Kamis, 05 Maret 2015

Liburan Birahi 7: The Game II

Liburan Birahi 7: The Game II
Zuraida membiarkan jilbab putihnya tertiup angin, coba
mendinginkan hatinya yang terasa begitu panas. Namun
hembusan angin pantai selatan pun tampaknya tak mampu
untuk mengusir rasa gundah, kesal, cemburu yang
menggulung menjadi satu dan memenuhi lubuk hatinya .
Wanita cantik itu sengaja menepi dari ramainya obrolan dan
celoteh teman-teman suaminya, karena tak yakin dapat
menyembunyikan emosi yang terukir diraut wajah nan cantik.
"Uggghhhh,,, Argaaaa,,," jemari lentiknya mematah ranting
kecil dengan kesal. Berkali-kali mengumpat, menyebut nama
Arga dengan rasa kesal yang begitu mendalam.
Bukan perkara mudah bagi seorang Zuraida, disaat dirinya
sekuat tenaga menahan birahi ketika gerbang dari liang
kemaluannya dicumbu dengan hebat oleh lidah seorang
pejantan, lelaki yang hingga kini dikaguminya justru dengan
bebasnya mencumbu cairan cinta dari seorang gadis muda.
Sedangkan Dako,,, yaaa,, meski sempat marah saat matanya
secara jelas menyaksikan bagaimana suaminya dengan begitu
nakal memasukkan batangan sosis ke dalam vagina Bu Aida,
tapi amarah itu tidak sebesar saat menyaksikan lidah Arga
yang terjulur memasuki liang kemaluan Andini.
"Argaaaa,,, koq ga berpasangan sama aku aja tadiii,,,
iikkkhhhsss,,," terisak pelan, menyeka kelopak matanya yang
berair. Emosi, cemburu dan birahi semakin berpadu
merongrong hati yang tengah labil.
Tapi tidak ada yang dapat dilakukannya, meski tau Arga
masih menyimpan rasa terhadap dirinya, tapi status mereka
tidak sendiri lagi. Sambil menyandarkan tubuhnya ke batang
pohon kelapa, Zuraida coba meresapi semilir angin di
tubuhnya yang berkeringat. Merasa tidak cukup, wanita itu
mengangkat tepian jilbab, dan membiarkan angin yang
berpacu mencumbu leher dan kaos tipisnya. Lirikan mata
Mang Oyik yang terpesona pada sepasang payudara yang
tercetak jelas, tak dihiraukannya. Batin Zuraida berujar, Toh,,
lelaki itu sudah menyaksikan bagaimana payudaranya
berloncatan saat dirinya ikut lomba balap karung. Ternyata
rasa kecewa dan cemburu dapat merubah hati seorang
wanita.
"Wooyyy,, Mang,, mlototin nenen bini orang mulu, kalo
kepotong tu tangan baru nyahoo,," seru Bu Sofie, membuat
Mang Oyik yang tengah mengupas buah kelapa tersadar,
tangannya bisa saja melayang kalo mata dan konsentrasi
sange nya terus tertuju pada tubuh si dokter cantik.
Zuraida tertawa mendengar celoteh Bu Sofie atas kekaguman
Mang Oyik pada tubuhnya.
Seperti inikah perasaan yang tengah dinikmati oleh para istri
yang dilihatnya menggunakan rok pendek. Rasa bangga atas
pengakuan para lelaki akan tubuh indah mereka. Zuraida tidak
tau pasti apa yang diinginkan oleh hatinya, tapi kini
tangannya mengakat jilbabnya lebih tinggi, mengibas-
ngibaskan ujung kain itu seolah berusaha mengusir rasa
gerah yang tak mampu diatasi oleh angin laut yang cukup
kencang. Zuraida berusaha menahan tawanya saat Bu Sofie
memites kepala lelaki berambut kriwel itu, sambil
mengayunkan parangnya lelaki itu masih saja berusaha
mencuri pandang pada payudara Zuraida yang bergoyang
pelan karena kibasan tangannya.
"Kalau kau memang menginginkan wanita yang nakal, akupun
bisa,,, dan nikmatilah rasa cemburu yang akan menderamu,,"
bisik hati Zuraida, tersenyum sinis, kecantikan yang tercipta
dari indah senyumnya yang menampilkan keanggunan
seorang Zuraida seakan sirna, berganti dengan seringai tajam
diatas hati yang bergemuruh.
Matanya menatap Arga, meski tidak dapat mendengar
percekapan mereka, tapi tampaknya lelaki yang hingga kini
masih dikaguminya tengah kebingungan menerangkan pada
Adit tentang apa yang telah terjadi saat game. Dikelilingi oleh
Dako, suaminya, dan Pak Prabu.
"Gaaa,,, santai aja ngapaaa,,, Adit juga ga marah koq meqi
istrinya kamu kobel-kobel pake lidah,,,hahahaaa,," Pak Prabu
tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Arga.
"Asseeeem,,, cuma orang gila yang ga marah bininya dikerjain
ama orang, Om,,, lagian kamu emang kelewatan ya Gaaa,,
sempat-sempatnya ngerjain Andini,," Adit terus mengomel,
hatinya begitu panas melihat Andini yang sukses
menghambur caira orgasme ke mulut Arga.
"Hadeeeehhh,,, kan aku udah bilang,, aku cuma berusaha
ngeluarin sosis yang dimasukin istri mu ke Meqinya, disini
justru aku yang jadi korban,,," Arga mencoba membela diri.
"lagian kamu juga udah bikin bini ku orgasme juga kan?,,"
Arga balik menyerang Adit.
"Sudaaahh,,sudaaahh,, ingat,,, ini cuma permainan," Dako
coba menengahi, "Ingatkan dengan perjanjian kita, selama
tidak ada saling paksa dan intimidasi, game must go on,".
"dan sekarang bagi yang belum pernah nyicipin istrinya
Munaf, aku udah ngasih jalan,,, tapi tentunya setelah
aku,hahahaa,,," ucapan Dako yang didendangkan dengan
suara pelan itu membuat para lelaki menatap tubuh Aida.
Ibu muda itu tampak begitu sulit berjalan, giginya menggigit
bibir, pahanya mengatup erat persis seperti wanita yang
tengah menahan hajat buang air kecil.
"Asal kalian tau,,tadi aku liat kimpitannya sempit banget,,,dan
kalian tau kenapa dia berjalan seperti itu?,,," pertanyaan Dako
membuat Pak PRabu Arga dan Adit serentak menggeleng.
"Meqi nya aku jejalin sama sosis,,,, aku berani taruhan? kalo
meqi istrinya Munaf emang ganas, pasti sekarang tu sosis
udah ancur,,,"
"Busyeeeet,,, dasar sinting,,"
"Oooowwwhhh,,, gila kau Koo,,,"
"Emang saraf lu ya,,, pasti kesiksa banget tu Bu Guru,,,"
serentak ketiganya mengumpat.
"Asseeeemmm,,, tapi batang ku jadi ngaceng Koo,,, kalo ada
kesempatan, kita hajar aja si Aida bareng-bareng,,, liat aja
tuh pantatnya nungging banget,, pasti nikmat kalo di Doggy,,,"
seru Pak Prabu sambil mengelus-elus selangkangannya.
"Tapi gimana dengan si Munaf,,," tanya Adit yang
kelimpungan membetulkan letak batangnya yang kut ngaceng,
nyasar kesamping kiri celana.
"gampang,,, Arga, nanti kau ajak Munaf jalan-jalan ya,,, kau
kan udah pernah nyicipin Bu Guru cantik itu,,," usul Pak
Prabu, membuat Arga mengangguk pasrah.
"Wooyyy,,, ada apa nih,,, lagi ngomongin istriku ya?,,," tanya
Munaf saat memergoki keempat teman kerjanya itu tengah
memplototi istrinya, tangannya tampak membawa buah
kelapa yang sudah dipotong pangkalnya, siap untuk dinikmati.
"Iya Naf,,, saat game tadi aku baru nyadar, ternyata istrimu
cantik juga ya,, apalagi saat ngangkang di atas mulut ku
tadi,,, hehehee,,,"
"Juaaancuukkk,, bilang aja kau mau ngentotin istriku,, gila Kau
Ko,," Munaf menyumpah serapah mendengar pengakuan Dako.
