Jumat, 06 Maret 2015

Holiday's Challenge 4: Riri, si Gadis Tukang Sampah

Tidak mau ambil pusing, Riri tidak memikirkan tantangan yang
diberikan Lina. Riri benar-benar malas dengan liburan beda yang
diusulkan Intan. Meski Riri tahu kalau Lina, Moniq, dan Intan sudah
mendapatkan 'tantangan' pada liburannya, Riri sama sekali tak berniat
mencari pekerjaan kasar yang akan dicobanya.
Riri pergi makan ke sebuah restoran sendirian saja. Bukan restoran
sebenarnya, hanya merupakan sebuah rumah makan saja. Kebetulan
Riri datang di saat jam makan siang sehingga rumah makan itu cukup
ramai. Kebanyakan orang-orang berpakaian rapih dan berdasi yang
makan di restoran itu. Meski di sekitarnya banyak pegawai kantoran
yang berpakaian rapih, Riri santai saja makan sendirian dengan kaos
dan celana jeans pendek sampai lutut, dan memakai sandal. Riri
memang orang yang tak ambil pusing dengan pandangan orang, lo lo
gue gue, prinsip hidup Riri. Tapi, meskipun Riri orangnya cuek,
sebenarnya dia orang yang mudah merasa iba, dan jika sudah cocok
dengan seseorang, sikap Riri berubah menjadi ramah dan hangat ke
orang tersebut.
"hai", sapa seorang bapak-bapak.
"...".
"boleh gabung ? tempatnya penuh semua..".
"yaudah..", jawab Riri singkat.
"makasih ya cantik...", pria itu tersenyum licik. Riri pun meneruskan
makan.
"nama kamu siapa ?".
"Riri...", jawab Riri tanpa menyalami tangan pria itu.
"kalo Om..Tio...".
"kok kamu makan sendirian aja ?".
"maaf ya, Pak !! saya bukan jablay !!!", ucap Riri kencang sambil berdiri
dan menggebrak meja.
Otomatis yang lain pun melihat Riri. Riri berjalan meninggalkan Om
yang tertunduk dan salah tingkah karena malu. Sementara Riri berjalan
keluar rumah makan sambil tersenyum, puas mengerjai Om nakal itu.
Riri mengendarai mobilnya untuk pulang ke rumah, rumah milik Riri
sendiri. Sebenarnya, keluarga Riri sudah pindah semua ke luar negeri,
hanya Riri yang masih tinggal. Riri tidak mau pindah ke luar negeri
karena tidak suka dengan ibu tirinya yang mengajak ayah dan adiknya
tinggal di luar negeri. Ayah Riri pun tidak bisa berbuat banyak karena
Riri memang keras kepala.
Setiap bulan, ayahnya mengirimi banyak uang ke rekening Riri untuk
biaya hidup Riri.
"eh non Riri udah pulang..".
"iyaa mbok...Riri mau istirahat ya mbok...".
"iyaa, non...". Hanya Mbok Ratih saja yang menemani Riri sehari-hari.
Tapi, Mbok Ratih pulang pergi, tak tinggal bersama Riri.
"non..non Riri...", Mbok Ratih menggoyang-goyang tubuh Riri pelan.
"em..i..iya..ada apa ?", jawab Riri setengah sadar.
"non Riri..Mbok Ratih pulang dulu ya..udah malem..".
"oh iyaa, Mbok...hooahhmm..", ujar Riri sambil mengucek-ngucek
matanya. Riri pun turun dari ranjang dan mengikuti Mbok Ratih sampai
ke pintu depan. Riri mengunci pintu depan setelah Mbok Ratih pulang
seperti biasanya.
"haah..nggak ada temen buat keluar..", ujar Riri.
Biasanya, malam hari Riri sering jalan-jalan bersama 3 sahabatnya
atau setidaknya main ke rumah mereka, tapi karena Intan, Lina, dan
Moniq sudah memulai liburan mereka, Riri jadi bingung harus kemana.
Meski punya teman yang lain selain 3 sahabatnya, Riri hanya nyaman
bersama 3 temannya. Riri pergi ke mandi, menyegarkan tubuhnya
sekalian mengganti pakaiannya. Riri akhirnya memutuskan untuk
menonton film dengan dvd playernya saja. Mungkin sampai 2 film yang
dia tonton sebelum akhirnya mengantuk dan tidur lagi.
"hoaammm...nymmm...", Riri menguap dan ngulet sehabis bangun tidur.
Gara-gara terlalu cepat tidur, Riri jadi terlalu pagi bangunnya. Baru jam
setengah 6 pagi, Riri mengganti pakaiannya, dia berniat untuk lari pagi
di taman dekat rumahnya. Riri mulai berlari-lari kecil menuju taman
yang ada di dekat rumahnya.
"suit-suit...neng, mau lari pagi yaa ?", goda seorang om-om.
"lari pagi bareng om aja, gimana ?", pria itu pun berlari-lari kecil
mengikuti Riri. Riri tidak menjawab, dia hanya mempercepat larinya.
Mau tak mau, pria itu harus mempercepat lajunya juga. Riri yang
terbiasa lari pagi sama sekali tak berasa, sedangkan pria yang gendut
itu sudah ngos-ngos dan berhenti mengejar Riri. Riri hanya menengok
ke belakan dan tersenyum mengejek ke pria itu.
Dasar bandot gembrot, sok-sokan ngegodain, lari dikit aja langsung
ngos-ngosan, komentar Riri. Matahari semakin tinggi, pagi pun
semakin cerah.
"hufh hufh hufh", Riri berusaha mengatur nafasnya sambil sesekali
melap keringat dari wajahnya dengan handuk kecilnya. Hampir 1 1/2
jam Riri lari pagi tanpa beristirahat, paling-paling dia hanya
memperlambat larinya sambil mengelap keringatnya yang bercucuran.
Riri pun menuju warung untuk membeli minuman.
"segeerr...". Riri melihat ada seorang bapak-bapak sedang mengaduk-
aduk bak sampah yang ada di depan rumah orang. Penampilannya
begitu lusuh, dan bapak itu kelihatan tua. Setelah memasukkan
beberapa sampah ke gerobaknya, bapak itu mengambil botol
minumannya. Botol itu sudah tak ada isinya, si bapak menghela
nafasnya, padahal dahaganya benar-benar menyiksa, tapi tak ada air
lagi. Riri yang memperhatikan dari tadi langsung membeli minuman
dan berjalan mendekati bapak itu.
"maaf, Pak...".
"iya, neng ? ada apa ?", tanya bapak itu kebingungan didatangi
seorang wanita cantik.
"ini, Pak..diminum minumannya..".
"nggak usah, neng...", tolak bapak itu dengan sopan dan halus.
"nggak apa-apa, Pak...minum aja, tadi saya liat bapak keausan, yaudah
saya beliin aja...".
"bener buat saya, neng ?".
"bener, Pak...", jawab Riri tersenyum. Riri dan bapak itu pun duduk di
tepi jalan.
"makasih banyak, neng...bapak gak tau harus bilang apa...".
"ya gak usah bilang apa-apa, Pak..hehe..", canda Riri.
"tapi, kenapa neng beliin saya minuman ?".
"kan udah saya bilang tadi, saya liat bapak keausan ya saya beliin aja
minuman..".
"makasih banyak ya neng..".
"Bang !! sini, Bang !!". Tukang bubur yang tadi dipanggil Riri pun
mendekat.
"Bapak udah sarapan ?".
"belum, neng..".
"kalo gitu kita sarapan bubur yuk, Pak...".
"ha ? gak usah, neng...saya udah biasa nggak sarapan...lagian masa
udah dibeliin minuman..neng mau beliin saya bubur..saya bener-bener
nggak enak ama neng..".
"ayo dong, Pak..temenin Riri sarapan..".
"...".
"nih, Pak..".
"yaudah deh, neng...".
Sebenarnya, bapak itu memang lapar sekali, tapi dia sungguh enggan
menerima pemberian dari orang yang baru dikenalnya. Enggan karena
selama ini, tak ada yang sebaik ini kepadanya, malah banyak yang jijik
dan mencemoohnya, tapi kenapa gadis cantik ini begitu baik
kepadanya. Tentu tak ada rasa curiga di pikiran bapak itu, tak mungkin
gadis cantik ini mau berbuat jahat, lagipula tak ada sesuatu dari diri
bapak itu yang bisa di ambil. Sambil sarapan, mereka berdua
mengobrol dan saling memperkenalkan diri. Nama bapak itu adalah
Malih, umurnya 58 tahun, penampilannya kelihatan lebih tua daripada
umurnya. Tukang bubur itu keheranan, kok ada cewek cakep mau
sarapan ama tukang sampah, di pinggir jalan lagi, pikir tukang bubur
itu. Sekali-sekali, tukang bubur itu curi-curi pandang ke Riri. Cantik
dan sangat putih mulus, benar-benar idaman lelaki. Setelah dibayar,
tukang bubur itu pun pergi.
"gimana, Pak ? kenyang nggak ?".
"kenyang, neng...enak banget..". Riri pun tersenyum.
"saya bener-bener makasih ya neng Riri, udah beliin saya minuman
ama sarapan..".
"iya, Pak..sama-sama..".
