Jumat, 06 Maret 2015

Nightmare Sidestory: Home Alone

Kisah ini terjadi sekitar tiga bulan setelah Sherin mengalami mimpi
buruknya dengan Imron, si penjaga kampus bejat itu. Saat itu adalah
lima hari menjelang Lebaran, Sherin sudah tiga hari di rumah tanpa
orang tuanya karena keduanya sedang ke luar kota menghadiri
pernikahan famili. Tinggallah dia di rumah yang besar itu dengan dua
orang pembantunya Mbak Jum dan Mbak Narti serta seorang tukang
kebun tua, Pak Udin. Sebenarnya ada seorang pembantu lagi, Mbak
Milah tapi dia sudah minta ijin mudik sehari sebelum kedua orang
tuanya berangkat. Hari itu jam sepuluh pagi, Mbak Jum dan Narti pun
berpamitan pada Sherin untuk mudik, Sherin sebelumnya memang
sudah diberitahu hal ini oleh mamanya dan dititipi sejumlah uang
untuk mereka. Maka Sherin pun menyerahkan kedua amplop berisi
uang itu kepada mereka sebelum mereka meninggalkannya.
"Cepetan balik yah Mbak, saya sendirian nih jadinya !" pesan Sherin.
"Non nggak usah takut kan disini masih ada Pak Udin, oh iya makanan
buat siang nanti Mbak udah siapkan di meja, kalau dingin masukin
oven aja yah" kata Mbak Narti.
Akhirya kedua wanita itupun berangkat. Sherin sebenarnya agak risih
di rumah hanya berdua dengan Pak Udin, apalagi masih belum hilang
dari ingatannya kenangan pahit diperkosa mantan sopirnya, Nurdin
dulu.
Dia ingin memanggil pacarnya Frans untuk menemaninya, namun
sayang pemuda itu baru berangkat bersama keluarganya ke Singapura
kemarin. Namun dia agak lega karena menurutnya Pak Udin bukanlah
pria berbahaya seperti mantan sopirnya itu, dia adalah pria berusia
lanjut, 67 tahun dan orangnya cukup sopan, kalau berpapasan selalu
menyapanya walaupun seringkali Sherin cuek karena sedang buru-buru
atau tidak terlalu memperhatikan. Ia baru bekerja di rumah mewah itu
sebulan yang lalu menggantikan tukang kebun sebelumnya, Pak
Maman yang mengundurkan diri setelah istrinya di kampung
meninggal. Setelah mengantarkan kedua pembantunya hingga ke
pagar, Sherin kembali ke dalam dan masuk ke kamarnya. Di sana dia
mengganti bajunya dengan baju fitness yang seksi, atasannya berupa
kaos hitam tanpa lengan yang menggantung ketat hingga bawah dada
sehingga memperlihatkan perutnya yang seksi, belum lagi
keketatannya menonjolkan bentuk dadanya yang membusung indah,
sementara bawahannya berupa celana pendek yang membungkus paha
hingga sepuluh centi diatas lutut. Setelah mengikat rambutnya ke
belakang, dia segera turun ke bawah menuju ruang fitness di belakang
rumah. Ruang itu berukuran sedang dengan dilapisi karpet kelabu,
beberapa peralatan fitness tersedia disana seperti treadmill, training
bike, perangkat multi gym, hingga yang kecil-kecil seperti
abdomenizer dan barbel. Ruang fitness keluarga ini memang cukup
lengkap, disinilah Sherin sering berolahraga menjaga kebugaran dan
bentuk tubuhnya.
Sebelum mulai berolah raga Sherin menyalakan CD playernya dan
terdengarlah musik R&B mengalun dari speaker yang terpasang pada
dua sudut ruangan itu. Sherin memulai latihan hari itu dengan
treadmill, kira-kira dua puluh menit lamanya dia berjalan di atas papan
treadmill itu lalu dia berpindah ke perangkat multi gym. Disetelnya alat
itu menjadi mode sit up dan mulailah dia mengangkat-angkat
badannya melatih perut sehingga tidak heran jika dia memiliki perut
yang demikian rata dan mulus. Butir-butir keringat mulai membasahi
tubuh gadis itu, dari kening dan pelipisnya keringatnya menetes-
netes. Tiba-tiba Sherin merasa dirinya ada yang sedang mengawasi,
dia melayangkan pandangannya ke arah pintu geser yang setengah
terbuka dimana dilihatnya Pak Udin, si tukang kebun itu sedang berdiri
memandangi dirinya.
"Heh...ngapain Bapak disitu !?" hardik Sherin yang marah atas
kelancangan Pak Udin yang masuk diam-diam itu.
"Nggak Non, abis nyiram tanaman aja kebetulan lewat sini ngeliat Non
lagi olahraga" jawab pria itu.
"Ga sopan banget sih, masuk diem-diem gitu, keluar !!" bentak Sherin
sambil menundingnya.
Sherin mulai merasa tidak enak dan takut ketika melihat pria tua itu
bukannya pergi malah diam saja menatap padanya lalu
mengembangkan senyum. Tidak, peristiwa seperti dulu tidak boleh
terjadi lagi demikian pikir Sherin, lagipula dia hanya seorang pria tua,
bisa apa dia terhadapnya, seburuk-buruknya kemungkinan pun paling
melarikan diri dan si tua itu tidak mungkin tenaganya cukup untuk
mengejar.
"Bapak mulai kurang ajar yah" Sherin marah dan berdiri
menghampirinya, "denger gak tadi saya bilang keluar !?"
"Keluar ya keluar Non, tapi ngomongnya baik-baik dikit dong, dasar
lonte" kata Pak Udin.
Kedua kata umpatan terakhir itu memang diucapkan Pak Udin dengan
suara kecil, namun Sherin dapat mendengarnya sehingga kontan
darahnya pun semakin naik.
"Hei...omong apa tadi ?! Keluar sana, cepat beresin barang Bapak,
Bapak saya pecat sekarang juga, dasar orang tua ga tau diri !" Sherin
membentaknya dengan sangat marah.
Pak Udin tentu saja kaget karena umpatannya terdengar sehingga
memancing kemarahan nona majikannya itu, tapi sebentar saja
senyumnya mengembang kembali.
"Lho kenapa emangnya Non, emang bener kan kata saya tadi, sama
penjaga kampus dan sopir aja Non mau kan ?" ujarnya enteng.
Mendengar itu Sherin langsung merasa seperti ada belati dilempar
tepat mengenai dadanya, dia langsung mati kutu dan terdiam selama
beberapa detik, rasa takut pun mulai melingkupi dirinya.
"Jangan ngomong sembarangan yah, saya telepon papa atau polisi
kalau perlu kalau Bapak macam-macam !" gertaknya sambil menutupi
kegugupan.
"Ya silakan Non, telepon aja, ntar juga saya laporin Non pernah ada
main sama si Nurdin dulu, terus sama penjaga kampus Non juga"
Kemudian pria tua itu mulai menjelaskan bagaimana dia mengetahui
skandal-skandal seks gadis itu yang ternyata didapatnya dari Nurdin,
mantan sopirnya, yang juga tidak lain adalah keponakan pria itu.
Sherin diam seribu bahasa, rasanya lemas sekali membayangkan apa
yang akan terjadi selanjutnya. Pak Udin lalu mendekati Sherin yang
berdiri terpaku, tangan keriputnya memegang kedua lengannya yang
mulus. Sherin tidak bereaksi, batinnya mengalami konflik, dia sama
sekali tidak ingin melayani nafsu pria seusia kakeknya ini, namun apa
daya karena pria ini telah mengetahui aibnya yang dipakainya sebagai
alat mengintimidasinya. Tangan pria itu mulai membelai lengannya
sehingga menyebabkan bulu kuduk gadis itu serentak berdiri merasa
geli dan jijik. Tangan kanannya naik membelai pipinya lalu ke belakang
kepalanya menarik ikat rambutnya sehingga tergerailah rambut
indahnya yang seminggu lalu baru diluruskan dan dihighlight
kemerahan.
