Rabu, 04 Maret 2015

cinta sang bidadari buat alfi 3

Cinta Sang Bidadari Buat Alfi 3
Sudah satu bulan lebih Paijo tinggal bersama Sandra.
Sementara itu Didiet masih sibuk dengan pekerjaannya di kota
G. Dia jelas belum bisa meninggalkan pekerjaannya yang
sedang dalam kondisi mengejar progress akhir. Ia hanya bisa
pulang setiap dua minggu sekali dan menginap selama dua
hari. Sampai dengan saat ini Sandra beranggapan Didiet
sama sekali tak mengetahui jika telah terjadi perubahan besar
di dalam rumahnya karena ia dan yang lain selalu berhasil
'menyembunyikan' Paijo setiap kali Didiet pulang. Sandra
memang berharap Didiet tak pernah tahu sehingga tak
menambah polemik yang terjadi di dalam rumah tangganya.
Paling tidak sampai apa yang ia harapan berhasil dulu.
Apalagi dengan perginya Alfi semakin menjadikan
perselingkuhan antara Sandra dan Paijo terus berlangsung
tanpa ada lagi yang menghalangi.
--
Malam harinya.
Malam ini adalah malam dimana kesuburan Sandra sedang di
puncak waktu terbaiknya. Seperti anjuran Lila mereka diminta
untuk melakukan hubungan intim dalam posisi knee-chest
agar mendapatkan hasil yang maksimal. Paijo sendiri sejak
satu minggu sebelumnya sudah di cekoki bermacam-macam
suplemen penyubur dan juga melakukan program menu
vegetarian termasuk dilarang bersetubuh dan melakukan
masturbasi agar dapat mendongkrak kualitas dan kuantitas
spermanya. Sejak sore Paijo terus menerus memikirkan
persetubuhan ini. Kerjanya hanya mondar-mandir di kamar
Sandra dengan tubuh bugil seperti tuyul. Penisnya sudah
berjam-jam menegang keras. Ujung kulupnya penuh dibasahi
oleh cairan mazi yang tak henti-hentinya merembes keluar
dari lubang pipisnya. Dengan gelisah ia menanti Sandra
masuk ke dalam kamar.namun Sandra tak kunjung muncul.
Sandra sendiri tak ingin terprovokasi oleh tingkah Paijo. Ia
masih ingin melakukan hal lain dulu sore itu. Ia masih sempat
menonton acara TV favorite-nya di ruang keluarga sambil
makan cemilan sehat. Baru sekitar pukul tujuh malam Sandra
memasuki kamar tidur. Dan pada saat itu Paijo-pun langsung
menerkamnya.
"Joo! Pelan-pelang dong! nanti gaunku bisa robek! ...uhhh"
keluh Sandra memperingatkan Paijo yang tengah
menggumulinya secara liar.
"Saya mau entot ibu sekarang! Saya mauu entot ibu
sekarang!" ujar Paijo berulang-ulang sambil berusaha menarik
lepas lingerie yang dikenakan Sandra.
Tadinya Sandra sangat berharap jika Paijo akan berlaku
sedikit sabar dan melakukan foreplay terlebih dahulu sebelum
melakukan penetrasi. Namun sepertinya Anak itu sudah tak
kuat mengendalikan hasratnya. Sandra terpaksa ikut
membantu melepas pakaian yang tersisa dengan terburu-
buru. Lalu ia memposisikan dirinya tengkurap di kasur dengan
sebuah bantal empuk mengganjal di bawah perutnya. Belahan
vaginanya yang cantik masih kering menandakan ia
sebenarnya belum siap menerima hujaman penis kampung
Paijo. Paijo sudah memposisikan dirinya di atas punggung
Sandra sambil menggosok-gosokan glans-penisnya yang
membulat bak buah tomat pada bibir vagina wanita molek itu.
Setelah merasakan ujung penisnya berhasil menyelip pada
kelopak vagina istri Didiet itu, Paijo-pun menekan pantatnya
dengan kuat .... Bleessss....
"Ohh...Joooooo!" desahan panjang Sandra terdengar ketika
penis Paijo amblas sekaligus seluruhnya ke dalam tubuhnya.
Detik itu pula vaginanya langsung bereaksi mencengram
benda asing yang memasukinya itu secara maksimal.
Paijo menggigil merasakan nikmat yang luar biasa ketika alat
kelaminnya terlumat dasyat dari pangkal hingga ke ujung.
Jemarinya mencengkram seprey secara ketat. Syaraf-syaraf
pada penisnya seakan menjadi sedemikian sensitive saat
bersentuhan dengan bagian dalam liang senggama Sandra
yang lembut. Dan seketika itu juga dorongan buat berejakulasi
secara dini mulai menyergapnya.
"Ampunnnn buuu... punyaa ibuuu perettt bangetttt!...
enaaaaaakkk!" rintih pemuda itu berusaha bertahan.
"Joo...kocookkkkk.." desah Sandra tak memperdulikan problem
yang sedang dialami Paijo.
Paijo tahu ia tak mempunyai pilihan lain. Didiamkan juga rasa
nikmat itu juga tak bakal mereda. Lebih baik ia mulai
menyetubuhi Sandra tanpa memikirkan bakal cepat muncrat.
Pantat hitamnya segera berayun mengocok cepat diantara
kepitan paha putih Sandra. Tapi satu minggu berpisah dari
vagina Sandra terasa terlalu lama buat Paijo sehingga
hasratnya meletup-letup. Persetubuhan itu barulah
berlangsung tiga menitan dan Paijo sudah tak mampu lagi
bertahan. Gumpalan air maninya yang berisikan benih-benih
yang diharapkan subur dan dapat membuahi Sandra
berebutan mengalir dan memenuhi saluran kencingnya lalu
tanpa tertahankan melenjit tersembur melalui ujung penis
kampungnya.
Craaatt!!!!!...cretttt....cratttt...croootttttt...
"Aaooooo.....eunakkkk!!!" pekik Paijo membahana dan sekujur
tubuh kerempengnya mengejang kaku di landa rasa nikmat
yang menyengat kemaluannya.
Detik demi detik berlalu Paijo terus menghentak-hentakan
pinggulnya buat menuntaskan gatal nikmat yang menggila itu.
Sementara itu tangan Sandra menggapai ke belakang menarik
dan menekan pantat Paijo ke arahnya agar terus menyatu
dengannya dalam waktu yang cukup lama.
"Cabutt perlahan Joo" ujar Sandra setelah Paijo
menyelesaikan ejakulasinya. Sebenarnya Sandra masih
menginginkan penis Paijo mendekam dalam liang
senggamanya. Apalagi tadi ia belum mendapatkan orgasme.
Namun saat ini ia harus mendahulukan urusan yang lebih
penting yaitu Kehamilan Paijo melakukan perintah Sandra
tersebut. Secara perlahan ia mencabut lepas penisnya. Plokk!
Lalu seperti biasa Sandra terlentang sambil mengangkat
kedua kakinya tinggi-tinggi dan menyandarkannya pada
dinding. Dengan begitu sperma Paijo tak bakalan tumpah dari
vaginanya sehingga memberinya cukup waktu agar dapat
membuahinya. Ia sungguh berharap benih-benih Paijo dapat
mencapai sel telurnya dengan selamat. Sementara itu Paijo
harus menunggu setidaknya beberapa menit sebelum
melakukan pertarungan kedua.
"Ouuuhg...." Leguh Sandra. Puting payudaranya menjadi
sasaran mulut Paijo yang memanfaatkan jedah waktu
menunggunya. Sesekali Paijo menarik kepalanya kebelakang
sehingga bibirnya terlepas dari puting Sandra dengan
menimbulkan suara erotis.
