Jumat, 06 Maret 2015

Nightmare Sidestory: Lesson from Joane

Kilatan cahaya dan kelap-kelip lampu disco yang mengikuti irama
musik underground memenuhi dance floor tempat para muda-mudi
asyik melewati malam dengan berdansa, minum alkohol, ngobrol-
ngobrol, dan kegiatan lainnya. Sebagian besar yang hadir malam itu
adalah mahasiswa/i karena malam itu sedang acara campus nite. Di
tempat clubbing elite itu mereka bersantai dan melupakan sejenak
kesibukan dan stress mengenai masalah kuliah. Diantara mereka yang
bergoyang mengikuti irama musik nampak Joane, Devi, serta beberapa
teman wanita dan pria mereka. Setelah puas bergoyang Joane kembali
ke sofa tempat teman-teman lainnya berkumpul, ia pun bersulang
segelas kecil Jack Daniels. Ia nampak seksi malam itu dengan tank top
kuning dan rok mini putih yang memamerkan pahanya, Ia pun larut
dalam canda tawa dengan mereka, kadang untuk mengobrol mereka
harus agak berteriak mengimbangi dentuman-dentuman speaker yang
bising itu.
"Loh, Jo...bukannya itu si Yogi !" sahut Anna, seorang temannya.
"Hah ?? apa ?" tanyanya agak keras.
"Yogi...cowok baru lu tuh !" Anna mengeraskan suara sambil menunjuk.
Joane menengok ke belakang ke arah yang dimaksud temannya,
senyuman di wajahnya mendadak hilang. Matanya memandang tajam
ke arah seorang pria berambut spike yang sedang baru duduk di sofa
lalu merangkul seorang gadis cantik, mereka sepertinya begitu akrab
sampai-sampai si cewek mengecup pipinya begitu dia duduk.
"Bangsat !" makinya dalam hati sambil bangkit berdiri dengan tangan
terkepal kuat.
Seorang temannya memegang pergelangan tangannya bermaksud
menahan, namun ia menyentak tangannya dan tetap berjalan
menghampiri pria itu. Orang-orang yang berkumpul di sofa itu
memandang ke arahnya, begitu juga pemuda berambut spike yang baru
datang itu, ia kaget dan langsung menurunkan tangannya dari bahu
gadis itu begitu melihat Joane sudah berdiri disitu sambil melipat
tangan, lalu ia segera membuang muka dan meninggalkan mereka.
Seperti yang diharapkan, pria itu mengikutinya keluar ruangan. Joane
menghentikan langkahnya di dekat toilet yang agak sepi dan jauh dari
hingar bingar musik.
"Dasar laki-laki brengsek, lu tau kan gua paling gak suka diboongin !"
ia langsung menyemprotnya dengan marah.
"Jo...Jo...please denger dulu dong, kita tuh emang abis bicarain urusan
kerja, udah gitu baru temen-temen gua ngajakin ke sini" Yogi berusaha
menjelaskan sambil meletakan tangan ke bahu Joane yang mulai
uring-uringan.
"Terus cewek itu nyium lu juga disuruh temen lu? iya !?"
"Aduh Jo, itu kan cuma gitu aja...lagian dari sebelum jadian kita duaan
juga udah ga perawan ini kan ?"
"Cuma gitu aja hah lu bilang !" Joane benar-benar marah mendengar
jawaban itu, minta maaf pun tidak malah masih membela diri. Ia
menepis tangan pemuda itu dari bahunya, lalu menamparnya dan
berlari meninggalkannya.
Dengan hati hancur ia berlari ke mobilnya di basement parkir. Begitu
masuk dan menutup pintu, ia mengeluarkan ponselnya dan menulis
SMS, 'Dev,ntar u sama si Anna plg ikut yg lain aja yah, sori gw hrs plg
duluan'. Setelah mengirim SMS itu ia menghidupkan mesin mobil dan
menjalankannya. Sepanjang pejalanan pikirannya nerawang sampai
diteriaki 'goblok' oleh seorang pengendara motor karena menyalip jalur
dengan kecepatan tinggi. Untuk kesekian kalinya ia kembali menelan
pil pahit dalam berpacaran. Memang ia mengakui dirinya bukanlah
wanita baik-baik, ia seorang ayam kampus yang pernah terlibat
macam-macam petualangan seks, namun setidaknya selama ini ia
tidak pernah berbohong pada para pria yang menjadi pacarnya. Pada
mereka yang pernah menjalin hubungan kasih dengannya ia selalu
mengakui latar belakangnya yang suram dan kalau mereka mau
menerima apa adanya ia akan berusaha memperbaiki diri. Namun
selama ini kebanyakan laki-laki itu hanya menginginkan tubuhnya
sehingga ia sudah terbiasa disakiti dan makin terjerumus dalam
kehidupan yang kelam, terlebih ia kini telah menjadi budak seks Imron,
si penjaga kampus bejat itu. Sebulan lalu ia baru saja mencoba
hubungan serius dengan Yogi, eksekutif muda itu, yang berhasil
menundukannya. Pemuda itu menjanjikannya segudang harapan bahwa
ia menerima dirinya yang telah kotor itu apa adanya dan bersama
mereka akan menghadapi masa depan yang lebih baik. Di pundak
pemuda itu, Joane telah menaruh harapan besar tentang hari depannya
setelah lulus nanti dan lepas dari cengkraman Imron. Namun baru
sebulan saja janji-janji itu hanya tinggal janji, persis janji-janji para
politikus setelah memenangkan kampanye, semua pria sama saja,
hanya pintar mengobral janji dan bermanis mulut.
Sampai di kamar kostnya ia langsung membanting tubuhnya ke
ranjang, dipeluknya bantal guling sambil menangis sejadi-jadinya. Pria
itu bahkan belum menelepon untuk setidaknya minta maaf. Tak lama
kemudian ia tertidur kelelahan tanpa sempat berganti pakaian. Ia baru
bangun pagi hari jam sepuluh ketika matahari menerangi kamarnya.
Setelah menyesuaikan matanya yang baru menyesuaikan diri dengan
cahaya, ia turun dari ranjang dan melepaskan pakaiannya hingga bugil
lalu memasuki kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya. Di kamar
mandi, ia memutar kran dan mengucurlah air dari shower membasahi
tubuhnya. Sambil menyabuni tubuhnya, dalam pikirannya masih
terbayang-bayang kejadian semalam, apa gerangan yang sedang
dilakukan lelaki itu sekarang, pasti ia juga baru bangun setelah tidur
seranjang dengan gadis itu atau mungkin sekarang mereka sedang
meneruskan babak selanjutnya di kamar mandi. Tapi...ah sudahlah
ngapain juga harus memikirkan seperti itu terus, ini memang bukan
pertama kalinya, tapi entah sampai kapan akan ada lelaki baik yang
bukan hanya menginginkan tubuhnya dan serius mencintainya.
Sebagai ayam kampus ia juga tidak berharap terlalu muluk untuk
mendapatkan lelaki yang perfect, penampilan tidak terlalu pentinglah,
kekayaan pun ya bisa ditempatkan di nomor sekianlah karena
keluarganya termasuk sangat berkecukupan, yang diperlukannya
hanyalah kasih sayang tulus dan perhatian yang tidak pernah didapat
dari orang tuanya sejak kecil, mereka selalu sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing dan seringkali bertengkar bahkan tidak
jarang di depan dirinya. Mamanya yang lebih sayang pada adik laki-
lakinya sering mencubit dan memukulnya bila berbuat salah.