"Cantik, bener-bener cantik !" gumam Pak Udin mengagumi kecantikan
Sherin, "Cuma sayang sifatnya jelek !" sambungnya sambil mendorong
tubuh gadis itu hingga jatuh tersungkur di lantai berkarpet.
"Aaaww !" jerit Sherin, namun sebelum dia sempat bangkit pria itu
telah lebih dulu meraih kedua lengannya, mengangkatnya ke atas
kepala dan mengunci kedua pergelangannya dengan tangan kiri
sementara tangan kanannya menyibak kaos fitnessnya sehingga
payudaranya yang putih montok berputing kemerahan itu terekspos.
Mata Pak Udin melotot seperti mau copot melihat keindahan kedua
gunung itu. Tatapan mata itu membuat Sherin bergidik melihatnya.
"Dasar anak jaman sekarang, udah jadi lonte aja masih suka belagu !"
kata Pak Udin sambil meremas payudara kirinya dengan gemas. "Tau
gak, Bapak sebenernya kasian ngedenger si Nurdin cerita tentang Non
itu, saya sempat tegur dia, terus saya pikir Non juga udah bertobat,
tapi selama saya kerja disini ternyata masih gitu-gitu aja. Non tetap
sombong dan suka marah-marah ke pembantu seperti kita, emang Non
pikir kita ini apa sih !?" pria itu dengan keras memarahinya.
"Jangan Pak, jangan begitu !" kata Sherin dengan suara bergetar.
Sementara Pak Udin terus mengagumi kedua payudara Sherin yang
menggemaskan itu, tangan kanannya terus berpindah-pindah meremasi
kedua payudara itu. Sherin sendiri menggeliat-geliat dan meronta tapi
kuncian Pak Udin pada pergelangan tangannya cukup kuat. Sentuhan
tangan keriput itu pada payudaranya mulai menimbulkan sensasi aneh,
darahnya bergolak dan nafasnya mulai tidak teratur.
"Cewek kaya Non gini emang harus dikasih pelajaran biar tau diri dikit,
sekalian Bapak juga mau ngerasain cewek cantik mumpung masih
hidup hehehe !" katanya terkekeh-kekeh.
"Aahh...sshhh....nngghh !" desah Sherin saat mulut Pak Udin melumat
payudaranya, lidahnya yang panas itu langsung mempermainkan
putingnya yang sudah mengeras.
Sherin benar-benar tidak berdaya saat itu karena nikmatnya, dia sudah
terbiasa mengalami pelecehan sejak menjadi budak seks Imron
sehingga nafsunya dengan cepat naik walau bercampur perasan benci
pada orang-orang yang mengerjainya.
Sambil masih mengunci pergelangan dan menciumi payudara nona
majikannya, pria tua itu menyusupkan tangan satunya ke celana
pendek itu. Telapak tangannya menyentuh vagina gadis itu yang
ditumbuhi rambut-rambut lebat. Tubuh Sherin berkelejotan dan
mulutnya mengeluarkan desahan ketika jari-jari pria itu menyentuh
bibir vaginanya dan mulai mengorek-ngorek liangnya, Sherin
merasakan daerah itu semakin basah saja. Pak Udin tersenyum puas
melihat wajah terangsang Sherin yang bersemu merah. Merasa Sherin
sudah takluk dan tidak memberontak lagi, pria itu mulai melepaskan
kunciannya pada pergelangan gadis itu. Setelah melepas kunciannya
tangannya langsung menarik lepas kaos fitness yang tersingkap itu
sehingga membuat gadis itu topless. Keringat bagaikan embun
membasahi tubuh bagian atasnya hasil dari fitness barusan. Sherin
hanya bisa pasrah, matanya nerawang menatap langit-langit sambil
sesekali merem-melek menahan nikmat. Mulut Pak Udin kini merambat
naik ke lehernya sementara kedua tangannya tetap bekerja meremas
payudaranya dan mengobok-obok di balik celananya. Sherin
membuang muka ketika pria itu mencoba mencium bibirnya, terus
terang dia enggan dicium oleh tua bangka ini, melihat giginya yang
mulai ompong dan hitam-hitam saja jijik apalagi dicium. Dua kali dia
membuang muka ke kiri dan kanan sampai akhirnya Pak Udin berhasil
memagut bibirnya yang indah itu.
Dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha lepas, tapi saat itu pria
itu menekankan jari tengahnya pada klitoris yang telah berhasil
ditemukannya sehingga otomatis pemiliknya mendesah dan mulutnya
membuka. Saat itulah lidah Pak Udin menyeruak masuk dan langsung
menyapukan lidahnya di dalam mulut. Ketika Pak Udin melumat
bibirnya, Sherin memejamkan mata menahan jijik, betapa tidak bibir
Pak Udin yang sudah berkerut itu sedang beradu dengan bibirnya yang
mungil dan tipis. Semula dia menanggapi ciuman tukang kebunnya itu
dengan pasif, tapi karena serangan-serangan pria itu pada daerah
lainnya cukup gencar dan membuat birahinya semakin bergolak, lidah
Sherin mulai ikut bergerak beradu dengan lidah kasar tukang kebunnya
itu. Selama tiga menit lamanya Pak Udin menindih tubuh anak
majikannya itu sambil menciumi dan menggerayangi tubuhnya. Pria itu
merasakan jari-jarinya makin basah oleh lendir dari kemaluan gadis
itu. Kemudian Pak Udin melepas ciumannya, air ludah mereka nampak
saling menjuntai ketika bibir keduanya berpisah. Berikutnya dia
menarik lepas celana pendek Sherin beserta celana dalamnya. Dia
bangkit berdiri tanpa melepaskan pandangan matanya yang penuh
nafsu itu dari tubuh telanjang nona majikannya. Dia mulai melepaskan
kemeja lusuhnya memperlihatkan tubuhnya yang hitam kerempeng lalu
dia buka celananya sehingga terlihatlah penisnya yang sudah tegang,
bentuknya lumayan panjang, pangkalnya ditumbuhi bulu-bulu yang
setengah memutih.
Pak Udin memapah Sherin lalu membaringkannya di alat sit up, sebuah
platform yang berdiri membentuk sudut 45 derajat dengan lantai. Pria
itu berjongkok di depannya dan membuka kaki gadis itu. Wajahnya
mendekat hingga berjarak hanya sepuluh centi dari vagina gadis itu,
matanya menatap nanar kemaluan yang berbulu lebat dengan bagian
tengah yang memerah itu. Sherin memalingkan wajah ke samping dan
memejamkan mata, dia merasa malu diperlakukan demikian, namun
juga ada seperti rangsangan aneh yang membuatnya merasa seksi. Dia
bisa merasakan dengus nafas pria itu menerpa vaginanya dan
menambah sensasi nikmat.
"Ooohh...Paakk !" Sherin mendesah panjang sambil menggenggam erat
pegangan alat itu ketika lidah Pak Udin menyapu bibir kemaluannya.
Demikian lihainya mulut ompong Pak Udin menjilati dan menyedot
vagina Sherin sampai membuat gadis itu menikmatinya. Sherin
mendesis-desis dan kakinya mengejang, dia mulai berani melihat ke
bawah dimana selangkangannya sedang dijilati dan dihisap-hisap oleh
pria tua itu. Lidah Pak Udin bergerak dengan lincah, kadang dengan
gerakan lambat, kadang cepat, kadang menjilati memutar di daerah itu
sehingga tanpa disadari Sherin merasa terbang ke awang-awang,
tanpa disadari tangannya meraih tangan Pak Udin dan meletakkannya
pada payudaranya, tangan keriput itupun langsung bekerja meremas
dan memilin-milin putingnya.
Setelah setengah jam lebih sedikit, tubuh Sherin mengejang hebat,
cairan orgasme meleleh dari liang vaginanya.
"Aahh...oohhh...!" Sherin mengerang panjang dalam orgasme
pertamanya dengan si tukang kebun itu.
Pak Udin sengaja menghentikan jilatannya untuk mengamati lendir
vagina gadis itu yang membanjir sampai menetes ke lapisan kulit pada
alat fitness itu. Sebuah senyum mesum tergurat pada wajah tuanya,
sepertinya dia senang sekali berhasil menaklukkan nona majikannya
seperti ini.
