Jumat, 06 Maret 2015

Liburan Birahi 9: Misteri Hati

Liburan Birahi 9: Misteri Hati
"Wooyy,,, Ga,,, tu bini orang mau diculik kemana ," teriak Adit, yang
sedang duduk santai di gazebo bersama Bu Sofie dan Aida.
Arga menoleh ke sumber suara, lalu melambaikan tangannya sambil
tertawa. Di sampingnya berjalan Zuraida yang terlihat begitu feminim,
jilbab hijau muda, dipadu dengan kaos lengan panjang dengan warna
senada, sementara rok hitam panjang yang menutup hingga kemata
kaki melekat cukup ketat, membungkus kaki jenjang yang berujung
pada paha dan pinggul yang aduhai.
"Memangnya kau mau mengajak ku kemana?,,,"
"Ngga ada tujuan pasti, cuma ingin jalan-jalan bersamamu,,, tenang
aja, kan tadi udah izin ama Dako,, kamu ngga capek kan?,,," Arga balik
bertanya sambil memandangi wajah Zuraida yang tampak tersenyum
malu-malu layaknya gadis SMA yang pertama kali diajak kencan.
"Capek sih,, tapi ngga apa-apa, aku juga ingin jalan-jalan,," Bibir tipis
Zuraida yang bergerak menjawab pertanyaan, tak lepas dari pandangan
Arga.
"Kamu cantik banget,,, lebih cantik dibanding saat kuliah dulu, kau
yang sekarang terlihat lebih matang sebagai seorang wanita,,,"
"Kalo cantik kan emang dari dulu, hehehee,,, kalo matang,,, emmhh,,
mungkin proses hidup,,," Zuraida yang berjalan sambil melipat tangan
didepan dada, segera menurunkan tangannya, saat melihat mata Arga
yang memandangi payudaranya yang membusung.
"Mateng banget,,,hehehee,,"
"Iiihh,,, dasar cowok mesum, pikirannya ngga pernah jauh dari
situ,,,hahahaahaa,,," Zuraida tertawa sambil menggelng-gelengkan
kepala.
"Ya maklumlah,, aku masih normal,, Aki-aki aja banyak yang masih
doyan ama begituan,,,"
Zuraida menyambut tangan Arga yang perlahan menggamit jemari
lentiknya. Berjalan bergandengan menyusuri bibir pantai. Sesekali kaki
mereka disapa oleh ombak yang datang menghampiri.
"Hahaha,,,, emang bisa apa kalo udah jadi aki-aki,,,"
"Lhoo,, jangan salah,,, seorang cowok, selama tangannya masih bisa
mengangkat ember penuh air, ya hasrat dan pikirannya ga bisa jauh
ama yang begituan,, apalagi kalo ceweknya cantik seperti kamu,,,"
"Hahahahaa,,, macam-macam ajaa,,,"
* * *
"Iiiihhh,,, duduknya geseran kesana dikit dong,,," keluh Sintya sambil
mendorong tubuh Munaf.
"Geser kemana lagi, emang tempat nya sempit gini?" jawab Munaf,
sambil menarik tubuhnya ke samping, bersandar pada pintu mobil pick
up, sementara Mang Oyik hanya bisa tertawa melihat tingkah gadis di
sampingnya. Sintya merengut, bibirnya manyun, wanita yang tidak
terbiasa dengan angkutan darurat itu terlihat begitu gelisah, apalagi
tatapan mata Mang Oyik yang berulangkali menyatroni pahanya yang
terbuka.
"Ngapain sih Pak Prabu pake suruh aku ikut segala," sungutnya,
tangannya berusaha menarik roknya lebih ke bawah, berharap bisa
lebih menutupi pahanya yang mulus.
Munaf berusaha menahan tawa, wajahnya dipalingkan kearah jendela.
Yaa,,, Munaflah dalang dari kesialan Sintya yang siang itu diminta Pak
Prabu untuk menemani Munaf dan Mang Oyik ke pasar, dekat kantor
kecamatan. Sebenarnya pemandangan hamparan padi yang menghijau
di sepanjang jalan yang mereka lewati cukup menarik bagi orang-
orang perkotaan seperti mereka, khususnya bagi Sintya. Tapi
jangankan menikmati pemandangan, untuk duduk dengan tenang saja
gadis itu terlihat kerepotan. Pundak Munaf yang berada di depannya,
berkali-kali mengambil kesempatan dengan menggesek-gesek
bongkahan payudara Sintya. Sementara tangan Mang Oyik begitu
terampil memainkan jari-jarinya saat memindah persneling yang
berada tepat di samping paha wanita itu.
"Pak,,, bapak mundur kebelakang dikit,," pinta Sintya lalu memajukan
badannya ke depan, menurutnya posisi ini mungkin lebih baik untuk
tempat sesempit itu.
Tapi, Munaf yang menarik lengannya ke belakang, dengan iseng justru
meletakkan telapak tangannya di pundak Sintya.
"Iiiihhh,,, bapak ini, tangannya bisa nyamper di jok kan?,,,"
"Di sini?,,," jawab Munaf seraya menurunkan tangan ke pantat Sintya.
"Ke atas sanderan Joooook,,,," suara Sintya meninggi, tak mampu lagi
menahan emosinya.
"Hahahaa,,,, ihh,,, galak banget sih,,, padahal tadi bapak lihat ikhlas
banget waktu dimasukin itunya sama si Adit," ucap Munaf sambil
tertawa.
"Yaaa,,, terserah saya dong,,, lagian itukan kondisi yang memaksa,,,"
Sintya mencoba berkelit.
"Sama dong dengan sekarang,,, kondisinya maksa banget nih Sint,,,"
"Berani megang,,, saya tonjok lho Pak,,,"
"Hahahaahaa,,, iya Nooon,,, iyaaa,,,"
"Dah nyampe Pak?,,, tu mini marketnya,,," seru Mang Oyik, memotong
tawa Munaf, sekaligus memecah tensi Sintya yang sedang memuncak.
Munaf keluar, menuju mini market, tapi berbalik lagi ke arah pick up.
"Mang,,, mamang aja deh yang beli,, Ni duitnya Mang,,, Dji Sam Soe,
dua selop,,,"
"Siap Den,,," jawab Mang Oyik, lalu bergegas menuju mini market yang
merupakan satu-satunya ada di di kecamatan pesisir pantai itu.
"Tunggu,,,, tunggu,,, Pak Munaf ke sini cuma buat beli rokok
doang?,,,"
Munaf tidak menjawab, tapi tertawa lebar, tak lama tawa itu berubah
menjadi senyum kecut saat melihat wajah Sintya yang sekuat tenaga
menahan emosi.
"Gilaaa,,, ini benar-benar gilaa,,, kalian emang kelewatan,,," wajah
sintya tertunduk, menekuk kepalanya di pintu pick up sambil meratapi
nasib sialnya.
Tapi tadi si Dako juga nitip kondom kan?,,," Munaf mencoba
mengingatkan Sintya tentang pesanan rekan kerjanya itu.
"Ohh,, iyaa,, ya udah,,, temenin ke dalam yuk pak,,," Sintya melangkah
gontai, tubuhnya sebenarnya sudah cukup lelah setelah permainan
game yang menguras banyak stamina.
Tak berapa lama, ketiga orang itu keluar dari supermarket.
"Mang,,, pulangnya biar aku yang nyetir ya,,,"
Sintya menghela nafas, saat mendengar Munaf meminta Mang Oyik
untuk bertukar tempat duduk. Bersiap untuk menghadapi kejahilan
apaalagi yang akan diterimanya.
* * *
Sementara itu, di
bagian belakang
cottage, tepatnya di
kamar Mang Oyik.
Suara rintihan tertahan
terdengar dari bibir
seorang wanita,
tangannya
berpegangan
dipinggiran meja
dengan gemetar,
mencoba menikmati
permainan lidah
seorang lelaki yang
tampak begitu
menikmati liang di
selangkangannya.
"Ooowwwhhhsss,,
Yaaa,, disituuu,,, jilatin
yaaang lembut yaaa,, "
perintahnya pada
seorang lelaki yang
tertawa-tawa dengan
lidah terjulur menusuk
ke celah vagina yang sempit.
Tanpa menunggu persetujuan, wanita berparas cantik itu dengan liar
menggasak mulut dan wajah lelaki yang begitu pasrah melayani segala
permintaan, dengan bibir vaginanya yang sudah sangat basah. Wajah
cantiknya semakin terlihat bergairah saat menyaksikan wajah
seseorang yang tampak bersemangat menyeruput setiap tetes cairan
pelumas yang merembes dicelah alat senggamanya. Sesekali ujung
hidung si lelaki menyentuh pintu anusnya, membuat tubuh wanita itu
semakin menggelinjang.
