Jumat, 06 Maret 2015

Nightmare Sidestory: The Waiting Time

The Waiting Time
Minggu pagi jam sepuluh di sebuah perumahan menengah atas sebuah
mobil sedan KIA berwarna red wine meluncur menyusuri jalan di
perumahan itu. Mobil itu berhenti di sebuah rumah bertingkat dua
dengan taman kecil di depannya. Pintu mobil terbuka dan
pengemudinya seorang gadis cantik berumur awal duapuluhan.
Kacamata hitam menghiasi wajah indonya dengan rambut merah
sebahu yang dikuncir kebelakang. Tubuhnya yang indah itu
terbungkus pakaian celana sedengkul warna putih dan baju berkancing
tanpa lengan yang berwarna sama dengan bawahannya.
Gadis itu menjulurkan tangannya ke dalam pagar untuk mencari knop
bel. Tak lama kemudian dari dalam sana keluar seorang pria setengah
baya yang bertubuh bongkok yang punggungnya seperti punuk unta.
"Cari siapa Non ?" sapanya dengan terkekeh.
"Ngg...anu Pak, apa benar ini rumahnya Pak Dahlan ?" tanya si gadis
"O iya bener Non, pasti Non ini Fanny yah ?"
"Iya Pak, bener, Pak Dahlannya ada ga ?" tanya gadis itu lagi.
"Maaf Non, bapak dari tadi pagi keluar ke rumah familinya katanya"
jawab si bongkok itu sambil matanya memandangi tubuh gadis
berdarah Manado-Prancis itu.
"Gitu yah, sampai kapan baru balik kira-kira ?" Fanny agak dongkol
karena sudah jauh-jauh datang dan susah payah mencari tempat ini.
"Sepertinya siang ini juga pulang kok, o iya, Bapak juga pesan kalau
Non datang duluan disuruh nunggu aja di dalam"
Maka Fanny pun akhirnya memasukkan juga mobilnya ke dalam setelah
pria berpeci itu membukakan pagar untuknya.
"Ya...terus, maju dikit lagi, ya...stop !" pria itu membantunya
memarkirkan mobilnya.
Turun dari mobil Fanny mengikuti si bongkok, Thalib memasuki rumah
itu setelah melepas alas kaki dan menaruhnya di depan pintu. Walau
tidak besar, rumah itu tertata apik, rumput-rumput dan tumbuhan di
tamannya teratur dan indah, bagian interiornya pun berselera tinggi,
terlihat dari lukisan yang menghiasi dinding dan perabotan bergaya
elegan.
"Non tunggu sini aja sambil nonton TV ya !" Thalib mempersilakannya
duduk di kursi ruang tengah itu seraya menyalakan TV.
Sebagai gadis yang kaya dengan pengalaman seks, Fanny sadar bahwa
sejak tadi si bongkok itu sudah mencuri-curi pandang melihat
tubuhnya, terutama lewat bagian dadanya yang memang agak rendah
membentuk huruf V, namun dia membiarkannya saja sambil tetap
bersikap wajar agar tidak memberi kesan murahan.
"Non mau minum apa ?" tawar Thalib
"Air putih ajalah Pak" jawabnya
"Makasih Pak !" ucap Fanny dengan tersenyum kecil setelah Thalib
menyodorkan segelas air padanya.
"Ehm...Non ini mahasiswinya Bapak yah ?" tanya Thalib seraya
menjatuhkan pantatnya duduk di sebelah Fanny.
"Iya" Fanny hanya menjawab singkat sambil menggeser tubuhnya
sedikit.
"Ada perlu apa Non sama Bapak ?" tanyanya lagi
"Ya biasa masalah kuliah, ada yang perlu didiskusiin aja"
"Hehe...masalah kuliah atau masalah ngentot ?" tanya Thalib tanpa
tendeng aling-aling sehingga menyebabkan Fanny yang sedang
meneguk airnya agak tersedak dan terbatuk-batuk.
"Eehh...omong apaan sih Bapak ini, sopan dikit dong !" protes Fanny
dengan wajah memerah karena memang benar tujuannya datang ke sini
adalah untuk memberi upeti syahwat untuk dosennya itu.
Sudah hampir dua bulan sejak dia menggadaikan tubuhnya untuk
menebus nilai UTSnya yang jeblok dulu. Kali ini menjelang UAS mata
kuliah yang sama, Pak Dahlan si dosen mesum itu menawarkan
membantunya sekali lagi dengan sedikit bocoran soal dengan imbalan
'pelayanannya'. Fanny yang memang merasa kesulitan dalam mata
kuliah tersebut tentu menyambut baik tawaran itu. Untuk kali ini Pak
Dahlan menyuruhnya datang ke rumahnya saja dengan alasan supaya
bisa lebih nyaman berduaan.
"Waduh Non, gak usah kaget gitu, disini udah biasa kok kalau ada
cewek cantik nyariin Bapak terus ngaku mahasiswinya pasti ujungnya
ga jauh-jauh dari ngentot minta dibantuin nilainya" terang Thalib,
"saya juga sering dikasih jatah kok sama Bapak makannya betah
banget saya kerja disini hehehe...!" sambungnya sambil meraih lengan
Fanny.
Terus terang dia merasa risih dan dilecehkan oleh tingkah dan
perkataan si bongkok yang menjijikkan itu, namun di saat yang sama
dia juga merasakan sebuah sensasi aneh yang menginginkan pria itu
berbuat makin jauh terhadapnya. Buktinya dia diam saja saat pria itu
meraih lengan kanannya, darahnya serasa berdesir dan bulu kuduknya
berdiri ketika tangan kasar itu membelai lengannya yang mulus dan
terbuka. Melihat reaksi Fanny, Thalib makin berani, duduknya makin
bergeser memepet Fanny yang sudah diujung sofa. Tangannya
merangkul pinggangnya dan membawa tubuhnya dalam pelukannya.
Dadanya yang montok berukuran 34C itu terasa empuk dan kenyal
ketika menyenggol lengan Thalib.
"Non Fanny, sambil nunggu Bapak main sama saya aja dulu, gini-gini
saya jago muasin cewek loh, dijamin Non pasti ketagihan"
Fanny diam tidak tahu harus menjawab apa, dia hanya merasakan pria
itu makin erat memeluknya dan tangannya mulai berani meraba
dadanya dari luar.
"Wow, tetek Non gede juga yah, kayanya enak dipake nyusu, boleh ya
Non" pintanya dengan tangan meraih kancing paling atas baju
putihnya.
"Duh jangan gitu dong Pak, gak enak kalo ada yang liat !" Fanny
menepis pelan tangan Thalib pura-pura menolak.
"Berarti kalo ngga ada yang liat enak-enak aja dong Non, disini ga ada
siapa-siapa lagi kok, tenang aja" ujarnya sambil membuka satu
persatu kancing baju Fanny.