"Tapi ga segampang itu,,, karena kali ini aku bakal
memprotect istriku bener-bener lebih ketat,,hehehee,,"
"Bener nih?,,, jadi kamu bakal ngangkremin istrimu terus
nih?,,, ga pengen coba ndeketin istriku,,," tantang Dako sambil
menoleh ke arah Zuraida, diikuti lelaki lainnya.
Sontak Zuraida yang memang tengah memperhatikan Arga
yang berdiri di antara suami dan teman-temannya itu menjadi
bingung, apalagi para lelaki menatap tubuhnya dengan
pandangan penuh nafsu.
"emang geser otak ni orang ya,,, istri sendiri ditawarin ke kita-
kita,,," Munaf menggeleng-gelengkan kepala, diikuti Arga yang
menahan nafas, hatinya tidak rela bila wanita berjilbab yang
memiliki kenangan baginya itu dinikmati oleh teman-
temannya.
"Emang gila kau Ko, tapi aku suka,,, hahahaha,,, kalo aku
beneran bisa masukin ni batang ke meqi istrimu yang alim itu
jangan marah yaa,,, hahahaa,,," Pak Prabu terkekeh sambil
mengusap-usap batangnya. Dan tingkah Pak Prabu itu jelas
terlihat oleh mata indah Zuraida, dan saat itu juga membuang
pandangannya ke arah lain.
"kita buktikan saja, siapa yang beruntung,,,hehehee,," Dako
tampak begitu yakin tidak mudah untuk menaklukkan istrinya.
"Ya kita lihat saja nanti,,hahahaa,, Ehh,, dimana kau dapat
kelapa itu Naf,," tanya Pak Prabu yang tergiur dengan Munaf
yang asik menyeruput air kelapa langsung dari buahnya.
"Tuhhh, sama Mang Oyik,, aku aja pengen nambah lagi nihh,,"
Pak Prabu dan Adit segera menuju ketempat Mang Oyik
disusul oleh Munaf.
"Gimana Gaa,, masa kamu ga mampu ngenaklukin Istriku,,
keahlian mu sebagai penjahat kelamin belum hilangkan?,,"
tanya Dako blak-blakan saat mereka tinggal berdua, berdiri
berhadapan.
"Sebenarnya apa sih yang ada diotak mu itu Ko,, dari rencana
liburan, perjanjian yang ga masuk di akal, sampai permainan
gila-gilaan di pantai inipun kuyakin semua adalah usulmu,,,"
Dako tertawa garing, lalu wajahnya berubah menjadi murung.
"Aku juga ga tau Ga,, aku hanya merasa bersalah pada istriku,
sebulan yang lalu Zuraida memergoki aku selingkuh dengan
Risna,"
"Risnaa?,,, Risna keponakanmu yang masih SMA itu?
Owwwgghh kamu emang gilaa,, gilaa,,gilaa,, apa sih
kurangnya Zuraida,,"
"Argaaa,,, kita ini sama, sama-sama cowok petualang,, kau
juga sudah memiliki Aryanti yang cantik, tapi kau tetap saja
bersemangatkan menghajar tubuh istri teman-temanmu
kan?,," meski pelan, penekanan suara Dako meninggi.
"Bahkan saat kami masih belum apa-apa kau sudah berkali-
kali membuat Aida, istri Munaf terkapar, plus tubuh Lik Marni
tentunya,,,dan pastinya kau juga merasa bersalah pada
istrimukan?,," Dako menatap Arga dengan pandangan tajam.
"dan Aku juga sama seperti dirimu Sob,,, aku sudah berulang
kali berusaha membuang kebiasaan buruk ku ini, tapi sangat
sulit, entah kenapa aku selalu tertantang untuk menaklukan
wanita," intonasi suara Dako mulai kembali datar. Matanya
menatap kelaut lepas.
"Argaa,, kamu teman ku yang paling aku percaya, tolong
bebasin aku dari rasa bersalah ini,,, Kamu tau?,, Zuraida tidak
pernah sekalipun mengenakan pakaian seketat dan setipis itu
di tengah orang banyak, dan aku tau saat ini dia melakukan
itu bukan karena aku, tapi kamu,,"
Arga hanya terdiam mendengar pengakuan sahabatnya. Apa
yang dikatakan Dako memang benar adanya.
"Aku juga tidak ingin membuat istriku menjadi liar, tapi aku
ga tau lagi cara seperti apa agar semua terlihat natural dan
mengalir apa adanya,,," Dako menarik nafasnya dalam-dalam,
lalu membuangnya dengan perlahan.
"Ko,, aku bisa menerima alasanmu itu untuk melakukan
kegilaan ini, tapi itu tidak cukup, jujurlah,, sebenarnya ada
apa?,,," pertanyaan Arga menohok hati Dako. Sulit untuk
berkelit dari Arga yang sudah sangat mengenal pribadinya.
Lagi-lagi Dako menarik nafas panjang. "Mungkin aku memang
gila dan psycho, Sob,," lelaki itu menatap Arga dalam-dalam.
"Aku sangat terangsang bila melihat istriku yang alim itu
dicumbu oleh orang lain,, aku merasakan sakit, tapi aku juga
menikmatinya,,"
"Gilaa,,, pantas saja kau menawarkan istrimu sama mereka
juga,,," Arga menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak Gaa,, kau salah,,, aku bisa merasakan itu bila kamu
yang melakukannya,,, Kau ingat percumbuanmu dengan
Zuraida di kost kita, sehari sebelum kau cuti dan pergi
meninggalkan kami?,,,"
Arga terkaget, lagi-lagi kenangan masa lalunya kembali
terkoyak. "Apaa,, apaa kau melihat semuanya?,," tanya Arga
gugup, sadar bahwa hal itu pasti sangat menyakitkan bagi
Dako yang juga tengah mengharapkan Zuraida.
"Aku melihat semuanya,,, dan saat itu aku baru sadar bahwa
kita menginginkan gadis yang sama, aku hampir saja
mendobrak masuk saat melihat Zuraida begitu pasrah dalam
pelukanmu,,tapi,,," Dako menghela nafasnya.
"Tapi kau menghentikan cumbuan mu tanpa sebab,, sorenya,
kau menghilang, meninggalkan aku dan Zuraida tanpa pesan
sedikitpun."
Arga tertawa tanpa suara, matanya seakan dapat melihat
peristiwa beberapa tahun silam. "Aku tidak mungkin
menghianati sahabatku,"
"Bego!!!,,," umpat Dako. "Akhirnya, kau justru tidak tau betapa
nikmatnya keperawanan seorang Zuraida."
"Asseeeeem,,, jangan manas-manasin aku gitu lah,,," Arga
melotot memukul lengan Dako dengan wajah kesal. "Tapi, kau
sudah memberikan seorang wanita yang tidak kalah cantik
dari Zuraida," Arga dan Dako bersamaan menatap Aryanti
yang tengah ngobrol dengan Sintya, sesekali kedua wanita itu
tertawa terkikik.
"Tapi,,, sekarang aku justru bingung, kenapa Aryanti bisa
berubah seperti ini,,," Arga mengegeleng-gelengkan kepala,
menatap istrinya yang terlihat agak cuek saat duduk, rok nya
yang lebar dan pendek tak mampu menutupi keindahan dari
paha mulusnya.
"Hahaaha,,, kita cuma bisa berharap semua kebinalan ini
berakhir saat liburan ini selesai, tapi Gaaa,, kurasa istrimu
memang,,,"
"Apa? Memang nikmat? Kempotannya dahsyat? Goyangnya
liar?,,, Asseeeem,, taik kau Ko,, tega bener ngehajar istriku
depan belakang,,"
"Whuhahahahaa,,, jadi kau melihat kenakalan istrimu tadi
malam,,, hahahaa,, Sorry Sob, sorry banget," Dako tertawa
terpingkal, "Tapi,,,kamu ga marahkan?"
"Eeee,, busyet dah, mana ada suami yang ga marah ngeliat
istrinya digenjot habis-habisan sama orang, Aaahhh,, taik kau
Ko,,," Arga bener-bener mangkel mendengar tawa Dako, tapi
apa yang bisa diperbuatnya.
"Tapi,, Game must Go on,,, dan masih ada sisa waktu untuk
mendapatkan istrimu,," lanjut Arga berusaha menghibur
dirinya, sambil menatap Zuraida yang tengah digoda oleh
Mang Oyik.