"Huehehe...gila banjir gini, Non juga konak yah, Bapak suka banget
sama memek Non, hhhmhh...ssllrrpp !" Pak Udin mengakhiri kata-
katanya dengan menghirup lendir vagina nona majikannya.
Mulutnya sampai menyedoti bibir vagina gadis itu sehingga membuat
tubuhnya makin mengejang dan menambah nikmat orgasmenya.
"Hhmm..enak yah rasa pejunya, Bapak udah lama nggak ngerasain
seperti ini !" gumamnya sambil terus menghirup cairan orgasme Sherin.
Gairah Sherin dengan cepat bangkit kembali karena Pak Udin terus
menjilati vaginanya dan melahap cairan orgasmenya hingga habis
menyisakan bercak ludah di daerah selangkangan gadis itu. Gairah itu
menghapus sementara rasa marah dan jijik yang sebelumnya
melingkupinya, entah mengapa dia kini merasa ingin penis lelaki tua
ini segera menusuk vaginanya.
Jantung Sherin semakin berdebar-debar ketika kepala penis pria itu
menyentuh bibir vaginanya. Nuraninya menghendaki agar dirinya
memberontak dan kabur, tapi tubuhnya yang berkata lain malah
menggerakkannya untuk membuka kakinya lebih lebar. Dia melihat
jelas bagaimana penis pria itu memasuki vaginanya juga ekspresi puas
di wajah tuanya karena berhasil menikmati tubuh gadis cantik yang
baru pernah dirasakan seumur hidupnya.
"Hhsshhh...enngghh...me...mek Non seret...banget !" gumam tukang
kebun itu disela-sela nafasnya yang memburu.
"Ahhh...Pak Udin...ooohh !" rintih Sherin menahan nikmat saat penis itu
mulai bergerak menggesek dinding vaginanya.
Pak Udin mulai menggenjoti vagina nona majikannya itu dengan
kecepatan makin meningkat tapi tidak sebrutal Imron atau sopirnya
dulu karena faktor usia. Pak Udin pun nampaknya sadar akan hal ini
sehingga dia tidak mau menggenjotnya terlalu cepat agar tidak terlalu
menghamburkan tenaga dan dapat menikmati kenikmatan langka ini
lebih lama. Sherin sendiri mulai terhanyut oleh gaya Pak Udin yang
khas itu. Tanpa disadari dia menggerakkan tubuh bagian bawahnya
menyambut hujaman-hujaman penis Pak Udin. Mata pria tua itu
menatap kedua payudaranya yang turut bergoyang-goyang mengikuti
goyangan tubuhnya sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk tidak
menjulurkan tangan kanannya meremasi benda itu sambil tangan yang
satunya tetap menyangga lutut gadis itu. Sherin nampak meringis-
ringis dan mendesah sambil sesekali menggigiti bibir bawah atau
tangannya yang terkepal.
"Balik Non, nungging !" perintah pria itu setelah 20 menitan dalam
posisi yang sama.
Sherin kini berpijak dengan kedua lututnya dan tangannya bertumpu
pada alat sit-up itu. Pria itu melebarkan sedikit kakinya lalu kembali
memasukkan penisnya ke liang senggama gadis itu yang telah licin
oleh lendir. Sherin merasakan sodokan tukang kebunnya ini kini terasa
lebih bertenaga dan lebih dalam sehingga tubuhnya lebih terguncang
daripada sebelumnya. Sambil menggenjot, kedua tangan keriputnya
juga menggerayangi sepasang payudara yang menggantung itu. Suara
benturan antara pantat Sherin dengan selangkangan pria itu bercampur
baur dengan irama musik R&B yang masih mengalun dari CD player.
"Aarhhh...terus Non, goyang terus !" erang pria itu dengan suara parau.
Sebagai gadis yang sudah berpengalaman soal seks, Sherin tahu
bahwa bajingan tua ini sudah mau klimaks. Maka dia pun merespon
dengan menggoyangkan pinggulnya lebih cepat. Benar saja, tak lama
kemudian dia merasakan adanya siraman hangat di dalam vaginanya.
Pria itu mengerang menikmati spermanya mengisi rahim anak gadis
majikannya tersebut. Genjotannya makin menurun kecepatannya
hingga akhirnya berhenti dan penisnya tercabut. Akhirnya pria tua itu
duduk berselonjor di lantai dengan nafas ngos-ngosan. Sherin terlalu
seksi baginya sehingga dia menggenjotnya terlalu bernafsu di saat-
saat terakhir sehingga tenaganya banyak terkuras.
Sherin buru-buru memunguti pakaiannya dan keluar dari ruangan itu
setelah terlebih dahulu mematikan cd-player. Dia menatap kesal pada
pria itu ketika melintas di depannya sementara Pak Udin sendiri hanya
tersenyum puas sambil mengatur nafasnya yang masih putus-putus.
Sherin langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu serta
menguncinya. Kurang ajar sekali tua bangka ini, marahnya, tidak
disangka si tua itu ternyata adalah paman dari bekas sopir yang
pernah mempecundanginya dulu. Sekarang dirinya telah jatuh dalam
kekuasaan bajingan tua ini tanpa dapat berbuat apa-apa karena dia
memegang kartu trufnya. Setelah air di bathtub penuh, Sherin
menaburkan sabun ke dalamnya hingga berbusa lalu dia masuk ke
dalam dan membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan. Rasa
lelah dari berolah raga dan persetubuhan tadi membuatnya merasa
ngantuk di dalam air hangat yang memberi kenyamanan itu sehingga
tanpa terasa dia mulai tertidur di bak. Lebih dari setengah jam
kemudian barulah dia terbangun karena ponselnya yang diletakkan di
pinggir bathtub berbunyi. Dia segera mengangkat telepon dari
mamanya yang mengabarkan mereka besok sore baru pulang dan
berpesan agar jaga diri di rumah, dan jangan lupa kunci rumah yang
benar. Betapa dongkolnya Sherin karena dengan demikian berarti dia
tidak bisa melepaskan diri dari Pak Udin hingga besok dan masih
harus iklas dikerjai orang tua itu.
Diapun bangkit dan keluar dari bak menyudahi mandinya. Setelah
mengeringkan tubuh dengan handuk dipakainya sebuah kaos longgar
warna biru muda dan celana pendek. Jam telah menunjukkan pukul
setengah dua ketika itu, diluar sana matahari sedang terik-teriknya.
Sherin merasa perutnya telah berbunyi minta diisi. Dibukanya pintu
sedikit dan melongokkan kepala keluar melihat keadaan, sepi...Pak
Udin sepertinya sedang di belakang sana. Maka dia pun keluar dari
kamar menuju ruang makan. Setelah menyendok nasi ke piringnya,
dibukanya tudung saji yang menutupi makanan di atas meja makan
dan diambilnya lauk secukupnya. Sepuluh menit kemudian, dia pun
selesai makan, lalu dibawanya piring dan gelas bekas itu ke tempat
cuci piring. Selagi mencuci piring, tiba-tiba dia merasa sebuah tangan
mendarat di pantatnya lalu meremasnya. Spontan diapun membalik
badannya dan menepis tangan itu.
"Kurang ajar !" omelnya dengan wajah cemberut.
"Siang Non, udah bangun yah, asyik kan tadi ?" goda Pak Udin sambil
cengengesan.
Wajah Sherin langsung merah padam mendengarnya, memang tak
dapat dipungkiri walaupun tindakan pria ini bisa digolongkan sebagai
pemerkosaan dan merendahkan harga dirinya namun dia sendiri juga
menikmatinya. Ingin rasanya menghantamkan piring di belakangnya ke
kepala tua bangka ini hingga bocor, tapi nyalinya tidak sebesar itu. Dia
hanya bisa menepis tangan pria itu ketika hendak meraba dadanya lalu
mendengus kesal sambil melengos meninggalkannya. Tak lama
kemudian terdengar suara pintu dibanting dari kamarnya. Pak Udin
sendiri hanya tertawa-tawa melihat reaksi nona majikannya itu.