Baju itu kini telah terbuka sehingga terlihat di baliknya bra berwarna
ungu tanpa tali bahu. Pemandangan yang menggairahkan itu, ditambah
lagi sikap Fanny yang malu-malu kucing membuat Thalib semakin
terbakar birahi. Dengan terburu-buru disingkapkannya ke atas cup bra
yang sebelah kanan. Pria bongkok itu menatapi buah dada Fanny yang
montok dan kencang itu dengan bernafsu, bentuknya yang bulat dan
membusung dengan puting kemerahan itu memang meneteskan liur
setiap pria normal yang melihatnya. Tanpa buang waktu lagi, dia
segera melumat bongkahan kenyal itu dengan gemas.
"Aahh...ahhh...jangan digigit, oohh...perih !" Fanny meringis sambil
meremas rambut si bongkok yang menyedoti payudaranya dengan
disertai gigitan-gigitan keras maupun lembut.
Tangan Thalib mulai merayap ke punggungnya mencari kaitan branya,
setelah ketemu dia membukanya lalu menarik lepas bra itu. Mulutnya
berpindah melumat payudara yang satunya sementara tangannya turun
ke bawah mengelusi pantat dan paha yang masih terbungkus celana
putih ketatnya. Fanny menggigit bibir dan memejamkan mata,
tubuhnya menggeliat menikmati setiap rangsangan seksual dari si
bongkok itu.
Tanpa berhenti mengenyot payudara Fanny, tangan Thalib mulai
membuka sabuk yang melilit di pinggang gadis itu, disusul kancing
celananya dan resletingnya. Kemudian disusupkannya tangannya lewat
atas celana dalamnya. Fanny makin mendesah dan memeluk erat
kepala Thalib ketika jari-jari pria itu menyentuh kemaluannya, dia
merasakan darahnya makin bergolak, putingnya mengeras dan
kemaluannya semakin basah. Tidak disangka si bongkok yang mirip
Quasimodo dari Notredame itu mampu membawanya ke awang-awang.
Rasa enggan dan jijiknya mulai berkurang berganti menjadi libido yang
meledak-ledak menuntut pemuasan. Tangan gadis itu kini mulai
merambat ke selangkangan Thalib, dari balik sarungnya dia meraba
sebuah batang yang sudah mengeras.
"Hehehe, udah gatel yah pengen coba kontol saya Non ?" kata Thalib
sambil menaikkan sarungnya sehingga penisnya yang hitam
menyembul keluar, ternyata di balik sarungnya dia tidak memakai apa-
apa.
Kemudian Thalib menarik lepas celana Fanny beserta celana dalamnya,
Fanny sendiri melepaskan baju yang kancingnya sudah terbuka itu.
Sejenak kemolekan tubuhnya membuat si bongkok terpana, tubuh
putih mulus dengan pinggang ramping, paha jenjang, dan bulu
kemaluan tidak terlalu lebat itu sungguh menggiurkan. Dengan modal
fisik demikian tak heran dia mudah mendapat kerja paruh waktu
sebagai SPG.
Tangan Thalib menyusuri pelosok tubuh Fanny dengan liar sebelum
berbaring di sofa dan memintanya naik ke tubuhnya dengan posisi 69.
Begitu gadis itu naik ke wajahnya, dia langsung menjilati bibir
kemaluannya, dengan jarinya dia buka daerah itu sehingga lidahnya
dapat menelusuri lebih ke dalam. Tanpa diminta Fanny juga mulai
melakukan tugasnya. Penis Thalib yang hitam dengan ujungnya yang
bersunat berbentuk helm tentara itu digenggam dan dikocok perlahan.
Dengan lidahnya dia jilati kepala penis itu sehingga batang itu beserta
badan pemiliknya bergetar.
"Oohhh...enak banget Non, udah pengalaman yah keliatannya !" desah
Thalib saat menerima serangan pertama dari gadis itu.
Selain dengan lidah, Thalib juga mengerjai liang vagina gadis itu
dengan jari-jarinya, jadi sambil menjilat jarinya juga aktif mengorek-
ngorek liang itu sehingga area itu semakin berlendir. Sesekali dia
mengerang merasakan enaknya oral seks yang diberikan Fanny. Kini
Fanny sudah memasukkan batang itu ke mulutnya setelah memberikan
pemanasan dengan menjilati permukaan batang hingga kantong
pelirnya.
"Bener kan Non ketagihan tuh nyepongnya semangat gitu, uuhh...
uhh...!"
Fanny terus melakukan aktivitasnya tanpa menghiraukan celotehan
Thalib, yang terpikir di benaknya kini adalah pemuasan birahi secara
total. Dia mengintensifkan permainannya terhadap penis itu, gerakan
menyedot dan menjilat divariasikannya dengan lihai.
Thalib menemukan daging kecil seperti kacang yang merupakan bagian
paling sensitif dari wanita. Bagian itu dijilatinya dengan ujung lidahnya
sehingga Fanny pun tidak bisa menahan erangannya dan gelinjang
tubuhnya. Sambil terus menjilat Thalib juga mengelusi bongkahan
pantat dan paha yang putih itu. Thalib menggigit pelan klitorisnya dan
mulutnya melakukan gerakan mengisap. Hal itu membuat tubuh Fanny
mengejang tak lama kemudian, dia merasa cairan kewanitaannya
tumpah semua. Dengan rakusnya Thalib menyeruput cairan bening
yang masih hangat itu.
"Hhhmm...uenak Non...ssrrpp..srrpp...gurih banget pejunya !" ceracau
Thalib dari bawah sana.
Setelah puas melahap cairan kewanitaan Fanny, si bongkok itu
mengajaknya bangkit, dia duduk di sofa dan Fanny didudukan di
pangkuannya dalam posisi memunggungi.
"Enak Non barusan ? jurus isep memek saya gimana ?" tanya Thalib.
Fanny hanya mengangguk dengan nafas masih terengah-engah, tak
disangka baru ronde pertama si bongkok itu telah memimpin
permainan dengan gemilang. Kata-kata kotor dan permainannya yang
agak brutal itu dirasanya lain dari pria-pria yang biasa terlibat
hubungan seks dengannya, kebanyakan mereka bersikap gentle dan
lembut, mungkin yang gaya permainannya mendekati si bongkok ini
tak lain adalah Imron, si penjaga kampus tempatnya kuliah.
"Puas ga Non, puas ga ?" tanyanya lagi yang kembali dijawab dengan
anggukan "kalo puas sun dong buat hadiah" katanya sambil
mendekatkan wajahnya ke sebelah wajah gadis itu.
