Kamis, 05 Maret 2015

Liburan Birahi 2: Get Ur Happy, Honey!

Liburan Birahi 2: Get Ur Happy, Honey!
Aryanti meloncat dari ranjangnya dengan wajah kaget. Jam di
samping ranjang menunjukkan Pukul 07.30, Aryanti khawatir
mereka akan ditinggalkan oleh rombongan yang berangkat
pukul 09.00 tepat. Bagaimana tidak, sejak kemaren sore
mereka bermain gila-gilaan hingga semalam suntuk, mungkin
ini sebuah pemanasan yang berlebihan untuk bulan madu
mereka yang tertunda. Namun Aryanti terpaksa sedikit lebih
lama menyabuni tubuhnya, setiap bagian tubuhnya terasa
lengket, entah oleh keringat mungkin juga karena cairan
mereka yang menghambur keluar. Aryanti tersenyum sendiri
saat teringat aksinya tadi malam, dirinya berhasil meyakinkan
Arga suaminya bahwa sperma yang mengalir keluar dari
vaginanya adalah milik Pak Egar dan disebabkan keadaan
yang sangat memaksa. Busa sabun yang menutupi sebagian
kulitnya membuat tubuh itu semakin eksotis, baru kali ini dia
merasa bangga ketika Pak Egar memuji tubuhnya dan
mencumbunya dengan sangat bernafsu. Padahal sebelumnya
dirinya selalu jijik jika pria itu memandangi nya dengan penuh
nafsu. Aryanti berdecak kagum dihadapan cermin kamar
mandinya, dibiarkannya shower manyapu busa sabun yang
tersisa. Jika suaminya memang mengizinkannya untuk
bersenang-senang pada liburan nanti, lalu kenapa dia harus
menahan diri untuk mencari kesenangan, begitulah yang ada
diotak Aryanti saat ini. Air shower yang hangat membuatnya
betah untuk berlama-lama melihat tubuh telanjangnya dialiri
air yang menciptakan sungai-sungai kecil, mengalir disela
bukit payudaranya yang membusung dan akhirnya
menyelusup keselangkangannya. Komentar apa yang akan
keluar dari bibir teman-teman suaminya itu jika dirinya
membiarkan tubuhnya ditelanjangi oleh pandangan mereka.
Adakah kekaguman bila dirinya membiarkan payudaranya
tersenggol oleh ulah mereka yang usil? Adakah celoteh-
celoteh nakal yang terlontar bila dirinya membiarkan
selangkangannya diintip oleh mata nakal mereka?. Oohhh,,,
tampaknya Aryanti sangat ingin menikmati petualang-
petualangan yang mendebarkan. Tapi Aryanti kemudian
mendesah panjang, tidak mungkin semua itu terjadi, dia
adalah seorang istri yang baik-baik dari suami yang baik-baik
pula. Biarlah kegilaan yang kemarin menjadi intermezzo dalam
kehidupannya yang takkan terulang lagi.
"Duk,duk,duk,,,"
"Sayang, buka dong pintunya, bakal telat nih kita," teriak
Arga, yang bergegas masuk kedalam kamar mandi setelah
dibukakan pintu oleh Aryanti.
######################
Arga hanya bisa tersenyum kecut, ketika kedatangannya
disambut oleh kicauan Dako dan Munaf. Tapi setidaknya pria
itu bisa bernafas lega karena bis wisata yang mereka carter
belum datang. Arga menurunkan istrinya beserta tas dan
koper dan memarkir mobil di basemen gedung. Setelah
meyakinkan tidak ada yang tertinggal dimobil, Arga bergegas
untuk berkumpul dengan teman-temannya. Dari kejauhan Arga
melihat Aryanti sedang asik berbincang dengan Zuraida dan
Bu Sofia tepat didepan pintu masuk kantor. sementara
disamping mereka Aditya bersama istrinya Andini yang masih
sangat muda sedang bercengkrama dengan Sintya, rupanya
diam-diam Aditya mencoba menjalin keakraban antara Andini
dengan Sintya. Tak jauh dari mereka, Pak Prabu, Munaf dan
Dako asik mengisap rokok mild mereka, tapi yang membuat
Arga jengah adalah tatapan ketiga cowok itu yang tak pernah
lepas dari tubuh para wanita, khususnya Aryanti yang
mengenakan celana jeans ketat selutut dipadu kaos lengan
panjang yang cukup kebesaran untuk tubuh rampingnya.
Sambil berjalan mendekati Aida, Istri Munaf yang duduk
terpisah disamping gedung, Arga mengeluarkan rokoknya.
Aida mencoba tersenyum ketika melihat Arga mendekat
namun kemudian kembali asik dengan telpon celuler yang
dipegangnya. Arga mencoba menilai-nilai wanita
disampingnya, Munaf sering bercerita tentang istrinya yang
pemalu dan agak kuper dalam bersosialisasi. Tak heran jika
dirinya menyendiri agak jauh dari yang lain. Namun yang
membuat Arga terkesima adalah dandanan Aida yang sedikit
nakal dari yang biasa dikenakannya. Rok putih lebar yang
sangat pendek dipadu kaos merah menyala tanpa lengan yang
ngepres dibadannya.
"Kostum yang bagus untuk liburan," seru Arga sambil
memantik api ke rokoknya.
Aida langsung mengangkat kepalanya, dengan wajah
memerah Aida mencoba mengapitkan kedua lengannya untuk
melindungi dadanya yang menjadi pemandangan indah bagi
Arga, tapi payudara itu justru semakin membusung.
Arga yang ikut kikuk karena komentarnya sendiri tertangkap
basah melototi dada istri temannya itu. "Kamu semakin
terlihat cantik dengan baju itu, dan saya rasa liburan ini akan
semakin menarik dengan kehadiranmu," ucap Arga berusaha
membuat suasana lebih santai.
Wajah wanita berkacamata dengan lesung pipit dikedua
pipinya itu semakin memerah, namun apa yang diucapkan
Arga membuatnya sedikit rileks. "suami saya yang memilihkan
baju-baju ini, karena tidak ingin dirinya malu dihadapan
teman-teman," kata Aida jujur.
"Hei, apakah itu gambar mu," sela Arga ketika melihat sebuah
gambar kecil dengan pose yang menantang di sebuah laman
jejaring sosial pada HP yang tengah dipegang Aida.
Aida sontak tertawa dan dengan cepat menyembunyikan HP
nya kedalam tas, "Hahaha,,, kau tidak berhak untuk melihat
ini".
"Lalu siapa yang berhak, ayolah,,, sepertinya banyak sekali
komentar yang kau kumpulkan untuk gambar itu, pasti
gambar itu benar-benar menarik minat para lelaki," seloroh
Arga penasaran.
"Tidak juga, hanya beberapa gambar request dari beberapa
teman yang tidak pernah aku kenal," jawab Aida dengan
sedikit ragu menyerahkan HP nya ke telapak tangan Arga.
Dengan cepat Arga menyambut, dan dengan cepat pula decak
kagum mengalir dari mulutnya seiring jempolnya yang
mengekplorasi beberapa gambar menantang lainnya.
"Aku tidak percaya, kau dapat berubah menjadi begitu
menggairahkan, lihatlah ratusan komentar yang kau dapat,
sepertinya kau benar-benar memikat mereka," ucap Arga
ketika mendapati sebuah gambar yang begitu menantang,
tubuh montok dengan rambut yang masih basah dan hanya
mengenakan handuk.
"Mungkin,,, tapi dalam dunia nyata aku tetap saja menjadi
seorang pecundang, dan tidak akan pernah mampu menyaingi
istri mu atau bu Zuraida yang selalu menjadi pusat perhatian,
dan begitu mudah bergaul dengan siapa saja." lirih wanita
berkacamata itu.
"Dan kau dapat melihat sendiri, hanya didunia maya aku
berani berekspresi, karena disitu tidak seorang pun yang
mengenal jati diriku sebenarnya,"
Ada nada kecewa akan keterbatasan yang dimilikinya sebagai
wanita desa yang dipinang oleh perjaka Kota dan harus
bergaul dengan istri-istri suaminya yang selalu tampil modis
dan percaya diri. Tepat seperti yang diceritakan Munaf, Munaf
sendiri sudah ribuan kali berusaha membangkitkan
kepercayaan diri istrinya itu.