Kurangnya kasih sayang dan perhatian inilah yang membuat Joane
menjadi rusak. Sejak kehilangan keperawanan pada umur 16 tahun,
hidupnya semakin tak karuan, terlebih saat itu ia telah tinggal di kost
jauh dari keluarga. Ia mulai menjual diri dan kecanduan seks, predikat
wanita nakal mulai melekat pada dirinya. Sebenarnya dalam hati kecil
Joane, ia pun ingin merasakan cinta yang tulus dan kelak membangun
keluarga bahagia, ia juga senang sekali dengan anak kecil, hal ini
nampak dari hubungannya dengan keponakannya yang masih balita, ia
begitu akrab bermain-main dengan mereka. Kepolosan dan kelucuan
merekalah yang dapat membuatnya seperti meneguk setetes
kebahagiaan di tengah hidupnya yang kelam. Sebagai manusia tentu ia
tidak ingin berkubang dalam lumpur dosa selamanya, beberapa kali ia
mencoba memperbaiki diri setiap ada lelaki yang dianggapnya benar-
benar mencintainya, namun beberapa kali pula mereka
mengecewakannya sehingga membuatnya terjerumus makin dalam.
Sejak Yogi menyatakan cintanya sebulan lalu ia telah mengurangi
merokok dan menolak seks dengan pria lain selain pemuda itu dan
tentu saja Imron yang telah menguasainya. Dengan segala rayuan
gombalnya mampu membuat Joane yakin dialah 'sang prince
charming' yang selalu dinantinya, terlebih keduanya memiliki latar
belakang yang sama-sama kelam, Joane telah mendukung pemuda itu
dalam usahanya lepas dari ketergantungan alkohol dan kesukaannya
main perempuan. Ia melihat keseriusan pemuda itu yang mulai
mengurangi minum dan tidak main perempuan, sehingga ia pun mulai
memperbaiki diri juga, ia tidak lagi menerima panggilan untuk menjual
tubuh dan meredam nafsunya yang liar dengan berolah raga dan
kegiatan positif lainnya. Panggilan dari Imron adalah perkecualian
karena si monster pemangsa wanita itu telah menjeratnya, ia hanya
berharap segera lulus sehingga lepas darinya seperti yang dijanjikan
Imron bahwa korbannya baru bisa lepas setelah lulus atau minimum
dua tahun menjadi budaknya sambil menunggu mangsa baru dari
angkatan berikutnya, pria itu selalu mengancam bila keluar dari
kampus itu sebelum waktunya ia akan membeberkan foto-foto
memalukan korbannya. Sepuluh menit kemudian, Joane menyudahi
mandinya, ditutupnya kran hingga air berhenti mengalir. Ia mengelap
tubuhnya yang basah dengan handuk lalu keluar dari kamar mandi
sambil mengeringkan rambutnya. Hari itu adalah hari Minggu, jam
sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang seperempat. Ia membuka
lemarinya untuk mengambil pakaian, dipilihnya pakaian yang santai
berupa sebuah kaos pink tanpa lengan dan bawahannya hot pants
yang sangat pendek sehingga mengekspos paha rampingnya yang
putih mulus.
Setelah berpakaian ia mengambil ponselnya, hanya ada satu SMS yang
masuk sejak semalam yaitu dari temannya, Devi. Isinya, 'Jo, u gpp
kan ? j5 sore ini kta jln2 ke mall aja yah, biar kita fun dikit'. Joane
membalas SMS itu sambil berjalan keluar kamarnya untuk
menggantung handuknya yang basah di jemuran. Ketika berjalan ke
tempat jemuran, karena matanya melihat ke layar ponsel, ia hampir
bertabrakan dengan Mumun, si kacung kost yang baru berusia 14
tahun yang biasa kerjanya bersih-bersih, membelikan barang titipan
penghuni kost, atau pekerjaan-pekerjaan ringan lainnya. Ia bekerja
disini membantu ibunya, Mbak Sarti, karena tidak punya biaya untuk
meneruskan sekolah. Mbak Sarti sendiri lebih sering berada di rumah
ibukost yang letaknya berdekatan dengan kost itu. Anak itu berambut
cepak dan kurus, kulitnya gelap karena sering terkena panas matahari,
dibanding Joane tinggi anak itu baru sebatas mulutnya, sifatnya
pendiam dan pemalu. Joane tersentak pelan lalu mengelus dada
karena agak terkejut anak itu hampir menabraknya dari samping, ia
sedang mengepel lantai saat itu.
"Maaf Non" ujarnya sambil tetap menunduk dan meneruskan
pekerjaannya.
Setelah menggantungkan handuknya di jemuran Joane langsung
berbalik kembali ke kamarnya. Diam-diam Mumun memandangi
sosoknya yang seksi itu, pria mana yang tidak menelan ludah melihat
tubuhnya yang ramping itu dengan kostum yang minim, pahanya yang
mulus membuat orang bernafsu membelainya, hotpants yang pendek
dan ketat itu mencetak bentuk pinggulnya yang bulat indah.
Sebenarnya Joane pun merasa dirinya sedang dipandangi, namun ia
santai saja karena tatapan nakal pria bukan hal yang asing baginya.
Joane menyalakan TV lalu duduk berselonjor di ranjang sambil
menonton. Tangannya meraih sekotak rokok A-Mild dan
menyelipkannya sebatang diantara bibirnya yang indah. Pikirannya
tentang pria itu masih terngiang-ngiang di benaknya walau ia
berusaha melupakannya.
"Dasar laki-laki, dimana-mana sama aja! Di depan mulutnya manis, di
belakang selingkuh, emangnya gua ga bisa gitu apa ?!" marahnya
dalam hati sambil mengepulkan asap dari mulutnya.
Dalam kemarahannya, pikiran nakal melintas di benaknya, tiba-tiba
saja ia teringat pada Mumun, si bocah pembantu kost yang barusan
berpapasan dengannya. Ia ingin menggoda anak itu sebagai
pelampiasan kekesalan terhadap pria yang telah mengkhianatinya.
Nuraninya sempat berbicara sebentar, bagaimanapun ia telah berusaha
memperbaiki diri apakah harus mengotorinya lagi demi membalas
dendam ? Maka ia pun memendam hasrat itu sementara sambil
menunggu pria itu menghubunginya lewat ponsel setidaknya untuk
meminta maaf. Namun dua puluh menit ia menunggu tidak pria itu
belum juga menelepon ataupun meng-SMSnya. Sungguh pria itu
mengecewakannya, ia sama saja dengan yang lainnya, tidak pernah
mencintainya dengan tulus. Habis sudah kesabarannya, sisi liar dalam
dirinya mulai menggeliat, ia memutuskan untuk merayu anak itu.
Setelah menghabiskan rokoknya yang kedua ia turun dari ranjang dan
melepaskan bra yang dipakainya lalu keluar mencari anak itu. Suasana
kost pada hari Minggu seperti ini biasanya lenggang karena
kebanyakan penghuninya kelau tidak ke gereja ya bermain di luar.
Irama musik rap terdengar dari sebuah kamar yang tertutup dan di
kamar lain yang pintunya terbuka setengah nampak dua orang pemuda
sedang asyik main Winning Eleven di PS2. Joane mendapati Mumun
sedang menonton TV di ruang tamu kost itu.
"Mun...Mumun, bisa ke kamarku bentar ga? Ada perlu nih" ajaknya.
Joane naik terlebih dulu sementara Mumun mematikan TV. Ia
menunggu kedatangan anak itu dengan jantung berdebar-debar. Tidak
sampai semenit, Mumun sudah menyusul ke kamarnya.
"Ada apa Non ?" tanyanya canggung.