"Yaaa,, aku ingin kau yang melakukannya,, Aku hanya ingin
menebus rasa bersalahku pada kalian berdua, Okeeeyyy,, ke
ketempat Aida dulu, kasian banget tu Bu Guru jalannya mpe
tertatih gitu,, hehehehee,,," Dako menepuk pundak Arga, lalu
berjalan menghampiri Aida, dengan sedikit memaksa lelaki itu
menarik Aida ke sebuah bangunan kecil yang biasa digunakan
sebagai gudang.
"Dasar bocah kentir,,, dari dulu mpe sekarang ga pernah
berubah,,, doyan banget nyatroni bini orang,,," Arga tertawa
melihat tingkah Dako, tapi dalam hatinya justru
menertawakan dirinya sendiri yang tak jauh berbeda dengan
Dako.
Arga memasang kacamata hitamnya, dengan langkah pasti
menghampiri Zuraida. Saat melewati meja Tangannya meraih
sebiji buah kelapa yang sudah dikupas ujungnya, siap untuk
dinikmati.
"Hai Zee,,, sudah minum es kelapa?,," lelaki itu menawarkan
apa yang dibawanya kepada Zuraida sambil menebar senyum
lebar.
"Sudah,, makasih, kalo kebanyakan takutnya malah ga bisa
ikut lomba lagi,, hadiahnya mobil Bu Sofie lho,,hehehee,,"
Arga bisa melihat senyum dan tawa Zuraida tampak sangat
dipaksakan, hati lelaki itu bertanya-tanya, apa yang tengah
dipikirkan oleh Zuraida yang berusaha terlihat santai dan
cuek.
"Mang Oyik, toiletnya dimana ya?,,, anterin dong,,," Zuraida
berdiri, membersihkan pasir pantai yang melekat di celananya.
"Gaa,, aku kebelakang dulu ya,,"
Arga terkaget dengan sikap Zuraida, terlihat jelas bahwa
wanita itu sengaja menghindari dirinya. Arga semakin kaget
saat Zuraida menggandeng tangan Mang Oyik, membuat lelaki
berabut kriwel itu tersenyum girang.
"Ada apa dengan mu Zee?,,," hati Arga terasa begitu sakit,
tercampakkan.
* * *
Disaat yang sama, tak seberapa jauh dari Arga yang berdiri
terpaku, Andini terlihat tidak nyaman, sepertinya gadis itu
sedang disindir oleh Aryanti.
"Din,,, kalo kamu mau ngerjain suamiku, jangan ditempat
umum begini,,, kasian Mas Arga dia pasti jadi malu,,,"
"Iya mbaaa,, aku minta maaf,,, habisnya tadi akku kebawa-
bawa permainan,,, ngga lagi koq,,,"
"Hahahaa,, iya santai aja,, gapapa koq,,, tapi hati-hati lho,
batang Mas Arga tu gede banget,,,emang kamu sanggup?,,,"
"Emang gede banget mba, tapi masih bisa masu,,, ehh,,
maksud saya tubuh Pak Arga emang gede banget,,," Andini
keceplosan, wajahnya menjadi pucat dibawah tatapan curiga
Aryanti.
Tapi entah kenapa, dada Aryanti tiba-tiba bergemuruh bukan
karena marah, tapi justru penasaran apakah suaminya yang
memiliki tubuh tinggi besar, pernah menggagahi tubuh mungil
Andini. Tanpa sepengetahuan gadis itu, Aryanti mengagumi
kecantikan Andini, senyum manisnya mengingatkan Aryanti
pada salah seorang anggota JKT 48, Melody Nurramdhani
Laksani.
"Din,,, pernah kepikiran ngga, main sama orang yang tinggi
besar seperti Mas Arga?,,,"
"Eeehh,, maksud ibu?,," Andini menyelidik, takut dirinya
tengah dipancing untuk mengakui persetubuhan dirinya
dengan Arga dikolam renang.
"Nggaaa,, ngga apa-apa,,, aku cuma sering penasaran aja
ngebayangin gadis mungil seperti kamu disetubuhi sama pria
dengan tubuh tinggi besar,,,hehehee,, tapi lupain aja,," terang
Aryanti. "Maaf yaa,, aku nanya yang aneh-aneh,,"
"Kan,, tadi malam ibuu udah liat,,aku di,, di,, digituin sama
Pak Prabu,," jawab Andini pelan dengan wajah malu-malu.
"Tadi malam?,,,ohh,,,iyaaa aku lupaaa, habisnya tadi malam
aku agak mabuk,,,," Aryanti menepuk jidatnya, bagaimana bisa
dirinya bisa lupa permainan kartu yang berubah jadi sangat
panas.
"Kamu sih,, pake masukin batangnya Pak Munaf, aku jadi
ikut-ikutan panas,, ujung-ujungnya malah aku yang
digangbang dua cowok kesurupan,, hihihii,," Obrolan dua
wanita yang berpaut umur enam tahun lebih itu mulai
mencair. Petualangan birahi memang dapat dengan cepat
menyatukan keakraban anak manusia.
"Ihh,, ibuuu,, salahin Pak Munaf tuh,, mana ada sih cewek
yang tahan kalo gerbang itunya terus-terusan disundul sama
helm preman,, mana tu bapak ngerengek terus minta
dimasukin, ya udah aku makan aja sekalian,,,hihihi,,, ga
taunya baru masuk sebentar udah langsung
croot,,,hahahahaa,,," Andini menutup mulutnya berusaha
menahan tawa, teringat wajah Munaf yang kalang kabut dan
harus mengakui kekalahannya.
"Tapi waktu sama Pak Prabu,,,koq kamu langsung dapet
sih?,,," tanya Aryanti penasaran.
"Habisnyaaa,, itu nya Pak Prabu gede banget,, punyaku ampe
penuh banget Bu,,,apalagi sebelumnya ni lubang udah
dikerjain sama batang Pak Munaf, hihihii,,," Andini cekikikan
sambil menunjuk selangkangannya. Membuat mata Aryanti
tertuju pada kemaluan Andini yang roknya sedikit terbuka.
"Tapi masih hebat ibu,, kuat banget ngeladenin Pak Prabu
sama Pak Dako,,, Eeeng gimana sih bu rasanya kalo
dimasukin depan belakang gitu?,,"
Wajah Aryanti merona malu teringat kenakalannya yang
ditonton oleh Andini. "hebat apanya, aku aja sekuat tenaga
nahan biar ngga keluar duluan, tengsin aja kalah sama si
kunyuk Dako,,, hahahaa,, habisnya tu orang sering koar-koar
jago bikin tepar cewek cuma dalam beberapa tusukan,,,"
"Emang sih,, kalo Pak Dako tangannya ga bisa diam, jago
banget ngerangsang orang biar cepat keluar,,, Tapi koq ibu
kayanya akrab banget sama Pak Dako,, jangan-jangan dari
dulu udah sering itu ya sama Pak Dako,,hihihi,," Gadis itu
tertawa genit sambil melontarkan pertanyaan yang
menyudutkan.
"Huussshh,, kamu ini,, aku akrab dengan Dako dan istrinya,
Zuraida, karena dia memang tetangga ku sebelum menikah
dengan Arga. tu orang emang nakal banget, untung aja
Zuraida orangnya pengertian,, jadi ga mungkinlah aku
ngehianatin orang yang udah baik banget ama aku,," terang
Aryanti.
Sewaktu masih sendiri, rumah yang disewa Aryanti memang
berada tepat di samping rumah Dako dan Zuraida yang baru
menikah. Dan hubungannya dengan Zuraida cukup baik, meski
sering dihias dengan celoteh nakal dari suaminya, Dako. Dari
mereka berdua jua lah akhirnya Aryanti bertemu dengan Arga.
"Diin,, punya kamu basah yaa?,,, hayooo,, mikirin punya siapa
nih,, punya Pak Prabu yang gede, batang Munaf yang gemuk,
atau punya Dako yang bengkok?,,hihihii,,"
"Iiihh,,, Mbaa Yantii,, habisnya dari tadi kita ngomongin punya
cowok terus sih,,, tapi tadi malam kita emang gila banget
yaa,,"
"Iyaa,, nyoba-nyobain batang punya cowok, mana ukuran dan
bentuknya beda-bedaa,,, Haduuuhhh,, Diiin,, punya mba basah
juga nihh,," Aryanti menjepit pahanya saat merasakan desir
cairan yang merembes keluar dari lipatan vaginanya.