Tanpa disuruh lagi, Fanny pun menengokkan wajah ke samping lalu
meraih kepala si bongkok itu dan memberi kecupan di bibir. Keduanya
terlibat percumbuan panas selama beberapa saat, lidah mereka saling
belit dan jilat, ludah saling bertukar. Selama bercumbu Thalib selalu
menggerayangi kedua buah dada Fanny, sesekali juga mengelusi
bagian tubuh lainnya seperti perut dan paha. Tanpa melepas cumbuan
yang makin panas itu Thalib mengarahkan penisnya ke vagina Fanny
yang bereaksi dengan mengangkat sedikit tubuhnya, dengan tangan
satunya dia bahkan membuka liang vaginanya mempersilakan penis
Thalib memasukinya. Fanny melepas ciumannya untuk berkonsentrasi
melakukan penetrasi, dia menekan tubuhnya ke bawah sehingga
batang itu melesak masuk ke dalam vaginanya, desahan lirih terdengar
dari mulutnya mengiringi proses itu. Dia mulai menaik-turunkan
tubuhnya, kadang disertai gerakan memutar. Sambil menikmati
goyangan Fanny, Thalib memain-mainkan puting susunya yang
menggemaskan itu. Mulut pria itu menciumi daerah pundak dan
lehernya, rambutnya yang terikat memudahkan Thalib mencupangi
leher jenjangnya. Fanny mengerang sejadi-jadinya, kadang erangannya
tersendat saat diselingi berciuman, goyangannya semakin liar saking
sudah menikmatinya.
Setelah limabelas menitan dalam posisi demikian, Thalib melepas
sejenak tubuh mereka yang telah bersatu untuk ganti gaya. Kali ini
Fanny dibaringkan telentang di sofa, setelah menyelipkan bantal kursi
ke bawah kepala Fanny kembali dia masukkan penisnya ke dalam
vagina gadis itu dan meneruskan genjotannya. Buah dada Fanny yang
bulat itu nampak turut bergoyang-goyang mengikuti goncangan
tubuhnya.
"Aahhh...aaahh...Bapak mau ngecrot nih Non, pengen dimana !"
sahutnya dengan nafas memburu karena sudah diambang klimaks.
"Mulut Pak nngghh...aahh !" jawab Fanny dengan refleks.
Thalib pun lalu mencabut penisnya dan membawanya ke dekat wajah
Fanny. Maka cret...cret...dua semburan sudah keburu mengenai
wajahnya sebelum sempat dimasukkan ke mulut. Di dalam mulut gadis
itu, penis Thalib terus memuntahkan isinya yang diterima Fanny
dengan hisapannya yang dahsyat.
"Oohh...enak Non...telen terus pejunya...iyahh...enak !" ceracaunya
menikmati klimaks di mulut Fanny.
Fanny menyedot dan menelan habis setiap tetes sperma yang
menyemprot dari lubang penis Thalib, selain cipratan di wajah yang
karena terlambat dimasukkan mulut, tidak ada lagi tetes lainnya yang
terbuang, semua habis disedot sampai penis itu mengendur di
mulutnya. Thalib benar-benar puas dengan teknik oral gadis ini yang
begitu ahli. Setelah mengeluarkan penis itu dari mulutnya, Fanny
menyeka cipratan sperma di hidung dan pipinya dengan jari dan
kemudian diemutnya jari itu. Wajah nakalnya ketika itu sungguh
membuat Thalib semakin kesengsem dengannya.
"Enak yah Non, kayanya kok Non demen banget minum peju, rasanya
gimana emang ?" tanya Thalib sambil merengkuh tubuh Fanny dalam
pelukannya.
"Ya gimana yah...asik aja gitu" jawabnya cuek
"Ngghh...Pak ngapain lagi sih ?" tanya Fanny ketika si bongkok itu
menunduk lalu mengenyot payudaranya.
"Mau nyusu lagi, sambil istirahat, saya seneng sih sama tetek Non"
jawabnya lalu kembali menyusu.
Sambil menyusu tangannya bercokol di kemaluan gadis itu, jarinya
membelai dan mengorek liangnya. Fanny memejamkan mata
menikmatinya, rasanya seperti menyusui bayi raksasa, demikian
pikirnya. Ning...nong...tiba-tiba saja kenikmatan mereka dibuyarkan
oleh bunyi bel. Sesaat mereka saling pandang lalu Thalib bangkit dan
memakai kembali sarungnya.
"Bapak ?" tanya Fanny
"Bukan, kalau Bapak suaranya klakson mobil, Non tunggu aja, biar
saya liat keluar" jawab Thalib sambil meninggalkannya.
Sepeninggal Thalib, Fanny juga bangkit menuju wastafel yang terletak
di ruang makan yang menyatu dengan dapur mini di sebelah ruang
tengah itu. Disana dia mencuci mukanya yang lengket bekas cipratan
sperma tadi, juga berkumur-kumur menghilangkan bau sperma di
mulutnya.
Fanny bercermin dan melihat di lehernya ada bekas cupangan yang
memerah yang juga nampak pada beberapa tempat di payudaranya.
"Damn, besok harus pake foundation deh gua !" omelnya dalam hati.
Sebentar kemudian terdengar suara langkah mendekat.
"Siapa barusan...aaww !" Fanny terkejut ketika menoleh ke samping
ternyata ada seorang pria lainnya selain Thalib, refleks dia pun
menyilangkan tangan menutup tubuhnya.
Pria berusia tigapuluhan yang sedang menggotong tabung elpiji itu
terbengong melihat pemandangan indah di hadapannya.
"Ehehe...maaf Non, ini Bakri yang nganterin gas, saya kira Non udah
ngeliat ada yang dateng langsung sembunyi" kata Thalib cengengesan.
"Wuih siapa nih Pak Thalib, pantes tadi lama bukanya !" tanya Bakri
terkagum-kagum "boleh ikutan gak nih acaranya ?"
Merasa kepalang basah, Fanny menurut saja saat Thalib menarik
lengannya dan mengajaknya mendekati Bakri untuk diperkenalkan.
Begitu menjabat tangan Fanny, Bakri terus mencengkramnya seperti
tidak mau lepas darinya.
"Saya pegang yah tokednya Non !" dia meminta ijin dulu untuk basa-
basi.
Tangannya gemetaran ketika meraih buah dada yang montok itu seolah
tak percaya bisa mendapat kesempatan emas seperti ini.
"Aje gile, ternyata gua bukan mimpi loh, nyata, ini anget, empuk lagi"
celotehnya sambil meremasi buah dada itu dengan gemas.
Selanjutnya mereka mengajak Fanny kembali ke ruang tengah dan
bermain di atas karpet.
"Asyik...hari ini lagi hoki ketiban rejeki bisa ngewe sama bidadari !"
Bakri bersyukur bukan main hari itu.
"Iya situ enak, gua yang suwe hari ini difuck abang-abang melulu !"
gerutu Fanny dalam hati.
