Kamis, 05 Maret 2015

The Orgy Club 3: Buih Cinta di TengahLautan Birahi

The Orgy Club 3: Buih Cinta di Tengah
Lautan Birahi
"Amel ya...dia sebenernya anak yang baik, orangnya gak
bertele-tele, pinter lagi, gua baru tau cerita dia kaya gitu, ke
gua aja yang kenal lebih lama belum pernah cerita, tapi ke lu
udah, gua rasa dia juga sebenernya ada hati ke lu Ric" kata
Indra mangut-mangut mendengar curhatku, "oh iya makasih
Mas!" katanya pada si mas pembantu kantin yang baru
mengantarkan pesanannya.
Saat itu jam setengah sepuluh pagi, baru bubaran kuliah pagi.
Kami makan pagi sambil ngobrol mengenai orgy club dimana
aku baru saja menjadi newbie-nya yang berkat rekomendasi
dari temanku yang satu ini. Dan baru pada Indra lah aku
curhat mengenai perasaanku terhadap Amel yang tiba-tiba
saja timbul setelah aku ML dengannya dan ia mulai terbuka
padaku. Aku tidak ingin langsung mengatakan ini cinta karena
aku ingin lebih berhati-hati mengenai yang satu itu agar tidak
sakit hati lagi setelah dikhianati mantanku.
"Ya itulah aneh kan Dra, gua kayanya ada rasa ke dia tapi
malah enjoy kalau liatin dia digituin sama orang lain, lagian
dia itu kan lebih tua dari gua, gua pengennya yang lebih muda
daridulu juga"
"Haiya masa soal itu aja dimasalahin kaya milih milih mobil,
gini aja deh bro, mulai sekarang gua ga akan pernah nyentuh
si Amel lagi sampe lu mutusin kalau lu emang ga pengen
macarin dia"
"Pacarin? Wah gua belum kepikir kesitu sumpah, buru-buru
mutusin pacarin malah bikin sakit ati kaya yang dulu-dulu."
"Udah, nyantai aja mikirnya, jodoh gak jodoh udah ada yang
atur, kalau lu mau minta pendapat cewek soal ini ke Kak
Angel deh, dia itu cewek yang dewasa bukan cuma umur tapi
juga pemikiran, dia paling enak buat teman curhat, percaya
deh"
Tiba-tiba BB Indra berbunyi dan ia mengangkatnya lalu
berbicara selama beberapa saat, aku cuek meneruskan
makanku sampai ia menyelesaikan bicaranya
"Huh sialan, baru inget habis masa aktif!" gerutu Indra ketika
mengirim pesan yang gagal.
"Mau pake yang gua dulu?" tawarku
"Ngga...ntar aja....eeehh hhmmm...Ric!" tiba-tiba wajah Indra
tersenyum penuh arti sambil memandang lurus ke belakangku
"Apa?" jawabku
"Gua lagi butuh pulsa nih, mau ga kita taruhan kalau gua
menang lu isiin mentari 100 buat gua, gimana?" tantangnya.
"Kalau lu ga menang gimana?" tanyaku lagi
"Ntar gua yang beliin pulsa buat lu kalau dah habis"
"Boleh...taruhan apa emang? Bola?" aku menyeruput air
mineralku.
"Bukan...lu pasti seneng deh, tuh lu liat di sana, tuh dokter
itu!"
Aku
menengok ke belakang mengikuti pandangan matanya, kulihat
Dokter Lea, salah satu dokter klinik kampus dan juga salah
satu dosen di fakultas kedokteran, baru saja menyelesaikan
makannya dan hendak beranjak.
"Dokter Lea, napa emang? Naksir lu?"
"Gini, kalau gua bisa ngentotin dia, gua menang, deal?"
katanya dengan suara dipelankan.
Aku menanggapinya dengan tertawa, aku pikir temanku ini
tidak waras atau apa, ini kan namanya cari penyakit, dia kira
ini di kost/klub apa? Bisa begituan seenaknya? Apalagi
dengan dokter kampus, kena gampar saja masih untung,
paling parah bisa-bisa di DO atau malah dituntut pelecehan
seksual.
"Hiihihi...Dra...Dra, otak lu korslet ya? Kelamaan di klub
ditambah nyandu JAV sama hentai ya!" tawaku
"Sekarang lu ketawa, nanti kita liat hasilnya, gimana? Deal
ga?" tantangnya lagi.
Aku jadi penasaran juga nih, pakai cara apa dia kira-kira,
Indra ini memang orangnya supel dan dengan lawan jenis
gampang akrab, tapi kalau bisa merayu dokter kampus
sampai mau diajak ML dalam sehari rasanya 'mission
imposible'. Maka kutepuk sambutan telapak tangannya
pertanda menerima tantangannya, kan lumayan tuh dapet
pulsa seratus ribu.
"Oke deal ya...yuk sekarang ikut gua, dia pasti balik ke klinik,
ayo mumpung hari Jumat lagi ga banyak orang." ajaknya.
Aku mengikuti Indra ke klinik kampus dekat fakultas
kedokteran, suasana hari Jumat tampak lenggang seperti
biasanya. Kamipun tiba di depan klinik itu, Indra mengetuk
pintunya.
"Masuk!" sahut suara wanita dari dalam sana.
"Ehh....kamu Ndra, ada perlu apa nih?" tanyanya ramah, ia
sedang membaca dokumen medis di mejanya.
Sebagai gambaran, Dokter Lea ini adalah seorang wanita 30
tahun dengan rambut pendek sebahu, wajahnya yang imut dan
murah senyum membuatnya terlihat lebih muda dari usia
sebenarnya. Aku sendiri agak tidak percaya ketika belakangan
mengetahui usianya. Aku sih hanya sekedar tahu saja tentang
dirinya, memang banyak yang bilang ia adalah dokter cantik,
tapi tidak sampai kenal karena aku tidak pernah sakit sampai
harus ke klinik kampus.
"Pagi Dok...mau medical check up nih!" sapa Indra, "ini teman
saya Rico" ia memperkenalkan diriku.
"Rico" aku menjabat tangannya yang halus lalu duduk di
depan mejanya bersama Indra, ia tersenyum manis sekali.
"Lagi ga sibuk kan Dok?" tanya Indra
"Gak kok, biasa hari gini emang sepi, yang mau medical check
up kalian berdua nih?"
"Iyah Dok, saya aja dulu ya!" kata Indra
"Baik...yuk duduk di ranjang sana" Dokter Lea menutup map-
nya dan berjalan ke arah ranjang pasien di pojok.
Indra mengikuti dari belakang, aku jadi makin penasaran apa
yang akan dilakukannya, masa dia mau senekad itu
memperkosa Dokter Lea? Beberapa langkah dari ranjang
pasien, tiba-tiba Indra menarik lengan Dokter Lea dan
membalikkan tubuhnya menghadap dirinya lalu didekapnya
erat. Mulut Indra langsung nyosor mencium bibirnya.
"Ahhh...Dra! Kamu gila yah!" serunya sambil memalingkan
muka melepaskan diri dari mulut Indra yang mulai nakal dan
sudah mulai menciumi lehernya.
"Ah, dokter ini. Santai aja, dia member klub terbaru kok" sahut
Indra enteng dan dengan sigap ia menyingkap rok span hitam
Dokter Lea hingga terpampanglah paha mulus dokter cantik
itu.
Segera setelah itu Indra mencumbunya habis-habisan
sehingga Dokter Lea terlihat mulai enjoy dan akhirnya dia
berkata,"Uhhh...dasar...bilang kek dari tadi, jadi ga usah jaim-
jaiman!" suaranya nampak letih namun disertai oleh desahan
nafsu yang menggelora terlebih saat tangan Indra mulai
mengelusi pahanya yang indah itu.
Indra mengacungkan jari tengah dan telujuk padaku di
belakang punggung Dokter Lea, mataku memancarkan
kemenangan tanpa melepaskan ciumannya terhadap Dokter
Lea. Selanjutnya ia menunjuk ke arah pintu dan memutar
telapak tangan, aku yang terpana segera ke arah pintu dan
menguncinya. Dengan dada berdebar-debar, aku pun
menghampiri mereka. Kupeluk tubuh langsing Dokter Lea dari
belakang. Tanganku meraba dadanya yang berukuran sedang,
kuremas lembut buah dadanya sehingga ia menggeliat.
"Nah...kenalin Ric, Dokter Lea ini dulunya pernah ngekost di
tempat kita, jadi dia ini alumni klub, jadi ga usah sungkan-
sungkan sama beliau, ya ga Dok?" kata Indra sambil
meremas payudara Dokter Lea yang satunya.
"Aahh...diem kamu Ndra, welcome to the club Ric, saya suka
member baru, jadi ingin mengenal kamu lebih dalam" Dokter
Lea menengokkan wajahnya menghadap wajahku dekat sekali,
suaranya jadi basah dan penuh gairah.
Lengannya merengkuh leherku dan telapak tangannya
mendorong kepalaku ke arah wajahnya. Bibir kami pun
bertemu dan berpagutan panas. Tanganku mulai menyingkap
ke atas kaos dibalik jas dokternya sehingga bra kremnya
terekspos.
"Wow, sudah mahir yah kamu. Sudah pengalaman ya?"
guraunya setelah melepas ciuman sambil meraba
selangkanganku, tangan lentiknya meremas penisku sehingga
semakin menegang saja.
"Belum Dok, baru pernah ML sama satu mantan sebelum
gabung ke klub?" jawabku mengendus leher jenjangnya,
aroma parfum berkelas terasa dari tubuhnya.
"Tapi begitu masuk langsung empat cewek dia sikat semua
dalam sehari hehehe..." timpal Indra yang tangannya tengah
mengelusi selangkangan Dokter Lea dari luar celana
dalamnya.
"O ya....nafsu kamu gede juga ya!" kata Dokter Lea
tersenyum nakal padaku, "yuk kita ke sana aja, capek dong
berdiri terus gini!" ia mengajak kami ke ranjang pasien saja
agar nyaman.
Kini ia pun duduk di pinggir ranjang diapit olehku dan Indra di
sebelah kanannya. Aku terus menciumi wajah, bibir dan leher
Dokter Lea, sementara Indra sudah melucuti bra-nya hingga
terpampanglah kini kedua payudaranya yang bulat sedang
dengan puting berwarna coklat itu. Desahan Dokter Lea
semakin liar ketika lidahku menggelitiki lehernya yang jenjang
dan Indra bergantian melumat dan meremasi payudaranya.
Bibirku kembali memagut bibirnya, lidah kami langsung
terlibat saling jilat dan belit dengan panas sementara tangan
kiriku meremas payudara kanannya. Ia mengerang tertahan di
sela percumbuan kami ketika tangan kiriku turun ke bawah
dan mengelus-elus paha dan selangkangannya. Tubuhnya
semakin menggeliat tak menentu dan nafasnya terasa
semakin memburu. Indra naik ke ranjang dan membuka
celananya, ia menyandarkan bantal pada tembok agar nyaman
berselonjor di ranjang pasien
"Sepong dong Dok!" pintanya memegang penisnya untuk
dilayani Dokter Lea, ukuran penis Indra ternyata tidak jauh
beda dengan punyaku, standar cowok Asia lah.
Dokter cantik itu membaringkan diri menyamping di antara
paha Indra, lalu mencium kepala penis Indra, batangnya dan
akhirnya memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya.
Tangan kirinya memegang batang penis temanku itu sambil
bibir dan lidahnya terus melakukan aksinya. Secara alamiah,
kedua tanganku bergerak melucuti rok spannya hingga lepas
lalu disusul celana dalamnya. Kini ia telah telanjang bagian
bawah, tinggal memakai atasan berupa kaos yang sudah
tersingkap dan jas dokternya. Kuamati dengan nanar
kewanitaan Dokter Lea, vaginanya ditumbuhi bulu yang tebal
tapi teratur. Agaknya ia rajin merawatnya, sebab bulu-bulu itu
dicukur rapi, belahannya nampak menggairahkan membuatku
tak sabar untuk segera menikmatinya. Kuraba wilayah
segitiga kenikmatan itu, jari-jariku mengusap-usap bibir
vaginanya lalu kugerakkan keluar masuk ke belahannya.
"Auuwww, aaahhh, enak Ric ... terusin ya!" desis Dokter Lea
sambil menggeliatkan pinggulnya dengan indah.
Setelah beberapa saat mencucuk-cucuk vaginanya dengan jari
sampai wanita cantik itu menggeliat-geliat, kini aku
mendekatkan wajahku ke selangkangannya dan lidahku
kujulurkan ke belahannya yang telah becek.
"Ooooohhhh...!" desahnya sambil mempercepat gerakan
mulutnya terhadap penis Indra.
Jariku membuka vaginanya hingga klitorisnya terlihat.
Kuciumi biji kecil itu sambil sesekali melakuan gerakan
menyedot. Bagian sensitif itu sudah tegang sebesar biji
kacang hijau. Indah sekali bentuknya, apalagi ketika
kukuakkan labianya bagian atas klitorisnya. Kedua labianya
kupegang dengan kedua tanganku dan kubuka lebar-lebar lalu
dengan lembut kujulurkan lidahku menusuk makin dalam ke
vaginanya.
"Aaaaaahhhhhh ....Ric pinter juga ya kamu!" Dokter Lea
berusaha mengendalikan erangannya namun sesekali
suaranya meninggi tanpa terkendali.
Aku melakukan gerakan mencium, menjilat, menusuk,
menyedot secara bergantian, bahkan tak urung kuisap klitoris
dan kedua labianya secara bergantian, hingga erangan dan
rintihannya semakin keras.
"Ahhh, yes...eeemmm!" Indra yang sedang dioral penisnya
juga meracau tak karuan.
Kepala Dokter Lea naik turun mengoral penis temanku.
Tangan Indra tidak tinggal diam, ia meremas-remas payudara
Dokter Lea dan memilin-milin putingnya.
Cairan kewanitaan Dokter Lea keluar semakin banyak saja.
Kusedot dan kutelan cairan bening itu dengan nikmatnya,
gurih rasanya. Tangan kanannya kini memegang belakang
kepalaku dan menekankannya kuat-kuat ke selangkangannya
sambil menggeliat-geliat seksi. Agaknya ia sudah orgasme.
