Jumat, 06 Maret 2015

Liburan Birahi 10: Heart Terminal

Liburan Birahi 10: Heart Terminal
Heart Terminal.
Dako memejamkan matanya, coba meresapi hangatnya air dalam
bathtub. Pikirannya jauh menerawang tentang asa yang terbangun
akan sebuah kehidupan rumah tangga yang bahagia. Namun Dako tidak
sendiri, di atas tubuhnya berbaring Aryanti, wanita yang pikirannya
juga tengah bertualang, mencoba memahami apa yang tengah terjadi
pada hidupnya.
"Ko,, Koq bisa sih kamu kepikiran ngadain liburan seperti ini?,,
"Ngga tau juga Yant,,,,, meski awalnya aku hanya ingin mencari
sebuah pembenaran atas apa yang kulakukan selama ini,, tapi aku
tidak menyangka bakal seperti ini?,,"
Hidung Dako membaui rambut Aryanti, sesekali bibirnya mengecup
pipi wanita yang berbaring di atas tubuhnya, menyandarkan kepala
wanita itu dipundaknya. Dua tubuh dengan kelamin berbeda, terendam
dalam busa yang melimpah.
"Tapi kau egois Ko,,, kau sudah menjadikan honey moon ku hancur
berantakan,,, tapi ya sudahlah,,, tak perlu dibahas,,"
"Maaf Yan,,," hanya itu yang keluar dari bibir Dako yang tengah
membenamkan wajahnya di leher yang jenjang dan mulus.
Aryanti menghela nafas, memejamkan matanya, menikmati ulah Dako
dengan hasrat tak penuh, telapak yang kasar menjamah payudara,
perut hingga selangkangan yang dibiarkan seolah tanpa pemilik.
Hening,,, hanya suara kecipak air yang sesekali terdengar, ulah dari
kekaguman tangan seorang lelaki yang mencumbu kulit mulus seorang
wanita cantik.
"Apa kau ingat saat pertama kita bertemu,,," tanya Dako tiba-tiba.
"Hahahahaa,,, ngapain mbahas itu,,, dasar cowok mesum,,," Aryanti
tertawa, setiap ingat bagaimana tingkah konyol Dako saat berusaha
berkenalan dengan dirinya.
"Tapi sampai sekarang, yang aku masih bingung, koq bisa sih kamu
dapet name tag ku?,," sambung Aryanti, hingga kini ia tidak tau,
bagaimana bisa Dako yang belum dikenalnya bisa memegang name tag
yang selalu terpasang di dadanya.
"Hahahaaa,, jadi Mba Sri ngga pernah cerita padamu?,,,"
"Hehh?,,, Mba Sri?,," Aryanti coba mengingat-ingat kronologi beberapa
tahun yang lalu, saat Dako berpura-pura mengembalikan name tag
miliknya, hanya untuk mengajak makan siang.
"Yup,,, Mba Sri yang ngambil name tag kamu, waktu kamu kekamar
mandi, terus ngasih ke aku,,, hahahaa,,,"
"OMG,,, aku kira name tag ku memang jatuh di jalan,,, sialan kau Ko,,,,
Huuhh,, kasian banget Zuraida, padahal saat itu kamu tinggal
menunggu hari untuk menikah dengan Zuraida,"
"Hehehee,,, kamu kan tau kalo aku emang bajingan,,, hahahaa,," Dako
tertawa tergelak sambil meremasi payudara Aryanti lebih kuat.
"Aaauuuhh,,, puting ku lagi nyeri tauuu,,, dari kemaren ni balon
diremes dan diisep terus ama kalian,,, ampe heran koq ngga bosan-
bosan,," Wanita itu menepis tangan Dako.
"Hehehee,,, Sorry,,, habisnya Zuraida sulit diajak bercanda seperti
ini,,,"
"Mungkin kamu aja yang ngga nemu caranya,,, ayolah,, bukankah
kamu si penakluk wanita, masa ngadepin istri sendiri ga bisa,,,"
Aryanti berusaha menjadi pendengar yang baik. Memberi semangat
meski hatinya juga berusaha bangkit dari kepedihan yang sama.
"Ngga tau lah Yan,, tapi aku banyak belajar dari liburan ini,,, aku ingin
tobat, setidaknya mengurangi kenakalan ku,,, ternyata aku belum
mengenal sifat Zuraida sepenuhnya, mungkin aku harus belajar
menjadi cowok yang lebih romantis,,,"
"Tobat? Yang beneer?,,,"
"Iya beneeer,, sueeer,,, pake lima jari nih,,,"jawab Dako mengangkat
telapak tangan dengan jari terentang.
"Terus,,, yang lagi nyundul-nyundul di pantatku apaan?,,, hahahaa,,,"
Aryanti tergelak, merasakan batang Dako yang keras, menusuk
bongkahan pantatnya, sesekali menyelinap diantara belahan pahanya.
"Hahahaa,, kalo itu reaksi alami laaahh,,," tawa lelaki itu pecah, lalu
membisik mesra, meminta izin untuk bertandang kedalam tubuh si
wanita. "aku masukin yaa,,,"
"Tumben pake minta izin, masukin aja,,, tapi aku lagi ngga mood, lagi
ngga pengen,,, aku pengen istirahat, kepalaku agak pusing,,," jawab si
wanita, kembali meletakkan kepalanya dipundak Dako. "Pijitin lagi
dong,,,"
"Lhooo,,, badan mu agak panas Yant,,," ucap Dako ketika sadar suhu
tubuh Aryanti yang lebih panas, bukan karena hangatnya air.
"Kan tadi aku bilang lagi ngga enak badan,,, mungkin karena
kecapean,,,"
"Yaa,, smoga,,, ya udah,,, istirahat ya,,,"
Dako mengurungkan niatnya, meski saat itu penisnya yang sudah
mengeras berada tepat di depan vagina Aryanti. Lebih memilih
menuruti keinginan si cantik, memijit tubuh mulus itu. Meski sesekali
tangannya tak mampu untuk menahan bergerak nakal meremas
payudara membusung yang muncul di permukaan, di antara busa yang
lembut.
"Yant,,, punyamu koq dibiarin rimbun gini sih,,, kan cowok lebih
senang ama yang gundul dan mulus,,," bisik Dako sambil mengusap-
usap rambut kemaluan Aryanti yang lebat.
"Hehehee,,, ngga apa-apa,, seneng aja ngeliatnya kalo lebat gitu,,,
lagian Arga ngga pernah komplain koq,,," Aryanti bermain
mengumpulkan buih dengan tangannya, mengumpulkan di atas
gundukan payudara.
"Aaaiiihhh,,, Dakoo,,, ngapain sihh,,, turunin,,,," tiba-tiba bibir tipis
nya terpekik, Dako mengangkat pantatnya hingga membuat
selangkangan Aryanti yang ada di atasnya muncul kepermukaan. Ada
rasa malu dihati wanita itu bila kemaluannya yang dipenuhi oleh
rambut kemaluan diperhatikan oleh orang lain.
"Ststsss,,,, katanya kamu seneng ngeliat, aku mau ikut ngeliat koq
malah malu sih,,," tangan kanan Dako berusaha menepis kedua tangan
Aryanti, sementara tangan kirinya menyibak buih yang menutupi
selangkangan wanita itu.
"Hhmmm,,, emang mantap sih,,," komentar Dako, saat menangkap
pemandangan hutan rimbun yang menyembunyikan liang surga yang
didamba oleh kaum adam.
"Mantap apanya?,,,"
"Mantap sangar nya,,, bener-bener terlihat seperti hutan misteri, bikin
cowok makin penasaran,,, hahahaaa,,"
"Tuuu kan,, malah diledekin,,, udah dong,, turuniiin,,," kaki Aryanti
berusaha menekan pantatnya ke bawah, membuat Dako mengalah, tapi
tangan lelaki itu masih mengusap rimbunnya kemaluan Aryanti.
"Ko,,, potongin dong,,,"
"Bener?,,, ntar Arga malah komplain lho,,, lagian lama lho kalo mau
digondrongin lagi,,, hahahaa,,,"
"Iiishh,,, seneng banget sih ngeledekin,,, lagian Kalo Arga nanya ya
bilang aja aku pengen nyobain style baru,,,hehehe,,, itung-itung
surprise lah,,"
"Hahahaa,, sini dah aku potongin,, mau dibikin mohawk atau gimana
nih,,hahaha,,, tapi kamu turun dulu dong,, lama-lama badanmu berat
juga Yant,,,"
"Hahahaa,, dasar Dakooo,,, iyaa,, iyaaa,,aku turun niihh,,," kedua insan
itu beranjak keluar dari bathtub. Lebih terlihat seperti sepasang suami
istri dibanding ikatan persahabatan. Aryanti melenggang mengambil
pisau cukur kumis milik Arga, dibawah tatapan nanar Dako yang
menganggumi bulatan pantat yang kencang, bergerak dinamis
mengikuti langkah kaki yang jenjang.
"Pake ini bisa kan?,,," ucap Aryanti, berpaling sambil mengacungkan
pisau cukur, tapi dirinya justru mendapati Dako yang terbengong
memandangi tubuh telanjangnya. "Iiihhh,,, ngga bosan-bosan
melototin pantat bini orang,,,"
"Hehehee,,,, habisnya pantatmu sekel banget,,, jadi inget semalam,
waktu nusuk di belakang,,, minta lagi dong,,"
"Aaahh,, ngga-ngga,, potongin dulu punyaku,,,," Aryanti duduk
ditoilet, menyerahkan pisau cukur kepada Dako.
Baru saja membuka kedua pahanya, wanita itu kembali mengatup rapat
menyembunyikan kemaluan di depan Aryanti, membuka paha yang
mulus. Sesaat mengamati pintu vagina yang masih tertutup rapat
meski kedua pahanya sudah terbuka. "Pantes legit, rapat banget kaya
gini,,," ucap hati Dako, mengagumi alat kelamin milik istri sahabatnya
itu. Jari-jarinya menguak bibir vagina.
Sementara si wanita membuang pandangannya ke arah bathtub,
memandangi buih yang perlahan mulai berkurang. Menutupi rasa malu,
meski lelaki yang bersimpuh di depannya itu sudah beberapakali
dimanjakan oleh liang senggamanya.
"Cepet dong,,, jangan dimainin kaya gitu,,,"
"Aaauuu,,, pelan-pelan,,, geli,, hati-hati ya,,, ntar luka lho,,," kening
Aryanti mengernyit, menahan geli dan khawatir kulit nya terluka. Tetapi
wanita itu percaya, sahabat suaminya itu akan melakukan yang terbaik
untuk mahkotanya.
Paha yang berakselerasi dengan tungkai yang indah itu terbuka
semakin lebar, mengikuti segala kehendak sang teknisi, bibirnya
berkali-kali mendesis saat jari Dako mengambil potongan rambut
kemaluan yang jatuh di belahan bibir kemaluan.
"Aaauuuwwhhh,,, Sssshh,,,, Ko,,, knapa ngga bilang kalo udah
selesai,,, Auuuhh,,," tangan Aryanti menjambak rambut Dako. Tanpa
disadarinya selangkangannya kini sudah bersih. Menampilkan
sepasang daging gemuk yang saling berhimpit di antara dua paha yang
sekal.
"Cantik banget Yant,,," ucap Dako, menjulurkan lidahnya, mengusap
klitoris yang memerah.
"Aaahhhssss,,, Ko,,, kamu seneng ngoral juga yaa,,,eemmhhh,,," Mata
Aryanti menatap wajah lelaki yang tengah mencumbu
selangkangannya, mengusapi rambutnya dengan rasa yang sedikit
berbeda.
"Ko,,, kalo menurutku, bersetubuh dengan rasa sayang itu lebih nikmat
dibanding sekedar mengejar hasrat,,, kalo menurutmu gimana?,,,"
wanita itu bertanya sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaran toilet,
sementara tangannya mengusapi rambut Dako, membiarkan lelaki itu
bermain-main dengan alat senggamanya.
Dako menghentikan aksi lidahnya, menyandarkan kepala di paha kiri
Aryanti, matanya menatap bibir vagina yang terlihat begitu indah tanpa
rambut kemaluan, sesekali jarinya menguak lipatan, sambil mengusapi
dua kulit tipis yang menjadi pintu menuju lorong, membuat si empunya
menggeliat menahan geli.
"Sama,,, kalo disuruh memilih,, aku lebih suka mencumbu wanita yang
kusayangi dengan rasa penuh cinta,,," ucap Dako pelan. Kembali
mendekatkan lidahnya, menyambut aliran kalenjar bening yang
perlahan keluar dari bibir vagina.