"Ooowwwhhh,,, jilat yang belakang beraaaniii ngga,,,?,,," Mulutnya
memohon, ingin mencoba sensasi yang baru.
Wanita itu tak lain adalah Aryanti, teller bank cantik dengan tubuh
sempurna, yang sering diidamkan para wanita. Tengah asik
mengangkangi wajah Kontet. Yaa,,, siang itu, disaat yang lain tengah
sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, Aryanti dan Andini justru
terjebak pada situasi birahi yang liar. Awalnya kedua wanita cantik itu
pergi ke dapur untuk meminjam pisau, tapi disana mereka justru
mendapati Lik Marni yang bersimbah keringat, tubuhnya terlihat
bergerak lincah melayani dua pria yang menggasak kedua lubangnya.
Keduanya sangat kaget, bukan hanya karena pertarungan 2 lawan 1
saja, tapi juga kemampuan Lik Marni mengimbangi tusukan dua bilah
batang kemaluan yang menggasak kedua lubang di selangkangannya.
"Pak Prabu,, sama Dako kan itu?,,," tanya Andini berusaha
menegaskan apa yang dilihatnya.
"Iya,,, asik banget kayanya,,, hebat juga Lik Marni, bisa ngimbangin
mereka,,," jawab Aryanti, teringat aksinya yang cukup kewalahan saat
meladeni nafsu liar Pak Prabu dan Dako. "Balik aja yuk,,," sambung
Aryanti, menarik tangan Andini.
Saat berbalik, mereka dikagetkan dengan kehadiran Kontet dari arah
belakang. Pemuda bertubuh besar dengan perut agak buncit itu
memang sering hilir mudik di cottage Mang Oyik.
"Ada apa Bu? Mencari Mang Oyik?,, maaf,, kalo ga salah tadi saya liat
si mamang naik pick up ke kecamatan,,, kalo Lik Marni mungkin ada di
kamarnya," ucap Kontet, berusaha tersenyum seramah mungkin.
"Kami cuma mau pinjam pisau pak,,," ucap Aryanti berusaha
menyembunyikan kekagetannya.
"Owwhhh,,, ada tu bu, ambil aja di dalam,,, biasa sih Lik Marni naruh
pisau di atas lemari."
"Eehh iya,,,, Kalo ga salah namamu Mang kontet kan?,,,," tanya
Aryanti, berusaha menguasai situasi., dan segera masuk kedalam
mencari-cari benda yang dimaksud.
Kontet tersenyum, saat mengikuti Aryanti ke dalam dapur, melalui
kaca, di ruang sebelah tampak istri Mang Oyik tengah asik melayani
dua orang lelaki, pikirannya segera berasumsi bahwa kedua wanita itu
baru saja mengintip. Wajah Kontet tersenyum nakal kearah Andini yang
menunggu di depan pintu dapur, yang memang berdampingan dengan
kamar Mang Oyik, membuat hati wanita itu bergidik. Lalu berpaling
menatap tubuh Aryanti dengan penuh nafsu.
"Mana Mang? Pisaunya ngga ada?,,,"
Andini tau, seperti dirinya, mata Aryanti juga tidak fokus mencari
pisau, tapi lebih tertarik menyaksikan live show Lik Marni dari balik
kaca satu arah yang semakin panas. Namun kehadiran mereka tidak
disadari oleh Lik Marni yang kini asik menduduki penis Dako, pantat
besarnya bergerak turun naik dengan cepat, melumat batang Dako
tanpa masalah berarti.
"Pisaunya disini Bu,,,"
"Aakkhhh,,, Mamang, ngapain disituuu,,," bukan hanya Aryanti, Andini
pun terkaget saat melihat Kontet berjongkok di belakang Aryanti,
wajahnya tepat menghadap pantat montok Aryanti, sementara
tangannya berusaha menjangkau pisau yang ada di rak bawah, melalui
kedua kaki jenjang Aryanti.
"Buu,,, kenalaaan dikit boleeehkaaan?,,, sayaaa ngga tahan ngeliatnya
buu,,," ucap Kontet, lalu membenamkan wajahnya kesela-sela pantat
yang masih dibalut rok span longgar.
"Eeehh,, si Mamang,,, main sosor aja, bahaya kalo kenalan dengan
punya sayaaa,, bikin ketagihan lhooo,,," Aryanti semakin kaget dengan
kenekatan Kontet, tapi melihat ulah lelaki yang terlihat seperti kerbau
yang kelaparan membuat bibirnya tertawa, niat usilnya muncul
seketika.
"Din,,, tunggu bentar yaaa,,, ada kebo yang kelaparan,, hiihihi,,,"
Aryanti mengedipkan matanya kepada Andini yang bisa maklum
dengan ulah usil Aryanti yang sering kumat, tapi cara menggoda
Aryanti, menurut Andini yang masih hijau itu sedikit kelewatan.
Aryanti mencoba membungkuk dan semakin menunggingkan pantatnya,
membiarkan lelaki dengan wajah amburadul itu menciumi pantatnya,
sambil tertawa. Berkali-kali Kontet menggigit lembut, dan berkali-kali
pula berusaha membenamkan wajah nya lebih dalam di antara belahan
pantat yang tertutup kain, hingga hidung nya menggelitik anus
Aryanti.
"Buu,,, buka yaaa,,,," Kontet memohon sambil mengusap-usapkan
wajahnya di bongkahan pantat.
"Hhhmmm,,, boleh ngga ya?,,, Din,,, boleh ngga nih?,," Aryanti
menatap wajah Kontet yang begitu berhasrat pada bongkahan daging
miliknya, bola matanya berputar genit ke atas menatap langit-langit
plafon, lalu berbalik menatap Andini yang bersandar didinding,
menatap ulah nakal Aryanti. Mengangkat kedua pundaknya
mengembalikan pertanyaan.
"Kasih aja dikit, tapi awas kebablasan lhoo mba,,," celetuk Andini
tiba-tiba, gadis itu tau, meski dilarang pun Aryanti akan tetap
menggoda Kontet dengan tubuh indahnya.
"Tuhh,,, dibolehin koq ama teman ku,,," Kontet nyengir lebar, "eittss,,,
tapi tangannya ngga boleh ikutan lhooo,,," serunya, ketika tangan
besar berbulu ingin menyibak rok nya.
Seakan takut kehilangan kesempatan, tanpa fikir panjang Kontet
menyelusupkan kepala ke dalam rok Aryanti.
"Iiihh,,, Mamaaang, pelan-pelan atuuuh, nafsu banget sih,,,hihihii,,,
Aawww,,," wanita itu hampir terjengkang ke depan ketika kepala Kontet
menyundul pantatnya, bibir tipisnya tertawa melihat ulah si penjaga
cottage sebelah.
Tapi tawanya terhenti seketika, saat wajah kasar yang penuh bopeng
mengusap belahan kulit mulusnya. Hidungnya menghirup dalam, coba
mengenali aroma dari selangkangan wanita yang begitu menggoda
nafsunya.
"Ooowwwhhhh,,,," Aryanti melenguh lembut, mencoba membuka
selangkangannya semakin lebar. Jarinya mencengkaram tepian meja
dengan kuat.
"Mba Yanti,,,," Andini coba mengingatkan, baginya apa yang dilakukan
Aryanti sudah terlalu jauh.
Aryanti menoleh, lalu tersenyum, ibu jari dan telunjuknya membentuk
huruf O, sebagai tanda Ok, bahwa dirinya masih bisa mengontrol
permainan yang disuguhkannya kepada Kontet. Meski bibirnya masih
bisa dipaksakan untuk tersenyum, namun raut wajahnya tak bisa
menyembunyikan mimik birahi yang dirasakan oleh tubuhnya. Sesekali
mulutnya terbuka, melepaskan lenguhan tanpa suara. Sementara di
bawah sana, diantara kedua paha nya lidah Kontet berusaha
menjangkau vagina Aryanti yang terbalut kain tipis. Kepala Andini
menggeleng pelan, kembali mengingatkan Aryanti, saat wanita itu
mengangkat paha kanannya dengan perlahan, wajahnya memelas,
memohon sedikit pengertian dari gadis itu. Kini Andini dapat melihat
aktifitas Kontet, wajah lelaki penuh bopeng itu tenggelam di belahan
pantat Aryanti, bergerak-gerak keatas kebawah seiring sapuan
lidahnya di vagina Aryanti. Tanpa sadar Andini menyilangkan kedua
kakinya, nafasnya ikut memburu, tangannya yang bersedekap di depan
dada mulai gelisah.