Kurasakan aliran cairan menyembur dari dalam vaginanya
yang langsung kuseruput seluruhnya dengan bernafsu. Ia
menolakkan kepalaku, mungkin merasa jengah karena kuisap
seluruh cairannya, tanpa mau menyisakan sedikit pun. Aku
tidak mengikuti perlakuannya, tapi terus menekan wajahku
menjilati sisa cairan orgasmenya yang masih berleleran. Aku
masih melumat vagina Dokter Lea ketika ia mengangkat
wajahku lalu mencium bibirku.
"Good start Ric, mantap!" pujinya
Kulihat Indra terpengaruh atas orgasme Dokter Lea
"Sekarang aja ya Dok, saya belum dapet nih!" ajaknya
"Aaahh...oke, tapi saya masih capek sih, jadi di bawah ya,"
Dokter Lea menelentangkan dirinya di ranjang tersebut setelah
sebelumnya melepaskan jas dokter, kaos dan bra nya hingga
bugil total.
"Ric...tolong taro di kursi situ aja!" pintanya padaku
Aku pun melakukan permintaannya, sekalian aku melepas
celana dan celana dalam lalu kuletakkan di dekat pakaiannya.
Setelah itu aku kembali ke ranjang tempat peraduan kami.
Indra telah mengambil posisi di antara paha Dokter Lea dan
menggesek-gesekkan penisnya ke bibir vagina dokter cantik
itu. Dokter Lea nampak naik lagi birahinya atas perlakuan
Indra. Indra menekan penisnya hinggga melesak semakin
dalam ke dalam vagina dokter itu. Dokter Lea sendiri
menyambutnya dengan membuka lebar-lebar pahanya. Kedua
kakinya dipentang dan dipegang oleh kedua tangan Indra.
Dokter Lea lalu mengisyaratkan aku mendekatinya. Aku pun
naik ke dadanya dan tangannya langsung meraih penisku.
"Keras nih...kayanya ga bakal mengecewakan, hihi...!"
komentarnya.
"Ga bakal Dok, jaminan mutu boleh dicoba!" timpalku.
"Emangnya baygon, jaminan mutu!" ia mulai mengocok
penisku pelan.
Sambil menyentuh penisku, perlahan-lahan ia dekatkan
wajahnya ke arah pahaku dan menjilat kepala penisku.
"Eeemmm...sedap Dok!!" desahku nikmat.
Dokter Lea semakin liar bergerak menikmati tusukan penis
Indra sambil melumat penisku. Kedua tanganku tidak mau
tinggal diam dan meremas-remas kedua payudaranya dengan
putingnya yang semakin mengeras itu. Genjotan penis Indra
kulihat semakin kencang dan itu berpengaruh pada semakin
kuatnya Dokter Lea menghisap penisku. Kurasakan kepala
penisku menekan ujung tenggorokannya, tapi wanita ini tidak
peduli, ia sepertinya sudah ahli soal beginian, air liurnya
menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah mengoral
penisku. Bahkan ketika seluruh penisku ia telan, lidahnya
mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi
geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari.
Plok...plokkk...plok....suara penis Indra keluar masuk semakin
cepat. Penisku disedot kuat-kuat oleh Dokter Lea sehingga
tanganku pun makin gemas meremas payudaranya.
"Ahhh, saya mau keluar Dok...yessshhh!" erang Indra ngos-
ngosan
"Sama Dra...bareng ya? Oooohhhh, akkhhh ... enak gilaa...
yang dalam... aaauhhggghhhhh!!" rintih Dokter Lea semakin
tinggi.
Desah orgasme Dokter Lea tak tertahankan ketika dengan
hebatnya penis Indra menghunjam dengan cepat dan berhenti
saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit
pinggul temanku sementara mulutnya menelan penisku hingga
ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya.
Kuperhatikan tubuh wanita ini yang indah bergetar-getar
beberapa saat. Aku menengok ke belakang, tubuh Indra pun
menegang otot-ototnya sambil terus menusukkan penisnya
lebih dalam. Aku turun melepaskan diri dari Dokter Lea agar
ia lebih menikmati orgasmenya dengan utuh dan mengambil
tempat duduk di pinggir ranjang. Indra menghempaskan
tubuh di atas tubuh Dokter Lea, sementara kedua tangan
wanita itu memeluk temanku. Kuamati mereka berpelukan
sambil bertindihan menikmati gelombang orgasme yang makin
menyurut.
Tak lama kemudian, Dokter Lea berkata dari balik himpitan
tubuh Indra, "Sekarang giliranmu ya Ric...yuk cepet mumpung
masih jam jumatan nih, masih sepi!"
"Nggak apa-apa Dok, santai aja. Saya kan cuma nemenin
Indra aja," aku berbasa-basi
"Jangan gitu dong" Dokter Lea menolakkan tubuh Indra dan
turun dari ranjang lalu mendekatiku. "kamu kan pendatang
baru, masa saya belum memberi sambutan ke kamu" ia cium
bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke
leherku.
"Nah, sekarang kamu berbaring aja di ranjang" suruhnya
padaku, "Dra kamu turun dulu, sempit ranjangnya tuh!"
Indra hanya mengangguk dan turun dari ranjang yang
sebenarnya hanya muat satu orang itu untuk membiarkanku
naik
"Giliranlu bro....enjoy!" katanya menepuk lenganku ketika aku
hendak membaringkan diri.
Dokter Lea naik ke atas penisku lalu ia membuka kedua belah
pahanya lebar-lebar. Rambut-rambut halus vaginanya
memberikan nuansa romantis yang tak terlukiskan ketika
bersentuhan dengan kepala penisku. Tubuh Dokter Lea benar-
benar seindah pualam. Geliatnya begitu erotis, membuat pria
manapun takkan mampu menguasai diri untuk tidak
menyetubuhinya dalam keadaan begitu rupa.
"Ayo Ric, ga usah malu-malu gitu, tiap member orgy club ga
perlu sungkan soal ginian" rayu Dokter Lea sambil mengelus
rambutku, kuamati wajahnya dari dekat, benar-benar cantik,
di balik wajah wanita berintelektual tinggi ini ternyata
mengandung gairah yang tinggi, payudaranya bersentuhan
dengan dadaku
Tanganku mengelus-elus lengan dan perutnya. Ia menarik
pergelangan tanganku agar mengelus dan meremas
payudaranya. Kini aku mulai beroperasi di bagian dadanya
dan memainkan putingnya yang kembali mengeras akibat
sentuhan jari-jariku. Kupilin-pilin putingnya dengan lembut
dan kudekatkan mukaku ke payudaranya. Lidahku kujulurkan
menjilati puting payudaranya memberinya sensasi geli, setelah
itu kumasukkan putingnya ke dalam mulutku sambil
melakukan gerakan menyedot.
"Ooogghh, ya, yahh, gitu enak Ric! " desisnya
Disemangati begitu, kedua payudaranya makin kuremas
sambil terus mengisap, memilin, menyedot putingnya dengan
gerakan bervariasi, kadang-kadang lembut, kadang ganas,
hingga pemiliknya menggeliat-geliat nikmat. Kurasakan
tangannya yang lembut meraih penisku dan menyentuhkan
kepalanya pada bibir vaginanya. Ia menggelinjang-gelinjang
antara geli dan nikmat.
"Ooouggghh, kita mulai aja yahh! Udah ga tahan nih"
erangnya.
Aku mengiyakan saja mengikuti permintaannya, ia terus
memainkan penisku menggesek klitorisnya hingga kurasakan
semakin tegang ditekan oleh kepala penisku. Ia menurunkan
tubuhnya setelah bibir vaginanya tepat pada kepala penisku
"Eeemmmhh..." lenguhnya merasakan penetrasi penisku pada
vaginanya
Secara perlahan ia mulai menaik-turunkan pinggulnya
menyambut masuknya penisku yang melesak makin ke dalam.
Indra memandang ke arahku sambil tersenyum. Kini ia berdiri
di samping ranjang dan meraih payudara Dokter Lea dan
mengenyotnya.
"Aaaahhh ...... " erang Dokter Lea lagi, tangannya memeluk
kepala Indra yang menyusu darinya.
Gerakannya menaik turunkan tubuh di atas penisku
berlangsung dengan ritme pelan, tetapi kadang-kadang ia
menyelinginya dengan gerakan cepat dan dalam. Rintihan
nikmat terdengar dari mulutnya
"Oohh...yahh...enak...isep Dra, isep yang kuat!"
Pinggulnya sesekali berputar sehingga penisku seperti sedang
mengaduk. Semakin lama gerakan pinggulnya makin tak
menentu. Aku sendiri terkadang aktif menggerakkan pinggulku
sehingga penisku semakin menghantam-hantam vaginanya.
Seiring gerakanku makin bertenaga, desahannya pun makin
kuat mengarah pada jeritan, namun ia masih berusaha
meredamnya dengan menggigit bibir atau jarinya sendiri.
Dengan beberapa kali hentakan ke atas kubuat tubuh Dokter
Lea semakin bergetar, kurasa sebentar lagi ia segera
menggapai puncak kenikmatan.
"Ric, terusin ....udah mau nih, ooohh!" ia menggeram sambil
menyentak-nyentakkan tubuhnya semakin cepat.
Jari-jari tangannya memeluk punggung Indra dengan erat.
Dinding vaginanya semakin berdenyut-denyut memijati
penisku, sentakannya kadang membuat buah pelirku ngilu tapi
perasaan itu bercampur dengan kenikmatan luar biasa.
Kurasakan guyuran cairan kewanitaannya membasahi penisku
sedemikian rupa hingga tak kuasa kubendung luapan
spermaku memasuki rongga vaginanya.
"Dokter....!!! ngecrot nih!" desahku sambil meremas
payudaranya
Ia pun akhirnya ambruk menindihku setelah Indra melepaskan
pelukannya. Kuciumi bibirnya rapat-rapat dan ia pun
menyambut ciumanku. Kurasakan bibir kami berdua agak
dingin, sebab aliran darah kami seakan-akan terdesak ke
bagian bawah. Kedua belah pahanya menjepit kedua pahaku
dengan kuatnya dan jepitan vaginanya seolah-olah ingin
mematahkan batang penisku. Dinding vaginanya masih
berdenyut-denyut memilin penisku.Beberapa kali aku
mendorong tubuhnya tapi ia tak mengijinkan tubuhku
meninggalkan tubuhnya.
"Buru-buru amat? Peluk aku Ric...saya suka diberi
kehangatan!" katanya.
Mulutnya masih terus menciumi mulutku hingga bibir kami
kembali berpagutan dan lidahnya masuk rongga mulutku
menggapai langit-langit mulutku. Kulakukan hal yang sama
bergantian dengannya. Cairan orgasme kami mengalir di
selangkanganku, juga kuperhatikan membasahi wilayah
kewanitaannya. Penisku menyusut setelah melakukan
tugasnya dengan baik. Aku melepaskan diri dari pelukannya
dan berbaring di sebelah sebelah kiri tubuhnya Sungguh
sensasi yang terlukiskan nikmatnya. Lama kami berpelukan
dalam posisi berdekapan. Elusan jari-jari Dokter Lea di
tubuhku membuatku tak habis pikir, betapa dahsyat
permainan wanita ini. Ia memiliki kekuatan melawan dua pria
sekaligus.
"Oh gitu...jadi akhir minggu ini kalian bakal party bulanan?"
Dokter Lea telah berbenah diri dan duduk di belakang meja
kerjanya.
"Iya Dok, kalau bisa dateng dong ya...sejak member setahun
lalu baru pernah sekali ketemu dokter di party loh saya!" kata
Indra
"Ya gimana ya...maaf sekali, bukannya ga kepingin, tapi
tuntutan profesi, jadwal padat...yang kali ini juga gak bisa
keliatannya, ada shift malam di rumah sakit" ujar Dokter Lea
tersenyum, "tapi kalau kalian mau datang ke rumah sakit,
welcome banget kok saya...jam malem gitu kadang enak ada
yang nemenin" lanjutnya.
"Yah...pengennya sih dokter ke party, ya udah deh....oke kita
cabut dulu ya dok! Tar lagi ada kuliah lagi" pamit Indra
setelah melihat jam tangan.
"Yuk Dok, kita pamit dulu, sampai nanti ya!" aku juga
pamitan.
"Oke bye-bye guys" Dokter Lea bangkit dan mengantar kami
ke pintu.
"Wei...ngehe lo...ga bilang-bilang kalau Dokter Lea ex-
member!" aku menonjok pelan lengan Indra yang tertawa
menang atas diriku.
"Huehehehe...ya salah lu juga ga nyelidikin dulu malah
langsung main ketawain gua" katanya, "terus gimana nih
taruhannya Ric?"
"Oke...oke gua isiin pulsa lu nanti, lu emang partner in
mupeng sejati hahaha...." aku merangkul pundaknya dan
berjalan meninggalkan gedung itu.
Tidak apa deh membayarkan pulsa 100ribu untuk temanku ini
juga, tidak ada artinya dibandingkan bisa mendapat pasangan
seks baru, Dokter Lea yang cantik dan montok itu. Aku dan
Indra sedikit berlari memasuki ruang kuliah karena kami sudah
agak terlambat. Untunglah Bu Tri yang galak itu belum
menutup pintu sehingga kami masih boleh masuk kelas. Satu
setengah jam ke depan aku mengikuti kuliah ini seperti biasa.
Seusai mata kuliah ini, Indra meninggalkanku karena ada
urusan, sedangkan aku masih harus menunggu karena masih
ada kuliah berikutnya satu setengah jam lagi. Aku bermaksud
menunggu di perpustakaan sambil baca-baca, saat berjalan
ke sana aku melewati taman kampus dan bertemu lagi dengan
Dokter Lea. Ia sedang bersama seorang bocah laki-laki yang
memakai baju seragam taman kanak-kanak yang letaknya
tidak jauh dari kampus ini. Anak itu berlari-lari di dekatnya
dengan membawa robot-robotan sambil disuapi oleh seorang
baby sitter yang sibuk mengejar-ngejarnya.
"Siang Dok!" sapaku menghampirinya, ia juga membalas hai
dengan senyuman, "sama keponakan? Atau pasien?"
"Ooh bukan...anak" jawabnya, "Albert! Come here, say hello to
uncle!" panggilnya pada anak itu.