Mata lelaki itu terpejam, seiring lidahnya yang mengais cairan cinta
kedalam lorong yang kemerahan. Tangannya dengan lembut
mengusapi paha Aryanti. Perlahan matanya terbuka, menatap Aryanti
yang memandangi ulahnya dengan pandangan sayu.
"Boleh aku,, emmhh boleh aku memiliki hati mu,, walau hanya untuk
sesaat,," bibir Dako terbata. Kaku, Sesuatu yang sangat jarang terjadi
pada lelaki itu.
"Apa kau baru saja menembakku, Hahahaa,,, aku sudah bersuami lho,,,
dan tadi ada yang bilang pengen tobat,, hehehee,,," mata Aryanti
mengerling genit, menggoda Dako.
Dako tersenyum kecut, "Haahahahaaa,,, Iya,, aku sadar koq,, lagian
aku cuma bercanda,,, sudah yuk, keringin tubuhmu,, ntar malah
tambah masuk angin lho,, lagian sebentar lagi kita ada dinner party,,,"
Lelaki itu berdiri, mengacak-acak rambut Aryanti yang masih basah,
sebelum berpaling Dako menyempatkan menoel puting Aryanti sambil
tertawa.
"Ko,,, tunggu" Seru Aryanti, menahan tangan Dako. "Kamu boleh
berhenti menggoda wanita, tapi tidak denganku,," ucap Aryanti sambil
tersenyum, lalu memeluk tubuh Dako dari belakang, dengan pasti
wanita menggiring Dako keluar kamar mandi.
"Kita kawin yuuk,,," bisik Aryanti sambil merapatkan pelukan
kepunggung Dako.
"Hahahaa,,, kalo tubuh sedang fit, sudah dari tadi aku perkosa kamu,,,
mending istirahat aja deh sanaa,,, ntar aku yang disalahin sama Arga,,"
"Aahh,, kalo cuma ngeladenin kamu sih kecil,,, sampai dua ronde aku
juga masih sanggup koq,,, tapi kalo emang ngga mau ya udah,, ntar
dikira aku yang keganjenan pengen dientot,,,
"Iiisshhh,,, ni mulut,, kalo udah pengen vulgarnya langsung keluar,,,"
"Eemmmpphh,,," bibir Aryanti yang ingin tertawa tertahan oleh lumatan
bibir Dako, membopong tubuhnya ke kamar.
Tiba di tepi tempat tidur, Aryanti menahan Dako yang ingin
merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Menatap tajam mata Dako.
"Ko,,, aku ingin ini lebih dari sekedar seks,,," ucapnya lirih, lalu
berbaring dengan senyum yang sangat lembut.
Dako terdiam, berusaha mencerna ucapan wanita cantik yang kini
berbaring pasrah di depannya.
"Apa kamu ingin terus memandangi tubuh istrimu mu ini,, waktu kita
ngga banyak lho,,," lagi-lagi Aryanti tersenyum genit, melepas cincin
kawinnya lalu meletakkan di meja kecil di samping kasur.
"Istrikuu?,,, hahahaa,,, dasar nakal,"
Dengan cepat Dako menaiki tubuh mulus si teller bank yang cantik,
mengusapi payudara yang tetap membusung meski pemiliknya sedang
berbaring. Menciumi leher yang jenjang, lalu menghisap layaknya
seorang vampire, memberi beberapa tanda di kulit yang mulus.
"Kooo,,, Ooowwhh,,, jangaaann,,," Aryanti berusaha mengelak,
menghindari adanya tanda merah yang pasti akan dengan mudah
dikenali oleh orang lain.
"Bukankah kamu istriku?,,," celetuk Dako sambil nyengir nakal.
"Huuhh,,, dasar Dakoo,,, ooowwhhhss,,,, dineneen aja dooong,,," pinta
wanita itu, tapi tak lagi berusaha menghindar, lebih memilih untuk
membiarkan lelaki itu mencumbu tubuhnya sesuka lelaki itu.
"Kooo,,, owwhhhss,,, geliii,,, cupangin di situ juga dong,,, hihihi,,,"
goda Aryanti, sambil memandangi Dako yang menciumi ketiaknya.
"Eeenggghhh,,, geliii gilaaa,,, Aaawwwssshhh,,, Dakooo,,jangan kuat-
kuat ngiseepnyaaa,,geliii bangeeet,,, Aaahh,,," wanita itu merintih
semakin kuat, tidak menduga Dako benar-benar berusaha membuat
cupang diketiaknya. "Eddaaaan kamu Koo,, Ooowwhhss,,,"
"Heemm,, koq ngga merah ya,,," seru Dako dengan cueknya,
memandangi karyanya di lipatan tangan wanita itu lalu kembali
membenamkan wajahnya dan kembali membuat wanita itu terpekik.
"Hahahaa,,, udaahh,,, geli taauuu,,, Awwhhss,, udaahh,,, awas yaaa,,
ku balaaasss,,," Aryanti berkelit, mendorong kepala Dako menjauh dari
ketiaknya, lalu dengan cepat bangkit menindih tubuh Dako.
"Sekarang giliranku,,, hehehee,,"
"Emang kamu bisa apa?,,, palingan ngisep batangku,, hahahaa,,,"
celetuk Dako, membuat Aryanti yang tengah bersiap melumat batang
Dako menjadi keki.
"Asseeemm,,, liat aja ntar,,, aku punya surprise buat suami baruku,,
hehehee,," jawab nya sambil mengocoki batang yang sudah mengeras.
Perlahan tapi pasti, bibir wanita itu melumat batang yang sudah
mengeras. Setelah puas lidahnya beralih pada kantong testis, lalu
dengan rakus melumat kedua biji kelereng, lalu menyedot dengan
kuat..
"Ooowwhh,,, boleeehh juga,," kening Dako berkerut menahan nyeri tapi
juga terasa nikmat.
"Hehehee,,, gimana? Enak?,,," tanya Aryanti, tanpa berhenti mengocok
batang Dako.
"Heemmm,,, Lumayan,,,"
Lagi-lagi jawaban Dako membuat wanita itu keki. Tangannya
mendorong paha Dako agar lebih terbuka. Lalu kembali melumat
batang dan testis Dako dengan lebih ganas.
"Ooowwwhhhss,, Hahahaa,,,, Sudaaah yaaant,,, ntar aku keluaaaar,,,
Aaarrrgghhh,,,"
Lelaki itu menarik paksa tangan Aryanti lalu membanting kesamping,
dengan sigap Dako mengambil posisi di antara kedua kaki yang
jenjang, lalu membenamkan wajahnya diselangkangan yang sudah
basah.
"Aaaww,,, Dakoooo,,, Eeemmmpphh pelaaan-pelaaan,,"
"Sakiiit Kooo,, jangaaan digigiiit,, Aaaww,,,
"Eemmpp,, iyaaa,, jilaaatin ajaa,, Ooowhhss,, Dakooo gilaaa,,,
hahaahaaa,,"
Teriakan, desahan dan rintihan memenuhi kamar, kedua tubuh itu terus
bergumul, saling menggoda, silih berganti saling tindih menindih,
hingga nafas kedua nya terasa begitu berat.
"Udaahh,, Aahh,, capek akuu,,," ucap Aryanti menjatuhkan tubuhnya
disamping Dako setelah lelah melumat batang Dako yang masih
mengeras. Keringat membasahi tubuhnya.
"Yant,,,"
Wanita itu menoleh kesamping, sambil mengatur nafasnya. "Yaa,,, ada
apa?"
Dako yang sudah membuka bibir untuk mengucap kata, mengurungkan
niatnya. Matanya menatap wajah Aryanti dengan mimik lebih serius.
"Kenapa? pengen ngentotin aku sekarang?,,, ayoo,, siapa takut,,"
Dako tertawa mendengar pertanyaan Aryanti. Wanita yang berbaring
disampingnya tanpa busana itu memang selalu blak-blakan kalo
bicara. Wajahnya pun selalu terlihat ceria, seakan tak pernah memiliki
masalah. Begitu berbeda dengan Zuraida. Aryanti ikut tertawa.
Tangannya terhulur mengusap pipi Dako.
"Sayang,,, tadi aku sudah bilang, aku ingin merasakan sensasi yang
sedikit berbeda. Bukan sekedar seks,," ucapnya sambil merapat
ketubuh Dako seakan meminta untuk dipeluk.
Wanita itu tau, pemilik tangan kekar yang mencoba memeluk tubuh
telanjangnya dengan erat itu masih bingung dengan apa yang
diinginnya. Bibirnya mendekat ke telinga Dako, lalu berbisik lembut.
"Aku ingin selingkuh,,, setubuhi aku sepuasmu, tapi pake cinta,,,"
Dako tertegun. Dirinya memang sudah beberapa kali mencicipi
kenikmatan dari tubuh wanita bernama Aryanti, tapi semua atas dasar
nafsu dan tualang birahi. Dan kini wanita itu mengajak untuk bermain
hati, tidak berbeda jauh dengan gelora yang mengusik dirinya, ingin
mencumbu Aryanti dalam balutan kasih.
Perlahan Dako mengecup bibir Aryanti, berlanjut dengan lumatan bibir
yang lembut. Aryanti memejamkan matanya, seiring usaha Dako
memenuhi lorong senggamanya dengan batang yang sudah mengeras.
Wanita itu mencoba menerima sepenuhnya kenikmatan yang ingin
diberikan oleh sang pejantan. Bibirnya mendesah, meluahkan getar
nikmat yang merambati saraf dan memberi pesan keotak tentang rasa
yang dikecap oleh lorong senggamanya. Hentakan-hentakan lembut
yang menggeseki liang sensitifnya membuat wanita itu menggeliat.
Hentakan Dako terhenti membuat wanita cantik itu membuka matanya,
menatap sang pejantan yang memandangi liang senggama yang tengah
di isi perkakas tempur.
"Nih,, pandangin puas-puas,,, Hehehe,,," Aryanti tertawa, lalu
memeluk kedua kakinya. Mencoba mengekspos bagian bawah
tubuhnya yang tengah menjepit benda sekeras kayu.
"tembem banget punyamu Yant,,," bisik Dako, menggerakkan
batangnya keluar masuk. Lalu menindih tubuh Aryanti, membuat kaki
wanita itu semakin tertekuk. Dengan merentangkan kakinya lelaki itu
kembali menghentak layaknya orang sedang push-up.
"Koq ketawa terus sih,,," ucap Dako sambil terus menggerakkan
pantatnya.
"Ngga apa-apa, cuma lucu aja ngeliat kamu, pengen nyoba semua
gaya ya? Hihihihi,,,"
"ngga juga, aku cuma sepuas-puasnya ngerasain punyamu,,,"
"Hahahaa,, mau nyoba doggy?,,,"
"Doggy? Hhmmm boleeh,, tapi kalo nyasar kelubang belakang jangan
marah ya,,," jawab Dako.
"Wuuu,,, mau nyaaa,,," bibir Aryanti manyun lalu memutar tubuhnya.
"Pelan-pelan ya nusuknya, ntar balonnya pecah lhoo,,," mata
cantiknya mengerling genit, sambil memeluk guling wanita itu
mengangkat pantatnya tinggi, memamerkan dua lorong kemaluan yang
ditawarkan kepada si penjantan.
"Yaaant,,, eemmpphh,, sempit banget,," ucap Dako yang tak tahan
melihat liang anus Aryanti yang mengerucut imut.
"Pelan Koo,,, Eeengghh,,, Aaauuu,,," rintihan tertahan, jari-jari yang
lentik mencengkram guling dengan kuat, meredam rasa perih, meski
sudah beberapa kali melakukan anal, tetap saja liang bagian
belakangnya terasa sulit setiap menerima tusukan pertama.
"Gimanaa?,,, Uuuuhhhhssss,,, Aaaahh,,, geliiii Kooo,,,"
"Yaaann,, sempit bangeeet,,, Oooowwhhh,,,"
Hentakan-hentakan kembali mengalir dengan ritme yang teratur, pantat
Aryanti ikut bergerak menyambut setiap tusukan. Tubuh keduanya
mengkilat oleh keringat.
Beberapakali bibir tipis si wanita terpekik ketika si lelaki dengan usil
menghentak dengan keras. Membuat tubuh ramping nya menggeliat
makin liar namun tertahan oleh jari-jari kokoh yang mencengkram
bulatan pantatnya dengan kuat.
"Daakooo aku keluaaaar,,, Aaaagghhh,,," Aryanti mengangkat pantatnya
semakin tinggi, telapak tangannya menggosoki bibir vagina yang
sudah sangat becek, dan tak lama kemudian cairan bening
menghambur deras dari bibir vagina, membasahi guling dan kasur
yang ada dibawahnya.
"Dakooo,,, nikmat banget sayaaang,,, ooowwhhh,,,"
Dengan terengah-engah Aryanti mengangkat tubuhnya, meminta Dako
memeluknya dari belakang.