"Maaangss,,, panas banget sih lidahnyaaa,,,eemmmhhh,," suara
Aryanti terdengar lirih.
Sesekali menggigit bibirnya saat lidah Kontet berusaha menyingkap
sisi kain yang menutupi belahan vaginanya. Kini Andini mulai cemas,
celana dalam tipis yang dikenakan Aryanti seakan tak berdaya
melindungi kemaluan wanita itu. Andini bergerak reflek, menggeser
tubuhnya, matanya berusaha mengawasi usaha lidah Kontet yang
mencoba menyingkap kain tipis yang sudah sangat basah. Aryanti pun
tidak berdiam diri, pahanya semakin membuka, seakan memberi
dukungan, tubuhnya semakin membungkuk, pantatnya bergerak saat
lidah Kontet sesaat berhasil mengait tepian kain dan berusaha
menyibaknya, tapi kain itu terlalu ketat membungkus selangkangan
montok Aryanti.
"Ayooo Maaang,,, kamu pasti bisaaa,,,," ucapnya , namun karet celana
nya masih terlalu tangguh untuk lidah Kontet.
Bukan hanya Aryanti yang dag dig dug melihat usaha Kontet, karena
Andini pun mulai belingsatan, dirasakannya lipatan bibir kemaluannya
mulai terasa gatal, seakan ikut merasakan geliat lidah Kontet di
selangkangan Aryanti.
"Mba Yaaant,,, jangan mbaa,," seru Andini pelan tapi tegas,, matanya
melotot memberi peringatan saat tangan Aryanti terhulur turun
menjangkau sisi celana dalam yang menutupi bagian intimnya.
"Jangan lapor Mas Arga yaa,,, cuma main-main aja koq,,,, ga pake
penetrasi,,,," Aryanti memelas, meminta persetujuan Andini atas ulah
nakalnya.
Kini berbalik Andini yang bingung, bingung harus mengizinkan atau
tidak, sementara nafsunyanya juga tengah memburu, ingin melihat
sejauh mana kedua kedua anak manusia itu berulah. Akhirnya kepala
Andini mengangguk pelan, disambut gerak cepat Aryanti, namun
tangannya bukan menyibak sisi celana dalam, tapi justru menarik
turun seluruh kain segitiga itu. Kontet yang terus asik dengan
selangkangan milik Aryanti, tidak menggubris interaksi kedua wanita
itu, seketika terkaget saat disodori bongkahan daging putih dan mulus.
Hidung lelaki itu bergerak maju, menoel pantat Aryanti dengan gemas,
dengan sangat perlahan lidahnya yang terjulur menyapu lembut dari
bagian paha yang mulus, terus menyusur menuju bongkahan pantat.
Nafas Andini terasa begitu berat melihat aksi kontet yang mungkin
bagi sebagian orang menjijikkan, kini kedua bongkahan pantat
sahabatnya itu terlihat basah, mengkilat oleh air liur Kontet.
Sementara Aryanti hanya bisa mendesah menikmati servis mandi
kucing ala lidah Kontet.
"Lanjutin yang di tengah Maangss,,," Aryanti membungkuk, mengitip
dari sela kedua pahanya.
Pandangan kedua nya bertemu, terlihat jelas bagaimana bernafsunya
pemuda bertubuh tambun itu pada lubang vagina basah dipenuhi
rambut kemaluan, yang memisahkan wajahnya dan wajah Kontet.
Ketika Kontet kembali menjulurkan lidahnya yang panjang, Aryanti
membentang pahanya semakin lebar, menunggu sapuan lidah Kontet
yang mencoba menjangkau klitorisnya.
"Oooowwhhh,,,, teruuuuussss,,,, teruuuussssss,,," Bibir mungil wanita
itu terpekik tertahan, menggelinjang menahan geli saat lidah yang
hangat memberikan sapuan panjang dari gerbang kemaluan hingga ke
lubang anusnya.
"Gilaaaa,,,, gilaaaa bangeeeet,,,, ini benar-benar nikmat Din,,
Oooowwhh,,," rintih Aryanti dengan mata setengah terpejam,
menikmati ulah Kontet yang melakukan sapuan panjang berulang-
ulang.
Bukan hanya tubuh Aryanti yang dibasahi oleh keringat, karena Andini
yang berdiri terpaku pun juga bersimbah keringat, wanita yang hanya
pernah melihat adegan itu di blue film, untuk pertama kalinya
menyaksikan lidah seorang lelaki menyapu lorong anus seorang
wanita. Jepitan paha Andini semakin kuat. Nafasnya memburu, ingin
sekali tangannya menggaruk lorong vaginanya yang terasa begitu
gatal.
"Mangsss,,, masukin lidahnya ke belakang yaaa,,, masukin ke anus
sayaaa,,," rintih Aryanti, kedua tangannya berusaha membuka
bongkahan pantat, memamerkan pintu anus yang masih tertutup rapat.
Sesaat Kontet meneguk liurnya, memandang pintu anal yang
mengerucut imut tepat di depan matanya.
"Ooowwgghh,,, Oooowwwhhhgg,,, Aaakkhhh,,,, panasss bangeeeet
lidah mu Maaang,,, Oooowwhhh,,,," Aryanti melenguh, lalu merintih
tertahan saat lidah yang kasar perlahan menguak pintu belakangnya.
Tangan kanannya bepindah, berusaha menjambak rambut Kontet yang
cepak, terengah-engah membantu Kontet menikmati tubuh bagian
belakangnya.
"Teruss Mangss,,, mainin lidahnya di dalaaam sanaaa,,, terussshhh
Owwhh,,,"
"Diiin,,, enak banget, beneraaaan dimasukiiiin,,, ooqqhhhh,,," tubuh
Aryanti terlonjak-lonjak kegelian saat lidah panas Kontet menyelusup
ke dalam lorong analnya.
Sementara wajah Andini tampak mengernyit jijik. Tapi saat matanya
menatap Aryanti yang tampak menggeliat geli berselubung kenikmatan,
terbayang sensasi yang tengah dinikmati, membayangkan lorong
sempit itu menerima sapuan panas lidah seorang lelaki yang begitu
berhasrat pada wanita secantik mereka.
"Seru banget ya Non?,,, pasti nikmat banget tuh,,,"
Tiba-tiba terdengar suara berat tepat disamping Andini, dengan cepat
gadis itu menoleh. "Mang Oyiik,,, ngapain Mamang disini,,," tanyanya
dengan panik., tak menyangka akan kehadiran Mang Oyik yang baru
datang mengantar Munaf dan Sintya.
"Maaf Non,,,, ini kan memang tempat kerja saya,,," jawab Mang Oyik
berusaha sopan, tapi matanya liar memandang dada Andini yang
bergerak naik turun, akibat nafas yang terasa berat. Meski tertutup
kaos orange, pesonanya masih dapat membuat batang Mang Oyik
siaga 1.
"Oooaaagghh,,, eemmmgghhhhh,,, ga kuaaaat,,, Ooowwhh,,," desahan
Aryanti menyadarkan lamunan Mang Oyik.
"Pasti gurih banget tu lubang,,,sluurrpp,,, beruntung banget si Kontet"
ucap Mang Oyik, ikut menyandarkan tubuhnya di dinding, tepat di
samping Andini.
"Hehehee,,, pengen juga ya Mang?,,," tanya Andini sambil tertawa.,
melihat ulah Mang Oyik yang menyapu bibir tebalnya denga lidah.
"Non, mau ngasih?,,," tanya Mang Oyik cepat menoleh, penuh harap.
"Eeettss,,, siapa bilang saya mau ngasih,,," Andini reflek menutupi
payudara dan selangkangannya dengan tangan, menyesal karena
menggoda Mang Oyik. "Sono nohh,, minta ama tante cantik, kalo
beruntung pasti dikasih juga koq,,,"
"Eeehhh,,, adaaa Mang Oyikk yaa,,," Aryanti menoleh tersipu malu,
berusaha mendorong kepala Kontet lalu berbalik sambil merapikan
roknya.