"Ayo masuk aja" ajaknya, "itu tolong kamu bukain tutup botol di meja
itu, keras banget" katanya sambil menggerakan wajah ke arah botol
Coca-cola Diet di atas meja yang kebetulan masih baru dan belum
dibuka.
Ia menjatuhkan pantatnya di ranjang setelah menutup pintu dan diam-
diam menggeser grendelnya. Dengan mudah Mumun memutar tutup
botol itu hingga terbuka.
"Udah Non, ini !" katanya seraya menyodorkan pada gadis itu.
"Makasih ya, ayo sini minum dulu" tawar Joane sambil menuangkan ke
gelas.
Anak itu menerima sambil tertawa malu-malu, mereka pun meneguk
minuman di gelas masing-masing. Sambil minum, diam-diam matanya
terus tertuju pada paha Joane yang indah dan dadanya yang agak
rendah. Tingkahnya yang kikuk itu membuat Joane makin suka
menggodanya.
"Eeenngg...udah Non, terima kasih ya, saya pergi dulu !" ucapnya
seraya meletakkan gelas itu dimeja.
"Eh, sebentar Mun, kenapa gak temenin aku dulu sini, kita kan
kebetulan lagi sendirian nih" kata Joane sambil menepuk tempat di
sebelahnya.
Mumun makin salah tingkah karena tingkah genit gadis itu, wajahnya
tertunduk tidak berani memandang wajah gadis itu yang sedang
tersenyum nakal.
"Heh, kenapa ? kok bengong gitu sih ? sini dong...santai aja aku gak
bakal ngegigit kok" ujar Joane sambil meraih pergelangan tangan anak
itu dan mendudukannya di sebelahnya.
"Kamu udah berapa lama kerja disini Mun ?" tanyanya membuka
percakapan.
"Baru setaun sih Non, abis gak cukup biaya nerusin ke SMP, ya udah
sama Mak disuruh kerja aja deh" jawabnya jujur.
"Terus kamu betah kerja disini Mun ?" tanyanya lagi.
"Mmmm...ya betah juga sih Non, orang-orang disini baik-baik, ada
juga sih yang agak sombong tapi gak banyak"
Joane tersenyum mendengar jawaban polosnya, pemalu sekali anak ini
pikirnya sehingga ia makin tertantang.
"Kalau aku Mun, termasuk yang mana nih, yang baik atau yang
sombong"
"Yah kalau Non sih baik banget, mau ngebagi Coca-cola ke saya gitu
masa ga baik sih hehe" jawabnya sambil mengelus kepala yang
semakin menampakan keluguannya.
"Hehehe...dasar kamu ah, ini lagi ngegoda aku yah ?" Joane tertawa
renyah sambil mencolek lengan anak itu.
"Nggak Non, bener kok Non baik makannya saya omong terus terang"
"Ya udah sekarang kamu yang nanya dong Mun, masa dari tadi aku
yang tanya terus sih"
"Eerrr...tanya apa Non ?" katanya "Mumun bingung mo tanya apa?"
"Apa aja lah, kan kita lagi ngobrol-ngobrol santai ini"
Walaupun sejak tadi tidak berani bertatap muka dengan Joane, namun
mata anak itu selalu saja mencuri-curi pandang tubuh gadis itu,
jantungnya deg-degan dan tak terasa penisnya menggeliat karenanya.
"Non...Non asalnya dari mana, kok logatnya agak Jawa-Jawa gitu ?"
tanyanya
"Dari Semarang Mun, kamu pernah kesana ?" jawabnya tersenyum.
"Oohh...ga pernah sih" jawab anak itu menggeleng, "terus Non udah
berapa lama disini"
"Ya dari kuliah aja, dua tahunan lah"
Setelah sepuluh menitan ngobrol-ngobrol, rasa canggung Mumun
mulai berkurang apalagi Joane kadang mengajaknya bercanda
sehingga mau tidak mau anak itu ikut tersenyum. Ia mulai berani
mengangkat wajah menatap lawan bicaranya yang cantik itu. Tampak
anak itu menelan ludah melihat puting Joane agak tercetak di balik
tank kaosnya.
"Non udah punya pacar belum ?" tanyanya tiba-tiba membuat Joane
terdiam sejenak.
"Belum" jawabnya singkat.
"Masa belum sih Non, Non kan cantik masa belum ada yang mau ?"
tanyanya polos.
"Bener, emang belum kok, kalau kamu sendiri Mun ?" Joane balik
bertanya
"Ya belum lah Non, saya kan masih kecil hehe" jawabnya sambil
garuk-garuk kepala, "eeh, Non mo tanya juga nih, kalau pacaran itu
emangnya ngapain aja sih ?"
Joane tersenyum lagi, kepancing juga nih anak pikirnya, Mumun
sendiri merasa Joane semakin manis dengan senyumnya itu sehingga
dia senang memandanginya terlebih dengan pakaian yang minim
seperti itu.
"Ehm, gimana yah jawabnya, ya intinya sih antara pria dan wanita
saling mendekati gitulah misalnya jalan bareng, nonton bareng, makan
bareng, nah dari situ timbul deh perasaan diantara mereka jadi makin
mendalami pasangan masing-masing" kata Joane menjelaskan.
"Oohh gitu yah Non, kayanya asik juga yah Non" katanya mangut-
mangut, "terus Non kalau yang namanya ngentot itu kaya gimana
Non?"
Joane agak terkejut mendengar pertanyaan terakhir anak itu, tapi
sekaligus senang juga, ini berarti umpan yang dilemparnya sudah
semakin mengena.
"Kamu...kamu denger itu darimana Mun ?" tanyanya, ia melihat wajah
anak itu sepertinya polos sekali waktu bertanya demikian, tidak
tampak sedikitpun ekspresi mupeng.
"Ya itu Non, Mumun sering denger orang ngobrol-ngobrol di warung
gitu, terus dari temen juga, katanya ntar kalau udah kawin kita tuh
harus ngentot" katanya dengan lugu, "terus mereka bilang ngentot tuh
enak, tapi saya ga dijelasin gimana, masih kecil katanya"
"Ok deh Mun, aku mau ngajarin kamu tentang apa itu ngentot, tapi
kamu gak boleh cerita ke siapa-siapa, janji ?" Joane semakin bergairah
karena itulah yang diharapkannya.
"Wah, bener nih Non, iya Mumun janji kok gak bakal ngomong ke
siapa-siapa !" katanya antusias karena kepenasarannya sebentar lagi
terjawab.
"Jadi gini Mun, ngentot itu bisa dibilang proses antara sepasang
cowok sama cewek saling melepas nafsu birahi dengan berhubungan
badan"
"Mmm, apa maksudnya tuh Non, ngelepas nafsu misalnya gimana ?"
tanyanya belum terlalu mengerti.
Joane tersenyum sambil menggeser duduknya makin mendekati anak
itu, selain itu digenggamnya juga tangan anak itu membuatnya
semakin grogi.
"Nah prakteknya gini Mun, apa yang kamu rasain sejak berduaan sama
aku tadi sama sekarang juga waktu berdekatan gini ?" tanyanya.
"Eeengg...ya deg-degan gitu Non, agak grogi jadinya" jawabnya.
"Kamu tau kenapa kamu ngerasa gitu ?" tanyanya lagi.
"Ya gimana ya...abis, abis Non kan cantik, seksi lagi jadi saya deg-
degan" jawabnya gugup.
"Terus anu kamu tegang ga?" tanyanya yang dijawab anak itu dengan
anggukan, "Nah itu yang namanya birahi, nah...terus kalau gini
rasanaya gimana Mun ?" Joane meletakkan tangan yang digenggamnya
itu di atas paha mulusnya.
"Mulus Non, kulit Non bagus banget !" jawab anak itu.