"Saya tidak melihat satupun cacat pada diri mu yang dapat
membuat mu malu, bahkan bibir mungil dipadu dengan lesung
pipit yang manis, dan mata lentik berhias kacamata yang
manis itu dapat membuat para lelaki tergila-gila pada mu,
yaa,, seperti aku ini,,"
Aida terkekeh, "Hahaha,,, kamu bisa saja, lelaki mana yang
melirik wanita yang sudah beranak satu ini, bahkan suami ku
pun kini sudah jarang memuji, apalagi sampai memuji tubuh
yang sudah mulai berantakan setelah melahirkan,"
"O, ya? Maaf, bolehkah saya meminta anda untuk berdiri
sebentar,"
Dengan ragu-ragu Aida mengikuti permintaan pria yang
sempat beberapa kali diajak oleh Munaf untuk bertamu ke
rumah mereka.
"Eemmmhhh,,, bisakah kamu berdiri agak tegak, yaaa,,
mungkin kamu dapat sedikit membusungkan dada mu, yaa
begitu,," Arga terus memberi intruksi, matanya tak melihat
adanya gumpalan lemak pada perut yang ramping itu, bahkan
bukan hanya payudaranya saja yang menggairahkan, kakinya
yang membunting padi dengan pangkal paha yang sekal
membuat gairah Arga semakin menggelitik. Namun mata
nakal Arga agak kesulitan untuk mengamati pantat yang
terbalut rok dengan lipatan-lipatan lebar. Tampaknya Munaf
berhasil menyulap istrinya untuk liburan ini. Seakan
mempersiapkan istrinya untuk disantap. Sebuah transformasi
yang sempurna dari seorang gadis desa menjadi seorang
wanita yang menggairahkan, hanya saja yang menjadi kendala
adalah rasa percaya dirinya yang bermasalah.
"Bila kamu berdiri seperti itu, mungkin tidak akan yang
mengira bila kamu sudah meliki satu anak, dan ku rasa dada
mu tidak kalah dengan istri ku, bahkan lebih besar,"
Walau birahinya bergejolak saat menyaksikan dengan bebas
bagaimana wanita yang sangat pemalu itu membusungkan
payudaranya yang terbilang besar dan masih kencang, namun
Arga berusaha membuat suaranya setenang mungkin. Entah
bagaimana, obrolan yang awalnya kaku itu semakin mencair
bahkan lebih terbuka. Aida merasa senang dengan pujian yang
dilontarkan Arga. percaya dirinya menyeruak dengan malu-
malu. Matanya berkali-kali memergoki pria disampingnya itu
memandangi payudaranya berlama-lama dengan binar kagum.
"Aku berani bertaruh, aku dapat membuat mu memiliki
percaya diri dan menjadi pusat perhatian pada liburan ini,
asalkan kamu mengikuti saran yang ku berikan," ucap Arga
setelah Aida kembali duduk disampingnya. Jarak mereka yang
cukup jauh dari rombongan membuat rasa malu Aida sedikit
berkurang, setidaknya tidak ada yang memperhatikan dirinya
selain Arga.
"Ah,,, Kamu ada-ada saja. Sudahlah,,, kamu terus saja
mengomentari tubuhku, Apa kamu tidak tertarik dengan
wanita-wanita yang lebih menggairahkan itu" jawab Aida
tidak percaya.
Sesaat Arga mengalihkan pandangannya, tampak Zuraida
yang megenakan rok panjang lengkap dengan penutup kepala
nya sedang merangkul Dako yang ikut bergabung dengan
Aryanti dan Bu Sofia. namun Aida yang kini dihadapan lebih
menarik perhatiannya.
"Ayolah,,, Aku berani berbugil ria keliling monas bila aku
gagal,"
Sontak Aida mengernyitkan dahinya namun sesaat kemudian
bibir mungil itu tertawa lebar. Baru kali ini Aida dapat
bercanda lepas dengan pria selain suaminya.
"Tapi, apabila Aku berhasil, mungkin Aku dapat sedikit
mengambil upah atas tubuhmu ini," kalimat yang dilontarkan
Arga semakin nakal, Aida yang tertawa langsung terdiam.
"Aaa,, apa yang akan kamu minta dari tubuh saya?" dengan
tergagap Aida bertanya.
Ada tekad dihati Arga untuk dapat meraih satu orgasme dari
tubuh istri temannya itu, apalagi secara tidak sengaja tiupan
angin nakal menyingkap kain rok yang ringan, sepasang paha
mulus yang sekal terpampang di depannya. Dengan malu-
malu Aida segera merapikan roknya, mengapit sisi kain
diantara pahanya.
"Mungkin akan ku pikirkan nanti, setelah usaha ku
menumbuhkan rasa percaya diri mu berhasil. Tapi satu yang
pasti, aku sangat berminat dengan apa yang tersembunyi di
balik kaos merah ini, bahkan jika diizinkan aku ingin sedikit
berkenalan dengan milik mu yang tersembunyi dalam kain
indah ini," ucap Arga sambil meletakkan telapak tangannya
diatas paha Aida yang tertutup rok.
"Eehh,ehm,,jangan nakal ya,," seru Aida, menepis tangan Arga
dengan cepat.
"Shit,,," Arga mengumpat dalam hati, hanya gara-gara tak
mampu membendung nafsu, telapak tangannya itu telah
merusak semua rencana, mungkin dirinya harus sedikit
bersabar, Aida memang bukan wanita seperti Sintya atau
wanita lainnya yang begitu mudah diajak ke tempat tidur.
"Upss,,, maaf,,, aku terlalu bergairah saat melihat kulit mulus
mu," Ujar Arga serampangan, dan hatinya kembali
mengumpat, kenapa mulutnya harus begitu jujur menturkan isi
hatinya.
Suasana kembali kaku, Arga tidak lagi memiliki kata-kata
yang tepat untuk mencairkan suasana. "Kemana eemm,,anak
Anda dititipkan," ucapnya asal, meski tak yakin kalimat itu
dapat memperbaiki suasana, bahkan suara yang keluar dari
mulutnya agak serak dan terbata.
"Sial, sial,sial,," umpatnya dalam hati, saat melihat Aida
justru tertawa melihat kegugupannya. Bahkan tubuh wanita
itu sampai terguncang membuat payudara turut bergoyang.
"Apakah kata-kataku memang lucu," hati Arga menjadi kesal
dengan sikapnya sendiri.
"Eemmm,, lalu apa yang harus aku lakukan untuk
menumbuhkan rasa percaya diriku," ucap Aida tanpa
menjawab pertanyaan Arga, Aida sadar lelaki di depannya kini
merasa bersalah dan menjadi serba salah.
"Yaa,, mungkin kita bisa memulai dari sekarang," ucap Arga.
"Apakah harus menggunakan telapak tanganmu," balas Aida
cepat, sepertinya wanita itu justru ingin meledek Arga.
"Tidak, tidak, maaf atas perbuatanku tadi. seperti yang
kubilang tadi, kamu dapat memulai dengan belajar
menegakkan punggung, sehingga payudara itu semakin
membusung, dan biarkan kedua bukit itu mendominasi
pemandangan dari tubuhmu," Arga kembali berusaha
menguasai keadaan setelah sadar dirinya sedang dikerjai oleh
istri temannya itu.
Dan benar saja, kini giliran Aida yang kembali kikuk dan
bingung, haruskah dirinya mengikuti saran lelaki yang hanya
dikenal dari suaminya. Tapi tak urung saran itu diikutinya
juga.
"Apakah seperti ini?" ucapnya menahan malu, payudaranya
memang terbilang besar, apalagi jika harus duduk tegak
seperti itu.
"Ya,ya,,, mungkin kamu bisa sedikit bersandar agar tidak
terlalu capek, tapi jangan pernah lagi menekuk pundak dan
menundukkan kepala, biarkan kepala mu tetap tegak, dan
yakinlah kamu tidak kalah cantik dengan wanita
manapun...dan mungkin sekarang saat yang tepat untuk
menguji kelebihan yang kamu miliki, aku yakin dengan
keindahan tubuh yang kau miliki, kamu dapat menggoda
penjaga kantor itu," ucap Arga sambil menunjuk seorang pria
paruh baya di sebrang mereka, Mang Engky.
"Tapi apa yang harus ku lakukan," balas Aida yang
kebingungan,"
"Sekarang ikuti intruksiku,,, Ok, coba rentangkan kedua
kakimu,,, ya,, terus,, biarkan angin menyapa kulit, bagus,,,dan
tetaplah menatapku seolah kita sedang mengobrol,, bagus,,,"
Mata Arga yang begitu tajam menatap Aida seakan
memberikan semangat kepada ibu muda yang berusaha
menahan malu mengikuti intruksinya.