Cplak! cplok! Hal itu Paijo lakukan berulang-ulang. Tak satu
tetes-pun air susu yang keluar. Paijo hanya mendapatkan dua
puting yang menegang dan memerah.
Akhirnya setelah beberapa menit berlalu. Sandra memberi
kode ke Paijo untuk kembali menyetubuhinya. Cleppp!!! Penis
Paijo-pun sudah kembali bersarang di dalam vagina Sandra.
Vagina Sandra terasa likat oleh sperma yang mulai
mengental. Buih-buih putih menyelimuti permukaan kulit penis
Paijo yang hitam pekat. Sandra sangat berharap kondisi Paijo
masih cukup bertenaga setelah orgasme tadi. Benar juga di
pertarungan ke dua ini terlihat Paijo kembali bersemangat.
Tak hanya itu penis bertindik miliknya mulai mampu membuat
Sandra mengelinjang kegelian. Tangan Paijo berpegangan
pada pinggul Sandra sambil menyodok wanita cantik dengan
segenap keahlian yang ia miliki. Kocokannya terkadang cepat
terkadang melambat Sesekali ia hentakan jauh sedalam-
dalamnya. Ia tahu wanita suka sekali bila vaginanya terasa
penuh oleh sebuah titit. Namun sayang miliknya memang
kurang panjang sehingga tak mampu menyentuh bagian dasar
liang surga itu. Dalam hatinya Paijo merasa berterima kasih
pada pak de-nya yang dulu telah menindik kemaluannya
karena dengan modal itu ia masih bisa memberikan
konstribusi kenikmatan kepada Sandra. Lima belas menit
berlalu, Giliran Sandra yang merintih-rintih. sepertinya rasa
nikmat yang ia rasakan sudah sampai pada puncaknya.
"Oughhhh Jooo!!" pekik Sandra tertahan
Paijo cepat-cepat menghujaman penisnya sedalam mungkin
agar Sandra memperoleh kenikmatan lebih. Cincin-cincin di
sepanjang liang senggama Sandra berdenyut keras secara
priodik mencengram batang penis pemuda kampung yang
beruntung itu. Mata Paijo mendelik ikut tersengat oleh nikmat
saat proses orgasme yang sedang melanda Sandra
berlangsung. Sambil menggigit bibirnya sendiri ia berusaha
bertahan dalam badai birahinya yang akan menghempaskan
dirinya kepada ejakulasi. Ia belum ingin ikut ber-orgasme
paling tidak untuk saat ini. Lalu ia mencoba mengalihkan
pikirannya ke hal-hal lain. Seperti membayangkan wajah bu
denya yang galak! Dan ternyata taktiknya itu cukup berhasil.
Napsunya sedikit mereda dan rasa ingin berejakulasinyapun
kembali menjauh. Untunglah orgasme pada Sandra segera
usai maka cengkraman dasyat vaginanya pada batang penis
Paijopun agak mengendur. Paijo-pun dapat sedikit bertahan.
Setelah mengatur napas ia kembali mengocok dengan teratur.
"Oghhh.... Jooooo!!!" Sandra merintih pada setiap tusukan
dan cabutan yang dilakukan Paijo.
Setelah mengalami orgasme sekali Sandra-pun dengan cepat
kembali melambung. Hal itu memompa semangat Paijo. Ia
yakin ia bisa membuat Sandra kembali orgasme beberapa kali
sebelum ia sendiri berejakulasi lagi. Lima belas menit berlalu.
Seprey di ranjang itu sudah berantakan tak menentu. Kocokan
Paijo semakin cepat dan ganas. Hingga pada suatu ketika
Sandra kembali orgasme dibuatnya.
"Awwwww....Jooooo!!!".
Pekik kenikmatan Sandra membuat Paijo tersenyum bangga.
Tak percuma usahanya mengikuti terapi menyebalkan dari
dokter Lila yang cantik nan bohai itu. Ia lumayan bisa sedikit
lebih lama bertahan. Meski harus bermandikan peluh ia
berhasil memuaskan Sandra. Ia yakin sekali setelah ini Sandra
bakal semakin tergila-gila padanya. Sambil bertahan dalam
lumatan nikmat vagina Sandra pikiran Paijo terus melayang.
Kapan-kapan ia juga berharap bisa menaklukan Dian yang
telah mempecundanginya tempo hari. Wanita yang satu itu
juga mempunyai lumatan vagina yang membuatnya ketagihan.
Dan tak hanya itu siapa tahu iapun beruntung bisa mencicipi
teman Sandra satunya lagi yang punya dada ranum itu pikir
Paijo menghayalkan Nadine. Tapi beberapa detik kemudian
Paijo dibuat terkejut bukan main. Setelah ditunggu setengah
menitan...satu menit...bahkan lebih lama namun kali ini vagina
Sandra tak lagi berhenti berkontraksi. Ternyata saat itu
Sandra sedang dilanda gelombang multiorgasme. Kenikmatan
itu datang susul menyusul dan tak pernah terputus.
Celakanya Paijo-pun terpaksa ikut merasakan dampaknya.
Vagina Sandra membetot penisnya secara permanent.
"Egggghhh...!!" Paijo meleguh tertahan.
Ia mulai panik dan ragu mempertahankan eksistensinya.
Gelombang kenikmatan itu makin tak bisa ia tahan. Penisnya
terkunci dalam bekapan nikmat yang tak kunjung berakhir. Ia
menjadi sungguh tak berdaya dalam kondisi seperti itu. Bola
matanya terbalik ke atas meninggalkan bagian putihnya di
bawah. Sepertinya kali ini ia tak bakal mampu lagi melawan.
Itu sudah melampaui batas kemampuannya. Sambil
merangkul pinggang Sandra, ia hujamkan penisnya seraya
melepas ejakulasinya.
"Arrggggggg...buu enaakkkkkkk!!" pekik nikmat ala Paijo
melengking memenuhi kamar.
Creeettt...crootttt...crooottt...crootttt....penis Paijo kembali
tersentak-sentak kuat sambil terus menyuntikan calon-calon
bayinya ke dalam vagina Sandra. Masih cukup banyak dan
kental. Di saat yang bersamaan otot-otot kewanitaan Sandra
masih terus menerus berkontraksi kuat seakan ingin
membetot habis sperma Paijo hingga ke tetes terakhir.
Satu menit berjalan Paijo menuntaskan ejakulasinya. Ia
ambruk tertelungkup di atas punggung Sandra. Orgasme
barusan sungguh dasyat dan membuat kesadarannya pergi
meninggalkan raganya. Beberapa menit ke depan ia masih
belum mampu bergerak. Sehingga Sandra harus
mendorongnya ke samping agar terlepas dari tindihan
tubuhnya dan melakukan proses selanjutnya. Tadinya Sandra
sudah ingin menghentikan persetubuhan ini. Ia berpikir tak
ada gunanya lagi diteruskan sebab bagian tersubur dari
sperma Paijo pasti sudah dikeluarkan semua pada dua sesi
persetubuhan barusan. Namun Paijo merengek-rengek minta
tambah. Kali ini ia memohon pada Sandra agar mau
melakukannya dalam posisi missionary. Ini adalah posisi yang
primitif namun juga sangat di sukai oleh Sandra. Sandra-pun
memberinya izin buat menikmati ronde terakhir tersebut.
Akhirnya Paijo berkesempatan melakukan hal-hal yang tak
dapat ia lakukan pada dua ronde sebelumnya. Sembari
mengentot kini ia bisa melumat bibir ranum istri Didiet itu.
Dan juga menyedot puting susu Sandra sepuas-puasnya.
