senggama yang terus
menyambut hujaman dan melumatnya dengan jepitan yang kuat.
"Tidaaak Zeee,,, Arrgggghhhh,, aku maaau keluaaarr,,,"
"Oowwhh,, oowwhh,,,Aaaaku,,, owwhh,,,siaaap saayaaaang,,, hamilii
akuuu,, sekaaaarang,,,"
"lepaaass sayaaaang,,, aku tidaaak bisaaa,,,"
"Ooowwwghhh,,, Gilaaa,,, gilaaa,,, aku saaampaii,,, aku keluaaarr,,,"
Zuraida meregang orgasme, suaranya terengah-engah,,, melonjak-
lonjak dengan mulut terbuka,,, menatap Arga memproklamirkan
kenikmatan yang didapat. Tangannya meremas kuat pantat lelaki yang
menindih tubuhnya. Dengan sepasang kaki yang menyilang mengunci
paha Arga. Lagi-lagi Arga menggelengkan kepala. bisa saja dirinya
dengan paksa melepaskan tubuh Zuraida. Tapi vagina Zuraida yang
tengah orgasme mencengkram penisnya dengan sangat kuat, terasa
begitu nikmat, seakan ingin memisahkan batang itu dari tubuhnya.
Memaksa spermanya menghambur keluar.
"Aaarrgghhh Zeee,,,"
Arga meminta ketegasan dari apa yang akan dilakukan.
Zuraida yang masih dirudung orgasme panjang, hanya bisa
mengangguk dengan nafas memburu, tatapan birahi nan syahdu yang
mengemis sebuah siraman benih di rahimnya. Setelah berusaha
menjejalkan penisnya lebih dalam, Arga memeluk tubuh Zuraida yang
membuka lebar pahanya, menapak di kasur membuat pantatnya
melengkung keatas, membantu usaha Arga menjejali pintu rahimnya.
"Zeee,,, Owwwhhh,,, sayaaaang,,, aku keluaaaaar,,, aku keluar di
memekmu sayaaang,,, Ooowwhh,,," pinggul lelaki itu mengejat, dengan
kepala jamur besar yang menghambur cairan semen disertai ribuan
benih kehidupan.
"Terimalaaah Zeee,,, biarkan semua memasuki tubuhmu, sayaaang,,,"
Arga terus berusaha mendorong penisnya lebih dalam, dengan
semprotan kuat menggelitik daging yang sensitif.
Aksi Arga membuat Zuraida kalang kabut, penis Arga serasa semakin
membesar dalam jepitan kewanitaannya.
"Oooowwwhhh,,, Argaaa,,, akhuuu,, akuuu keluar lagiii,,," orgasme
tiba-tiba kembali menyapa tubuhnya. Ikut mengejang dibawah tindihan
tubuh Arga yang tengah mentransfer bermili-mili sperma kedalam
tubuhnya.
Dua tubuh itu melonjak-lonjak, masing-masing sibuk menikmati
aktifitas yang terjadi di alat kelamin mereka. Penis yang mengeras
sempurna, menghambur beribu-ribu bibit cinta. Dan vagina yang
mencengkram kuat batang sang kekasih, berkedut, memijat ritmis
pusaka sang penjantan, seolah memaksa menguras habis persedian
sperma dari kantungnya.
"Oooowwwgghhh,, gilaaa,,, nikmat banget sayaaang,, gilaaa,,,"
Zuraida terkapar, berusaha mengisi rongga paru dengan oksigen,
menatap Arga yang masih mencari-cari kenikmatan tersisa yang
didapat dari alat kelamin kekasihnya. Hingga akhirnya terdiam,
tertelungkup menindih tubuh si wanita yang tersenyum puas.
"Zeee,,, apa kau sadar, dengan apa yang baru saja kita lakukan?,,,"
tanya Arga, sambil menciumi wajah cantik Zuraida.
"Yaaa,,, aku sadar,,, terimakasih sayang,,, terimakasih untuk yang
sudah kau berikan ini,,, semoga memang terjadi, dan biarkan aku
membawa titipan mu ini pergi,,,"
Zuraida tersenyum, membiarkan bibir Arga bermain-main di wajahnya.
"Apa kau bisa menikmati, menuntaskan semua di dalam tubuhku?,,,"
"Nikmat bangeeet,,, punyamu nikmat banget sayang,,, vaginamu
seperti menghisap habis semua spermaku,,,"