Tak urung aksi itu membuat jantung Aida berdegup kencang,
ini adalah untuk pertama kalinya Aida memperlihatkan
selangkangannya yang hanya tertutup oleh pakaian dalam
kepada pria lain. Jemarinya meremas bangku kayu dengan
kuat, Aida sangat yakin jika penjaga kantor itu memang
tengah menatap selangkangannya pasti mendapati sepasang
paha montok yang menggairahkan.
"berapa lama saya harus melakukan ini," Tanya Aida,
dirasakannya semilir angin dengan mesra mengecupi kulit
pahanya, membuat bulu-bulu halus yang menghias paha
sintalnya berdiri.
"Teruslah, Biarkan rasa malu menguasai dirimu, biarkan rasa
malu menyelimuti seluruh tubuhmu, rasakanlah wajah mu
yang mulai terasa panas dan memerah, dan terus nikmati
rasa malumu," Aida memejamkan matanya, membayangkan
ekspresi pria di hadapannya yang siap menerkam tubuhnya.
"Nikmati rasa malu itu, hingga kamu mampu menguasai
tatapan nakal pria itu," kata-kata Arga bagai menghipnotis
geraknya, Tanpa sadar Aida semakin membuka pahanya
semakin lebar.
"Dan sekarang tarik sedikit rok mu, biarkan pria itu menikmati
selangkangan mu, biarkan pria itu menerkam kemaluan mu
dengan matanya."
Sontak mata Aida terbuka, Wajahnya menunjukkan kata-kata
protes, jika hanya mengangkangkan kakinya mungkin tidak
terlalu masalah, tapi dengan membuka roknya semakin keatas
sama saja memberi undangan terbuka kepada Mang Engky.
Meski wajah Arga dan Aida tetap saling menatap, tapi mata
mereka sesekali melirik dan memperhatikan apa yang tengah
dilakukan Mang Engky.
"Tidak Arga, Aku tidak mau jika harus melakukan itu,"
"Ayolah, Aku yakin kamu dapat menggoda pria itu, lihatlah
dia mulai memperhatikanmu, Oowwhh,, pria itu mulai
menundukkan tubuhnya mengambil sesuatu tapi aku yakin
dirinya hanya ingin mencari tau apa yang tersembunyi dibalik
rok mu itu, mungkin kau bisa memberinya sedikit rejeki di
pagi hari," goda Arga.
"Tapi aku tidak mengenakan apapun selain celana dalam,"
balas Aida cepat.
Lagi-lagi Arga menganggukkan kepalanya menegaskan kepada
wanita muda itu bahwa inilah waktu yang tepat untuk
mengubah pribadinya. Sementara hati Aida mencoba mencari-
cari pembenaran atas apa yang dilakukannya saat ini. Setelah
menghela nafas panjang, jemari nya secara pasti menarik rok
itu semakin ke atas. Meski tidak yakin dapat merubah sifat
pemalunya, setidaknya Aida ingin menikmati sedikit kenakalan
yang tidak pernah dilakukannya. Sepasang paha putih nan
sekal, perlahan mulai terpampang dengan lebih jelas berujung
pada secarik kain pelindung, seandainya Arga sedikit
menundukkan kepalanya maka dirinya akan dapat pula
menikmati suguhan indah di pagi hari nan indah itu.
"Apakah ini cukup," suara Aida terdengar berat. Beberapa
tetes keringat menetes diwajah wanita berkacamata itu.
Sementara jemarinya kini meremas tangan Arga dengan kuat,
seakan meminta dukungan atas apa yang dilakukannya.
"Ya, kurasa cukup," ada nada-nada cemburu dan iri dimata
Arga atas keburuntungan yang tengah dinikmati Mang Engky.
Tekad Arga untuk dapat menyetubuhi Aida semakin
menggebu, dan ini adalah jalan pintas terdekat untuk cita-cita
nya tersebut.
Mang Engky yang memang sedang menikmati pemandangan
indah itu, semakin dibuat kelimpungan ketika dua paha sekal
yang membuat batangnya berdenyut keras mulai memberikan
akses pemandangan yang lebih gila, Sepasang batang mulus
yang berujung pada segitiga bermuda berbalut kain biru
muda, yang menjadi misteri bagi lelaki yang tak pernah lulus
SD ini. Aida merasakan vaginanya mulai basah, seandainya
Mang Engky berada lebih dekat mungkin pria paruh baya itu
dapat melihat bagaimana celana dalam itu mulai lengket dan
basah. Sementara Arga berulangkali mengumpat dalam hati
atas kemujuran yang didapat Mang Engky, ingin sekali Arga
menyibak rok Aida dan melihat bagaimana keindahan
selangkangan wanita di sampingnya itu. Tanpa diduga, Aida
memalingkan wajahnya dan menatap Mang Engky yang
hampir terjengkang karena kaget dan berlalu pergi dengan
cepat.
"Kenapa pria itu pergi,,," keluh Aida, padahal dirinya hanya
ingin melihat wajah lelaki yang telah menikmati keindahan
tubuh yang ditawarkannya.
"Tidak,tidak,,, justru kau telah berhasil menguasai rasa
malumu dengan berani menatap pria itu, lihat pada akhirnya
dia yang malu, bukan kamu, kaulah pemenangnya"
"Ya kurasa ini sudah lebih dari cukup, pria itu tak mampu
melawan godaanku," ucap Aida dengan senyum lebar.
"Teeett,,,Teeet,,," suara klakson bis wisata yang begitu
kencang membuat Arga dan Aida terkaget.
Mang Engky yang sempat menghilang dibalik gedung kembali
menunjukkan batang hidungnya dan bergegas mengarahkan
bis besar yang memasuki halaman kantor. Sesekali matanya
mencoba melirik Aida berharap menemukan pemandangan
seperti yang dinikmatinya tadi.
"Lihatlah, apa yang telah dilakukan selangkangan mu pada
pria paruh baya itu, ternyata kau memang nakal," bisik Arga
sambil beranjak.
"Tapi ku rasa bukan hanya pria itu yang menikmati,,," balas
Aida menggoda. Entah kenapa Aida merasa memiliki
kebebasan untuk bercanda dan sedikit menggoda pria yang
telah berhasil 'menelanjangi' tubuhnya ditengah umum.
Arga hanya terkekeh, "Eitss,, ingat tubuh mu harus selalu
tegak, dan biarkan aku menikmati keindahan payudara mu,
ehmm,, maksud saya para lelaki," ucap Arga mencoba
mengiringi langkah kaki Aida menuju rombongan yang sibuk
mengepak tas mereka kebagasi.
Mungkin ada benarnya yang diinginkan Pak Prabu, dengan
menggunakan bis wisata, mereka akan lebih cepat akrab
dibanding menggunakan mobil pribadi masing-masing.
############################
Aryanti merentangkan kedua tangannya dan mengambil nafas
panjang untuk mengisi rongga parunya dengan udara pantai
yang begitu segar. Zuraida yang ada disampingnya hanya
tersenyum melihat ulahnya. Di hadapan mereka tampak
sebuah cottage yang keseluruhan bangunannya menggunakan
kayu dan atap dari rumbia, dikeliling sebuah pagar yang cukup
tinggi. Sebuah pemandangan yang sangat artistik dengan
nuansa natural, mungkin pencipta bangunan ini sengaja
mempertahankan kealamian pemandangan yang ada,
walaupun disana-sini terdapat beberapa tambahan bangunan
permanen untuk menjaga keamanan dan penunjang fasilitas.
Dengan ditemani Munaf, Arga menemui penjaga cottage yang
dijaga oleh seorang lelaki berumur 40an dan seorang wanita
muda yang bertugas sebagai juru masak bagi para tamu yang
menginap, kulit mereka yang hitam seakan memberi tanda
bahwa mereka memang telah lama mendekam dipulau
tersebut.
Sementara Pak prabu terlihat sibuk memberikan beberapa
isyarat kepada Sintya, memang cukup sulit menjaga
kerahasiaan hubungan dengan simpanannya itu. Walau
bagaimanapun Sintya adalah wanita normal yang
mengharapkan kemesraan perlakuan penuh kasih sayang dari
pasangannya. Untungnya semua wanita, selain Bu Sofia, telah
mengetahui skandal itu, dan mereka mencoba menemani
Sintya.