"Hah! Anak!?" aku tersentak dalam hati, tidak kusangka
Dokter Lea ternyata sudah punya anak sebesar ini, padahal
masih terlihat begitu muda dan ramping, selain itu rasa
vaginanya juga masih seperti wanita yang belum pernah
melahirkan, hampir tidak percaya aku dibuatnya.
"Hi Albert...hello!" aku mengulurkan tangan dan ia dengan
malu-malu menjabat tanganku, kuperhatikan wajahnya
memang ada kemiripan dengan ibunya, terutama mata dan
hidung, wah...ternyata dokter satu ini memang MILF, yes...I
like it!
"Pake Inggris ya omongnya?" tanyaku setelah anak itu
kembali sibuk dengan mainannya.
"Ya campur lah, kan sekolahnya pake Inggris pengantarnya"
jawab dokter cantik itu.
"Eeemm...iya emang sekarang banyak sekolah yang standar
internasional ya..."
"Kamu masih ada kuliah ya Ric?" tanyanya
"Iya bentar lagi Dok, kan sekarang lagi tunggu...kalau dokter,
kapan pulangnya?"
"Sebentar lagi, makanya dia kesini jadi sekalian pulang abis
ini"
"Dijemput sama papanya Dok?"
"Papanya..." tiba-tiba air muka Dokter Lea berubah,
"nggak...saya single parent kok"
"Ups...maaf Dok" aku merasa tidak enak karena sepertinya
mengorek kehidupan pernikahannya yang kelihatannya tidak
berjalan mulus.
"Hihihi maaf apaan sih...kamu gak salah apa-apa kok maaf"
dia mulai tersenyum lagi.
Aku buru-buru mengalihkan topik pembicaraan, kami duduk di
bangku batu dekat situ dan ngobrol. Dokter Lea ternyata
teman ngobrol yang menyenangkan,sehingga kami cepat akrab
seperti teman lama, padahal aku pada dasarnya bukan pria
yang supel. Obrolan kami semakin seru, dia bercerita dan
terus berkembang hingga tidak terasa setengah jam berlalu,
Aroma tubuhnya harum membuat darah lelakiku bergolak
keras apalagi mengingat kejadian tadi pagi bersamanya.
"Eeehhmmm...Dok, omong-omong tadi pagi puas ga?"aku
beranikan diri aku mengajukan pertanyaan nakal dengan suara
pelan
Dia terdiam beberapa saat dengan pandangan ke arah
anaknya yang sedang bermain, wah...aku sudah berpikir
jangan-jangan dia marah nih. Lalu dia menoleh ke arahku
"Ric...saya sudah tampar kamu..." ketika dia berkata begitu
nafasku tertahan karena malu telah bertanya seperti itu,
"kalau kamu bukan anggota klub"
Barulah aku lega mendengar kalimat lanjutannya itu.
"Tapi saya kan udah anggota Dok, jadi gimana?"
"Hussshh....jangan omong macem-macem ah, disini ada anak
saya tau"
"Kalau di ruang praktek boleh Dok?"
"Saya udah mau pulang Ric" jawabnya enteng, "tapi
sebelumnya mau beres-beres dulu, kalau mau bantu saya yuk
kita kesana"
Saat itu Albert sudah menghabiskan makannya dan berlari ke
arah mamanya dengan manja.
"Albert, you play here for a while ok, mom will be back soon!"
kata Dokter Lea sambil berjongkok dan memegang kedua
pundak buah hatinya itu, "Sus, main-main aja deket sini, saya
mau beres-beres dulu!"
"Iya Bu!" sahut si babysitter, "yuk sini Bert!"
"Yuk Ric...kita bicara di dalam aja!" ajak Dokter Lea setelah
mengecup pipi anaknya.
"Albert bye-bye!" kataku pada anak itu yang dibalas
senyumannya.
Iblis dalam diriku juga berkata, "I'm going to fuck your Mom
for a while Boy...hehehehe!"
Aku mengikuti Dokter Lea yang sudah mendahuluiku di depan.
Aku suka MILF satu ini, gaya pancingannya bener-bener cool.
"Kunci pintunya" perintahnya seraya berjalan ke arah jendela
dan menutup tirai setengahnya.
Begitu berbalik badan setelah mengunci pintu, Dokter Lea
langsung memelukku erat sekali.
"Uuuffff...Dok ..."
Tanpa banyak babibu lagi bibir kami langsung berpagutan.
Lidahnya yang lincah dan ahli langsung menelusuri rongga-
ronga mulutku. Tangannya turun ke bawah mengelusi
selangkanganku yang sudah menggeliat dari balik celanaku.
Kali ini ia menunjukkan sisi agresifnya dibanding ketika
pertama bercinta beberapa jam yang lalu. Sambil masih
berpelukan, aku menggeser tubuhnya menuju ke mejanya. Ia
menaikkan pantatnya pada tepian meja, matanya menatapku
tajam, menantang dan penuh nafsu. Aku tak tahan lagi,
kusingkap kaos di balik jas dokternya hingga tampaklah
kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak
tertutup bra krem. Gumpalan itu tampak lebih menonjol,
karena posisi dadanya agak membusung. Kemudian kunaikkan
juga kedua cup bra itu sehingga sepasang buah dadanya yang
bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di
hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada
yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang gunung indah
itu dengan mulutku.
"Ooohhh...Ric!" Dokter Lea merintih keenakan ketika kujilati
dan kukenyot putingnya.
Aku sadar harus main quickie karena waktu tidak banyak,
maka sambil mengeksplorasi payudaranya dengan mulutku,
tanganku yang satu membuka celanaku dibantu tangannya. Ia
sudah terlebih dahulu mengeluarkan penisku sebelum aku
sempat menurunkan celana dalamku membuatku makin
tegang aja. Lalu, dengan perlahan dia membantu menurunkan
celana dalamku. Celana panjangku telah melorot jatuh ke
lantai dan celana dalamku menyangkut di pahaku, penisku
sudah mengacung tegak di depan Dokter Lea, ibu muda yang
cantik dan sexy itu.
"Kamu yang ajak, jadi awas kalau ga memuaskan ya!"
katanya sambil menatap penisku.
"Beres Dok, dijamin!" sahutku sambil menyingkap roknya dan
menarik lepas celana dalamnya.
Celana dalam itu pun terlepas dan kuletakkan di meja itu.
Dokter Lea membuka kakinya lebih lebar, klitnya pun semakin
terlihat jelas, merah jambu dan berlendir, siap untuk ditusuk.
Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang
membuka dan kami berciuman lagi. Tangan kananku
membimbing penisku mencari lubang sasarannya, akhirnya
kepala penisku menempel pada bibir vaginanya yang basah
dan mulai kutekan.
"Uuuuuhhhhhh....eeemmmhhh!" rintihnya, padahal baru kepala
penisku saja yang masuk..
"Ouufff ...pelan please!" ia menahan dadaku ketika aku
menekan lebih keras.
"Oh...maaf Dok! Sori terlalu nafsu"
Aku coba lebih lembut, menusuk pelan-pelan tapi pasti
sampai akhirnya penisku tenggelam seluruhnya. Vaginanya
memang sungguh sempit, gesekannya amat terasa di batang
penisku.
"Eeeehhmmm....enak Dok, sempit, padahal kan Dokter dah
punya anak!" kataku sambil menggenjot dengan tempo
sedang.
"Aaahh....aaahh...saya kan dulu sesar!"
"Oohh...pantes masih legit hehehehe...."
Tempo genjotanku pun kunaikkan sampai mejanya berderit-
derit setiap aku melakukan gerakan menusuk.
"Uuuhh....Ric...kamu sadar siapa yang lagi kamu entot ini?
Saya dokter kampus, ibu dari seorang anak! Ini hubungan
terlarang...berani-beraninya kamu!" katanya sambil
menatapku dengan matanya yang sayu.
"Tapi kan dokter anggota klub...jadi bebas dong ya ga?"
kataku sambil terus menggenjot vaginanya sampai ia tidak
bisa menahan erangannya sehingga harus menutup mulutnya
dengan telapak tangan.
Aku menyingkirkan telapak tangannya dan memagut bibirnya
sehingga erangannya teredam. Ketika kurasakan gelombang
klimaks itu akan tiba, saatnya mempercepat pompaan.
Penisku makin berdenyut-denyut siap memuntahkan sperma.
Ketika hendak mencabut penis untuk dikeluarkan di luar guna
menghindari 'kecelakaan' sepasang kakinya menjepitku
menahanku mencabut penisku, tangannya juga memelukku
semakin erat saja. Karena memang aku tak mampu menahan
lagi, kusemprotkan kuat-kuat spernaku ke dalam vaginanya,
sambil mengejang dan melenguh. Dia juga mencapai
orgasmenya tidak lama setelah aku sehingga kurasakan
kehangatan di bawah sana, cairan orgame kami sudah pasti
membasahi meja di bawahnya. Tak lama kemudian, tubuh
kami melemas saling berpelukan. Kami dapat merasakan
dengus nafas masing-masing yang ngos-ngosan.
"Thanks ya Ric...singkat tapi puas!" kata Dokter Lea sambil
membelai pipiku.
"Oh masa?"
"Iya bener...kamu hebat mainnya"
"Ah...Dokter terlalu muji deh, saya biasa aja kok, malah masih
kalah liar dibanding dokter"
"Kamu tau Ric, profesi saya menuntut kedisplinan dan
ketelitian, ditambah peran sebagai single parent, itu semua
gak mudah, stress udah hal biasa" curhatnya sambil
mengelus-elus dadaku, "suami gak punya, pacar juga yah
setidaknya belum dulu sampai sekarang ini, karena itu Ric,
kalau lagi ada waktu senggang di luar itu saya sangat
menikmati peran saya sebagai...wanita nakal...yah sangat
nakal, dimana saya bisa mengekspresikan hasrat sebebas-
bebasnya. Di klub inilah saya menemukan yang saya
perlukan, bukan sekedar seks, tapi juga teman"
Tiba-tiba terdengar suara pesan masuk, Dokter Lea
mengambil BB dari kantong jas dokternya dan membaca
pesan itu.
"Sepertinya kita harus udahan dulu, kamu juga sebentar lagi
kuliah kan?" ia melepaskan diri dari dekapanku dan turun dari
meja.
"Wah mejanya jadi basah Dok!" aku hendak mengambil tissue
untuk membersihkan cairan hasil persetubuhan kami yang
berleleran di tepi meja.
"Gapapa Ric, tar saya bersihin, kamu mending cepet beres-
beres biar gak telat!" katanya sambil berbenah diri, ia
mengambil celana dalamnya di atas meja dan memakainya
kembali.
"Lain kali kalau senggang kita bisa main lagi ok" katanya
tersenyum "oh ya...saya pakai IUD, jadi feel free aja kalau kita
ML"
"Oh gitu"
"Yup...satu anak aja udah cukup repot, jangan sampai
tambah lagi, setidaknya belum dulu sampai saat ini" katanya
lagi, "terus...ini kartu nama saya!" ia mengeluarkan kartu
nama dari dompetnya dan menyodorkannya kepadaku.
Kuterima kartu nama itu. Tertulis nama lengkap beserta
gelarnya, Dr. Lea Kumalasari Sp. PD-KGH, di bawahnya
tertera rumah sakit tempatnya bekerja dan juga alamat rumah
dan nomor HP.
"Spesialis penyakit dalam...KGH nya apaan Dok?"
"Konsultan Ginjal Hipertensi" jawabnya, "O ya, salam buat
anak-anak di kost ya!"
"Oke deh...dokter juga kapan-kapan main ke kost dong,
ya...ya...!!" godaku sambil memeluk tubuhnya.
"Kamu ini, kan udah saya bilang jadwal saya padat, harus
urus anak juga...tapi kalau ada waktu saya coba ke sana
sekalian nostalgia!" ia mendorong dadaku pelan dan berjalan
ke arah pintu, "O iya, Amel masih kost di situ kan Ric?"
"Amel...mata gede, rambut panjang sedada itu?" aku mencoba
memastikan.
"Iya...dia kayanya angkatan kamu deh"
"Masih kok, angkatan atas saya itu sih Dok" jawabku, "emang
ada apa sama dia Dok?"
"Ngga...cuma tanya, salam aja buat dia" katanya
"Ya udah deh, saya kuliah dulu ya Dok....dadah" aku pamitan
sambil mencium ringan bibirnya dan meninggalkan ruang
klinik kampus dengan hati puas.
Sungguh hari yang menyenangkan, aku menuju ruang kuliah
dengan hati puas. Beberapa orang sudah menunggu di kelas
ketika aku tiba. Setelah menyapa beberapa orang aku mencari
tempat duduk dekat jendela supaya dapat udara segar. Aku
duduk lalu mengecek BB sambil menunggu si dosen datang.
"Hai kayanya senang banget hari ini!" sapa Amel yang tiba-
tiba sudah di sebelah, ia menarik bangku kosong di sebelahku
dan duduk di sana.
"Hehe...gokil juga nih" kataku lalu membacakan sebuah status
lucu di facebook salah satu temanku.
"Bukannya senang karena kenal sama dokter cantik?" kata
Amel lagi yang membuatku agak kaget, "romantis banget di
taman tadi, gua kira lu bapaknya anak itu" lanjutnya dengan
nada agak sinis seperti biasa.
"Oohhh....itu hehehe...Dokter Lea, itu Indra yang ngenalin, gak
nyangka dia anggota klub juga ternyata" kataku, "kita sempat
threesome tadi pagi, si Indra tuh yang mulai" aku
memelankan suara.
"Wow...jadi sudah sejauh itu, ckk....ckkk...ckk..." ia geleng-
geleng kepala.
"Eh iya, Dokter Lea juga titip salam ke kamu Mel, kayanya
kalian kenal deket ya?"
"O thanks, tapi gua tolak salamnya!" katanya datar.
"Hah...ada apa emang di antara kalian Mel?" kayanya lu sinis
banget nadanya daritadi," ooo...gua tau, lu cemburu ya
hahaha...!"
"Ihhh...apaan sih lu, ngapain juga cemburu ke lu?" wajahnya
berubah masam, "please jangan omong sembarangan yah!"
"Eh, sori bukan maksud gitu, emang ada apa sebenernya
antara kalian?"
"Ini urusan pribadi gua, sori gua pindah ke belakang, temen-
temen gua udah dateng", lalu ia berdiri meninggalkanku begitu
saja.