Zuraida tertawa mendengar pengakuan Arga. "Masih pengen lagi?,,,"
Arga mengangguk dengan cepat.
"Ya udah,,, ayo entotin memek ku lagiii,,, lagian sepertinya punyamu
masih keras nih,," wanita itu memainkan otot vaginanya.
Giliran Arga yang tertawa. "Kalo aku tusuk-tusuk lagi, entar bibit ku
malah keluar,,," meski berkata seperti itu, batang Arga mulai bergerak
pelan, membuat Zuraida merasa geli.
"Yaaa,,, sebagian mungkin keluar, tapi bukankah setelah itu kau bisa
mengisi penuh lagi,,,lagipula sel telurku hanya perlu satu bibit yang
beruntung dari ribuan yang hamburkan tadi,,,"
"Emang boleh semprot di dalam lagi?,,,,"
"Iiiihh,,, ya bolehlah,,,, kan punyamu masih ada di dalam, ngapain kalo
setelah ini kamu nyemprot di atas perutku,,, ngga nikmat tau,,,"
Zuraida ikut menggerakkan pinggulnya, berusaha mencari kembali
kenikmatan yang membuat tubuhnya ketagihan.
"Ayooo Papaaah,,, ngecrot di memek mamah lagi,,,, aku masih
sanggup melayani batangmu beberapa ronde lagi,,, hihihi,,,"
"Koq Papah?,,,"
"Yaa,, Papah,,, mungkin 9 bulan setelah hari ini,,,"
Arga tertawa mendengar kelakar Zuraida, "Ya udah,,, kalo gitu kita
bikin adeknya aja sekarang.
"Yeee,,, mana bisa gitu,,, ihhh,,, Hahahaa,,,"
Keduanya tertawa dengan tubuh kembali bergerak berirama. Bersiap
memulai pertarungan yang berikutnya.
Braaakk...pintu kamar yang sedikit terbuka itu didorong dengan kuat.
"Argaaaa,,, Dako,,, Dako, Gaa,,,"
"Zuraidaaa,, Suamimuu,, tolongin suami muu,,"
Terdengar suara Munaf yang panik di depan pintu. Menunjuk-nunjuk
ke seberang kamar. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Dengan
cepat Arga melepaskan pagutannya, mengambil celana dan bergegas
mengenakannya. Begitupun dengan Zuraida yang masih bertelanjang
bulat, mengambil handuk baju yang menggantung, lalu berlari menuju
kamarnya.
"Siaaal,,," umpat Munaf, yang tak sengaja menyaksikan pemandangan
indah, terbayar sudah rasa penasarannya akan bayang tubuh seorang
dokter cantik bernama Zuraida. Payudara yang membulat padat, dan
selangkangan dengan gundukan tembem yang bersih dari rambut
kemaluan.
"Maasss,,, Maasss,,," Zuraida panik,,, menggoyang-goyang tubuh
Arga.
"Zee,,, kamu dokternya,,, ingat,,"
Tubuh suaminya yang terbaring dilantai tak sadarkan diri, dengan
mulut mengeluarkan busa, membuat wanita itu panik, seolah lupa
dengan titelnya, lupa dengan semua ilmu yang didapat. Dengan cepat
Zuraida memeriksa tubuh Dako, memeriksa pupil mata, dan setiap
bagian yang dapat memberinya informasi tentang kondisi Dako. Bu
Sofie, Andini, Pak Prabu, yang masih dalam kondisi setengah mabuk
ikut menghambur ke dalam kamar.
"Bu Sofie, tolong ambilkan tas saya di lemari Bu,,,"
"Arga,, tolong aku mengangkat Mas Dako ke kasur," perintah Zuraida
yang mulai bisa mengendalikan suasana hatinya.
Semoga Mas Dako tidak apa-apa, ucapnya setelah menyuntikkan obat
ke dalam tubuh suaminya. Tapi wajahnya masih tampak cemas.
Merapikan tubuhnya yang masih terbuka dengan mengikat tapi yang
ada pada handuk. Lalu mengusapi rambut Dako yang lembab.
"Tolooong,,, Argaa,, istrimu Gaa,,"
"Tolooong,,," kembali terdengar teriakan dari lantai bawah.
"Kenapa istriku?,,, ada apa?,," dengan cepat wajah Arga memucat,
meloncat keluar kamar, diiringi yang lain.
"Buu,,,, Pak Dako biar saya yang jaga,,," seru Andini. Membaca sitausi