Perlahan Dako kembali menggerakkan pantatnya, bibirnya menjilati
telinga, memaksa libido si empunya kembali bangkit.
"Yaaannn,,, aku juga maaauuu keluaaarrr,,, Oohh,, ohh,, ooohh,,,"
"Mau dikeluarin dimana?,,, depan apa belakang? Pilih aja,,, hihihi,,,"
goda Aryanti, pantatnya bergerak ke kiri dan ke kanan, memanjakan
batang yang masih bersemayam di liang anus.
Plop!!! Dako menarik batangnya keluar. Tanpa diminta Aryanti
membaringkan tubuhnya merentang kedua kakinya, mengerti apa yang
dikehendaki sipejantan yang bertualang dengan tubuhnya,
mempersilahkan untuk menciduk kenikmatan dari liang senggamanya.
"Ayoo papah cayaaang,, mamah udah siaap di hajar lagi nih,,,"
Aryanti merentang kedua tangannya, menggoda Dako untuk melumat
semua kenikmatan yang disajikan.
"Hahahaa,, bisaa ajaa,, kamu tambah ngegemesin yan,," Dako menaiki
tubuh Aryanti. Melumat bibir si wanita dengan ganas.
Tangan Aryanti menangkap batang Dako yang justru berusaha kembali
menerobos lubang belakangnya. "Paaahh,,, jangan curang dong,, yang
depan juga minta diisi tauu,," dengan sigap jari-jari lentik
mengarahkan batang yang keras kebibir vaginanya.
"Aaahhhh,,, eemmpphhh,,, keluarin disini aja yaa saayaaaang,,, kita
bikin anaaak,,,"
Mendengar ucapan Aryanti, Dako berubah lembut, lidahnya menjelajah
mulut basah Aryanti semakin dalam. Tapi tidak dengan batang yang
merojoki vagina si wanita. Pantat lelaki itu bergerak semakin cepat.
"Aaahh,,, papaaahh,,, maaamaaah udaaah siaaaap,,," ucapnya tertahan.
Dako bertumpu di kedua lututnya, mengganjal pantat Aryanti dengan
bantal, pasrah menyambut setiap hentakan. Bibir keduanya mulai
menggeram mengejar orgasme.
Hingga akhirnya dua tubuh yang menyatu itu mengejan dengan kuat.
Masing-masing berusaha memaksimalkan kenikmatan yang didapat.
"Oooowwwhhsss,,, Yaaant,,, aku semprrrooot sayaaang,,, Ooogghh,,,"
"Aaagghhh,,, Dakooo,, tusuuuk yaaaang daaaalaaam,, Aaahhh,,,"
Tubuh montok Aryanti melengkung, kepalanya tertengadah dengan
mulut terbuka lebar menggeram dengan liar, menyorong pantatnya
begitu kuat, mempersilahkan Dako yang mencengkram pinggulnya
dengan kuat, mengisi setiap rongga rahim dengan cairan sperma yang
mengalir deras.
Sesekali pantat Dako masih mengejat, menghantar sisa-sisa sperma,
lalu ambruk di atas tubuh si wanita yang tersenyum dengan nafas
kembang kempis. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang mengganjal di
hati Aryanti, perasaan ganjil yang mengusik nikmat orgasme yang
didapat.
"Argaa,," bibirnya menyebut nama sang suami tanpa bersuara.
Lalu memeluk tubuh lelaki yang baru saja mengisi tubuhnya dengan
sperma. Wajahnya perlahan berubah murung. Termenung.
"Kamu lagi subur Yant?,, kamu benar ingin punya anak dariku?,,"
celetuk Dako, mengagetkan Aryanti.
"hehehe,, ngga koq,,, aku udah suntik tiga bulanan,, punyamu cuma
numpang lewat,," jawab Aryanti dengan tawa dipaksakan, terus
memeluk dan membenamkan wajah Dako di leher jenjangnya, tak ingin
lelaki itu membaca raut wajah yang kali ini tak mampu disembunyikan.
"Mas Arga,, Aku kangen kamu mas,,, kangen banget,," bisik hatinya,
perlahan air matanya mengalir, seiring sperma pejantan yang mengalir
keluar dari liang senggama.
------------------
Heart Labirin
"Heeyyy Yan,, Ayo bangun,, kita siap-siap,,, ntar dicariin bu Sofie
lhoo,," Zuraida coba membangunkan Aryanti yang masih tertidur.
Tangan wanita itu mengusap lembut rambut Aryanti yang masih agak
lembab. Memandang wajah cantik sahabatnya yang terlelap. Terbersit
rasa bersalah di hati Zuraida atas permainan hati yang tengah
dilakoninya bersama Arga.
"Eehh,, Zuraidaa,,,"
Aryanti terbangun, kaget, dengan panik menutupi bagian atas tubuh
yang terbuka dengan selimut.
"kamu sudah pulang?,,," bangkit, lalu bersandar didinding. Tangannya
berusaha menutupi beberapa tanda merah di sekitar leher dan dada
dengan selimut.
"Ya sudah pulanglaaah,, emang ini jam berapa,, hampir jam tujuh
sayang,,, diluar sudah mulai gelap,," jawab Zuraida sambil tersenyum
melihat tingkah Aryanti yang panik.
Matanya sudah terlanjur melihat tanda merah itu, dan menebak-nebak
siapa yang membuat ulah, memberi tanda bibir begitu banyak di tubuh
sahabatnya.
"Sayaaang,,, aku pinjam celana pendek Arga dong,,,"
Tiba-tiba Zuraida mendengar suara suaminya, Dako, dari arah kamar
mandi. Reflek wanita itu menoleh. Benar saja, suaminya tampak keluar
dari kamar mandi tanpa sehelai pakaian, terkaget. Zuraida diam
membisu, nalarnya dengan cepat memberi isyarat tentang apa yang
baru saja terjadi. Aryanti yang mengira Dako sudah kembali ke
kamarnya tak kalah kaget, wajahnya seketika pucat, memandang
Zuraida dengan rasa bersalah. Seketika hening tercipta, kekakuan
merambati tiga hati. Dako dengan kikuk menutupi kemaluannya dengan
tangan. Entah merasa malu pada siapa.
"Zuraidaa,,, maaf,, kami,,,"
"hahaha,,, ngga apa-apa sayang,,, kita impas koq" sela, Zuraida. Raut
wajah kikuknya berubah menjadi senyum malu-malu, tapi rona bahagia
tak mampu disembunyikan wanita berjilbab itu.
Aryanti balas tersenyum, tersenyum kecut, tersenyum bersama sembilu
yang menusuk jauh ke dasar hati, mendengar penuturan sahabatnya
yang tampak bahagia.
"Mas,, koq bengong sih, cepet sana ganti baju,,," celetuk Zuraida
membuat Dako kaget, matanya celingak-celinguk mencari pakaian tapi
nihil.
Sambil terus menutupi selangkangannya dengan tangan, lelaki itu
ngacir ke arah pintu keluar, setelah yakin tidak ada orang dengan
cepat berlari ke kamarnya.
"Hahahaa,,, dasar Mas Dako,,," Zuraida tergelak melihat tingkah
suaminya yang seperti maling ketangkap basah.
Aryanti ikut tertawa, lalu beralih mengamati wajah Zuraida yang
terlihat begitu ceria, wajah bahagia yang diciptakan oleh suaminya.
Meski sakit, Aryanti merasa tidak tega untuk memberangus senyum
diwajah sahabatnya.
Setelah mengambil nafas panjang, perlahan tubuhnya beringsut
mendekati Zuraida, memeluk sahabatnya dari samping.
"Mba,,, aku pengen ngomong sesuatu, tapi bingung harus memulai
dari mana,," ucap Aryanti, lebih sopan dengan memanggil mba kepada
Zuraida, yang memang lebih tua darinya, meski usia mereka hanya
terpaut tiga tahun.
"Ada apa Yant?,,, ngomong aja,,," Zuraida bingung dengan sikap
sahabatnya yang sedikit berbeda dari biasanya.
"Dulu,,, waktu kalian menjodohkan aku dengan Arga, aku percaya
bahwa kalian memilihkan pasangan yang terbaik untukku, tapi aku
tidak tau jika ada,,, emmhh,,, ada cerita yang rumit antara kalian
bertiga,,,"
Zuraida kaget dengan kata-kata yang keluar dari bibir wanita yang
bertelanjang dada itu, selimut yang menutupi tubuhnya dibiarkan
jatuh. Memeluk tubuhnya erat, layaknya seorang kekasih.
"Maaf Yant,,, itu hanya cerita masa lalu, tapi harus kuakui,,,
eengghh,,," bibir wanita berjilbab itu terdiam, tidak yakin dengan apa
yang ingin diucap oleh bibirnya, matanya menatap baju yang
berserakan di lantai, celana Dako tampak terselip di antara baju
Aryanti.
"Karena aku sempat terbuai oleh kisah masa lalu itu,,," Sesaat mata
Zuraida beralih menatap wajah Aryanti melalui cermin, "Tapi,, Kau
memiliki hati lelaki itu,,, sepenuhnya,, percayalah padaku,," ucap
Zuraida meyakinkan.
"Terimakasih mba,,," Aryanti memeluk Zuraida erat, air mata perlahan
menggenangi pelupuk.
"Aku percaya, Arga akan menjagamu lebih baik dari siapapun,,,
kumohon,,jangan nakal lagi ya, sayang,,,"
Aryanti mengangguk, air mata tak lagi mampu dibendungnya. "Aku
janji mbaak,,, aku janji,,,"
"Yant,,, kamu sakit ya?,,," tanya Zuraida tiba-tiba. Melepas pelukan,
lalu memeriksa kening Aryanti yang agak panas.
"Ngga mba,,, mungkin cuma kecapean aja koq,,, ngga usah dipikirin,,
hehehe,,," jawab Aryanti, beranjak menuju meja, mengambil cincin
nikahnya yang tergeletak.
"Mau bertukar?,,, hanya untuk malam ini,,"
"Maksudmu?,,," wanita berjilbab itu bingung hingga keningnya
mengkerut, menatap lekat wajah Aryanti.
Tapi Aryanti hanya tersenyum, menarik tangan kiri Zuraida,
menukarkan cincinnya dengan cincin wanita itu.
"Malam ini, kita bertukar peran, aku ingin mengucapkan terimakasih
pada Dako atas pertolongannya selama ini,, begitupun sebaliknya, Mas
Arga jadi milik Mba,,, So,, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya,,,
hehehe,,, Deal?,,"
Zuraida tertawa. "Kamu ini ada-ada aja Yant,, mana bisa seperti itu,,
sini balikin cincinku,,,,"
"Kenapa ngga?,,, ini hanya antara kita," ucap Aryanti dengan wajah
serius, namun perlahan wajah itu tersenyum, lalu mengerling genit.
"Kita buktiin, siapa yang paling jago di antara kita,, jangan marah kalo
nanti Dako sering menyebut namaku waktu kalian bercinta,,,"
sambungnya sambil memeletkan lidah.
Zuraida ikut tertawa mendengar ajakan nakal. Tapi wanita yang terlihat
cantik dalam balutan jilbab itu tau, permintaan Aryanti yang ingin
mengucap terimakasih kepada suaminya hanya alasan yang dibuat-
buat. Sahabatnya itu ingin memberinya kesempatan terakhir bersama
Arga. Sebuah penawaran yang pastinya sangat sulit bagi Aryanti
sendiri, membagi seseorang yang dicintai kepada orang lain, meski itu
untuk seorang sahabat.
"hhmmm,,, kamu ini,,, Terimakasih Yant,,," bibir Zuraida tertawa
sekaligus menangis, air mata yang meleleh dipipi semakin deras
mengalir. Sesenggukan dipelukan Aryanti. Tak mampu berkata, hanya
ucapan trimakasih yang diucapkannya berulang-ulang.
"Nakal-nakalan yuk malam ini,,," ajak Aryanti.
Zuraida mengangguk,,, "Tapi aku ngga berani nyobain punya yang lain,
Yant,,,"
"Hhmmm,,, kalo cuma sama Arga namanya belum nakal Cint,, cobain
aja sambil ngumpet-ngumpet,,, pasti seru,, hihihi,,,"
"Hahahaa,,, Nakal kamu Yant,,," Zuraida melepaskan pelukannya,
menatap wajah sahabatnya, lalu memandangi beberapa cupang di
payudara Aryanti. "Mas Dako nakal ya Yant,,," ucapnya sambil
mengusap cupang di payudara Aryanti.
DEEG,,, Aryanti kaget, tubuhnya menggelinjang,,,
"Ihh,,,, geli tauu,,, Emangnya tadi Mas Arga ngga ngusilin punyamu,,,
sini aku liat,,,"
"Eeehh,,, mau ngapain kamu Yant,,," Zuraida berusaha menahan
tangan Aryanti yang berusaha mengangkat kaosnya ke atas. Tapi
usahanya sia-sia.