"kenapa neng Riri baik banget sama saya ?".
"kalo ngeliat bapak, saya jadi inget sama kakek saya..".
"emang kakek neng Riri kemana ?".
"udah meninggal 2 tahun lalu...".
"maaf neng, saya nggak tau..".
"nggak apa-apa, Pak...saya bener-bener kaget pas ngeliat bapak, mirip
sama kakek saya, saya kira lagi mimpi..".
"udah neng, jangan sedih lagi. kakek neng Riri pasti seneng ngeliat
cucunya baik sama orang lain..", Malih mau merangkul, tapi takut Riri
marah.
"makasih, Pak...".
"mendingan neng Riri saya anter pulang, gimana ?".
"iyaa, Pak...". Riri berjalan di samping Malih yang menarik gerobak
sampahnya.
"makasih ya, Pak..udah nganterin saya sampai rumah..".
"justru saya yang makasih, neng. neng Riri udah beliin saya minuman
ama sarapan..".
"iyaa, sama-sama, Pak...", Riri tersenyum manis.
Di antara 3 temannya, Riri yang paling sensitif perasaannya. Sensitif
maksudnya perasa atau mudah merasa kasihan dan juga mudah sedih.
Bagi Riri, perasaannya yang sensitif merupakan kelemahan yang bisa
saja dimanfaatkan teman-temannya yang cowok untuk mendapatkan
hatinya, jadi Riri menyembunyikan kelemahannya dengan sikap sok
cuek dan seenaknya sehingga cowok-cowok tak banyak yang
mendekatinya karena Riri dianggap judes.
"saya masuk ke dalem dulu yaa, Pak..".
"makasih banyak yaa, neng..".
"sama-sama, Pak...". Riri masuk ke dalam rumah dan mandi.
"kriiing !!!", Riri keluar kamar dengan terburu-buru.
"halo ?".
"halo non Riri ?".
"Mbok Ratih, ada apa ?".
"ini non, saya mau pulang ke kampung, jadi saya nggak bisa bantu-
bantu non..".
"berapa lama, Mbok ?".
"ya mungkin 2-3 mingguan kali non..".
"oh yaudah Mbok..tapi kalo bisa jangan lama-lama ya Mbok..".
"iya, non..". Riri masuk ke dalam kamar lagi dan mengenakan pakaian.
Dia memikirkan si bapak tukang sampah tadi. Sudah tua tapi masih
sanggup bekerja keras, di ajak ngobrol juga enak. Riri jadi ingin tahu
kehidupan sehari-hari bapak tadi, lagipula kemungkinan besar dia
bosan di rumah.
Riri keluar rumah berniat mencari Malih. Pas sekali, Riri baru keluar
pagar rumah, dia melihat Malih di ujung gang.
"Pak Malih !!". Malih berhenti dan menengok ke kanan dan ke kiri
untuk mencari siapa yang memanggil namanya.
"Pak Malih !!". Malih langsung nengok ke belakang.
"eh neng Riri..ada apa manggil saya ?".
"gini, Pak...saya baru inget, saya ada tugas, cari tau kehidupan sehari-
hari orang-orang seperti bapak, tadinya saya males ngerjain tugas,
nah mendingan saya nyari tau kehidupan Pak Malih aja, gimana,
Pak ?".
"mm..boleh aja sih, neng..tapi emangnya tugasnya neng Riri kayak
gimana ?".
"yaa kehidupan sehari-hari Bapak aja..ntar saya rekam pake
handycam..".
"yaudah, neng..".
"oke, tunggu bentar ya, Pak..".
"...". Lumayan lama Malih menunggu Riri kembali.
"neng Riri ngapain, lama amat..", ujar Malih. Riri pun kembali dengan
membawa tas yang biasa di bawa untuk kuliah.
"neng Riri abis ngapain ?".
"ini, Pak..saya ambil handycam, dompet, sama pakaian..".
"pakaian ? buat apa, neng ?".
"ya buat ganti baju, kan saya mau tinggal di rumah bapak 4-5 hari..".
"ha ? neng Riri mau tinggal di rumah saya ?".
"iya, Pak..Bapak keberatan ya ?".
"bukan gitu, neng...rumah saya gubuk, lagian apa orang tua neng Riri
gak khawatir nanti ?".
"orang tua saya lagi di luar negeri, nah soal rumah bapak, justru tugas
saya tuh untuk cari tau sisi lain dari kehidupan..gimana, Pak ? boleh
ya ?".
"yaudah, neng..boleh, mudah-mudahan neng Riri ntar gak kaget
ngeliat rumah saya..".
"tenang aja, Pak..oh iya, Pak..boleh naro tas di sini nggak ?", ujar Riri
sambil menunjuk paku yang mencuat dari pinggir gerobak sampah.
"boleh aja neng..tapi ntar tas neng Riri kotor ?".
"nggak apa-apa, Pak..kotor ya tinggal di cuci ini..", canda Riri yang
membuat Malih tersenyum.
"neng Riri mau ngapain ?".
"saya bantu dorong gerobaknya, Pak...".
"nggak usah, neng..saya udah biasa..udah neng, gak usah..".
"gak apa-apa, Pak..saya pengen bantu..kayaknya berat banget..".
"tapi ntar tangan neng kotor ?".
"nggak apa-apa, Pak..tenang aja..".
Malih menarik, dan Riri mendorong. Gerobak sampah itu terasa lebih
ringan dari biasanya bagi Malih. Tak lama kemudian, mereka berdua
sampai di tempat seperti tempat pembuangan akhir.
"neng Riri tunggu di sini bentar..", ujar Malih sambil menyerahkan tas
Riri.
"iya, Pak..". Malih kembali tak bersama gerobaknya.
"lho ? gerobaknya mana, Pak ?".
"ya ditaro di sini, neng..sekalian minta bayaran..".
"oh gitu..". Riri tidak bertanya berapa bayaran yang didapat Malih
karena tidak sopan meskipun Riri sebenarnya penasaran.
"nah sekarang baru kita pulang, neng..".
"ayo deh, Pak..". Riri pun mengobrol dengan Malih selama perjalanan
pulang.
"Lih siape tuh ? cakep banget ?", tanya seorang bapak gendut.
"ini anaknye temen gue..", jawab Malih sekedarnya sambil lalu bersama
Riri.
"tadi siapa, Pak ?".
"yang tadi ? namanya Pak Sueb, ati-ati, neng..disini banyak bapak-
bapak iseng..apalagi neng Riri cakep..".
"ah Pak Malih bisa aja...". Malih dan Riri berhenti di depan sebuah
rumah kecil, atau lebih tepatnya gubuk sederhana.
"ini rumah saya, neng..ayo masuk neng...". Riri memperhatikan dalam
rumah Malih. Begitu sederhana dan kecil, Riri tak pernah
membayangkan ada orang yang tinggal di rumah seperti ini, tapi di
sinilah dia sekarang, rumah yang sangat sederhana.
"ayo, neng..duduk dulu di sini, maaf neng nggak ada bangku..", Malih
menggelar tikar.
"iya, Pak...". Tak lama Malih kembali dengan membawa segelas air
putih dengan gelas plastik.
"yah beginilah, neng rumah saya...ayo neng diminum..".
"makasih, Pak...".
"oh iya, Pak..istri bapak dimana ?".
"udah meninggal 4 tahun lalu, neng..".
"oh maaf, Pak..saya nggak tau, Pak...".
"iya, nggak apa-apa kok neng..saya udah biasa tinggal sendiri..".
"maaf, Pak..emang anak bapak kemana ?".
"saya nggak punya anak, neng...katanya istri saya mandul..".
"aduh maaf, Pak..jadi buat bapak sedih...".
"nggak apa-apa, neng..". Riri jadi merasa tak enak telah membuat
Malih jadi teringat tentang almarhum istrinya.
Tapi, Riri pun jadi berpikir, apakah selama 3 tahun Malih tidak merasa
kesepian tinggal sendirian.
"oh iya, neng..neng Riri mau makan apa ?".
"Pak Malih mau beli makanan ya ?".
"iya, neng..neng Riri tunggu di sini bentar..".
"gimana kalo kita makan di luar aja, Pak..".
"maaf neng, tapi...".
"tenang aja, Pak...saya traktir...".
"tapi, neng...".
"udah lah, Pak...saya udah laper nih, yuuk..".
"yaudah deh, neng..". Mereka berdua pun makan di rumah makan.
Malih mengenakan pakaian yang paling bagus yang ia miliki agar tidak
membuat Riri malu. Satu-satunya pakaian yang cukup bagus yang
Malih miliki, pakaian yang dulu diberikan mantan majikannya saat dia
masih menjadi supir untuk orang. Mereka pun kembali ke rumah.
"oh iya, Pak..ada kamar mandi nggak ?".
"ada neng, sebelah sini...maaf kamar mandinya kecil, neng..".
"iya, Pak..nggak apa-apa kok, Pak..". Lumayan juga, rumah kayak gini,
tapi ada kamar mandinya, pikir Riri. Rumah Malih cuma ada 2 ruangan
kecil, 1 ruangan untuk kamar mandi, dan satunya ada kasur untuk
tidur.
"neng Riri udah mau tidur ya ?".