Kedua pria itu pun melucuti pakaiannya masing-masing, terlihat badan
Bakri yang cukup berotot setelah dia membuka kaos hijau bekas
pemilu bergambar lambang sebuah partai, maklum karena pekerjaannya
memang sering mengandalkan otot. Kontras sekali perbedaannya tubuh
Fanny yang putih mulus diantara kedua pria yang berkulit sawo
matang itu. Kedua pria itu kini berdiri mengerubunginya, Fanny
berlutut di tengah dengan tangan kanan menggenggam penis Bakri
dan yang lain menggenggam yang Thalib. Sambil mengocok penis
Thalib dengan tangannya, dia membuka mulut memasukkan penis
Bakri ke mulutnya. Pria berkumis tipis dan berjenggot mirip teroris
Amrozy itu mendesah tak karuan saat penisnya diemut-emut Fanny,
lidah gadis itu bergerak liar menyapu batang dan kepala penisnya
diselinggi pijatan lembut pada zakarnya.
"Eh, terusin lagi dong Non, kok udahan sih ?" protes Bakri ketika
Fanny berpindah mengoral penis Thalib.
"Gantian dong Bang, mulut saya kan cuma satu, lagian kalo buru-buru
keluar mana enak ?" jawab Fanny agak sewot "udah dikasih gratis aja
banyak protes lu !" omelnya dalam hati.
Puas menikmati mulut Fanny, Bakri pindah ke belakang Fanny dan
berlutut disana, pinggang Fanny ditariknya ke belakang hingga
menungging, diciuminya bagian samping tubuh gadis itu sambil
menggesek-gesekkan penisnya pada belahan pantat Fanny. Gesekan-
gesekan ini membuat gairah Fanny makin membara sehingga
hisapannya pada penis Thalib pun makin liar. Saat kepala penis Bakri
menyentuh bibir kemaluannya, dia menekan benda itu hingga melesak
masuk ke dalam vagina Fanny.
"Aaahh...!!" erang Fanny panjang.
Tanpa buang waktu lagi, Bakri menggenjot vagina Fanny dengan kasar
hingga tubuh gadis itu terguncang hebat. Erangan gadis itu teredam
karena tak lama kemudian Thalib menjejali mulutnya dengan penisnya
dan memaju-mundurkan pinggulnya seperti gerakan bersenggama.
Disodok dari dua arah begitu, Fanny agak gelagapan apalagi gaya
mereka menjurus ke brutal. Namun sebentar saja dia sudah
membiasakan diri dan menikmatinya, kulumannya kini sudah lebih
teratur dan sudah dapat mengikuti irama genjotan Bakri.
"Asoy banget nih, memeknya mantep abis, baru pernah gua nyobain
yang ginian !" ceracau Bakri sambil mempercepat tempo goyangannya.
Dalam waktu limabelas menit, Bakri telah berhasil membuat Fanny
orgasme panjang, cairan kewanitaannya mengalir dengan deras
membasahi daerah selangkangannya. Desahannya tertahan karena dia
sedang sibuk mengulum penis Thalib dan kepalanya dipegangi oleh si
bongkok itu.
"Masukin disini boleh yah Non ?" tanya Bakri sambil mencucukkan jari
ke dubur Fanny.
"Tapi jangan kasar-kasar dong Bang, sakit" Fanny memperingatkannya
Kemudian Thalib berbaring di karpet dan menaikkan Fanny ke penisnya
dan Bakri mengarahkan miliknya ke bagian anus.
"Hhhssh....pelan-pelan aaahh...jangan kasar !" rintih Fanny dengan
wajah meringis ketika dua penis itu melakukan penetrasi pada dua
lubangnya.
Fanny mencengkram kuat-kuat bahu Thalib yang dibawahnya menahan
rasa perih. Setelah kedua batang itu berhasil menancap, mereka
memberinya waktu sebentar untuk beradaptasi. Butir-butir keringat
nampak pada wajah dan tubuhnya hasil pergumulan liarnya barusan.
Semenit kemudian baru mereka mulai bergoyang, mula-mula dengan
gerakan pelan, namun lama-lama makin liar. Cairan yang dihasilkan
kewanitaan Fanny berfungsi sebagai pelumas yang memperlancar
sodokan-sodokan penis di daerah itu. Thalib tidak menyia-nyiakan
payudara Fanny yang menjuntai dan bergoyang-goyang di atas
wajahnya, mulutnya menyedoti payudara kiri gadis itu sampai pipinya
kempot sementara tangannya meremas dan memilin-milin puting
payudara yang satunya. Sementara Bakri, sambil menyodomi dia
melumat bibir Fanny yang menengokkan wajahnya. Fanny yang sudah
terbiasa dengan keliaran seperti ini serta-merta mengeluarkan segenap
keahliannya untuk mengimbangi kedua lawan mainnya itu.
Yang lebih dulu orgasme pada ronde itu adalah Bakri, mungkin karena
sempit dan sudah sejak tadi dia bekerja. Fanny merasakan cairan
kental yang hangat itu memenuhi pantatnya dan meluap hingga
membasahi daerah sekitarnya. Sepuluh menit kemudian baru dirinya
kembali mencapai puncak bersama dengan Thalib. Sperma Thalib
menyemprot di dalam rahimnya bercampur dengan cairan orgasmenya.
Erangan orgasme mereka terdengar nyaring memenuhi ruangan itu.
Akhirnya Fanny ambruk menindih Thalib di bawahnya, buah dadanya
yang kenyal itu mengencet dada si bongkok. Baru beristirahat
sebentar nafsu Bakri kini bangkit lagi, ditariknya tubuh Fanny yang
belum pulih sepenuhnya dan ditelentangkan di karpet,
dibentangkannya kedua pahanya yang jenjang, dia sendiri mengambil
posisi diantaranya untuk menembak.
"Aduh sabar dikit dong Bang, saya kan masih capek" pinta Fanny
dengan suara lemah.
"Maaf Non waktu saya gak banyak, kalau bos nyari sayanya ga ada
bisa di PHK, tapi kalo ngentot sama Non kan kapan lagi, jadi harus
dipuas-puasin dong !" jawab Bakri tanpa menghiraukan permohonan
Fanny.
Fanny pun akhirnya pasrah saja menuruti kemauan pria mirip Amrozy
itu. Dia disetubuhi denga kedua pahanya mekakangkang dan betisnya
dinaikan pria itu ke bahunya, kadang tangannya yang kasar meremas
payudaranya, lekuk-lekuk tubuhnya yang indah tidak ada yang lolos
dari jamahan tangannya. Sementara itu Thalib beristirahat di sofa, dia
hanya menonton sambil menikmati rokok, dengan usianya yang sudah
lebih dari setengah abad tenaganya tidak lagi sekuat si tukang antar
gas yang sedang berasyik-masyuk di depannya itu.
Kurang lebih setengah jam Bakri mengerjai Fanny dengan berbagai
cara, ditindih, dipangku, dan menyamping, namun pria ini belum
menunjukkan akan mengakhiri perkosaan terhadapnya, padahal dia
telah orgasme sekali di mulut gadis itu, sisa-sisa spermanya masih
nampak di sudut bibir si gadis. Kini ketika sedang gaya woman on top,
si bongkok itu menghampiri mereka bermaksud kembali bergabung.