* * *
Kita kembali kepada Arga yang kebingungan plus rasa sakit
yang menyertai. Cukup lama dirinya terdiam, berdiskusi
dengan hati yang galau. Mungkinkah Zuraida masih marah
pada dirinya. Dengan berat Arga melangkahkan kaki, berharap
jika memang wanita itu memang masih marah apa yang akan
diterangkannya dapat diterima.
"Mang, ngapain? Mau ngintip ya?,,," seru Arga saat
mendapati Mang Oyik celiangk-celinguk mencari-cari celah
untuk melihat ke dalam toilet. "Sana Gih,,,"
Ada beberapa kamar kecil dibangunan itu, meski tidak jelas
lagi mana toilet untuk wanita dan mana yang untuk pria, tapi
kebersihan tempat itu terpelihara dengan baik.
"Argaaa,,, ngapain disini,, kamu mau ngintipin aku?,, emang
punya Andini tadi masih kurang?,,, hehehehee,,,"
"Zee,,, apa yang kamu lihat itu salah,, justru aku yang sedang
dikerjai oleh Andini,,, Aku justru memikirkanmu terus,,," suara
Arga meninggi, hatinya yang sudah dipersiapkan untuk tenang
tersulut mendengar kata-kata pedas dari wanita yang
dikaguminya.
"Oyaaa,,, hehehee,, gapapa koq, itu masalah mu, istrimu aja
bisa santai, masa aku harus marah-marah,,"
"Zeee,,," kedua tangan Arga mencengkram pundak Zuraida,
memaksa wanita itu untuk menatapnya, mencari kebenaran
dari matanya.
"Percumaaa!!!,,, Mas Dako sudah memberikan waktu untuk
kita,, tapi percumaa,,, semua sia-siaaa, aku berharap kamu
masih seperti duluuu,, Tapii,,,," setetes air mata mengalir
dimata yang indah, ada kesedihan mendalam yang sulit untuk
dibaca dibalik wajah cantik berbalut jilbab putih.
Pikiran Arga semakin bingung dengan penuturan Zuraida,
mungkinkag wanita itu tau dengan rencana suaminya, dan
segala permainan gila yang tercipta.
"MINGGIIIR,, LEPAAASIN,,," Zuraida berontak, berusaha
melepaskan tangan Arga.
"Zeee,,, kamu salah Zeeee,, cuma kamu yang aku inginkan
saat ini,,,"
Entah karena frustasi, tidak tau lagi bagaimana harus
menerangkan kepada wanita bertubuh semampai yang berdiri
dengan goyah, Arga melumat bibir indah Zuraida, menciumi
wajah cantiknya.
"Eeemmmpphhh,,, Eeeengghhhh,, heeekkss,,"
Zuraida semakin kuat berontak, mendorong kepala Arga agar
menjauh dari wajahanya, tapi sia-sia. Lelaki itu tampak
kesurupan. Tangan Arga meremas bongkahan payudara
Zuraida, mengusap, memilin dengan liar. Sesekali wanita itu
melenguh, walau bagaimanapun rangsangan yang diberikan
Arga begitu kuat. Tapi entah kenapa rasa kesalnya tak
kunjung hilang.
"Bajingan kaaauuu Gaaa,," jemari lentik Zuraida sekuat tenaga
mendorong tubuh lelaki yang kini mulai menciumi lehernya,
berusaha menyelusup ke balik kain penutup kepala.
"Oooowwwggghhhkk,,, Ghaaaa,,," seketika tangan lentik
Zuraida menjambak rambut Arga saat bibir lelaki itu melumat
putingnya yang mengeras. Sangat sulit berkelit bahwa saat ini
dirinyapun tengah dilanda birahi.
"Slluuurrppsss,,, Ooowwwhhhsss,,, Zeee,, milikmuuu,,,
owwwhh,,,"
Arga mendengus, membuat tubuh Zuraida yang berkeringat
semakin panas oleh hembusan nafas Arga yang menderu
diantara sepasang payudaranya. Puting yang berwarna merah
muda itu sangat menggoda Arga untuk memberikan gigitan
kecil.
"Aaarrrggh,,,"
PLAAKKK,,,,
PLAAAKK,,,
"Ternyata kamuu memang ga bedaaa dengan merekaaa,,,,"
Arga terkejut, menarik wajahnya dari payudara Zuraida.
Pipinya terasa panas oleh dua hantaman yang cukup keras
dari tangan lembut seorang Zuraida.
"Asal kau tauu,, Dako itu memang liar, tapi satu yang
membuatku merasa nyaman untuk terus bersamanya,
Suamiku itu,,, suamiku Dako tidak pernah sekasar ini
padaku,,,dia tau bagaimana cara memperlakukan seorang
wanita,,
Arga mengusap pipinya, menatap mata Zuraida yang penuh
kemarahan.
"dan satu yang harus kau ingat, jangan samakan aku dengan
wanita-wanita yang dengan mudah kau tiduri. Dan kurasa Pak
Prabu masih jauh lebih baik dibanding dirimu,," air mata
dengan cepat membasahi pipi yang lembut.
"Kau ini kenapa Zee,,, kenapa berfikir tentang ku sampai
seburuk itu,,, Aku memang seperti mereka, seperti teman-
temanku, seperti suami mu yang senang untuk menaklukkan
wanita,,," Arga berusaha mengatur nafasnya.
"Ok,, aku memang sudah kasar kepadamu, tapi itu karena aku
sudah tidak tau lagi bagaimana harus menerangkan apa yang
terjadi,, apa yang kau lihat tidak seburuk yang kau kira,,,"
"asal kau tau,, jauh didalam hati ini aku selalu
menyayangimu, merindukanmu, mengharapkanmu lebih dari
apapun, dan jangan pernah lagi membandingkan aku dengan
Dako, Pak Prabu atau lelaki lainnya, aku ya aku, lelaki bego
yang rela menyerahkan wanita yang dicintainya untuk balas
budi,,, "
Sebenarnya Arga tidak sanggup melihat wanita yang
dicintainya itu menangis, tapi saat ini tangannya terasa begitu
berat untuk memeluk Zuraida, kata-kata keras dengan mudah
mengalir dari mulutnya, membuat air mata sang wanita
semakin deras mengalir, sesenggukan, menyembunyikan
wajahnya yang pilu diantara jemari yang lentik. Dan,, saat
semua telah terjadi, saat dirinya tersadar, pelukan selembut
apapun takkan sanggup membuat keadaan lebih baik.
"Maaf Zee,,, maaf,,, sungguh,,, hingga saat ini tak ada yang
berubah, hati ini masih mencintaimu,, Maaf,," suara Arga
terdengar getir, lalu melangkah keluar meninggalkan Zuraida
di lorong yang memisahkan kamar kecil yang saling
berhadapan.
Sepeninggal Arga, tangis Zuraida semakin deras. memukul-
mukul dinding, Meratapi pertualangan hatinya yang berakhir
tragis. Di balik ego nya yang begitu tinggi, sebenarnya Zuraida
sangat menikmati cumbuan kasar Arga, tapi rasa cemburu
kembali mengambil alih. Label sebagai wanita cantik yang
tidak mudah ditaklukan para pria, digenggamnya erat.
"Seharusnya kau rayu aku,, seharusnya kau bujuk aku,,, bukan
meninggalkanku seperti ini,,hikksss,, aku cuma ingin kamu
Gaa,,"
Bagi siapapun yang melihat kondisi Zuraida pasti akan
mencibir, seorang wanita dewasa yang berpendidikan tinggi,
disertai karir yang matang, meratap menangisi cinta layaknya
gadis SMU belasan tahun. Tapi itulah cinta, dapat membuat
seseorang menjadi layaknya anak kecil, menafikan pikiran
sehat yang selalu mereka agungkan. Dan rasa cemburu yang
selalu menyertai keagungan cinta, dapat merubah mereka
menjadi pribadi yang berbeda.
* * *
Arga mengayunkan kaki tanpa arah. Pikirannya sepenuhnya
dikuasai oleh Seorang wanita cantik bernama Zuraida.
"Paaaakkhh,,, Ooowwwhhh,,, gapapaaaa,, biar didaaaalaaam
ajaaa,, Aaagghhh,,,"
Langkah Arga terhenti disebuah bangunan kecil, bangunan
yang dituju oleh Dako saat menggiring si guru cantik Aida.
Arga yang tengah kalut justru tertawa mendengar rintihan
Aida, ikut menikmati tubuh montok Bu Guru cantik ini
mungkin dapat sedikit membantu menenangkan pikirannya,
pikir Arga.