Paijo terus melakukan pekerjaan yang melelahkan namun
enak tersebut dengan penuh semangat tinggi. Hingga lima
belas menit berlalu dan cairan-cairan encer dan bening
memancar dari ujung penisnya menandai berakhirnya
permainan malam itu. Setelah pergumulan panas itu
usai.Sandra meminta Paijo menjauh dari dirinya. Mereka telah
bergumul kurang lebih satu jam-an dan anak itu telah
menyemburkan sperma sebanyak tiga kali. Sandra sendiri
memperoleh entah berapa kali orgasme. Tapi Sandra tak
terlalu mementingkan itu lagi. Ia hanya berharap terapi yang
diberikan Lila pada Paijo bisa berhasil. Plop! Batang penis
Paijo tercabut lepas dari kukungan vagina Sandra dalam
keadaan berlepotan lendir. Paijo langsung terlentang di
sampingnya dengan napas terengah-engah dan tubuh
bermandikan peluh. Sementara Sandra menatap langit-langit
kamar dengan pikiran menerawang. Sepertinya ia tak terlalu
menikmati persetubuhan malam ini.. Betul persetubuhan
barusan berlansung sangat panas dan Paijo mampu
membawanya berulang-ulang mencapai puncak
kenikmatan.Tapi Sandra tetap merasakan sesuatu yang
berbeda. Ada sesuatu yang kurang pada persetubuhan
barusan. Ia tak merasa nyaman. Entah hal itu disebabkan
karena hatinya masih diliputi kegalauan akan kepergian Alfi
atau bukan. Baginya saat-saat keintiman bersama Alfi
merupakan saat-saat yang paling diinginkannya. Anak itu tak
hanya mampu membuat dirinya terhempas dalam kenikmatan
ragawi tanpa batas akan tetapi membawa perasaannya ikut
melambung dalam rasa nyaman dan....kebahagiaan. Alfi
menjadikan segalanya menjadi sesuatu yang jauh lebih indah.
Seakan ia menegaskan arti perbedaan antara bersetubuh
dengan bercinta.
Sandra memejamkan matanya sementara pikirannya semakin
jauh melayang berkelana menuju ke masa lalu. Tepatnya dua
tahun yang lalu. Di masa itu ia belum menikah dengan Didiet.
Kala itu dirinya berada di sebuah kamar. Sebuah kamar yang
penuh dengan kenangan indah yang tak terlupakan sekaligus
sangat mendebarkan. Dari dalam kamar itu ia dapat
mendengar suara deburan ombak di pantai. Sebuah kamar
yang memiliki sebuah tempat tidur besar yang nyaman dan
tertutup oleh seprey putih. Di atas ranjang itu ia melihat
sesosok tubuh ramping berkulit gelap tengah menantinya.
Sosok anak lelaki yang belum dikenalnya dalam keadaan....
telanjang bulat! Sambil mengenang peristiwa itu jemari
lentiknya menjelajah ke arah selangkangannya sendiri.
Perlahan ia menyentuh permukaan vaginanya yang masih
basah belepotan oleh lendir Paijo. Sementara tangannya yang
satu lagi meremas-remas payudaranya yang putih montok.
Desahannya membuat Paijo menoleh ke samping.
"Lho Bu..ibu sedang apa?" tanya pemuda itu heran ketika
melihat Sandra merangsang diri sambil menggelinjang-
mengelinjang.
"Stttt Jo... jangan ganggu aku" ujar Sandra di sela-sela
desahannya.
"Ibu belum puas ya?." tanyanya penasaran mengingat Sandra
sudah sering 'dapet' saat bersetubuh dengannya tadi.
"Diam kamu Jo!" hardik Sandra yang merasa terganggu oleh
pertanyaan-pertanyaan Paijo.
Paijo terkejut oleh suara Sandra yang meninggi. Ia sudah
cukup hapal bila suasana hati majikannya yang cantik itu
sedang tidak nyaman sehingga ia memutuskan tak akan
bertanya lagi. Sandra kembali memejamkan matanya.
Ingatannya kembali berkelana ke masa lalu. Di mana saat itu
ia tengah dilanda kebimbangan. Ada rasa takut dan juga
keraguan. Berkali-kali ia menoleh ke luar kamar di mana
Didiet yang kala itu belum menjadi suaminya sedang duduk
bersandar di sebuah sofa sambil terus tersenyum kepadanya.
Begitu banyak pertanyaan yang melintas di benaknya.
Mengapa bukan Didiet sendiri saja melakukannya? Mengapa
harus dengan anak sekecil itu? Atau setidaknya jangan di kali
pertama karena saat itu ia masih perawan!. Bahkan sempat
saat itu ia mempertanyakan dalam hati seberapa besar-kah
cinta Didiet kepadanya sehingga merelakan calon istrinya
sendiri melakukan itu? Rasanya ia dan Didiet sudah cukup
berargument soal ini. Tapi memang dasar Didiet tak pernah
menyerah. Berulang kali pemuda yang bakal menjadi
suaminya itu berusaha meyakinkan dirinya jika ia akan
menepati janjinya untuk menikahinya setelah semua itu
terjadi. Sandra menarik napas dalam-dalam. Lalu ia
hembusan lagi cepat sebagai upaya melepas kegalauan
hatinya. Ia berpikir memang ia dan Didiet cukup lama
berpacaran. Jika saja Didiet mau ia bisa saja mengambil
kegadisan kekasihnya itu sejak kemarin-kemarin. Tapi
sepertinya Didiet memang merencanakan dan menanti saat-
saat ini sejak lama. Lagian bukankah mereka memang sudah
berencana menikah akhir tahun itu bahkan keluarga dari
kedua belah pihak juga sudah tahu. Jadi Sandra merasa tak
ada lagi yang perlu ia kuatirkan. Setelah ia membuang jauh-
jauh keragu-raguannya dan memantapkan hatinya untuk
melakukan permintaan aneh dari sang kekasih tercinta
tersebut, akhirnya ia melangkahkan kakinya ke kasur dengan
jantung berdebar.
Dari jarak yang cukup dekat ia dapat memandang dengan
jelas wajah calon lelaki yang akan memerawaninya itu. Masih
begitu belia. Mungkin baru memasuki masa-masa pubernya.
Paling-paling usia anak itu belum lagi lima belas tahun.
Tubuh yang kurus kering sehingga nampak tulang iganya
bertonjolan. Kulitnya hitam terjemur panas matahari. Pada
kulit pipinya yang hitam terdapat beberapa bola-bola kecil
berwaena putih... panu!. Sosok seperti inikah yang memenuhi
fantasi si Didiet? Baru saja ia duduk di pinggir kasur. Ia
terkejut ketika anak itu secara tiba-tiba menyergap bibirnya.