"iya, Pak udah pegel-pegel nih...".
"yaudah, neng Riri tidur di sini..".
"lho ? bapak tidur di mana ?".
"saya tidur di bawah aja, neng...".
"biar saya aja yang tidur di bawah..bapak yang di kasur..".
"nggak, neng..saya aja yang di bawah..neng Riri kan cewek..masa tidur
di bawah..".
"ya, tapi saya masih muda, nggak gampang sakit..".
"ya tetep aja, neng Riri kan cewek..udah neng, tenang aja..biar udah
tua, tapi badan saya masih tahan kalo masuk angin doang..". Riri
merebahkan tubuhnya di kasur kapuk, sementara Malih tiduran di tikar.
Keadaan memang sunyi dan gelap, tapi Riri tak bisa tidur. Mungkin
karena merasa tak enak hati melihat Malih yang sudah tua tidur di
tikar. Riri memandangi Malih yang tidur membelakanginya. Rasa kagum
muncul di hati Riri. Seorang pria tua mampu bekerja keras, dan
kelihatan begitu tegar meski tinggal sendirian selama 3 tahun.
Sikapnya juga sopan, tak seperti kebanyakan pria yang kurang ajar dan
menggodanya.
"Pak Malih..".
"ha ? iya, neng ?".
"tidur di atas aja, Pak..".
"tapi, neng...".
"udah, Pak...nanti bapak masuk angin...". Malih pun jadi tidur di kasur
bersama Riri. Malih sengaja tidur agak jauh dan membelakangi Riri
agar Riri tidak menyangka dia akan berbuat macam-macam. Saat mata
Riri sudah terasa berat, tiba-tiba dia dipeluk dari belakang. Riri
menengok ke belakang, rupanya Malih memeluknya, tapi tanpa sadar
karena kelihatan matanya tertutup. Entah itu sengaja atau tak sengaja,
Riri membiarkan Malih memeluknya dari belakang. Mungkin keinget
istrinya, pikir Riri. Tapi, anehnya Riri merasa pelukan Malih begitu
hangat dan nyaman seolah terasa seperti pelukan kakeknya. Riri pun
jadi nyaman dan langsung tidur terlelap.
"mm ?", Riri terbangun karena mendengar suara grasak-grusuk.
"mau kemana, Pak ?".
"mau berangkat, neng..".
"tunggu sebentar, Pak..saya ikut..". Tak lama kemudian, Riri keluar
dari kamar mandi. Kaos dan celana pendek selutut membalut tubuh
Riri.
"ayo, Pak..", ujar Riri sambil merapikan baju dan rambutnya.
Tak lupa, Riri membawa handycamnya. Mereka berdua berjalan ke
tempat TPA yang kemarin tanpa mengobrol sedikit pun. Riri merekam
Malih yang keluar dari TPA sambil menarik gerobak sampahnya.
"Pak, liat ke kamera donk..". Malih melihat ke arah Riri dan tersenyum.
"Pak..coba dong saya yang narik gerobaknya..".
"ini berat, neng..".
"saya mau nyoba, Pak..n' bapak ngerekam saya narik gerobak..".
Sebenarnya Malih tak tega melihat Riri menarik gerobak sampahnya
yang berat dan bau, tapi mau apa lagi, memang Riri yang mau.
"berhenti di sana, neng..", tunjuk Malih ke bak sampah yang di depan
mereka.
"fuh..lumayan pegel juga ya, Pak..", ucap Riri sambil meluruskan kedua
tangannya dan mengelap keringat di dahinya dengan punggung
tangannya.
"ya namanya juga gerobak sampah..lumayan berat..".
"iya ya..oh iya, Pak..itu dimasukkin ke gerobak ya ?".
"iya, neng..biar saya aja..".
"nggak usah, bapak terus rekam aja, biar saya..". Riri melempar tiga
bungkusan plastik ke dalam gerobak.
Mereka berdua pun berkeliling dari bak sampah satu ke bak sampah
lainnya. Sampah-sampah yang di luar bak sampah juga diangkut oleh
Riri. Riri tidak kuat menarik gerobak terus, jadi dia hanya melemparkan
sampah ke dalam gerobak saja. Tubuh Riri yang tadinya wangi kini jadi
bau, kulit tangannya yang putih bersih jadi kotor dan hitam. Banyak
orang khususnya laki-laki memandangi Malih dan Riri. Mungkin aneh
dan bingung, seorang gadis cantik yang berkulit putih mulus
memunguti sampah bersama pria tua. Teriknya sinar matahari dan
lamanya berkeliling membuat Riri berpeluh keringat, bulir-bulir
keringat bercucuran.
"Pak..kita istirahat dulu yuk..capek nih..".
"ayo, neng..kita istirahat di sana aja..".
"ayo, Pak..". Mereka berdua duduk di bawah pohon rindang dan
memakan makanan bungkus yang tadi mereka beli.
"neng Riri..".
"iya, Pak ?".
"saya mau minta maaf soal tadi malem..".
"minta maaf soal apa, Pak ?".
"tadi malem saya nggak sadar meluk neng Riri..".
"nggak apa-apa kok, Pak..pasti Pak Malih keinget sama istrinya ?".
"hehe iya neng, biasa tidur sendiri, jadi pas ada neng Riri, gak sadar
kerasa kayak tidur sama istri saya..".
"nggak apa-apa kok, Pak...saya ngerti..". Malih kelihatan senang
sekali, sudah lama dia tak punya teman ngobrol, paling-paling hanya
para tetangga di dekat rumahnya. Dengan kehadiran Riri, Malih jadi
punya teman ngobrol saat memulung sampah ataupun di dalam rumah.
"oh iya, Pak..saya boleh nanya sesuatu yang agak pribadi nggak,
Pak ?".
"mau nanya apa, neng ?".
"Pak Malih nggak kesepian ? nggak ada rencana buat cari istri lagi ?".
"kesepian ya pasti, neng..tapi mana ada yang mau ama saya..udah tua
gini..".
"ya siapa tau aja, Pak...".
"nggak deh, neng...saya nggak mau repot nyari istri lagi..".
"oh..". Setelah berkeliling seharian dan Malih juga telah
mengembalikan gerobaknya, mereka berdua pulang ke rumah.
"Pak Malih, saya mandi duluan boleh gak ? badan saya udah gerah
nih..".
"oh..iya, neng..silahkan..". Malih pun duduk bersender di tikar untuk
beristirahat.
Sambil membersihkan tubuhnya, Riri ingin sekali membuat pria tua
yang sangat baik dan sopan seperti Malih senang, dan Riri pun
mendapatkan ide. Malih terbengong saat melihat Riri keluar dari kamar
mandi. Dia hanya mengenakan handuk yang cukup pendek untuk
menutupi tubuhnya. Bagian bawah handuk hanya menutupi 1/4 dari
paha Riri. Meski sudah tua, tapi tetap saja Malih adalah laki-laki
normal. Melihat paha Riri yang putih mulus membuatnya tak berkedip.
"maaf neng, saya keluar dulu..", izin Malih menyadari dirinya harus
keluar agar tak membuat Riri risih. Tiba-tiba Riri menahannya.
"sebentar, Pak..ada yang mau saya omongin...".
Dalam pikiran Riri, hadiah yang mungkin akan membuat Malih sangat
senang dan juga yang dia rasa paling tepat untuk pria yang benar-
benar kesepian seperti Malih adalah dengan memberikan tubuhnya
agar Malih bisa melepas semua kebutuhan biologisnya. Tapi, Riri juga
masih bingung, jika dia yang menawarkan diri ke Malih, apakah itu tak
membuatnya seperti pelacur. Namun, setelah dipikir-pikir, tak apalah,
sebuah hadiah yang memang pantas ditawarkan untuk laki-laki yang
baik dan sopan seperti Malih.
"mau ngomong apa, neng ?".
"bapak duduk dulu deh..". Dengan agak kebingungan, Malih duduk,
Riri duduk di depannya. Tentu, handuknya terangkat ke atas, kedua
paha Riri kini terlihat seluruhnya oleh Malih. Malih menelan ludah
melihat paha Riri yang begitu putih mulus, tapi dia berusaha tetap
memandang mata Riri.
"saya mau nanya, apa Pak Malih rindu sama istrinya ?".
"iya, kangen banget, neng..".
"kalau gitu, mulai hari ini, anggep aja saya istri bapak..".
"maksudnya ?".
"saya akan nemenin bapak..". Riri meletakkan tangan Malih di paha
kanannya.
"maksud neng Riri, saya boleh....". Riri mengangguk dan tersenyum.
Malih mulai mengelus-elus paha Riri. Elusan tangan Malih semakin
dalam merayapi paha Riri. Benar-benar halus kulit gadis cantik ini,
pikir Malih. Sudah lama tidak merasakan kehalusan dan kehangatan
tubuh seorang wanita, kini Malih mengelus-elus kedua paha Riri.
Kedua tangan Malih semakin merayap ke dalam, menyentuh paha
bagian dalam Riri.