"Ckckckck,,, koq bisa mancung seperti ini sih, Zee,,," Aryanti tak
mampu menahan tangannya untuk menyentuh sepasang payudara yang
ada didepan.
"Eemmpphh,,, Yaaaant,,, tapi punya mu lebih besar dari punyaku,,,"
Zuraida melengug geli. Tangannya merambat, kembali meremas
payudara yang sedikit lebih besar dari miliknya.
Keduanya membisu, Saling mengagumi, saling meremas, sama-sama
menahan desahan yang bisa saja keluar dari bibir yang berusaha
dikatup rapat. Malu untuk mengakui apa yang dilakukan oleh lawannya
berhasil memberi sensasi birahi
"Eeeengghhh Yaaaant,,, jangan-jangan keras,,,"
"Sakit?,,,"
Zuraida menggeleng, "Geli,,,hihihi,,, Yaant,,, mau ngapain lagi?,,"
tawanya terhenti, menatap wajah yang mendekat bongkahan
payudaranya.
"Eeeempphhh,,, Yaaant,,,," Zuraida menggeleng-gelengkan kepala,
menaha geli yang merambat dari sapuan lidah Aryanti. "Jangaaan
curaaang, sayaaang,,,"
Wanita berjilbab itu terengah,,, balik mendorong Aryanti hingga
tertelentang, lalu tertawa nakal, dengan cepat menaiki tubuh dan
menyambar payudara yang penuh dengan cupang dari suaminya.
"Aaawwwhh,,, koq digigit mbaaa,," pekik Aryanti.
"hahahaa,,, Habisnya aku gemes,,," jawab Zuraida sambil tertawa.
Keduanya bergulat di atas kasur, saling meremas, bergantian saling
menghisap, mendesah bersahutan. Hingga keduanya kelelahan. Dan
sepakat bersama-sama menghentikan kenakalan mereka.
"Baru kali ini aku menyentuh milik wanita selain punyaku sendiri,,,
hahahaa,,,,," Aryanti tertawa melihat ulahnya sendiri, nafasnya masih
memburu, menindih tubuh Zuraida.
"Kalo aku sering,, waktu memeriksa pasien,,, tapi tidak dalam kondisi
seperti ini,,, hehehe,,," Zuraida, memeluk tubuh sahabatnya,
membiarkan payudara mereka bertemu, tergencet oleh tubuh yang
saling menindih.
"Kalo nyobain ciuman sesama cewek pernah?,,,"
"Kalo itu sama sekali ngga pernah,,, ngapain ciuman sama cewek,,,
hahaha,, ada-ada saja kamu ini Yant,,, hahahaa,,,"
"Mbaa,,," panggil Aryanti, menghentikan tawa Zuraida. Keduanya
saling tatap, wajah mereka begitu dekat. "Mbaa,,, aku pengen nyobain
yaa,,,"
Zuraida tidak menjawab, jantungnya berdebar melihat bibir Aryanti
yang mendekat, otaknya memberi perintah untuk membuka bibir,
menyambut lidah Aryanti yang merambat masuk.
"Eeemmmpphhh,,, eemmmhhh,,,"
"Eeeengghhh,,,,"
Lidah lembut kedua wanita itu saling membelit, berkejaran di dalam
mulut Zuraida. Tampak Aryanti lebih dominan, mengajak lidah Zuraida
menari, mengaduk ludah mereka yang terkumpul di mulut. Bibir Aryanti
mengatup rapat mulut Zuraida, lalu dalam sekali hisapan yang kuat
menyedot semua ludah kedalam mulutnya,,, membuat lidah Zuraida
ikut tersedot, masuk ke dalam mulutnya. "Slluuurrpphhh,,,"
"Eeemmmyhaant,,,," wanita berjilbab itu terkaget, menatap wajah
syahdu yang memancar birahi. Lalu membalas bermain-main dimulut
Aryanti. Berlari dari lidah yang berusaha membelit, saling menghisap
cairan yang ada dilidah mereka.
Setelah merasa paru-paru mereka kepayahan memasok oksigen,
kembali mereka sepakat untuk melepas. Saling pandang, lalu tertawa
bersamaan.
"Baru tau aku,,, ternyata mba ganas juga,,, pantes aja Mas Arga mpe
klepek-klepek,,, aku aja sampai merinding tauuu,, hahahaa,,,"
"Hahahaa,,, jangan ngomong gitu ahh,,, bikin aku malu aja,,, kamu tuh
yang ganas banget nyedotnya,,,, coba kita lamaan sedikit lagi,,, pasti
keluar nih punyaku,,, hahahaa,,,"
"Mbaa,,, pengen keluar ?,,, hihihi,,, diem aja yaa,,, jangan protes,,,"
Aryanti menyelusup kan tangannya ke dalam celana Zuraida.
"Jangan Yaaant,,, aku maluuu,,, Aaawwhhhhsss,,, jangaaaan,,,"
Wajah wanita berjilbab itu bersemu merah, ketika tangan Aryanti
mendapati vagina yang sangat basah. "Awaaas kamuuu yaaa,,,"
tangannya membuka selimut Aryanti lalu merogoh bibir vagina yang
lebih basah dari miliknya.
"Yaaant,,, ini punya suamiku ya,,, hihihi,,,"
"Iyaaaa,,, mbaaa,,, tadi Dako banyak banget buang di dalem,,," jawab
Aryanti yang kini ikut terengah-engah, liang vaginanyanya diobok-
obok oleh jari lentik Zuraida. "Mbaaa,,,, ciuman lagi yuuuk,,," pintanya.
Kembali kedua wanita cantik yang memiliki tubuh indah yang didamba
para wanita itu saling meraba, silih berganti menindih, meremas,
bertukar ludah, mengayuh vagina yang basah. Memburu orgasme yang
berbeda dari biasanya. Berbeda dengan Aryanti yang membuka lebar
pahanya dan membiarkan jari-jari Zuraida bermain-main diliang
kemaluan, Zuraida justru mengapit rapat pahanya, menjepit jari-jari
yang masuk begitu dalam, merogoh tepian yang tidak dapat dilakukan
oleh batang penis.
"Yaaant,,, Aku mau keluar,,, aku mau keluar,,,"
Wajah Zuraida pucat pasi, menjepit tangan Aryanti semakin kuat.
Begitu pun dengan Aryanti yang menggerakkan pinggul mengejar
kemanapun jari Zuraida menari. Nafasnya semakin berat. Hingga
akhirnya kedua tubuh itu mengejat, gemetar, menghambur cairan yang
membasahi jari-jari yang lentik.
"Mbaaa,,, aku keluaaaarr,,,, oowwhhh,,, mbaaa,,," Aryanti berteriak-
teriak histeris, melumat bibir Zuraida yang juga gemetar, mengangkat
tinggi pinggulnya.
"Yaaant,,, jarimu pinter banget,,, aku sampai gemetar gini,,," ucap
Zuraida setelah Aryanti menjatuhkan tubuhnya ke samping.
"Mba jugaaa,,," ucap Aryanti, masih tersengal-sengal tak bisa
berbicara banyak.
* * *
I'm so lonely broken angelI'm so lonely listen to my heartOne and only
broken angelCome and save me before I fall apart
Suara Zuraida yang menemani Pak Prabu berduet, mengalun lembut.
Membawakan 'Broken Angel' dari Arash feat Helena. Sebuah lagu
dengan lyric timur tengah, yang memapar jalinan sepasang kekasih,
namun terhalang oleh belenggu pernikahan yang mengikat si wanita.
(ini salah satu lagu favorit ts lho,, mpe sekarang ngga bosen dengerin
tu lagu,,,) Siapa menyangka, Pak Prabu mampu membawakan lagu itu
dengan cukup baik, meski beberapa kali lidahnya keliru dalam
mengucap syair yang cukup sulit. Namun bagi Adit yang memang
piawai memainkan organ tak begitu kesulitan untuk mengiringi. Pesta
kecil itu memang sengaja mengambil tempat di tepian kolam renang
yang memang cukup luas, dengan sinaran cahaya lampu hias yang
remang-remang, membuat suasana malam itu terlihat begitu romantis.
Tubuh Zuraida yang dibalut long dress putih ketat, meliuk gemulai
mengikuti alunan musik, suaranya terdengar lirih, diatas panggung
yang hanya setinggi 30 cm. Seolah ingin menyampaikan pesan dari
hati. Layaknya seorang bidadari yang menari diantara rintik hujan,
berharap ada malaikat yang menemani. Di keremangan, mata Zuraida
menatap tiga sosok yang duduk di meja yang sama. Aryanti yang
selalu melemparkan senyum saat mata mereka bertemu, lalu beralih
pada Dako yang berusaha melemparkan senyum serupa. Dan Arga,,,
Arga, entah kenapa Zuraida merasakan ada sesuatu yang berubah pada
lelaki itu. Hati Zuraida memang tengah gundah melihat perubahan
Arga, tak ada yang menyadari selain dirinya, karena ini memang antara
dirinya dan Arga. Senyum lelaki itu terlihat begitu hambar. Sesekali
matanya menatap cincin milik Aryanti yang melingkar di jari manis.
Sebuah pertukaran posisi yang terasa begitu ganjil tapi begitu
diharapkannya. Teringat akan ajakan nakal sahabatnya, tapi sepertinya
hal itu tak akan terjadi malam ini. Zuraida sadar, Walau bagaimanapun,
hubungan nya dengan Arga tak lebih dari kilas balik masa lalu.
Seindah apapun cerita yang terukir pasti akan berujung pada
kepedihan. Tak mungkin dirinya merebut Arga dari sahabatnya,
Aryanti. Dan tidak mungkin dirinya meninggalkan Dako, untuk
mengejar ego cinta. Mungkinkah Arga mulai menjaga jarak untuk cerita
yang memang harus mereka akhiri? Sekuat hati Zuraida berusaha
menetralisir rasa, kebahagiaan yang tadi siang menyapa dengan paksa
diberangus, karena hanya dengan cara itu pula lah dirinya dapat
bertahan dari rasa sakit. Tanpa disadari wanita itu, Dako dan Aryanti
menangkap setiap perubahan ekspresi yang sebenarnya tidak ingin
ditunjukkan oleh Zuraida. Tapi Zuraida adalah sicantik yang tak pandai
bersandiwara. Selalu kesulitan untuk menyembunyikan suasana
hatinya. Lagu yang dinyanyikan membuat hati Zuraida semakin
terhanyut dalam kepedihan. Pak Prabu yang memeluk pinggang
rampingnya dengan erat, seakan menjadi penopang untuk menguatkan
pijakan hatinya yang tengah melemah. Zuraida sendiri tak habis pikir,
kenapa selalu Pak Prabu yang ada di sampingnya, di saat hatinya
tengah berkecamuk.
Sesekali dirasakannya telapak tangan Pak Prabu yang turun ke bawah
pinggulnya, mengusap lembut bulatan pantatnya. Mengusap
punggungnya dengan lembut, lalu kembali memeluk erat pinggang
yang ramping. Dengan pelan, Zuraida menepis tangan Pak Prabu , saat
lagu telah usai. Berusaha untuk tidak membuat lelaki itu malu, karena
selama berduet tangan itu tak lepas dari tubuhnya.
"Terimakasih,,," ucapnya, saat menerima tepuk tangan dari mereka
yang ada disitu.
"Ternyata suara istri Dako ini merdu banget,, senang berduet dengan
Bu Dokter," ucap Pak Prabu, membungkuk dengan gaya formal
memberi hormat sambil tertawa renyah.
"Bila ibu mengizinkan, malam ini aku ingin menagih janji yang kemarin
ibu tawarkan,,"
DEEGG,,,Zuraida sangat kaget mendengar ucapan Pak Prabu yang
begitu pelan, hanya terdengar oleh mereka berdua. Zuraida tersenyum
kikuk, balas membungkuk. Turun dari panggung mendekati Aryanti
yang menghampirinya, lalu kembali menuju meja dimana Arga dan
Dako duduk.
"Kalian mau minum apa? Biar aku ambilkan," ucap Arga menawarkan
minuman dengan suara datar, tanpa ekspresi.
"Terserah,,, yang penting bisa menghangatkan tubuh," jawab Dako.
"Aku apa aja boleh,,," sambung Zuraida, matanya menatap Arga yang
cepat berbalik sebelum kata-katanya selesai terucap.
"Aku tau minuman spesial untukmu Cint,,, hehehe,,, Ayo mas, aku
temenin," celetuk Aryanti, menyusul suaminya.
"Suaramu memang indah sayang,,, Aku selalu bangga memilikimu,,"
ujar Dako, saat mereka tinggal berdua di meja itu.