"Santai aja Bu,,, kita disini emang buat mbantu-bantu tamu koq,,, tu
istri saya aja sampe ngos-ngosan mbantuin Pak Prabu dan Pak Dako,"
Serentak Andini dan Aryanti menoleh kearah kaca yang menjadi
perantara pandangan antara dapur dan kamar Mang Oyik. Tampak
tubuh Lik Marni yang sedang menungging bermandikan keringat,
sementara Pak Prabu tak bosan-bosan menikmati pintu belakang
wanita bertubuh montok itu. Dari arah depan Dako terlihat begitu
menikmati servis lidah Lik Marni yang begitu memanjakan batangnya.
"Oooowwhhh,,, Liiik,,, aku mo ngecrot liiik,, ngecrooot,,,,"
Bukannya menghindar Lik Marni justru semakin mempercepat gerakan
mulutnya, dan beberapa detik selanjutnya mata wanita itu melotot,
sperma Dako menyemprot kuat, tapi wanita itu berusaha menjaga
batang Dako tetap berada di mulutnya.
"Ooowwwhhhh,,, Liiik,,, nikmaaaat bangeeeet,,, ooowwwgghh,,," Dako
menjambak rambut Lik Marni, sesekali memaju mundurkan pantatnya
layaknya tengah menyetubuhi mulut wanita itu.
"Tukeran dong Ko,, kayaknya enak banget nyemprot disitu,,," Pak
Prabu melepas batangnya, berpindah ke bagian depan. Dako hanya
terkekeh, duduk di pinggiran ranjang, mengatur nafas untuk aksi
selanjutnya.
"Mamang ngga marah istrinya dipake kaya gitu,,," tanya Andini penuh
keheranan, apalagi batang yang ada di celana lelaki itu mulai
menggelembung melihat aksi istrinya.
Mang Oyik mengangkat kedua pundaknya. "Kalo istri saya yang mau,
saya mesti gimana lagi,,,"
"Bu Aryanti yang cantik,,, tenang aja, tu anak penurut banget koq,,,
cuma ngelakuin apa yang disuruh, jadi ga perlu takut,,," Sambung
Mang Oyik, yang melihat Aryanti mulai kesal dengan ulah Kontet yang
berusaha kembali mendapatkan kemaluannya.
"Beneeerr,,, dia ga bakal mintaaa,,, eemmhh,,,mintaa masukin tu
batang kan?,,," tanya Aryanti sambil melirik Kontet yang masih
berjongkok seperti anjing yang penurut di depannya.
Mang Oyik mengangguk dengan gaya yang dibuat cool. Membuat
Aryanti dan Andini yang masih was-was, tertawa... Cool nggilani...
"Sini Teett,,, tapi pelan-pelan yaaa,," tangan kanan wanita yang masih
digantung birahi itu mengangkat rok depannya, sementara tangan
kirinya meraih kepala Kontet, yang dengan cepat menghilang di balik
kain katun itu.
"Ooowwwhhh,,, eeemmmhh,,, tunggu sebentar ya Diiin,,, satu kali
ngecrit aja koq,,," pintanya pada Andini yang membuang nafas
panjang melihat tingkah wanita di depannya.
Tapi geliat nafsu dan birahi selalu berhasil mengenyahkan kesadaran
manusia. Ganasnya permainan lidah Kontet dikemaluan Aryanti,
membuat wanita itu harus meletakkan pantatnya ke atas meja, dan
membuka pahanya lebar-lebar.
Meremas rambut Kontet dengan gemas. Melenguh liar. Sesekali
mengangkat pantatnya agar lidah Kontet dapat menjangkau anusnya.
Dan Andini,,, kembali menjepit kedua pahanya saat menyaksikan lidah
Kontet menerobos membelah vagina yang basah.
"Maaang,,, tolong bantu teman sayaaa yaaa,,," pinta Aryanti tiba-tiba.
Merasa tidak enak dengan Andini yang hanya melihat kenakalannya.
"Waahhh,,, dari tadi saya juga pengen mbantuin Bu,, tapi si Non
geulisnya yang ngga mau,,," jawab Mang Oyik yang menghulurkan
tangan mencoba memegang pundak Andini, tapi segera ditepis gadis
itu.
"Ya Udaahh sini,,, minggir dulu Tet,,," Aryanti beranjak mendekati
Andini yang terlihat bingung. Gadis itu memang sudah mengalami
beberapa petualangan nakal, tapi keluguannya sebagai seorang gadis
remaja membuatnya menjadi agak kikuk.
"Mba Yanti mau ngapain?,,, Emmppphh,,," mata Andini melotot ketika
Aryanti melumat bibirnya. Mengajaknya untuk saling melumat dalam
hisapan yang dalam.
"Eeemmmppp,,, mbaaa,,, mbaaa,,,," Andini mulai ngos-ngosan,
nafasnya tertahan oleh hisapan Aryanti yang cukup lama, hingga
akhirnya tautan bibir mereka terlepas.
"Dari tadi aku pengen banget dicium, tapi ngga mau sama mereka,,,
hihihii,,, mau lagi?,,,"
Andini yang memang tengah bernafsu mengangguk dengan malu-malu,
lalu membuka mulutnya. "Eeemmmpphhh,,,,"
Dan kedua wanita cantik itu kembali saling melumat, tapi kali ini
tangan mereka mulai ikut aktif, saling meremas, saling mengagumi
keindahan tubuh lawannya. Dan ini adalah pengalaman pertama
mereka melakukan hubungan sesama jenis, yang ternyata tidak kalah
mendebarkannya. Kontet yang mematung melihat aksi dua wanita itu
terkaget saat tangannya ditoel oleh Mang Oyik.
"Ayo Tet, hajaaar,, kamu garap yang muda, biar aku yang muasin Bu
Yanti," bisik Mang Oyik.
Rupanya Mang Oyik sudah cukup lama penasaran dengan keindahan
tubuh Aryanti yang lebih matang sebagai seorang wanita. Dengan
cepat lelaki itu berjongkok, lalu membenamkan wajahnya di pantat
Aryanti.
"Oooowwhhhssss,,, Diiinn,,, punya ku dijilatin lagiii,,, kamu mau
jugaaa?,,,"
Andini tidak menjawab, tapi tidak pula menolak saat Kontet
menurunkan celananya.
"Oooowwwhhh,,, mbaaa,,, anus kuuu diciuuumin mbaaa,, dijilaaaat
jugaaa,,, Uuuggghhhh,,, geli mbaaa,,, eemmpp,,," erangan Andini
terhenti, mulutnya dibekap oleh Aryanti.
Gadis muda itu mencoba mengikuti gerakan tangan Aryanti yang
menyelusup ke dalam kaosnya. "Mbaaa,,, nenen mbaaa,, gedeee,,,
kenceeeng,," serunya, ketika jari-jarinya berusaha membekap kedua
payudara Aryanti.
"Diniii maauuu?,,,Oooowwhhhss,,, Maaaang,,, itil nyaaa jangaaaan
digiiiigitt,, Eeeeengghhh,,," Aryanti yang ingin menjawab komentar
Andini menjerit, bagian mungil yang berada di depan bibir
kemaluannya dihisap dengan kuat oleh Mang Oyik, hingga terasa
seperti digigit.
"Maaang,, jangan ditusuuuk,,, anusss sayaaa jangan ditusuuuk,,
Ooowwgghh,," Andini balas menjerit saat merasakan jari-jari kontet
mencoba menyelusup ke pintu belakangnya. Kaki gadis itu sampai
berjinjit karena ulah Kontet.
"Oooowwhhh,,, Maang,,," Andini lagi-lagi menjerit, jari-jari kontet
yang besar, beralih menusuk-nusuk liang vaginanya. Pegangann
tangannya beralih mencengkram tangan Kontet, tapi cengkraman itu
melemah seiring lidah kontet yang kembali menyelusup ke dalam
anusnya.
"Buuu,,, boleeeh sayaaa tussuuuk jugaaa," bisik Mang Oyik lembut
ditelinga Aryanti.
"kalo tusuk pake tangan boleeh,, tapi kalo dientot,,, saya ngga
maaauu,,,"
Mang Oyik menggesek-gesekan batangnya yang sudah mengeras di
belahan pantat Aryanti. Sementara tangannya meremas-remas
payudara wanita itu dengan sangat bernafsu.