"Hei,,hei,,, disini menyediakan 7 kamar, dan pada kunci-kunci
ini terdapat nomor dari kamar, dan aku bersama Aryanti akan
mengambil kamar nomor lima, dan untuk menghormati Pak
Prabu yang akan meninggalkan kita, ada baiknya kamar
dengan nomor satu kita persilahkan kepada bapak untuk
menempati," terang Arga sambil menyerahkan kunci kamar
kepada Pak Prabu.
Arga sengaja mengambil kamar nomor lima karena kamar
tersebut ada dilantai dua dengan jendela tepat mengarah ke
kolam renang dibawahnya. Sedangkan Munaf mengambil
kamar paling belakang. Setelah membagi kunci yang akan
menentukan dikamar mana mereka akan tidur, ruang lobby
sekaligus ruang untuk bersantai itu perlahan kembali sepi.
Matahari masih memberikan mereka beberapa menit untuk
melepas lelah sebelum bersama-sama menyaksikan sunset
pertama dipantai yang indah itu.
###############################
Pak Prabu menghisap dalam-dalam rokok yang masih tersisa
setengah, pandangannya tidak lepas dari tubuh sekal Aida
yang asik menanti ombak yang datang silih berganti, menyapa
jemari kaki, membuat kaki indah itu sedikit terbenam dalam
timbunan pasir. Telah lama memang dirinya menyimpan
hasrat pada wanita berkacamata itu. Dan mungkin inilah
masa-masa yang tepat untuk menjajal kehebatannya pada
tubuh wanita yang memiliki tubuh bohay itu. Sesekali roknya
terangkat tertiup angin laut yang nakal, memperindah
pemandangan dengan latar belakang sunset dipantai eksotis
itu. Arga yang ada disampingnya masih sibuk mengotak-atik
GPS yang dipinjamnya dari Mang Oyik, si penjaga cottage.
Sesekali Arga tersenyum menyaksikan keberhasilannya
menyulap pribadi seorang Aida, Arga sangat yakin jika wanita
itu menyadari tatapan nakal Pak Prabu karena matanya
sesekali melirik kearah Pak Prabu yang tak bergeming dari
pandangannya. tampaknya ia tengah menguji saraf rasa
malunya di hadapan Pak Prabu.
"The party is begin, tentukan targetmu, taklukkan dan nikmati
sepuasmu," seru Dako yang datang diiringi Munaf dan Aditya.
"Naf, sepertinya sudah ada yang menjadikan istrimu sebagai
target," tambah Dako melontarkan umpan. Sementara yang
disinggung mengangkat kedua bahunya dan tertawa lebar,
Munaf sepertinya memang sudah mempersiapkan hatinya
untuk pesta ini, bahkan dirinya mendadani Aida seindah
mungkin seakan menawarkan kepada para gladiator yang
berminat.
"Terus terang saja, aku telah menetapkan seluruh wanita
disini sebagai target ku, dan tentu saja termasuk istrimu,"
ucap Munaf sambil menepuk bahu Dako, lelaki itu memang
terbiasa bicara ceplas-ceplos namun solidaritasnya kepada
teman patut diacungi jempol.
"Silahkan saja, jika kau mampu menaklukkannya," jawab Dako
tak ingin kalah.
"Aidaaa,,, ayo sini,,," terdengar suara Zuraida yang tengah
menuju gazebo bersama para wanita lainnya.
Sore itu Zuraida tampak anggun dengan penutup kepala
berwarna biru muda, senada dengan kaos yang dikenakannya,
celana panjang dari bahan tisyu yang dikenakannya cukup
sukses mencetak kaki indah yang tak pernah terekspos
didepan umum. Siapa pulakah yang beruntung mengayuh
tubuh indah dengan paras yang cantik itu
"Ok, agar liburan ini lebih berarti saya ingin menawarkan
beberapa acara, dan untuk diketahui acara ini tidak mengikat
siapapun jadi apabila ada diantara kita tidak dapat ikut
ataupun malas untuk ikut berkumpul tak mengapa,,," Sebagai
calon pemimpin yang baru pada anak perusahaan, Arga
mencoba menunjukkan power dengan gayanya sendiri.
Bibir Arga dengan tenang memaparkan beberapa ide acara
yang ada dikepalanya, dan tampaknya semua yang ada disitu
mengaggukkan kepala tanda setuju. Tanpa disadari yang lain,
tampak sepasang mata penuh rasa kagum terhadap pribadi
Arga yang tenang dan terkadang cukup humoris. Obrolan
berlanjut pada hal-hal yang ringan. Munaf yang mencoba
mendekati Andini dengan menawarkan sepotong kentang
goreng yang sudah jatuh kelantai, ulah Munaf itu tentu saja
membuat Andini terpingkal. Aditya yang paham dengan
gelagat Munaf mencoba memberi tempat dengan alasan
mengambil wedang jahe untuk gelasnya yang memang telah
kosong. Gazebo itu memang terbilang cukup besar dengan
atap daun nipah, dengan beberapa tempat duduk yang terbuat
dari batangan-batangan pohon dipotong seukuran kursi yang
diletakkan secara acak. Empat buah meja dari batu besar
berwarna hitam sepanjang satu meter terletak disetiap
sudutnya. Suara canda dan tawa mulai mengalir menandakan
keakraban yang mulai terjalin, sungguh suasana keakraban
yang sangat hangat, sehangat wedang jahe yang dihidangkan
Lik Marni, istri Mang Oyik. Namun siapa yang menduga
kehangatan tersebut dalam beberapa jam kedepan akan
menjadi sangat panas, dihias berbagai desahan dan jeritan
yang tertahan dari para betina, berselimut rasa solidaritas
penjantan terhadap pemiliknya. Pak Prabu sesekali melirik
tubuh Lik Marni yang telah menyulap dirinya dengan pakaian
ala pelayan dengan kain kebaya lengkap dengan jariknya,
sementara Mang Oyik mengenakan celana hitam yang longgar
dengan kain sarung yang dilipat rapi. Harus diakui, Lik Marni
memang memiliki wajah yang hitam manis khas wanita jawa
pesisir, meski kulitnya sawo matang namun tubuhnya begitu
kencang mendukung gerakannya yang lincah dalam melayani
berbagai permintaan para tamu cottage. Pak Prabu meneguk
ludahnya ketika Lik Marni berjalan menjauh, meninggalkan
pemandangan yang begitu indah, bokongnya yang cukup
besar berayun gemulai seakan mengundang untuk dijajal. Dan
sepertinya bukan hanya Pak Prabu yang tertarik dengan olah
gerak dari tubuh wanita muda itu, karena tatapan Aditya dan
Munaf pun tak terlepas dari geol nakal tubuh yang terbalut
erat kain khas wanita desa itu. Mang Oyik yang menangkap
tatapan nakal para lelaki hanya tersenyum, dirinya telah
terbiasa menghadapi para tamu yang menunjukkan minat
pada tubuh istrinya.
"Silahkan disantap tuan-tuan, kalo ada keperluan lain bisa
memanggil saya atau istri saya," ucap Mang Oyik sambil
tersenyum penuh makna, lalu pergi meninggalkan gazebo.
Arga yang sibuk meladeni celoteh manja Aryanti beberapa kali
melotot melihat ulah Aida sepeninggal Munaf. Tampaknya
wanita itu telah begitu pandai menonjolkan keindahan
tubuhnya, dengan tatapan genit sesekali Aida merentangkan
sayap pahanya dengan begitu lebar memamerkan paha sekal
dan selangkangan yang terbalut kain putih. Ada sensasi luar
biasa pada diri Arga dan Aida ketika berusaha untuk saling
memberi dan menerima keindahan ditengah hiruk pikuk tawa
dan canda. Untuk kesekian kalinya Aida merentangkan
kakinya, hanya saja kali ini lebih lama dari sebelumnya,
seakan mempersilahkan kepada Arga untuk lebih mengenali
bagian paling sensitifnya. Sementara matanya bersiaga
mengawasi sekelilingnya. Untung tak dapat dicegah, Zuraida
yang masih penasaran dengan keindahan pulau itu mengajak
Aryanti untuk sedikit berjalan-jalan. Bagi Zuraida sinar
mentari senja yang menapaki setiap bulir pasir dapat
menghadirkan ketenangan. Langkah kaki Zuraida dan Aryanti
tampaknya diiringi oleh yang lain. Kini tinggallah Arga yang
semakin bebas melumat pemandangan di hadapannya, tapi
Arga harus mendengus kecewa ketika Aida beranjak dari
tempat duduknya dan menuju kearahnya. Dan kini wanita itu
telah duduk di sampingnya, dan terhentilah semua
pemandangan itu.