Aku tiba-tiba jadi tidak enak melihat reaksinya, entah ada apa
dengannya dan Dokter Lea, sepertinya ia tidak mau diajak
bercanda soal ini. Tak lama kemudian dosen pun datang dan
aku mengikuti kuliah seperti biasa, Amel tidak sedikitpun
melihat ke arahku selama itu, nampaknya ia marah atau
tersinggung padaku yang aku belum mengerti dimana salah
kataku sampai dia begitu. Usai kuliah aku masih harus
bertanya beberapa hal mengenai tugas pada dosen sementara
Amel sudah keluar bareng teman-temannya sehingga aku pun
kehilangan jejaknya. Setelah semua selesai, aku berjalan ke
parkiran motor, hatiku sedikit galau, tidak enak pada Amel.
Aku ingin segera pulang menemuinya di kost dan menjelaskan
semuanya.
"Ehhh! Mel!" sapaku merasa senang melihatnya di tangga,
"tadi itu...sori...!"
"Udahlah gua bukan mau omongin itu, cuma mau tanya lu
ada kegiatan lagi ga?"
"Ga, mau pulang ini, napa emang?"
"Bisa anter gua Ric, ikutin aja petunjuk gua, jangan tanya-
tanya dulu"
"Emm...oke, boleh, yuk!" aku agak heran juga dengan
sikapnya yang tiba-tiba berubah, tadi marah sekarang minta
tolong.
Kami meluncur sampai ke sebuah daerah yang tidak terlalu
jauh dari kampus, tapi aku baru pernah menginjakkan kaki ke
sini, daerahnya agak menanjak, sepi, dan rumah-rumah di
sana keren-keren.
"Ini sih daerah elit!" kataku dalam hati.
"Kita kemana nih Mel?" tanyaku penasaran.
"Depan sana belok kanan" katanya mengarahkan, sepanjang
jalan ia tidak bicara apapun selain menunjukkan arah tujuan
kami.
"Itu Ric, yang tingkat dua itu, yang ada pohon cemara di
depannya!" katanya.
Akhirnya sampai juga kami di tujuan, sebuah rumah yang
megah, letakknya lebih tinggi dibanding rumah lainnya. Amel
turun dari motor dan memencet bel di sebelah gerbang.
"Rumah siapa nih Mel? Sodara? Temen?"
"Ngga...ini rumahnya om Dedy, di sini kita biasa ngadain
arisan bulanan Ric, nanti lu juga diajak kok ke sini, nah
sekarang gua ajak liat-liat dulu"
'Oohh ya...wah baru tau gua Mel, bukannya setau gua mereka
tinggalnya di kompleks deket kost kan?"
"Iya, yang satu ini juga, yang ini lebih berfungsinya ke arah
guess house, kalau ada rekan bisnis atau famili mereka
dateng biasa tempatin di sini sama ya itu you know lah...yang
lain udah cerita kan, tapi kadang mereka tidur di sini juga
kok" jelasnya tersenyum tipis.
"Aaah...Non Amel! Ayo Non masuk!" sahut seorang pria
setengah baya bertopi yang datang membukakan gerbang.
Aku pun memasukkan motorku ke pekarangan rumah itu.
"Di sini gapapa Pak?" tanyaku.
"Iya gapapa situ aja" jawab pria berpostur pendek tersebut.
"Pak Iqbal...ini Rico, anggota baru...Ric ini Pak Iqbal, penjaga
di sini" Amel memperkenalkan kami setelah aku mematikan
mesin dan turun dari motor.
"Hehe...anggota baru yah Den" pria itu mengulurkan tangan
padaku yang kusambut jabat tangannya, "kalau perlu apa-apa
disini bilang Bapak aja yah!" katanya ramah.
"Pak, kita ke dalem dulu yah, ga ada siapa-siapa?" tanya
Amel.
"Oh, silakan Non hehee...ga ada siapa-siapa kok hari ini"
"Yuk Ric!" Amel lantas meraih lenganku dan menuntunku ke
pintu depan sementara aku masih mengagumi pekarangannya
yang indah dan tertata rapi itu.
"Eeennnggg...Non!"
panggil Pak Iqbal, Amel
pun membalik
"anu...kan udah lama"
tangannya tanpa malu-
malu mengelus pantat
Amel yang terbungkus
celana jeansnya.
Amel melepaskan
tanganku sejenak, lalu
ia berpagutan bibir
dengan pria itu dengan
panasnya. Amel agar
merendahkan tubuhnya
karena ia lebih tinggi.
Mereka beradu lidah di
depanku tanpa risih, tangan pria tua itu menggerayangi
payudara montok Amel dan pantatnya, adegan itu
berlangsung sekitar 2-3menitan.
"Eemmhh...udah dulu ya Pak" Amel mendorong pelan pria itu
ketika ia hendak menyingkap kaosnya, "gak sekarang, oke"
katanya.
"Hehe...iya deh Non, Bapak ngerti, eh sori Den Rico, kangen
soalnya udah lama ga ketemu Non Amel" kata pria itu
cengengesan padaku, "silakan masuk aja"
"Dasar...muka ramah tapi mesum juga nih si tua!" omelku
dalam hati, panas juga hatiku melihat adegan mereka tadi.
"Mau minum apa Den? Non?" tanyanya dengan tetap
tersenyum
"Teh dingin aja Pak, mau apa Ric?"
"Ehh...apa ya, air dingin aja deh Pak, lagi panas nih"
Amel lalu mengajakku memasuki rumah itu. Betapa aku
terkagum-kagum menyaksikan interior di dalamnya yang
elegan itu. Sebuah piano di sudut, minibar lengkap dengan
botol-botol minuman keras berkelas di lemari kacanya,
beberapa patung bergaya Eropa maupun Oriental nampak di
beberapa tempat memberi kesan eksotis. Di tengah ruangan
terdapat satu set sofa lebar dan panjang serta televisi
berlayar flat dan lebar dengan permadani berbulu di
bawahnya. Wah...jadi disini biasanya diadakan arisan bulanan
penghuni kost yang lebih tepatnya pesta Caligula itu, aku jadi
tak sabar ingin segera bergabung dalam pesta tersebut.
"Mel, gapapa emang nyelonong masuk ke rumah orang gini?"
tanyaku
"Kan gua udah bilang, disini lebih ke guess house, termasuk
kita ini yang member orgy club."
"Ohh gitu, ic...ic deh!" kataku sambil terus mengagumi rumah
mewah ini.
"Terus, lu ajak gua ke sini mau apa emangnya Mel?" tanyaku
"Gua lagi pengen berenang" ia melangkah ke belakang
membuka sebuah pintu kaca yang lebar, di luar sana terdapat
sebuah kolam renang yang berukuran sedang, suasananya
begitu teduh dan nyaman dengan pemandangan sekitar yang
indah.
"Emang lu bawa baju renang Mel?"
Ia tersenyum dan berkata, "Baju renang? Siapa yang butuh?"
habis berkata ia mulai membuka celana panjangnya, kemudian
kaosnya.
Aku terpana melihatnya melucuti satu demi satu pakaiannya
di hadapanku, ia lemparkan bra krem dan celana dalamnya
padaku dan tersenyum melihat reaksiku. Kini ia tidak
mengenakan apapun lagi, tubuh polos itu sungguh ciptaan
yang agung, sungguh indah.
"Skinny diping...pernah Ric?" aku menggeleng, "oke gua terjun
dulu ya!" dengan santai ia menuju ke tepi kolam.
'JBUR!' ia menceburkan diri ke air, berenang hingga tengah,
lalu berbalik badan ke arahku yang masih terpana.
"Ikutan ga? kok bengong kaya perjaka tingting gitu?"
sahutnya.
"Oke...tunggu Mel, tunggu hehehe!" buru-buru aku melepaskan
pakaianku hingga bugil dan 'JBUR!' aku menyusulnya masuk
ke air.
Air kolam sungguh menyegarkan tubuhku setelah seharian
kuliah dan di tengah cuaca agak panas ini. Aku segera
berenang mengejarnya, ternyata Amel bagus juga
berenangnya. Dengan gaya bebas ia dengan cepat mencapai
ke ujung sana dan ketika aku hampir mencapainya ia
menolakkan badan pada dinding kolam dan kembali berenang
gaya bebas ke ujung yang lain.
"Aaaww.!!" jeritnya sambil tertawa-tawa ketika di tengah
kolam aku berhasil menyusul dan kutangkap pergelangan
kakinya, "Ric...aaahh...tenggelam nih....gglllpp!"
Kutarik tubuhnya turun ke bawah air, kami saling berguling-
guling di dalam air. Dalam satu kesempatan aku berhasil
memagut bibirnya. Kami pun bercumbu di bawah air selama
beberapa saat hingga akhirnya karena kehabisan nafas, kami
pun naik ke permukaan.
"Buaaaahhh...." kami ngos-ngosan mengambil udara segar,
saat itu kami di daerah dimana air merendam tubuh kami
hampir ke leher.
Kami tertawa-tawa dan saling menyiramkan air.
"Non...Den...minumnya Bapak taro sini ya, ini ada kripik
singkong juga!" sahut Pak Iqbal dari seberang sehingga
membuat kami menengok ke sana.
"Makasih ya Pak!" sahut kami pada pria setengah baya itu.
Pria itu lalu meninggalkan kami berdua di kolam renang.
Kudekap tubuh Amel sehingga kami saling merapat satu sama
lain. Kuusap rambutnya yang basah ke belakang sehingga
dapat lebih jelas menatap wajahnya yang nampak lebih cantik
di kala basah seperti ini. Mata kami saling bertatapan
sekarang, 10 detik berlalu tanpa berkata-kata. Tatapan kami
serasa makin kuat ada sesuatu yang ingin diucapkan dari
tatapan mata kami. Kupeluk erat tubuhnya, kurasakan setiap
inci kulit di tubuh kami menempel dan bergesekkan.
Kehangatan tubuh lembut Amel mengaliri diriku, kurasa ia pun
mengalami perasaan yang sama.
"Ric" ia pertama membuka suara
"Iya"
"Gimana kesan-kesan setelah gabung di club?"
"Hhhmm...gimana ya, awalnya pasti rada kaget lah, baru tau
ada yang ginian di negeri ini, tapi sekarang mulai enjoy,
banget malah"
"Jadi lu udah bisa bedain mana cinta mana seks sekarang?"
tanyanya lagi.
"Hhhmm" aku mengangguk
Aku menundukan kepala dan mencium bibirnya yang
dibalasnya dengan lembut. Lidahku menjilati bibirnya yang
membuka perlahan
"Umhh." Amel menggelinjang saat lidah kami mulai saling
beradu.
Ia memiringkan sedikit posisi kepalanya, dan tangannya
merangkul leherku. Ciuman kami pun semakin dalam dan
penuh perasaan. Lidah kami saling belit dan bertukar ludah,
sungguh nikmat rasanya. Sesekali aku memainkan lidah di
rongga atas mulutnya, ia meresponnya dengan menjulurkan
lidahnya dan menggesek bagian bawah lidahku. Kedua
tanganku di dalam air berada aktif menjamahi tubuhnya.
Kuremasi kedua buah pantat Amel dan tangaku yang satunya
membelai punggungnya dengan lembut. Aku dapat merasakan
gelinjangnya dalam pelukanku, ia juga merabai dadaku dengan
jemarinya yang lentik. Percumbuan kami berlangsung cukup
lama juga hingga akhirnya aku melepaskan bibir kami dan
menatap matanya dalam-dalam.
"Mel...gua say..." kuutarakan isi hatiku padanya, namun
sebelum selesai ia menempelkan dua jarinya di bibirku.
"Jangan ucapin itu Ric..please" katanya.
"Tapi ini..."
"Jangan Ric...gua udah dua kali mendapat kata itu atau
apapun sinonimnya, lalu gua balas mereka seperti apa yang
mereka katakan itu dengan tulus, tapi apa yang gua dapat
akhirnya? Semuanya palsu! Mereka cuma mau tubuh gua,
seudah dapet mereka bisa seenaknya cari perempuan lain
atau duain gua" suaranya sengau seperti mau nangis, "di club
juga bisa seenaknya mendapat tubuh, tapi ga perlu pakai cara
yang menyakitkan seperti mereka, karena itu gua gabung dan
mulai menikmatinya, gua ga butuh kemunafikan, gua ga butuh
kata-kata gombal..." ia lalu memelukku erat, terdengar ia
sesegukan di dekat telingaku.
Aku terdiam sesaat mencoba mengerti dirinya dan kuelus-elus
punggungnya, aku baru sekali mengalami pengkhianatan cinta,
ia sudah dua, aku tidak ingin jadi yang ketiga.
"Gua ngerti Mel, pacaran emang berisiko terluka, gini aja, kita
bukan pacaran, tapi TTM-an, gimana?" kataku melepaskan
pelukan dan memegang erat kedua lengannya, "ya bisa
diartiin temen tapi mesra juga bisa teman tapi mesum, jadi
sex is only sex, lu bebas sama siapa aja, gua juga gitu, tapi
sisanya kita jalani seperti pacaran, kita saling ngasih
perhatian khusus? Jadi kalau gua ga akan jadi yang ketiga
seandainya kita gak cocok nanti, kita tetap teman seandainya
harus pisah nanti tanpa harus meninggalkan luka di hati
masing-masing"
Amel diam, matanya terus menatap mataku.
"Seperti Alex sama Sabrina atau seperti Kak Angel juga gitu
kan, inget? Kan mereka juga kelihatannya bisa menjalankan"
kataku melanjutkan, aku teringat pada Alex si freak itu,
sebelum aku tahu semua di balik kost aku sudah merasakan
kalau Alex punya hati terhadap Sabrina, walaupun orangnya
cuek, beberapa kali aku melihatnya membeli makanan untuk
Sabrina atau perhatian lain yang sepertinya sepele seperti
bertanya sudah makan atau belum, bagaimana ujiannya tadi,
juga pernah beberapa kali menjemput Sabrina dengan
motornya. Sabrina juga bukannya tidak menyadari dan ia
pernah mengatakan hal itu padaku, tapi mereka belum
pacaran resmi, setelah menjadi member club barulah aku tahu
hubungan mereka seperti itu.