"Oh, God sampai kapan...!" keluh Fanny dalam hati karena dia sudah
kewalahan.
Untungnya kali ini si bongkok cuma mau minta netek, dia berjongkok
di sampingnya dan meraih payudaranya untuk dikenyot. Melihat Bakri
yang sudah melenguh lebih panjang dan penisnya terasa berdenyut di
vaginanya, Fanny mempercepat goyangan badannya agar cepat
selesai. Tak lama pria itu pun orgasme, namun Fanny masih menaik-
turunkan badannya karena tanggung hingga 2-3 menit kemudian saat
dia juga menyusul ke puncak. Dia langsung menjatuhkan diri ke
samping setelah itu, nafasnya ngos-ngosan dan tubuhnya sudah
bermandikan keringat, dia sudah tidak mampu lagi menggerakkan
tubuhnya karena tulang-tulangnya serasa mau copot setelah sekitar
dua jam disetubuhi, pandangannya makin kabur hingga semuanya
menjadi gelap. Rasa lelah telah membuatnya tertidur nyenyak.
Fanny membuka mata perlahan-lahan dan menemukan dirinya
berbaring di sebuah ranjang empuk, tubuhnya yang masih telanjang
hanya ditutupi selembar selimut. Ikat rambutnya telah terbuka
sehingga rambutnya kini tergerai, dia menemukan jepit rambutnya
diletakkan di rak pada kepala ranjang. Kesadarannya berangsur pulih
dan matanya memandang sekeliling kamar yang berwallpaper krem dan
berhiaskan beberapa perabotan klasik itu. Jam weker di meja kecil
sebelah ranjang menunjukkan pukul 4.35 dan langit di luar telah
menguning.
"Dimana ini ? gua tidur berapa lama nih ?" tanyanya dalam hati.
Tiba-tiba pintu membuka dan seseorang masuk.
"Oh, bangun juga kamu akhirnya Fan" sapa orang yang masuk itu yang
tak lain adalah Pak Dahlan yang ditunggu sejak tadi. "maaf ya tadi
Bapak ada acara keluarga jadi agak telat pulangnya"
"Yah, whateverlah...yang pasti gua sekarang udah pegel-pegel tau !"
omel Fanny dalam hati namun dia tetap tersenyum kecil dibuat-buat.
Pria tambun itu duduk di tepi ranjang dan menyodorkannya segelas
minuman hangat.
"Ini kebetulan Bapak baru buatkan untuk kamu teh jahe, diminum yah
mumpung panas biar seger" tawarnya.
Fanny menyandarkan bantal ke kepala ranjang dan dengan susah
payah bangkit untuk duduk bersandar disana. Kemudian dia menerima
gelas yang disodorkan dosennya. Buah dadanya yang keluar dari
selimut dan terekspos membuat pandangan pria itu tertumbuk ke sana.
"Thalib bilang tadi siang kamu kerja keras ya, sama si Bakri juga,
keliatannya kamu masih capek hari ini" kata pria itu "soal janji kita,
Bapak gak akan maksa kamu hari ini kalau kamu udah ga kuat, kamu
boleh pulang setelah mandi" lanjutnya.
"Ga apa-apa kok Pak, hari ini aja biar cepet beres, saya masih bisa
kok" jawab Fanny setelah meneguk sedikit minumannya.
"Tapi kan ini udah mau gelap, lagian malam minggu apa kamu ga ada
acara sama pacar kamu mungkin ?"
"Ngga, ngga apa-apa kok, bisa saya atur lagi jadwalnya Pak ?" padahal
dalam hatinya dia berkata "yah kepaksa deh !"
Fanny memutuskan demikian dengan pertimbangan agar masalah ini
cepat selesai dan dia bisa lega saat ujian nanti karena sudah
mendapatkan bocorannya, untuk itu terpaksa dia harus mengorbankan
janji nonton dengan pacarnya malam ini.
"Pak, bisa tolong ambilin tas saya disana dong !" pintanya sambil
menunjuk sebuah kursi dimana tas jinjingnya diletakkan, di bawah tas
itu ada pakaiannya yang telah dilipat rapi, entah Thalib atau Pak
Dahlan sendiri yang meletakkannya disana.
Fanny mengeluarkan ponselnya dari tas kecil itu, dua miscall dan
empat sms telah masuk.
"Katanya kamu tadi disodomi yah Fan, sekarang apa masih sakit ?"
tanya pria itu.
"Iya sih lumayan, abis tuh orang kasar banget sih Pak" jawabnya
sambil jarinya memencet-mencet tombol ponselnya membalas SMS
yang masuk.
"Bentar yah Pak, saya mau nelepon dulu" katanya "Eh, Di sori yah
kayanya nontonnya lain kali aja deh, soalnya malam ini gua ada acara
sama saudara gua" dia berbicara pada orang di telepon.
"Iya tadi HPnya di silence jadi gua ga denger, gua kan lagi di mal tadi"
Pak Dahlan memegang-megang payudara Fanny ketika dia sedang
berbicara di telepon.
"Iya-iya...abis kan gua udah dipanggil gini jadi nggak enak nolaknya,
lagian jarang ketemu sama mereka juga"
"Besok gua janji ke rumah lu deh...iya pokoknya besok I'm yours one
hundred percent deh...ok honey, udah ya gua mau siap-siap dulu
sekarang...ok bye...I love u too !"
"Ok Pak, semua udah beres, sekarang terserah Bapak aja, kita mau
ngapain nih ?" katanya setelah menutup pembicaraan dengan
ponselnya.
"Pacar kamu Fan ?" tanya pria itu yang dijawab Fanny dengan
anggukan.
"Udah berapa lama nih ?" tanyanya lagi.
"Baru sebulan lebih kok, tenang dia orangnya gak neko-neko kok Pak,
jadi saya yang lebih kuasa hihihi"
"Apa dia di fakultas kita ?"
"Ngga, anak hukum kok, dua tahun lebih muda dari saya"
"Wah-wah suka sama cowok lebih muda kamu yah kamu Fan ?"
"Nggak juga sih, ya coba-coba aja, orangnya ga banyak bacot sih, jadi
saya juga bisa ngatur gini-gitunya, lagian cakep terus kantongnya
tebel lagi Pak" Fanny senyum-senyum menceritakan pacarnya itu.
"Dasar kamu nakal yah" Pak Dahlan mencubit putingnya sambil berkata
dalam hati "dasar lonte kampus tukang morotin kantong orang"
"Mandi yuk Fan, biar badannya enak, Bapak juga belum...barengan
aja !" ajak Pak Dahlan berdiri dan membuka kaosnya hingga perutnya
yang bulat terlihat, penisnya yang sudah mengacung juga keluar
setelah dia membuka celana pendeknya.