Semula ia ingin marah dan menolak tubuh anak itu
kebelakang. Namun itu tak jadi ia lakukan. Ciuman yang
dilancarkan anak itu bukanlah ciuman sederhana. Itu
merupakan ciuman seorang yang sangat berpengalaman dan
ada kenikmatan di dalam situ. Ia terpaksa membuka mulutnya
menerima sodoran lidahnya. Sepertinya anak itu ternyata
memang sudah biasa dan mahir dalam urusan begini. Berarti
reputasi bocah itu yang ia dengar dari Didiet pastilah juga
benar. Nama anak itu Alfi. Didiet mengatakan jika ibunya
adalah seorang lonte. Dan Alfi hidup dan tumbuh di dalam
lingkungan prostitusi. Ia terbiasa melihat, meniru bahkan ikut
melakukan perbuatan apa saja yang dilakukan oleh para
orang dewasa di sekitarnya sejak ia kecil. Tak mengherankan
jika Alfi dapat mengenali titik-titik yang menyenangan pada
tubuh wanita. Sandra sendiri tak pernah tahu atau menyelidiki
letaknya. Bahkan ketika Alfi memberinya rangsangan puting,
Itu menjadi sebuah titik awal buatnya melakukan penyerahan
diri. Meski itu bukanlah yang pertama kali baginya merasakan
hal itu karena Didiet pun cukup sering melakukannya di kala
bermesraan dengannya. Tapi tak senikmat jika Alfi yang
melakukannya. Jelas kemampuan Paijo tak bisa dibandingkan
dengan Alfi. Anak kampung itu hanya mengikuti nalurinya
saja. Jangankan Paijo, Didiet saja tak pernah melakukan hal
itu secara benar bahkan hingga bertahun-tahun ke depan di
masa pernikahan mereka. Sandra ingat ia hanya bisa
mendesah pasrah ketika rangsangan demi rangsangan dari
Alfi menjadi semakin kuat dan tak tak terkendali. Ia merasa ia
tak mesti harus bertahan ataupun berhenti saat itu. Bahkan ia
siap menerima apapun yang akan diperbuat anak itu setelah
itu padanya. Namun Sandra terpana kala itu melihat sesuatu
yang besar berwarna lebih gelap dari kulit bagian tubuh yang
lainnya mencuat di antara kedua paha anak itu. Itu! Bukan
lagi milik anak kecil! Duh! Anak ini-pun ternyata belum lagi di
sunat pikir Sandra ketika melihat ujung titit anak itu yang
masih tertutup kulup. Ia berharap Didiet sudah memeriksa
sebelumnya jika Alfi tak mengindap penyakit kelamin. Sandra-
pun memastikan jika ia pasti akan sangat kesakitan dan
menderita bila benda yang sudah dalam kondisi mengacung
tegak itu memasuki alat kelaminnya. Beberapa menit ke
depan ia akan membiarkan Penis Alfi yang selama ini kerap
dipakai buat mengaduk begitu banyak lobang vagina para
lonte itu menjadi penis pertama yang masuk ke dalam liang
senggamanya dan sekaligus merengut kegadisannya. Tapi
Sandra juga ingat bagaimana benda itu membuatnya
mengalami apa yang di sebut sebagai orgasme buat pertama
kali. Saat itu Alfi belum lagi benar-benar menyenggamainya.
Ia hanya memasukan penisnya sedalam dua atau tiga sentian
saja. Sungguh tak terlukiskan betapa nikmatnya saat daging
yang menyumbat mulut kelaminnya itu bergerak keluar dan
masuk secara lembut di permukaan selaput daranya. Lalu
membuatnya mengejang, berkontraksi selama beberapa menit.
Sementara itu Paijo terperangah menonton kejadian luar biasa
itu di hadapannya tanpa berani mendekat. Sandra
mengelinjang dan merintih sambil menggoyangkan pinggulnya
secara liar. Ia tahu persis saat itu Sandra sedang
membayangkan bercinta dengan seseorang dan ia juga yakin
orang tersebut jelas bukan dirinya.
"Ouuughh!!!" Sandra terus mendesah panjang dalam
kenikmatan dan kenangan masa lalunya itu.
Sandra sendiri tak lagi memperdulikan ada tidaknya Paijo di
situ. Ia terus larut dalam alunan memori indahnya. Ia masih
ingat saat itu ia sempat kuatir jika sampai hamil ketika Alfi
merengek minta berejakulasi di dalam vaginanya. Sebab meski
Alfi mengaku benihnya belumlah subur namun tetap tak ada
jaminan pasti jika ia tak bakalan hamil. Tapi ia tak kuasa
menolak setiap kesenangan yang di berikan anak itu. Ia juga
tak tahu mengapa malam itu ia tak mencoba
mempertahankan lambang kesuciannya sebagai seorang
wanita. Seakan ia sudah merelakan jiwa raganya bulat-bulat
untuk menjadi budak mainan seks bagi kesenangan fantasi-
nya Didiet. Hingga akhirnya ia mengizinkan Alfi untuk
menodainya....dan anak itu melakukannya...
"Ouhgggg ....Fiii!!!" Sandra sontak terpekik. Di bawah
kukungan fantasinya Sandra mengalami sebuah orgasme yang
kuat. Organ dalam kewanitaannya berkontraksi dengan hebat
membawanya menuju ke sebuah kesenangan tertinggi. Cairan
cintanya meluber dari liang senggamanya membasahi seprey.
Kenangan saat terjadinya puncak peristiwa itu memenuhi
segenap alam bawah sadarnya. Ia seolah dapat kembali
merasakan bagaimana indahnya penyatuan saat itu. Batapa
mencengangkan kenikmatan yang bercampur rasa sakit
tatkala selaput daranya merenggang dan terkoyak oleh
terjangan penis anak itu. Ia-pun ingat bagaimana rasanya
untuk pertama kali sebuah alat kelamin pria berdenyut-denyut
dengan kuatnya sambil memancutkan sperma di dalam
vaginanya. Sementara itu di sisi lain tempat tidur, Paijo
tercengang menyaksikan semua peristiwa itu. Tubuh sintal
Sandra tersentak-sentak dilanda sebuah orgasme yang
sedemikian kuatnya. Dari jeritan Sandra barusan membuatnya
jadi tahu bahwa seseorang yang sedang dibayangkan Sandra
ternyata adalah Alfi. Pemuda yang selama ini menjadi rivalnya
itu! Bagaimana mungkin seorang wanita bisa memperoleh
orgasme sedemikian kuat tanpa melakukan persetubuhan.
Sedemikian besarkah pengaruh seorang Alfi bagi Sandra?
Rasa tidak senang atau lebih tepat dikatakan cemburu
merambati hati Paijo. Huh! Apa sih kelebihan si Alfi itu
sehingga Sandra masih juga memikirkannya? umpat Paijo
dalam hati. Padahal tadinya ia merasa gembira karena
pemuda yang menjadi penghalang utama bagi hubungannya
dengan Sandra itu telah pergi dari rumah ini.. Tapi persetan!
Biar saja Sandra menghayalkan Alfi atau suaminya. Yang jelas
saat ini dirinyalah yang sedang menikmati tubuh molek
Sandra di atas ranjang bukan kedua orang itu.. Paijo
beringsut mendekatkan kepalanya ke arah selangkangan
Sandra dengan tujuan memberikan rangsangan agar wanita
itu terpancing buat kembali melakukan kemesraan dengannya.
Namun Sandra segera mengepitkan kedua pahanya sebagai
tanda penolakan bagi dirinya. Paijo sendiri sepertinya belum
mau menyerah. Namun ketika ia baru saja mencoba
mendekat,
"Jo jangan ganggu aku!. Aku capek dan ingin tidur!" hardik
Sandra sambil membalikan tubuhnya menghadap ke arah
dinding membelakangi Paijo.
Mendengar itu Paijo menghentikan upayanya. Sesungguhnya
ia masih merasa 'panas' melihat Sandra menghayalkan diri
Alfi namun ia pun sadar ia tak mungkin memaksa Sandra.
Bisa-bisa ia dihajar lagi oleh bibinya seperti tempo hari.
Lagian ia juga sebenarnya sudah kehabisan amunisi. Tak
hanya tubuhnya terasa sangat letih. penisnyapun juga sudah
menciut kecil. Namun kejadian barusan membuatnya bertekat
untuk mendapat 'hati' Sandra secara utuh sehingga dengan
demikian ia akan memenangkan persaingannya dengan Alfi
secara total. Paijo kembali terlentang di sisi lain ranjang jauh
dari posisi tubuh Sandra. Tak lama kemudian akhirnya ia pun
menyerah pada rasa letihnya dan tertidur pulas.