Joane mengusapkan tangan itu pada pahanya, ia merasakan darahnya
berdesir dan tangan anak itu gemetaran. Muka anak itu memerah malu
walau ia merasakan sesuatu dalam dirinya yang menggelegak, suatu
perasaan yang luar biasa namun tidak bisa diungkapkannya dengan
kata-kata.
"Kamu pasti belum pernah pegang-pegang cewek ya Mun ?" tanyanya
nakal.
"Be...belum Non, mana berani saya" terlihat sekali ia semakin gugup.
"Kalau liat cewek telanjang ?"
"Pernah sih, tapi nggak sengaja di kampung dulu, lewat di sungai eh
ada yang mandi, pernah juga sih ga sengaja mergokin emak saya
mandi, itu juga ga sengaja" jawaban yang benar-benar apa adanya
tanpa dibuat-buat.
Joane tertawa dalam hati melihat keluguan anak itu, seumur-umur
baru pernah dia menggoda yang masih hijau dan usianya hampir tujuh
tahun jauh dibawahnya seperti si Mumun ini. Seru juga nih sama yang
bau kencur gini, nambah pengalaman, begitu katanya dalam hati.
"Mun, kamu berani nggak bukain bajuku ?" tantang Joane.
"Aduh...yang bener Non, Mumun malu nih" wajahnya tersipu-sipu.
"Yee...gapapa lagi, kan katanya mau diajarin ngentot, ya harus
telanjang dulu dong !" katanya sambil meletakkan tangan anak itu di
ujung bawah bajunya. "ayo Mun, angkat ke atas dong !"
Setelah didesak terus Mumun pun mengangkat kaos itu perlahan-
lahan, Joane sendiri mengangkat tangannya membiarkan kaos itu lolos
dari tubuhnya. Mata Mumun yang belo itu terlihat seperti mau keluar
memandang tubuh Joane yang sudah setengah telanjang itu yang
tinggal memakai hotpants saja. Tubuh itu begitu putih mulus tanpa
cacat dengan payudara 34B nya yang mancung serta perutnya yang
rata karena rajin berolahraga. Ketika Mumun sedang terbengong tanpa
bisa mengucapkan sepatah katapun, Joane meraih tangannya dan
meletakkannya pada payudaranya. Tangannya gemetaran ketika
pertama kalinya menyentuh gundukan daging kenyal itu. Dibimbingnya
tangan itu membelai dan meremas payudaranya yang montok itu.
"Mmhh...gitu Mun, remas pelan-pelan, rasain putingnya ngeras"
katanya sambil membimbing tangan Mumun yang satunya membelai
tubuhnya.
Joane memejamkan mata menikmati belaian tangan bocah pembantu
kostnya itu, belaian itu kadang terkesan ragu-ragu tapi sangat
mengusik birahinya.
Joane kemudian menaikan satu kakinya di pangkuan Mumun dan
merangkul bahunya, tangan bocah itu juga ia lingkarkan pada
tubuhnya. Wajah mereka sangat dekat sekali sampai hidungnya
bersentuhan, Mumun dapat merasakan hembusan nafas gadis itu
menerpa wajahnya.
"Kamu senang kan Mun ?" tanyanya dengan suara mendesah yang
dijawab bocah itu dengan anggukan, "sekarang buka mulut yah,
jangan ditutup, aku mau ajarin kamu ciuman"
Bibir keduanya saling berpagutan, Joane dengan agresif memainkan
lidahnya di dalam mulut Mumun, ia menyapu langit-langit mulutnya
dan mendorong-dorong lidah anak itu dengan lidahnya. Mumun pun
tergerak untuk ikut memainkan lidahnya membalas lidah gadis itu yang
seolah mengajaknya ikut menari. Sambil berciuman dengan penuh
gairah tangan anak itu mengelusi punggung Joane yang mulus dan
hangat. Joane merasakan pahanya yang dipangkuan anak itu
menyentuh benda keras di selangkangannya. Beberapa saat kemudian
mereka melepas ciuman setelah merasa nafasnya memburu dan butuh
udara segar. Kemudian Joane berdiri di depan Mumun yang masih
melongo dan melepaskan pakaian terakhir yang tersisa di tubuhnya, ia
menurunkan sekaligus hotpants beserta celana dalam di baliknya.
Mumun terpana menatap pemandangan indah di depan matanya itu,
mata besarnya itu tak berkedip menatap kemaluan Joane yang
ditumbuhi bulu-bulu hitam yang lebat.
"Ayo Mun, kamu juga buka baju" kata Joane menyentuh bagian bawah
kaos lusuhnya.
Mumun mengangkat tangannya, ia pasrah membiarkan gadis itu
melucuti pakaiannya walau masih tegang. Setelah melemparkan kaos
itu ke belakang, Joane menyuruhnya berbaring di ranjangnya.
"Ayo cepet, tunggu apa lagi !?" katanya tidak sabaran karena anak itu
bengong saja.
Mumun pun berbaring telentang di ranjang itu, tidak tahu apa lagi
yang harus dilakukannya karena dia sama sekali buta soal seks,
bahkan nonton film bokep atau lihat gambar porno saja belum pernah.
Memang di usianya yang mulai puber itu ada rasa senang ketika
melihat gadis-gadis penghuni kost itu lalu-lalang dengan pakaian
yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh mereka, tapi ia sendiri tidak
tahu mengenai perasaan yang disebut 'birahi' itu. Anak itu kaget dan
menahan celana pendeknya ketika Joane hendak menurunkannya,
namun tangannya segera ditepis gadis itu yang terus menurunkan
celana itu hingga lepas. 'Wew' serunya dalam hati melihat penis anak
itu yang sudah tegang, ujungnya sudah disunat dan berbentuk seperti
helm, memang ukurannya tidak sebanding dengan pria-pria dewasa
yang pernah terlibat seks dengannya, namun lumayan juga untuk
ukuran anak seusianya. Joane merunduk dan menggerakan tangan
untuk menggenggam penis itu.
"Eh...Non, jangan ah !" katanya sambil menutupi penisnya dengan
telapak tangan.
"Kenapa sih lu, katanya mau diajarin !" Joane jadi agak sewot "kalau
cerewet terus ya udah, sana pake baju keluar!" dengan kesal ia
menggeser tubuhnya ke tepi ranjang dan memunggungi anak itu,
tangannya meraih hotpants dan celana dalamnya yang diletakkan di
kursi dekat situ. Namun tiba-tiba ia merasakan sepasang lengan kurus
memeluknya dari belakang.
"Non, jangan marah dong, Mumun minta maaf, Mumun kan tegang baru
pertama kali"
kata anak itu memelas.
Joane sengaja diam tak berkata apa-apa sehingga anak itu terus
memohon dengan mengguncang-guncang tubuhnya. Dalam hati ia
tersenyum melihat reaksinya yang seperti anak-anak minta permen itu.
Ia pun menengokan wajah memandang wajah anak itu lalu berkata,
"Iya, iya kali ini aku ampuni, tapi janji jangan banyak bacot lagi"
"Iya Non, Mumun janji kok bakal nurut ke Non aja" jawabnya dengan
penuh harap.
Maka Joane pun menyuruhnya kembali berbaring dan dituruti tanpa
pikir panjang oleh bocah itu. Joane kembali ke posisinya semula
berlutut di samping anak itu, ia merunduk dan menggenggam penis
itu. Tangannya yang lembut dengan jari-jari lentik mulai mengusap
batang itu. Mumun memejamkan mata dan menelan ludah menikmati
usapan lembut itu.
"Pernah Mun ininya diginiin ?" tanya Joane yang hanya dijawab
dengan gelengan kepala.