"Terus batang sayaa,, gimana buuu,,," nafsu Mang Oyik sudah sampai
keubun-ubun, ingin sekali langsung menusukkan batangnya ke pintu
vagina basah yang ada di depan batangnya. Apalagi saat itu pantat
Aryanti yang membulat, mampu membekap batangnya dengan begitu
nikmat. "Buuu,,, saya entotin yaaa buuu,,,"
"I,, Iyaa deehh,,,Maaang,,, tapi sebeeentar aj,,, Ooowwhh Gilaaaa,, itu
bataang monster,," gerakan tangan Aryanti yang sudah memegang
batang Mang Oyik terhenti, tidak lain akibat ulah Kontet di depannya
yang ikut-ikutan mengeluarkan penis dari balik celana.
Sejak awal Aryanti yakin Kontet memiliki batang yang besar, tapi tidak
menyangka jika sebesar seperti yang tengah dilihatnya. Aryanti
merinding, Yaaa,, batang itu lebih besar dari milik Arga yang sangat
dibanggakannya. Kontet berdiri, memeluk Andini dari belakang, dan
batang monster itu kini tegak mengacung disela-sela paha Andini.
"Mang Oyyyiiik,,, masukiinn ke tempat Andini ajaa yaaa,,, kasiaan diaa
kalo dimasuukin batang sebesar ituuu,,," ucap Aryanti, melepas batang
Mang Oyik yang ada dalam genggamannya.
"Tapi buu,,,"
"Stsstsss,,, jangan ngebantaah,,, punya Andini juga enak koq,, malah
lebih sempit lhoo,," terang Aryanti. Lalu menarik Kontet untuk bertukar.
"Gilaaa,,," hanya itu yang keluar dari bibir Andini, saat menyadari
batang yang tengah menggesek-gesek selangkangannya ternyata
memiliki ukuran luar biasa.
"Ooowwhh,,, Maaaang,,, kenapaaa, dimasukiiiin,,," Andini menjerit,
meski cukup pelan, tapi penetrasi batang Mang Oyik yang tidak
disadarinya membuat gadis itu terpekik kaget.
"Nooon geuliss,, nikmatin ajaa,, saya lembut koq mainnya,,,"
Sementara Aryanti mendorong tubuh Kontet ke dinding, tangannya
dengan terampil meremas dan menggosok batang yang berdiri tegak
mengacung.
"Teeett,,,, ni batang udaaah masuk kemana ajaaa,,," tanya Aryanti,
sambil mengoosok kepala jamur yang besar ke bibir kemaluannya.
"Cuma ke istri saya bu,, soalnya Mang Oyik ngga pernah ngizinin saya
nyicipin bininya,, katanya takut memek Lik Marni ndower,,,"
"Hihihiii,,, kamu ini ada-ada aja,,, tapi kalo ketempat saya bisa ngga
yaaa,,, Ooowwhhsss,, Teeett,,, liaaat,, bibirnya sampai ndoweeer
gituuu,,," bibir Aryanti mengoceh, mengomentari pintu vaginanya yang
dipaksa menganga saat disundul jamur besar, hingga membuat bibir
vaginanya menyeruak keluar.
"Eeeiittsss,,, jaaangaaan ditusuuuuk Teeet,,," Aryanti memundurkan
pinggulnya saat menyadari Kontet ingin melakukan tusukan. Entah
kenapa wanita itu terlihat ragu-ragu untuk melakukan persetubuhan,
ada rasa ngeri jika kemaluannya harus melumat batang sebesar itu,
ada rasa takut jika Arga sampai mengetahui kenakalannya.
"Gosok-gosok didepan aja yaa Tettt,,," bisiknya, lalu menjepit batang
Kontet dengan pahanya, pinggul dan pantatnya mulai bergerak,
memainkan batang besar yang menggesek-gesek bibir vaginanya.
"Uuuuggghh,,, gini juga enaaaakkan?,,,"
"Iyaaa buuu,, tapiii memeeek ibuuu lebiiiihh enaaak kalooo buat
ngetoot,,,"
Telinga Aryanti terasa panas mendangar komentar nakal Kontet.
Apalagi pemuda gempal itu mulai menunjukkan powernya sebagai
seorang lelaki. Tangannya yang besar mengangkat rok Aryanti lebih
tinggi lalu mencengkram pinggulnya dengan kuat, sementara
batangnya semakin cepat menggesek-gesek selangkangan Aryanti.
"Ooowwwhhh,,, Maaang,,,, saaaaya maauuu keluaaaar,,," terdengar
rintihan Andini yang setengah membungkuk, menikmati aksi Mang
Oyik yang menyetubuhi kemaluannya dari belakang.
Dengan cepat Mang Oyik melempaskan batangnya, menarik tubuh
mungil Andini berbaring ke atas meja, lalu dengan rakusnya lelaki itu
melumat, menghisap, mengunyah kemaluan Andini dengan rakusnya.
"Maaanng,,, ooowwhh,,, isap teruuuss,, Aaahhhkkkss,,," pinggul gadis
itu terangkat tinggi, dengan bibir vagina yang menghambur kelenjar
bening, membasahi wajah Mang Oyik yang tertawa puas, mampu
menaklukkan mangsanya. Lalu berdiri lagi bersiap kembali
memasukkan batangnya ke kemaluan gadis bertubuh mungil itu.
"Buuu,,, saaayaaa masuuukiiin ya buu,,," Kontet sudah tak mampu lagi
menahan hasratnya, memutar tubuh, menyandarkan tubuh Aryanti ke
dinding.
"Teeet,,, aku ngga maaau dimasuuukiiin,,," lenguh Aryanti, matanya
menatap sendu kemata Kontet yang terlihat beringas diumbar nafsu,
tiba-tiba tenaga Aryanti terasa menghilang, tak mampu menolak
kehendak tangan kontet yang membuka kakinya lebih mengangkang.
"Konteeeet,,,uuugghhh,,,"
"Aaahhssss,,, ga bakal bisa massuuuk,, jangaaan teeet,,,"
Bibir Aryanti mendesah, merintih, saat batang besar itu mencoba
memasuki alat senggamanya. Tapi berkali-kali meleset keluar,
membuat wanita itu melenguh.
"Weeeiiittsssss,,,, Woleeess brooo,,," tiba-tiba terdengar suara lelaki
dari arah pintu, yang dengat cepat menarik tubuh Kontet menjauh dari
tubuh Aryanti.
Sementara lelaki satunya mendorong tubuh Mang Oyik menjauh dari
tubuh Andini.
"Sorry ya Mang,, kita emang berterimakasih banget diizinin nyicipin
istri Mamang,, tapi kalo mau minta imbalan yang kaya gini ya jangan
dong,,,hehee,," ucap lelaki yang ternyata Dako.
"Hehehee, iyaa,, maaf banget yaa mang,,, istri ponakan saya ini emang
masih lugu,, jadi kalo mau minta ya mesti izin sama suaminya dulu,,,"
timpal Pak Prabu yang mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan
ribu.
"Mamang coba aja nyicipin cewek-cewek yang ada di warung remang-
remang pinggir jalan dekat sini, kemarin saya liat banyak koq yang
barangnya masih bagus-bagus.," lanjutnya, lalu memapah Andini yang
masih terkaget, turun dari meja.
"Ehh,, iya,, maaf Gan,, kami kebawa suasana, tadi cuma disuruh
ngebantuin malah kebablasan,," Mang Oyik tampak cengengesan.
Rupanya Pak Prabu tidak ingin apa yang terjadi pada istrinya terulang,
apalagi pada istri ponakannya yang masih terbilang belia untuk wanita
yang sudah menikah. "Ya sudah,, ngga apa-apa,, ni ambil aja,,"
ucapnya lalu beranjak keluar sambil menggandeng Andini, diiringi
Dako dan Aryanti.
"Mang,,, aku ngga tahan nih,,, pinjam istri Mamang yaa,,," seru Kontet,
lalu berlari menuju kamar Mang Oyik. Mengagetkan Lik Marni yang
masih bugil, tersenyum-senyum sendiri setelah melayani Pak Prabu
dan Dako.
"Teeet,, mau ngapain,, eehh,,, Teett,,, batangmu,,, Gilaaaa,,,
Aaaauugghh,,,, Bapakeee,, aku dientotin Konteeeet,,, Aaaauuuwww,,,
pelan-pelan bego,n Oooowwgghhh,," Lik Marni menjerit histeris, tubuh
bugilnya diterjang Kontet, yang langsung memaksa membenamkan
batang besar kekemaluannya.
"Asseeeem,,, Teeett,,, Woooyyy,,, kurang ajar tu bocah,,," Mang Oyik
yang asik menghitung uang di tangannya kaget dengan gerak cepat
Kontet yang menyerbu masuk ke kamarnya. Mang Oyik kelabakan
mencari celana yang ternyata nyampir di atas kompor gas.