dengan cepat."Tolong ya Din,,, tolong jaga suamiku sebentar,,,"
Zuraida yang belum sempat mengenakan penutup kepala, hanya
berbalut handuk baju, segera menyambar tas yang berisi peralatan
kerjanya, lalu menghambur berlari keluar, tak peduli dengan bagian
depan dadanya yang terbuka. Di ruang tengah, mereka mendapati
Sintya yang memeluk Aryanti yang tak sadarkan diri. Wajahnya begitu
pucat, demamnya semakin tinggi. Dengan bibir yang tampak membiru
kedinginan. Sementara cairan kental hampir menutupi seluruh
kemaluannya yang terbuka.
"Yaaant,,, Yantiii,,, bangun sayang,,,"
"Zeee,,, tolong Yanti Zeee,, cepat Ze,,,"
"Tolong ambilin selimut tebal,,," seru Zuraida cepat. Adit dan Sintya
berlari bersamaan, masing masing mengambil selimut di kamarnya.
Panik. Setelah memeriksa dan memberikan pertolongan semampunya,
Zuraida menangis sambil memeluk tubuh Aryanti yang berbalut selimut
tebal.
"Yaaant,,, kamu tidaak apa sayang,,, kamu akan sembuh,, cepatlah
sadar sayang,,, hiks,,"
"Kenapa tubuh Aryanti basah begini?,,, kenapa dirinya sampai
pingsan?,," tanya Arga, menadang semua yang ada disitu, berharap
ada seseorang yang tau.
"Tadii,,, tadiii,,, aku melihat Kontet yang menggendong mba Aryanti
dari gazebo depan,,," jawab Sintya gemetar.
"Kontet? Terus sekarang tu orang kemana?,,,"
"Ngga tauu,, setelah membaringkan Mba Aryanti dia langsung lari
keluar,,, wajahnya juga terlihat panik,,,"
"Bajingaaaan,,, Konteeet,,, mana Konteeet,,," Arga berteriak nyaring,
mencari Kontet.
Mendengar penuturan Sintya dan melihat selangkangan Aryanti yang
penuh dengan sperma laki-laki, Siapapun akan berasumsi Kontet telah
melakukan sesuatu pada wanita itu.
"Mang Oyik,,, Kontet manaaa?,, mana Kontet Maang?,,," Arga memburu
Mang Oyik yang terlihat datang tergopoh.
"Ngga tau Den,,, tadi saya liat dia pergi pake motor saya Den,,, ngga
tau kemana,,,"
"Bajingan kalian,,, cepet seret temenmu itu kemari,,, cepaaaat,,," Arga
mencengkram kerah Mang Oyik, hendak memberikan pukulan ke wajah
lelaki itu.
"Argaa,, sabar, Ga,,, lebih baik sekarang kita bawa Aryanti kekamar,,,"
cegah Pak Prabu, menahan ayunan tangan Arga.
"Ingat!!!,,, Semua ini salah kita jugaaa,,," bentak Pak Prabu.
Memiting tangan Arga, memaksa lelaki itu untuk berpikir jernih.
"Kontet ya?,,,"
Ucap Bu Sofie sambil bergidik, membisik pada Munaf yang membiarkan
tangannya dipeluk, iba melihat kondisi Aryanti.
"Memang nya kenapa dengan Kontet, Bu,,,"
"Batang Kontet itu lho,,, ngeri banget,, pasti Aryanti kesakitan banget,
aku yang sudah berkali-kali melahirkan aja sulit banget nelen tu
batang,,,,,"
Munaf cuma bisa melongo mendengar apa yang dikatakan Bu Sofie
sambil berbisik di telinganya.
"Naaf,,, punyamu tak ada apa-apanya dibanding batang kontet,"
Sambungnya, membuat Munaf bergidik ngeri.
###############################
Sinar hangat mentari pagi menerobos jendela yang terbuka lebar,
menghangatkan suasana di dalam kamar. Hujan deras pada dini hari
tadi, menyisakan jejak pada rerumputan dan tanah yang basah. Tubuh
Aryanti dan Dako dibaringkan di satu kasur yang lebar, agar Zuraida
dapat mengawasi keduanya bersamaan. Wajah cantik yang masih
terlihat pucat tampak berusaha tersenyum, menyampaikan binar pesan