"Haahahaha,,, Mas seperti tidak mengenal aku saja,," jawab Zuraida,
berusaha naik ke atas kursi yang cukup tinggi.
"Apa kau bisa menikmati liburan ini?,,,"
Zuraida tak langsung menjawab, berusaha membaca maksud
pertanyaan suaminya dari raut wajah. "Lumayan, tapi sebenarnya apa
tujuan Mas Dako mempertemukan aku dengan Arga dalam situasi
seperti ini?,," wanita itu balik bertanya dengan suara datar.
Dako menggenggam tangan Zuraida, bibirnya tersenyum tulus, seakan
mengatakan bahwa situasi ini dicipta memang untuk Zuraida.
Wanita itu tertawa pelan, entah menertawakan gaya Dako yang begitu
romantis, entah menertawakan dirinya yang terpuruk pada nostalgia
masa lalu yang justru membuatnya semakin terpuruk.
"Aku tau, pasti ini sulit bagi Mas Dako, Mas tidak perlu melakukan hal
gila seperti ini, apa Mas tidak takut kehilangan aku?,, atau Mas
memang tidak percaya pada hatiku?,,," ucap Zuraida, begitu terbuka
sekaligus tajam. Seakan menyimpulkan segala isi yang ada dihati
Dako.
"Heeyy Cint,,," seru Aryanti yang membawa dua gelas cocktail,
disusul Arga yang menenteng dua botol chivas regal, menyelamatkan
Dako yang bingung harus menjawab pertanyaan istrinya.
"Suaramu tadi mantap banget lho, bikin aku minder mau nyumbang
lagu,,," ucap Aryanti. Menyerahkan gelas.
"Hehehe,, biasa aja koq Yant,,," jawab Zuraida yang diam-diam
kembali menatap cincin milik Aryanti. Otaknya tengah mengkaji ulang
tentang tawaran Aryanti. Walau bagaimanapun hatinya sulit untuk
menerima pertukaran itu.
"Yant,,, tentang yang tadi sore,, sepertinya aku tidak bisa untuk,,,,"
"Owwhh,, iya,,," seru Aryanti tiba-tiba, memotong ucapan Zuraida.
"Mas Arga,, Dako,,,Tadi sore aku dan Zuraida sepakat untuk bertukar
cincin, dan itu artinya,,, Emmhh,,," Aryanti dengan wajah jenaka
menghentikan kata-katanya, bergantian menatap tiga pasang mata
yang tertuju padanya, "Artinya adalah sebuah,,, sebuah pertukaran
pasangan, Apa kalian para suami bisa menerima?,,,"
Sontak Arga dan Dako mengamati cincin yang melingkar dijari manis
Aryanti dan Zuraida. Tidak menyadari bila cincin yang dikenakan oleh
pasangannya bukanlah cincin yang mereka berikan saat menikah.
"Kalo aku tidak masalah," jawab Dako cepat, tersenyum lebar, membuat
Arga kaget dan bingung, lalu dengan terpaksa mengangkat kedua
pundaknya, sebagai tanda menyerahkan keputusan kepada yang lain.
"Okeee,,, Deal,,," seru Aryanti. Menghentikan usaha Zuraida yang ingin
mengutarakan keberatan. Wanita berjilbab itu akhirnya hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepala melihat ulah sahabatnya.
Ting,, Ting,, Ting,,"Maaf,,, minta perhatiannya sebentar,,," ucap Pak
Prabu tiba-tiba, mengetuk gelus dengan cincin akiq yang ada
dijarinya. Lampu sorot yang terang mengarah ke tempat lelaki berdiri,
di atas panggung, ditemani istrinya Bu Sofie.
"Sebelumnya, boleh saya meminta Sintya untuk ikut naik ke atas sini,,
biar komplit laahh,,"
"Hahahaa,,, mantap,,,"
"Sing rukun yooo,,, hahaha,,,"
Teriakan dan tawa seketika menggema. Rupanya Pak Prabu sudah
berterus terang tentang status Sintya kepada Bu Sofie, dan hebatnya
Bu Sofie dengan lapang dada bisa menerima. Itu terlihat bagaimana Bu
Sofie menyambut Sintya yang naik ke atas panggung dengan senyum
dan tangan terbuka, berpelukan dan saling cipika-cipiki, membuat
para lelaki yang ada di situ menjadi iri.
"Harap tenang,,," ucap Pak Prabu dengan gaya cool yang dibuat-buat,
menegakkan kerah bajunya, lalu menggandeng Sintya dan Bu Sofie,
begitu pongah menggoda para lelaki yang ada ditempat itu. Tak ayal
suara tawa semakin menggema.
"Agar tidak mengganggu acara kita, Langsung to the poin saja,,, Jadi
begini,,," ucap Pak Prabu, saat suara tawa mulai mereda.
"Saya tadi pagi ditelpon Pak Andre Diaz, tentang rotasi mutasi
manager empat tahunan, mungkin dalam minggu ini saya akan ke
Jakarta untuk memastikan hal tersebut," saat membicarakan hal-hal
yang serius, wibawa Pak Prabu sebagai seorang pemimpin muncul
seketika, Arga, Dako, Munaf dan Adit serius memperhatikan.
"Tapi saya mendapatkan bocoran tentang rotasi kali ini, yang bagi
saya sendiri cukup mengejutkan. Seperti yang kita ketahui, saya
memang mendapatkan promosi untuk untuk menduduki salah satu
jabatan penting dipusat, dan posisi saya akan digantikan oleh Arga
sebagai pimpinan cabang. Tapi berdasarkan pencapaian prestasi kita
semua,,," Pak Prabu menarik nafas panjang, bibirnya tersenyum lebar.
"Adit dipromosikan untuk memegang tampuk wakil pimpinan cabang,
menemani Arga,, selamat,,,"
Tepuk tangan dan ucapan selamat segera mengalir, sementara Adit
sendiri tersenyum lebar, tak menyangka dengan karirnya yang begitu
cepat naik. Bahkan terlalu cepat untuk remaja seusianya.
"Dan untuk Pak Munaf, kemungkinan besar akan menggantikan Pak
Andree Jeff, yang pensiun dari pimpinan Cabang Kota Surabaya."
"Whooo,,, selamaat,, selamaaat,,,"
"Akhirnyaaa,,, naik jugaaa,, selamaat,,"
Tepuk tangan semakin riuh, jabatan pimpinan cabang itu memang
pantas untuk Munaf yang terbilang cukup senior.
"Sedangkan Dako,,," suasana seketika menjadi hening saat Pak Prabu
mulai melanjutkan pengumumannya, "Dengan pertimbangan perlunya
perusahaan ini melebarkan sayap, jajaran direksi mempercayakan
kepada Dako untuk merintis pembukaan cabang central untuk daerah
Kalimantan,, selamaat!!!,,,"
"Yeeaaahhh,,," Dako mengepalkan tangannya, berteriak girang, tertawa
lebar, menerima jabat tangan Arga dan Aryanti yang mengucapkan
selamat. Lalu berpaling ke arah Zuraida dan memeluknya erat, kita
akan pindah ke Kalimantan sayang, seperti yang memang aku
inginkan,,," bisik Dako.
"Ok,,, untuk sementara mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan,
tapi bocoran ini dapat dipercaya, karena disampaikan langsung oleh
Pak Andre, selanjutnya,, silahkan melanjutkan party kita,,," ucap Pak
Prabu menutup pengumumannya sambil mengangkat gelas di tangan,
mengajak untuk bersulang.
Kebahagiaan begitu nyata terlihat, masing-masing mengucapkan
selamat kepada rekannya. Berkelakar tentang daerah yang akan mereka
tempati. Sambil memainkan jari-jari di atas Yamaha Keyboard PSR-
E433, Adit membawakan lagu dari Daniel Bedingfield dengan pelan.
If your not the one then way does my soul feel glad today...
If your not the one then way does my hand fit yours this way...
If you are not mine then way does your heart return my call...
If you are not mine would i have the strenght to stand at all...
Pak Prabu mengajak Bu Sofie untuk berdansa, memeluk sang pejantan
sambil memamerkan senyum kepada yang lain.
"Pah,, mending papah nemenin Sintya, kasian dia sendiri,,," ucap Aida
saat melihat raut wajah gadis itu berubah ketika Pak Prabu mengajak
Bu Sofie berdansa. Memang tidak mudah untuk menjadi yang kedua.
"Iya,,, Boleh koq,,, tapi jangan dinakalin, kasian dia,,," ucap Aida,
menjawab tatapan tak percaya dari Munaf. Seketika lelaki itu
tersenyum lebar, mengecup kening Aida, lalu mendekati Sintya.
"Aryanti,,, mau berdansa dengan ku?,,,"
Aryanti tersenyum mendengar ajakan Dako, sesaat menatap Arga dan
Zuraida meminta izin, lalu dengan gaya yang gemulai mengangkat
tangan kanan nya yang dengan cepat disambut oleh Dako. Berjalan
mendekati Munaf dan Pak Prabu yang ada didepan panggung.
"Zee,,," panggil Arga lembut, mengagetkan Zuraida, meski dirinya
memang tengah menunggu ajakan Arga, tetap saja suara yang
terdengar lembut itu mengagetkannya.
Zuraida tersenyum canggung, menyambut Arga yang meletakkan
tangan di pinggul yang ramping. Tubuh kedua insan berlainan jenis
itu bergerak mengikuti lagu, di tempat yang sama, tidak bergabung
dengan yang lain. Gerakan keduanya terlihat kaku, padahal beberapa
jam yang lalu mereka bercinta dengan mesranya. Membisu, masing-
masing sibuk dengan pikirannya. Malam semakin larut, beberapa
pasangan terlihat saling bertukar, kini Munaf terlihat tengah
menggandeng Andini, sementara Pak Prabu begitu mesra bersama
Sintya. Dan Bu Sofie,,, wanita itu kini terlihat sibuk di meja bar mini,
meracik minuman dari beberapa botol beraneka warna yang berbentuk
unik. Sebuah hobby baru yang didapatnya setelah lama menetap di
Paris. Aryanti dan Dako pun tampak beristirahat, keduanya terlihat
seperti sepasang kekasih baru, duduk dengan saling pangku, tangan
Dako yang nakal tak henti menggarayangi paha Aryanti yang hanya
dibalut mini dress warna merah muda. Sesekali Aryanti menuangkan
whiskey ke gelas mereka. Dan terlihat jelas bagaimana keduanya mulai
mabuk.
****************
Setelah cukup lama saling diam, akhirnya Zuraida menyerah, membuka
mulutnya membuka percakapan.
"Argaa,,,"
"Yaa,,," sahut lelaki itu datar. Sesuai dengan dugaan Zuraida, jawaban
yang terasa begitu hambar. Namun Zuraida tidak peduli, wanita itu
menyandarkan kepalanya di pundak si lelaki.
"Aku akan pergi jauh,, mungkin,,, mungkin kita tidak akan bertemu
lagi,,, aku tidak mungkin terus menyakiti Aryanti,,,," Air mata perlahan
berkumpul di pelupuk mata, jatuh berderai tak terbendung,
sesenggukan di pundak Arga. Tapi lelaki itu tak bergeming, tak
menjawab, hanya tangan kekar yang memeluk semakin erat.
"Argaaa,,, plisss,, jangan diam seperti ini,,, acuh mu membuat hatiku
semakin menderita,,," tangis wanita itu semakin dalam.
"Jangan menangis sayang,,, inilah jalan hidup, takdir hanya ingin
membantu kita untuk menyelesaikan hubungan terlarang ini,,," bisik
Arga, mengusapi rambut Zuraida yang tertutup oleh jilbab.
"Percayalah,,, kesibukanmu sebagai seorang dokter dan waktu yang
berlalu pasti akan mampu membantu hatimu mengatasi ini,,,"
Tangis Zuraida terhenti, ia dapat membaca apa yang tersirat dari
jawaban Arga. Ketegasan seorang lelaki. Tampaknya Arga memang
ingin mengakhiri hubungan mereka lebih awal. Dan tak ada yang dapat
dilakukan Zuraida selain menerima. Matanya yang basah menatap
Arga. Dibuangnya segala gengsi dan ego. Hatinya begitu merindukan
sentuhan dari lelaki yang beberapa tahun lalu begitu merajai hati dan
pikirannya. Dan kini semua terulang lagi, dalam status dan kondisi
yang jauh berbeda. Kakinya berjinjit, mengecup bibir sipejantan,
sentuhan bibir dalam balutan cinta yang dalam.
"Zeee,,," hanya kata itu yang terucap dari bibir Arga saat menyambut
bibir si cantik.
Walau bagaimanapun sulit bagi Arga untuk mengabaikan jamahan bibir
seorang Zuraida. Lampu sorot kolam yang tadi sempat menyala terang,
kembali meredup. Membuat suasana semakin syahdu.