Fanny meneguk teh jahenya hingga habis lalu menjulurkan tangan
minta dibantu bangun. Pak Dahlan mendekatinya tapi bukan menarik
tangannya tapi malah mengangkat tubuh gadis itu dengan dua
lengannya sehingga dia menjerit kecil dan tertawa cekikikan.
"Hup...iyah...hehehe, berat juga kamu" godanya.
Pak Dahlan kemudian mencumbunya sekitar setengah menit lalu
dibawanya memasuki kamar mandi yang menyatu dengan kamar itu,
disana baru tubuh Fanny diturunkan pelan-pelan. Dinyalakannya kran
shower, setelah suhunya dirasa cukup hangat dia panggil gadis itu
bergabung di bawah siraman shower. Hhmmm...segar sekali pikir
Fanny, air hangat itu mengurangi kepenatan tubuhnya, bekas sperma
dan ludah yang menimbulkan rasa lengket juga hilang seketika.
Kemudian dia merasa pinggangnya dirangkul dari belakang, perut
tambun pria itu menempel di punggungnya, selain itu juga di bawah
dia merasakan benda panjang menggesek pantatnya.
"Bapak bantu sabunan yah, biar wangi" katanya seraya mengambil
sebatang sabun dari tempat sabun.
Fanny membiarkan sabun dan tangan pria itu membelai tubuhnya, Pak
Dahlan yang berpengalaman itu menggosok tubuh Fanny dengan
lembut sehingga gairahnya mulai bangkit lagi.
Fanny sesekali mendesah selama badannya disabuni terutama ketika
Pak Dahlan sedang menyabuni daerah-daerah sensitifnya. Sementara
tangannya yang kanan menyabuni payudaranya, tangannya yang kiri
memilin dan memencet-mencet puting payudara yang licin itu. Belaian
itu makin menurun ke bawah, pria itu berjongkok menyabuni pantat
dan kedua belah kakinya yang ramping itu, tidak ada yang terlewat
hingga ke ujung kaki. Maka sekarang tubuh Fanny dari leher ke bawah
telah licin dan berbusa oleh sabun. Lalu dia berdiri lagi dan
mengarahkan sabunnya ke tempat terakhir yang belum disabuni,
kemaluannya.
"Nah, disini juga harus dikramas kan banyak bekas sperma dan
ludahnya" katanya.
"Hati-hati yah Pak nyucinya sabunnya jangan sampai masuk ke dalam"
"Tenang Bapak hati-hati kok ke yang satu ini" katanya mulai
menggosok.
Fanny mendesah saat pria itu mencuci daerah itu, karena daerah itu
sangat sensitif, jari-jari gemuk pria itu sering menggesek bibir
kemaluannya menimbulkan rangsangan. Setelah selesai menyabuni
Fanny dia menyabuni tubuhnya sendiri dengan agak terburu-buru
setelahnya dia taruh kembali sabun itu pada tempatnya. Dipeluknya
tubuh Fanny hingga payudara gadis itu menghimpit dadanya. Mulut
mereka makin mendekat dan bertemu, merekapun terlibat percumbuan
yang panas, lidah masing-masing saling beradu dalam mulut. Di
tengah percumbuan Fanny tiba-tiba menggesekkan buah dadanya pada
dada dosennya, tubuh mereka yang telah licin makin menambah
sensasinya.
"Wow, apa tuh Fan, kamu nantangin Bapak nih ceritanya ?" kata Pak
Dahlan melepas sejenak ciumannya.
"Gimana Pak Thai massage saya, asyik gak ?" Fanny tersenyum nakal
pada dosennya itu.
"Kamu emang pinter nyenengin cowok, ayo lagi dong !" kembali pria
tambun itu melumat bibir Fanny.
Dielusnya punggung gadis itu ke bawah, sampai di pantat, diremasnya
kedua pantatnya yang sekal itu dengan gemas. Hampir lima menit
lamanya mereka bercumbu sambil raba-rabaan sebelum akhirnya
memisahkan diri dengan nafas memburu. Pak Dahlan mengajaknya ke
tengah siraman air untuk membilas badan. Ketika membersihkan
bagian vagina sekali lagi pria itu menggosoknya atau kalau bisa
dikatakan menggerayanginya dengan teliti, setelah busanya terbilas dia
memasukkan jarinya mengorek-ngorek bagian dalamnya sehingga
Fanny pun mendesah dan menggelinjang.
"Biar bersih luar dalam" demikian katanya karena dia ingin menikmati
Fanny dalam keadaan sebersih mungkin setelah dipenuhi bekas
pergumulannya tadi siang.
Setelah selesai membilas badan, Pak Dahlan mengambil handuk dan
menghanduki tubuhnya sebelum menghanduki dirinya sendiri.
Setelahnya kembali diangkatnya tubuh gadis itu dan keluar dari kamar
mandi, sampai di ranjang dibaringkannya dia pelan-pelan.
"Hmm...coba kamu tengkurap, biar Bapak pijatin kamu supaya lebih
enak" suruhnya.
"Yang enak yah Pak, jangan malah jadi sakit tulang ntar" sahut Fanny
tersenyum dan berguling ke kanan membalik tubuhnya.
Pak Dahlan pun memulai pijatannya dari tenguk, bahu, dan punggung.
Fanny merasakan pijatannya memang enak dan nyaman, sesekali
tangan pria itu sengaja melenceng ke samping tubuh menyentuh
payudaranya. Pemanasan yang sejak di kamar mandi tadi saja sudah
membangkitkan nafsunya lagi, kini pijatan itu semakin membuatnya
merasa nikmat dan siap memulai ronde selanjutnya. Pijatan Pak Dahlan
makin turun ke bawah, mengelus pantatnya sekilas, lalu turun
menguruti pahanya, terus ke bawah, betis hingga telapak kaki.
Kemudian Fanny merasa betisnya ditekuk hingga terangkat,
selanjutnya dia merasakan pria itu mengemuti jari-jari kakinya.
"Mmmhhh...!" desisnya terangsang.
Ciumannya lalu naik ke betis, paha, dan ketika sampai pantat dia
balikkan tubuh gadis itu hingga telentang. Pak Dahlan mendekatkan
wajahnya pada vagina gadis itu, Fanny melihat ke bawah betapa nanar
tatapan dosennya itu melihat daerah kemaluannya dari dekat,
digesekkannya paha mulusnya pada pipi pria itu menggodanya.
"Ssshhh...Pak !" desisnya begitu lidah pria itu menjilati bibir
kemaluannya.
Lidah Pak Dahlan masuk menjilati bagian dalam kewanitaannya, aroma
vaginanya Fanny yang wangi karena baru saja dicuci dan rutin dirawat
dengan cairan pembersih membuat dosennya semakin bernafsu
melumatnya.