pada orang di sekitar yang terlihat cemas, bahwa saat ini dirinya tak
apa-apa.
"Yaaant,,, maafin mba mu ini sayaaang,,," ucap Zuraida yang
bersimpuh di samping kasur, menggenggam erat tangan Aryanti,
sambil tersedu-sedu.
"Mbaa,,, bukan salah mba koq,,, tubuh Yanti aja yang letoy, cepet
ngedrop kalo kecapean," jawabnya dengan suara pelan.
Arga cuma bisa memandang wajah istrinya dengan penuh kasih,
karena saat itu dirinya tengah membantu Dako untuk duduk pada
sandaran kasur. Lelaki itu berusaha menahan sedih, merasa dirinyalah
suami yang paling tidak bertanggung jawab. Begitu terlena pada cinta
masa lalu. Suasana yang sebelumnya meriah berubah menjadi haru,
Pak Prabu berdiri sambil memeluk kedua istrinya, begitupun dengan
Adit dan Munaf yang juga memeluk istri masing-masing. Semua,
seolah sepakat untuk mengakhiri permainan yang berujung pada
tragedi yang hampir merenggut nyawa Aryanti dan Dako.
"Maaah,, maafin papah ya mah,, selalu menuntut macam-macam
padamu,," bisik Munaf, memeluk tubuh istrinya dengan erat. Aida
mengangguk, menyandarkan kepala di pundak sang suami.
########################
"Cukup besar pelajaran yang harus kita terima untuk menyadarkan kita,
Zee,,," ucap Arga saat menuju bis, sambil membawa beberapa barang..
Zuraida mengangguk,,, wajahnya masih terlihat sendu, kelopak
matanya bengkak akibat terlalu lama menangis. "Kasihan Aryanti,
terpaksa kau acuhkan, gara-gara diriku yang selalu menagih perhatian
darimu,"
"Istrimu memiliki kesabaran yang sempurna, dia lebih memilih untuk
menanggung semua. Sudah cukup lama aku mengenalnya, dan sangat
jarang aku melihatnya bersedih, wajahnya selalu ceria,"
Zuraida menghentikan langkah Arga, dengan berdiri didepan lelaki itu.
"Arga,,, mungkin ini permintaan ku yang terakhir padamu,,,"
"Yaa,,, katakanlah sayang,,, semoga aku bisa melakukan apa yang kau
minta,,,"
"Aku mohon dengan sangat kepadamu,,, Tolong,,, jagalah Aryanti,
jangan buat ia sakit dan menangis lagi,,,"
Lelaki itu mengangguk, "Pasti,,, aku akan menjaganya, mencintainya
seperti hati ini mencintaimu,,, Dan kau,,, jagalah Arga, sampai
kapanpun ia adalah sahabat terbaikku,,, berikan ia servis terbaikmu,,,
seperti yang sudah aku ajarkan,,,"
"Iiihh,,, masih sempat-sempatnya mikir yang itu, jahat kamu Ga,,,"
Zuraida tertawa sambil menangis, mencubit pinggang Arga.
"Akan sangat sulit untuk melupakan semua kenangan ini,,, jadi aku
memilih untuk selalu menyimpan cintamu dihatiku bersama Aryanti.
Percayalah aku tak akan menyia-nyiakan nya lagi,,,"
Zuraida tertawa, jari-jarinya berusaha membendung air mata yang
terus keluar..
"Arga,,, aku masih boleh memelukmu?,,,"
Tertawa mendengar pertanyaan Zuraida, Arga merentang kedua
tangannya, menyambut Zuraida yeng menghambur kepelukannya.
"Sayang,,, aku pun akan selalu mencintaimu, tapi aku juga tak akan
mensia-siakan cinta Dako dan hidupnya,,, Terimakasih untuk benih
yang kau titipikan,,, berdoalah, semoga Dako bisa menerima semua,"
ucap Zuraida lirih
"Woooyyyy,,, pacaran mulu,,," seru Bu Sofie, menepok pundak Arga.
Mebuat keduanya kaget, lalu tersipu malu-malu. "Zuraida, dicari
Aryanti tuh,,, katanya dia pengen duduk disamping kamu,,," lanjut
wanita dengan rambut disanggul ala Syarini, itu.
"Eeehh,,, iya Bu,,, saya naik ke bis duluan ya,,," jawab Zuraida, ngacir,