###########################
Malam semakin larut ketika Sandra mendapatkan sebuah
mimpi di dalam tidurnya. Sandra merasakan dirinya tengah
berada di sebuah tempat. Entah dimana, Ia sendiri belum
pernah ke tempat itu sebelumnya. Tebing dan jurang
mendominasi pandangannya. Udara dingin berkabut tipis
menyelimuti sekeliling sekaligus menghalangi sinar matahari
menerpa tubuhnya. Suasana begitu sunyi dan sepi justru
membuat hatinya tak nyaman berada di situ. Ia memutuskan
untuk segera pergi dari tempat itu meski ia tak tahu pasti
harus menuju kemana. Ia melangkah dengan hati-hati di atas
batu terjal dan licin. Titik-titik air dibawa oleh kabut telah
membasahi permukaan tempat itu. Ketika ia sedang meniti
langkahnya tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh berjalan tak
begitu jauh di depannya di antara kabut yang menghalangi
pandangannya. Sandra bergegas mempercepat langkahnya. Ia
harus dapat menyusul orang itu agar bisa membantunya
keluar dari tempat asing ini. Ketika jaraknya dengan orang
tersebut semakin dekat. Sandra sempat tertegun. Sepertinya
ia mengenali orang itu. Dari bentuk tubuh, gerak gerik, pakaian
terutama tas ransel yang sedang dipakainya. Tak salah lagi
itu pikir Sandra. Itu pasti Alfi!
"Fiiii!! Tunggu kakakk!!!" teriak Sandra mencoba memberi tahu
keberadaannya di situ.
Orang itu berhenti melangkah lalu berbalik ke arahnya. Dan
benar saja dugaan Sandra itu memang Alfi adanya.
"Kakakk?!"
"Iya Fiii..ini kakakk!!" sahut Sandra kegirangan.
Sungguh tak dinyana bisa ia bertemu Alfi di tempat ini.
Apalagi saat pemuda itu tersenyum lebar ketika melihat
dirinya. Duh! Ada sinar kerinduan yang begitu dalam
terpancar dari mata anak itu. Sebesar rasa rindunya sendiri
pada Alfi. Alfi berlari kecil menyongsongnya. Ketika itu Sandra
merasa perlu memperingatan Alfi agar berhati-hati karena
jalan di situ sangat licin. Namun belum sempat ia bertindak,
Tahu-tahu Alfi sudah terpleset dan hilang keseimbangan.
"Bruakk!" Alfipun jatuh terguling dan membawanya hingga ke
arah bibir jurang.
"Argghhh Fiii!" Sandra berteriak cemas saat melihat kejadian
itu terjadi. Semuanya berlangsung dengan begitu cepat.
Tangan Alfi sempat menangkap sebuah cadas yang
menonjolan untuk berpegangan. Tetapi posisi tubuhnya telah
menggantung di atas jurang.
"Bertahanlah Fii, kakak akan menolongmu!" teriak Sandra
panik sambil berusaha melangkah menuju posisi anak itu.
Tetapi entah mengapa seluruh persendian kakinya mendadak
menjadi begitu kaku. Menjadikan langkahnya begitu berat dan
lambat padahal ia harus sesegera mungkin menolong Alfi.
Upayanya memperkecil jaraknya menjadi sangat tidak mudah.
Jarak yang terlihat hanya beberapa meter saja itu seakan
begitu sukar di tempuh. Rasanya lama sekali ia mencapai
tempat yang ia tuju. Sandra menengok ke arah bawah.
Sungguh mengerikan! lubang yang menganga di bawah tubuh
Alfi itu benar-benar dalam dan tak terlihat dasarnya. Kabut
tipis berarak melintas menambah keseramannya. Namun rasa
sayangnya pada anak itu telah mengalahkan rasa takutnya
itu. Ia merebahkan tubuhnya sambil menjulurkan tangannya
ke arah Alfi. Tapi sepertinya itu belum cukup untuk
menggapai tangan Alfi. Nampaknya Alfilah yang harus
berusaha meraih tangannya agar dapat naik.
"Fi, apakah engkau bisa menggapai tangan kakak?!"
"Sebentarr kak...Alfii..haruss... mencari tempat untuk berpijak
duluu.."
Alfi mencoba berayun ke samping. Dan sepertinya ia berhasil.
Sebuah cerukan kecil cukup buat ia meletakan salah satu
kakinya. Posisi yang cukup baik bagi Alfi. Namun dengan
hanya satu buah tangan dan kaki yang terbebas ia masih
belum lepas dari kesulitan. Semua peralatan mendakinya
berada di dalam ransel pada punggungnya. Dan ia tak ada
kesempatan mempergunakan itu. Kemungkinan batu tempat ia
berpegang dan berpijak tidak kuat terus-terusan menyanggah
tubuhnya. Satu-satunya cara ia harus melakukan
penyelamatan diri dengan memanjat secara manual secepat
mungkin mempergunakan kekuatan otot -otot tangan dan
kakinya tanpa bantuan alat. Sandra menekan tubuhnya lebih
rapat ke tanah sambil terus menjulurkan tangannya.
"Fii!! Apa yang kamu tunggu? Ayo pegang tangan kakak Fii!"
ujar Sandra karena Alfi belum juga menyambut uluran
tangannya.
"Nanti dulu kak. Ada sesuatu yang ingin Alfi berikan dulu ke
kakak" ucap Alfi sambil merogoh saku celananya.
Tadinya Sandra mengira Alfi ingin ia melakukan sesuatu yang
ada kaitannya dengan cara penyelamatan di saat pendakian.
"Coba lihat ini kakak pasti suka." ujar Alfi menyodorkan
sesuatu pada Sandra.
Sandra dapat melihat benda itu adalah sebuah cincin. Apa-
apaan anak ini? Gerutu Sandra dalam hati. Pada saat seperti
ini Alfi masih mementingkan hal lain padahal jiwanya sedang
dalam bahaya besar.
"Aduhh Fii, tidak usah urusi hal lain dulu! Kamu tak boleh
lama-lama berdiri di situ. Cepat sambut tangan kakak!"
"Tapi kak ini penting sekali"
"Fii nanti saja!. Kakak hanya mau kamu naik
sekarang!"perintah Sandra kesal.
"Tidak mau! Ambil cincinya dulu kak!" ujar Alfi ngotot
menyodorkan benda itu.
Dasar keras kepala! Sandra tahu Alfi ingin menyenangkan
hatinya. Ia tak ingin berbantahan pada situasi genting seperti
ini. Lebih baik ia mengambil cincin itu terlebih dahulu agar Alfi
senang. Ketika ia berhasil meraih cincin itu, ia dapat melihat
benda itu memang begitu indahnya dengan sebuah hiasan
kecil berbentuk hati menghiasinya. Dan yang sangat luar bisa
sebuah cahaya berwarna merah membias lembut dari situ.
Hanya saja Sandra heran dari mana Alfi memperoleh benda
seindah itu. Namun itu tidaklah penting dan sekarang
bukanlah saat yang tepat mengurusi hal semacam itu.
"Bagus kan kak? Itu Alfi berikan buat kakak sebagai tanda
cinta Alfi pada kakak"
"Ya sayang, kakak suka sekali. Nah sekarang kamu sambut
tangan kakak! Ayoo!"
Namun Alfi belum juga menjulurkan tangannya. Ia hanya
tersenyum. Bola matanya menatap Sandra dengan pandangan
sendu. Entah mengapa mendadak Sandra tak suka melihat
ekspresi Alfi saat itu. Seakan itu sebuah ucapan ....selamat
tinggal!.
Tiba-tiba..."Kraakk!!" Terdengar suara berderak keras berasal
dari tempat pijakan Alfi yang pecah berhamburan.