"Teeet,,, buka pintunya,,, Wooyyy,,, Edan ni anak,,," Mang Oyik
menggedor-gedor pintu yang ternyata sempat dikunci oleh Kontet.
"Duuuh,,, bakal bonyok dah tu memek,," dengusnya, meratapi nasib
istrinya dari kaca dapur, yang tengah merem melek menahan gempuran
Kontet.
###########################
"Kamu ngapain sih Yan,, jangan kaya wanita murahan gitu lahh,," bisik
Dako pelan, dari nada suaranya tersirat perasaan tidak suka atas apa
yang dilakukan Aryanti.
"Kamu itu yang kenapa?,,, habis ngegarap bini orang, terus marah-
marah, dan sekarang bilang aku wanita murahan,,," suara Aryanti
meninggi, emosinya tersulut.
Memang Dako sudah menyelamatkannya dari persetubuhan yang liar.
Tapi kata-kata yang diucapkan lelaki itu membuat telinganya panas.
Dako terdiam, menyesali apa yang diucapkannya, dirinya juga tidak tau
bagaimana bisa hatinya tidak bisa menerima jika Aryanti diperlakukan
seperti itu.
"Yaan,, Yantii,, maksudku bukan seperti itu,,, maaf Yan,," Dako
berusaha mengejar Aryanti yang berlari kekamarnya dengan cepat.
"Yant,,, dengar dulu,,," cegah Dako, saat Aryanti ingin menutup
pintunya.
"Mau apalagi,, masih kurang?,,, masih mau nunjukin keegoisan para
lelaki lagi?,,,"
Dako tidak menjawab, tapi mendorong pintu lebi kuat dan masuk ke
kamar Aryanti.
"Coba jawab dengan jujur, istri siapa aja yang sudah kamu cicipin?,,,
dan sekarang kamu dengan gaya pahlawan mencoba 'menyelamatkan'
aku dari lelaki lain?,,"
"Tadi malam,, tadi malaam ingat?,,, saat kamu tertawa menggarap
tubuhku dengan Pak Prabu?,,, benar-benar menjadikanku seperti
wanita murahan,,, dan sekaraang?,,, Dasar cowok MUNAFIK,,"
"YANTII!!!,,, aku bukan cowok munafik, ITU KARENA AKU SAYANG
SAMA KAMU?,,"
Deeeg.. Aryanti terdiam, gendang telingannya seperti ditepuk kalimat
tak lazim, coba menafsirkan kata-kata yang diucapkan Dako. Dan
Dako,,, kakinya lemah menuju kasur,,, lalu menghempas tubuhnya
dengan pikiran kacau. Termenung,,, bagaimana bisa kata-kata itu
keluar begitu saja dari mulutnya,, benarkah iya menyayangi wanita
yang kini ada di hadapannya?..
"Keluarlah,,, aku ingin istirahat,," ucap Aryanti pelan, tangannya
membukakan pintu.
Dako menghembus nafas dengan berat, melangkah gontai, tepat di
depan pintu langkahnya terhenti, menatap Aryanti yang menitikkan air
mata..
"Maaf,, aku tidak mengerti apa yang kurasakan saat ini,, Maaf,,,"
ucapnya. Lalu berbalik, keluar kamar.
"Dako,,," Aryanti mengejar lelaki yang tengah berjalan di selasar
depan kamar.
Tanpa diduga wanita itu melumat bibir Dako. Memberikan ciuman yang
dirasakan Dako kali ini sedikit berbeda.
"Kamu mau menemani ku istirahat?,,," suara Aryanti terdengar kikuk,
namun berusaha tersenyum lembut.
"Tapi kamuu?,,,"
"Hanya istirahat,, tidak yang lain koq,, badanku capek banget,,,"
Aryanti mencoba tersenyum di antara air mata yang mengalir.
Dako mengikuti langkah Aryanti yang menggandeng tangannya.
Membaringkan tubuhnya di samping Aryanti yang kemudian memeluk
tubuhnya erat. Melabuhkan ciuman yang lembut,, sangat lembut.
"Dako,,, aku ngga mau ada rasa itu di antara kita, karena pasti akan
sangat menyakitkan bagi pasangan kita,,," ucapnya lirih,, lalu
membenamkan wajah yang dibasahi oleh air mata di pelukan Dako.
Dako coba merengkuh tubuh wanita yang setengah menindih
tubuhnya, suasana menjadi kaku, jari-jarinya coba menyisir rambut
Aryanti, dengan pikiran yang melayang, mencoba mencari tau perasaan
hatinya yang terasa begitu asing. Masih terlintas di pelupuk matanya,
saat menangkap binar gembira istrinya, ketika Arga meminta izin
padanya untuk mengajak Zuraida jalan-jalan di pantai. Tak ada yang
tau, di balik sikap urakan, selalu tertawa cengengsan, dan sifat
cueknya, lelaki itu ternyata memendam rasa perih di hati yang
mendalam. Meski telah mempersiapkan dirinya sedemikan rupa, tapi
apa yang disaksikan oleh mata ternyata lebih menyakitkan. Semua
yang diucapkannya pada Arga saat dipantai tidak lebih dari usahanya
untuk membuktikan semua. Bertahun-tahun mencinta wanita yang
menyimpan rasa terhadap lelaki lain.
"Yaant,,,Seandainya,,,"
"Ststssss,,, tenangkan hatimu,,, Trust me,, All is well,,," bisik Aryanti,
seolah bisa membaca pikiran lelaki itu.
Aryanti beringsut menaiki tubuh Dako, meletakkan kepalanya di dada
lelaki itu, memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan untuk
dirinya sendiri. Lalu mencoba untuk terlelap dalam dekapan insan yang
tengah terluka, dan mencoba melarikan hati pada dirinya.
#######################
"Waaahh,,, udah jauh juga kita jalan,,," celetuk Arga, saat mereka
melewati tempat game tadi pagi, tempat yang mungkin tak akan
pernah mereka lupakan. "Masih pengen jalan terus?,,,"
"Ayoo,,,siapa takut, tapi jangan cepat-cepat, santai aja,,,"
"Owwhh Sorry,, aku kecepatan ya,,, Kata Mang Oyik ni pantai dipisah
oleh tebing karang itu,,,"
"Ngga terlalu capek sih, tapi belahan rok ini terlalu sempit,,, biar aku
buka sedikit,,,"
Kreeek,,, kreeek,,,Zuraida merobek belahan rok nya hingga kelutut,
membuat kakinya lebih mudah melangkah.
"Waduuuhh,,, ngga sayang roknya dirobek,,,"
Tapi Zuraida hanya tersenyum, lalu menarik tangan Arga untuk kembali
berjalan. Keduanya melangkah pelan beiringan, layaknya dua remaja
yang tengah dimabuk asmara.
"Gaa,, tadi Dako sempat marah padaku,,,"
"Kenapa? Memang sih,, yang kita lakukan saat game tadi memang
kelewatan? Tapi bukankah dia melakukan hal yang sama pada
Aryanti?,,,"
"Ngga tau,,, mungkin dia marah karena aku membiarkanmu membuang
di dalam,,,"
Jawab Zuraida lemah.
Arga terdiam mencoba memahami reaksi emosi Dako yang membuatnya
bingung, di satu sisi sahabatnya itu terus menggoda kelelakiannya
untuk menaklukkan istrinya, tapi setelah semua terjadi justru
mengumbar emosi.
"Ku kira hatimu seperti batu, Ternyata kau masih menyimpan rasa
cemburu,,," bisik hati Arga, sambil tersenyum menggeleng-gelengkan
kepala.
Hati sahabatnya ternyata tidak berbeda jauh dengan dirinya.
"Kenapa? Koq malah senyum-senyum sendiri,,"
"Ehh,,, ngga apa-apa,,, Emm,, Apa kamu benar-benar dalam masa
subur,,,"
Zuraida mengangguk, tersenyum kecut, "Kami memang tidak pernah
menggunakan kontrasepsi, Dako sudah sangat ingin memiliki anak,"
terang Zuraida.
Arga manggut-manggut. Berbeda dengan dirinya dan Aryanti, yang
sepakat menggunakan kontrasepsi implant. Aryanti terpaksa menunda
kehamilannya dengan alasan karir, dan Arga cuma bisa mengangguk
setuju. Tangan Arga tak lagi menggandeng Zuraida, tapi beralih
memeluk pundak dokter cantik itu. Tak ada lagi kata-kata yang
terucap, masing-masing sibuk dengan lamunannya, pikiran mereka
dipenuhi oleh segala keterbatasan yang memagari hubungan rasa dan
hati mereka yang terlarang. Melebihi tingginya tebing karang yang
memisahkan bibir pantai, yang tak terasa kini berada tepat di depan
mereka.