"hmmm...", lirih Riri sambil tetap tersenyum. Elusan-elusan Malih
sedikit demi sedikit membangunkan gairah Riri. Malih membelai kedua
pangkal paha Riri dengan lembut dan perlahan. Meski sudah tua dan
sudah lama tidak 'berurusan' dengan wanita, insting pejantannya
masih ada, dia tahu bagaimana caranya 'memanaskan' suasana dan
membangkitkan gairah seorang perempuan. Malih terus mengelusi
kedua pangkal paha, nafas Riri semakin berat. Sentuhan Malih terasa
tepat sekali.
"eemmhhh...", Riri sedikit bergetar saat Malih mulai meraba-raba
tengah-tengah selangkangannya. Malih semakin berani mengusik alat
kelamin gadis muda nan cantik yang ada di depannya. Jari tengahnya
tepat 'membelah' bibir vagina Riri, lalu Malih menggerakkannya ke atas
dan bawah untuk semakin meningkatkan 'tensi' Riri. Riri yang tadi
duduk beralaskan kedua tumitnya (duduk ala Jepang), pahanya rapat
menutup, kini seiring dengan gesekan jari Malih di belahan vaginanya,
kedua pahanya semakin membuka lebar.
"uummhhh heemmhhh...", gumam Riri. Malih tersenyum, tangannya
terasa semakin panas sekaligus lembap. Riri menutup kedua matanya.
"aaaahhh...", lirih Riri pelan saat merasakan ada sesuatu benda yang
masuk ke dalam vaginanya, apalagi saat benda itu berputar-putar
seperti sedang mengebor vaginanya. Malih hanya mengetes rongga
vagina Riri. Ternyata, benar-benar sempit dan kesat. Jari telunjuknya
menyusul masuk ke dalam liang vagina Riri.
"ooohh aahhh emmhh..". Rasanya nikmat sekali, selain keluar masuk, 2
jari Malih sesekali mengorek-ngorek bagian dalam vagina Riri.
Keadaan terus berlanjut, Malih memperhatikan Riri yang kelihatan
sangat keenakan. Yang terdengar hanyalah suara desahan pelan Riri di
malam yang sunyi itu. Riri memegangi tangan kiri Malih agar tetap
berada di sana, tetap mengerjai vaginanya. Tangan kanan Malih
bergerak ke arah dada Riri dan menangkap buah yang sangat menonjol
di handuk yang menutupi tubuhnya.
Empuk sekali rasanya, apakah payudara gadis muda seempuk ini, pikir
Malih. Sambil terus mengobel alat kelamin Riri, pria tua itu juga sibuk
meremas-remas lembut kedua buah payudara Riri bergantian.
"AAAHHH !! PAAKKHHH !!!", tubuh dan wajah Riri terlihat tegang,
tangan Malih dicengkram kuat oleh Riri. Orgasme sedang melanda
gadis cantik itu. Malih tersenyum puas, gadis cantik seperti Riri bisa
dibuat orgasme hanya dengan jarinya, ternyata dia masih hebat seperti
dulu. Malih mengeluarkan tangannya dari 'kolong' Riri.
"neng Riri...boleh saya buka handuknya ?".
"boleh..", jawab Riri sambil tersenyum.
Malih perlahan membuka lilitan handuk di tubuh Riri. Begitu lilitan
handuknya terbuka, Riri sedikit berdiri, handuknya pun langsung lolos
ke lantai dan memperlihatkan apa yang dari tadi tertutupi handuk itu.
Mata Malih tak bisa lepas dari pemandangan yang begitu indah yang
ada di depannya. Begitu putih, begitu mulus, dan begitu sempurna
lekuk-lekuk tubuh Riri. Payudaranya pun terlihat sangat bulat, sangat
padat berisi, pokoknya benar-benar 'pas' sekali. Sampai umurnya yang
sudah tua sekarang, rasanya Malih belum pernah melihat tubuh wanita
yang begitu indah dan sangat sempurna. Kulit Riri yang putih mulus
juga menambah daya tarik tubuhnya. Tapi, tetap saja, yang paling
menarik perhatian Malih adalah daerah segitiga Riri. Tak ada bulu yang
menutupinya, bersih, dan kelihatan sangat menggiurkan. Sungguh
kelamin yang begitu indah, bibir vaginanya berwarna seperti kulit di
sekitarnya dan masih rapat menutup. Apakah ini yang namanya vagina
cewek cakep, pikir Malih.
"harummm...", gumam Malih agak tak jelas karena wajahnya terbenam
di selangkangan Riri. Malih menghirup dalam-dalam aroma harum
melati dari daerah kewanitaan Riri.
"hmmhh...", desah Riri saat ada rasa hangat dan basah mengenai
vaginanya.
Pastilah itu lidah Malih. Belaian-belaian lidah nakal Malih terus
dirasakan Riri di daerah pribadinya. Tanpa sadar, kaki kanan Riri
berada di bahu kiri Malih. Tanpa mampir ke otaknya, tubuh Riri
merespon kenikmatan yang sedang ia rasakan secara alamiah. Dengan
meletakkan satu kaki di bahu Malih, tentu selangkangannya akan
semakin terbuka dan Malih akan semakin leluasa dan semakin banyak
memberikan kenikmatan. Benar saja, pintu surga dunia yang dimiliki
Riri semakin terbuka, Malih semakin gencar menyerbu alat kelamin Riri.
"aaaahhh ooouuhhh teeruusshh". Meski rasanya nikmat, tapi kakinya
yang satu lagi terasa pegal menopang tubuhnya sekaligus gemetaran.
Riri pun menekan dan menahan kepala Malih di selangkangannya, lalu
dengan selangkangannya, dia mendorong kepala Malih ke bawah.
Badan Malih mengikuti kepalanya terjatuh ke bawah. Kini, Riri duduk
mengangkangi wajah Malih, dalam posisi itu, vagina Riri telah resmi
menjadi bulan-bulanan pria tua yang kesenangan 'kejatuhan' vagina.
Terkurung di antara paha gadis secantik Riri tentu membuat Malih
bersemangat. Pandangannya tertutup vagina Riri, hidungnya hanya
mencium aroma harum vagina Riri, sungguh keadaan 'terjepit' yang
paling menyenangkan bagi Malih. Ruang yang tersedia juga terbatas,
hanya untuknya seorang. Riri memang mempersembahkan vaginanya,
tak ada orang lain yang bisa mengganggu gugat, pikir Malih. Lidahnya
langsung melata masuk ke dalam lubang kenikmatan Riri.
"ooohhh iyaaa Paaakhh disiituu", desah Riri merasakan lidah Malih
tepat sekali mengenai bagian yang memberikan kenikmatan lebih dari
sebelumnya. Riri pun semakin menekan vaginanya ke wajah Malih. Tak
sopan memang menduduki orang yang lebih tua, tapi apa mau dikata,
yang tua sendiri juga tak keberatan diduduki si gadis muda. Mata Riri
menutup, bibir bawahnya dikulum sendiri olehnya. Gadis cantik itu
sedang terhanyut, meresapi kenikmatan yang sangat luar biasa yang
dirasakannya pada bagian bawah tubuhnya.
"AAAAHHHH", vagina Riri semakin ditekan ke wajah Malih.
Kucuran cairan yang berasal dari alat kelamin Riri tak ubahnya bagai
air mata pegunungan yang segar dan alami bagi Malih. Semuanya
habis dalam hitungan detik saja, lidah Malih pun mengorek-ngorek
sisa cairan yang tertinggal di dalam rongga vagina Riri. Memang benar,
berhubungan intim memang seperti naik sepeda, awalnya memang
perlu belajar, tapi selanjutnya tak akan lupa seumur hidup karena
insting dasar manusia selain bertahan hidup adalah bereproduksi
sehingga tak perlu keakhlian dalam bersetubuh. Terbukti, 3 tahun tak
pernah menyentuh tubuh perempuan, tapi Malih masih ingat
bagaimana membuat seorang perempuan begitu keenakan. Riri
mengangkat vaginanya dari wajah Malih, takut 'digerogoti' lagi oleh
Malih. Dia duduk tepat di tonjolan celana Malih.
"neng Riri...", ujar Malih mengelus-elus pinggang Riri.
Riri tersenyum, dan merundukkan tubuhnya, Malih pun langsung
memeluk tubuh Riri, begitu hangat, aroma tubuh Riri benar-benar
segar dan harum. Kedua tangan Malih merayap turun ke bawah,
menampung kedua bongkahan pantat Riri dan meremas-remasnya,
menikmati kekenyalan dari dua bongkah pantat Riri. Sudah lama
rasanya Malih tidak merasakan hangatnya tubuh seorang wanita, Malih
dan Riri berpelukan begitu erat. Sungguh pemandangan yang begitu
sensual dan erotis. Kekontrasan di antara dua insan manusia itu justru
menambah aura erotis dan sensual yang ada. Riri, si gadis muda yang
begitu cantik dan putih mulus sudah telanjang bulat sepenuhnya,
memeluk Malih, pria tua yang keriput dan berkulit hitam terbakar
matahari dan masih berpakaian lengkap.
"mmm...ccpphhh..mmm...". Ciuman yang terjadi begitu mesra dan
kompak. Keduanya bergantian saling lumat dan pagut. Bibir Riri yang
lembut membuat Malih benar-benar gemas. Dilumat, dihisap, dikenyot,
dikulum, bibir Riri habis-habisan diserbu Malih. Lidah keduanya pun
tak jarang saling belit, saling kait, dan saling silang.