Di kamar Sherin menyetel cd-playernya keras-keras sambil menyalakan
sebatang rokok untuk melampiaskan kekesalan pada tukang kebunnya
yang brengsek itu. Setelah rokok itu habis setengah batang, tiba-tiba
terdengar ketukan di pintu. Dia kecilkan sedikit volume cd-playernya
lalu membuka pintu.
"Ngapain lagi sih Pak ?!" ujarnya ketus.
"Waduh...jangan judes gitu dong Non, ini Bapak cuma konak lagi
nginget yang barusan, kita main lagi dikit yuk Non, mumpung cuma
kita duaan disini" sahut Pak Udin.
"Nggak ah, tadi kan udah...pergi sana !" tolak Sherin dengan kesal
seraya menutup pintu.
"Ayo dong Non jangan gitu ah...sebentar aja, tadi Bapak belum
ngerasain kontol Bapak dimulut Non, ayo dong...yah !" Pak Udin
menahan pintu itu dengan setengah memohon dan setengah memaksa.
Pak Udin membuatnya tidak punya pilihan lain sehingga akhirnya
dengan terpaksa diiyakannya kemauan pria ini. Dengan berat hati
dibiarkannya pria itu masuk ke kamarnya. Sherin menghempaskan
pantatnya hingga terduduk di tepi ranjang tanpa melepas pandangan
marahnya pada pria itu. Pak Udin berdiri di hadapannya dan mulai
melepaskan celananya. Setelah celana panjangnya melorot jatuh, dia
mengeluarkan penisnya yang sudah menegang dari balik celana
dalamnya.
"Ayo Non disepong yang enak !" Pak Udin menyodorkan penis itu pada
nona majikannya.
Walau terbiasa melihat penis hitam dan dilecehkan seperti itu, namun
Sherin baru pernah berurusan dengan penis tua yang bulu-bulunya
sudah mulai beruban seperti yang satu ini sehingga ada rasa enggan
untuk mengoralnya. Sherin sadar bahwa itu adalah keharusan yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka dengan terpaksa dia mulai
menggenggam penis itu, terasa denyutan benda itu dalam
genggamannya. Tanpa menunggu perintah lagi dia mendekatkan
wajahnya pada penis yang menodong wajahnya itu. Lidahnya bergerak
menyapu bagian kepalanya yang bersunat. Pak Udin mengerang parau
merasakan jilatan lidah gadis itu pada ujung penisnya, tubuhnya
bergetar sambil meremas rambut gadis itu. Seumur hidupnya baru
pernah pria tua itu merasakan yang namanya oral seks, istrinya selalu
menolak untuk melakukan hal itu, sehingga kehidupan seksnya terasa
hambar selama puluhan tahun menikah. Oral seks pertama dengan
gadis secantik nona majikannya ini memberinya sensasi luar biasa,
rasanya seperti kembali muda lagi sehingga dia melenguh tak karuan.
Penisnya kini sudah masuk ke mulut gadis itu, dia merasakan lidahnya
menggelikitik penisnya juga sensasi hangat dari air liurnya.
"Uhhh...enak banget Non, terus gituin yah...eeemm...jangan dilepas
yah !" erangnya sambil memegangi kepala gadis itu.
Sherin melancarkan teknik-teknik mengoralnya, semakin hari dia
semakin terbiasa diperlakukan demikian di kampus, terutama yang
paling sering dengan Imron, sesekali dengan Pak Dahlan si dosen bejat
itu atau pernah juga dengan Pak Kahar, si satpam kampus yang tak
bermoral. Dia memaju-mundurkan kepalanya sambil mengulum penis
itu, tangannya juga ikut bekerja mengocok batangnya atau memijat
buah pelirnya. Pria setengah baya itu merasa semakin keenakan
sehingga tanpa sadar ia menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga
penisnya menyodoki mulut Sherin seolah menyetubuhinya. Kini Sherin
berhenti memaju-mundurkan kepalanya dan hanya pasrah membiarkan
mulutnya disenggamai tukang kebunnya itu, kepalanya dipegangi
sehingga tidak bisa melepaskan diri. Kurang lebih sepuluh menitan
akhirnya Pak Udin mencapai puncak, dia mengerang tak karuan dan
menggerakkan pinggulnya lebih cepat sehingga membuat Sherin agak
kelabakan. Diiringi erangan keras, keluarlah spermanya di mulut
Sherin. Walaupun jijik karena aromanya yang cukup tajam, Sherin bisa
juga menelan habis cairan itu tanpa menetes keluar dari mulutnya.
Memang menghisap merupakan salah satu kelebihannya dalam
hubungan seks. Frans, pacarnya, juga sangat suka penisnya dioral
olehnya, terkadang kalau sudah mau orgasme dia minta padanya untuk
dioral agar bisa keluar di mulut dan merasakan hisapannya yang
dahsyat itu. Setelah semprotannya berhenti, dijilatinya juga sisanya
yang blepotan pada batang itu hingga bersih.
"Udah Pak...cukup sampai sini, sekarang keluar !" Sherin berdiri dan
menyuruhnya keluar.
"Alah Non...masa sih segitu aja ? ayo dong biar Bapak muasin Non !"
Pak Udin mendekap tubuh Sherin dan tangannya bergerak ke bawah
meremas pantatnya.
Sherin meronta dan mendorong tubuh pria tua itu hingga dia
terhuyung ke belakang hampir terjatuh.
"Udah dong Pak, saya bilang jangan sekarang, kenapa sih !?" kata
Sherin setengah menghardik.
Pak Udin hanya tersenyum kecil sambil menaikkan kembali celananya.
"Ya udah ga apa-apa deh...dasar lonte...awas ya nanti !" dia lalu
membalikkan badan dan keluar dari kamar.
Akhirnya Sherin berhasil juga menolak pria itu, tapi dia agak takut
juga mendengar perkataan terakhir Pak Udin yang bernada mengancam
itu. Ya sudahlah paling-paling digarap habis-habisan lagi dan disuruh
tidur bareng dengan si tua brengsek itu, toh yang seperti itu bisa
dibilang sudah menjadi hal biasa sejak dirinya menjadi budak seks.
Sekarang ini dia sedang tidak mood melakukan hal itu. Dia pun
berbaring di ranjang empuk itu sambil mendengarkan musik yang
mengalun dari cd-player. Matanya terpejam hingga tanpa terasa dia
tertidur lagi.
Sekitar jam setengah empat, Sherin terbangun dari tidurnya karena ada
suara ketukan di pintu beserta suara Pak Udin memintanya membuka
pintu.
"Huh, tua bangka itu lagi, dasar ga tau diri" omelnya.
"Ngapain lagi sih Pak, jangan kelewatan dong !" katanya dengan judes
begitu nongol di depan pintu.
"Wes...wes...jangan marah-marah melulu dong Non, Bapak bukan mau
ganggu Non, itu ada orang dari pabrik dateng katanya mau ambil
barang titipan tuan !" kata Pak Udin kalem.
Sherin baru ingat memang sebelum pergi papanya pernah menitipkan
dokumen kerja dan sebuah CD yang dibungkus dalam amplop besar
berwarna coklat. Dia pun langsung menuju ke ruang kerja papanya
setelah sebelumnya menutup pintu kamar dengan setengah dibanting
di depan tukang kebunnya itu. Diambilnya amplop coklat yang
dimaksud itu dari lemari meja papanya dan dibawanya ke ruang tengah
dimana orang suruhan papanya itu menunggu. Di sofa ruang tengah
telah menunggu dua orang pria yaitu Pak Irfan, salah satu staff
papanya, seorang yang berpostur pendek berusia 40-an, dan satunya
adalah sopir pabriknya yang bernama Jabir, seorang pria berkumis
tebal dan tubuhnya padat berisi serta kulitnya hitam kasar karena
sering terbiasa bekerja di bawah sinar matahari.
"Sore Non Sherin" sapa Pak Irfan ramah, Jabir juga tersenyum
menyapanya.
"Sore Pak" Sherin balas menyapa dan tersenyum kecil "Ini Pak , titipan
dari papa, bener kan?"