"Pakai tangan sendiri juga belum ?" tanyanya lagi.
"Pakai tangan sendiri, emang buat apa Non, tapi iya juga enak sih
tititnya dikocok-kocok gitu" jawaban itu membuat Joane tersenyum
geli sambil terus mengocok penis itu.
Anak itu mendesah dan tubuhnya berkelejotan ketika Joane pertama
kali mendaratkan bibirnya mengecup kepala penisnya, lidahnya lalu
menyusul menjilati bagian yang bersunat itu sambil tangannya memijat
pelan buah zakarnya. Tak lama kemudian Joane sudah memasukan
penis itu ke dalam mulutnya. Anak itu meremas-remas sprei dan
mendesis merasakan hangatnya ludah gadis itu menyelubungi
penisnya serta hisapan dan jilatannya yang berpengalaman itu.
"Aduh Non...sshhh...Mumun gak tahan...enakhh !" desahnya.
Sungguh sebuah sensasi luar biasa yang baru pernah dirasakannya
dimana penisnya diemut-emut seorang gadis cantik seperti Joane.
Terkadang Joane menggerakkan matanya untuk melihat reaksi anak
itu, tatapan matanya saat itu membuat Mumun tak sanggup berlama-
lama memandangnya. Tak lama kemudian saat kepala penis Mumun
bersentuhan dengan daging lembut di langit-langit tenggorokan
Joane, menyemprotlah spermanya tanpa terbendung. Tubuh anak itu
menegang sambil menggigiti bibir bawahnya, kenikmatan ini tak
terlukiskan dengan kata-kata, ia merasa seperti sedang kencing, tapi
bukan kencing entah perasaan apakah ini namanya, demikian pikirnya.
Penis itu banyak sekali mengeluarkan sperma yang langsung dihisap
Joane dengan teknik menyedotnya yang telah membuat banyak pria
serasa terbang. Meskipun cairan putih yang keluar cukup banyak
namun tak setetespun keluar dari mulutnya, Joane mengisapnya
hingga tetes terakhir dan penis itu menyusut dalam mulutnya.
"Gimana Mun, enak gak barusan ?" tanyanya begitu melepas penis itu
dari mulutnya.
"Uenak banget Non, duh baru pernah ngerasain yang ginian" katanya
puas.
"Itu tadi namanya orgasme, kalau udah sampai di puncak kenikmatan
ya gitu tuh rasanya" Joane menjelaskan sambil membaringkan
tubuhnya menyamping di sebelah anak itu.
"Oohh...ngerti jadi waktu kita orgasme itu kita ngeluarin pipis kaya tadi
itu ?"
"Aduh Mun itu bukan pipis" Joane memutar mata dongkol, "cape
deh !" katanya dalam hati, "tadi yang keluar itu namanya sperma, itu
tuh yang bikin perempuan hamil kalau lagi subur Mun, aduuh"
"Sini, aku ajarin yang lain lagi !" suruhnya seraya menelentangkan
tubuhnya dan menarik tangan anak itu sebelum dia harus memberi
kuliah biologi padanya.
Diletakkannya tangan anak itu diatas kemaluannya yang berbulu lebat
dan tangan satunya di payudaranya. Ia membimbing tangan Mumun
pada vaginanya untuk membelai dan memasukkan jarinya memasuki
liangnya.
"Gimana rasanya dibawah sana Mun ?"
"Hangat Non, becek-becek juga"
"Coba masuk lebih dalem lagi cari daging yang aahh !" desah Joane
karena saat itu jari Mumun menyentuh klitorisnya yang sensitif.
"Oh, Non sakit yah, maaf Non, maaf !" katanya sambil mengeluarkan
jarinya dari vaginanya.
"Heh siapa suruh keluarin ?" bentaknya memegangi lengan anak itu,
"itu tadi yang namanya klitoris, titik sensitifnya cewek, coba kamu
gosok pelan-pelan, yahh...ahhh...gitu"
"Jadi diginiin enak yah Non" kata Mumun tersenyum dan
menggosokkan jarinya pada daging kecil itu.
Mumun kini telah menindih tubuhnya, mulutnya mengisap dan
menjilati payudaranya sementara tangannya terus mengorek-ngorek
vaginanya. Tanpa harus dibimbing lagi anak itu mengenyoti payudara
montok Joane sampai pipinya kempot, lidahnya juga menyapu-nyapu
putingnya menyebabkan Joane makin terangsang. Ia memegangi
kepalanya dan menekan-nekan wajahnya ke payudaranya seolah
memintanya terus melakukannya.
"Iyah Mun...terushh...gitu enak...ahhh...aahhh !" desahnya.
"Mun...Mun !" panggilnya menepuk-nepuk kepala Mumun yang sedang
asyik menyusu, "udah dulu disitu, sekarang kamu jilatin memekku
pakai cara ciuman yang tadi kuajari"
Mumun menurut saja apa yang disuruh Joane, ia menggeser tubuhnya
ke bawah. Aroma kewanitaan yang harum karena rajin dirawat itu
langsung tercium oleh Mumun begitu Joane membuka pahanya.
"Ayo Mun, jilati sepuasmu !" pintanya.
Mumun mulai menjilati bibir vagina Joane yang sudah basah, mula-
mula ia agak canggung melakukannya namun lama-lama dengan
dibimbing Joane ia semakin menikmati tugasnya.
"Iyah, disitu Mun, mmmhh...iyah disitu !" desahnya sambil
mengarahkan Mumun menjilat daerah yang tepat.
Sedikit demi sedikit lidah Mumun mulai terlatih dalam melakukan oral
seks. Lidah itu menyapu bibir vaginanya dan menggelitik klitorisnya
sampai Joane menggeliat-geliat dan mendesah nikmat. Mumun sangat
menikmati sari kewanitaan yang terus keluar dari vagina itu. Sedang
enak-enaknya menikmati jilatan Mumun, tiba-tiba HP yang terletak di
meja sebelah berbunyi.
"Terusin aja Mun, santai aja jilatinnya yah" katanya seraya meraih
HPnya, ternyata yang menelepon temannya, Devi.
"Jo, kalau kita keluarnya jam dua aja gimana ? soalnya sorenya gua
ada acara nih!" kata Devi di seberang sana.
"Jam dua, ya boleh juga lah, lu yang jemput gua kan?"
"Iya, ni hari gua aja yang bawa mobil, Jo lu gapapa kan kemaren ? kita
udah watir loh sama lu, takutnya gimana-gimana gitu"
"Tenang aja lah Dev, udah biasa gua, yah ntar juga biasa lagi kok
sshhh !" Joane menjawab telepon itu dengan nafas berat sambil
menggigit bibir.
Joane harus melayani obrolan di telepon dengan Devi dalam keadaan
vagina dijilati oleh Mumun. Lidah anak itu bergerak makin liar
membuat gairah Joane semakin bergolak sehingga terkadang kata-
katanya bergetar atau disertai desahan.
"Jo...lu kenapa sih ? kok ngomongnya aneh gitu sih ?" tanya Devi.
"Nggak...gapapa kok Jo gua cuma mmmhhh...sshhh...ok deh sampe
nanti yah, lu jemput gua kan ?" Joane makin tak sanggup menahan
desahannya karena Mumun makin bernafsu mengisap vaginanya.
"Hayo lu lagi ngapain nih ?" Devi menebak-nebak "lagi sama sapa tuh
disitu, si Yogi dateng yah jangan-jangan..."
"Udah ah Dev jangan sebut-sebut bangsat itu, udah ya, see you !"
Joane langsung menutup telepon itu dan kekesalannya bangkit lagi
karena teringat lagi pria itu.