Di dalam, Arga mendapati Adit yang tengah menunggangi
tubuh Aida yang mengangkang pasrah.
"Lhooo,, kamu Dit?,, Dako manaa?,,,"
Adit tertawa saat melihat wajah Arga dipintu. "Lubang Bu
Guru emang sempit banget Pak,, bener-bener maknyus
empotannya,,,hehehee,,"
Suara Adit yang menyapa Arga membuat Aida terkejut, lalu
menoleh ke arah pintu, seketika wajahnya yang tengah
terengah-engah pasrah menerima gempuran penis, tersipu
malu. Tak lama Adit tampak mengejang, tangannya erat
mencengkram pinggul Aida, menghentak kejantanannya jauh
kedalam rongga vagina, menghantar sperma kedalam rahim si
wanita.
"Oooowwhh,, owwhhh,,,oowwhh,, banyak banget Diiit,,," rintih
Aida, sangat menikmati setiap semprotan yang keluar dari
lubang penis. Sementara Adit tertawa bangga.
"Saya boleh ikut?,,," tanya Arga mengeluarkan batangnya,
mengurut pelan, memamerkan perkakas jumbonya kepada
Aida.
"Darimana aja bray,,," tanya Adit, melepaskan batang nya dari
jepitan vagina Aida.
"Adduuuuhh,,, bakal tambah bonyok nih,,," Aida menepuk-
nepuk vaginanya, seolah tengah merapal mantera agar alat
tempurnya sanggup meladeni batang Arga yang kemarin telah
berhasil membuatnya orgasme berkali.
"Kasian bu kalo saya make yang depan,,," ucap Arga.
"Duuuhh,,, masa yang di belakang lagi Pak,,, ya udah deehh,,
tapi pelan-pelan yaa,," Aida membalikkan tubuhnya
menungging, mengangkat tinggi pantatnya, sementara
kepalanya bersimpuh di lantai.
"Pelan-pelan Pak,,," sambil membuka liang anusnya, lagi-lagi
Aida memperingatkan Arga.
"Aaawwhhh,,, katanya di belakang koq malah nusuk memek
saya pak?,,"
Arga tertawa, tapi terus membenamkan batangnya jauh ke
dalam lorong, lalu bergerak maju mundur dengan perlahan.
"Duuuhhh,, penuhhh bangeeet pak,,, nikmaaat bangeeet,,, yang
depaaaan aja ya paaaak,, biar sama-sama enaaaak,,
owwwhh,,," Pantat Aida bergerak menjepit maju mundur,
berusaha agar batang itu tetap betah di dalam vaginanya.
"Tenang Bu,,,cuma minta pelumasnya aja koq,, kemaren waktu
saya tusuk dibelakang juga enakkan?,,"
"Iyaaa, tapi waktu itukan pake minyak goreng,,," Aida pasrah
saat Arga menarik keluar batangnya, dengan jarinya, Aida
berusaha membuka liang anusnya lebih lebar, mempersilahkan
batang Arga untuk bertandang.
"Weeekkssss Gila,, koq tadi ga bilang kalo yang belakang
boleh dipake Bu,," Adit kaget, tidak menyangka Aida bersedia
dianal, matanya mengawasi batang Arga yang perlahan
menghilang ke dalam tubuh guru cantik itu melalui jalur
belakang.
Adit
harus
mengakui kelebihan yang dimiliki batang Arga.
"Aaaahhhhh,,, yaaa,,,masssuuukkkhhh,," tubuh Aida
melengking, meski sudah pernah merasakan nikmatnya
dikerjai dari belakang, tetap saja penetrasi awal terasa sedikit
perih.
Aida menoleh ke belakang, "Suddaaahh masuk semuaaa
paaaakk,,,"
"Belum,, tapi ini udah cukup koq,," tangan Arga bergerak
meremasi payudara Aida, mengecup punggung mulusnya, lalu
menarik tubuh Aida agar lebih tegak. "Kau semakin seksi saja
Aii,,,"
Wajah Aida memerah mendengar pujian Arga,, "Pak Argaa bisa
ajaaa,,,"
"Asseeem,,koq keliahatannya mesra banget sih,,," Adit bingung
dengan tingkah Aida yang terlihat begitu serius untuk
melayani setiap keinginan Arga.
"Silahkaaan dinikmaati Paaakss,,," Aida justru semakin
bergairah mendengar komentar Adit, sambil berpegangan pada
kursi, wanita itu menggerakkan pinggulnya, memberikan
jepitan terbaik anusnya untuk memanjakan batang sipejantan.
"Owwwhhhh,, Tuuu kaann tambah mantap aja goyangan
bininya Munaf ini,,, oowwhh,," Arga memegangi pinggul Aida
untuk menyetir kecepatan ritme yang diinginkannya.
"Dit,, Munaf kemanaaa,," tanya Arga tanpa menghentikan
gempurannya.
"Tadi aku suruh Aryanti dan Andini menemani Munaf ngobrol,
makanya aku bisa kesini,,, hehehee,," jawab Adit.
Mendengar suaminya disebut-sebut, goyangan pinggul Aida
justru semakin ganas, entah kenapa birahinya terlecut.
"Paaakk,,, sooddooookk depaaan duluuu paaak,," rintih Aida.
Arga yang sudah hapal dengan tingkah Aida yang ingin
orgasme segera mencabut batangnya dari anus, dan tanpa ba
bi bu, langsung menghajar vagina Aida dengan cepat.
"Paaaakk nikmaaaattss,,, penuhhh bangeeeeettss,,,Aaaggh,,,
cepaaattt,,"
"Asseeeeemm,,, kenapa tambah legit ni memeq Aaaiii,,," Arga
semakin cepat merojok batangnya ke kemaluan guru cantik
itu.
"Paaakk sayaaa keluaaarrr,,, Aaauuuhhhh,,, tahaaannn,,
sodoook yang daaalaaam,,,Aaaahhh,," tubuh Aida melengking,
berkelojotan liar, hingga akhirnya melemah.
"Balik Ai,,," pinta Arga meminta Aida kembali telentang,
sebenarnya Arga lebih senang gaya missionoris ini, karena
dirinya dapat dengan jelas melihat ekspresi wanita yang
tengah menikmati rojokannya.
Aida telentang, memeluk kedua pahanya, hingga lorong vagina
dan anusnya terentang, memberikan pilihan bebas kepada
Arga untuk menikmati mana yang diinginnya.
"Aaaauuuhhhh,,, emang doyaaan lubang belakang yaaa
paaak,,," seru Aida saat Arga menusuk anusnya.
"Ngga juga,,, kali ini aku pengen nyemprot dirahim istrinya
Munaf,," jawab Arga, membuat gairah Aida kembali terlecut.
"Paaaakk,,, seneng nyodok meme qsss bini orang
yaaaa,,,Aaaahh,,," Aida merentangkan kedua pahanya,
mengekspos lorong vagina yang terlihat sempit. Menggoda
agar vaginanya kembali disodok.
"Aaaahh,,, Siaaal,,, pinter banget ssiihh si Munaaaf nyari
meqi,,, Aaaagghhh,,, nih rasaaiiinnn,," lagi-lagi Arga mengganti
tujuan serangannya.
"Paaakk,,, masukin lebih dalaaamm,," rintih Aida saat melihat
sebagian batang Arga masih di luar vaginanya.
"Yaaaaooohhh,,, menthhoookk,,, aauuwww,,"
"Paaakk,,, jangaaan keraasss-kerass,," kini justru Aida yang
meringis, saat dasar vaginanya digedor dengan keras.
BLEEGG...
"Aaaaggghhh,,,"
Seketika Arga menghentikan gerakannya, "Masuk kemana tuh
Ai,," tanya Arga saat kepala penisnya menerobos lorong yang
lebih sempit.
"Gaa,, taaauu,,," jawab Aida sambil meringis menahan nyeri,
mengamati batang Arga yang menghilang sepenuhnya
kedalam tubuhnya. "Gerakin pelaan-pelaaan,, masih enak koq,,
enaaak bangeeet,,"
"Aii,, Aiddaaaa,, aku ga taahaaann,,,empotan mu semakin
dahsyaaaat,,,"
"Gilaaa,, Aidaaa,,," Arga memeluk tubuh Aida dengan kuat.
Menggencet payudara empuk dengan tubuhnya, melumat bibir
ibu Guru cantik utu dengan ganas.