"Berani menyebrang kesebelah sana?,,," tantang Arga sambil menunjuk
celah tebing. "Kalo sore celah itu hilang, tertutup air pasang,,,
Berani?,,,"
"Ngga ahhh,,, takut ngga bisa balik,,,"
"apa kamu tidak percaya padaku?,,," kata-kata Arga berubah menjadi
serius.
Zuraida terdiam, bingung dengan sikap Arga, mencoba membaca apa
yang diingin oleh lelaki yang memeluk pundaknya erat.
"Aku percaya padamu,,, Ayoo,," jawab Zuraida sambil tersenyum.
"Waaaahhh,,,, di sini pasirnya lebih putih dan lembut,,, koq bisa sih,
padahal kan cuma terpisah beberapa meter,,," seru Zuraida, ketika
mereka berhasil melewati celah karang yang cukup sempit itu.
Wanita bertubuh semampai itu berlari, menyusuri pasir yang masih
menyisakan riak ombak yang baru saja menyapa. Arga tertawa melihat
tingkah Zuraida, yang sedang menampilkan sisi childish nya.
Ujung kaki Zuraida terlihat sibuk mengukir sesuatu diatas pasir, "ARGA
JELEK",,,
"Hahahaaa,,, Biariiinnn,,, yang penting disayang Zee,,," teriak lelaki itu
sambil tertawa, lalu duduk di atas pasir. Membiarkan sang betina yang
tengah menikmati panorama pantai pasir putih yang memang sangat
jarang ditemui.
Zuraida membentang kedua tangannya, seakan memasrahkan tubuhnya
pada angin yang menjilati tubuhnya dengan sapuan yang lembut.
Jilbabnya berkibar menari-nari mengikuti irama alam yang begitu
tenang dan sepi, sangat sepi, jauh dari jamahan keserakahan anak
manusia. Zuraida berjalan menghampiri Arga, matanya menyapu setiap
sisi pantai, seolah mencari tau, lalu berbalik menatap Arga, dengan
senyum yang terlihat genit, perlahan wanita itu melepas kain yang
menutup kepalanya.
Arga tertawa, mencoba memaklumi kebebasan yang tengah dinikmati
wanita yang dulu terpaksa di tinggalkannya demi seorang sahabat.
Bibir Arga berdecak kagum, saat rambut Zuraida yang panjang terurai
tertiup angin, kecantikan seorang Zuraida terlihat begitu nyata, bibir
tipisnya yang tersenyum tak mampu menutupi wajah yang tersipu
malu. Entah apa yang ada dipikiran wanita yang kini berdiri sekitar 10
meter dari tempat nya duduk.
"Zeee,,, apa kau ingin?,,, owwhh Zee,,," suara Arga begitu pelan,
seolah bertanya pada dirinya sendiri, matanya tak berkedip saat tangan
Zuraida mengangkat kaosnya keatas, menayang sesosok tubuh yang
putih mulus, sepasang payudara yang tampak ranum dan kencang
menghias sempurna, mengokohkan keindahan tubuh dokter cantik itu.
"Cukup,,, Zeee,,, cukuuuup,,, kau bisa membuatku memperkosamu,,,
Owwwhh,,, Shiiitt,,," gumam Arga pelan dengan suara tercekat,
nafsunya bergemuruh seiring rok hitam yang dibiarkan jatuh ke pasir,
menayang sosok wanita seksi yang sedang bertingkah layaknya
seorang model. Bibirnya tersenyum nakal.
Dengan genitnya, telunjuk Zuraida bergerak seolah memanggil Arga.
"Apa kau ingin membiarkan gadis cantik ini berenang sendiri?,,," seru
Zuraida.
"Hahahaa,,, jangan salahkan aku jika nanti kau kuperkosa,,, hahahaa,,,"
teriak Arga, melapas kaosnya, lalu mengejar Zuraida yang berlari
kegolongan ombak kecil yang menyambut tubuh mulusnya.
"Kyaaaa,,, Arggaaaa,,, ummpphh,,," Zuraida berteriak kencang saat
tubuhnya dipeluk Arga dari belakang, keduanya berguling di air
gelombang yang kembali ke laut.
"Gaaa,, akuuu ga bisaaa berenaaang,,, Aaargaaa,, ummbbllbb,, ugghh,,"
Zuraida tersedak, terminum air laut yang asin, tangannya memegang
tubuh sang pejantan dengan erat, mencari perlindungan.
"Hahahaa,, tenang sayang,,, kamu baik-baik saja,,," ucap Arga, sambil
membantu kaki Zuraida menapak lebih kuat.
"Kamu jahaaat,, aku sampai keminum air,,, asin bangeeet"
"Hhhmm,,, maaf yaa,,," jemari Arga menyibak rambut yang menutup
mata indah wanita, yang mempercayakan tubuhnya sepenuhnya pada
dekapan erat tangan Arga.
"Gaa,,, akuu,,, emmpphh,,," kalimat Zuraida terputus oleh kecupan
bibirnya. Mata mereka bertemu, saling menatap, mencoba mencari
cinta yang tersisa di bola mata Arga.
Arga kembali mendekatkan bibirnya, untuk mengulangi pertemu bibir
yang terasa hangat, yang perlahan menjadi lumatan yang lembut.
Lidah sang pejantan mencoba mengundang lidah lembut si betina
untuk bertandang di rongga mulut yang hangat, sesaat daging lembut
itu menyapa bibir Arga, lalu dengan malu-malu mencoba mengejar
lidah sang pejantan yang menggelitik menggoda. Saling memberi dan
menerima, saling membelit dan menggelitik, saling bertukar ludah
seperti yang diminta oleh pasangannya. Ciuman yang begitu cepat
berubah menjadi panas sekaligus terasa begitu menghanyutkan.
Hingga membuat nafas kedua nya terengah-engah, dan sepakat untuk
rehat, mencari oksigen yang terasa begitu langka di sekitar mereka.
Zuraida tersenyum, lalu membuka mulutnya, memberi sinyal kepada
Arga untuk mencoba bertualang di mulutnya yang menjanjikan
kehangatan lebih dari apa yang diinginkan lelaki itu. Sebagaimana
lidah mereka yang begitu kompak menari berkejaran. Tangan keduanya
pun mencoba menari dia tas kulit lawannya yang basah. Dengan malu-
malu tangan Zuraida mencoba mengikuti geliat tangan Arga yang
berselancar di atas tubuhnya. Wanita itu hampir tertawa, saat
tangannya mencoba meremas pantat Arga yang berotot, sebagaimana
jari-jari Arga yang meremasi pantatnya. Namun canda yang tercipta di
antara mereka mulai surut seiring anggukan Zuraida yang mengizinkan
jari-jari Arga menyapa bibir kemaluan, mengusap lembut lipatan yang
begitu sensitif, lalu perlahan menyelusup ke dalam belahan senggama
yang mulai basah. Dengan mulut terus saling melumat, Arga
menganggukkan kepalanya, memberi izin serupa pada jari-jari lentik
yang begitu ingin mengenali perkakas alat kawin sang pejantan.
Jantung Zuraida berdegub kencang ketika kedua tangannya
menggenggam batang besar yang sudah mengeras. Mata Zuraida
terpejam, meremas lembut batang yang ada di genggamannya, saraf-
saraf ditangannya dengan begitu jelas menyatakan keperkasaan batang
yang dimiliki Arga.
"Gaaa,,," ucap Zuraida pelan, saat Arga membopong tubuh
telanjangnya ke tepi pantai membaringkannya di atas hamparan pasir
putih.
Jemarinya yang lentik mengusap pipi lelaki yang kini sudah menindih
tubuhnya, perlahan mengucap putingnya yang sudah mengeras. Tak
ada lagi kata yang terucap selain lenguhan pelan dari bibir si wanita
yang mengusapi rambut bertualang di kedua payudaranya. Suatu
pemasrahan diri kepada sang kekasih, dibalut rasa cinta yang
terpendam sekian tahun, yang seketika kembali tersulut dalam
hitungan nafas. Sepasang mata penuh cinta kembali bertemu, saling
meminta dan dipinta untuk babak percitaan selanjutnya. Zuraida
mengangguk, meng-amini segala kehendak sang pejantan yang juga
dituntut oleh hatinya yang penuh gairah, seiring kain kecil yang
perlahan turun menayang gundukan mungil yang terbelah menjadi dua.