"Aku lebih berharap kau tetap duduk di sana dan menikmati
hidangan yang kau tawarkan," ucap Arga dengan suara
sepelan mungkin.
"Ooo Ya?,, apakah kau tidak ingin mencicipi hidangan itu,"
jawab Aida dengan suara tak kalah pelan. "kapan lagi kau
akan mengambil upah atas terapi nakal mu ini," belum
sempat Arga menjawab Aida telah beranjak, namun wanita itu
tidak menuju pintu cottage tapi kearah samping kebagian
salah satu sisinya.
Dengan pandangan penuh kemenangan Arga menatap Aditya
dan Pak Prabu yang tertinggal di cottage.
"Ga,,, jangan langsung dihabisin, sisain gue buat ntar malam,"
teriak Pak Prabu sambil tertawa, yang dijawab Arga dengan
mengacungkan jari tengah.
"Om, Ntar malam, Adit pinjam tante ya?,,," ucap Adit dengan
sedikit ragu dan takut.
Sontak Pak Prabu tertawa terbahak, "Emang kamu sanggup
ngeladenin tantemu itu? Hati-hati lho dia itu predator daun
muda," bisik Pak Prabu menggoda Adit. Wajah Aditya
sumringah setelah mendapatkan lampu hijau dari Pamannya.
Aida yang melangkah cepat agak kebingungan mencari ruang
yang sedikit terlindung. Gairahnya begitu menggebu, sejak
obrolannya bersama Arga tadi pagi Aida terus mengeksploitasi
tubuhnya di hadapan para pria. Ada kepuasan tersendiri
ketika dirinya menikmati tatapan nakal para lelaki.
"Ibu bisa pakai kamar saya dan istri saya," terdengar sebuah
suara bariton yang ternyata adalah Mang Oyik, pria
berjambang dan berkumis lebat itu tersenyum ramah sambil
menunjukkan sebuah kamar dekat dengan dapur. Sepertinya
Mang Oyik sudah sangat hapal dengan ulah para tamunya.
Aida melangkah cepat, tepat dipintu dirinya berpapasan
dengan Lik Marni yang tengah memasak untuk makan malam
mereka. Lagi-lagi keduanya melemparkan senyum, Maaf Bu
kamarnya saya pinjam ya, ucap Aida sambil menahan malu,
namun Lik Marni justru tersenyum dan membukakan pintu
kamarnya yang berada tepat di samping pintu dapur. Arga
yang menyusul Aida harus sedikit berbasa-basi dengan Lik
Marni namun perempuan kalem itu justru memberi isyarat
agar Arga secepatnya masuk kekamar.
"Kasian lho mas warungnya kelamaan nunggu, kalo
warungnya tutup kan situ yang repot," ujarnya sambil
tersenyum simpul setelah Arga memaksakan sedikit obrolan
yang tidak penting.
Mendapat sindiran yang begitu menohok akhirnya Arga
membuka pintu kamar tidur pasangan penjaga cottage itu.
"Nanti malam warung saya juga buka lho, kalo mau mampir
boleh koq," seru Lik Marni cepat sebelum Arga menutup pintu.
Arga sempat kaget mendengar undangan itu, namun kemudian
dirinya tersenyum, diundang untuk mampir ke 'warung' milik
wanita semontok Lik Marni tentunya tak akan ada lelaki yang
menolak. Apalagi Arga yang setelah menikah tidak pernah lagi
mencicipi warung milik wanita lain. Di dalam kamar yang
gelap hanya diterangi bias lampu luar yang menorobos dari
sela ventilasi, Arga dapat dengan jelas melihat sosok Aida
yang bertelungkup pada sebuah bantal. Body sekal dengan
pantat montok yang sedari tadi pagi telah menghantui
pikirannya kini tergeletak pasrah menunggu untuk dijamah.
Apalagi dengan posisi telungkup tubuh itu semakin menggoda,
rok pendek yang dikenakan tak lagi mampu menutupi dua
buah pantat yang membulat padat. Arga mencoba memanggil
Aida namun tidak mendapatkan jawaban. Arga bisa mengerti
karena ini adalah perselingkuhan pertama wanita itu. Dengan
perlahan Arga menyingkap semakin keatas kain yang
menutupi bagian bawah tubuh.
Dengan pandangan takjub tangannya meremas dengan gemas
dua bongkahan daging kenyal yang kini berada dalam
teritorialnya, sadar waktu yang dimiliki hanya sebentar Arga
bergegas melepas levi's pendek dan kaos yang dikenakan,
dan segera menduduki kedua paha putih mulus. Tangannya
kembali bermain, meremas dan menekan bokong yang
ditelantarkan pemiliknya dalam kebisuan. jemarinya dengan
nakal mengusap klitoris yang masih terbungkus pengaman
membuat pemiliknya harus mengerang geli. Arga mencoba
mengukur panjang penisnya ditengah-tengah bongkahan,
agak ragu Arga, apakah penisnya dapat masuk sepenuhnya
seperti saat dirinya menjejalkan penis panjang dan gemuk itu
ke vagina istrinya, Aryanti. Hal itu tak membuatnya pusing,
namun kepasrahan Aida yang hanya membenamkan wajahnya
dibantal itulah yang membuatnya bingung. Apakah wanita itu
tengah menyembunyikan rasa malu untuk perselingkuhan
pertamanya ataukah memang telah pasrah untuk disetubuhi.
Arga mencoba menyulusupkan kedua tangannya kedalam kaos
Aida, cukup sulit memang karena terhimpit oleh tubuh, tapi
Aida mengerti dan sedikit mengangkat tubuhnya, membiarkan
jemari Arga bertandang kepayudaranya.
"Hati-hati neng, ntar balonnya pecah lho kalo ditindih terus,"
goda Arga yang dijawab dengan sikutan Aida ketubuhnya.
"Cepatlah, ambil imbalan yang kau mau, sebentar lagi makan
malam," balas Aida dengan memalingkan wajahnya
kesamping. Arga semakin menyadari kecantikan dari istri
temannya itu, kaca mata yang menghias wajah bundarnya
membuat wanita itu semakin menggoda.
Dengan telunjuknya Arga mencoba menyibak kain yang
menutupi lubang kemaluan, pikirnya tak perlu melepas
segitiga pengaman itu, tapi kain itu terlalu ketat membungkus
vagina dan bongkahan pantat yang cukup besar. Dengan
dibantu Aida, Arga akhirnya memilih melepas kain yang
menghalangi usaha birahinya. Debaran jantung Aida yang
berdetak cepat menanti sentuhan dari pertemuan kedua kulit
kemaluan mereka, dapat dirasakan oleh Arga.
"Eemmhhpp,,," erangan Aida tertahan ketika vaginanya mulai
menerima kepala penis Arga, cukup sulit memang bagi Arga
untuk melesakkan penisnya ke vagina yang ternyata belum
terbiasa dengan batang sebesar miliknya, apalagi dengan
posisi memeluk Aida yang telungkup. Dengan berdiri pada
kedua lututnya Arga menarik bongkahan pantat semakin
menungging membuat vagina Aida semakin merekah. Mungkin
dengan begini penisnya dapat lebih mudah melakukan
ekspansi pikir Arga.
"Aarrggaa,,, gaaa,," Aida terpekik ketika Arga sedikit
memaksakan kepala penisnya menjelajah lebih jauh, meskipun
sudah sangat basah tetap saja begitu sulit. Jemari Aida
mencengkram tangan Arga dengan kuat untuk meredam perih
yang dirasakannya.
Tapi pantat itu terus saja menyorong ke belakang, seakan
meminta Arga untuk terus menghujamkan penisnya. Sesekali
bergoyang untuk memuluskan jalan masuk dari batang besar
yang terus menohok semakin dalam.
"Taahhaaannn,, duluu,,Gaaa,," dengus Aida, sambil meminta
Arga kembali memeluk tubuhnya yang telungkup. "Asal kau
tauuu,, penismuu ituu terlaalu besar untuk kemaluankuu,, dan
ini adalah penis pertama selain milik suamiku yang kubiarkan
memasuki tubuuhhkuuu,," seru Aida ketelinga Arga yang sibuk
menciumi pipinya.
"Lalu,,," jawab Arga dengan enteng.
Jawaban Arga yang begitu santai tentu saja membuat Aida
menjadi jengkel. Arga yang melihat wajah Aida yang cembetut
dengan bibir yang manyun segera mendaratkan bibirnya dan
dengan dengan cepat lidahnya masuk mencari-cari tuan
rumah dari bibir indah itu.