"Gapapa Mel, lu ga perlu jawab sekarang kalau memang
belum siap" aku membelai rambut basahnya melihatnya
terdiam terus, aku tidak ingin membuatnya tersudut,
"eh...minum dulu yuk, gua ambilin yah!" aku membalik badan
hendak berenang ke tepi.
"Ric" ia memanggilku dan meraih lenganku, "lu mau jawaban
kan?"
Ia melingkarkan lengannya ke leherku dan menciumku
kembali. Kami pun kembali terlibat percumbuan dan saling
berpelukan erat penuh perasaan. Tangan kanannya meraba
penisku di bawah air. Sementara ciumanku merambat ke
telinganya.
"Ahh.. Ric!!"
Setelah puas dengan telinganya, jilatanku mengarah ke
lehernya. Tanganku meraih kedua lekukan lututnya lalu
kuangkat sebatas dadaku sehingga ia melayang di air dengan
payudara tepat di depan wajahku. Tanpa basa-basi lagi aku
langsung melumat payudara kanannya,
"Eeemmhhh enak...teruss" desahnya
Kepala Amel mendongkak ke langit. Jilatanku dari bulatan
payudaranya mengarah ke putingnya. Lidahku bermain-main
di areolanya, lalu melahap putingnya. Kusentil-sentilkan
lidahku di puting itu dan menghisapnya sehingga membuatnya
semakin menggelinjang.
"Yess disitu... sedot terus, jangan berhentiii.... Uhhh..."
Mendapati respon seperti itu, aku pun semakin bernafsu.
Kuhisap puting itu dengan gemas.
"Ke tepi yuk Mel!" kataku setelah puas menyusu selama
beberapa saat sampai meninggalkan bekas cupangan pada
payudaranya.
Amel mengangguk, aku pun menggendongnya dalam posisi
yang masih sama ke tepi, ia melingkarkan tangannya pada
leherku sebagai topangannya.
"Duduk Ric, santai aja, sekarang gua yang servis lu!"
suruhnya, aku pun duduk dan menyandarkan punggung ke
dinding kolam di daerah dangkal itu, "pernah disepong di air?"
tanyanya dengan senyum nakal dan memegang penisku yang
sudah tegang, aku menggeleng.
Tanpa banyak omong lagi ia masuk ke air dan menangkap
penisku dengan mulutnya.
"Uuuuhh!" erangku merasakan penisku dikulum di bawah air
sana.
Lumayan lama juga Amel bisa bertahan sampai akhirnya ia
mengeluarkan kepalanya dari air dengan nafas sedikit ngos-
ngosan.
"Lagi?" tawarnya dengan senyum nakal
"Iya dong, sip banget Mel!" pujiku.
Amel kembali masuk ke dalam dan mengoral penisku.
Kunikmati pelayanannya sambil merem-melek dan bersandar
santai. Penisku pun kembali tenggelam di mulutnya, terasa
hangat dan basah. Amel mulai menggerakan kepalanya naik
turun. dan bermain-main dengan kepala penisku. Lidahnya
menyapu bagian bawah kepala penisku sehingga sensasi yang
kurasakan sangat membius tubuh. Ia memasukan penisku
lebih dalam lagi ke mulutnya. Kali ini ia di dalam air sedikit
lebih lama dari sebelumnya.
"Wah kuat juga lu Mel" kataku setelah ia muncul ke
permukaan.
"Udah yah...udah abis nafas nih" katanya sambil mengambil
udara.
Kuraih tubuhnya dan ia duduk dalam dekapanku
menyandarkan punggungnya ke dadaku. Kuciumi pundak dan
lehernya, tanganku meremas lembut payudara dan
menggerayangi tubuhnya. Amel memejamkan mata menikmati
perlakuanku dan menggelinjang nikmat. Tangannya membelai
wajahku dan tangan satunya meraih penisku. Perlahan ia
mulai menggerakan tangannya dan mengocok penisku. Aku
mulai terbang akan kenikmatan yang ia berikan padaku.
"Udah boleh gua masukin belum Mel?" tanyaku dekat
telinganya.
"Eeemmm" ia mengangguk, "I want you Ric"
Ia menggerakkan tubuhnya menaiki penisku. Kurasakan
kejantanku yang digenggamnya bersentuhan dengan
kewanitaannya yang basah dan hangat dan mulai memasuki
dirinya pelan-pelan. Setiap gerakan tubuhnya memberikan
kenikmatan yang tak terlukiskan. Matanya setengah terpejam,
mulutnya mengeluarkan desahan menggairahkan. Kami
melakukannya dengan lembut dan penuh perasaan karena ini
adalah hari jadian kami, kami tidak tergesa-gesa dan ingin
menikmati setiap momen ini dengan kenangan indah. Amel
bergerak naik turun di atas penisku, kadang memutar
sehingga penisku serasa dipijat dan dipelintir. Rintihannya
memancing gairahku naik semakin tinggi sehingga
kulampiaskan ke payudaranya yang kuremas dan kupilin-pilin
putingnya. Di tengah desahannya sesekali Amel
menggumamkan namaku. Tangannya kini memeluk leherku
dan sesekali membelai pipiku. Pergumulan kami berlangsung
begitu lembut dan kami saling menghayatinya. Cukup lama
juga kami berposisi seperti ini. Kurasakan genjotan Amel
semakin tidak beraturan, kadang cepat dan kadang lambat
pertanda sebentar lagi ia akan klimaks.
"Uhhh...gua.... amannn.... hari iniii... Ahhh....ahh...." ucapnya
terbata-bata karena erangannya.
Kuraih dagunya dan ia menengok ke belakang, bibir kami
bertemu kembali. Penisku berdenyut semakin cepat di antara
himpitan dinding vaginanya. Aku merasa sebentar lagi akan
keluar. Kusentakkan penisku dengan keras ke dalam vagina
Amel. Vaginanya juga berkontraksi semakin cepat dan sesuatu
yang hangat dan deras tiba-tiba menyelubungi penisku.
"Aaahh....aaaaaaa!! ia melepas ciuman dan mendesah sejadi-
jadinya dengan tubuh menggelinjang
Aku menggeser tubuhnya ke depan sambil tetap kudekap, kini
aku bertumpu pada lututku sehingga dapat lebih cepat
memacu tubuhku dan segera menyusulnya ke puncak.
Gerakanku yang makin cepat menciptakan gelombang riak di
sekitar kami sampai akhirnya aku menyemburkan spermaku di
rahimnya.
"Uuuugghhh...keluar Mel!" erangku saat mencapai klimaks.
Gerakanku semakin melemah hingga akhirnya penisku yang
telah menyusut pun tercabut dari vaginanya. Aku ambruk
bersandar di dinding kolam sambil memeluk tubuh Amel yang
bersandar padaku. Hening...hanya terdengar suara nafas kami
dan desiran air kolam dihembus angin. Kami menikmati sisa-
sisa orgasme yang baru saja menerpa dengan saling
membelai tubuh masing-masing. Tidak perlu kata-kata, setiap
rabaan dan tatapan mata sudah berbicara dengan sendirinya.
Bersatunya tubuh dan emosi membuat kami mengerti apa
yang dirasakan pasangan masing-masing.
"Ric, lu menyesal kita jadi seperti ini? atau mungkin nanti?"
Amel memecah keheningan yang terasa indah ini.
"Nggak Mel...terus terang, waktu dulu kita kerja kelompok itu,
pernah terlintas dalam pikiran bahwa gua memang naksir lu.
Cuma gua ngerasa ah mungkin perasaan sesaat tertarik ama
penampilan fisik aja lah, lagian kan gua masih sama mantan
gua dulu. Terus setelah gua ngekost di situ, kita makin sering
ketemu, makin sering ngobrol, jujur aja Mel, di situ gua udah
mulai ngerasa ada chemistry..." kueratkan genggaman pada
tangannya, dan ia membalasnya juga, "cuma gua gak berani
bertindak, masih trauma baru putus juga sih, lagian gua
pengennya sih cewek yang lebih muda dari gua, jadi bagi gua
lu itu seperti kakak atau temen, aneh sih emang sampai
akhirnya gua ngerasa fall in...." lagi-lagi aku tidak dapat
menyelesaikan kalimatku karena jari Amel sudah menutup
bibirku dengan lembut.
"Don't say something you might regret it later, Ric", suara
Amel terdengar lirih, "gua ngerti, dan gua juga ngerasain itu,
tapi untuk saat ini....like you said, let us be only friend, but a
very special friend"
Habis berkata Amel menarik wajahku ke arahnya sehingga
bibir kami berpagutan, ia menciumku dengan lembut, penuh
perasaan seakan-akan memberikan seluruh dirinya padaku
melalui ciuman tersebut.
"Jangan bertanya-tanya lagi, Ric, biar waktu yang bicara,
yang terjadi biarlah terjadi" bisik Amel di telingaku, kami
berpelukan erat sekali sampai merasakan kehangatan tubuh
masing-masing di tengah dinginnya air kolam.
"Omong-omong, gua haus nih, ah...eh..oh...terus dari tadi
sih" Amel melepas pelukan dan tersenyum nakal, jarang-
jarang ia tersenyum begitu.
"Eehh....gua aja Mel!" aku memegang lengannya ketika ia
bangkit dan hendak menuju ke meja mengambil gelas kami.
Usai menghabiskan snack yang disediakan Pak Iqbal dan
menghabiskan minuman kami, Amel mengajakku masuk kamar
karena angin di sini mulai besar sehingga takut masuk angin.
Setelah mengeringkan tubuh dengan handuk, Amel
menggandeng tanganku ke lantai dua.
"Di sini Ric" katanya membuka pintu sebuah kamar.
Kamar itu cukup luas dengan didominasi wallpaper warna
krem pada temboknya, sebuah ranjang king size di tengahnya
lengkap dengan TV plasma, seperti kamar hotel saja nih. Amel
membaringkan diri di tengah ranjang itu dan membuka kedua
pahanya sehingga tampak belahan merah di tengah
kerimbunan bulu-bulunya. Kugesek bibir kewataniaannya
sedikit dengan ibu jariku, dan "Uh.." ia mendesah. Aku lalu
menyusupkan kepalaku diantara kedua paha mulusnya,
kubuka bibir kewanitaannya dan kujilati perlahan klitorisnya.
Amel memegangi kepalaku dan mendesah keenakan
"Oh... Yah...aahh!"
Aku mulai menyedot dan menghisap vaginanya. Lidahku
merasakan kedutan-kedutan dari wilayah sensitif itu, ia
menjepit kepalaku lalu menuntun tanganku untuk mengerjai
dadanya. Kuremas-remas perlahan payudaranya sambil
menyedot-sedot klitorisnya perlahan, tangan Amel menjambak
rambutku dan menekannya ke vaginanya.
Amel semakin keras meracau dan mendesah, "Terus
Ric...terus...lebih dalem!!", ia menggelinjang keenakan dan
menekan kepalaku ke vaginanya.
Kujilati klitorisnya, kumainkan lidahku di sana bergerak
melingkar-lingkar, naik-turun, dan sesekali kusedot lembut
klitorisnya serta gigitan kecil yang membuatnya sesekali
menggeliat-geliat. Karena rangsangan lidahku vaginanya
sebentar saja sudah kebajiran dan bibir vaginanya berkedut-
kedut. Aroma khas kewanitaan tercium jelas olehku, sangat
memabukkan dan merangsang. Lidahku masuk semakin
dalam mengais-ngais vaginanya
Amel semakin merasakan arus listrik kenikmatan yang besar.
Jilatanku kini lebih fokus pada titik sensitifnya, klitorisnya.
Erangan Amel pun semakin menjadi-jadi yang membuatku
semakin bernafsu menjilatnya. Kugigit lembut daging kecil itu,
ia seperti meledak, dengan rasa nikmat yang ia peroleh.
Kemudian kelanjutkan dengan jilatan-jilatan nakal di wilayah
itu
"Oohhh Ric...bawa gua ke surgaaa" erang Amel semakin
menggila, sepertinya ia sudah mau klimaks
Amel tidak bisa menahan lebih lama lagi. Kepalanya semakin
mendongkak ke atas, tubuhnya semakin menggeliat,
tangannya semakin menekan kepalaku dan kedua paha
mulusnya semakin kepalaku.
"Aaaahhhhhh!!!" Amel berteriak, badanya bergetar hebat.
Vaginanya mengeluarkan cairan cinta yang langsung kuhisap.
Setelah reda gelombang kenikmatan itu, ia melepaskan
jepitannya dan tangannya, lalu terkulai lemas. Tampak peluh
keluar dari keningnya, aku duduk di sampingnya yang masih
mengangkangkan selangkangannya. Kuciumi ringan bibirnya
dan kuremas-remas dadanya. Vaginanya nampak basah olah
cairan kewanitaannya bercampur dengan liurku. Aku berguling
ke samping sehingga menindih tubuhnya. Amel memeluk
kepalaku dan mendorongnya ke wajahnya sehingga kami
berciuman lagi.
"Ayo, mulai lagi dong!" ajaknya yang segera kuiyakan
Kedua tanganku membuka pahanya lebih lebar, penisnya
berhenti di depan gerbang surganya.
"My angel...." bisikku di telinganya.
"Gua bukan angel Ric, angel ga punya nafsu, lu mau gua jadi
makhluk kaya gitu?"
Kami tertawa sejenak, "tapi kalau terpancing terus dia akan
punya Mel, seperti Lucifer contohnya"
"Oh berarti gua demon dong?" balasnya.
"Gak peduli lu angel atau demon Mel, atau apapun itu, gua
akan tetap memilih lu"
"Oke deh...stop talking Ric, fuck me! Puasin gua, gua ga
pernah sepuas hari ini"
"As you wish!" kataku seraya menekan penisku hingga
melesak ke vaginanya yang sudah lembab dan basah
membuatnya merintih dan memperat pelukannya. Kepala
penisku terbenam sudah di kemaluannya, kutekan lagi agar
semakin masuk.
"Awww....Ric!!" rintihnya
Kutarik pinggulku dan kudorong kembali. Gerakan itu
kulakukan dengan lembut. Kedua tanganku memegang
pinggulnya. Wajah Amel bersemu kemerahan menahan
rangsangan. Aku pun semakin mempercepat gerakannya.
"Ahh... ahhh ahh..." erangan Amel semakin lama semakin
menjadi, "masukin..sodok lebih keras... uuhh."