Wanita cantik itu membuang pandangannya ke samping ketika si lelaki
merentang kedua pahanya. Wajahnya memerah saat lantun kekaguman
mengalir dari bibir.
"Zee,,, milikmu indah,,, cantik,,,"
Jari-jari pejantan mengusap lembut, sesekali mencoba menguak
gundukan daging yang berisi kismis dengan warna merah muda, begitu
bersih, begitu terawat. Dirembesi cairan cinta yang mencoba
membasahi sisi-sisi yang dengan cepat menjadi mengkilat.
"Uuuuhhhssss,,, Saayaaaaang,,,"
Sapuan lidah yang lembut, berusaha menyambut tetesan bening yang
telah sampai di ujung aliran sungai. Memaksa bibir si betina melantun
kan lagu nirwana. Alunan rintihan semakin nyaring terdengar seiring
kerakusan lidah sang pejantan yang tak sabar menunggu tetes cinta,
mencoba menguak dasar mata air, dan menyeruput dalam hisapan
yang penuh hasrat.
"Argaaaa,,, Emmmpphhh,,," wanita itu mengatup bibirnya, mencoba
menyembunyikan nafsu yang menguasai tubuh yang telah polos
sepenuhnya. Tapi sungguh itu suatu usaha yang sia-sia. Saraf-saraf
ditubuh wanita itu bekerja dengan sempurna menyampai pesan keotak
akan rangsangan yang mendera.
"Ooooowwwwhhhssss, Saaayaaaang,,, Stooopss,,, Aaakkhhsss,,,
Nafas menderu, terengah-engah menerima orgasme yang begitu saja
mendera, diproklamirkan oleh cairan bening yang mengalir deras
dicelah kemaluan yang masih dicumbu lidah yang semakin basah.
Pantat dan paha wanita itu terangkat tinggi, mengejat berkali-kali
hingga akhirnya kembali jatuh kembali bumi seiring kesadaran yang
berusaha menyapa hasrat yang terhempas, begitu terpuaskan oleh
layanan sang lelaki.
"Argaa,,, apa kamu mauu,,," Zuraida tak menyelesaikan kata-katanya
saat melihat penis Arga yang mengeras sempurna. Merentang kedua
kakinya, memberi tempat pada yang terkasih untuk mengayuh bagian
tubuh terdalamnya.
"Peluk akuu,," rengek Zuraida begitu manja, tangannya meraih leher
Arga dan menyambutnya dengan ciuman yang begitu mesra.
"Sudah siap?,,," tanya Arga dengan wajah jenaka.
"Siaaap,,,"
"Eenghh,,, pelaaaann,,"
"Gaa,, geli bangeeet,, uuhhhsss,,, duuuhhh,, dalaam bangeet sihh
masuknyaaa,,,"
"Udaaahh,,, nyampee beluuumm,,"
Bibir Zuraida terus berceloteh, entah untuk menghilangkan rasa malu,
entah tengah menikmati penetrasi yang dilakukan dengan perlahan.
"Uuugghh,, mentook,, daleeem bangeeet,,, Gaa,,"
Arga tersenyum, "Aku tidak menyangka, vaginamu yang mungil ini bisa
menampung seluruh panjang batangku,,,,, hangat banget didalam,,,
licin,, lembut,, tapi lorongnya mencengkram banget,,"
"Iiiihh,, apaan sih,, ga usah dikomentarin gitu dong,,, tapi punyamu
emang panjang banget,,, aku ga pernah ditusuk sampe sedalam ini,,,
aku juga bisa merasakan otot-otot dari batangmu,,, kerasa banget,,
bikin gelii,,," ucap Zuraida sambil menyampirkan kedua kakinya di atas
paha Arga. Mengokohkan posisi batang di dalam kemaluannya.
"Lhooo,, katanya ngga boleh ngomentarin,,, ehh,, kalo sambil meremas
ini bolehkan?,, habisnya kenyal banget,, apalagi,,,"
"Sayaaang,,Kita mau ngobrol atau mau apa sih ini,,, punyaaaku,,
punyaakuu,," Zuraida mulai menggeliat, menikmati ulah Arga yang
memanjakan kedua payudaranya, sementara lorong vaginanya penuh
dijejali batang si pejantan.
"Punyamu mulai gatal?,, pengen digaruk seperti ini?,," sambut Arga,
perlahan menggerakkan batangnya, menikmati setiap inci dekapan
daging lembut milik seorang wanita yang setiap hari mengenakan
jilbab.
"Eeeenghh,, iyaa,,, Eeeuuuhhhss,,,"
"Gaaa,, punya mu besar bangeeet,,," rintih wanita itu, Arga yang
mengangkat tubuh memberi Zuraida kesempatan untuk melihat
langsung bagaimana alat senggama mereka bertemu.
Menghilangnya batang besar kedalam bibir kemaluan yang mungil
menjadi pemandangan yang penuh sensasi bagi keduanya. Tanpa bisa
dicegah tubuh keduanya bergerak semakin cepat. Mencari kenikmatan
yang ditawarkan.
"Oooowwhhh,,, Argaaa,,, akuuu keluaaarrr,,," vagina Zuraida berkedut,
tubuhnya mengejang, memeluk tubuh Arga dengan kuat.
"Zeee,,, aku jugaaa,,,, aku jugaaa mauu keluaarrr,, emmpphh,,,"
Seketika wajah Zuraida yang masih menikmati sensasi orgasme
terlonjak kaget. "Gaa,, please,, jangaaan dikeluariin
didaalaaam,,,oowwhhh,,, kumohooon jangaaaann,, Aaagghh,,,"
Payudara Zuraida bergerak liar seiring hujaman batang yang semakin
cepat menggempur selangkangannya. Matanya memohon pengertian
Arga.
"Aaaagghhh,,,Zeee,, akuuu ingiiin di daaaalam tubuuuhmuuu,,
akuuu,,,"
"Jaaangaaan Gaaa,, kumoohoooonn,,,"
"Aaaaakkkhhssss,,, Ooowwhhh,,,Ooowwhhh,,,," seketika semprotan
sperma menghambur di atas perut yang mulus, beberapa menyapa
leher dan dagu si cantik yang terengah-engah.
"Maaf Gaa,, maaf,,, aku pun ingin cairan cintamu memenuhi rahimku,,
sangat ingin,, tapi itu tidak mungkin,,," di dasar hatinya, wanita itu
ingin memberikan kesempurnaan dalam persetubuhan, menyediakan
tubuhnya untuk menerima hasrat lelaki yang yang dicintainya. Tapi
secuil kesadaran coba mengingatkan status mereka. Dan akibat fatal
yang bisa saja terjadi.
"Tidak apa-apa?,,, inipun sudah luar biasa banget,,, lebih joss dan
nikmat dibanding saat kita melakukannya sambil berlari tadi?,,,"
"Ihhh,, Argaaa,," Zuraida mencubit pinggang Arga, saat lelaki itu
membalikkan tubuh mereka, lalu memeluk Zuraida yang kini berada
diatas, membiarkan tubuhnya dibawah tindihan penuh kasih sayang.
"Kapan ya kita bisa-jalan-jalan seperti ini lagi?,,," celetuk Arga tiba-
tiba.
Arga menarik tangan Zuraida, lalu mengecup punggung jari-jari yang
lentik, tapi sesaat kemudian geraknya terhenti ketika secara tidak
sengaja pandangannya terbentur cincin pernikahan yang menghias jari
manis Zuraida.
"Mungkin ini untuk yang terakhir kali,," Jawab Zuraida, lirih. Sebuah
pertanyaan yang saat itu sangat tidak ingin didengar oleh telinganya.
"Maaf,,,, Zee,,,"
Namun terlambat, mata indah wanita itu perlahan dialiri air mata. Bola
matanya yang bening menatap wajah Arga, berusaha menyampaikan
pesan tentang kepedihan hati yang kini mendera. Lalu membenamkan
kepalanya di leher Arga dengan pelukan yang begitu erat. Air mata
mengalir semakin deras, menumpah segala beban cinta yang tak
pernah mampu mengalir dengan sempurna. Arga mengusap lembut
rambut basah Zuraida yang mulai mengering.
"Zee,,,
Sampai kapanpun aku akan selalu mengingatmu,,,
Memujamu dalam diam,,,
Mencintamu dengan caraku sendiri,,, "
to be continued...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.