"Mun...sini !" panggilnya.
"Iyah Non, kenapa ?" ia merangkak di atas tubuh Joane hingga wajah
mereka saling berhadapan, mulut anak itu nampak basah oleh cairan
kewanitaan.
Tanpa banyak bicara lagi Joane langsung menarik kepala anak itu ke
wajahnya dan melumat bibirnya. Mumun walaupun kaget dengan
gerakan yang tiba-tiba itu pasrah saja, ia bahkan membalas pagutan
Joane, lidahnya mulai berani menyapu-nyapu rongga mulut gadis itu
dan bermain lidah dengannya. Joane menggulingkan badan ke
samping sehingga kini ia berada di atas anak itu, dadanya yang
montok dan hangat bergesekan dengan dada kurus Mumun. Joane
menciuminya dengan ganas sebagai pelampiasan atas kekecewaannya
pada pria yang pernah menjadi harapannya. Ketika mereka melepas
ciuman tiga menit kemudian ludah mereka teruntai dan sedikit
menetes.
"Sekarang waktunya Mun" katanya sambil menegakkan tubuh dan
meraih penisnya.
Tangannya yang lain membuka vaginanya sendiri lalu secara perlahan
ia menurunkan pinggulnya. Mumun merasakan kepala penisnya yang
bersunat itu menyentuh daging yang hangat dan basah. Semakin
Joane menurunkan pinggulnya semakin terbenam pula penis itu dalam
vaginanya.
"Uuuhh...perih Non, perih !" erang Mumun yang kulit penisnya tertarik
oleh himpitan dinding vagina Joane.
"Ssstt...jangan keras-keras, kalau ketauan orang di luar kita bisa
gawat" kata Joane menempelkan telunjuknya ke bibir anak itu,
"sebentar yah digoyang dikit dulu supaya pas" lalu ia menggoyang
sedikit dan memaju-mundurkan pinggulnya.
Mumun merasakan sensasi dahsyat ketika penisnya tertanam
seluruhnya dan bergesekan dengan vagina Joane yang bergerinjal-
gerinjal, itulah saat pertama ia kehilangan keperjakaannya yang
dirasanya tegang tapi nikmat dan akan bertambah nikmat.
"Nikmatin yah Mun, tapi jaga suaranya jangan terlalu rebut !" kata
Joane sambil membelai pipi bocah itu.
Maka mulailah ia menaik-turunkan pinggulnya di atas penis anak itu.
Nafas Mumun semakin menderu-deru merasakan kenikmatan yang baru
pernah dirasakannya seumur hidup dimana penisnya serasa diperas di
dalam rongga vagina gadis itu.
"Kamu remas-remas disini dong Mun !" kata Joane dengan manja
sambil meletakkan tangan anak itu di payudaranya. "Aahh...ssshh...
kerasan dikit Mun, gitu enak...iyahh...aahh !" desahnya.
"Auuuhh..., Non, ooohh..., enaakk... susu Non mantep banget,
mm...,oooh goyangnya enak !" pujian jujur keluar dari mulut anak itu
disertai desahan.
Joane melakukan gerakan naik-turun itu cukup lama juga, ada
mungkin seperempat jam, tubuh keduanya sudah mulai berkeringat.
Tangan Mumun yang mengusap punggungnya jadi ikut basah karena
keringat yang keluar melalui pori-pori kulit seperti embun itu.
Goyangan Joane yang semakin cepat menyebabkan rasa nikmat terus
menjalar ke seluruh tubuh melalui penisnya. Kenikmatan itu
membuatnya ikut menggerakan pinggulnya secara refleks menyambut
goyangan gadis itu.
"Uuhh...tambah pinter yah kamu...bener gitu Mun, gerakin juga badan
kamu...aahh...bagus !"
"Bangun sini Mun, aku ajari posisi lain !" katanya seraya menarik
lengan anak itu hingga terduduk di ranjang, "nah, gini kan kamu bisa
sambil nyusu !"
Ia meneruskan kembali goyangannya dan menekan wajah Mumun ke
dadanya. Tanpa diperintah lagi Mumun mengenyoti payudara kanan
Joane dan tangannya meremasi payudara yang lain. Kedua kaki Joane
melingkari pinggang anak itu, sesekali ia menempelkan bibir
mencumbunya agar desahannya tidak terlalu keras.
"Oohhh...Mun, jangan keras-keras !" Joane meringis dan menjenggut
rambut pendek anak itu ketika putingnya digigit keras.
Kenikmatan yang semakin melambungkannya semakin membuat
Mumun lupa diri hingga tak terasa puting Joane yang sedang
dikenyotnya tergigit dengan kuat.
"Maaf Non, gak sengaja, abis enak banget...uuhh !"
Tak dapat disangkal rasa nyeri itu turut bercampur menjadi bagian dari
kenikmatan persetubuhan itu. Joane merasakan vaginanya semakin
banjir dan berkontraksi makin cepat. Ia pun menambah kecepatan
goyangannya dan sesekali meliuk-liukan pinggulnya.
"Non....ooohhh...enak !"
"Aaahhh...aku...aku keluar Mun....mmhh...uummhh !"
Keduanya mencapai puncak kenikmatan secara berbarengan, Joane
buru-buru memagut bibir Mumun agar erangannya teredam. Tubuh
keduanya mengejang selama beberapa detik hingga melemas kembali
dengan nafas terputus-putus.
"Kamu udah jadi laki-laki Mun, udah bukan perjaka lagi, ngerti kan
yang namanya ngentot ?" tanya Joane membelai kepala anak itu.
"Asyik banget Non, baru pernah Mumun ngerasain yang gini, Mumun
masih mau Non, boleh kan Non !?" pintanya.
Joane mengangguk dan tersenyum, sambil memulihkan tenaga ia
membuarkan saja anak itu membelai dan mencium payudaranya.
Lama berpelukan Joane merasa semakin gerah, apalagi tubuhnya sudah
keringatan begitu. Maka ia melepaskan pelukannya dari anak itu dan
berbaring telentang.
"Ambilin minum dong Mun !" suruhnya.
Mumun langsung turun dari ranjang tanpa harus diperintah lagi, ia
menuangkan Coca-cola Diet yang masih terletak di meja ke gelas
Joane lalu memberikannya padanya. Setelah meneguknya, Joane
menyodorkan sisanya yang setengah pada anak itu.
"Minum dulu Mun, kamu juga pasti haus kan !" katanya.
Mumun berterimakasih dan buru-buru meminumnya hingga habis.
Setelah itu ia menaruh gelas itu di meja dan kembali ke Joane yang
sedang berbaring. Tubuh kurusnya naik menindih Joane, mulutnya
langsung nyosor ke payudaranya.
"Mmm...Mun, mulai gak sopan yah kamu" Joane mendesah genit dan
meremas-remas rambut anak itu yang sedang mengisapi putingnya,
"oohhh !" ia mendesah lebih panjang ketika jari anak itu memasuki
vaginanya.
Cepat juga anak ini belajarnya, belum apa-apa sudah bisa merangsang
seperti ini, pikirnya. Mumum melumat payudaranya secara berganti-
ganti kiri dan kanan.
"Tetek Non mantap, bentuknya bagus, saya suka banget netek dari
Non" katanya di sela-sela mengenyot payudara Joane.
Gairah Joane pun mulai bangkit lagi akibat rangsangan-rangsangan
itu, demikian pula Mumun, penisnya kembali mengeras dan Joane
merasakannya karena benda itu bersentuhan dengan pahanya.
Disuruhnya anak itu berlutut diantara kedua pahanya dan menusuk
vaginanya dengan penis yang sudah keras itu. Mumun mengikuti
pengarahan Joane, ia menekan kepala penisnya ke vagina gadis itu.