Aida memang tidak begitu mahir dalam permainan lidah,
karenanya dirinya membiarkan saja lidah Arga menulusuri
rongga mulutnya. Sesekali lelaki itu menyedot lidah Aida
dengan kuat membuat wanita itu kalang kabut tak dapat
bernafas.
"Aaaarrgghhhmm,," tiba-tiba bibir Aida terlepas, menggeram
kencang.
"Sedalam apalaaagi kaaau mauu menusuk kemaluanku
Gaaa,,," lengkingan Aida semakin menjadi ketika Arga terus
saja menohok vaginanya meskipun batang itu telah sampai
kepangkal rahimnya.
Aida tidak menyangka jika penis itu masih dapat masuk lebih
dalam lagi, dan serangan Arga yang begitu tiba-tiba
membuatnya terkejut.
"Mungkin ini sudah cukup," jawab Arga setelah yakin penisnya
tak dapat masuk lebih jauh lagi. Dengan perlahan Arga
mengayun penisnya mencari kenikmatan yang dihidangkan
dengan sukarela oleh tubuh istri temannya itu. Pantat Aida
semakin terangkat, batang besar yang belum pernah
dirasakannya itu ternyata mampu memberikan kenikmatan
baru bagi dirinya. Mata Aida terpejam menikmati gesekan otot
berselimut daging yang semakin lama semakin keras. Dinding
vaginanya mencoba mengenali urat-urat yang menonjol di
antara dinding kulit yang telah basah oleh lendirnya.
"Gaaa,,, masukin yang daaalaammm,,,please," lirih Aida.
Dinding rahimnya menagih untuk kembali disapa ketika Arga
asik bermain dipermukaan vaginanya.
"Argaaa,,," teriaknya dengan kesal. Disaat vaginanya begitu
mendamba kembali disesaki oleh batang besar itu, Arga justru
mencabut penisnya. Raut muka Aida yang jengkel membuat
wanita itu semakin cantik.
"Sssttsss,,, aku ingin menidurimu, bukan menindihmu seperti
ini," bisik Arga sambil membalik tubuh Aida dan melepas kaos
serta bra yang masih melekat, dengan nakal telujuk dan
jempol Arga memelintir puting merah muda yang telah
terpampang di hadapannya.
Sesaat keduanya saling menatap dalam temaram bias
cahaya, dengan posisi seperti ini Aida tersadar dirinya yang
selama ini berhasil menjadi ibu rumah tangga yang baik
sekaligus seorang guru teladan di sekolahnya mengajar, kini
bersiap melayani birahi seorang pria, teman suaminya dengan
keadaan yang sangat sadar. Dan sialnya dirinya pun memang
menghendaki persetubuhan ini, entah mengapa seorang Arga
telah berhasil menumbuhkan gairah liarnya, mengeksploitasi
keindahan tubuhnya di depan umum, memohon
selangkangannya kembali disesaki oleh batang luar biasa itu.
Debaran jantungnya semakin cepat ketika merasakan
vaginanya yang merekah kembali menagih untuk dikayuh oleh
penis yang kini berada dalam genggamannya, berlumur lendir
cintanya. Dengan kesadaran penuh Aida membuka
selangkangnnya lebih lebar, memohon Arga untuk mengambil
tempat diantara kedua paha yang sekal. Matanya yang terus
menatap wajah Arga sesekali melirik batang yang kini berada
tepat di depan gerbang kemaluannya. Gemeretak gigi
terdengar cukup jelas ketika Aida menahan rasa penasaran
dan gregetan karena batang itu tak kunjung amblas ke lorong
yang begitu berhasrat untuk merasakan hujaman penuh
nafsu. Ya,,,hanya bermain dipintu vagina yang tembem,
menggosok, terkadang menyapu hingga kerambut-rambut
yang tumbuh cukup lebat, dan sesekali mencelupkan sebagian
kepalanya namun kembali keluar untuk bermain.
"Ooohh,, please Gaaa,,, setubuhi akuuuu,,, pleeaassse," rintih
Aida seraya berusaha melepas kacamatanya yang berembun
oleh deru nafasnya yang memburu.
"Ohh,,, tidak, biarkan kacamata itu tetap menghias kacamata
ibu guru," pinta Arga sambil menyinggung profesi Aida yang
notabene bekerja sebagai guru Bahasa di sebuah SMU.
"Terserah kaulah, tapi cepatlah penuhi vaginaku," rengek Aida
semakin gregetan dan kesal.
Meski jemari Arga yang kini bermain dengan payudaranya
membuat getaran nikmat Namun Aida tak ingin menunggu
lebih lama, setelah mengangkangkan kakinya dengan lebar,
wanita itu memegang pinggul Arga dan menekannya ke bawah
berharap penis yang menggantung di depan kemaluannya
kembali mengayuh vagina yang terus berdenyut minta diisi.
"Uuugghhh,,, yaaa,,yaaa,,," tanpa melepaskan pandangan mata
yang saling bertaut Aida begitu menikmati setiap dentuman
penuh birahi yang menghentak keras.
Arga sendiri dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah
cantik berkacamata itu melotot meredam hentakan Arga yang
semakin cepat. Sesekali mulutnya melenguh ketika hujaman
Arga mengenai daerah paling dalam. "Ugghhhh,,,"
Kedua bibir mahluk berlainan jenis itu terus mendesis
bersahutan, sesekali saling bertukar ludah dalam lumatan
yang panjang.
"Yeeaahhh,, Gaaa,,, terusss,, yaa sayaaang,,,"
"Ummghhh,,,,aaahhh,,aahhh"
tubuh Aida melengkung, tak mampu lagi dirinya menahan
orgasme yang melanda, kedua paha sekalnya menjepit
pinggang lawannya dengan kuat, dengan tangan
mencengkram punggung. Beberapa kali tubuhnya menghentak
mengikuti orgasme yang begitu dahsyat, mulutnya
meneriakkan lolongan kepuasan begitu keras, begitu nyaring.
Tubuh putih nan sekal itu beberapa kali masih terhentak,
orgasme datang silih berganti akibat ulah Arga yang terus
menghentak tak memberi kesempatan bagi Aida untuk sejenak
menikmati orgasme yang begitu dahsyat.
"Aaaarggghhhaaa,,, aahhh,,," Setali tiga uang, ternyata
Argapun tak mampu lagi menahan orgasmenya, bermili-mili
sperma kental menghambur memenuhi lorong kemaluan yang
semakin banjir.
"Uuggghh,,ughh,ughh," disisa orgasmenya Arga kembali
mengehentakkan penisnya, mencari-cari kenikmatan yang
tersisa sekaligus mengalirkan tetesan sperma yang tertinggal.
Aida hanya tersenyum melihat ulah Arga, dibiarkannya lelaki
itu terus menghentak vaginanya dengan segenap kekuatan
yang dimiliki, mengeksploitasi kepuasan diatas tubuh
bugilnya. Menggeram kuat dengan jemari mengcengkram erat
kedua payudaranya, Mengejang penuh birahi di sela
selangkangannya. mengosongkan kantong spermanya hingga
memenuhi rongga vagina.
Meski dalam masa subur Aida tidak ingin memupus
kenikmatan yang tengah dinikmati pria diatas tubuhnya itu.
Dibiarkannya aliran sperma yang hangat memenuhi rongga
rahimnya, apapun yang terjadi nanti biarlah terjadi. Namun
yang pasti saat ini dirinya begitu menikmati kepuasan yang
terpancar dari wajah seorang pria yang bukan suaminya,
terus memburu rentetan kenikmatan orgasme dari tubuh
telanjangnya. Ada kepuasan dibatin Aida melihat wajah dan
tubuh Arga yang bermandikan keringat tersenyum kelelahan,
dipeluknya kepala Arga dan menempatkan wajah yang dihias
kumis tipis itu diantara payudaranya. Obrolan ringan mengalir
dari mulut mereka tanpa ada niat memisahkan dua kemaluan
yang masih bertaut berselimut kehangatan lendir-lendir cinta
mereka.
"Dugaanku tidak meleset, ternyata kau memang luar biasa,"
ucap Arga sambil menyisir alis Aida dengan telunjuknya.
Keringat dari pacuan birahi yang baru saja selesai masih
terus keluar dari pori-porinya yang halus.
Tubuh Arga memang lebih besar dari suaminya, dengan badan
atletis yang selalu terjaga. Dan Aida merasa tenang berada
dalam rengkuhan dan tindihan pria tersebut.