Terasa beban berat pada ransel di punggungnya itu semakin
membuat Alfi kesulitan mempertahankan peganggannya.
Ketika jemarinya kecilnya mencapai batas yang mampu ia
tahan.... Akhirnya Alfi menyerah. Pegangannya terlepas dan
seketika itu juga tubuhnya dengan cepat meluncur jatuh
menyusul bebatuan kecil tempatnya berpijak tadi..
"FIiiiiiiiiiiiii!!!!!!!!!!!" Sandra terpekik kaget dan ngeri.
Kejadian itu berlangsung dengan cepat dan ia benar-benar
dibuat tak berdaya. Anehnya Alfi tak nampak ketakutan.
Sandra justru melihat senyum mengembang di bibir anak itu
beberapa saat sebelum kabut tebal yang menutupi dasar
jurang menelan tubuh Alfi hingga lenyap dari pandangannya.
"Fiiiiii!!!! Alfiiii!!!! Sandra menjerit histeris terus memanggil
nama anak itu berulang-ulang. Namun tak ada jawaban. Ia
hanya mendengar gema suaranya sendiri bersaut-sautan.
"Huu... huu... huu...Fiiiii. Kamuu kenapaaa sih?! Tadikan kakak
sudah bilang! Huuu huu..."
Sandra menangis sejadi jadinya karena rasa sedih bercampur
dengan kesal. Kalau saja tadi Alfi tak membuang-buang
waktu buat menyenangkan dirinya. Pasti hal ini tak perlu
terjadi dan sekarang ia pasti sudah selamat. Pupus sudah
segala rasa gembira yang sempat ia rasakan tadi dan
berganti menjadi sebuah kedukaan.
#########################
"Buu...bu Sandra...bangun bu..." terdengar suara Paijo
berusaha membangunkannya sambil mengguncang-guncang
bahunya.
"Ehh.. uhhhh...kamu....Paijo?" Ia menatap sekelilingnya seakan
ingin menegaskan lagi. Tak ada Alfi, cincin, kabut atau jurang.
Ia memang masih di kamar, di atas ranjang bersprey kusut
bersama Paijo.
Hhhh! Sandra-pun tersadar. Ternyata itu hanyalah sebuah
mimpi buruk. Tetapi apa yang ia impikan barusan terasa
begitu nyata. Bahkan sampai sekarangpun perasaannya
masih terbawa suasana tadi.Ia memang berharap bisa
bertemu Alfi di dalam mimpinya. Tapi yang seperti itu
bukanlah sebuah mimpi yang ia harapkan. Ia bangkit dan
duduk di bibir tempat tidur sambil mengusap sisa air matanya
yang tadi terkeluar.
"Ibu baik-baik saja?"
"Kamu teruskan saja tidurmu Jo. Aku tidak apa-apa"jawab
Sandra setelah ia bisa menguasai perasaannya.
"Ibu mimpi apa barusan?"tanya Paijo ingin tahu.
Sandra hanya diam
"Tentang...kang Alfi.ya bu?"Tebak Paijo penuh dengan rasa
penasaran.
Sandra kembali tak menjawab rangkaian pertanyaan Paijo.
Mukanya yang masam membuat hati Paijo agak kecut dan tak
lagi bertanya-tanya. Lagi-lagi si Alfi! Keluh Paijo dalam hati.
Pemuda itu kembali membaringkan diri dengan menyimpan
banyak ganjalan di dalam hatinya. Sandra menoleh ke arah
jam dinding. Pukul lima. Ternyata sudah menjelang pagi. Rasa
kantuknya mendadak hilang. Mimpinya barusan masih saja
memenuhi pikirannya. Meski ia bersyukur yang terjadi barusan
hanyalah mimpi. Namun hatinya tetap merasa cemas
mengingat Alfi benar-benar masih berada di gunung yang
menakutkan itu. Sandra bangkit dari tempat tidur dan
mengenakan pakaiannya. Lalu pergi ke teras belakang
rumahnya. Ia duduk termenung sendirian di pinggir kolam
renang hingga matahari keluar dari upuk timur.
#############################
Pagi itu.
"Jo?"panggil Sandra yang saat itu sedang duduk di ruang
makan. Dan Paijo segera datang.
"Ya bu?"
"Duduklah. Ada yang ingin kusampaikan padamu"Sandra
berhenti sejenak. Setelah Paijo duduk ia lalu melanjutkan
perkataannya.
"Engkau tentunya tahu jika apa yang telah kita lakukan
selama ini seharusnya tak boleh terjadi dan penuh dengan
resiko karena aku adalah seorang wanita yang masih memiliki
seorang suami."
"Tahu bu"
"Oleh karena itu kau hanya akan kuberi waktu hingga akhir
bulan ini saja buat membuahi-rahimku. Setelah itu, berhasil
atau tidak kita harus menghentikan ini semua dan kamu
harus pergi dari kehidupanku."
"Loh kenapa cuma hingga akhir bulan bu?. Saya bersedia
melakukannya sampai ibu benar-benar hamil" Paijo benar-
benar tak rela jika harus mengakhiri keindahan hubungannya
bersama Sandra.
"Tidak Jo. Ini sudah menjadi keputusanku. Kita tak bisa terus
bersama. Kuanggap kita sudah mendapat cukup kesempatan
buat mencoba. Dan aku sudah terlalu banyak yang
kukorbankan bagi kehamilan ini termasuk mempertaruhkan
keutuhan perkawinanku dan hubunganku dengan Alfi. Kuharap
kamu-pun sudah cukup puas karena dapat menikmati tubuhku
selama ini"
"Tidak mau!. Saya ingin tetap di sini bersama ibu" Ujar Paijo
ngotot. Biar dia dari kampung dan bodoh tetapi mana mau ia
menghentikan pekerjaan yang enak itu. Seumur hidup belum
tentu ia mendapat kesempatan seperti ini lagi. Bertemu
dengan majikan yang cantik dan sexy, bisa dientot pula.
"Turuti saja apa kataku! Jika kau tetap membandel maka aku
tak segan-segan akan memotong penismu yang menjijikan
itu!"hardik Sandra dongkol.
Paijo terperanjat dan bergidik ngeri mendengar wanita cantik
ini juga mengeluarkan ancaman yang persis sama seperti
yang pernah Alfi lontarkan padanya tempo hari. Ia merasa
heran mengapa begitu banyak orang yang ingin memotong
penisnya. Seakan tak ada bagian lain dari tubuhnya yang
lebih berharga di potong. Meski di dalam hati Paijo sangat tak
ingin berpisah dengan wanita ini namun ia tak berani lagi
berbantah.
#########################
Siangnya
Niken datang mengunjungi Sandra. Ia sengaja datang
sendirian tanpa membawa serta bayinya.
"Sendirian saja Nien? Mana Fini?"tanya Sandra
"Kutinggal di rumah mumpung Donnie tidak ngantor hari ini".
"Duh kenapa tak kau bawa ia kemari. Aku ingin mencubit
pipinya yang gemesin itu"
"Tadi begitu selesai mimik ia langsung tertidur. Di lain waktu
ia pasti kubawa kemari. Eh kok sepi sekali, Mana yang lain?"
"Dian seminar ke Singapore. Nadine menyusul Didiet ke kota
G menggantikan aku buat bulan ini. Kasihan Didiet. Ia terlalu
sering sendirian dalam waktu yang lama. Engkau tentu
mengerti maksudku kan? Dan kupikir Nadine juga sangat
membutuhkan 'itu' sejak Alfi pergi"
"Begitu rupanya."
"Eh, kau mau minum apa?" ujar Sandra menuju ke arah
pantry. Niken mengikutinya dari belakang.
"Tak usah repot-repot. Aku bisa mengambilnya sendiri nanti.