"hmmm...mmm...". Terlihat jelas sekali kalau tak hanya Malih yang
menikmati percumbuan ini, tapi Riri juga sangat, sangat menikmatinya.
Rambut Riri pun menutupi sisi kiri dan kanan seperti tirai/hordeng
yang menutupi bibir mereka berdua yang menyatu seakan tak ingin ada
seorang pun yang melihat percumbuan mereka.
"uuah..", Riri mengatur nafasnya setelah melepaskan bibirnya dari bibir
Malih dan menegakkan tubuhnya.
Kedua tangan Malih berpindah ke pinggang Riri yang ramping. Malih
menggerakkan tangannya. Dari perut Riri, kedua tangan Malih naik,
terus naik ke atas sampai kedua tangan Malih berhasil menangkap
gumpalan daging kembar milik Riri. Begitu empuk dan begitu kenyal.
Malih meremasi susu Riri dengan gemasnya. Kedua puting Riri
dimainkan, dipencet-pencet, dan dipilin-pilin Malih. Puting Riri
semakin mengeras, semakin sensitif juga rasanya, dan tentu semakin
nikmat. Bagai sudah lama mengenal Malih, Riri tahu apa yang
diinginkan Malih. Riri duduk agak maju. Dia kini duduk di perut Malih,
langsung merunduk. Kedua buah payudaranya 'jatuh' tepat di hadapan
Malih. Malih langsung menangkap susu kiri Riri dengan mulutnya,
sementara susu Riri yang satunya ditampung oleh tangan Malih.
"hmmmhhh eemmmm". 'tutup' kemasan susu kiri Riri sama sekali tak
terlihat, ditelan seluruhnya oleh Malih yang asik menghisapi puting
kiri Riri sampai pipinya yang sudah kempot menjadi bertambah
kempot.
Sajian payudara Riri dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Malih. Malih
menarik Riri ke bawah. Wajahnya terbenam di kedua buah payudara
Riri. Rasanya benar-benar empuk, hangat, dan nyaman. Lama juga
Malih 'terbenam' di payudara Riri sebelum Riri mengangkat tubuhnya
lagi. Riri kembali duduk tepat di selangkangan Malih, tonjolan di
celana Malih tepat face to face dengan vaginanya yang tak terlindungi.
Agak terkejut Malih saat Riri menciumnya lagi. Tak begitu lama,
ciuman Riri tadi hanya berupa kecupan mesra. Lebih terkejut saat Riri
menjulurkan lidahnya. Lidah Riri menempel di dahi Malih lalu bergerak
turun. Malih diam, dia bingung dan heran. Dulu, istrinya tak pernah
melakukan ini, tapi gadis cantik ini malah kelihatan asik menjilati
wajah, hidung, dan dagunya serta menggeluti kedua telinganya. Riri
memasukkan lidahnya lagi dan menciumi dari dagu sampai ke bawah
batang leher Malih sebelum menjilati leher Malih. Malih merinding
antara geli dan nikmat. Ternyata seperti ini rasa yang dirasakan
istrinya dulu saat dijilati lehernya. Sambil tersenyum, Riri mengangkat
badan Malih sampai dia duduk dengan kaki menyelonjor. Riri menarik
kaos Malih ke atas, tentu Malih meluruskan kedua tangannya ke atas.
Badan kurus yang sudah agak peyot itu terlihat hitam dan rapuh. Riri
mendorong Malih perlahan hingga Malih terlentang lagi. Riri melipat
baju Malih dan menaruhnya di samping tikar. Malih merasa sangat
aneh, harusnya ia yang menelanjangi Riri, tapi kenapa Riri yang
menelanjanginya? Riri memberi kecupan-kecupan mesra pada dada
Malih sebelum menjilati kedua puting hitam Malih.
"neng Riri mau apa ?", tanya Malih. Riri mengangkat lengan kanan
Malih, dan tanpa ragu-ragu, Riri langsung membenamkan wajahnya di
ketiak Malih.
"cuph cuph eeem", Riri memberi kecupan lalu menjilati ketiak Malih.
Malih sadar betul kalau ketiaknya tak main-main baunya, tapi kenapa
Riri begitu nyaman berada di sana.
Lidah Riri bergerak naik ke atas sampai ke tangan Malih.
"jangan neng. tangan saya bekas sampah..", ujar Malih karena Malih
memang belum membersihkan diri setelah berkeliling. Dan untuk sekali
lagi, Riri hanya memberikan senyumannya sebagai jawaban. Riri begitu
telaten menjilati tangan kanan Malih. Punggung tangan, telapak
tangan, sela-sela jari, semuanya dijilati Riri. Kelima jari Malih pun
diemut-emut dan dikulum oleh gadis cantik itu. Lengan kiri Malih juga
mendapat perlakuan sama dari Riri. Riri kembali menciumi dada Malih,
turun ke bawah, dan mengecupi perut Malih. Dengan gerakan perlahan,
Riri membuka kancing dan resleting celana Malih. Malih mengangkat
pahanya, Riri jadi mudah menarik celana Malih. Riri melipat dengan
rapih celana Malih dan menaruhnya di samping. Riri mengangkat kaki
kiri Malih, menempelkan payudara kanannya ke telapak kaki Malih.
Entah tujuannya apa, tapi Riri menggunakan payudaranya seperti keset
untuk membersihkan telapak kaki Malih. Malih benar-benar bingung
melihat sikap Riri yang agresif. Riri mengelus-eluskan pipinya sendiri
ke telapak kaki Malih.
"hmmm...". Tiba-tiba Riri menjilati telapak kaki Malih, dari tumit
sampai ke sela-sela jarinya. Lidah Riri menyelip masuk ke sela-sela
jari kaki Malih. Kelima jari kaki Malih dijilati dan diemut-emut Riri
sebelum menjilati seluruh kaki Malih. Tak terlihat ekspresi jijik
ataupun mual, Riri malah kelihatan begitu serius menggunakan
lidahnya untuk membersihkan kaki Malih. Tak hanya kaki kiri, kaki
kanan Malih juga mendapatkan 'perawatan' dari lidah Riri. Inilah Riri
sebenarnya. Entah disebut kelainan atau malah kesempurnaan dari
seorang wanita, dari dulu Riri memang sangat senang menjilati tubuh
lawan mainnya tak terkecuali kaki dan ketiak. Lina, Intan, dan Moniq
bahkan menyebut Riri sebagai 'sex treatment' berjalan, tapi Riri
menyebutnya sebagai 'mandi kucing'. 'penyakit'nya lah yang membuat
Riri benar-benar menjaga perasaannya terhadap teman cowok yang
mendekatinya. Tentu Riri akan dicap sebagai cewek agresif dan nakal
jika semua pria yang mendekatinya mendapatkan 'mandi kucing'
darinya.
Jadi, Riri memang sengaja menciptakan kepribadian yang lain, cewek
judes dan cuek agar tak sembarang pria bisa mendekatinya. Sampai
saat ini, hanya ada 2 pria yang pernah merasakan mandi kucing dari
Riri. Pertama, mantan pacarnya yang keempat, meski mantan pacarnya
ada 6, tapi hanya yang keempat yang pernah mendapatkan Riri
sepenuhnya. Riri dan mantannya yang keempat itu saling mencintai,
tapi sayang mantannya harus pergi ke Sumatra mengikuti keluarganya.
Dan pria kedua adalah kakeknya sendiri. Ya, pria yang mengambil
keperawanan dan mengajari Riri untuk melayani pria dengan sepenuh
hati termasuk mandi kucing adalah kakeknya sendiri. Secara teknis,
kakek yang Riri kenal bukanlah kakek kandungnya. Kakek kandungnya
meninggal dunia sudah lama sekali ketika ibu Riri masih berusia 7
tahun, dan peran kakek kandungnya digantikan oleh kakek tiri yang
baik dan perhatian. Entah setan darimana, Riri dan kakeknya itu bisa
berhubungan intim saat Riri masih 3 SMP. Sejak saat itu, Riri dan
kakeknya menjalin hubungan tanpa dicurigai kedua orang tuanya
sampai akhirnya kakeknya meninggal. Itulah mengapa Riri tak bisa
melupakan kakeknya sampai sekarang.
"mmm...". Malih hanya memandangi kakinya yang sedang dijilati Riri
dengan penuh seksama.
"Ah, benar-benar mimpi yang indah", pikir Malih.
Tak heran kalau Malih menganggap semua yang terjadi adalah mimpi.
Jika bukan mimpi, rasanya tak mungkin ada seorang gadis muda yang
sangat cantik seperti Riri mau melakukan seperti ini, di dunia nyata
pasti tak ada yang mau mendekatinya, pikir Malih lagi. Kedua kaki
Malih telah berlumuran air liur Riri. Kini, lidah Riri berjalan dari mata
kaki kanan naik terus ke ujung bawah kolor Malih. Riri berpindah ke
mata kaki kiri Malih. Pemandangan yang begitu liar melihat gadis
secantik Riri menjilati seluruh tubuh pria tua seperti Malih. Kedua
tangan Riri merayap masuk ke dalam kolor Malih di 2 sisi, kanan dan
kiri dan bertemu di senjata Malih.