Kurasakan penisku menggesek g-spot Amel sehingga ia
semakin menggelinjang. Cukup lama aku menggenjot Amel
dengan posisi ini hingga akhirnya...
"Ohhhh...gua maauuu keluarrrr...aaahh...aahh!"
Belum sempat ia melanjutkan desahannya, aku menggenjotnya
semakin cepat. Tubuh Amel makin mengejang.
"AAAHHHH.... AHHHHH...Ric...!!!" erangan Amel begitu keras
seakan tidak peduli suaranya mungkin terdengar sampai luar
kamar.
Jepitan vaginanya semakin kuat dan berkedut. Aku terus
menggenjot vaginanya, penisku merasakan siraman hangat
dari dalam vaginanya. Aku baru menghentikan genjotanku
ketika tubuhnya mulai melemas lagi untuk memberinya
isttirahat sejenak setelah ia mendapatkan orgasme yang
kesekian kalinya. Tubuh kami sudah dibasahi keringat,
walaupun AC di kamar ini terasa sejuk. Sekitar 30 detik tubuh
Amel bergetar lemah dan bagai tak sadarkan diri. Setelah
istirahat sejenak, aku membalikan tubuh Amel. Kali ini kami
melakukan dalam posisi doggy style. Kuperhatikan punggung
Amel begitu mulus tanpa cacat, aku semakin bernafsu. Maka
aku pun langsung memasukkan penisnku dan menggenjotnya
dengan cepat.
"Uhhh yessssss....Yeesshhh Ric....yes."
Kupegangi kedua tangan Amel sehingga kini ia hanya
bertumpu pada kedua lututnya. Tusukanku semakin dalam
dan vaginanya semakin erat mencengkram penisku, sungguh
terasa nikmatnya. Setelah beberapa lama, aku melepaskan
tangannya, lalu menampar bongkahan pantat Amel yang
semok.
"AWW!!"
Amel merasakan perih dan nikmat dalam waktu yang
bersamaan. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah kedua
payudaranya yang bebas menggantung, kedua puting Amel
habis kukerjai dengan pelintiran, cubitan, dan gesekan
sehingga ia semakin menggila. Tangan kiriku berpindah
tempat menggesek klitorisnya. Tubuhnya makin
menggelinjang, kurasa ia akan segera kembali klimaks.
Tubuhnya ambruk, tangannya tidak kuat menahan. Benar saja,
vaginanya berkontraksi lebih cepat dan mengeluarkan
semprotan di dalam menyiram penisku.
"Aaaaahhh!" Amel menjerit lagi, tapi kali ini teriakannya tidak
sekeras orgasme yang ia dapat sebelumnya.
Amel kembali diterpa gelombang orgasme, ia memejamkan
matanya, punggungnya terlihat mengkilap karena keringatnya.
Kutarik penisku hingga lepas dan kubalikan tubuhnya
sehingga kembali ke posisi telentang. Kulihat nafasnya naik
turun seirama dengan naik turun buah dadanya yang dihiasi
oleh butiran-butiran keringat yang belum hilang meskipun
dihembus oleh hawa AC yang sejuk.
"Ric, gua puas banget!" kata Angel merebahkan kepalanya di
dadaku sambil memainkan putingku, "eh lu belum keluar ya
Ric" tanyanya melihat penisku yang masih tegak.
"Gapapa Mel, soalnya lu keliatannya dah capek, gua ga mau
egois lagian masih banyak waktu kan" kataku membelai
rambutnya.
"Jangan gitu dong, kesannya gua berutang ke lu Ric, gini aja,
lu tutup mata, nikmati cumbuanku, oke?"
Aku mengangguk dan memejamkan mataku, ternyata dengan
mata terpejam terasa lebih nikmat sekali sapuan lidah Amel di
seluruh tubuhku, mungkin karena konsentrasiku yang terpusat,
apalagi saat jari tangannya yang lembut menggenggam
senjataku dan mengocoknya dengan cepat. Aku semakin
melayang setengah sadar, semakin lama kocokan tangan
Amel pada penisku semakin cepat. Sambil terus mengocok,
lidahnya yang basah dan hangat memainkan putingku.
Seluruh pergelangan sendiku bagai tertarik dan telah
mengumpul di ujung penis. Tidak sampai lima menit saat
kocokan tangan Amel semakin cepat, dan ujung dadaku
dihisap kuat, seluruh tubuhku bergetar kuat dan muncratlah
spermaku, tidak banyak memang sehingga hanya membasahi
tangan Amel. Ia beralih ke penisku dan mengulumnya hingga
bersih, setelah itu ia menindih tubuhku.
"Sekarang puas kan?" tanyanya
"Puas banget Mel" jawabku mengelus rambutnya, mata kami
saling bertatapan, kutatapi lama-lama sorot matanya yang
lembut, aku merasakan sesuatu dalam sorotan mata itu,
sebuah cinta...cinta yang aneh memang, membuka sebuah
lembaran baru dalam kehidupan cinta dan seksku.
Dalam ngobrol-ngobrol pasca bercinta, kami saling
menceritakan pengalaman cinta dan awal kehilangan
keperawanan kami masing-masing. akhirnya Amel bercerita
juga tentang kisah cintanya yang kandas,
"Dia seorang dokter muda Ric, lulusan dari kampus kita juga,
mapan dan punya prospek cerah, kita saling cocok satu sama
lain, dia udah ngenalin gua ke orang tuanya dan mereka juga
welcome ke gua. Jadi gua yakin dialah yang akan menjadi
pendamping gua kelak, waktu itu gua masih terlalu naif
mengira mereka akrab cuma sebatas rekan kerja..."
"mereka?" tanyaku belum mengerti.
"Perempuan itu...sesama dokter, janda beranak satu yang ga
tau diri itu" nada suara Amel terdengar sedikit emosi, "sampai
akhirnya gua ngebaca SMS di hapenya terus minta
penjelasannya, dari situ gua baru sadar kalau selama ini gua
diduain"
Agaknya aku mulai mengerti apa yang terjadi antara Amel dan
Dokter Lea. Terus terang aku ingin tahu lebih banyak, tapi
kuurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut, takut ia marah
lagi seperti tadi siang, mungkin nanti kalau waktunya tepat
aku akan mendengar ceritanya lebih lanjut. Yang bisa
kulakukan sekarang hanyalah menghiburnya, kupeluk erat
tubuhnya dan kucium dia dengan ciuman yang penuh kasih
sayang, bukan nafsu semata. Tak lama setelah itu, kami pun
tertidur berpelukan tanpa sehelai benangpun selain selimut
lebar yang menutupi tubuh kami.
##########################
Aku terbangun ketika langit di luar sudah gelap, kulihat jam
telah menunjukkan pukul 18.20. Amel sudah tidak di
sampingku lagi, tapi di buffet samping ranjang ini sudah
terletak segelas air putih. Dengan malas aku menggerakkan
tubuhku yang masih terasa penat hingga duduk bersandar di
kepala ranjang, lalu kuraih gelas itu dan kuteguk isinya hingga
habis. Uuuhh...terasa lebih segar memang.
"Mel...Amel!!" kupanggil namanya namun tidak ada yang
menyahut.
"Mana ya dia?" aku bergegas turun dari ranjang mencari
sesuatu untuk menutupi tubuhku karena pakaianku semua
masih di pinggir kolam.
Aku mendapati sebuah kimono di gantungan baju dekat kamar
mandi. Kukenakan kimono itu dan keluar dari kamar untuk
mencarinya. Baru saja hendak melangkah turun dari tangga,
aku sudah mendengar suara desahan wanita dari ruang tamu.
Dengan deg-degan aku mencari tempat mengintip dari tangga
berbentuk melengkung itu. Mataku seperti mau copot melihat
Pak Iqbal, penjaga rumah ini, tengah berlutut menjilat-jilat
vagina Amel, jarinya juga menggesek dan mengorek-ngorek
wilayah kewanitaan gadis yang baru jadian denganku itu. Saat
itu Amel dalam posisi ngangkang di sofa dan mengenakan
kimono pink tanpa dalaman apapun.
"Heeeegggghhh .... ssshhh ...sssshhh..." kudengar Amel
mendesis-desis dengan nafas memburu.
Tangan kiri Pak Iqbal bergerilya menyusup ke balik kimono
Amel dan meremasi payudaranya. Amel tampak menikmati
perlakuan Pak Iqbal dengan mata terpejam sambil meremas-
remas rambut pria itu. Entah mengapa aku selalu menantikan
saat-saat Amel digarap, dikerjai dan disetubuhi secara oleh
orang lain terutama orang-orang kasar kelas bawah seperti
Pak Iqbal. Tangan si penjaga rumah menarik lepas tali
pinggang Amel sehingga kimono itu terbuka.
"Tiduran aja Non!" suruh pria itu sambil berdiri dan membuka
celananya, penisnya yang sudah ereksi mengacung tegak
begitu celananya dibuka.
Sedangkan Amel kini terbaring telentang di sofa dengan tubuh
tinggal memakai kimono yang sudah terbuka itu. Pak Iqbal
menindihkan tubuh kurusnya pada Amel yang sudah terbaring
pasrah di sofa. Sambil memperbaiki posisi tubuhnya agar
senyaman mungkin, lelaki tersebut dengan kedua tangannya
membuka kaki Amel dan segera menempatkan badannya tepat
berada di tengah, di antara kedua paha mulus Amel yang
telah terkangkang itu. Dengan tangan kirinya memegang
batang penisnya yang besar itu, lelaki tersebut mulai
mengarahkan penisnya ke arah vagina Amel yang siap
menyambutnya.
Begitu kepala penis bertemu dengan belahan bibir vagina
luarnya, badan Amel nampak bergetar dan kedua tangannya
mencengkeram dengan kuat pada sofa, desahan lirih
terdengar dari mulutnya. Dengan perlahan-lahan Pak Iqbal
mulai mendorong penisnya memasuki relung tubuh Amel yang
paling sensitif itu. Seiring dengan masuknya penis Pak Iqbal,
mata Amel terlihat membelakak dan rintihan nikmatnya
terdengar jelas keluar dari mulut mungilnya. Pria itu
menggerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan-
lahan, sambil mulutnya mencium bibir ranum Amel. Tiba-tiba
dengan suatu sentakan keras, pria itu menekan pinggulnya
dan terus mendorong penisnya, sehingga terbenam seluruhnya
ke dalam liang vagina Amel.
"Aaahhh!" terdengar jeritan halus kesakitan yang juga
mungkin kenikmatan keluar dari mulut Amel.
Selanjutnya pelan-pelan pria itu mulai menggerakkan keluar
masuk penisnya, sofa itu berderit-derit karena gerakan dan
tekanan tubuh mereka. Kembali rintihan, desahan, dan
lenguhan kenikmatan mereka terdengar memenuhi ruangan,
semakin lama semakin keras. Tubuh Amel menggelinjang
dalam dekapan Pak Iqbal, kadang-kadang terlihat ia
mengangkat kepalanya, giginya menggigit bibir bawahnya
menahan kenikmatan yang melanda seluruh tubuhnya,
kadang-kadang dia menjerit kecil ketika si penjaga rumah
menusuk dengan keras. Pak Iqbal semakin cepat menggoyang
pantat kerempengnya dan Amel mendesis-desis tak karuan
"Enak Non? Non suka kan Bapak entot kaya gini?" tanya Pak
Iqbal sambil terus memacu tubuhnya
"Enak Pak...enak bangetthh...aaaghhhh!"
Tak lama kemudian akhirnya Amel mengejang disertai erangan
panjang serta pantatnya tersentak-sentak dan kedua kakinya
mengejang kaku. Namun Pak Iqbal masih aktif mengeluar
masukkan batang kemaluannya dalam tempo sedang. Terus
terang, rasa cemburuku timbul saat melihat Amel bercinta
dengan penjaga rumah yang sudah bangkotan itu, tetapi di
satu sisi aku juga menikmatinya. Tidak tahan, tanganku
memegang penisku yang sudah tegang sejak tadi. Lima menit
berlalu pria itu menyenggamai Amel, perlahan-lahan dia
melenguh makin tak karuan, gerakanya mulai tak beraturan
apalagi Amel juga ikut menggoyangkan pantatnya. Akhirnya
dengan satu lenguan panjang, Pak Iqbal memuntahkan
seluruh spermanya di dalam vagina Amel. Dia berteriak
histeris menikmati puncak orgasmenya.
Beberapa saat kemudian, goyangan mereka mereda dan
berhenti, keduanya saling peluk, suara nafas mereka yang
ngos-ngosan terdengar olehku. Amel lalu mendorong tubuh
Pak Iqbal yang menindihnya, ia membenahi kimononya tapi
tidak mengikat tali pinggangnya dan berjalan ke arah
dispenser. Diambilnya gelas kosong lalu ia menuangkan air ke
situ dan meminumnya. Saat itulah aku turun dari tangga
menghampiri mereka. Kulihat reaksi mereka tidak terlalu kaget
melihat kedatanganku.
"Hai!" sapaku
"Eh...Den Rico" sapa Pak Iqbal
"Udah bangun Ric?" Amel menengok ke samping dan
meletakkan gelasnya.
Tanpa menjawab kuraih pinggangnya dan kubawa tubuhnya
ke dekapanku, mata kami saling tatap tanpa berkata-kata,
tanganku bergerak melepaskan kimononya dan kulempar ke
atas meja ruang tamu. Amel telah bugil dalam dekapanku.
"Kenapa gak bangunin gua malah main duaan aja Mel?"
tanyaku dengan menatap tajam matanya.
"Lu tidur lelap banget tadi, gua kasian bangunin lu, lagian kan
kasian Pak Iqbal dari tadi cuma jadi penonton kita terus"
jawabnya beradu tatapan denganku.
"Main duaan aja kan kurang seru, gimana kalau tigaan Mel"
kataku lalu mengangkat tubuhnya.
"Aw Ric! Jahat lu, masa mau ngeroyok gua!" jeritnya manja.
Kuturunkan tubuhnya di sofa di samping Pak Iqbal dalam
posisi duduk.
"Ayo Pak! Kita main bareng, jangan malu-malu!" ajakku penuh
semangat, lalu melumat payudaranya.
"Hehehe...si aden suka main keroyok ya, Bapak sih ayo aja,
udah ngaceng lagi nih!"