"Naaaaaaff,, aku nitip ngecrot dimeqi istrimuuu,, Aaarrgghhh,,,"
tubuh Arga berkelojotan. Disusul lengkingan orgasme dari
Aida.
Adit yang menyaksikan persetubuhan itu tercengang, tak
pernah dirinya orgasme sedahsyat kedua orang itu.
* * *
Kita kembali ke Zuraida yang meratapi nasib hatinya.
"Bu,,, ibu ngga kenapa-kenapa kan Bu,,," Pak Prabu yang tidak
sengaja lewat, mendengar pertengkaran antara Zuraida dan
Arga, cukup kaget dirinya saat mengetahui hubungan
tersembunyi antara kedua insan itu.
Namun saat Arga meninggalkan wanita cantik itu menangis
sendiri, hatinya menjadi iba. Tangannya yang kasar
menyentuh pundak Zuraida yang masih sesenggukan
menghadap dinding, penangkupkan kepalanya ke dinding
dengan berlapakkan punggung tangan.
"Buuu,, ibu memang berbeda dari wanita lainnya,,, saya tau
ibu hanya ingin melakukan segalanya atas dasar cinta, dan itu
tidak salah,,," Pak Prabu mengeluarkan kata-kata bijaknya,
memilih untuk bersikap dewasa daripada memuaskan hasrat
tangannya untuk menggerayangi tubuh wanita cantik yang
tampak lemah itu.
"Tapi bukan berarti ibu harus terpenjara dalam kungkungan
hati yang selalu berharap lebih, cobalah untuk menikmati apa
yang ibu jalani lebih apa adanya."
"Meski sulit, bebaskanlah dengan perlahan hasrat ibu pada
lelaki yang ibu cintai itu, tanpa mengabaikan apa yang terjadi
disekitar," petuah dari Pak Prabu mengalir lembut, sementara
hasratnya untuk mencumbu tubuh Zuraida mulai bergolak.
Tangannya terus mengusap-usap punggung wanita itu seolah
berusaha untuk menenangkan. Meski sesekali telapak
tangannya nyasar kebongkahan pantat yang terpapar, seolah
menunggu untuk dicumbu.
Sebenarnya Pak Prabu sendiri kagum dengan kata-kata yang
dilontarkannya, bagaimana bisa mulutnya yang terbiasa
berkata kasar, mampu membuat Zuraida mengangguk
mendengar petuahnya. Tapi memang itu lah adanya, kata-
kata Pak Prabu meresap tanpa rintangan kehati Zuraida yang
tengah labil, yang tak lagi memiliki pertahanan untuk
memproteksi hatinya.
"Lihatlah teman-teman ibu yang lebih memilih untuk
menikmati hidup, tanpa mengesampingkan rasa cinta mereka
kepada lelaki yang mereka kasihi, mengusir jauh rasa cemburu
yang hanya akan memperburuk keadaan, mereka justru bisa
tertawa lepas tanpa beban,"
Kata-kata dari mulai sulit untuk diterima oleh logika orang
yang waras, namun lagi-lagi kepala Zuraida justru
mengagguk. Wejangan yang keluar dari mulut yang berbau
tembakau itu mulai menyimpang, seiring tangannya yang
perlahan tapi pasti mulai bergerilya, menyentuh pelan tepian
payudara si wanita. Zuraida bukannya tidak sadar dengan
aktifitas tangan Pak Prabu, tapi saat ini hatinya tangah
berusaha mencari pembenaran, pembenaran atas orgasme
yang didapat Andini saat mengangakangi Arga. Pembenaran
atas orgasme yang didapat Aryanti diantara tubuh suaminya
dan Pak Prabu. Pembenaran atas rengekan dan lenguhan
manja Sintya saat dicumbu oleh Arga.
"Maaf Pak, aku bukan wanita seperti mereka, yang bisa acuh
saat tubuhnya dinikmati lelaki yang tidak dicintainya,,, maaf,,,"
Zuraida menepis tangan Pak Prabu, berusaha mendorong
tubuh lelaki itu.
"Ohh,,, maaf,,, aku terbawa suasana, tapi kalau tidak salah aku
tadi melihat dua orang pria yang kau kasihi sedang
mendapatkan servis gratis dari Bu Aida,,"
Deegg!!!,,,keterangan yang diberikan Pak Prabu tepat sasaran,
menghancurkan pertahanan terakhir dari kesetiaan hati
seorang wanita.
"Paaak,, apa seseorang harus memiliki alasan untuk berbuat
nakal?,," tanya Zuraida pelan, hampir tak terdengar.
"Tidak, mereka hanya ingin menikmati hidup,,," bisik Pak
Prabu dengan suara yang sangat meyakinkan.
Air mata yang bening kembali mengalir, memproklamirkan
rasa sakit yang disandang oleh hatinya yang merapuh.
Mengapa yang lain bisa,,,
Mendua dengan mudahnya,,,
Sementara kita terbelenggu,,,
Dalam ikatan tanpa cinta,,,"
Di antara kewarasan yang tersisa, wanita itu sadar bahwa
Pak Prabu memiliki hasrat yang begitu besar atas tubuhnya.
Usapan yang lembut menjelma menjadi remasan nakal. Dan,
wanita itu juga sadar, jika dirinya terus diam tak berkelit,
maka hanya menunggu waktu bagi tangan itu untuk
menyentuh setiap bagian dari tubuhnya yang mengundang
hasrat para lelaki.
"Paaakhhh,,,Eeeenghhh,," Zuraida melenguh saat kedua
payudaranya direngkuh dengan lembut oleh telapak tangan
yang kasar. Bibirnya tersenyum nyinyir, mengakui ketepatan
tebakannya, memang seperti inilah lelaki, tak ada yang
berbeda.
Kini semua tergantung dirinya, apakah harus menepis tangan
yang kini berusaha menyelinap ke dalam kaosnya, ataukah
membiarkan sisi lain dari dirinya bertualang. Menikmati apa
yang dinikmati oleh wanita lainnya, tanpa beban, tanpa rasa,
tanpa cinta, hanya hasrat yang ingin dicecah dalam digdaya
birahi.
"Eeeengghhh,,," tubuh wanita itu terlonjak, setelah Arga, kini
giliran Pak Prabu yang menikmati ranum nya payudara
seorang Zuraida.
Kepala lelaki yang mendekati umur 50an itu menyelinap
diantara ketiak Zuraida, melahap buah dada yang dibiarkan
pemiliknya dalam diam. Meski sesekali bibir sensualnya
merintih.
"Paaaak,, sakiiit,,,"
"Sakiiit?,,," Wajah Pak Prabu mendongak, menatap Zuraida
yang mengangguk dengan ekspresi yang tak dapat ditebak.
"Kena kumis saya ya?,," Pak Prabu nyengir, wajah sangarnya
jadi terlihat sangat lucu, lagi-lagi Zuraida mengangguk
dengan tawa dikulum.
"Kenapa aku bisa seperti ini,, tersenyum dan membiarkan
mulut seorang lelaki menikmati tubuhnya yang selalu
terlindung oleh pakaian yang tertutup??,, ini salaaah,,, ini
tidak benar,," hati Zuraida mencoba protes.
Tapi tidak dengan tubuhnya, tangannya justru mengusap
kepala Pak Prabu, merestui apa yang diinginkan lelaki itu atas
tubuhnya. Parahnya lagi, tanpa sadar, pinggul Zuraida justru
menyambut cumbuan batang Pak Prabu yang mulai mengeras,
menggasak pantatnya dalam hijab celana legins.
"Uuuggghhh,,, Paaaak,,," wajah Zuraida tampak memelas.
Mencoba memberikan perlawanan atas setiap stimulan yang
diberikan pejantan dari belakang tubuhnya.
Di balik rintihan, hatinya terus berkecamuk, menentang nurani
dengan mencari-cari pembenaran atas perbuatannya ini. Dan
sialnya rasa cemburu, cinta yang terluka, hingga sikap sang
suami yang selalu memilih hubungan yang liberal, mampu
menumbangkan nurani yang kini jatuh terjerembab. Pak Prabu
membalik tubuhnya, menatap dengan lembut.
"Bu Dokter, Pantatmu nakal banget,,," bisik Pak Prabu.
Membuat Zuraida membuang muka, tersipu malu.
"Kenapa kamu tadi menolak cumbuan Arga, bukankah kamu
mencintainya?,,,"
"Paaak!!!,,," Zuraida segera menurunkan kaosnya,
menyembunyikan payudaranya yang tersembul bebas.