"Bu,,, tengoklah Bu Zuraida dan Pak Argaa,,, soo sweeett,, romantis
bangeeet,,," ucap Andini yang menghampiri Aida yang duduk di sofa
panjang. membawa dua gelas cocktail hasil racikan tangan Bu Sofie.
"Sepertinya antara mereka emang ada sesuatu deh,,," jawab Aida,
menyambut obrolan Andini.
"Padahal aku pengen banget dansa ama Pak Arga,,,kali aja ntar dikasih
lagi,,, itu nya lhooo,, ngangenin bangeet,,," ucap Andini yang
sepertinya sudah mulai mabuk. Sejak awal gadis itu memang sudah
banyak minum.
"Hahahaa,, ternyata kamu udah nyicipin punya Arga juga ya,,, tapi
emang sih,, wanita mana yang ngga klepek-klepek dihajar batang gede
nya,,, Uuugghh,,, Dini sihh,, aku jadi pengen nih,,, hihihi,,,"
Tapi obrolan dua wanita terhenti, di keremangan mata mereka
menyaksikan bagaimana tangan Arga meremasi payudara Zuraida.
Wanita yang terlihat begitu setia dan alim itu begitu pasrah atas ulah
dua tangan Arga yang meremasi payudara, pantat dan
selangkangannya.
"Duuuuhh,,, Aku jadi ikut merindih nih Din,,, pengen diremes-remes
juga,,," keluh Aida, menjepit tangan dengan kedua pahanya.
"Buuu,,, Pak Munaaaf Buuu,,," seru Andini tiba-tiba menunjuk Munaf
yang tengah menggarayangi tubuh Bu Sofie dari belakang, tapi wanita
bertubuh montok itu hanya tertawa. Tangannya terus bekerja meracik
minuman untuk Adit yang duduk di depan Bar.
Begitupun saat Munaf berusaha mengeluarkan sepasang payudara
berukuran 36D dari gaunnya. Bu Sofie justru tertawa semakin lebar,
entah apa yang mereka bicarakan hingga akhirnya Bu Sofie
melemparkan kain kecil hingga menutupi wajah Munaf. Tiba-tiba tubuh
Bu Sofie beringsut turun ke bawah, membuat Andini dan Aida
bertanya-tanya apa yang dilakukan wanita itu di bawah meja bar, tapi
saat melihat wajah Munaf yang terlihat begitu menikmati aktifitas Bu
Sofie di bawah sana, baru lah mereka mengerti apa yang tengah
terjadi. Tak berapa lama, Munaf menarik tubuh Bu Sofie kembali berdiri,
meminta wanita itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Terlihat Bu
Sofie mewanti-wanti saat Munaf mengangkat gaun mini yang
membungkus tubuh montoknya. Tapi Munaf seperti tidak peduli,
meminta Bu Sofie lebih membungkukkan badannya, dan tiba-tiba
tubuh wanita terhentak ke depan, mulutnya terbuka melepaskan
lenguhan tanpa suara.
"Buuu,,, mereka ngen,, ngentot ya?,," tanya Andini dengan suara
tertahan.
"Huuhh,,, dasar si papah,,, padahal tadi udah janjian ga boleh main
serong lagi,,, uuggghhh,,," Aida terlihat sebal, menenggak habis
cocktailnya, merasa kurang, Aida juga menenggak chivas milik
suaminya yang ada di meja kecil.
Seketika wajahnya mengernyit ketika merasakan kerasnya rasa dari
minuman itu. Tak ambil pusing dengan rasa, ibu muda itu kembali
menenggak beberapa kali.
"Hihihihi,,, ibu kalo marah lucu,,," Andini mengamati tingkah Aida
yang tengah sewot. "Balas aja bu,,," usul Andini.
"Balas?,,,"
"Iya,,, ibu balas aja, tu suami saya lagi nganggur,,," jawab nya sambil
menunjuk Adit yang duduk menonton sambil meremasi batang yang
ada di celana, seolah sedang menunggu giliran.
Tanpa minta persetujuan lebih lanjut, Aida beranjak mendekati Adit,
dan langsung memberikan ciuman yang ganas. Adit yang sempat kaget
langsung mengerti apa yang diinginkan wanita itu. Pasrah ketika Aida
menariknya ke dalam bar. Tak menunggu lama terjadilah pacuan dua
tubuh betina yang sama-sama memiliki tubuh montok. Pinggul Adit
menghentak dengan kasar, menjejali vagina Aida dengan batangnya,
sambil melempar senyum kepada Munaf. Terbalas sudah dendamnya
tadi pagi, saat Munaf menyutubuhi Andini dalam lomba pantai, tepat di
depan matanya.
"Asseeeem,,, pelan-pelan Dit, jangan kasar gitu, kasihan istriku," seru
Munaf geram.
Tapi peringatan Munaf justru dijawab oleh istrinya sendiri dengan
lenguhan panjang, di balik kacamata minusnya wanita itu tersenyum
nakal, sambil sesekali meringis akibat hentakan Adit yang kelewat
kasar. Tapi itu justru membuat Aida semakin liar, pantatnya bergerak
ke belakang dan ke depan memberikan perlawanan. Wajah Munaf
semakin geram, tidak menyangka istrinya yang dulu kalem kini berubah
menjadi begitu binal. Tubuh montok yang selama bertahun-tahun
selalu setia melayani kebutuhan seksualnya kini tengah melayani lelaki
lain. Menawarkan kenikmatan liar yang tidak pernah diberikan
kepadanya. Melihat hal itu Bu Sofie tertawa, seolah tak ingin kalah
tubuhnya ikut bergerak liar, otot vaginanya mengencang, memberi
pesan kepada Munaf bahwa vaginanya tidak kalah dari milik istri Munaf
itu. Tak ayal terjadilah persaingan pacuan liar, Adit yang membalas
dendam, Munaf yang geram dibakar cemburu, Aida yang ingin
membalas ulah suaminya dan Bu Sofie yang terbawa dalam arus
persaingan. Begitu kontras dengan alunan musik yang mendayu
lembut, mengiringi Arga dan Zuraida yang masih melangkah berirama
sambil berpelukan. Sementara disisi lain kolam, Mang Oyik dan Kontet
yang kini menjadi operator musik dan lampu, cuma bisa manahan
konak. Nafsu kedua jongos itu semakin menderu saat menyaksikan
Aryanti yang kini duduk mengangkangi Dako yang asik menyusu di
kedua payudaranya. Berkali-kali jari lentiknya memasukkan kembali
payudara ke balik mini dressnya, berkali-kali pula tangan Dako
menarik keluar seolah sengaja ingin memamerkan sepasang buah
ranum itu kepada Mang Oyik dan Kontet. Akhirnya Aryanti pasrah,
membiarkan payudaranya menggantung di luar, menjadi santapan bibir
dan lidah Dako. Menjadi santapan nafsu liar kedua jongos yang hanya
bisa menatap sambil mengusapi selangkangan. Birahi telah
menguasainya, dicumbui tatapan liar yang semakin membuat tubuhnya
semakin terbakar sensasi eksibionis. Wanita cantik itu balas menggoda
Menggesek-gesek batang Dako diselangkangan yang masih terbalut
celana dalam yang juga berwarna merah. Sepertinya kedua pasangan
itu tidak ingin terburu-buru, menikmati setiap kenakalan yang
dilakukan oleh pasangannya. Menikmati segala cumbu nafsu yang
menyapa.
"Mang,,, Mang Oyik,,, tu ada yang nganggur Mang,,," seru Kontet
mengagetkan konsentrasi Mang Oyik.
Keduanya menatap Andini yang sudah mulai mabuk, mengamati
persetubuhan pacuan birahi suaminya.
"Samperin yuk,,, kali aja kita dikasih nenen sama tu cewek,,,
sepertinya lagi mabuk, Mang,,"
"Eittsss,,, itu jatah ku,,, kamu tungguin lampu ama sound system,
lagian idolamu lagi show tuh,,, kali aja ntar kamu ditawarin ikut
nyoblos memeknya,,," ucap Mang Oyik, lalu meninggalkan Kontet yang
ingin protes.
* * *
"Argaaa,,, Gaaa,,, kau membuatku basah sayang,,," rintih Zuraida,
meski tertahan oleh gaun yang ketat, Zuraida masih bisa merasakan
bagaimana jari-jari Arga mengusapi vaginanya. Puting mungilnya yang
mengeras tak lepas dari remasan tangan kiri Arga.
"Argaa,,, Aku ngga tahan, sayaang,,," mata indahnya menatap Arga,
meminta sebuah penyelesaian, berharap lelaki itu membawa tubuhnya
ke tempat yang sunyi dan memberikan kenikmatan yang tengah
diidamkan oleh vagina mungilnya.
"Jangaaann,, cukup seperti ini ya sayang,,," jawab Arga,
mengangetkan Zuraida.
Berbagai pertanyaan berseliweran diotak dokter cantik itu, Apakah Arga
tidak mencintainya lagi?,,, Apakah Arga sudah tidak menginginkan
tubuhnya lagi?,,,
Zuraida termenung, kembali merapatkan tubuhnya kedada si lelaki,
nafsu yang bergemuruh dengan cepat sirna, kerisauan hati lah yang
kini meraja. Bertanya-tanya, Ada apa dengan cintanya.
"Sayaang,,, Tidak usah berfikir macam-macam, aku hanya berusaha
melakukan yang terbaik buat kita,,," ucap Arga, hatinya pun sedih
tidak bisa memenuhi keinginan wanita yang begitu dikasihi. "Maaf,,,"
Zuraida tidak menjawab, memejamkan matanya, waktu mereka tak
banyak. Tak ingin menghabiskan dengan perdebatan.
"Argaa,,, hikss,,," wanita itu kembali terisak dipelukan si lelaki.
"Boleh aku meminjam wanitamu?,,," pinta Pak Prabu, mengagetkan
Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....
---------------
It's Me, Arga
Arga mendengus kesal, seharusnya malam ini bisa menjadi malam
yang indah, tapi hati kecilnya seakan memberi perintah untuk membuat
benteng pertahanan untuk luka yang lebih, seperti yang terjadi
beberapa tahun yang lalu. Setelah menikmati cinta dan kasih sayang
yang diluahkan oleh Zuraida, membuat lelaki itu sempat berfikir untuk
terus menjalin hubungan dengan Zuraida, walaupun itu harus
menghianati Aryanti dan Dako. Tapi akal warasnya masih bisa
memprotect, maka tak ada pilihan selain menjaga jarak dengan Zuraida
secara perlahan. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk wanita
itu. Niat itu sempat goyah saat menatap keanggunan Zuraida malam
itu, tubuh semampai yang dibalut longdress putih, begitu memukau
matanya. Arga coba menegarkan hati saat wanita itu membawakan
lagu 'Broken Angel'. Tak tega melihat kemurungan Zuraida akibat sikap
cuek yang sengaja dipertontonkannya. Ingin sekali dirinya berlari
menghampiri dan memeluk wanita yang begitu cantik dalam balutan
jilbab putih. Tapi semakin dirinya mencinta, semakin besar
kesadarannya, Cinta mereka tidak mungkin bersatu, bertahan dalam
hubungan semu hanya akan membuat Zuraida dan dirinya semakin
terluka. Sepanjang pesta, mata Arga silih berganti menatap Zuraida
dan Aryanti. Antara ego hati dan rasa bersalah, bagai dua sisi mata
uang yang tak mungkin dipisah, namun tak mungkin pula untuk
dipertemukan menjadi satu. Ajakan Aryanti untuk bertukar pasangan
hanya membuat keadaan semakin rumit. Hingga akhirnya hatinya
kembali terjerembab dalam pelukan cinta Zuraida yang syahdu.
Menikmati segala cumbu Zuraida di antara irama tubuh mereka yang
mengalir mengikuti irama musik, dengan cinta yang tertahan, tak
mampu diluahkan. Ada rasa rindu saat telapak tangannya mengusapi
kemaluan si betina, tentang kenikmatan yang ditawarkan, kepasrahan
yang nyata untuk dipuaskan oleh batangnya yang tengah menagih
kenikmatan yang sama. Ingin sekali Arga menggagahi tubuh Zuraida,
menikmati tubuh indahnya di saat sang wanita merintih untuk sebuah
penyelesaian. Tapi persetubuhan hanya membuat ikatan mereka
semakin kuat, tak mungkin mengakhiri sebuah kisah, sementara tubuh
mereka menyatu dalam hasrat yang sama. Hingga akhirnya Pak Prabu
menghentikan irama kaki mereka, meminjam sang tercinta untuk
sebuah fantasi yang tak pernah mampu diluahkan oleh atasannya itu.