Oya Sand apakah sudah ada kabar dari Alfi sejak
kepergiannya tempo hari?"
Sandra menghela napas panjang.
"Belum Nien. Setiap hari bahkan setiap saat aku selalu
menantikan kabar darinya namun sampai saat ini tak satu
kalipun ia menelponku. Mungkin ia masih marah atau justru
semakin membenci diriku"
"Kupikir dugaanmu keliru. Alfi melakukan itu justru karena
sangat mencintaimu. Ia sengaja menyingkir karena tak ingin
mengganggu kebersamaanmu dengan Paijo"
"Aku benar-benar merasa bersalah padanya. Aku ..aaku .. tak
menyangka jika ia menjadi begitu cemburu dan benar-benar
nekat pergi juga ke gunung itu, Nien" ujar Sandra penuh rasa
menyesal.
"Sand..Sand..sudahlah" bujuk Niken.
"Anak itu memang susah di tebak. Padahal selama ini ia tak
pernah menunjukan rasa cemburu terhadap suamiku atau
pada Donnie dan juga Robert?"
"Jelas kamu tak dapat menyamakan antara hubunganmu dan
Paijo dengan keberadaan Didiet sebagai suamimu atau
hubungan Donnie dan aku dan juga hubungan Robert dan Lila.
Bagi Alfi kehadiran Paijo merupakan saingan sekaligus
ancaman baginya dalam mendapatkan kasih sayangmu.
Apalagi kamu merupakan wanita yang paling ia cintai di
antara kita berlima"
"Bagaimana kau bisa berkata demikian Nien. Bukankah dia
juga sangat menyukaimu seperti halnya ia menyukai diriku.
Begitupun dengan yang lainnya?" Tanya Sandra.
Yang ia tahu bukan hanya ia seorang yang sangat di gilai oleh
Alfi. Niken-pun begitu dipuja bak seorang dewi oleh Alfi..
"Memang Alfi tak pernah mengatakannya padaku secara
langsung. Tapi kami berempat tahu akan hal itu" yang
dimaksud Niken adalah dirinya, Nadine, Dian dan Lila
"Aku tetap tak yakin Nien"
Sambil berbincang Niken melangkah menuju ke arah kamar
Alfi seakan ia sengaja menggiring Sandra menuju ke sana.
"Alfi tetaplah Alfi. Ia mencintai kita berlima sekaligus dengan
cara yang unik. Anak itu menebar cintanya terhadap kita
dengan kadar berbeda. Lihatlah Sand" Ujar Niken menunjuk
sebuah gambar poster di antara sekian banyak poster yang
menempel di dinding kamar. Jika dibandingkan dengan yang
lain, poster tersebut terlihat paling mencolok. Sebuah poster
berbentuk hati besar buatan tangan Alfi sendiri.
"Ada apa dengan poster itu, Nien?"Tanya Sandra ia tak
melihat sesuatu yang aneh di situ. Itu hanya sebuah kreasi
tangan biasa dan ia sudah sering melihatnya setiap kali
masuk ke kamar ini.
"Coba kau perhatikan secara seksama"ujar Niken lagi.
Lama Sandra memperhatikannya untuk mengetahui apa
makna yang diungkapkan Alfi di situ. Pada poster itu
terbentuk dari tertebaran mozaik warna warni. Sebagian besar
terdiri dari warna merah. Sedangkan sisanya terdiri empat
buah warna namun warna pink lebih mendominasi bagian ini.
Setelah beberapa saat Sandra terperangah takjub. Jika
diperhatikan dengan seksama ternyata mozaik berwarna
merah yang tersebar itu terbentuk dari hurup-hurup yang
sangat kecil dan Sandra dapat membaca namanya tertulis di
situ dalam jumlah yang tak terkira banyaknya. Dengan
tangannya sendiri Alfi mengerjakan itu semua. Merangkai
nama wanita yang ia sayangi satu persatu. Dan seakan-akan
Alfi ingin mengungkapkan jika ia hanya memberikan tempat
yang paling luas di dalam hatinya hanya untuk Sandra. Lalu
Sandra memperhatikan sisi lain yang di dominasi oleh warna
pink. Ia tahu warna pink pastilah mewakili diri Niken. Dan
benar saja terlihat nama Niken di situ. Betapa semua itu
membuat hati Sandra tersanjung dan terharu.
"Mungkin Alfi sering mengungkapkan betapa besar cintanya
padamu dengan berbagai macam cara, Sand. Hanya saja
engkau tak begitu menyadarinya" ujar Niken.
"Oh!" Tiba-tiba jantung Sandra berdetak keras saat menyadari
sesuatu. Jika diperhatikan dengan seksama. Tebaran mozaik
yang merupakan ungkapan isi 'hati' Alfi itu membentuk seperti
sebuah...hati?! Ya. Hati!... Bukankah di dalam mimpinya Alfi
memberinya sebuah cincin berhiaskan sebuah hati yang juga
bercahaya kemerahan?! Pikir Sandra.
Mungkinkah ini sebuah kebetulan? ataukah sebuah firasat!
Bagaimana pula dengan celakanya Alfi di mimpi itu?
Mungkinkah hal itu juga bakal terjadi?! Ohh!..Sandra
mendadak dirinya dijalari rasa takut yang luar biasa.
"Ada apa Sand?!" Tanya Niken melihat perubahan pada air
muka Sandra yang menjadi pucat.
"Aku...aku takut telah terjadi sesuatu yang buruk pada Alfi,
Nien! Dan apabila hal itu benar terjadi maka aku sungguh tak
bisa memaafkan diriku" ucap Sandra dengan suara bergetar.
Niken meraih tangan Sandra dan menggenggamnya erat.
Jemari Sandra terasa dingin saat tersentuh olehnya. Ia
bimbing Sandra untuk duduk di ranjang Alfi. Lalu ia segera
bergegas pergi ke pantry. Tak lama kemudian ia kembali lagi
dengan segelas air putih di tangan.
"Minumlah dulu Sand. Setidaknya ini bisa membuatmu agak
tenang"
"Ma kasih, Nien"
"Sand, tenangkan dirimu. Jangan engkau bebani pikiranmu
dengan hal-hal yang belum tentu terjadi. Bisa-bisa engkau
sakit nantinya. Berdoa saja agar Alfi baik-baik saja selama
kepergiannya."
Sandra membenarkan perkataan Niken. Tak seharusnya ia
larut dalam kesusahan. Bukankah Lila juga mengatakan faktor
psikologisnya juga dapat mempengaruhi upayanya untuk
hamil.
"Nien..."
"Ya?"
"Bagaimana aku harus menerima dan membalas cinta Alfi
yang sedemikian besar? Sedangkan aku sendiri tak yakin apa
yang telah kami lakukan selama ini benar-benar di dasari oleh
perasaan cinta"
"Haihh...Kurasa engkau masih takut menerima kenyataan itu
seperti halnya diriku dulu, Sand?"
"Kenyataan apa, Nien?"
"Kenyataan...kalau cintamu padanya sebetulnya jauh lebih
besar ketimbang cintamu pada suamimu sendiri"
Deg! kalimatnya terakhir dari Niken itu sungguh membuat
jantung Sandra seakan berhenti berdetak.
"Nienn ...aaku..akuu..pikir itu tak mungkin terjadiii"
"Mengapa kita harus mendustai perasaan kita sendiri, Sand?
Rasa cemasmu ... kesedihanmu yang muncul akhir-akhir ini
karena takut kehilangan dirinya apakah itu tak layak di sebut
cinta? Ketahuilah selama satu tahun ini aku telah berusaha
memberikan hatiku secara utuh bagi Donnie suamiku dan
menganggap kehadiran Alfi hanyalah sebagai solusi bagi
masalah seksual yang di alami oleh Donnie selama ini.