Wajahnya cemberut. Berusaha mendorong tubuh Pak Prabu.
"Okee,,Okeee, sorry,,, aku takkan mengungkitnya
lagi,,,sorry,,,""Sekarang,,, mari kita nikmati kebebasan hatimu,,,
aku bersedia koq jadi alat peraga,,, dan aku takkan bilang-
bilang pada yang lain,,"
Tapi Zuraida masih saja cemberut, padahal saat ini dirinya
mulai bisa menikmati perselingkuhan hatinya.
"Eeeeenggghhh Paaaak,,," tiba-tiba tubuh Zuraida terhimpit ke
dinding, saat Pak Prabu menggasak selangkangan wanita itu
dengan batang yang mengeras.
Lelaki itu terus menggesek-gesek selangkangan Zuraida
dengan batangnya, seolah ingin memamerkan keperkasaan
senjatanya, yang menjadi misteri bagi wanita yang selalu
mengenakan penutup kepala itu. Zuraida dapat merasakan
betapa kerasnya batang yang berada dibalik celana pantai itu.
Batang yang saat game tadi sempat mencuri perhatiannya.
Pancingan Pak Prabu berhasil, kini mata Zuraida tertuju
kebawah, dengan malu-malu, sesekali pinggulnya maju,
seolah menyambut cumbuan kelamin sang penjatan dengan
vagina yang mulai membasahi celana dalam dan leggins nya.
"Paaak,,," tangan Zuraida memegang pinggul Pak Prabu,
mengikuti ulah Pak Prabu yang lebih dulu memegang
pinggulnya. "Punya bapak nakal banget,,,Eeenghhh,,," bisik
Zuraida saat menyambut gesekan kerasnya batang Pak Prabu
dengan gerbang vagina yang gemuk.
Zuraida yakin, seandainya pakaian bawah mereka tak tertutup
pakaian, dapat dipastikan batang itu pasti sudah menyelusup
kedalam tubuhnya dengan cepat. Tapi Zuraida lebih
menikmati percumbuan seperti ini. Kenakalan yang
dianggapnya masih dalam batas wajar, seperti saat game
tadi. Mungkin bagi orang yang melihat akan tampak lucu,
tubuh kedua insan itu begitu kompak bekerjasama, saling
menggesek selangkangan mereka.
"Aku tak yakin kau bisa mengeluarkan burung itu dari
sangkarnya, tanpa harus memegangnya,,," tantang Pak Prabu
sambil meremas pantat montok Zuraida.
"Oyaaa,,, apa yang aku dapat jika aku berhasil
melakukannya?,,,"
"Hhhmm,, apa saja yang kau mau?,,"
Zuraida tersenyum, "Aku ingin Mas Dako dikasih liburan ke
Madrid, tapi hanya kami berdua,"
"Hahahaa,, itu gampang, tapi jika kamu gagal,,, Aku mau,, kita
melanjutkan game yang terhenti tadi,,," jawab Pak Prabu
sambil mengusap selangkangan Zuraida, membuat wanita
terhenyak, menggeliat geli, lalu mengangguk dengan lemah.
Hati Pak Prabu berteriak girang bukan main, tapi berusaha
terlihat santai. "Okee,, jadi sekarang,, cobalah untuk
membebaskan burungku, tanpa melepasnya," Pak Prabu
melepas kaosnya, memamerkan tubuh yang masih terlihat
tegap. Meski perutnya mulai berlemak, namun dada yang
bidang dipenuhi rambut-rambut halus membuat pikiran
Zuraida semakin kacau.
"Eeeenghhh,,," Wanita itu melenguh, saat merasakan bibir
vaginanya kembali diusap oleh tonjolan di balik celana Pak
Prabu.
Zuraida berusaha mengangkat selangkangannya lebih tinggi,
mencoba menjangkau tepian celan Pak Prabu dengan
selangkangannya. Sambil menekan kebawah Zuraida berusaha
menarik kebawah tepian karet celana.
"Paaak ini sulit banget,, karetnya kencang bangeeetsss,,,"
rengek wanita berjilbab itu, gesekan yang semakin intens
membuat bibir vaginanya semakin basah.
"Coba lah terusss,,," pinta Pak Prabu sambil meremasi pantat
Zuraida.
Pak Prabu yang tidak tahan ingin memamerkan batangnya,
berusaha membantu, membungkukkan badannya, agar
selangkangan Zuraida bisa lebih bebas bergerak, menarik
turun celananya. tapi tetap saja terasa sulit.
"Pak,,,,Eeengghhhhh,,, Paaak,,," mata Zuraida melotot saat
melihat kepala dari batang Pak Prabu mulai mencuat keluar.
Semakin cepat pinggulnya bergerak berusaha menurunkan
dengan selangkangannya.
Dan kini batang Prabu telah mencuat sepenuhnya, tapi
pinggul Zuraida terus bergerak menggesek, membuat
selangkangannya semakin basah.
"Sudahh pak,,, burung bapak sudah keluar,,," rintih Zuraida,
matanya menatap Pak Prabu dengan wajah sendu, sementara
pahanya menjepit batang Pak Prabu dengan kuat. "Burung
Bapaak besar bangeeeet,,,"
"Yaaa,, sudaahh keluar,, teruss?,,," jawab Pak Prabu terdiam,
meminta pendapat Zuraida.
"Terusss,, Apaaa?,," Zuraida menggumam tak jelas, balik
bertanya, tidak tau lagi dengan petualangan seperti apa yang
akan terjadi. Nafasnya menderu menikmati gerakan batang
Pak Prabu di antara jepitan pahanya.
Tangan pak Prabu yang dari tadi terus meremasi pantat
Zuraida beringsut keatas, memegang tepian leggins Zuraida.
"Boleeeehh?,,,"
"Eeengghhh,,," Zuraida bingung, hatinya panik, lalu
mengangguk ragu-ragu, tak yakin dengan keputusannya.
Tanpa menunggu persetujuan lebih jauh, perlahan tangan
kekar Pak Prabu menarik turun leggins putih yang sedari tadi
menghalangi pertemuan kulit kelamin mereka.
"Paaak,,," Zuraida mencengkram tangan pak Prabu. "Yang itu
jangan pak,,, saya mohooon,,," wanita berusaha
mempertahankan kain kecil yang menjadi pertahanan terakhir
dari alat senggamanya.
"Zee,,, Plisss,,,"
Zuraida terkaget, saat mendengar sebutan nama yang hanya
digunakan oleh Arga, tangannya melemah, menuntun tangan
Pak Prabu untuk melucuti pertahanan terakhirnya.
"Oooowwwhhh,, Paaak,,, saya ga bisaaa,," tangannya dengan
cepat menahan batang Pak Prabu yang berada tepat didepan
bibir kemaluannya.
"Kenapaa Bu,,, pliss saya mohon,, saya ga kuat lagi buuu,,,
izinin punya saya masuk,,," rengek Pak Prabu.
"Tapi saya benar-benar ga bisa melakukannya tanpa rasa,,
rasa cintaa,,,mengertilah Pak,,,"
"Buu,,, Eeemmmpphhh,,, eemmmphh,,," Pak Prabu melumat
lembut bibir Zuraida. Mata mereka berpandangan saling
berkirim pesan, ciuman Pak Prabu begitu lembut membuat
jantung Zuraida gemetar.
Perlahan mata Zuraida terpejam, seiring batang Pak Prabu
yang menyentuh lebut klitoris kemaluannya, menggesek pelan.
"Oooowwgghhh,,," Wanita itu melenguh saat Pak Prabu mulai
memberikan tekanan untuk penetrasi.
"Paaak,,, jangan,,, Hiksss,,,," Tiba-tiba Zuraida memundurkan
pinggulnya, menjauhkan batang Pak Prabu dari bibir vagina
yang menagih untuk dijejali. Tangisnya kembali tumpah.
Di saat dirinya berniat untuk menyambut kesenangan yang
ditawarkan Pak Prabu, wajah Arga hadir bersama percumbuan
panas mereka sebelum akhirnya Arga menghilang
meninggalkan dirinya dan Dako.
"Saya mohon Paaak,,, Mengetilah,, ini bukan sekedar mencari
kesenangan, tapi tentang janji seorang wanita," air mata
Zuraida mengalir semakin deras.