"Hahaha,,, sudahlah,, tak perlu merayuku lagi, kau sudah
mendapatkan segalanya dariku, aku harus mengakui
pesonamu begitu mengagumkan, dan aku yakin sudah banyak
wanita yang telah berhasil kau gagahi dan sialnya salah
satunya adalah aku,,,. Jadi sekarang, sebaiknya cepatlah kau
kenakan pakaianmu dan berkumpul dengan teman-temanmu
di meja makan," kata-kata Aida yang begitu panjang tak
mendapatkan respon dari Arga yang kini mengukir bentuk
bibir Aida dengan jemarinya.
"Ayolah Arga,, kau tidak mungkin terus menindih tubuhku,
lagipula aku tidak ingin suamiku mendapati kemaluanku
melebar karena terus menelan batang besarmu ini," dengus
Aida dengan berpura-pura kesal
Arga yang lebih banyak diam dan hanya menatap wajah dan
tubuh telanjangnya membuatnya rikuh. Walau bagaimanapun
ini adalah pengalaman pertamanya mempersilahkan seorang
pria, selain suaminya, dengan bebas menggasak
selangkangannya. Bahkan suaminyapun tidak pernah
melakukan itu, biasanya Munaf langsung tergeletak tertidur di
sampingnya begitu berhasil menghamburkan sperma di
rahimnya, dan kini ada seorang lelaki yang belum begitu
dikenalnya, berlama-lama menindih tubuhnya tanpa
melepaskan batang yang menghujam dan masih saja
mengeras.
"Apakah kau benar-benar ingin aku turun dari tubuhmu?"
Tanya Arga sambil mengambil ancang-ancang menjatuhkan
tubuhnya ke samping.
"Emhh,, Arga, jangan membuatku terus merasa malu dong,"
rajuk Aida sambil kembali memeluk tubuh Arga dan
menyembunyikan mukanya yang memerah ke dada bidang
Arga.
Kedua pahanya menjepit erat pinggul Arga menegaskan bahwa
dirinya tidak ingin batang besar itu lepas dari kemaluannya.
Arga hanya tersenyum melihat tingkah Aida, namun kedua
sikunya yang terus menahan berat tubuhnya untuk
menghindari beban di tubuh Aida sedikit membuatnya capek,
akhirnya Arga berguling kesamping dan menempatkan Aida di
atas tubuhnya tanpa melepaskan penis yang masih
mendekam manja. Wanita itu sempat terpekik, namun setelah
mendapati posisi yang memberikan dominasi pada dirinya,
Aida tersenyum. Dengan percaya diri yang dipaksakan Aida
menduduki penis Arga dan membiarkan lelaki itu memandangi
tubuhnya yang terekspos bebas. Aida sangat ingin
memperlihatkan semua kelebihan yang dimilikinya. Aida
mengakui tubuhnya lebih berisi dibandingkan wanita lainnya,
hampir menyaingi kemontokan tubuh Bu Sofia.
Jemari kanan Arga terulur menjemput payudara besar yang
menggantung, sementara tangan kirinya menyusuri
pinggangnya yang ramping. "Ternyata kau benar-benar
gemuk, untungnya lemak itu berada sesuai pada tempatnya,"
desis Arga saat meremasi kedua bokong Aida yang begitu
montok dan membuat batangnya terbenam semakin dalam.
"Tapi itu justu membuatmu sial, karena kau harus
melayaniku sekali lagi,"
"Oh ya,,, tampaknya upah yang kuberikan masih kurang,
baiklah,,, kau boleh kembali mengambil upahmu," balas Aida
seraya mengarahkan payudaranya kebibir Arga.
Tak perlu waktu lama, bibir indah itu kini kembali mendesis
menikmati bibir Arga yang bermain nakal, menjilat, menyedot
bahkan mengigiti kedua putingnya. Tak dihiraukannya telunjuk
Arga yang kini mengusap-usap sekitar anusnya, namun ketika
dirasakannya jari itu mencoba memasuki anusnya, Aida
terkaget dan dengan cepat mencengkram tangan Arga.
"Jangan sayang, itu jorok sekali,"
"Tapi aku ingin mengambil upahku di lubang kecil itu," ucap
Arga dengan merengek manja.
"yang benar saja Arga, milikmu tidak akan mungkin cukup
masuk kesana," tubuh Aida bergidik, vaginanya saja begitu
sulit melahap batang besar itu, dan kini batang itu ingin
menjajal anusnya yang begitu sempit.
"Jujur saja, istriku telah melayani dua orang pria dengan
anusnya, dan itu sungguh nikmat, Ayolah,,," Arga bingung
bagaimana lagi cara merayu, dirinya begitu terpesona dengan
pantat montok itu, dan terus membayangkan bagaimana
nikmatnya jika penis besarnya berhasil melesak masuk dan
terjepit diantaranya.
"Istrimu? Aryanti? Telah melayani dua pria? Denga
anusnya?" kening Aida berkerut terkejut oleh pernyataan Arga.
"Ta,ta,tapi,,, aku tidak berani, itu pasti sakit sekali," jawab
Aida.
"Tuan, makan malam sudah siap, dan sepertinya tuan dan
nyonya sudah ditunggu oleh teman-teman untuk makan
bersama," terdengar suara lembut Lik Marni, memutus
perdebatan antara keduanya.
Arga kembali memandang mata Aida penuh harap, sekaligus
menyampaikan pesan bahwa waktu mereka tak banyak.
"Baiklah,,, kau menang Arga, tapi lakukan dengan pelan," Aida
menyerah, melepas penis Arga yang masih menancap
kemudian mengambil posisi menunging sambil memeluk
bantal.
Tampak penis Arga begitu mengkilat, entah oleh spermanya
tadi ataukah oleh cairan vagina Aida yang kembali basah.
Sekali lagi Arga meremasi pantat besar Aida, dengan posisi
itu vagina dan anus Aida terpampang jelas, begitu pasrah
bersiap menerima tusukan penis pertama yang sama sekali
tidak pernah dilakukannya, terbayangkanpun tidak. Setelah
mengambil posisi diantara kaki Aida yang tertekuk, Arga
mencoba menusuk-nusuk lubang yang telah basah oleh
liurnya. Dan memang kepala penisnya terlalu besar untuk
lubang imut itu. Berkali-kali helm besar itu meleset ke atas
dan sesekali terpleset ke vagina Aida, membuat bibir wanita
itu mendesis.
"Sepertinya memang tidak bisa, sayang, dan mungkin aku
akan melakukannya lain kali," ucap Arga yang menyerah dan
kemudian menusukkan batangnya ke kemaluan Aida.
Aida menggeram tertahan, mendapati selangkanganya ditusuk
dengan tiba-tiba. "yaaa,yaa, teruusss,, kurasaaa iniii lebih
baiiieek," rintih Aida mengimbangi sodokan-sodokan keras dari
Arga.
Dengan erat kedua lengan kekar itu memegangi pinggul Aida,
untuk memantapkan serangannya, kamar gelap yang tadi
senyap kini kembali riuh oleh gemuruh birahi. Masing-masing
ingin menunjukkan kelihaian dalam memuaskan lawan
mainnya. Aida berusaha mengejang untuk mempererat
cengkraman otot vaginanya, dan itu cukup membuahkan hasil,
Arga berkali-kali mendengus garang ketika penisnya tertahan
cukup lama didalam lubang sempit itu, menikmati gerakan
otot kelamin Aida yang mengempot. Aida tersenyum puas
oleh usahanya. Namun ketika Arga tiba-tiba menghentak
keras jauh kedalam kemaluannya pekiknya terlontar. Dinding
rahimnya tak pernah mampu membungkam hentakan nikmat
batang yang terus menggedor ganas. Ranjang kayu dengan
per busa yang tak lagi kencang terus menghantam tembok
kamar. Membuat suara semakin gaduh. Aida mengangkat
paha kanannya, memperlebar akses bagi batang itu untuk
bergerak lebih bebas.
"Adduuuuhhh,,, duhh,,Gaa,,,Argaaa,,, masukiiin semuaaa,,, biar
kutelaaann smuaaa,,," jeritan birahi Aida begitu nyaring
membuat Lik Marni yang ada didapur geleng-geleng kepala,
meski telah terbiasa dengan ulah tamu-tamunya, tapi tak ada
yang seganas mereka berdua.
Tubuh Aida tak mampu menahan hentakan pinggul Arga yang
menggila, membuat pipi mulusnya menempel kedinding, kedua
tangannya mencoba menahan di tembok kamar. Meski
demikian pinggulnya masih memberikan perlawanan,
bergoyang mengikuti hentakan yang membabi buta.