Sebentar saja tubuh telanjang Amel sudah digerayangi oleh
tangan-tangan kami, lidahku dan Pak Iqbal juga bergerilya
menjilati kulitnya yang putih mulus itu. Tangan keriput Pak
Iqbal membelai-belai payudara Amel dan memberi tanda agar
ia menaiki tubuhnya. Rupanya pria setengah baya ini minta
dilayani lagi. Amel lalu menempatkan diri di atas tubuhnya.
Mula-mula ia berjongkok di atas pinggang Pak Iqbal dan
memasukkan penisnya dengan dibantu oleh tangan kanannya.
Setelah penis tersebut masuk, perlahan-lahan ia menaik-
turunkan tubuhnya di atas tubuh Pak Iqbal. Pria itu
menyambut gerakan Amel sambil meremas-remas
payudaranya. Beberapa saat kemudian Amel merebahkan
tubuhnya di atas tubuh pria itu. Gerakan mereka semakin
cepat, sesekali pantat Pak Iqbal terangkat ke atas, sementara
Amel menurunkan tubuhnya dan menekan kuat-kuat hingga
penis pria itu menancap dalam-dalam. Kuperhatikan
bagaimana penis Pak Iqbal masuk keluar vagina Amel.
"Den Rico, tuh boolnya Non Amel kan nganggur tuch. Gimana
kalau dimasuki kontol?" sahut Pak Iqbal
"Ya Ric, gua baru mau usul gitu. Tapi jangan kasar ya!" kata
Amel.
Aku pun mengambil posisi. Perlahan-lahan kuelus-elus vagina
Amel yang basah oleh cairannya. Jari-jariku kemudian
mengarah ke pantatnya. Dengan cairan vaginanya kubasahi
lubang belakangnya. Telunjuk jari kananku kumasukkan pelan-
pelan ke sana.
"Yaaah gitu Ric, enak tuch.... Lebih dalam lagi!!! Ayoooo!!!!"
desahnya dengan suara yang serak-serak basah karena
dilanda nafsu.
Jariku masuk makin dalam ke pantatnya membuat gerakan
tubuhnya semakin tak menentu. Dengan vaginanya dirojok
penis Pak Iqbal dan jariku memasuki pantatnya, Amel berpacu
menuju puncak kenikmatan.
"Ric, jangan cuman jari lu dong! Kontolnya juga... ayooo
dong!!!" pintanya.
Sungguh gadis satu ini berbeda kalau sedang bercinta dengan
kesehariannya yang terlihat alim. Kedua paha Amel kini
berada di bagian luar paha si penjaga rumah, membuka lebar-
lebar celah vaginanya bagi masuknya pria itu. Kuposisikan
kedua pahaku menjepit paha Amel. Kepala penis kubalur
dengan air ludahku dan kumasukkan perlahan-lahan ke liang
belakang Amel. Mula-mula agak susah, sebab sempit, cairan
kewanitaan dan air liurku cukup membantu dalam proses
penetrasi anal itu.
"Sssshhhh, ohhhh Ric!" rintih Amel
"Sakit Mel?"tanyaku menghentikan gerakanku karena tidak
tega melihatnya kesakitan.
"Rada...udah terusin aja, nanggung dong dicabut...ssshhh!"
rintihnya.
Aku pun memasuk-keluarkan penisku ke dalam analnya
dengan perlahan. Sedang dari bawah, penis Pak Iqbal masih
merojok-rojok vaginanya dengan kecepatan pelan sambil
menungguku penetrasi. Amel yang terhimpit berada di antara
tubuhku dan si penjaga rumah melayani kami berdua
sekaligus mengayuh biduk kenikmatan. Penisku kini telah
menancap penuh di duburnya dan mulai bergerak maju-
mundur perlahan. Gerakan Pak Iqbal semakin cepat, mungkin
tak lama lagi ia akan orgasme. Amel pun semakin liar
menggerakkan pinggul dan pinggangnya, apalagi di bawah
sana Pak Iqbal menyusu pada payudaranya secara bergantian.
Jeritan Amel yang begitu kuat seperti tadi kembali memenuhi
ruang tamu. Inilah enaknya bercinta di rumah besar dengan
lingkungan sepi seperti ini, suara rintihan dan jeritan kami dari
dalam sini takkan terdengar keluar sehingga kami bebas
mengekspresikan kenikmatan ragawi ini dalam erangan dan
jeritan. Kedua tangan Amel memeluk tubuh tua Pak Iqbal erat-
erat sambil menekan tubuhnya hingga dapat kupastikan penis
Pak Iqbal masuk sampai pangkalnya, sedangkan penisku
kugerakkan berirama ke dalam duburnya.
"Iyah...Ric...aaahh...aaahh...terussshh...enak!!" pinta Amel.
Kedua pundak Amel kupegang kuat sambil menghentakkan
penis sedalam-dalamnya ke duburnya. Kami bertiga secara
cepat melakukan gerakan menekan. Pak Iqbal dari bawah,
Amel di atasnya menekan ke bawah, aku dari atas tubuh Amel
menekan dalam-dalam penisku ke dalam duburnya.
"Ooougghh...gua keluar lagi! Ssssshhhhhh ...akkkkhhh!!" jerit
Amel dengan tubuh menggelinjang.
Kurasakan betapa jepitan duburnya begitu kuat, sama seperti
vaginanya tadi, menjepit penisku. Tak berapa lama, Amel
berdiri melepaskan diri dari himpitanku dan Pak Iqbal. Ia lalu
berlutut tepat di depanku. Semula aku tak mengerti
maksudnya. Kuelus-elus punggung, pinggul dan payudaranya
dari belakang tubuhnya. Tangan kanannya meraih penisku dan
mengarahkannya ke duburnya lagi.
"Wah, masih pengen ternyata?" kataku dalam hati.
Penisku kembali memasuki duburnya dalam posisi kami
berdua berlutut. Lalu ia mengisyaratkan aku merebahkan
tubuh ke belakang. Aku turuti permintaannya dan dengan
penis tetap berada di dalam duburnya, aku berbaring
terlentang sedang Amel kini ada di atasku dalam posisi sama-
sama terlentang. Ia mengambil inisiatif bergerak menaik
turunkan tubuhnya hingga penisku masuk keluar dengan
bebasnya ke dalam duburnya.
Dari atas sana, Pak Iqbal bangkit mendekati kami berdua dan
kembali mengarahkan penisnya ke vagina Amel. Kini gantian
aku yang berada di bawah, Amel di tengah, dan penjaga
rumah itu di atas Amel. Desahan, rintihan dan jeritan kami
silih-berganti dan kadang-kadang bersamaan keluar dari bibir
kami bertiga. Tanganku kumainkan meremas-remas payudara
Amel dari bawah, kupilin-pilin putingnya yang sudah
mengeras itu. Beberapa saat kemudian, Pak Iqbal melenguh,
"Ayo Non Amel, Bapak mau keluar nih...uuhhh!!!!"
"Tunggu bentar!" kata Amel, dan tiba-tiba ia bangkit hingga
penisku terlepas dari pantatnya. Dengan cepat ia tolakkan
tubuh Pak Iqbal hingga jatuh terbaring, lalu ia berlutut di
antara paha pria itu dan menggenggam penisnya sambil
memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Sebentar
saja, pria setengah baya itu pun memuncratkan cairan
sperma mengenai wajah dan mulut Amel, tetapi ia tidak jijik
menjilati cairan yang keluar itu. Aku teringat lagi perkataan
Pak Kasimun, si penjaga kost, bahwa Amel memang suka
menelan sperma. Dengan sabar aku menunggunya
menyelesaikan cleaning service.
Tak lama Amel menoleh ke arahku sambil berkata, "Ric, lanjut
yuk, masih kuat kan!"
Ia kemudian menungging di hadapanku sambil terus menjilati
penis Pak Iqbal yang semakin lemas. Kutempatkan tubuh di
belakang Amel lalu kumasukkan kembali penis ke dalam
duburnya.
"Ric, jangan main belakang melulu dong, sakit tau, ntar gua
jalannya jadi ga enak" katanya. "Eh oke deh, ga main
belakang lagi nih" kucabut penisku dari sana dan kumasukkan
ke dalam vaginanya yang basah.
Cairannya masih banyak tapi penisku tetap dijepit kuat
sewaktu memasuki vaginanya. Penisku pun mulai bergerak
maju mundur di dalam gua Risa. Sementara itu tanganku juga
terus bergerilya di gunung kembarnya.
"Ahh...Ric...dalem lagi.. Ohh" Amel terus menggelinjang ke
sana ke mari.
"Oh.. Oh...gua gak tahan lagi...mau keluar lagi...lebih keras
dong... Ohh" erang Amel sambil terus mengocok penis Pak
Iqbal
"Ahh.. Uhh.. Uh.. sama...gua juga Mel" lenguhku menahan
nikmat
"Aaaaggghhh, nikmatnyaaahhhh!!" jepitan vaginanya begitu
luar biasa saat jeritannya terdengar, hingga tak bisa lagi
kutahan aliran spermaku kembali memasuki kepala penisku
dan keluar tanpa tedeng aling-aling.
"Aaaahhh, Annn ..... gua muncrat Mel!" erangku sambil
memeluk tubuhnya dari belakang dan meremas-remas kedua
payudaranya.
Kami bertiga lunglai dalam keadaan telanjang, aku dan Amel
di atas permadani dan Pak Iqbal di sofa. Lelehan cairan
kenikmatan kami bertiga bertebaran di sofa kulit itu,
sepertinya itu bukan yang pertama mengingat tempat ini
sering menjadi ajang pesta seks.
"Ric, laper ga?" tanya Amel lemah, "gua udah titip beliin
makan ke Pak Iqbal, tuh di meja sana kalau mau makan"
"Belum terlalu sih sekarang, lu aja duluan Mel" kataku sambil
meraih kimononya di sofa lalu menutupi tubuh telanjangnya.
Aku mengecup ringan dahinya lalu bangkit berdiri dan
memakai kembali kimonoku
"Kemana Ric?" tanya Amel melihatku berjalan ke arah kolam.
"Mau duduk di luar dulu, cari angin sambil ngerokok" kataku
sambil melangkah keluar.
Aku keluar ke pinggir kolam, langit sudah gelap, hembusan
angin sepoi-sepot menerpa air kolam, suara jangkrik kodok
terdengar di kompleks yang jauh dari hiruk pikuk jalan raya
ini. Kuraih ceana panjangku yang masih tergantung di kursi
santai, kuambil rokok dan lighter dari kantongnya. Sambil
duduk bersandar dan menatap langit, aku menghirup rokokku
dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya. Kehidupan cinta
memang aneh, aku sudah jadian lagi, ya aku tidak bisa
menutupi lagi bahwa aku mencintai Amel, tapi aku malah
bergairah melihat pacarku digarap orang lain. Beberapa saat
kemudian kulihat Amel menyusulku, ia sudah memakai kimono
pinknya dan rambutnya sudah digulung ke atas, membuatnya
terlihat makin cantik. Aku menggeser tubuhku untuk
memberinya tempat di kursi santai yang lumayan lebar itu. Ia
tersenyum dan duduk di sebelahku.
"Ric, lu cemburu yah gua tinggal sendiri terus gituan sama
Pak Iqbal?" tanyanya.
"Nggak kok Mel. Gua cuma gak habis pikir, koq bisa-bisanya
kita jadian sementara kita malah cuek ngeliat pasangan kita
ML sama orang lain, terus terang Mel...gua kok malah nafsu
ngeliat lu gituan sama orang lain" kataku sambil menatap
wajahnya.
Amel menatapku sebentar, lalu tiba-tiba ia tertawa lepas, aku
suka melihatnya ketika sedang tertawa seperti itu karena
selama ini ekspresi seperti itu memang jarang sekali.
"Ric, hidup ini memang terkadang aneh ya" katanya
berfilsafat. "sekarang biar kita jalani aja dulu, daripada
pacaran, bilang cinta, lalu selingkuh, itu kan nyakitin banget.
Omong-omong...gua suka keterusterangan lu. Yang lain boleh
aja memakai tubuh gua, tapi hati gua cuma lu yang bisa
memiliki" katanya menggenggam telapak tanganku, kami
terdiam saling genggam tangan dan menatap langit selama
beberapa saaat.
Tangaku baru saja meraih rokok dari asbak di meja ketika ia
meraih tanganku dan mengambil rokok itu. Kukira ia mau ikut
mengisapnya tapi ternyata ia malah mematikan puntung rokok
itu dengan menekannya di asbak.
"Ric...kurangin yah, stop lebih baik, gua gak suka cowok
perokok" katanya memegang dadaku, "buat kesehatan lu juga,
karena lu itu...my special one"
Aku mengangguk dan mata kami saling tatap lagi. Aku baru
tahu, walau sehari-harinya terkesan cuek, Amel begitu
perhatian terhadap orang yang ia cintai. Tatapan matanya
sungguh menakjubkan mengandung perasaan terdalamnya
yang tidak ia ungkapkan lewat kata-kata.
"Eh iya" tiba-tiba ia mengeluarkan BB-nya dari kantong
kimono, "smile dong Ric!" ia raih kepalaku mendekatinya dan
mengarahkan lensa kamera BB-nya ke arah kami.
"Yah...jelek, lagi-lagi..." ia kurang puas dengan hasilnya dan
memotret sekali lagi, "nah ini bagus, foto pertama kita Ric" ia
menunjukkannya hasil jepretan keempat padaku, bagus juga
walau aku senyumnya agak maksa.
Amel lalu merebahkan kepalanya di dadaku dan jari-jarinya
bermain lembut di pahaku.
"Malam ini kita tidur di sini yah!" katanya
"Emang boleh Mel?"
"Sebenernya ga sih, harusnya minta ijin dulu, tapi mumpung
Om Dedi sama istrinya lagi ga di tempat, terus Pak Iqbal udah
gua kasih jatah tadi, gua pengen malam ini cuma buat kita
aja, lu mau kan?"
Aku tidak menjawabnya dengan kata-kata, tetapi mengangkat
dagunya dan mencium bibirnya. Ciuman membara yang
kembali terjadi di antara kami membuat kami berdua kembali
hanyut dalam gelora asmara. Kurasakan dadanya yang
semakin kencang ketika kami saling berdekapan. Entah
berapa lama kami menikmati ciuman itu. Jari-jarinya bermain
di dadaku sedangkan jari-jariku membelai tubuhnya. Ia naik
ke tubuhku, kami saling raba dan saling berpelukan erat
"Lu mau main lagi?" tanyanya sambil memandang wajahku.