Tubuh Fanny menggeliat-geliat dan mulutnya mendesah liar saat
dosennya memainkan lidahnya di vaginanya. Tangannya meremas
rambut dan menekan wajah pria itu menginginkan pria itu terus
melakukannya dan jangan pernah berhenti.
"Masukin Pak, saya udah kepengen" pinta Fanny dengan lirih.
Merasa vagina itu sudah cukup berlendir, Pak Dahlan pun
menempelkan kepala penisnya disana. Meski sudah kehilangan
keperawanannya sejak lama dan sering melakukan seks bebas, Fanny
sangat memperhatikan perawatan tubuhnya termasuk daerah yang satu
ini sehingga ketika Pak Dahlan memasukkan penisnya ke sana dia
merasa sangat sempit. Dia mendiamkan sebentar penisnya setelah
berhasil melakukan penetrasi. Rasa hangat dan basah pada penisnya
yang dijepit vagina Fanny mendatangkan rasa nikmat baginya.
Ditatapnya ekspresi wajah mahasiswinya itu saat meresapi momen ini.
"Enak sekali Fan, masih sempit kaya perawan, emang kapan kamu
pertama kali ngeseks ?" tanya Pak Dahlan.
"Limabelas tahun Pak, waktu awal SMA dulu"
"Oh ya, sama siapa itu ?" tanyanya lagi.
"Mantan saya, udah lama putus aahh...!" desahnya karena begitu
menyelesaikan kata-katanya Pak Dahlan langsung menyentak
pinggulnya.
Sambil menggenjot Pak Dahlan menciumi bibir Fanny berulang-ulang.
Saat itu tiada batasan antara dosen dengan mahasiswi maupun
perbedaan ras, agama, dll yang ada adalah sepasang manusia yang
terlibat hubungan seks yang panas.
Fanny sangat menikmati sentuhan dan sodokan yang diberikan Pak
Dahlan yang seusia dengan ayahnya ini. Dia melingkarkan lengan
memeluk pria itu, kakinya juga dia lingkarkan pada pinggangnya
seperti tidak ingin dilepaskan. Pria ini melakukan persetubuhan
dengan kombinasi lembut dan kasar secara beraturan sehingga
membuatnya merasa diperlakukan seperti ratu, tidak seperti dua orang
tadi siang yang gayanya primitif dan kasar, namun bagaimanapun
baginya seks tetap sama, variasi apapun mempunyai kenikmatannya
tersendiri. Ketika sedang larut dalam persetubuhan itu dia agak kaget
saat melihat seraut wajah di jendela kaca yang terletak di atas pintu
masuk kamar. Wajah dengan mata sipit sebelah itu tak lain Thalib yang
tadi siang mengerjainya, karena sudah terbiasa Fanny pun membiarkan
orang itu mengintip persetubuhan dengan dosennya ini, Pak Dahlan
sendiri sepertinya tidak tahu karena dia membelakangi pintu. Tak lama
mereka berganti posisi, Fanny bertumpu dengan kedua lutut dan
sikunya, dari belakang Pak Dahlan kembali menjejali vaginanya dengan
penisnya. Mulut pria itu menceracau tidak karuan sambil meremas-
remas payudara Fanny.
"Uhhh...uhhh...bener-bener memek yang enak, goyangnya juga enak !"
katanya "lonte...berapa harga paling mahal buat nih memek hah...berapa
paling mahal pernah kamu jual ?" kata-kata yang tidak pantas
diucapkan seorang dosen itu terlontar begitu saja.
"Lima...ahh...lima juta !" sahut Fanny sambil mendesah, dia tidak
merasakan itu merendahkannya karena dia menganggap kata-kata
kotor itu hanyalah bumbu dari seks yang menambah nikmat aktifitas
ini.
Setelah kurang lebih duapuluh menit, erangan panjang keluar dari
mulut Fanny, tubuhnya mengejang dan tangannya mencengkram erat-
erat bantal yang dipeluknya. Kontraksi otot vagina dan cairan
kewanitaan yang menghangatkan penis Pak Dahlan membuatnya
semakin gencar menyodok vagina gadis itu. Tiga menit kemudian
diapun menyusul orgasme, penisnya ditekan dalam-dalam saat
menyemburkan spermanya. Mereka pun terbaring lemas bersebelahan.
Fanny menoleh ke samping ke arah jam weker yang kini menunjukkan
jam enam kurang sepuluh menit, langit pun sudah gelap. Lalu
dirasakannya tangan pria itu menggenggam tangannya.
"Bagus Fan...kamu kuat sekali, Bapak bener-bener puas" kata Pak
Dahlan.
Fanny tersenyum menanggapi pujian itu seraya menarik selimut
menutup sebagian tubuhnya karena dinginnya AC.
"Rokok ?" tawar Pak Dahlan menyodorkan sekotak Malboro padanya.
"Ngga...makasih Pak, lagi ngurangin" tolak Fanny sopan.
Pria itu menyulut rokoknya, mereka ngobrol-ngobrol sebentar sambil
mengumpulkan tenaga. Thalib sudah tidak nampak lagi di jendela sana.
"Kita makan malam dulu yah abis ini, udah gitu baru kita bicarakan
mengenai soal ujian itu, kamu pasti lapar kan" kata pria itu.
Fanny turun dari ranjang menuju ke kamar mandi, disana dia
membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan dan buang air kecil.
"Kamu pakai ini aja dulu, maaf disini nggak ada wanita sih, jadi baju
laki-laki semua" kata Pak Dahlan memberikan sebuah kemeja putih
bergaris-garis biru muda miliknya.
Fanny lalu memakai kemeja itu, pakaian yang kebesaran itu menutupi
tubuhnya hingga lutut ke atas sedikit, lengannya digulung hingga siku
karena kepanjangan, dibaliknya dia hanya memakai celana dalam.
Aroma badan bapak-bapak terasa pada kemeja itu.
"Dibuka sedikit gini...nah kan seksi, kamu memang cantik Fan !"
pujinya pada penampilan Fanny yang seksi itu dengan empat kancing
atas terbuka sehingga memperlihatkan sebagian dadanya.
Mereka turun ke bawah dan melihat Thalib sedang menonton 'Bajaj
Bajuri' di ruang tengah. Si bongkok itu terpana melihat penampilan
Fanny yang menyegarkan mata dengan rambutnya yang kini terurai.
"Makanannya sudah ?" tanya Pak Dahlan padanya.
"Udah beres semua Pak, masih hangat lagi" jawabnya.
Dengan gentleman Pak Dahlan menarikkan kursi untuk Fanny sebelum
duduk, lalu disendokkannya juga nasi untuknya. Lauknya berupa ikan
goreng, tempe bacem, dan capcay.
"Bisa makannya Fan ? maaf ya disini pria semua sih jadi masaknya
juga gitu-gitu aja, paling beli di luar kalau mau enak" kata pria itu
berbasa-basi.