"hmmm...", gumam Riri. Benda yang ada di dalam kolor Malih terasa
begitu hangat dan kokoh.
"emm..", Malih menikmati remasan dan pijatan tangan Riri di batang
kejantanannya. Tangan gadis cantik itu terasa sangat hangat, lembut,
dan lihai memijat. Riri mencumbui dan menjilati kolor Malih tepat di
tengah-tengahnya. Padahal, kolor itu menyebarkan bau apek, tapi Riri
kelihatan sangat nyaman berada di sana. Malih memang tidak terlalu
merasakan efeknya, tapi rasa hangat dari ciuman mesra dan jilatan Riri
benar-benar terasa. Merasa cukup, Riri menarik kolor Malih. Dia
sempat terdiam saat melihat batang kejantanan Malih meloncat keluar.
Riri tak pernah melihat penis yang kelihatan sangat kokoh, besar, dan
panjang. Badannya memang kurus, tapi itunya, pikir Riri. Riri menarik
kolor Malih dan melipatnya lagi dengan rapih. Kedua tangan halus Riri
mendekati tongkat yang sudah berdiri tegak itu. Dielus-elusnya
burung Malih, sesekali Riri mengusap-usap helm lunak Malih.
Malih merasa begitu dimanjakan oleh gadis cantik yang sedang
'mengurusi' alat kelaminnya. Ia memandangi Riri yang kelihatan begitu
terampil dan tahu benar bagaimana memijat dan mengurut alat
kelaminnya. Batang kejantanan Malih dielus-elus, diusap-usap,
ditekan-tekan Riri di beberapa titik dengan satu atau kedua jempolnya,
dan sesekali Riri menggunakan kedua tangannya untuk mengurut dari
pangkal sampai ke kepalanya. Kantung zakar Malih juga dipijat dan
diremas-remas lembut oleh Riri. Riri mendekatkan wajahnya ke
selangkangan Malih. Bau apek ditambah aroma kejantanan yang begitu
tajam tercium oleh Riri.
"cph cph cph". Sekujur 'roket' Malih diciumi Riri. Bagian bawah, atas,
kanan, kiri, dan juga lipatan antara batang dan zakar Malih mendapat
ciuman dari gadis cantik itu. Riri berpindah ke zakar Malih sekarang.
Sama sekali tak ada rasa enggan ataupun jijik, Riri terlihat begitu
senang memanjakan alat kelamin Malih seolah sudah terbiasa dan
menjadi kewajiban baginya untuk 'membahagiakan' Malih.
"mm..neeng..", nikmat sekaligus basah sekali di bawah sana, begitulah
yang dirasakan Malih.
Dengan lidahnya, Riri terus 'menyapu' kantung zakar. Sesekali Riri
mencium dan mengemut-emut pelir Malih. Cantik, muda, baik, tubuh
putih mulus, dan tahu benar cara 'merawat' alat kelamin pria, benar-
benar cewek idaman. Batang kejantanan Malih mungkin terlihat seperti
eskrim di mata Riri karena Riri kelihatan begitu menikmati senjata
Malih itu.
"oooohhh teruss nenggg...enaaakkhhh". Sudah lama tak merasakan
nikmat dan hangatnya mulut wanita di alat kelaminnya, jadi tak heran
kalau Malih sangat keenakan. Lidah Riri naik-turun di tongkat Malih
dan sesekali, lidah gadis cantik itu berputar mengelilingi diameter
penis Malih dari bawah sampai ke pucuknya. Riri tak henti-hentinya
melumuri senjata Malih dengan air liurnya. Riri juga asik mengulik
lubang kencing Malih seakan sumber mata air yang sedang dipancing
keluar.
"mmm..", desah Riri lembut dengan suara yang begitu menggoda saat
dia mulai mengemuti kepala penis Malih.
"oohhh...", desah Malih saat penisnya ditelan Riri sepenuhnya.
Kehangatan yang begitu luar biasa menyelimuti alat vitalnya, Malih
pun menahan kepala Riri agar tidak bergerak. Lidah Riri senantiasa
memberikan belaian kepada batang Malih. Riri mulai menggerakkan
kepalanya naik-turun. Sesekali, Riri hanya mengemut kepala penis
Malih sambil menggelitik lubang kencing Malih. Tangan Riri senantiasa
memberikan pijatan dan remasan lembut pada pelir Malih. Riri bisa
merasakan sedikit sperma Malih yang memang keluar dari lubang
kencingnya. Batang Malih sesekali dikocok Riri untuk meratakan air
liurnya. Riri berdiri, pandangan mata Malih tertuju pada tengah
selangkangan gadis cantik itu. Sama sekali tak ada rambut kemaluan
yang tumbuh di daerah itu sehingga bentuk vagina Riri dapat dilihat
dengan sangat jelas oleh Malih. Riri menurunkan pinggangnya.
Tangannya memegangi penis Malih. Begitu terasa posisi rudal Malih
sudah tepat dan pas dengan vaginanya, Riri menurunkan pinggangnya.
"mmmm....", gumam Riri senada dengan Malih.
Perlahan, vagina Riri terus menelan alat kelamin Malih.
"eemmhhh", lirih Riri pelan merasakan sensasi di selangkangannya.
Liang vaginanya terasa penuh sesak, terasa seperti ada sesuatu yang
'mengganjal' bagian tubuhnya, tapi sesuatu itu juga memberikan rasa
yang sungguh nikmat di sekujur urat sarafnya, begitulah yang sedang
dirasakan Riri. Sementara, Malih juga sedang meresapi hangatnya liang
vagina Riri. Alat kelamin mereka saling mengikat satu sama lain.
Vagina Riri mencengkram batang Malih dengan kuat, sementara penis
Malih mengait rahim Riri dengan kokoh. Bentuk, panjang, dan diameter
benda tumpul yang ada di dalam rahimnya terasa begitu pas sekali
bagi Riri. Riri mendekatkan wajahnya ke wajah Malih. Begitu cukup
dekat, bibir Riri langsung disambar Malih.
"mmpphh..ccpphhh..ccpphh...". Keduanya begitu menikmati momen ini,
ciuman mereka semakin dalam, semakin erat, semakin hangat, dan
semakin mesra. Sementara itu, kedua alat reproduksi mereka pun
sudah saling beradaptasi satu sama lain.
Riri mengangkat tubuhnya tegak. Mulutnya berlumuran air liur Malih,
begitu juga sebaliknya. Pinggul Riri mulai bergerak maju-mundur.
"emmmmmmhhh...", lirihan Riri pelan namun panjang dengan suara
yang lembut.
"ooohhh neengghh", desah Malih merasa luar biasa enak, burungnya
seperti sedang digilas dan dikucek oleh vagina Malih. Riri juga
merasakan kenikmatan yang sama. Selama waktu terus berjalan, Riri
terus menggerakkan pinggulnya untuk tetap mengocok senjata Malih.
Maju-mundur, kanan-kiri, naik-turun, berputar-putar, dan bahkan Riri
mengangkat pinggulnya agak ke belakang, perlahan turun ke bawah
sambil mendorong maju ke depan dan terakhir pinggulnya diangkat,
seperti gerakan orang menyendok.
"ooohh aaahhh aaahhhh OOOUUHHH !!", Riri menekan vaginanya ke
bawah, sedangkan kedua tangannya menekan perut Malih.
Otot-otot gadis cantik itu menegang, dia sedang melepaskan puncak
kenikmatannya. Padahal dia yang setidaknya memegang kendali, tapi
kenapa dia yang tidak mampu menahan orgasmenya, Riri kebingungan.
Sambil menunggu Riri mengatur nafasnya, Malih memegang kedua
tangan Riri seolah sedang memberikan semangat kepada Riri. Malih
menarik tubuh Riri ke bawah, dipeluknya tubuh putih mulus Riri.
Dengan perlahan, Malih mengangkat tubuh Riri. Riri langsung
melingkarkan tangannya di leher Malih dan kakinya di pinggang Malih,
takut jatuh. Malih meletakkan tubuh Riri di kasurnya. Sekarang Riri
berada di bawah dan Malih yang berada di atas. Mereka berdua
bertukar posisi tanpa harus melepaskan 'ikatan' alat kelamin mereka.
Ternyata masih bisa, pikir Malih merasa bangga masih bisa bertukar
posisi tanpa harus mencabut penisnya seperti dulu.
"emmmhhh ooohh uuuhhh". Malih mulai menyodok-nyodok rahim Riri,
tak heran Riri mulai melirih keenakan.
Benda tumpul milik Malih terus bergerak maju-mundur di dalam liang
kewanitaan Riri. Kecepatan genjotan Malih bertambah setiap menitnya.
Semakin lama terasa semakin nikmat, keduanya semakin larut dalam
kenikmatan persenggamaan yang begitu panasnya. Alat kelamin yang
saling bergesekkan memang memberikan kenikmatan surga duniawi
yang amat besar.
"OOOUUHHHH !!!", lenguh Riri melepaskan orgasmenya. Malih
mengubur penisnya dalam-dalam di rahim Riri dan mendiamkan
burungnya itu sejenak untuk membiarkan Riri menikmati puncak
kenikmatannya dan juga sekaligus menikmati burungnya yang
berendam dalam kehangatan cairan vagina Riri.