"Lu gak capek emang Mel?"
Ia menggeleng "Demi kamu, my special one...gua mau lagi,"
jawabnya.
Aku hanya tersenyum melihatnya. Ia meraih penisku dari balik
kimono dan mulai mengocoknya. Benda itu pun mulai bangun
dari tidurnya.
"Udah bangun lagi adik lu Ric" ia tersenyum nakal dan
semakin bernafsu.
Tangannya kini bermain-main dengan kedua buah zakarku.
Amel merayap turun dengan gerakan erotis hingga berlutut di
antara kedua pahaku. Ia kecup kepala penisku lalu mulai
menjilati dari bagian kepalanya itu, sisi kanan dan kiri sampai
kedua zakarku. Aku menikmati pelayanannya dengan wajah
menatap langit
"Ohhh..." aku mendesah
Kedua tanganku memegang kepala Amel menahan nikmat.
Sewaktu ia memasukan penisku ke dalam mulutnya, tanganku
menekan kepalanya sehingga kulumannya semakin dalam.
"Ahhhh....enak Mel" sekali lagi aku mendesah nikmat.
Amel mengeluarkan penisku dari mulutnya untuk membetulkan
posisinya, mengecup sekali lagi kepala penisku, lalu
mengulumnya lagi. Kali ini ia membuka mulutnya sampai
batasnya. Penisku masuk semakin dalam sampai akhirnya
tiga perempat dari seluruh batangan itu tertelan olehnya.
Lidahnya keluar dan menjilat bagian bawah penisku. Matanya
menatap nakal padaku, sungguh liar sekali. Aku mencoba
fokus dan bertahan dari serangan Amel.
Setelah beberapa lama, ia akhirnya mengeluarkan penisku.
Kali ini ia naik ke selangkanganku sambil tangannya
memegangi penisku yang sudah basah dan keras itu. Sambil
satu tangan berpegangan pada pundakku, ia mengarahkan
senjataku ke vaginanya. Perlahan-lahan ia menyelipkan
batang penisku ke dalam liang vaginanya. Aahh.. aku
merasakan kehangatan dan sensasi yang luar biasa saat bibir
kewanitaan Amel menghimpit penisku. Pelan-pelan ia
menurunkan tubuhnya sehingga penisku melesak semakin
dalam, dan akhirnya amblas ke dalam vaginanya. Uhh..
rasanya ketat dan lembab sekali di dalam sana.
"Sshh...puasin gua Ric, please", Amel mendesah di telingaku.
Pelan-pelan ia mulai menaik-turunkan tubuhnya. Ohh...
nikmat sekali goyangannya, aku menikmatinya sambil merem
melek. Kuraih kimononya dan kupeloroti lewat kedua bahunya
sehingga payudaranya terbuka sudah. Tanganku yang
meremas kedua gunung kembar itu.
"Aahh.. ahh.. Mel...enak banget", aku merasakan tubuhku
akan meledak menahan rasa nikmat yang luar biasa.
Aku menegakkan tubuhku dan memeluk tubuhnya, kuelus
punggungnya yang halus, mulutku mengenyoti payudara dan
putingnya.
"Ric, gua udah mau dapet lagi. Turunin gua dong! Sekarang
lu yang goyang"
Kuturunkan tubuhnya dan ia mengambil posisi nungging di
kursi santai itu dan memintaku memasuki tubuhnya dari
belakang. Kuarahkan penis ke vaginanya lalu memaju-
mundurkan tubuhku sambil meremas-remas kedua
payudaranya dari belakang. Erangan Amel semakin kuat
ketika hunjaman penisku semakin cepat masuk-keluar
vaginanya. Aku tidak ingat sudah berapa lama kami
melakukan itu, ketika tiba-tiba kurasakan dinding vaginanya
kembali berdenyut-denyut tanda akan orgasme lagi.
"Terusss...iya dikit lagi...aahhh...aahhh!!!" jeritnya sambil
menghempaskan pantatnya kuat-kuat ke arah pahaku.
Cairan kewanitaannya yang hangat mengucur deras, tubuhnya
mengejang selama beberapa saat. Aku merasakan
kejantananku bagai sedang dipilin dan dihisap oleh sebuah
mulut yang amat kuat sedotannya sehingga aku pun tak tahan
lagi. Spermaku tumpah mengisi rongga kewanitaan Amel yang
sedang megap-megap dilanda orgasme. Kami mengerang dan
mengejang merasakan siraman birahi panas yang seperti
hendak menerobos setiap pori-pori di tubuh kami sebelum
akhirnya terkulai di kursi santai. Kami bersetubuh tidak terlalu
lama memang, sekitar seperempat jam, tapi tubuhku terasa
lemas karena hari ini terlalu sering orgasme. Kami berpelukan
dan berciuman mereguk seluruh kenikmatan dari
persetubuhan itu. Selama beberapa saat, kami hanya terdiam
sambil berpelukan, saling memandang, lalu berciuman dengan
lembut.
"Makan yuk, laper nih!" ajak Amel
Kami pun menyantap bakmi yang dipesan Amel lewat Pak
Iqbal sambil ngobrol. Setelahnya dilanjutkan mandi bersama,
Amel sungguh mengisi kekosongan hatiku, obrolan kami cocok
satu sama lain, kurasakan ia juga merasakan hal yang sama,
senyumannya hari ini sejak jadian di kolam tadi nampak
begitu lepas dan bahagia. Malam itu kami tidur berdua di
kamar berinterior mewah tempat kami memadu kasih tadi
tanpa selembar benang pun di bawah selimut yang hangat
"Mel, jujur yah, malam ini gua benar-benar menikmati saat
indah bersama lu." kataku membelai rambut panjangnya.
"Gua juga" balasnya.
Sebelum terlelap kami masih sempat melakukannya sekali lagi
dengan tempo lembut dan relatif singkat.
#######################
Keesokan paginya, jam delapanan kami bersiap untuk
meninggalkan rumah ini.
"Mel bentar dulu, gua kok mendadak sakit perut nih, tunggu
bentar ya" kataku, "Pak nanti dulu, mau ke WC dulu saya!"
sahutku pada Pak Iqbal yang bersiap membukakan gerbang.
"Yee...bukannya dari tadi, cepetan ya!" kata Amel.
"Iya sori, tunggu aja" kataku sambil bergegas kembali ke
dalam.
Aku memang benar mau ke toilet tapi cuma pipis dan
setelahnya aku tidak langsung kembali ke luar melainkan
mengintip keluar melalui jendela dekat pintu depan. Aku ingin
tahu apakah bakal terjadi sesuatu antara Amel dan Pak Iqbal
jika kutinggal. Oh my God, seperti yang kuduga, mreka terlihat
sedang saling berpelukan mesra. Amel berdiri bersandar pada
dinding, Pak Iqbal sedang mencium bibirnya dan ternyata
dibalas Amel dengan menundukkan wajahnya karena tubuhnya
yang lebih jangkung dari pria itu. Mereka saling berpagutan
penuh gairah. Tangan Pak Iqbal mulai merayapi lekuk lekuk
tubuh Amel. Kadang tangannya meremas bongkahan
bokongnya dan perlahan merayap ke atas dan sampai ke
gundukan bukit buah dada Amel dan dengan remasan
perlahan tapak tangannya lalu membuat gerakan meremas
dan memutar seperti memijat. Kemudian tangan pria itu mulai
menyingkap kaos Amel. Amel melepas ciuman sebentar untuk
menggerakkan tangannya meloloskan kaosnya lalu ia letakkan
di jok motorku. Pak Iqbal lalu menyingkap bra Amel ke atas
sehingga tersembulah kedua gunung kembarnya yang putih
mulus dengan putingnya yang telah mengeras di wajah pria
itu. Dengan perlahan lidah Pak Iqbal menyapu gundukan bukit
buah dada Amel dan kadang menghisap perlahan puting Amel.
Dari balik jendela kulihat Amel memejamkan matanya dan
mulutnya mengap-mengap. Libido Amel telah naik, dia
menggelinjangkan badannya ketika pria itu terus menghisap
putingnya sambil tangan kanannya menyusup masuk ke balik
celana panjangnya mengobok-obok selangkangannya, namun
sebentar kemudian pria itu mengeluarkan tangannya dan
mulai membuka ikat pinggang dan resleting celana Amel.
Wah, gila, pria itu sepertinya ingin menelanjangi Amel,
memang sih pagar tinggi itu berlapis canopy sehingga
kegiatan mereka tidak akan terlihat dari luar tapi nekad juga
berbuat seperti itu. Timbul semacam bara cemburu yang
sangat merangsang hasrat birahiku. Namun aku tidak berniat
menghalangi pergumulan mereka. Kecemburuanku itu justru
menginginkan agar pencurian nikmat syahwat ini terus
berlanjut. Aku justru sangat berhasrat menyaksikan ekspresi
wajah pacarku yang baru saja jadian itu digarap pria lain. Aku
ingin mendengar erangan nikmatnya saat penis pria lain
menghujam-hujam vaginanya. Tanganku mulai meraba
selangkanganku memegangi penisku yang telah ereksi. Amel
telah telanjang sekarang, sebagian pinggulnya yang putih
mulus itu telah berada di dalam genggaman tangan keriput
Pak Iqbal. Tangan itu terus mengusap dan membelai paha
jenjangnya. Sementara tangan kiri Pak Iqbal kulihat membuka
celananya sendiri dan kulihat tangannya mengeluarkan
kejantanannya yang ternyata telah menegang dan besar lalu
mengarahkan tangan Amel untuk memegang batang penisnya.
Dengan terus berciuman, Amel dengan perlahan memegang
batang kemaluan tersebut, dan secara mulai mengurut
batangan itu ke atas ke bawah. Keduanya saling memberikan
rangsangan kepada pasangan masing-masing. Tak lama
kemudian Pak Iqbal mengangkat kaki kiri Amel dan
mengarahkan penisnya ke vaginanya. Perlahan didorongnya
penisnya yang sudah ereksi lagi masuk ke liang kenikmatan
Amel
"Aagh.. yess.. terus masukin Pak..!" aku dapat mendengarkan
erangan Amel dari tempat persembunyianku.
Pak Iqbal dengan irama yang teratur memompa vagina Amel,
sambil mempermainkan lidahnya di leher dan bibirnya.
Desahan Amel semakin berisik terdengar. Kadang mereka
saling bicara diselingi ciuman mesra. Aku melongo melihat
ekspresi wajah Amel saat diterpa birahi itu, matanya setengah
tertutup. Kepalanya terkadang mendongak dan di lain waktu
merunduk. Bibir si penjaga rumah tidak henti-hentinya
memagut bahu dan payudaranya. Pantat pria itu terus
berayun penuh irama dengan sangat indahnya makin lama
semakin cepat dan kasar. Hanya dengan melihat ekpresi
wajah Amel yang begitu enjoy menikmati genjotan Pak Iqbal,
aku mendapatkan sensasi birahi luar biasa yang berbeda dari
bersetubuh langsung, terlebih ketika mendengar suara
desahan nikmat yang terus keluar dari mulut keduanya. Aku
merinding dan darahku bergejolak hebat. Aku merasakan
begitu nikmat mengocok kemaluanku sendiri sambil
menyaksikan pacarku bermesum ria dengan pria lain. Klub ini
memang telah mengubah drastis persepsiku tentang seks dan
cinta, sungguh gila namun aku menikmatinya. Sepuluh menit
kemudian aku mulai merasakan spermaku akan keluar.
Kupercepat kocokanku hingga akhirnya aku pun sampai
kepada puncak orgasmeku
Pergumulan antara Amel bersama Pak Iqbal sampai pada
puncaknya ketika Amel tiba-tiba mengejang dan mempererat
pelukannya pada pria itu. Erangan panjang terdengar dari
mulutnya. Tak sampai tiga menit kemudian, giliran Pak Iqbal
keluar, dia buru-buru mencabut penisnya dari vagina Amel.
Amel pun tanpa diperintah berlutut di depan pria itu dan
meraih penisnya yang lalu ia masukkan ke mulutnya. Sebentar
saja, pria itu sudah mendesah keenakan sambil menengadah
ke atas, sementara Amel nampak berkonsentrasi mengisap
penisnya, pasti sperma pria itu telah tertumpah ke mulut
Amel. Setelah menuntaskan hasrat birahi mereka kembali
berpakaian, Amel terlihat agak rusuh karena seluruh
pakaiannya terlepas, sedangnkan Pak Iqbal tinggal
membenahi celananya saja. Aku pun menyudahi mengintipku,
setelah cuci tangan aku pun kembali ke luar.
Ketika aku keluar Pak Iqbal sedang menyapu halaman depan
dan Amel duduk di bangku taman sibuk dengan BB-nya
seperti tidak terjadi apa-apa dengan mereka sebelumnya.
"Whew...lega nih" kataku sambil mengelus-elus perut dan
berlagak tidak tahu apa-apa, "sori lama, yuk Mel!"
"Oke yuk" Amel memasukkan BB-nya ke tas dan bangkit
berdiri.
Kami pun meluncur dengan motorku meninggalkan rumah
mewah itu. Ketika berhenti di lampu merah, Amel berkata,
"Ric, waktu nunggu lu tadi...gua gituan sama Pak Iqbal"
"Ooohh...gitu" kataku seakan baru mengetahuinya
"Lu ga marah?" tanyanya lagi.
Aku menggenggam telapak tangannya dan berkata, "nggak,
thanks atas kejujuran lu malah, kan seperti komitmen kita
kemaren Mel, kita bebas mau sama siapa aja, bedanya cuma
hubungan kita lebih khusus"
Kurasakan tangannya yang melingkar di pinggangku
memelukku makin erat dan dadanya menghimpit punggungku,
ia juga menyandarkan kepalaku di sana. Lampu sudah
menyala hijau sehingga aku harus menjalankan kembali
motorku. Hari yang tidak terlupakan itu menjadi awal
hubungan cintaku yang baru, hubungan yang tidak biasa dan
sama sekali berbeda dari hubungan cinta pada umumnya.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.