"Ssshhh !" Joane mendesah meresapi proses penetrasi.
Sesaat kemudian Mumun sudah mulai bergoyang mencari
kenikmatannya, tangannya perpegangan pada kedua betis Joane, ia
mengikuti nalurinya tanpa pengarahan Joane lagi. Mumun yang baru
pertama kali menikmati hubungan seks itu benar-benar menikmati
penisnya keluar-masuk dalam vagina gadis itu. Pinggulnya bergerak
maju-mundur menghujam-hujam vagina Joane menyebabkan tubuhnya
tergoncang-goncang sehingga payudaranya pun bergetar hebat.
"Goyangnya cepetin Mun...aahh...enaknya, aku suka
punyamu....aaahhh !" desah Joane sambil mengimbangi genjotan anak
itu dengan menggoyang pinggulnya.
Setelah sepuluh menit anak itu maju menindih Joane tanpa melepas
penisnya, persenggamaan itu terus berlanjut dalam posisi misionaris.
Mumun menatap wajah seksi Joane yang sedang high itu, sungguh
sangat menggoda pipinya yang bersemu merah dan sorot matanya
yang dipenuhi hasrat itu sehingga Mumun tak tahan untuk tak
menciumi pipinya dan bibirnya. Ciuman Mumun juga mengarah ke
leher dan payudaranya membuat Joane sangat terbuai. Ia tak
menyangka ABG kurus yang baru melakukannya pertama kali ini begitu
cepat belajar dan mampu memuaskannya. Akhirnya ia tak sanggup
bertahan lebih lama lagi, gelombang klimaks yang dahsyat kembali
menerpa tubuhnya.
"Oohhh...oohhh...keluar lagi...aku gak kuat lagi Mun !" erangnya sambil
memeluk erat tubuh anak itu, cairan kewanitaannya meleleh
membasahi penis Mumun yang masih keras.
"Tambah enakhh Non...jadi tambah licin aja...uuhh...aahhh...nikmat
Non !" desah Mumun merasakan ejakulasi Joane yang menghangatkan
dan menghimpit penisnya lebih keras sehingga memberi kenikmatan
ekstra.
Mumun menyusul tak lama kemudian dengan melenguh panjang dan
menyemburkan spremanya di dalam vagina gadis itu.
Keduanya tergolek dalam posisi berpelukan, Joane menggeser tubuh
Mumun yang menindihnya hingga terguling lemas ke samping, karena
merasa berat dan panas. Namun Mumun kembali merangkul tubuhnya
sambil terus meraba-raba tubuhnya, mulutnya menjatuhkan ciuman-
ciuman ringan di pipi, bibir dan payudara gadis itu. Joane diam saja
membiarkan anak itu berbuat semaunya.
"Non, Non cantik sekali, seksi lagi, lain kali boleh gak minta ginian
lagi Non !" tanyanya.
"Boleh aja, tapi aku kasih tau ya, kalau di depan umum jangan macem-
macem lu, jaga sikap, ngerti ?" katanya mewanti-wanti.
Mumun hanya mengangguk, ia juga sudah cukup lelah melayani
keliaran gadis ini. Joane melirik ke arah weker di sebelahnya. Sudah
jam 1.20, wah tak terasa lama juga persetubuhan ini, selain itu
sepertinya Devi sebentar lagi akan datang menjemputnya.
"Mun, bangun, pake baju sana !" katanya.
Namun Mumun masih terus mengelusi payudaranya tanpa melepas
rangkulannya sehingga Joane terpaksa menepis tangannya.
"Heh, bangun aku bilang, denger ga sih !" nadanya agak ketus.
"Tapi Non..."
"Cepet turun, masih ada kerjaan tau, jangan ngelunjak ah !" Joane
mendorong dada anak itu sambil bangkit terduduk di ranjang.
Mumun buru-buru memunguti pakaiannya dan memakainya, takut
dengan sikap Joane yang mulai judes itu.
"He...he...jangan asal keluar dulu dong, liat dulu dari jendela kalau sepi
baru keluar !" katanya ketika anak itu menggeser grendel pintu.
"Sepi Non, biasa lah hari gini !" jawabnya terbata-bata setelah
mengintip dari jendela.
"Ya dah keluar sana, tutup lagi pintunya !"
Sepeninggal Mumun, Joane membersihkan diri di kamar mandi. Dalam
hati ia merasa puas, baik puas secara birahi, dan puas telah
melampiaskan kekesalannya pada pria yang membohonginya itu,
hatinya terasa lebih plong. Devi datang tak lama setelah ia selesai
mandi dan berpakaian. Merekapun pergi menikmati hari Minggu
dengan mobil Devi.
###
Yogi baru meneleponnya pada keesokan harinya.
"Jo...gua bener-bener sori kemarin itu, gua pengen ketemu aja buat
minta maaf ke lu, gua benernya masih sayang kok ke lu"
"Masih sayang, dari kemaren ngapain aja lu ? udah puas sama tuh
cewek baru nyari gua lagi" omelnya dalam hati sehingga ia terdiam
beberapa saat tanpa menjawabnya.
"Jo...Jo...jawab dong, gua bener nyesel banget, gua sengaja nunggu
sampai hari ini biar lu cooling down dulu, please kasih gua
kesempatan sekali lagi"
"Emm, ya dah lu dateng kesini aja jam empat sore, gua ada kuliah
sekarang" jawabnya lalu menutup pembicaraan.
Sorenya jam setengah empatan Joane memanggil Mumun ke kamarnya.
Tentu saja anak itu senang sekali, apalagi Joane mengajaknya mandi
bareng. Ia menyuruh Mumun masuk duluan ke kamar mandi dan
menyalakan air hangat, tak lama kemudian ia menyusul ke dalam. Mata
Mumun seperti mau copot melihat Joane yang masuk sudah dalam
keadaan bugil, penisnya tambah mengeras melihat keindahan di depan
matanya itu. Ia memeluk anak itu dibawah siraman shower yang
membasahi tubuh keduanya, lalu menundukan kepala memagut
bibirnya. Mereka berciuman beberapa saat sampai Joane menurunkan
tubuhnya hingga berlutut di depan anak itu. Diraihnya penis yang telah
menegang itu dan dikulumnya. Mumun melenguh dan wajahnya
mendongak ke atas menggeleng-geleng karena merasa geli penisnya
dipermainkan Joane dengan kuluman dan kocokan.
Lima menit kemudian, Joane melepas penis Mumun yang sudah
mencapai ketegangan maksimal. Ia berdiri membelakangi anak itu
dengan menunggingkan pantat dan menyandarkan tangan ke tembok.
Dibimbingnya penis anak itu ke arah vaginanya, setelah tepat sasaran
disuruhnya dia mendorong pinggulnya hingga penis itu memasuki
vaginanya. Mumun harus sedikit berjinjit karena kaki Joane lebih
panjang dari kakinya.
"Hhhshhh...entot aku Mun, entot sepuasmu !" desah Joane menikmati
sodokan demi sodokan penis Mumun.
Sambil menggenjot, tangan Mumun menjelajahi lekuk-lekuk tubuh
gadis itu, payudara yang menggantung itu diremas-remasnya dengan
gemas. Joane turut menggerakan pinggulnya meyambut genjotan anak
itu. Sepuluh menit lamanya mereka bersenggama dalam posisi
demikian hingga keduanya orgasme dalam waktu bersamaan. Mumun
menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma sambil
melenguh panjang, demikian juga Joane yang tak mampu menahan
desahannya dan matanya membeliak-beliak. Setelah mencapai
orgasme Joane tersenyum pada anak itu dan menciumnya di bibir.