"ccllkk ccllkk", Malih mulai mencekoki vagina Riri lagi. Kini, mereka
berdua menyelaraskan gerakan alat reproduksi masing-masing. Saat
Malih mendorong penisnya masuk, Riri menekan vaginanya ke bawah.
Desahan-desahan Riri menghiasi malam di rumah Malih. Keduanya
berpeluh keringat, sama-sama merasakan panasnya persenggamaan
mereka. Nafas mereka sama-sama memburu, tubuh mereka sangat
menikmatinya. Malih mendekap tubuh Riri dan menghujami liang
kewanitaan Riri lebih cepat daripada sebelumnya.
"aahhh ooohhh ooohh mmhhh uuuhhh aaaaahhh", Riri tak kuat
menahan rasa nikmat yang dirasakannya.
Sodokan-sodokan Malih benar-benar cepat dan kuat, Riri hanya bisa
melingkarkan kedua kakinya di pinggang Malih.
"eeennhhh dikiiid lagiii", teriak Malih. Dengan dorongan yang sangat
kuat, penisnya mentok di dalam rahim Riri. Tiba-tiba Malih mencabut
keluar penisnya dan mengangkangi wajah Riri. Sambil mengocok
dengan cepat, Malih mengarahkan senjatanya ke muka Riri. Riri
langsung menyingkirkan tangan Malih, dan menggunakan tangannya
untuk gantian mengocok.
"neeengghh..", desah Malih saat Riri mengulum kepala penisnya
sambil mengocok batang penisnya. Gadis cantik itu tahu benar kalau
Malih akan ejakulasi.
"OOOKKKHHH !!!", erang Malih, kedua tangannya menahan kepala Riri.
"crooot crooot !!", semburan sperma Malih benar-benar kencang bagai
keran air. Namun, Riri memang sudah siap untuk menampung sperma
Malih. Rasanya sungguh kental, asin, dan begitu 'laki-laki', inikah rasa
sperma yang sudah 3 tahun tidak dikeluarkan, pikir Riri. Riri
menggelitiki lubang kencing pria tua itu untuk mendapatkan sisa-sisa
spermanya.
Malih pun mengeluarkan penisnya dari mulut Riri.
"gllkk", terlihat Riri menelan seluruh sperma Malih yang ada di
mulutnya. Malih tidur di samping Riri.
"makasih neng Riri...", ucap Malih membelai kepala Riri. Riri tersenyum
dan memeluk Malih. Benar-benar mimpi yang sangat tak terlupakan,
pikir Malih. Mereka berdua saling berpelukan erat dalam ketelanjangan
mereka. Aroma keringat dan aroma persetubuhan begitu kental tercium
di rumah Malih yang sempit. Mudah-mudahan gue gak sampe bangun,
pikir Malih yang sedang 'anget' dipeluk Riri.
Nafsu Malih pun muncul lagi, tangannya iseng merayap ke bawah dan
mengelus-elus selangkangan Riri. Riri memandang Malih dan
tersenyum. Kayaknya neng Riri gak keberatan nih, kalimat yang ada di
dalam benak Malih. Nafsu Malih yang tidak pernah dikeluarkan 3
tahun, semuanya dilampiaskan kepada Riri, seorang gadis cantik yang
sangat 'pengertian' terhadapnya. Tak ada rasa enggan ataupun
sungkan lagi pada diri Malih terhadap Riri, yang ada hanyalah otak
mesum yang berpikir untuk merengkuh kenikmatan dari Riri. Nafsu
Malih yang menggebu-gebu juga memancing gairah Riri. Keduanya
bagaikan pengantin baru yang sedang menjalani malam pertama.
Begitu bernafsu, begitu bergairah, tak ada yang bisa memisahkan
mereka. Malih bisa menikmati setiap jengkal tubuh Riri sepuasnya
seakan-akan Riri sudah menjadi istrinya. Riri pun melayani Malih
dengan sepenuh hati seolah-olah jiwa dan raganya sudah menjadi hak
milik Malih. Layaknya anak kecil yang mendapatkan permainan baru,
mereka berdua terus melampiaskan gairah, bercinta dengan nafsunya
sampai 4 ronde, meskipun mereka belum makan. Tapi, sepertinya rasa
lapar terkalahkan oleh rasa nikmat duniawi yang tengah mereka
rasakan. Mereka berdua sampai kelelahan dan akhirnya tertidur dalam
berpelukan.
"hhhoohhmm..", Malih bangun, dan mendapati dirinya tidur sendiri,
hanya mengenakan kolornya.
"Pak Malih udah bangun ?", tanya Riri yang masuk ke dalam.
Sepertinya Riri dari luar.
"iyaa neng, hehe..".
Malih tersenyum sendiri mengingat mimpinya ketika melihat Riri yang
sepertinya sedang menyiapkan sesuatu.
"ayoo, Pak..sarapan dulu..kan dari tadi malem, kita belom makan..".
Seketika Malih kaget mendengar perkataan Riri. Malih juga jadi
menyadari, mimpi tadi malam pastilah mimpi basah, tapi kenapa
kolornya tidak terasa apa-apa alias kering-kering saja. Mereka berdua
makan tanpa berbicara. Sebenarnya, Malih ingin sekali menanyakan
tentang semalam kepada Riri, tapi tentu rasanya tak sopan.
"sini, Pak..piringnya..". Riri membawa piring tadi ke kamar mandi untuk
dicuci. Malih pun keluar rumah. Pagi hari ini terasa lebih segar dan
lebih cerah bagi Malih. Badannya terasa segar bugar, enak sekali
rasanya.
"ayo, Pak..kita keliling...".
"ayo, neng...". Sampai siang, mereka berdua berkeliling mengumpulkan
sampah.
"neng Riri..".
"iya, Pak ?".
"apa neng Riri inget tadi malem ?".
Tiba-tiba Riri berhenti menyuap makan siangnya.
"emang kenapa, Pak ?".
"sebelumnya saya minta maaf, neng..".
"iya, kenapa, Pak ?".
"apa tadi malem saya ngapa-ngapain neng Riri ?", kalimat itu keluar
begitu saja dari mulut Malih. Riri pun tersenyum dan mengangguk
pelan.
"jadi tadi malem bukan mimpi ?".
"bukan..", jawab Riri tersenyum manis.
"maafin saya, neng, saya bener-bener minta maaf, neng...tolong jangan
laporin saya ke polisi, neng...", ujar Malih hampir sujud ke Riri.
"udah, Pak...".
"saya bener-bener minta maaf, neng...".
"saya nggak marah, Pak..".
"ne..neng nggak marah ?".
"iya, Pak...itu ucapan terima kasih saya..".
"terima kasih apa, neng ?", Malih jadi semakin bingung saja.
"terima kasih udah buat saya sadar, meskipun kehilangan orang yang
di sayangi, tapi bapak tetep jalanin hidup...nggak kayak saya yang
terus sedih keinget kakek saya..". Malih tak bisa berkomentar. Dengan
instingnya sebagai laki-laki untuk melindungi wanita dan membuatnya
nyaman, Malih pun merangkul gadis cantik itu.
"maaf, neng..saya buat neng jadi sedih...".
"nggak apa-apa, Pak..ayo, Pak kita lanjut lagi, yuk..".
"neng nggak apa-apa ?".
"nggak apa-apa, Pak..ayoo, Pak...".
Malih benar-benar bingung dengan Riri. Gadis cantik ini sangat sulit
ditebak perasaannya. Tadi dia sedih, tapi sekarang dia kelihatan
bersemangat dan senang. Tadi juga pas ditanya tentang semalam, Riri
menjawab dengan malu-malu, padahal tadi malam, dia begitu
bergairah dan sangat agresif. Seperti orang yang memiliki kepribadian
ganda. Mereka berdua berkeliling seperti biasa sampai sore.
"ujan !!".
"kita neduh di sana aja, neng...". Padahal sudah mengembalikan
gerobak, hanya tinggal kembali ke rumah saja, tapi mereka berdua
harus berteduh karena hujannya cukup deras.
"neng Riri..".
"iya, Pak ?".
"saya mau ngucapin makasih...".
"makasih kenapa, Pak ?".
"udah ngebolehin saya kemaren malem..".
"iya, Pak..sama-sama..".
"saya nggak tau harus gimana lagi ngucapin makasih ke neng Riri..".
"hmm...kata bapak, bapak dulu supir kan ?".
"iya, neng..emangnya kenapa ?".
"gimana kalau bapak kerja jadi supir saya aja ?".
"nggak usah, neng..udah cukup neng Riri bantu saya..terutama tadi
malem, saya nggak tau harus bales gimana ke neng Riri ?".
"apa bapak bener nggak mau ? ntar bapak bisa pindah ke rumah
saya..". Tawaran Riri itu membuat Malih jadi berpikir keras. Satu sisi,
Malih benar-benar merasa tak enak dengan Riri. Tapi di sisi lain, Malih
membayangkan serumah dengan Riri. Jika beruntung, kejadian kemarin
malam bisa terulang terus setiap malamnya.
"yang bener, neng ?".
"iya, Pak..gimana, mau ?".
"boleh deh, neng...tapi saya nggak usah digaji..".