"Ah...iya Non bener ini, makasih yah !" kata Pak Irfan seraya menerima
amplop itu.
"Ada apa lagi Pak yang bisa saya bantu ?" tanya Sherin melihat mereka
yang belum beranjak pergi.
Kedua pria itu terdiam sejenak saling pandang satu sama lain, lalu Pak
Irfan berkata,
"Mmm...anu Non sekalian itu...THR nya ?"
"THR ? Kok mintanya ke saya, kan yang ngurus bagian pabrik ?" Sherin
agak heran.
"Itu Non, THR spesialnya...kan Pak Udin juga dikasih, masa kita
nggak ?" sambung Jabir si sopir pabrik.
Deg...Sherin terperanjat mendengar perkataan Jabir itu, apalagi ekpresi
mereka mulai berubah menyeringai mesum begitu melihat reaksinya.
"Brengsek...tua bangka mulut ember, keterlaluan banget sih !" makinya
dalam hati.
"Nnngg....ma-maksudnya apa sih Pak ?" tanyanya gugup pura-pura
tidak tahu apa-apa.
"Alah Non pura-pura bego aja" kata Pak Irfan sambil menggeser
duduknya mendekati Sherin, "THR dari Non, ini loh" katanya
memegang paha gadis itu.
"Eeii...jangan kurang ajar yah !" bentak Sherin mendorong pria itu.
Tanpa diduga, Jabir telah berada di sebelahnya dan mendekap
tubuhnya setelah dia mendorong Pak Irfan.
"Apa-apaan nih, lepasin saya, tolong...tolong...!!" jeritnya sambil
meronta.
"Hus jangan teriak Non, ntar semua orang tau mau taro dimana
mukanya...kan kasian juga bapak Non, di pabrik dibilang apa ntar kalau
anaknya ada main sama tukang kebun hehehe !" kata Pak Irfan sambil
tertawa-tawa.
"Iya Non, lagian kan udah mau hari raya, boleh dong sekali-sekali
nyenengin kita-kita yang udah kerja buat keluarga Non" timpal Jabir
"Hehe...gimana Non, kata Nurdin dulu Non suka keroyokan makannya
Bapak ajak mereka ngerasain Non, dijamin Non puas deh" kata Pak
Udin yang sudah berdiri di belakang sofa.
Sherin sadar bahwa kini dirinya benar-benar terjebak, tidak ada pilihan
lain lagi selain menuruti kemauan bejat mereka. Dipandangnya tiga
wajah mesum yang mengelilinginya dengan kesal, terutama Pak Irfan,
bawahan papanya yang telah dikenalnya sejak masih kecil itu tega-
teganya berbuat demikian terhadapnya, ternyata dia tidak berbeda
dengan pria-pria lain yang pernah memperkosanya, bermoral bejat.
Tangan pria itu kini memegangi pergelangan kakinya dan tangan
lainnya mengelusi betis hingga pahanya yang ramping dan mulus itu
sehingga darahnya mulai berdesir. Demikian pula Pak Udin dan Si
Jabir yang mendekapnya juga mulai menggerayangi tubuh bagian atas
payudaranya dari luar sehingga membuatnya menggeliat-geliat.
Jantungnya berdetak dengan kencang, adakah yang lebih buruk
daripada melayani ketiga binatang berwajah manusia ini, demikian
katanya dalam hati.
"Ga kerasa Non udah dewasa yah, udah tambah cantik, tambah
nafsuin" kata Pak Irfan sambil melepas celana pendek Sherin.
Jabir mengikuti tindakan Pak Irfan dengan melepas kaos gadis itu.
Maka kini tubuh Sherin yang putih mulus itu hanya tinggal memakai
bra berenda dan celana dalam yang keduanya berwarna putih, bulu
kemaluannya nampak terlihat melalui celana dalamnya yang semi
transparan. Mata ketiganya terbelakak melihat kemolekan tubuhnya,
nampak jakun mereka bergerak naik-turun dan pandangan mata
mereka demikian bernafsu seperti srigala lapar.
"Akhirnya bisa juga ngeliat bodynya Non Sherin, tiap kali saya konak
banget kalau liat Non pake baju seksi ke pabrik" kata Jabir.
"Misi yah Non, bapak mau nyusu dulu" Pak Udin yang sudah berpindah
tempat berjongkok di depan sofa meminta ijin seraya menyingkap cup
bra sebelah kanannya.
Tanpa ba-bi-bu lagi pria setengah baya itu langsung melumat
payudara kanannya.
"Sshhh !" desis Sherin merasakan payudaranya dikenyoti.
Terasa sekali lidah bagian atas pria itu menggesek-gesek putingnya
seperti mengamplas sehingga benda itu makin menegang tanpa bisa
tertahan. Jabir yang dibelakangnya juga merangsangnya dengan
ciuman dan jilatan pada leher dan telinganya, telapak tangannya yang
besar itu menyusup masuk ke cup bra kirinya menyentuh kulitnya yang
halus, segera jari-jarinya memilin-milin putingnya setelah
menemukannya. Sementara itu, Pak Irfan di bawah sana sedang
memegangi kaki kanannya agar tetap terbentang sambil tangan
satunya memainkan jari-jarinya mengosok-gosok kemaluannya dari
luar celana dalam.
Senyum pria itu makin lebar seiring dengan bercak cairan pada celana
dalamnya yang makin lebar.
"Enak kan Non, sampe banjir gini" kata Pak Irfan yang semakin gencar
menggerayangi selangkangannya.
Diserbu dari berbagai arah pada bagian sensitifnya seperti itu
membuat birahi Sherin mau tidak mau menggeliat bangkit. Dia pasrah
saja membiarkan ketiga pria itu menjarah tubuhnya. Jabir melumat
bibir gadis itu ketika kepalanya mendongak karena terangsang. Mata
Sherin membelakak ketika pertama kali bibir tebal pria itu menempel ke
bibirnya namun beberapa detik saja matanya kembali terpejam
menikmati percumbuan. Kumis tebal Jabir bergesekan dengan daerah
sekitar mulut Sherin, namun dia mengabaikannya dan terus menyambut
ciuman si sopir pabrik itu, nampak lidah keduanya saling beradu dan
saling jilat. Sambil bercumbu, tangan pria itu terus saja meremas-
remas payudara kirinya. Pak Udin yang berjongok di sebelahnya bukan
saja melumat payudaranya, mulutnya terkadang menelusuri bagian
tubuh yang lain yang masih lowong meninggalkan jejak air liur,
tangannya pun turut menjamah-jamah disana-sini. Pak Irfan
mendekatkan wajahnya pada selangkangan Sherin lalu menjulurkan
lidah menjilati bagian celana dalam yang basah itu sehingga tubuh
gadis itu menggeliat. Sungguh ketiga pria ini pikirannya telah buta
oleh hawa nafsu. Tuhan diatas sana pasti telah menghapus semua
ibadah puasa mereka yang telah dijalankan selama sebulan dan hampir
mencapai tahap akhir itu.
Pak Irfan menarik lepas celana dalam Sherin yang bagian tengahnya
sudah basah. Matanya langsung nanar melihat kemaluannya yang
berbulu lebat dan sudah becek itu. Sebelum melanjutkan mereka
membaringkan tubuh gadis itu di atas meja ruang tamu dari bahan
kayu berukir dekat mereka. Pak Udin menyingkirkan barang-barang
diatasnya, Jabir melucuti branya sehingga kini tubuh Sherin yang
sudah telanjang bulat itu ditelentangkan di atas meja dengan kedua
kaki menjuntai ke bawah. Ketiganya menatapi tubuh telanjang itu
dengan pandangan penuh birahi. Pak Irfan nampaknya tidak sabar lagi
untuk segera menikmati, dia segera berlutut di antara paha Sherin dan
menaikkan kedua pahanya ke bahu lalu membenamkan wajahnya di
selangkangan gadis itu.
"Oohhh...!!" desah Sherin sambil menggeliat ketika lidah pria itu
menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak masuk seperti ular.