"Enak kok Pak, lagian saya juga makannya gak macem-macem, takut
gendut hihihi" kata Fanny.
"Eh...udah jangan Fan, biar Pak Thalib aja !" kata Pak Dahlan ketika
Fanny hendak mengambil piringnya yang kosong dan mencucinya.
"Udah nggak papah kok, saya di kost juga biasa nyuci sendiri" Fanny
tetap mengambil piring bekas dosennya itu.
"Waduh jadi ngerepotin kamu aja Fan, ya udah Bapak ke atas dulu yah,
sakit perut nih sekalian mau ambilin soal ujiannya" pria itu pun
meninggalkan Fanny di ruang makan yang menyatu dengan dapur itu.
Fanny mencuci piring-piring dan gelas bekas itu di tempat pencucian,
sebentar saja dia sudah selesai karena hanya dua itu. Ditaruhnya
cucian itu pada tempat pengeringan lalu dia mencuci tangannya.
Ketika berbalik badan dia terkejut dan menjerit kecil karena
dibelakangnya ternyata Thalib telah berjongkok mengintip tubuhnya
lewat bawah, entah sejak kapan dia disitu.
"Ahh...ngapain sih Bapak ngagetin aja, ngapain sih !"
"Hehehe...cuma ngintip dikit kok, mau tau pake daleman atau ngga, eh
taunya pake yah" jawabnya cengengesan dengan wajah mesum
"kenapa gak dibuka aja Non biar adem ?"
"Jorok banget sih Pak ngomongnya !" Fanny cemberut dan berjalan
melewatinya.
"Ee-ee...tunggu dulu dong kok buru-buru gitu ?" kata Thalib
mencengkram lengan Fanny "saya mau tau yang atasnya pake daleman
juga ga hehehe !" seraya menyusupkan tangan lewat pinggir kemeja
yang kancingnya terbuka, payudaranya yang tidak pakai bra itu
langsung dipencet-pencet olehnya.
"Ih...jangan, lepasin Pak, lepasin...ntar Bapak ngeliat !" Fanny meronta
dan minta dilepaskan.
Namun dengan kasar Thalib malah mengangkat dan mendudukkan
Fanny di platform lapis marmer dekat tempat cuci piring itu. Kemeja
yang kebesaran itu dia peloroti sebatas dada hingga kedua payudara
Fanny menyembul keluar. Mulutnya lantas mengenyoti yang bagian kiri
dan tangannya meremas yang kanan. Nampaknya si bongkok ini
memang tergila-gila dengan payudara Fanny yang bulat seperti bakpao
itu, posturnya juga tegak dan kencang sehingga tidak heran kedua
daging kenyal itu memang sering jadi bulan-bulanan oleh siapapun
yang pernah mencicipi tubuhnya. Tangan Thalib yang satu lagi bekerja
di bawah mengelusi paha Fanny dengan lembut meresapi setiap
jengkal kehalusan kulit pahanya, elusannya naik hingga mencapai
selangkangan, disana tangannya menarik lepas celana dalamnya.
Fanny yang sudah mulai terangsang menggerakkan kaki membantu
celana itu melolosi kakinya.
"Pak...udah dulu, Bapak ntar lagi turun !"
"Nggak apa-apa kok Non, lagian sebentar aja kok" kata Thalib
mengeluarkan penisnya dari balik sarung dan menempelkannya pada
vagina Fanny.
Thalib menghujamkan penisnya hingga masuk dan menggenjotnya
dengan kecepatan tinggi. Fanny mendesah-desah dan makin erat
memeluk punggung bongkok Thalib.
"Udah makan kamu Lib ?"tanya Pak Dahlan yang kehadirannya tidak
mereka sadari.
"Iya...sebentar abis ini !" jawab Thalib sambil terus menggenjot Fanny.
Fanny agak heran juga ketika melihat reaksi dosennya yang bersikap
biasa saja melihat pembantunya berbuat demikian. Dia makin percaya
kalau si bongkok ini memang sering mendapat 'jatah sisa' dari
majikannya itu.
"Gila tuh dosen, pantes cerai ama bininya" demikian kata Fanny dalam
hati.
Mereka hanya melakukannya secara kilat, tidak sampai sepuluh menit
keduanya orgasme hampir berbarengan. Cairan hasil persenggamaan
mereka menetes sebagian pada marmer di bawah tubuh Fanny. Fanny
pun lalu turun dari situ sambil merapikan lagi kemejanya dan memakai
celana dalamnya. Thalib berjalan ke meja makan dan mulai makan.
"Gimana udah beres ? ayo duduk sini, sekarang Bapak kasih tau
soalnya ?" Pak Dahlan menyuruhnya duduk di sofa ruang tengah itu.
Mereka pun terlibat pembicaraan mengenai ujian, Pak Dahlan
memberitahu jawaban-jawaban soal yang akan diujikan itu pada
Fanny.
"Nah gimana? Kamu udah nangkap semua? Jangan bilang siapa-siapa
tentang ini yah, bahaya !" kata pria tambun itu.
Fanny mengangguk, kini dia sudah lega setelah menempuh jalan
pintas untuk melewati mata kuliah yang membuatnya pusing itu.
"Bapak dikasih apa nih udah gitu ?" tanyanya sambil cengengesan.
Fanny pun mendekatinya dan memberi kecupan di pipi kiri dan juga
kanan.
"Sini...sini belum !" katanya lagi sambil memonyongkan bibirnya.
Fanny pun mendaratkan ciuman ringannya ke bibir tebal itu, namun
begitu bibir Fanny menempel dia langsung memeluk gadis itu dan
menempelkan bibirnya lebih lekat ke bibir mungilnya. Kemudian dia
membuka celananya pendeknya sehingga penisnya yang telah
menegang keluar dan disuruhnya Fanny mengoralnya. Sambil
bersandar di sofa dan menonton TV dia menikmati sepongan Fanny.
Pria itu melenguh dan tangannya meraba-raba tubuh gadis itu,
sepertinya dia sudah tidak konsen dengan acara di TV karena saking
keenakannya.
"Ngapain disitu ? ayo sini, ikutan aja jangan ngintip-ngintip gitu !"
Pak Dahlan memanggil Thalib yang sedang mengintip adegan mereka
di pinggir tembok yang memisahkan ruang tengah dengan ruang
makan.
Karena sudah horny Fanny cuek saja dan membiarkan Thalib
bergabung dengan mereka. Malam itu dia dikerjai mereka berdua
habis-habisan sampai akhirnya dia harus menginap di rumah itu
karena lelah dan hari sudah terlampau malam. Dia tidur di kamar Pak
Dahlan bersama pria itu yang mendekap tubuhnya bagaikan guling.
"Akhirnya ga sia-sia gua ngelembur dulu, good bye deh ama pelajaran
edan ini" kata Fanny dua minggu kemudian setelah melihat hasil
ujiannya yang mendapat B+ lewat internet.
###########################

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.