mencari aman.
"Arga,,, ingat, kamu masih punya hutang sama saya," ujar wanita itu
ketika Zuraida sudah masuk ke dalam bis.
"Heehh? Hutang apa ya Bu?,,," tanya Arga, bingung.
"Kamu lupa ya,,, kamu sudah nyicipin semua istrimu teman-
temanmu,,, tapi kamu justru lupa dengan istri atasanmu ini,,," ucap Bu
Sofie, matanya melotot, tapi itu justru membuat wanita berumur
terlihat semakin cantik.
Setelah mengerling genit, wanita itu berpaling menuju bis, sengaja
melenggok memamerkan pantatnya super montok. "Ingat ya,,, sebelum
kami berangkat ke Jakarta,, aku sudah mencicipi batang mu itu,,,:"
ucapnya lagi, sambil memeletkan lidah. Meninggalkan Arga yang
menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
Suasana dalam bus terasa lebih sepi dibanding saat mereka berangkat.
Entah karena memang kecapean, atau memang mereka bersimpati pada
kondisi Aryanti dan Arga, meski sudah semakin membaik, keduanya
masih harus mendapatkan perawatan lanjutan dan banyak beristirahat.
Adit tampak begitu mesra mengobrol dengan istrinya, Andini.
Merencanakan apa yang akan mereka lakukan setelah liburan ini. Pak
Prabu bersandar dipelukan Sintya, sambil merasakan pijatan mesra istri
mudanya itu.Sementara Bu Sofie tampak asik dengan kamera LSR nya,
mengambil gambar yang dianggapnya menarik, sepanjang perjalanan.
Arga sibuk mencatat semua pengeluaran selama liburan, tugas yang
seharusnya dilakukan oleh Dako yang tengah tertidur sambil memeluk
boneka beruang besar milik Aida. Zuraida, wanita itu memangku kepala
Aryanti yang berbaring, mengobrol sambil berbisik-bisik, seperti
tengah membahas sesuatu yang sangat penting, sesekali wajah
mereka tertawa kecil. Sedangkan Munaf, lelaki itu tampak tertidur
bersandar di jendela. Terjaga saat istrinya tak ada di sisi.
"Maaahh,,, Mamaaah kemana,,," panggilnya keras, membuat semua
menoleh ke arahnya.
"Paaahh,,, aku disini Paaah,, dibelakaang,,, Ooowwhhsss,,"
"Aaaahhh,,, Papaaahh,,, enak banget paaah,,,"
"Lho Mamah lagi ngapain,,, emang masih kurang Mahh,,, ?" tanya
Munaf, ketika mendapati istrinya tengah bergerak naik turun, seperti
sedang mengendarai tubuh seseorang yang terhalang oleh seat bis.
Lelaki itu menatap bingung, karena Pak Prabu, Adit, Dako, dan Arga
berada di bangkunya masing-masing.
"nyicipin punya siapa lagi sih,, sayaaang,,,"
Karena tragedi yang mereka alami, Munaf berusaha menjadi suami
yang lebih toleran pada istrinya yang ternyata memiliki kebutuhan
seksual yang tinggi.
"Punya Kontet Paah,,, Ooowwhh,,, kontolnya gede banget,, memek
mamaaahh sampai ngilu,,, tapi nikmat bangeeet paaah,,,"
"Haaahh? KONTEEET???,,," teriak Munaf tak percaya!!!....
END

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

1 komentar:

Butuh Bandar Online terpercaya ?
Yuk join aja menjadi member Di TogelPelangi

Menyediakan permainan ;
Togel
Live dd48red blue

serta memberikan prediksi terakurat

DISKON Pemasangan :
4D ; 66%
3D : 59%
2D : 29%

Support 4 Bank terbaik :
BCA
MANDIRI
BNI
BRI

Hot Promosi Jackpot Super Lucky
Promo New Member
Komisi Referal 1%

Daftar sekarang bos : www.togelpelangi.com/daftar

Info dan contact :

BBM D8E23B5C
LINE togelpelangi
No telp.dan W.a +85581569708

Silahkan bos



Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.