Tak ada yang tak berhasrat pada wanita secantik Zuraida, pada tubuh
indah yang malam itu dibalut kain tipis yang ketat. Begitupun dengan
semua pejantan di tempat itu, pernah mengungkapkan hasrat untuk
menunggangi tubuh dokter cantik itu.
"Boleh aku meminjam wanitamu?,,," pinta Pak Prabu, mengagetkan
Zuraida dan Arga yang masih berpelukan erat....
Bola mata bening yang menatap wajahnya, memohon tak ingin
dilepaskan. Pikiran Arga kacau. Haruskah dirinya menceritakan semua
pada Zuraida. Tentang besarnya rasa kasih yang ingin diluahkan
kepada wanita yang berada dalam pelukannya. Tentang ketidak
berdayaan nya atas kuasa Pak Prabu. Tentang permainan yang tengah
para lelaki jalani, menjadikan para tubuh para wanita sebagai piala
yang mereka perebutkan. Hingga akhinya tangan Arga jatuh terlepas,
tanpa suara, bagai sebuah robot menarik setiap sisi bibir agar bisa
tersenyum, mempersilahkan Pak Prabu mengambil si cantik dari
pelukannya.
Begitu berat Arga melepaskan pelukannya dari tubuh Zuraida.
Seandainya yang meminta adalah Munaf atau Adit mungkin dirinya
masih bisa menolak, tapi,,,Arga mundur beberapa langkah menuju
meja, menatap langkah kaki gemulai Zuraida mengikuti gerakan dalam
pelukan lelaki lain. Di bias cahaya temaram, Tubuh Arga gemetar,
mengutuki dirinya sebagai pecundang. Menatap wanita yang hanya
bisa pasrah, saat si lelaki menelusuri pinggang yang ramping menuju
pinggul yang sensual. matanya menangkap bagaimana geliat tangan
Pak Prabu mengusap pantat Zuraida yang membulat.
"Uggghhh,,, aku harus melepasnyaaa, tapi aku juga tidak sangggup
melihatnya dalam pelukan lelaki lain," batin Arga berkecamuk.
Berkali-kali matanya menangkap bagaimana tubuh semampai itu
menggeliat saat Pak Prabu melakukan usapan nakal pada gundukan
payudara yang tidak terlindung oleh bra, hanya kain dari gaun tipis
yang seolah tak berarti apa-apa. Kaki Arga gemetar meninggalkan
tempatnya berdiri, tak ada daya, perjanjian telah disepakati, setiap
orang berhak untuk mendekati siapapun dalam liburan ini. Gontai,
menuju sofa yang dihuni oleh Andini yang tengah dibius oleh
cumbuan tangan Mang Oyik. Mengabaikan pandangan Andini yang
menyirat pesan birahi kepadanya, menggeliat menerima usapan tangan
Mang Oyik di selangkangan yang tak lagi terlindung oleh kain.
"Paak,," ucap gadis itu, menepis tangan Mang Oyik, beralih memeluk
Arga yang duduk di sampingnya.
"Andini kangen bapak,,, Dini kangen punya bapak,,,"
"Din,,, kamu mabuk,,,"
Tak menjawab, tapi gadis itu langsung memagut bibir Arga dengan
ganas. Arga dapat merasakan bau alkohol dalam balutan rum dari bibir
tipis itu. Arga berusaha mengelak mendorong istri Adit itu dengan
pelan, namun si mungil justru menaiki tubuhnya, mengangkangi
pahanya, bergerak liar menggoda, menari memberi sentuhan ke
tubuhnya dengan payudara mungil yang menggantung.
"Zeeee,,," panggil Arga lemah. Dikejauhan, dilihatnya Zuraida
membuang muka, seolah takut menatap padanya, saat tangan Pak
Prabu bertamasya digundukan payudara yang membulat, meremas,
mengusap dan,,, merangsek tubuhnya seolah ingin menyatu dengan si
cantik.
"Aaaggghh,,, Sialaaan,,," Dengus Arga kesal melihat ketidakberdayaan
Zuraida untuk menolak. "Tepislah sayang, kau berhak melakukan itu,
kau tidak terikat apapun, tamparlah wajah yang berusaha mengejar
bibirmu,,," batin Arga berteriak, protes pada kepasrahan Zuraida.
Sementara, dihadapannya,,, ranum tubuh seorang Andini meliuk di atas
pangkuannya, memohon untuk sebuah percumbuan.
Membuang rasa kesal, dengan
cepat Arga melumat payudara
mungil Andini dengan beringas,
membuat bibir gadis itu
meringis tertahan. Merintih
menikmati gigitan nakal. Tak
puas dengan aksi bibirnya,
tangan Arga ikut bergerak
meremas. Membuat Andini yang
tengah mabuk semakin
belingsatan. Di samping
mereka, Mang Oyik yang
tersisih cukup tau diri, tak ada
guna dirinya duduk di samping
dua tubuh yang tengah bergulat
dalam birahi yang panas.
Matanya segera menyisir tepian
kolam renang, mencari betina
lain yang dapat dimangsa
olehnya. Tersenyum girang
saat mendapati tubuh Aida yang tertelungkup di meja bar, kelelahan
setelah melakukan pacuan birahi. Beranjak mendekati. Menegur untuk
mencari tau kondisi si betina yang kelelahan. Bagian bawah gaunnya
masih tersingkap, memamerkan bulatan pantat yang seksi. Mang Oyik
tersenyum girang, beringsut ke belakang tubuh Aida, Di bawah tatapan
garang Munaf yang masih sibuk menunggangi tubuh montok Bu Sofie,
Mang Oyik mengagguk kalem, seolah meminta izin untuk memasukkan
perkakasnya ke belahan vagina yang masih basah oleh sperma Adit.
"Mang,,, jangan Mang,,, Awas kalo berani,"
"Iiisshh,,, udah jangan ribut,,, cepet selesein, punya ku udah mulai
perih nihh,,, Oowwhhhsss,,, jangan dipelintir Naf,,," celetuk Bu Sofie
yang meringis akibat putingnya yang dipelintir oleh Munaf.
mengangkang di atas bangku, menikmati batang yang sedari tadi
masih bertahan.
"Aaaagghh,,, sialan kau Mang,,," teriak Munaf saat menyaksikan Mang
Oyik menarik pantat istrinya lebih ke belakang, wajah cantik Aida
hanya bisa meringis, ketika Mang Oyik meremas-remas pantat yang
semakin menungging.
"Ooowwghhh,,, Pahh,,, Papaahh,,, siapa lagi yang nusuk memeq
mamah, Paah,,," Rupanya wanita itu benar-benar mabuk, menoleh ke
belakang mencari tau siapa lagi yang tengah menggarap liang
kawinnya.
"Mang Oyik Mah,,, Mang Oyik yang ngentotin mamaah,,, Ugghhh,,"
Munaf mencengkram pinggul Bu Sofie dengan kuat.
",,, pelan-pelaaan ya Mang,,,Eeengghh,,, jangan kasar seperti
kemaren,,"
DEEGG,,, Munaf kaget bukan kepalang, Aida memang sudah pernah
melayani penjaga cottage itu,,, saat mereka baru tiba di pantai,,, di
kamar lelaki berambut kriwel itu,,,. Hatinya semakin panas saat
menyaksikan cara Aida melayani lelaki bertampang mesum itu,
membetulkan duduknya, memastikan batang Mang Oyik dapat bergerak
bebas menusuk vaginanya dari belakang.
"Naaafff,,, udaaah cuekin ajaaa,,, ngentotnya pindah ke pintu belakang
yaa,,, memek ku udaaah panass nih,,," ucap Bu Sofie menarik batang
Munaf keluar, lalu mengarahkan ke pintu belakang.
",,, kenapa ngga dari tadi Bu,,, Aaagghh,,, yang belakang masih sempit
banget Bu,,," Munaf menggeram saat batangnya mulai tenggelam
dilubang anal. Bu Sofie tertawa, mengangkang semakin lebar.
---
"Zuraidaa,,, mana Zuraida ku,,," ucap Arga panik, tersadar dari hasrat
yang ditawarkan tubuh ranum Andini.
Matany bergerak liar mencari sosok Zuraida, namun wanita itu sudah
tidak berada di tempatnya semula. Semakin jauh, di sisi seberang
kolam, masih dalam pelukan Pak Prabu.
"Zuraidaaa,,, tepis lah tangannya sayaaang,,, jangan biarkan menjamah
tubuhmuu,,," ucap Arga, meski jauh matanya masih bisa menangkap
gerakan tangan Pak Prabu yang bergerak nakal disekitar selangkangan
Zuraida. Perlahan keduanya semakin jauh, hingga akhirnya menghilang
di rerimbunan tanaman hias.
"Tidak,, tidak mungkin,,, aku mengenal Zuraida lebih dari siapapun,,
tidak mungkin menyerahkan tubuhnya semudah itu kepada lelaki lain,,,
usaha Pak Prabu pasti akan sia-sia,,," Arga mencoba menghibur
sekaligus menguatkan hatinya.
Walau bagaimanapun tidak mungkin dirinya merelakan wanita yang
begitu dikasihi dijamah oleh lelaki lain.
"Ooowwsshhh,,,, siaaaal,,, Diiiin,,, kamu ngapaain,,," Arga merasakan
batangnya kini sudah berada dalam genggaman jemari yang lentik,
sementara tubuh mungilnya bergerak maju mundur menggesek
batangnya di depan pintu vagina yang tak lagi berkain pelindung.
"Paaak,,,, Dini kangeeen punya Bapaaaak,,, entotin Dini lagi ya paaak,,"
Pinggul dan pantatnya bergerak sinergis menggesek batang Arga yang
tertekuk ke atas. Bagaikan sebuah hot dog,, batang besar Arga diapit
oleh pintu vagina yang membekap basah, bergerak maju mundur
seakan melumuri batang Arga dengan selai putih yang semakin
banyak.
"Paaaak,, Dini masukin yaaa Paaak,,, Diniii masuuukin,,, Dini udah
ngga kuaaaat,, Aaaeeeengghhh,,," Andini mengangkat tubuhnya,
memposisikan batang Arga tepat di depan liang yang mungil, dan,,,,
"Aaggghhh,,, Paaaak,, punya bapak besar bangeeeet,,," Pantat Andini
yang memang tidak begitu besar, sesuai dengan tubuh nya yang
mungil, bergerak turun. Sungguh pemandangan yang kontras dengan
batang Arga yang besar, yang perlahan membelah tubuhnya.
"Ngga bisa masuk semua Paaak,," Andini terengah-engah, vaginanya
hanya mampu melumat tiga perempat penis Arga.
Setelah merasa liangnya bisa beradaptasi dengan batang yang
menusuk jauh ke dalam, pantatnya mulai bergerak. Bibirnya mendesis
menikmati saraf-saraf sensitif yang mengirim sinyal kenikmatan. Arga
menatap wajah cantik Andini, wajah berkeringat yang tengah mendesis
menikmati batang di dalam tubuhnya. Bergerak naik turun melahap
batang yang terlalu panjang bagi liang vaginanya yang dangkal.
"Paaaak,,," Andini tersenyum sayu, menggenggam tangan Arga yang
terhulur menjamah payudara yang hanya berukuran 32b, pengaruh
alkohol mulai memudar, berganti dengan birahi yang menguasai otak
remajanya.
"Gadis kecil yang nakal, kasian suami mu bila kemaluan mu ini terlalu
sering menerima batang besar seperti milikku dan Pak Prabu,"
Wajah Andini merajuk, tangannya cepat menutup mulut Arga, tapi
memang seperti itulah yang tengah dirasakannya. Gadis kecil yang
binal, yang tengah ketagihan pada gaya bercinta oleh lelaki yang
bukan suaminya. Gadis kecil yang binal, yang tengah ketagihan pada
batang besar. Gerakan tubuh Andini berubah-ubah, kadangkala
bergerak naik turun, lalu bergerak maju mundur, sesekali pantatnya
bergerak memutar, memelintir batang Arga. Lama Arga terdiam,
menikmati kenakalan Andini. Praaaang,,,Praaang,,,Seketika mata Arga
mencari asal suara, gelas kaca yang jatuh dan pecah tepat di samping
Aryanti yang dibaringkan Dako diatas meja kecil. Tampak sahabatnya
itu tengah mencucupi selangkangan Aryanti, geliat tubuh istrinya
membuat semua yang ada di meja terjatuh.
"Maaf, aku tidak bisa menjaga istrimu, Sob,,," lirih batin Arga. Lalu
mengawasi pohon hias yang sesekali bergerak. Entah apa yang tengah
terjadi pada Zuraida.