"lho ? masa bapak nggak mau digaji ?".
"nggak usah, neng...saya serumah ama neng Riri udah seneng..hehe...",
Malih sudah berani merayu Riri.
"ah bapak bisa aja..".
"hehe...yaudah, neng..saya beli makanan buat ntar malem..".
"oh iya deh, Pak..kalo gitu saya tunggu di rumah yaa..". Setelah
membeli makanan, Malih pun berpikir selama perjalanan. Pria tua itu
berpikir bagaimana caranya bilang ke Riri kalau dia ingin seperti
kemarin malam.
"neng Riri ! ini makanannya !!".
"iya, Pak !!", jawab Riri yang sepertinya sedang berada di dalam kamar
mandi.
Malih kaget sekali ketika melihat Riri keluar dari kamar mandi. Tak ada
sehelai benang pun yang menutupi tubuh putih mulus Riri. Mata Malih
sangat dimanjakan oleh pemandangan yang ada di depannya. Kali ini,
Malih sudah yakin, bahwa gadis cantik ini telanjang tidak di dalam
mimpinya tapi memang betul-betul telanjang. Malih langsung memeluk
Riri dan menciumi payudaranya.
"hihi...udah, Pak...kita makan dulu aja...", canda Riri, tapi tak
menghentikan Malih. Tak ada rasa canggung lagi di antara mereka
berdua, rasa itu telah sirna. Seolah mereka sudah terbiasa. Malih
merasa sudah memiliki Riri sepenuhnya, jadi tak perlu sungkan lagi
terhadap Riri. Riri pun merasa dirinya tak bisa menolak kemauan Malih.
"oh iya deh, neng..kita makan dulu...". Mereka berdua makan. Sesekali
Malih iseng mencolek puting Riri. Mereka sama sekali tak kelihatan
seperti orang yang baru kenal, mereka seperti pasangan suami-istri
yang setidaknya telah bersama selama 2 tahun.
Semuanya karena Riri yang agresif dan nakal. Tapi, bukan tanpa alasan
Riri jadi 'nakal' seperti temannya Lina, Riri merasa sedang bersama
kakeknya karena wajah Malih mirip dengan kakeknya. Tak heran kalau
Riri tak merasa canggung bugil di hadapan Malih.
"rrsss...".
"ujan ya, Pak ?".
"iya, neng..kayaknya ujan..". Sungguh keadaan yang ideal, hujan
deras, hawa dingin, dan bersama seorang gadis cantik yang sudah
telanjang bulat. Hanya satu yang bisa dilakukan, pikir Malih.
"neng Riri kedinginan nggak ?".
"hmm..".
"saya buat anget..mau gak ?". Riri hanya tersenyum. Malih pun
mendorong tubuh Riri hingga gadis cantik itu terlentang dengan
pasrah. Hampir tak percaya dengan nasibnya sendiri, Malih
memandangi Riri. Sama sekali tak menduga, setelah 3 tahun, ia bisa
merasakan kehangatan seorang wanita, apalagi wanita yang masih
muda dan sangat cantik. Kali ini Malih memastikan dia yang berkuasa
dengan menindih Riri. Digelutinya setiap jengkal tubuh Riri yang segar
nan harum, membuat Malih semakin bernafsu untuk merengkuh
kenikmatan darinya. Bercinta dengan gadis muda nan cantik yang
sangat bergairah membuat Malih merasa muda kembali. Malam yang
dingin sama sekali tak terasa oleh mereka berdua. Malam itu mereka
lalui dengan kehangatan. Esoknya, Malih membawa barang-barangnya
untuk pindah ke rumah Riri.
"ayo, Pak..masuk..".
"waah..apa kamar ini nggak kebagusan, neng ?".
"nggak lha, Pak...ini kan kamar Riri..", Riri sudah tidak memakai saya
lagi.
"ha ? kamar neng Riri ? terus kamar bapak di mana, neng ?".
"ya disini..".
"sekamar ama neng Riri ?".
"iya, Pak..apa bapak mau kamar sendiri ?", goda Riri.
"nggak ah, neng...di sini kayaknya enak..hehe..". Malih langsung
menomplok Riri yang sedang tidur terlentang di ranjang.
"bentar dulu, Pak...Riri mau ngejelasin sesuatu dulu...". Malih pun
bangun dan duduk di tepi ranjang, Riri duduk dengan kaki selonjoran.
"mau jelasin apa, neng ?".
"gini, Riri kan nyewa orang buat bantu Riri beres-beres rumah,
namanya mbok Ratih..".
"iya, terus neng..?".
"Pak Malih nggak apa-apa kan kalo pura-pura pulang pas mbok Ratih
pulang juga ?".
"emangnya mbok Ratih pulang jam berapa ?".
"jam 6 sore, Pak...".
"tapi bapak boleh balik lagi kan, neng ?".
"ya boleh lah, Pak...ntar nggak ada yang nemenin Riri..".
"beres deh kalo gitu, neng..hehe".
"satu lagi, Pak...bapak gak keberatan kan manggil Riri pake non ?".
"ya nggak lha, neng..eh non..kan non Riri emang majikan
bapak..hehe...".
"majikan ? tapi kok digrepe gini ?", canda Riri.
"abisnya majikannya baik sih..jadi gak bakal marah kalo bapak grepe...
hehehe..".
"dasarr...", Riri menjepit hidung Malih dengan kedua jarinya.
"oh iyaa, non..terus sekarang mbok Ratihnya mana ?".
"pulang kampung, Pak...".
"berapa lama, non ?".
"katanya sih 2 sampai 3 minggu..".
"kalo gitu, cuma ada kita bedua nih, non ? 2 minggu ?", kedua tangan
Malih meremasi gumpalan daging kembar Riri yang empuk dan kenyal
itu untuk menaikkan 'tensi'nya. Riri mengangguk sambil merasakan
nikmat dari payudaranya yang sedang diremas-remas oleh Malih.
Kedua insan itu pun melakukan proses reproduksi seksual yang begitu
'panas'. Benar saja sebuah ungkapan "kehidupan seperti roda yang
berputar, kadang di atas, kadang di bawah". Yang tadinya hanya
seorang tukang sampah yang sendirian kini menjadi supir yang bisa
bercinta dengan majikannya yang masih muda dan sangat cantik itu,
ditambah gaji 750000/bulan. Sungguh perubahan nasib yang drastis
yang dirasakan Malih. Handycam Riri merekam semuanya dari pertama
kali Riri membantu Malih mengumpulkan sampah sampai kini Malih
tinggal bersamanya. Riri memang tidak mengincar hadiah dari
tantangan, tapi dia menggunakan handycamnya untuk menyimpan
momen-momen kebersamaannya bersama Malih.
"halo Ri ?".
"eh, Lin ? lo gimana sih ? gak ada kabar ? Moniq n' Intan juga gak ada
kabarnya ?".
"iyaa, maaf...seminggu ini pada sibuk ama liburan siih...".
"yaudah..kapan nih ketemu lagi ? gue bosen banget di rumah...".
"besok ke villa gue aja, nih gue lagi di villa bareng Intan n' Moniq,
nonton video liburan si Moniq...lucu banget..hihi..".
"lucu gimana ?".
"dia kan liburannya jadi peternak..nah ama bapak yang direpotin
Moniq..si Moniq dijadiin sapi, diperah n' dimandiin kayak
sapi..hihi..kocak..".
"gue jadi penasaran pengen liat si Moniq jadi sapi..haha..".
"yaudah..besok ke sini..bawa handycam lo..gue pengen liat..pasti lo
hot maennya..".
"tapi pasti lebih hot lo lah..lo kan terangsang terus..".
"enak aja lo...lo tuh sex treatment berjalan..oh iyaa lo jadi apa
ceritanya ?".
"tukang sampah..".
"ha ? tukang sampah ? kan tukang sampah bau ? lo masih ngelakuin
sex treatment ?".
"iyaa, kan udah kebiasaan..hehe..lo jadi apaan, Lin ?".
"jadi bu tani...".
"jangan bilang lo begituan di sawah ?".
"ya nggak lah..emangnya gue si Intan..".
"ya kirain gtu..haha..".
"yaudah, gue tunggu besok ya, beib...".
"okee, beib..duduw...". Riri keluar kamar.
"Pak Malih..besok anterin Riri ke villa temen yaa ?".
"beres non...".
So, di antara 4 bunga kampus itu, siapakah yang akan mendapatkan
hadiahnya. Apakah Lina Arliani Gevistha, seorang gadis cantik yang
mudah terangsang, sedikit eksibisionis, dan sangat suka bercinta
sampai larut malam. Atau Intannia Savitri, gadis manis dengan sifat
asli sebagai eksibisionis sejati, sangat suka berhubungan intim di
alam terbuka, dan tidak pernah menolak jika 'dikeroyok'. Atau
mungkin, Monica Cynthia Margaret, gadis imut yang sangat menyukai
bondage sex, dan semakin bergairah jika semakin 'tersiksa' saat
disetubuhi. Atau malah, Riri Oktaviana, gadis cantik yang memiliki 2
kepribadian, dan memiliki sex treatment dengan lidahnya sebagai
pelayanan total untuk lelaki yang dikaguminya. Who knows ?
****************

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.