"Aarrrgghhh,,, Gaaa,,, keluaaarrr,,, Aiieedaaa sampaaaii Gaa,,"
"Aaahhm,, aahh,,, yang dalaaaamm,, daalaaam,,"
Aida tak lagi peduli dengan jeritannya yang memekik nyaring.
Orgasmenya begitu dahsyat saat Arga memaksakan penis
yang terlalu panjang itu berhasil masuk sepenuhnya ke dalam
lorong kemaluannya. Tangan Arga berusaha menahan pinggul
Aida yang berkelojotan, dengan punggung melengkung naik
turun seiring orgasme yang perlahan mulai menyurut. Sudut
matanya melirik Arga yang berusaha mengatur nafasnya
dengan senyum tersungging. Keegoan Arga sebagai seorang
lelaki melonjak saat melihat orgasme gila yang dialami Aida.
Bertambah satu lagi wanita yang mengakui kehebatan barang
pusaka miliknya. Terdampar di pantai orgasme, melenguh
bersahutan bagai ombak yang datang silih berganti. Kini, lagi-
lagi Arga memeluk tubuh montok yang tertelungkup kehabisan
tenaga.
"Ga,,lakukanlah semua yang kau inginkan pada tubuhku, tapi
beri aku waktu beberapa menit," kata Aida tersengal-sengal.
Wajah cantik berkacamata yang kini bermandikan keringat
memberikan pemandangan yang begitu indah.
"Mungkin aku akan membobol anusmu lain kali, dan hingga
sampai waktunya tak ada seorangpun yang boleh menjamah
lubang itu, dan sekrang berbaliklah," bisik Arga dengan lidah
menjilati kuping Aida.
Aida bingung dengan apa yang akan dilakukan Arga pada
dirinya. Dengan penuh nafsu Arga mengangkangi payudara
Aida yang terbaring pasrah. Kini tampak dengan jelas di depan
mata Aida bagaimana bentuk dari batang yang telah
memberikannya orgasme yang begitu dahsyat. Tepat di depan
hidungnya, Arga mengocok batang raksasa yang
menampakkan urat-urat yang mengelilingi, membuat daging
besar itu semakin sangar. Entah dorongan dari mana Aida
membuka bibirnya menawarkan batang itu untuk bertandang
ke dalam mulutnya. Padahal Aida selalu menolak melakukan
itu saat suaminya meminta dan memohon. Rezeki tak boleh
ditolak, dengan cepat batang itu memenuhi rongga mulutnya,
terkadang lidah Aida menyedot batang itu dengan kuat
berharap batang itu menghilangkan dahaganya dengan
sperma cinta. Sekelebat Aida teringat kesehariannya yang
bekerja sebagai seorang guru, seorang guru cantik yang
menjadi idola di sekolah. Namun kini terbaring pasrah dengan
mulut penuh dijejali penis seorang pria yang bukan suaminya.
Namun dalam setiap geraknya Aida justru ingin memastikan
bahwa semua yang dilakukannya itu benar-benar nyata,
bukan sekedar mimpi. Dengan jemarinya sesekali Aida
menarik penis itu keluar dan memainkan di wajahnya yang
mulus, menyusuri hidung dan telinganya. Sementara lidahnya
menjilati kantung testis yang meggantung. Aida sangat sadar
dengan apa yang dilakukannya, hatinya ingin mendobrak
kungkungan moral dan hukum yang selama ini membelenggu.
Berbagai kejadian yang dialaminya selama mengajar disekolah
silih berganti hadir dipelupuknya, bagaimana mata para siswa
cowok memandangi belahan roknya dengan sangat liar,
terkadang Aida merasa risih ketika beberapa muridnya
sengaja menundukkan badan untuk mengambil barang yang
sengaja mereka jatuhkan. Aida harus mengakui sesekali
murid-muridnya kadang sedikit beruntung saat dirinya terlupa
menurunkan dan menjepit roknya yang selutut ketika duduk
dibangku guru. Itu terlihat jelas dari mata mereka berbinar
ketika berhasil mendapatkan pemandangan yang indah. Atau
ulah penjaga sekolah yang mengiringinya setiap kali dirinya ke
kamar kecil yang sebenarnya dikhususkan bagi para guru.
Akibat ulah penjaga sekolah yang nakal tersebut Aida
berusaha ekstra hati-hati dengan memastikan tidak ada celah
lubang untuk mengintip. Bahkan tidak sekali dua kali, Pak
Darno mengedipkan mata dan dengan sedikit isyarat yang
dipahaminya sebagai permohonan untuk sedikit mengintip dua
bukit yang tersembunyi di balik seragam PNSnya. Meski tidak
mengabulkan permohonan itu, Aida tidak dapat memungkiri
ada gairah yang menggelegak dalam dadanya. Ada rasa
bangga ketika setiap bagian tubuhnya dikagumi oleh para
lelaki. Hanya saja kenyataan dirinya sebagai gadis kampung
yang diboyong kekota dan berprofesi sebagai guru lah yang
menjadi rambu-rambu akan semua tingkah lakunya. Tetapi
kini, dirinya terbaring pasrah di bawah tindihan seorang lelaki,
merelakan setiap lubang di tubuhnya dijejali oleh batang
berotot, gerakannya begitu pasrah mengikuti semua kehendak
pejantan yang mengayuh tubuhnya, gairahnya menderu
mengejar kenikmatan dan kepuasan yang dijanjikan oleh Arga,
teman suaminya.
Dengus nafasnya kadang tertahan, ketika tubuh Arga yang
berat menduduki kedua payudaranya, menjepitnya dengan
keras, tapi entah mengapa tubuhnya justru semakin pasrah,
menikmati bibir Arga yang mendesah dan merintih semakin
keras di atas tubuhnya. Hatinya sangat ingin merasakan
bagaimana rasanya menjadi seorang wanita jalang yang
sanggup memuaskan para lelaki.
"Keluarkanlah semua saaayaaaang,,," teriak Aida sambil
membuka lebar mulutnya, seakan memberi tanda bibir indah
itu siap menampung setiap tetes sperma Arga yang mengalir
keluar.
"Aaaarrgghhhh,,,, iseeeppp yang kuat,iseeppp, semuaaaa,,,"
teriak Arga ketika tak mampu lagi bertahan atas pelayanan
yang begitu sempurna dari seorang guru yang cantik. Jemari
Arga menjambak rambut Aida dengan kasar, memastikan
penisnya tidak akan terlepas dari mulut Aida.
"Emmgghhhh,,mgghhh,,," Aida menggeram berusaha
memenuhi hajat pejantan yang melenguh melepas orgasme
dirongga mulutnya, lidahnya berusaha menyedot batang yang
berkedut kencang menghantar cairan kental ke mulutnya.
Berkali-kali Aida meneguk untuk mengosongkan mulutnya
yang telah penuh. Wajahnya begitu pasrah ketika batang
berlendir ditarik keluar dan menghambur tetes terakhirnya di
kacamata dan wajahnya. Aroma yang khas membuat
mulutnya terbuka lebar berharap batang besar itu kembali
masuk untuk mendapatkan pelayanan dari lidahnya. Satu lagi
pelayanan yang begitu dahsyat dirasakan oleh Arga, yang tak
pernah didapatkannya dari Aryanti istrinya. Ada rasa puas
dan bangga ketika berhasil melukis wajah seorang guru yang
cantik dengan aliran sperma. Dengan kekuatan yang tersisa
Arga menjatuhkan tubuhnya ke samping Aida, perlahan
mengatur nafasnya. Wajahnya meringis ketika Aida menggoda
dengan menggenggam kepala penisnya dengan kuat,
membuat kemaluannya terasa ngilu.
"Cepatlah berbenah, nanti kita dicari yang lain," bisik Arga
seraya mencari pakaiannya, jemarinya meraba-raba mencari
kaosnya yang terlempar entah kemana.
"Kau duluan saja aku akan menyusul nanti, kau benar-benar
luar biasa dan aku harus beristirahat sebentar," jawab Aida
yang justru mengambil selimut dan menutupi sebagian tubuh
montoknya yang terbuka.
"Ok,, tapi jangan terlalu lama, aku takut suamimu cemas,"
balas Arga sambil meremas payudara Aida dari balik selimut,
membuat siempu-nya tertawa. "Kalau kau ada waktu,
mungkin aku bersedia untuk sekali lagi melayanimu malam
ini," jawab Aida sambil terkikik sebelum Arga menghilang di
balik pintu.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.