Lidah itu menari-nari dan menjilati vaginanya, dia merasakan suatu
perasaan yang sulit dilukiskan saat lidah pria itu menyentuh
klitorisnya sehingga dia hanya bisa mendesah lebih panjang dan
tubuhnya menggelinjang. Pak Udin dan Jabir masing-masing berdiri di
kanan dan kiri kepalanya, mereka membuka celananya masing-masing.
Betapa terpananya Sherin melihat penis Jabir yang demikian besar dan
berurat itu, ada mungkin ukurannya 20 cm. Dia merasakan penis itu
bergetar di tangannya ketika digenggam.
"Sepong Non, Pak Udin bilang Non nyepongnya enak !" perintah Jabir.
Walau kata-kata tidak senonoh itu terasa panas di kupingnya, namun
dimasukkan juga benda itu ke mulutnya. Dia membuka mulut selebar-
lebarnya untuk memasukkannya.
Sherin mengoral penis Jabir sambil tangan satunya mengocoki penis
Pak Udin. Kedua pria itu melenguh sambil merem-merem menikmati
'adik'nya dilayani oleh gadis itu. Rangsangan-rangsangan akibat
jilatan Pak Irfan pada vaginanya menyebabkan libidonya meninggi
sehingga semakin baik pula pelayanannya pada dua penis itu. Tak
lama kemudian Pak Irfan merasa puas menjilati vagina Sherin.Ketika
dia bersiap hendak menyetubuhi putri atasannya itu, tiba-tiba si Jabir
menyela,
"Eh...tunggu-tunggu, jangan disodok dulu, gua mau nyicipin bentar
memeknya, pengen tau rasanya memek cewek cantik !"
"Sabar dong, semua dapet giliran kok, gua udah ga tahan nih !" kata
Pak Irfan.
"Ayolah bentar aja, ntar kalau lu tusuk keburu bau kontol, gua jadi ga
selera" pinta Jabir sekali lagi.
Mereka bertiga tertawa-tawa mendengarnya, akhirnya Pak Irfan
mengalah sedikit dan membiarkan Jabir menjilati vagina Sherin.
"Ya udah, sana nyepong, jangan lama-lama, abis ini gua nusuk duluan
yah !" kata Pak Irfan sambil membuka celananya dan berdiri di sebelah
Sherin.
Maka mulailah si kumis itu menjilati vaginanya, bukan hanya lidahnya
yang bermain, jarinya pun turut menusuk-nusuk sehingga tubuh
Sherin dibuatnya makin menggelinjang. Di saat yang sama Sherin kini
melayani penis Pak Irfan dan Pak Udin, tukang kebunnya.
Kedua tangan Sherin menggenggam penis itu, mengocok dan
mengoralnya secara bergantian. Karena keenakan, Pak Irfan memegangi
kepala Sherin ketika diemut penisnya, tidak rela kehilangan kuluman
nikmat itu.
"Hehehe...bener kan kata saya, situ sampe ketagihan sepongan si
Non ?" kata Pak Udin terkekeh melihat tingkah Pak Irfan.
"Iya toh...enak tenan bener sepongan Non...emmm...hati-hati Non,
jangan kena gigi !" ucap Pak Irfan sambil merem-melek keenakan.
Dengan birahinya yang semakin naik, Sherin pun mulai menikmati
diperlakukan demikian, tidak nampak dirinya meronta seperti orang
diperkosa ataupun menangis seperti dulu waktu pertama kali di
kampus dulu, baginya yang seperti ini sudah biasa. Tiba-tiba tubuh
Sherin menggelinjang, dari mulutnya yang dijejali penis Pak Irfan
terdengar erangan tertahan. Rupanya dia telah mencapai orgasme
akibat jilatan dan permainan jari Jabir pada vaginanya. Nampaknya Pak
Irfan cukup pengertian dengan kondisinya dia melepaskan sejenak
penisnya dari mulut gadis itu. Ketiga pria itu kelihatan senang melihat
reaksinya saat mencapai orgasme itu. Si Jabir dengan rakusnya
melahap cairan orgasme yang membanjir dari vagina gadis itu.
"Ssrrpp...slurp....wuih, uenak banget pejunya si Non ini slluurpp !"
komentarnya sambil mengisapi vagina Sherin.
Kedua paha mulus Sherin mengapit wajah pria itu karena tubuhnya
yang menegang dan merasa geli karena oral seks si kumis itu. Setelah
beberapa saat akhirnya gelombang orgasme itu reda, namun Jabir
masih terus mengisapi vaginanya hingga cairan orgasmenya habis
dilahap.
Sherin terbaring bugil di meja itu dengan nafas terputus-putus setelah
mencapai klimaks barusan. Kedua buah dadanya nampak naik-turun
seirama nafasnya. Matanya melihat sekelilingnya dimana ketiga lelaki
itu manatapnya dengan mata nanar. Mereka membuka pakaiannya
masing-masing hingga bugil. Dia melihat tubuh si Jabir begitu padat
dan berotot dan dadanya ditumbuhi sedikit bulu.
"Gila...mampus dah gua !" keluhnya dalam hati membayangkan dirinya
akan habis 'dibantai' ketiga orang itu.
Sesuai perjanjian, Pak Irfan menagih giliran pertamanya untuk
menyetubuhi Sherin. Dia langsung mengambil posisi diantara kedua
paha gadis itu dan mengarahkan penisnya.
"Uhhh...nikmat, seret, becek banget !" erangnya sambil menekan pelan-
pelan penisnya memasuki liang senggama gadis itu.
Dengan cairan orgasme yang berfungsi sebagai pelumas, penis Pak
Irfan melesak masuk dengan lancar, ukurannya juga termasuk sedang
sehingga tidak terlalu sulit dalam melakukan penetrasi.
"Enak Pak ?" tanya Jabir setelah atasannya itu berhasil menancapkan
seluruh penisnya pada vagina nona majikan mereka.
"Yo jelas toh, mana Non nya ayu gini lagi, uuhh bini gua aja kalah
dah !" komentarnya.
"Dasar bajingan, istri sendiri diomongin gitu" omel Sherin dalam hati.
Tak lama kemudian Pak Irfan mulai menggoyangkan pinggulnya
memompa gadis itu.
"Oohhh...oohh !" desah Sherin merasakan sodokan pria itu.
Jabir kini berjongkok di sebelahnya, lidahnya menjilati payudaranya
dan tangannya bergerilya menjamah-jamah bagian tubuh lainnya.
Sementara itu Pak Udin mendekatkan penisnya ke wajahnya. Tahu apa
yang harus dilakukan, Sherin meraih batang itu dan menjilatinya.
"Uuuhh...enak...enak...seret banget !" ceracau Pak Irfan sambil
menggenjot Sherin.
Pria itu memaju-mundurkan pinggulnya sambil tangannya memegangi
pergelangan kaki gadis itu. Suara cek...cek...cek...terdengar dari
selangakangan mereka yang saling bertumbukkan. Sherin sendiri
sedang terlarut menikmati penis Pak Udin, penis itu dia jilati, sesekali
digosokkan ke wajahnya yang mulus, buah zakarnya dia pijati sehingga
pria setengah baya itu mengerang keenakan. , kalau saja jantungnya
tidak kuat mungkin saat itu dia sudah kena serangan jantung saking
berdebar-debarnya. Si Jabir juga masih asyik bermain dengan
payudara Sherin, wangi tubuh gadis itu membuatnya semakin bernafsu
menjilatinya, air liur dan bekas cupangan memerah pun menghiasi
kulitnya yang putih, terutama di daerah payudara. Kumis si Jabir yang
tebal itu terasa sangat menggelitik tubuhnya dan memberinya sensasi
plus di samping cupangan-cupangannya. Sungguh nampak kontras
sekali adegan seks di ruang tengah itu, seorang gadis berparas cantik,
berkulit putih mulus sedang digauli tiga orang pria bertampang minus
berkulit gelap kasar, juga berbeda status dan rasnya. Sherin pun tidak
bisa memungkiri bahwa seks liar seperti ini memberinya kepuasan
lebih daripada melakukannya dengan pacarnya.
"Uuhh...uhh...mau keluar Non...bapak buang di dalem ya !!" erang Pak
Irfan sambil mempercepat sodokannya karena sudah mau mencapai
puncak.