Tiba-tiba Matanya menangkap langkah Zuraida yang terhuyung,
dibopong Pak Prabu menuju pintu keluar. Hati Arga semakin kacau
saat melihat bagian bawah jilbab Zuraida yang tersimpan rapi di balik
gaun putih kini terurai keluar. Sementara gaun panjang yang menutup
hingga ke mata kaki, tampak terangkat keatas, beberapa senti di bawah
selangkangan, memapar paha dan kaki yang putih mulus. Apakah Pak
Prabu sudah berhasil menikmati tubuh Zuraida?,,, ataukah mereka baru
memulai dan bersiap menyelesaikan semua dibalik tembok kolam
renang. Arga menggeram emosi. Sekilas terbayang geliat liar tubuh
Zuraida, saat vagina tembem milik wanita berjilbab itu melayani
kejantanan nya, di tepian pantai yang sepi.
"Paaak,,, jangan liat kelain,,, liatin memeq Dini aja Paaak,,," rengek
Andini meminta perhatian.
Arga yang tengah panik dan cemburu menjadi kesal, lalu membentak
gadis itu dengan kasar.
"Diam kamu Din,,, apa kamu tidak melihat Zuraida tengah dikerjai Pak
Prabu, Heh?,,,"
Sontak gerak tubuh Andini terhenti, wajahnya menjadi pucat, tubuhnya
merinding melihat kemarahan Arga, nafsu yang tadi menggelegak sirna
begitu saja. Sekalipun dirinya tak pernah melihat lelaki yang selalu
ramah itu marah,,, sangat marah.
"Maaf Din,,, Maaf,,, terlalu banyak pikiran yang mengganggu," ucap
Arga sambil mengusap pundak Andini yang terbuka. Merasa kasihan
melihat wajah gadis yang ketakutan melihat amarahnya.
Sesaat mata Arga mengamati pintu yang cukup jauh dari mereka, tak
ada tanda-tanda kedua insan itu kembali ke tempat. Menghempas deru
dihati dengan membuang nafas panjang.
"Maaf bila selama ini aku egois,, tak pernah mencoba menyelami
hatimu, aku selalu sibuk dengan egoku,,,," Arga membatin, memaksa
hatinya untuk merelakan apapun yang akan dilakukan Zuraida.
"Dini bisa mengerti koq pak,,," jawab Andini tiba-tiba, mengagetkan
Arga, berusaha untuk bangkit, melepaskan batang Arga yang masih
berada di dalam vaginanya.
"Kamu belum selesaikan?,,," tanya Arga sambil menahan pinggul gadis
itu, tidak membiarkan batangnya terlepas.
"Eeeh,, ngga apa-apa,,,"
"Yaa,, kalo gitu aku yang belum selesai,,, bantuin yaa,, boleh semprot
didalem lagi kan?,," tanya Arga, bangkit sambil menggendong tubuh
Andini, lalu membaringkan gadis itu di atas sofa.
Andini mengangguk sambil tersenyum masih dihantui rasa takut akan
amarah Arga yang tadi sempat meledak. membiarkan Arga merentang
kedua kakinya, memandangi kemaluannya yang masih basah. Lalu
kembali mengangguk saat Arga bersiap kembali memasukkan
batangnya.
"Eeeengghhh,,, Paaak,,," bibirnya mengerang, meski kali ini batang itu
lebih mudah memasuki tubuhnya, tetap saja gadis itu mengerang.
"Maafin aku tadi ya,,, aku terlalu banyak pikiran,,," terang Arga,
mencoba merayu Andini.
"Iyaaa,,, ngga apa-apaa Paaak,,, tapi sekaaarang,, sayangin Dini
duluuu ya Pak,,," ucap gadis itu, setelah yakin Arga kembali menjadi
lelaki dewasa yang dikenalnya.
"Pengen disayang,,, atau pengen dientot?,,,"
"Dua-duanya,,,hihihi,,,Aaahhsss,,,"
Hentakan-hentakan penuh tenaga dalam ritme yang teratur dengan
cepat membuai keduanya, desahan dan rintihan Andini cukup
membantu Arga untuk lebih memperhatikan gadis yang tengah
ditungganginya.
"Paaak,,, Ooowwhhsss,,, sesak banget Paaak,,,"
"Mentok sampe keujuuung Paaak,,,"
Arga tertawa melihat tingkah Andini yang kembali liar.
"Din,,, siapa aja sih yang pernah nyicipin lubang sempit mu ini?,,,"
tanya Arga, setelah menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh mungil
Andini. Gerakan pinggulnya berubah menjadi pelan, sesekali mengulek
kekiri dan kekanan.
"Eeenghh,,, banyak sih pak,,," jawab gadis itu malu-malu. "Tapi cuma
punya bapak yang bikin Dini ketagihan,,," sambungnya cepat.
"Kenapa?,,, kan punya Pak Prabu juga gede,,," Arga menghentikan
gerak pinggulnya, membiarkan gadis itu bermain-main dengan batang
yang ada didalam tubuhnya.
"Punya bapak bukan cuma gede, tapi juga panjang banget,,, berasa
banget nyundul di dalam memeq Dini,,, enak banget Pak,,,"
"Aahh maca ciiihh,,,"
Andini tertawa melihat lelaki yang tengah menindih tubuhnya itu
bergaya sok imut. Mungkin gaya bercanda Arga juga mempengaruhi
penyebab dirinya lebih senang bila tubuh mungilnya dinikmati lelaki
itu.
"Itu bukan karena punya ku yang panjang,, tapi type memek mu yang
cendek banget, makanya sampe nyundul mentok gini,,," Arga
menggerak-gerakkan batangnya, seolah ingin menunjukkan kepala
jamurnya memang menyentuh bagian terdalam dari liang kemaluan
gadis itu, semakin Arga menusuk, semakin menggeliat Andini
dibuatnya.
"Paaak,,, masukin yang dalam yuuuk,,, Dini pengen ngerasain gimana
rasanya melumat batang gede ampe habis,,,hihihi" Andini mulai berani
memeluk leher Arga.
"dikolam kemarin kan udah,,, ngga tega aku Din, liat kamu sampe
njerit-njerit,,,"
"Tapi Dini ngejerit itu kan gara-gara Dini,, engghh,, orgasme,,," Arga
bisa merasakan bagaimana gadis itu tersipu malu, menuai orgasme
oleh lelaki lain tepat dipangkuan suaminya.
"Bener mau dimasukin semua?,,,"
Andini mengangguk sambil tersenyum lucu.
"Ngga takut sakit?,,,"
lagi-lagi kepalanya mengangguk, membuka lebar pahanya,
mempersilahkan Arga beraksi.
"Kalo ngga bisa masuk semua, ngga boleh keluar di memeq
Dini,,,hehehee,,,"
Sontak Arga tertawa mendengar tantangan gadis yang baru beberapa
bulan lulus dari bangku SMA dan langsung dipinang oleh Adit.
"Hahahaa,, ternyata Adit bener-bener pinter milih istri,,, kamu nakal
sayaaang,,," bisik Arga di telinga Andini, lalu bergerak menusuk pelan,
merasa tak ada perubahan penisnya mulai menghentak, berusaha
menggendor pintu rahim.
"Ooowwwhh,,, Paaak,, lebih keraaas,,," rengek Andini seketika.
Permohonan gadis itu dikabulkan Arga dalam hentakan berikutnya,
terus menggedor, menggasak pintu rahim.
Andini mulai meringis, selangkangannya terasa ngilu, hentakan batang
Arga semakin keras dan kasar, jepitan vagina Andini semakin kuat
membuat Arga menjadi lebih beringas. Perlahan penis Arga memasuki
wahana baru yang tidak biasa dimasuki penis para lelaki.
"Paaaaak,,, masukin ke rahim Dini paaak,,," terengah-engah gadis itu
mengangkat pinggulnya, semakin kasar Arga menyetubuhi vagina
mungilnya semakin liar pinggulnya bergerak, terangkat tinggi seakan
menantang batang Arga untuk memasuki tubuhnya lebih dalam.
"Aaagghhhh,,, sudaaaahh masuuuk semuaaa sayaaaang,,, boleh
nyemprot sekaraaaang?,,,"
Mulut Andini terbuka lebar, begitu sulit tuk bersuara, liang vaginanya
terasa begitu penuh oleh batang Arga, memasuki bagian yang tak
pernah terjangkau oleh semua penis lelaki yang pernah menikmati
tubuhnya. "Phhaaak,,, semprooot,,, semprooot,,, rahim Dini udah
siaaaap,,,"
Dalam hentakan yang keras, Arga menghempas tubuh Andini ke sofa,
penisnya menghambur sperma tepat di rahim Andini yang menggeliat
meregang orgasme. Kaki nya membelit paha Arga, memastikan batang
yang tengah menyetor sperma tetap berada di tempatnya.
"Paaak,,, Andini sayaaang Pak Argaaa,,," rintih Andini, memandang
sayu wajah Arga yang masih meretas kenikmatan di dalam tubuhnya.
Arga tercekat, ucapan Andini terdengar serius di telinganya, balas
menatap mata Andini yang pasrah dalam dekapannya. Tak ada
kebohongan hanya ketulusan seorang gadis belia. Pelan dikecupnya
bibir Andini. Lalu melumat dengan lembut.
"Maaf Din, tapi aku,,,"
"Hehehehe,,, iya,,,iya Dini cuma bercanda koq pak,,," potong Andini
cepat. Membenamkan wajahnya di balik tubuh Arga yang tinggi besar.
Terdiam. Menyembunyikan perasaan yang terucap tanpa sengaja.
Tiba-tiba keduanya terkejut, batang Arga yang masih berada di dalam
vagina Andini mengejat mengeluarkan sperma yang masih tersisa.
"Masih belum habis ya,,, hihihi,,, Ayo cepat keluarin semua, punya
Dini masih sanggup nampung koq,,,"
Arga ikut tertawa, lalu mengejang memaksa keluar sperma yang
tersisa, memenuhi rahim gadis yang masih memeluknya dengan mesra.
"Tuuu kan,,, masih ada,, ayo keluarin lagi,,,"
"Hahahaa,, sudah habis sayang,, punya mu bener-bener hebat,,, lebih
hebat dibanding di kolam kemarin."
Andini tertawa bangga. "Paaak,, kalo nanti bapak kangen punya Dini,
Waktu Mas Adit ngga ada di rumah, bapak boleh koq datang, make
punya Dini ampe bapak puas,,hehehe,,"
"Huuusss,,, nakal kamu,,, ngga boleh,, cukup diliburan ini aja,,, ntar
aku dibunuh sama Adit kalo ketahuan,,,"
"Bener nih ngga mau,,, padahal Dini pengen nyobain ditusuk di pintu
belakang,, masih perawan lho, belum pernah ada yang nyobain,,,"
Andini mengerling genit menggoda Arga. "Kalo ngga ketahuan sama
Mas Adit berarti ngga apa-apa kan? Hihihi,,,"
"Ihhh,, dasar nakal,,, memeq mu aja sempit banget, ngga kebayang
kalo aku harus merawanin pintu yang belakang,,,"
Merasa penasaran, tangan Arga terhulur kebawah meraba pantat
Andini,lalu perlahan mengusap liang anus yang imut.
"Pengen ngga?,,," tantang Andini lagi, menggeliat geli akibat ulah jari
tengah Arga yang coba menusuk-nusuk analnya, tepat dibawah batang
yang masih memenuhi liang vagina.
"Kata mba Aryanti, nikmatnya beda kalo ditusuk dibelakang,,, lagian
Pak Arga juga senengkan nusuk di belakang?,,,hehehe,,,"
"Hahahaa,,, kalo gitu jangan izinin siapapun nyicipin ni lubang,
sampai nanti aku yang nyobain, termasuk Adit, Ok?,,,"
Andini tertawa saat nama suaminya disebut,,, tapi kepalanya
mengagguk menyetujui, "hahaha,,, ya termasuk Mas Adit,,,," ucapnya
riang tanpa merasa berdosa, pola pikir perselingkuhan khas anak ABG
begitu mendominasi. Lalu keduanya kembali beradu bibir bersilat lidah
dengan panas.
"Paak,, kalo sama Bu Zuraida pernah nyicipin dimana aja?,,,"
Entah sadar apa yang diucapkannya, tapi pertanyaan Andini
menyadarkan Arga.
"Zuraida,,, Mana Zuraida?,,," dengat cepat mata Arga menyapu sisi
kolam renang, tapi tak ada "Maaf Din,, aku harus mencari Zuraida,,,
maaf banget,,," ucap Arga.
Andini terhenyak, menyesali apa yang diucapnya, penis yang
memenuhi vaginanya terlepas. Mencoba tersenyum saat Arga meminta
maaf, memaksa hatinya untuk memaklumi posisi Arga yang tengah
terjerat cinta terlarang, dan posisinya sebagai wanita cadangan,
pelarian dari hasrat kelelakian Arga yang liar.
Bersambung...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.