Diambilnya sabun dan digosokannya ke tubuh kurus itu. Wajahnya
masih malu-malu ketika tangan halus Joane dan sabun itu membelai
tubuhnya, tapi yang jelas penisnya tampak tegang terutama ketika
Joane menyabuninya, dengan nakal gadis itu sengaja mengocoknya
pelan sehingga anak itu sedikit mendesah.
"Sini Mun sekarang kamu yang sabuni aku yah !" ujarnya seraya
menyerahkan sabun.
Mumun mulai menyabuni tubuh Joane dengan tangan bergetar. Ketika
sampai di vaginanya, Joane memegang lengannya dan
mengeluskannya disana. 'Emmmhhh !" desisnya sambil memejamkan
mata. Ia memeluk anak itu dan menggeser tubuh ke bawah shower
sehingga air menyiram dan membilas busa sabun di tubuh mereka.
Mumun mengelus dan memasukkan jarinya ke vagina Joane sambil
mengemut puting gadis itu. Joane terus mendesis menikmati jari-jari
Mumun di vaginanya dan hisapan pada putingnya, air shower
menyiram wajahnya yang menengadah dengan mata terpejam. Sedang
larut-larutnya dalam birahi tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan
Yogi muncul di ambang pintu, ia tercengang melihat pacarnya yang
sedang bugil di bawah siraman shower sedang memeluk bujang
kostnya yang umurnya jauh dibawahnya dan sedang mengenyot
payudaranya.
"Jo ! heh...anjing lo, berani-beraninya !" bentak Yogi pada anak itu dan
melangkah ke anak itu hendak menghajarnya.
Mumun yang terkejut langung melepas pelukannya dan sembunyi ke
belakang tubuh Joane. Joane sendiri tidak nampak terkejut ketika Yogi
muncul mendadak karena itu memang sesuai yang diharapkannya,
sebelumnya ia telah mengirim SMS padanya yang berisi, 'gua tunggu
di kmr mndi yah yang, pintu kamar ga gua kunci kok, u lgsg msk aja'
Joane mematikan air dan menghalangi Yogi yang hendak menangkap
Mumun dengan tubuhnya.
"Hei...hei kenapa sih lo, kesurupan yah, kalau berani jangan beraninya
ke anak kecil dong heh !" kata Joane dengan ketus sambil mendorong
dada pemuda itu.
"Minggir Jo...kurang ajar bener si tuyul itu, minggir biar gua hajar !"
katanya dengan emosian.
"Kok lu nyalahin dia sih, orang gua yang mau kok" kata Joane santai
sambil mengelap tubuhnya dengan handuk.
"Apa ? lu ini...apa-apaan sih maksudnya ? jadi lu ada main sama si
tuyul sialan itu ?" tanya Yogi dengan suara bergetar seolah tak percaya
pendengarannya
"Iya emang, so what gitu loh, apa peduli lu, cuma gitu aja kan ?" ia
melilitkan handuk ke tubuhnya dengan sikap cuek, "sekarang lu tau
kan perasaan gua waktu lu boongin gua bilang ada urusan bisnis terus
gua liat lu ciuman sama cewek lain !"
Yogi langsung terpaku, ia sadar ini adalah pembalasan atas
perselingkuhan yang dilakukannya, namun bagaimanapun ia tidak
terima Joane membalasnya dengan cara demikian.
"Lu...lu...dasar perek, emang udah aslinya perek, lu juga sama aja
belum berobah !" maki Yogi sambil menunding Joane.
"Iya, emang, gua tau gua seperti apa, lu juga udah tau kan, tapi
seenggaknya gua ga pernah main belakang kaya lu tau !" balasnya
sengit.
"Hhiiihh !" Yogi gregetan mengangkat tangan hendak menampar Joane.
"Kenapa ? mau nabok ? ayo...tabok aja kalau berani, biar heboh orang
diluar sana tau, biar mereka tau lu tuh banci, ayo !" tantang Joane
sambil memberi pipinya.
Joane melangkah maju menantangnya sementara Yogi hanya bisa
mundur-mundur tak kuasa menggerakan tangannya ataupun berkata
apapun lagi. Ia hanya bisa membalikan badan dan mendengus kesal.
"Tunggu dulu" sahut Joane ketika pria itu hendak melangkah ke pintu,
"Ini nih, gua gak butuh ini lagi, kasih aja ke perek lu itu !" ia
melepaskan cincin emas putih yang diberikan Yogi ketika menyatakan
cintanya dan melemparnya ke kaki pria itu.
Yogi meneruskan langkahnya dan membuka pintu tanpa menengok ke
belakang, setelah di luar ia membanting pintu itu agak keras.
Sepeninggal Yogi, Joane menengok ke kamar mandi di belakangnya,
Mumun masih meringkuk di sudut kamar mandi, ia nampak bingung
melihat cekcok barusan. Ia mendekati Mumun namun ketika baru mau
berjongkok dan menenangkannya pintu kamarnya ada yang mengetuk.
"Tunggu disitu yah ! jangan keluar dulu !" katanya lembut.
Ia menutup kamar mandi dan membukakan pintu untuk dua teman
kostnya yang kebetulan dekat situ dan mendengar suara perang mulut
di dalam dan melihat Yogi keluar sambil membanting pintu.
"Jo....kenapa tadi ? lu gapapa kan ?" tanya seorang gadis kurus
berkacamata.
"Nggak, biasalah urusan cowok cewek, yah gitulah cape deh !" katanya
menghela nafas.
Setelah berbasa-basi dan meyakinkan mereka segalanya baik-baik,
iapun kembali menutup pintu.
Joane kembali pada Mumun di kamar mandi, ia memegang bahu anak
itu untuk menengangkannya. Mumun tersenyum terpaksa membalas
pandangan mata Joane.
"Maaf yah Mun barusan itu !" ucapnya lembut lalu mengecup ringan
pipi Mumun.
Ia menyuruh anak itu segera berpakaian dan menunggu sebentar di
kamarnya sampai di depan agak sepi sehingga bisa keluar. Mumun
tidak berani bertanya apa-apa mengenai kejadian tadi pada Joane,
demikian pula Joane ia nampaknya cuek saja merokok sambil sesekali
memantau situasi di luar dari celah tirai. Mumun keluar meninggalkan
kamar itu setelah disuruh Joane yang yakin situasi di luar sepi. Joane
menyalakan CD-playernya dan menjatuhkan diri ke ranjang. Walau agak
sedih karena sendiri lagi, secara keseluruhan ia merasa kelegaan
dalam hatinya, lepas sudah beban pikirannya. Malam itu Joane
menepikan mobilnya sejenak di tepi sebuah jembatan. Dari sana ia
melempar jauh-jauh cincin dari bekas pacarnya itu hingga benda itu
menghilang di tengah luasnya laut. Devi memandang Joane dan
mengelus-elus punggungnya, ia mengerti perasaan sahabatnya itu dan
berusaha menghiburnya. Seminggu kemudian, setelah melunasi
tagihan bulanan, Joane mengepak barang-barangnya untuk pindah ke
kost baru. Sebelum pindah ia berkata pada Mumun yang membantu
membereskan barangnya.
"Makasih yah Mun, sori kalau selama ini ngerepotin kamu, jangan
lupain yang pernah kita pelajari yah"
Mumun merasa kesepian setelah Joane pindah dari kost itu, ia tidak
mana kemana gadis itu pindah karena Joane tidak mengatakannya,
namun ia tidak akan melupakan pengalaman yang didapatnya dari
gadis itu, pengalaman itu menjadi kesan tersendiri dalam
kehidupannya.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.