Sherin tidak peduli lagi apapun yang dikatakan padanya, dia sedang
mengulum penis Pak Udin ketika itu. Lagipula kalaupun ia menolak
buang di dalam apakah Pak Irfan mendengarkannya. Pak Irfan
memutar-mutar penisnya dalam vagina Sherin seperti gerakan
mengaduk adonan., lalu dia menekannya dalam-dalam. Sherin
merasakan cairan hangat menyemprot di dalam vaginanya, banyak
sekali sampai cairan itu meluber keluar dan semakin membasahi
selangakangannya. Genjotan Pak Irfan makin melemah hingga akhirnya
berhenti dan penisnya terlepas dari vaginanya.
"Wuihh...puas banget main sama si Non ini !" katanya dengan nafas
ngos-ngosan.
"Payah, cuma segitu aja" kata Sherin dalam hati karena masih belum
puas, "Oh my God, apa yang gua pikir barusan ?" ia baru menyadari
pikiran tadi terlintas begitu saja di benaknya akibat birahi yang
semakin naik sehingga akal sehatnya semakin hilang.
"Gua...gua sekarang !" sahut Jabir yang sudah tak sabar menikmati
kehangatan tubuh Sherin, "tapi jangan disini dong, tempatnya sempit,
kita bawa ke kamarnya aja gimana, boleh yah Non, main di kamar Non
aja, OK ?"
Sherin hanya mengangguk lemah saja sebagai jawabannya. Maka
mereka pun segera membawanya ke kamarnya. Jabir menggendong
tubuh telanjang Sherin dengan kedua lengan kekarnya sambil berjalan
mengikuti Pak Udin yang menuntun mereka ke kamar gadis itu.
"Wah asyik yah kamarnya enak, ber-AC lagi !" komentar Pak Irfan
begitu memasukinya.
"Main sama cewek cakep emang enaknya di tempat yang enak gini"
timpal Jabir sambil menurunkan Sherin di ranjanganya.
Jabir langsung menyuruhnya nungging karena dia ingin melakukannya
dengan gaya doggie. Sherin yang masih belum puas dan masih ingin
disetubuhi menurut tanpa diperintah dua kali.
"Eenggh !" desahnya saat Jabir memenekankan kepala penisnya pada
vaginanya, "jangan kasar-kasar dong Bang, sakit !"
"Sori Non, abis nafsu sih hehehe !" tawanya, sepertinya dia cukup
menurut sehingga memperlembut proses penetrasi itu.
Sherin mengerang dengan wajah meringis dan sesekali menggigit bibir
karena penis Jabir yang besar dan berurat itu terasa sesak di
vaginanya. Tangannya terkepal erat sambil meremasi sprei di
bawahnya. Sedikit demi sedikit akhirnya penis hitam besar itu masuk
juga seluruhnya ke dalam liang vagina Sherin.
"Wuih, sempit banget nih memek Non, baru pernah loh saya ngerasain
yang gini !" komentar si kumis itu setelah berhasil menancapkan
penisnya.
Beberapa saat kemudian mulailah dia menggerakkan pinggulnya
menggenjot gadis itu.
"Aahh...ahhh...iyahh...aahh...enak !" Sherin mendesah dan tanpa sadar
kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya.
Jabir yang mengetahui Sherin sudah terangsang berat itu semakin
bernafsu, frekuensi genjotannya semakin kencang, tangannya juga
meremasi pantat dan payudara gadis itu.
"Ternyata Non ini bener-bener lonte yah, awalnya nolak sekarang
malah keenakan hehehe !" ejek Pak Udin sambil meremas sebuah
payudaranya.
Sherin tidak menghiraukan hinaan itu karena bukan hal baru baginya,
malah kata-kata merendahkan itu membuatnya makin bergairah. Dia
turut memacu tubuhnya bersama Jabir, seolah ingin penis itu menusuk
lebih dalam lagi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain saat
melihat bingkai foto di bufet sebelah ranjangnya yang berisi foto
studionya bersama Frans, pacarnya. Dalam foto itu keduanya tampak
serasi dan mesra sekali, karena itulah ia tidak sanggup menatapinya
lama-lama karena keadaannya sekarang sangat bertentangan dari di
foto itu, ia malah menikmati hubungan terlarang dengan orang-orang
yang tidak seharusnya seperti ini, sungguh suatu dilema baginya, dia
masih mencintai Frans, namun dia juga telah terperangkap dan
diperbudak oleh hasrat liarnya yang semakin tak terkendali sejak
hasrat itu dilepaskan keluar oleh Imron. Pak Udin kini mengangkat
tubuh Sherin hingga posisinya kini berlutut sambil tetap disetubuhi
Jabir dari belakang, ia memeluk tubuh kerempeng tukang kebunnya itu
sebagai tempat bertumpu. Erangannya teredam setelah pria itu
melumat bibirnya, dia menciuminya dengan ganas sambil
menggerayangi payudaranya. Pak Irfan lalu bergabung dengan mereka,
ia memegang payudara Sherin yang satunya dan menciuminya,
tangannya menggerayangi bagian tubuh sensitif lainnya. Setelah Pak
Udin melepaskan ciumannya, ia masih harus beradu lidah dengan Pak
Irfan yang menggantikannya.
"Oohh...gila, ini sinting...tapi...tapi nikmat sekali !" Sherin mengalami
pergumulan hebat dalam hatinya.
Sekitar setengah jam kemudian, Sherin mendesah makin keras, dia
merasa tubuhnya mengejang hebat dan dari vaginanya ingin
mengeluarkan sesuatu yang makin tak tertahankan.
"Aakkhh....aahhh...oohhh !" Sherin mendesah panjang sekali, ia
mengalami orgasme panjang yang membawanya pada puncak
kenikmatan tertinggi.
Dia memeluk erat-erat tubuh Pak Irfan yang saat itu sedang menjilati
lehernya. Punggung pria itu sempat tergores sedikit oleh kukunya.
Setelah orgasmenya reda, mereka membaringkan tubuhnya di ranjang,
keringat sudah nampak membasahi tubuhnya. Jabir yang baru melepas
penisnya buru-buru menaiki wajah Sherin, tangannya menarik kepala
gadis itu sementara tangan lainnya memegang penisnya.
"Buka mulut Non, saya mau keluar di mulut Non !" suruhnya terbata-
bata.
Jabir tidak bisa menahan spermanya lebih lama lagi, baru saja Sherin
membuka mulut dan kepala penisnya menyentuh bibir gadis itu, dia
sudah ejakulasi. Cairan spermanya yang kental itu sebagian masuk ke
mulut Sherin dan sebagian berceceran membasahi mulut gadis itu.
Jabir menjejali benda itu ke mulut Sherin tak peduli walau dia
kelabakan menerima penisnya yang besar dan memuncratkan sperma
dengan deras. Sherin meronta karena merasa tersiksa, namun tangan
Jabir terlalu kokoh menahan kepalanya. Terpaksa dia harus berusaha
menelan sperma yang menyemprot di dalam mulutnya sampai
semprotannya berhenti dan batang itu menyusut dalam mulutnya.
Sherin merasa lelah sekali tubuhnya basah oleh keringat dan sisa air
liur, cipratan sperma nampak pada hidung, dagu, dan terutama daerah
mulutnya. Jabir mencolek cipratan spermanya pada hidung Sherin lalu
di tempelkan ke bibirnya.
"Nih Non, sayang kalau mubazir, Non kan demen negak peju" katanya
disambut tawa kedua pria lainnya.
Sherin pasrah saja membuka sedikit mulutnya membiarkan jari itu
masuk lalu diemutnya pelan. Ketiga pria itu cengengesan memandangi
dirinya yang telah terkulai lemas, komentar-komentar jorok keluar dari
mulut mereka.
"Sudah demikian hinakah gua ?" Sherin bertanya pada dirinya sendiri
dalam hati, dalam rasa terhina itu dia juga menikmati menjadi budak
seks, sungguh dilema yang rumit.