"Owwwhhh,,, maaf,,, saya memang kelewatan,,, maaf,,," Pak
Prabu mengusap-ngusap pundak Zuraida.
Meski dirinya bisa saja sedikit memaksa untuk menyetubuhi
wanita yang tengah labil itu, entah kenapa hatinya tidak tega
untuk terus mempermainkan nafsu dan perasaan wanita
cantik itu.
"Benahi lah pakaian mu,,," Pak Prabu membantu menurunkan
kaos Zuraida yang berantakan.
"Hiikksss,, makasih pak,,, terimakasih,,,hiksss,hikss,," entah
kenapa Zuraida merasa seperti baru saja terbebas dari ujian
yang besar.
"Kau memang berbeda,,, sungguh sangat beruntung lelaki
yang mendapatkan cintamu,," Pak Prabu tersenyum, lalu
mengecup lembut kening Zuraida.
Zuraida terkaget saat keningnya dikecup dengan lembut, lalu
berusaha tersenyum.
"Pak,,, makasih,,," tiba-tiba Zuraida memeluk tubuh lelaki itu
dengan erat.
"Sudaah,, sudahh,,, jangan lama-lama memeluk saya, nanti
burung nya bangun lagi lho,,, haahaaaha,,"
Zuraida melepas pelukannya, berusaha menahan tawanya.
"Anggap aja tadi ujian dari setan, dan kamu sukses berhasil
lepas dari ikatannya,,, hahahaa,,"
"Iiihh,, ya ngga gitu lah Pak,, masa setan sih,, hahahha,, justru
bapak itu malaikat penolong yang menyadarkan
saya,,hahahaa,," Kali ini Zuraida tak mampu menahan
tawanya.
"Tapi,, bila nanti saya sudah menyelesaikan janji cinta saya,
mungkin kita bisa mencobanya lagi,,"
DEGG,,,
Zuraida terkejut dengan apa yang diucapkan oleh bibirnya,
lidah memang tak bertulang.
"Yang Bener,,, Yeaaahhh,,,"
Wanita itu tersenyum kecut, baru saja dirinya membuat janji
baru, janji dengan malaikat penolongnya.
"Tapi boleh saya meminta panjernya dulu,,"
"Maksud bapak?,,,"
Tanpa memberikan jawaban, Pak Prabu kembali melumat bibir
Zuraida, hingga membuat wanita itu gelagapan.
"Plisss,, sekarang saya yang minta tolong,,," ucap Pak Prabu
dengan wajah memelas, tangannya menarik karet celana ke
depan, memperlihatkan batang yang masih mengeras.
"Teruss,, saya mesti gimana,, tolong jangan minta saya
mengoral, saya tidak pernah melakukan, walau dengan suami
saya,," bingung apa yang mesti diperbuatnya.
Pak Prabu juga terlihat bingung.
"Tapi,,, Kalo Bapak mau, bapak boleh melakukannya di luar,,,"
Zuraida membalikkan tubuhnya, tangannya bertumpu ke
dinding, dengan wajah malu-malu wanita itu menunggingkan
pantatnya. "Kalo digesek-gesek seperti tadi bisa keluar ga
Pak?,,"
"Ooowwhh,, Bu Dokteeeer,,," wajah Pak Prabu berbinar, lalu
menyergap tubuh Zuraida dari belakang, tangannya segera
meremas payudara ranum Zuraida.
"Ooowwhhh,,, Buuu,,," Pak Prabu segera menggesek-gesekkan
batang yang ada di dalam celananya ke bongkahan pantat
Zuraida yang masih terbungkus leggins.
Tapi mereka sadar, kain yang menutupi tubuh mereka masih
terlalu tebal untuk dapat saling merasakan suguhan yang
ditawarkan.
"Woooyy,,,ayooo kumpuuuul,,, bersiap untuk game terakhir,,,"
Sayup-sayup terdengar teriakan lantang Bu Sofie, yang
memanggil untuk berkumpul.
"Buu,,"
"Yaa,, yaa,, saya tauu,, waktu kita tak banyak,,, keluarkanlah
burung bapak,," Zuraida memberi perintah, tapi justru tangan
lentiknya yang terhulur ke belakang, menarik keluar batang
Pak Prabu.
"Ooowwwhhh,,, Buuu,, ini jauh lebih baik,,," dengus Pak Prabu
yang segera menyelipkan batangnya dilipatan paha Zuraida,
bergerak maju mundur selayaknya orang bersenggama.
Zuraida yang merasakan vaginanya mendapat gesekan-
gesekan dari batang mulai dilanda gairah yang tadi sempat
meredup.
"Buuu,,,waktu kita ga banyak bu,,,"
"Lalu gimana lagi Pak,,," Zuraida menoleh, bingung bagaimana
lagi untuk menyelesaikan panjer dadakan itu secepatnya.
"Ya sudahlah,,semoga ini bisa membantu,,tapi jangan
dipelototin paak,,, saya maluu,," dengan jantung bergemuruh,
Zuraida menurunkan celana leginsnya, memamerkan pantat
mulus berhias celana dalam mungil. meski sadar ini sudah
terlalu jauh, tapi kondisi memaksa melakukan itu.
"Makaaassiiihhh,,, Bu,,, Aaaawwhhh,,, Buuu,,," Tanpa
membuang waktu Pak Prabu segera menjejalkan batangnya
kelipatan paha tepat didepan bibir vagina gemuk yang tertutup
kain tipis.
"Aaaaggghhh,,, Paaak,,, lubangnya jangan disundul paaaak,,,"
Kini giliran Zuraida yang mulai kelabakan.
Berkali-kali batang Pak Prabu yang keras menghentak bibir
vaginanya,membuat sebagian kain celana dalamnya masuk ke
dalam lipatan vagina.
"Aaaaghhh,,, Aaaanghh,,, Aaaangghh,,," bibir Zuraida terpekik
setiap batang Pak Prabu menggasak kain tipis yang menjadi
pelindung terakhir lorong vaginanya.
Serangan yang bertubi-tubi membuat kain itu semakin tertarik
kebawah, dan semakin banyak pula bagian kain yang
memasuki vagina Zuraida. Tangannya yang bertumpu
didinding gemetar menahan birahi. Alat senggamanya yang
sangat sensitif, dapat merasakan sebagian dari helm
kejantanan Pak Prabu, berhasil menyatroni bagian dalam
kemaluan yang sudah sangat basah.
"Paaak,, sayaaa ga kuaaat lagi paaak,,,"
Merasakan nikmatnya hentakan-hentakan yang tertahan itu,
membuat tubuh sang wanita semakin penasaran, pantatnya
semakin menungging, berusaha memberi akses untuk
hentakan yang lebih keras. Seolah berharap batang perkasa
itu mampu merobek kain tipis yang menghalang, dan
menyelusup masuk memenuhi setiap sisi rongga vagina.
"Aaaagghhh,,, Paaak,, "
Tiba-tiba Zuraida menoleh ke belakang, wajahnya terengah-
engah menahan birahi. Dengan tubuh yang berusaha menahan
hentakan, wajahnya mengangguk memberi isyarat, untuk
persetubuhan yang sesungguhnya. Tangan lentiknya terjulur
ke selangkangan untuk menyibak kain yang menjadi
perhalang, kenikmatan yang tertahan. Tapi belum sempat
tangannya menyentuh kain itu,,,
"Aaaaaaaaaggghhhhh,,, Buuuuu,,, Sayaaaa keluarrrrr,,,
Aaaagghhh,,, Pak Prabu menghentak dengan kuat, kerasnya
sodokan Pak Prabu membuat sebagian kepala penisnya
merangsek masuk ke dalam vagina.
"Aaaaggghhh,,, Tubuh mu memang nikmat banget,,,"
Zuraida dapat merasakan sperma yang menghambur tertahan
oleh kain, merembes membasahi bibir dan sebagian dinding
kemaluan.
"Maaf Buuu,,, tadi ibu mau ngelepas CD yaa,," tanya Pak
Prabu masih dengan nafas memburu.
"Owwwhhh tidaaak,, tapi hentakan bapak terlalu keras, takut
membuat CD saya robek," jawab Zuraida cepat sambil tersipu
malu. Matanya tak lepas dari perkakas milik sang pejantan
yang kembali dimasukkan kedalam celana.
"Hampir sajaa,," Hati Zuraida menggumam, entah merasa
beruntung semua tidak terjadi lebih jauh, entah merutuki
kesempatan akan kenikmatan yang terbuang.
To be continued...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.