Pak Udin memberinya tisu dan air minum untuk menyegarkan diri,
setelah mengelap cipratan sperma di wajahnya, dia langsung
menyambar gelas itu dan meminum isinya hingga habis.
"Bisa kita mulai lagi Non ?" tanya Pak Udin.
"Jangan terlalu kasar dong, saya udah capek" jawabnya lemas.
"Ngga, kali ini santai aja, ayo dong Non...naik sini !" perintah Pak Udin
yang berbaring telentang sambil menunjuk pada penisnya.
Sherin pun naik ke tubuh tukang kebunnya itu. Penis yang mengacung
itu digenggamnya dan diarahkan ke vaginanya. Kemudian ia
menurunkan tubuhnya perlahan-lahan.
"Ahhh....!" desahnya merasakan penis itu mengisi vaginanya.
Sebentar saja Sherin sudah menaik turunkan tubuhnya, kedua telapak
tangannya saling genggam dengan Pak Udin. Pak Irfan berdiri di
ranjang dan mendekatkan penisnya ke wajah gadis itu. Tahu apa yang
akan diminta pria itu, sebelum disuruh Sherin sudah menggenggam
batang itu dan membuka mulut. Dia mengoral penis itu sambil memacu
tubuhnya. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang itu membuat
Jabir merasa gemas sehingga dia mendekatinya dan mencaplok yang
sebelah kanan.
"Sakit Bang, jangan gigitnya jangan keras gitu dong !" rintihnya karena
merasa nyeri putingnya digigit dengan keras oleh pria itu.
"Jangan nafsu gitu oi, ntar salah-salah kontol gua kegigit gimana ?"
kata Pak Irfan.
"Huehehe...sori abis bikin gemes sih, iya ane pelanin deh nih !" lalu
dia menyapukan lidahnya pada puting itu.
Sapuan lidah itu membuatnya merasa lebih nyaman dan memberinya
rangsangan setelah rasa nyeri barusan. Pak Udin pun menjulurkan
tangannya meremasi payudara gadis itu yang sebelahnya, putingnya
dia pilin-pilin sehingga makin mengeras.
Setelah merasa cukup dioral oleh Sherin, Pak Irfan siap
menyetubuhinya kembali. Dia menuju ke belakang dan membuka pantat
gadis itu.
"Bapak cobain disini yah Non, pasti lebih seret !" pintanya.
"Tapi jangan kasar-kasar Pak" kata gadis itu.
Setidaknya Sherin merasa bersyukur karena yang meminta anal seks
Pak Irfan yang ukuran penisnya sedang-sedang saja, kalau Jabir yang
minta pasti sakitnya akan terasa selama beberapa hari. Setelah
meludahi duburnya Pak Irfan memulai proses penetrasinya.
"Sempit toh Pak ?" sahut Pak Udin dari bawah tubuh Sherin melihat
Sherin dan pria itu merintih-rintih.
"Iya nih...uh sempit banget !" jawab Pak Irfan sambil terus menekan-
nekankan penisnya.
Semenit kemudian akhirnya Pak Irfan berhasil memasukkan penisnya
ke dubur Sherin, dia mendiamkannya untuk beradaptasi dengan
jepitannya yang keras. Pak Udin menarik wajah gadis itu mendekati
wajahnya untuk berciuman. Di tengah percumbuannya dengan Pak
Udin, Sherin merasakan penis di duburnya mulai bergerak, Pak Udin
pun mulai menggerakkan pinggulnya lagi menusuk-nusuk vaginanya.
Posisinya kini sedang disandwitch oleh kedua tukang kebunnya dan
bawahan papanya. Perbedaan warna kulit yang mencolok membuatnya
terlihat seperti daging bersih dijepit dengan dua roti hangus.
Selain melakukan double penetration, tugas Sherin bertambah ketika
Jabir menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya. Posisi serangan tiga
arah itu bertahan sekitar sepuluh menit sebelum Pak Udin dan Pak
Irfan melepaskan penisnya karena akan orgasme. Mereka
menelentangkan tubuhnya, dan berejakulasi di atasnya. Pak Irfan
menumpahkan spermanya di perut dan dadanya, sedangkan Pak Udin
di mulut. Jabir yang masih belum puas berlutut diantara kedua paha
Sherin dan menyutubuhinya sampai sepuluh menit berikutnya.
Keduanya mencapai orgasme secara berbarengan sperma Jabir muncrat
di dalam vaginanya dan Sherin sendiri menggelinjang hebat. Dia harus
mengakui bahwa Jabir benar-benar perkasa dibandingkan dengan Pak
Irfan atau Pak Udin, bahkan dengan Frans, pacarnya, mungkin
keperkasaannya bisa disejajarkan dengan Imron, si penjaga kampus
itu. Kamar itu hening selama beberapa menit, yang terdengar hanya
dengusan nafas kelelahan. Langit di luar sudah menguning, jam telah
menunjukkan pukul 5.40. Pak Irfan akhirnya turun dari ranjang dan
masuk ke toilet di kamar itu.
"Cabut yuk, udah sore lagi nih !" katanya pada Jabir yang lalu
menggerakkan tubuhnya untuk bangkit.
"Udah ya Non, kita pulang dulu, makasih banget THRnya, lain kali lagi
yah hehehe...!" pamitnya sambil meremas payudara Sherin.
"Go to hell lah...THR...THR !" omel Sherin dalam hati.
Setelah mereka berpakaian Pak Udin mengantarkan mereka keluar
rumah dan membukakan pagar.
Setelah itu Pak Udin masih terus mengerjai Sherin mulai dari mandi
bareng hingga malamnya minta tidur bareng di kamarnya. Sherin tidak
punya pilihan lain selain mengiyakannya. Hari-hari berikutnya pun
setiap kali ada kesempatan Pak Udin selalu meminta jatah darinya.
Sherin sendiri walaupun merasa benci dan kesal juga diam-diam
menikmatinya. Hal itu tidak berlangsung terlalu lama karena dua
mingguan setelah kejadian itu, Pak Udin terjatuh dari bangku tinggi
ketika sedang mengairi tanaman di pot gantung. Kepala belakangnya
membentur lantai cukup keras dan berdarah sehingga harus dirawat di
rumah sakit. Hari ketiga di rumah sakit Sherin sengaja datang
membesuknya. Suasana kamar tempatnya dirawat tidak ada siapa-
siapa ketika itu, Sherin masuk dan mengunci pintu. Ia menatap tajam
dengan pandangan penuh dendam pada pria yang pernah melecehkan
dan merendahkannya itu yang kini tergolek tak berdaya di ranjang
pesakitan. Perlahan si sakit membuka matannya dan dia
mengembangkan senyum melihat siapa yang di sebelahnya.
"He...he...Bapak tau Bapak gak bakal hidup lebih lama lagi, tapi Bapak
puas...soalnya udah ngerasain kehangatan dari Non" katanya terputus-
putus.
Sherin tetap diam tak bersuara apapun sejak tadi, lalu dia
menundukkan badan dan mendekatkan wajahnya ke wajah keriput pria
itu. Bibir mereka bertemu, membuka dan beradu lidah seperti hari itu.
Namun tiba-tiba Sherin menarik wajahnya dengan cepat. Pak Udin
merasakan bantal di bawah kepalanya ditarik dan tak sampai sedetik
benda itu sudah berpindah menutupi wajahnya. Sherin menekan bantal
itu keras-keras membekap wajah pria itu. Tubuh tua itu meronta tapi
tak lama sebelum akhirnya diam tak bergerak. Setelahnya barulah
Sherin melepaskan bantal itu, mata pria membuka dengan tatapan
kosong, nafasnya sudah tak terdengar lagi. Sherin menaruh kembali
bantal itu dibawah kepalanya.
"Salam buat iblis di neraka" katanya sambil menutup mata pria itu.
Setelah menyisir rambutnya, iapun keluar dari kamar itu dengan hati
puas telah membalaskan dendamnya. Keluarga Pak Udin di kampung
menerima santunan dari keluarga Sherin dan mereka menerima dengan
ikhlas kematiannya yang mereka anggap sebagai kecelakaan kerja itu.
###########################

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.