Awalnya aku kira semua itu akan berjalan sesuai dengan
kehendakku namun ternyata aku salah....aku tak bisa Sand..."
"Nien..."
"Aku..aku tak mampu memalingkan perasaanku terhadap anak
itu....ia...telah memiliki segalanya... ragaku..termasuk hatiku"
"Ohh..Nienn!"
Sandra tak tak dapat membendung perasaannya lagi. Ia
memeluk sahabatnya itu. Mencurahkan semuanya dalam
pelukan dan tangis. Ia sadar apa yang dialami oleh Niken
juga telah juga ia alami bahkan sebelum ia menikahi Didiet.
Tak dapat ia pungkiri jika peristiwa indah dan mendebarkan
bersama Alfi di dalam cottage di pantai dua tahun yang silam
benar-benar telah meninggalkan bekas yang mendalam di
dalam relung jiwanya. Namun ia selalu berusaha menepis
kenyataan itu. Mengapa ia tak bisa seperti Niken yang
mampu berkata jujur. Setidaknya terhadap dirinya sendiri.
Mungkin saja ia lebih kuat ketimbang Niken. Namun hingga
kapan ia harus bertahan? Lama pelukan mereka berlangsung.
Setidaknya hal itu bisa memberikan sedikit rasa lega bagi hati
mereka. Bahkan Sandra mulai bisa tertawa.
"Ada apa Sand?"
"Hi hi Aku hanya tak dapat membayangkan jika Didiet sampai
mengetahui bahwa istrinya sebenarnya benar-benar telah
jatuh cinta pada seseorang yang tadinya hanya dijadikan alat
untuk mewujutkan fantasi liarnya "
"Kurasa para suami kita tak perlu tahu soal ini. Biarlah hal itu
menjadi 'rahasia hati' kita berdua.."
"Nien, terima kasih karena telah membukakan hatiku"
Sandra sadar meski ia mencintai Alfi namun hal itu tak bakal
merubah apapun. Ia tetaplah istri syah Didiet. Namun ke
depan hari-harinya sudah tidak sama lagi dengan sebelum ini.
Kini ia tahu ia membutuhkan Alfi lebih dari hanya sekedar
seks. Alfi-lah sesungguhnya tempat ia mencurahkan cinta dan
kasih sayangnya.
"Itu gunanya sahabat Sand. Baiklah. Aku rasa aku harus
pamit pulang dulu. Mudah-mudahan saja Alfi segera kembali
tanpa halangan apapun "
"Ya, Nien aku juga berharap demikian"
"Telepon aku bila kau butuh teman bicara"
"Terima kasih Nien"
#############################
Keesokan siang,
Tampak Dian baru saja pulang dari perjalanan seminarnya.
Ketika itu Sandra sedang pergi bersama bik Iyah. Ia diam saja
ketika tiba-tiba Paijo langsung memeluk dirinya. Anak ini
sepertinya ketagihan gara-gara bercinta dengannya tempo
hari. Sementara Paijo sendiri bertekat buat menaklukan Dian
kali ini.
"Oh..buu..kita ke kamar saya yuk?" rayu Paijo.
"Aduhh Jo, maaf aku tak bisa"
"Ayolahh..Sebentar saja buu..saya kangen banget sama ibuu"
Ia benar-benar menginginkan wanita itu bercinta dengannya
saat ini. Penisnyapun sudah menegang penuh dan mendesak
celana usangnya.
"Tidak Jo"
"Kenapa buuu?"
"Aku tak ingin mengganggu masa-masa suburmu yang
sengaja dipersiapkan buat kehamilan Sandra dan aku yakin
dia tak akan senang melihatmu membuang-buang spermamu
pada wanita lain."
Paijo terdiam sejenak. Melihat anak itu diam, Dian
melanjutkan kalimatnya.
"Dan kukira kau harus berhati-hati dengan Sandra. Ia akan
semakin depresi jika upayanya kali ini juga mengalami
kegagalan. Tahukah engkau jika seorang wanita yang sedang
dilanda tekanan batin seperti itu biasanya suka bertindak
nekat dan terkadang sadiz terutama sedang dalam keadaan
kecewa" Dian sengaja menyelipkan kata-kata agak 'horor'
yang bertujuan membuat takut Paijo.
"B..benarkah?"tanya Paijo tergagap. Ia jadi teringat akan
ancaman Sandra tadi pagi.
"Sandra adalah sahabat baikku sejak lama dan aku mengenal
sekali wataknya. Oleh karena itu alangkah baiknya jika kamu
bisa menahan hasratmu terhadap diriku kecuali jika kau ingin
ia murka hi hi hi" tambah Dian Lagi
Paijo bergidik. Ucapan Dian benar adanya. Dan bukannya tak
mungkin Sandra bakalan tahu bila mendapati penisnya tak
cukup kuat ber-ereksi akibat bercinta dengan Dian. Rasa-
rasanya ia tak begitu berani menanggung resiko apa yang
akan terjadi kemudian.
Paijo tertunduk lesu dan memutuskan tak lagi mencoba
merayu Dian.
##############################
Selama hampir satu setengah bulan sudah Hubungan Paijo
dan Sandra berjalan dan setiap malam-nya Paijo berusaha
melakukan kewajibannya terhadap wanita cantik itu sebaik-
baiknya. Namun hubungan keduanya berjalan tak seperti
sebelum-sebelumnya. Jika pada awalnya mereka berdua
bercinta dengan dipenuhi hasrat gairah. Namun bagi Sandra
hubungannya dengan Paijo sekarang ini benar-benar terasa
hambar dan membosankan. Seperti layaknya sedang
melakukan sebuah terapi yang rutin saja. Tak kata-kata
mesrah apalagi ada perasaan kasih sayang buat Paijo. Sejak
kepergian Alfi, hati dan pikiran Sandra selalu diliputi oleh rasa
bersalah, kehilangan dan kekuatiran. Ia baru menyadari
betapa ia sungguh tak dapat berpisah dari anak itu. Apalagia
sejak malam di mana ia memimpikan Alfi, Ia tak lagi bisa
menikmati persetubuhan dengan Paijo. Bahkan iapun pernah
tak lagi merasakan orgasme. Paijo bukannya tak berusaha. Ia
sudah mengerahkan segenap kemampuan bersetubuhnya
namun itu semua tak menimbulkan nikmat bagi Sandra.
Sandra seakan sudah kehilangan gairah dan putus urat
gelinya terhadap rangsangan Paijo. Ia hanya membiarkan
Paijo mengengenjotnya hingga perlawanan anak itu berakhir
dengan sendirinya. Kini yang tersisa dari hubungan ini
hanyalah kepentingan pribadi semata. Bagi Sandra ia hanya
mengejar sebuah kehamilan. Itu saja. Sedangkan buat Paijo
sendiri ia tak lagi ambil peduli apakah Sandra terpuaskan
olehnya atau tidak. Bisa hamil atau tidak. Yang penting ia
bisa memanfaatkan waktu yang hanya tinggal sedikit ini buat
menikmati tubuh majikannya itu.
##################################
Hingga pada di suatu pagi buta Sandra mengeluarkan alat
test kehamilan-nya. Itu adalah waktu yang tepat bagi seorang
wanita memeriksa kehamilannya. Ia harus meneteskan sedikit
urin-nya pada alat itu. Lalu proses selanjutnya adalah
menunggu. Dengan tak sabar dan jantung berdebar ia menanti
hasil yang muncul. Setelah lewat satu menit hanya sebuah
garis horizontal yang tampak. Belum ada lagi yang muncul.
Tapi ia tetap menunggu dengan was-was berharap akan
muncul sebuah garis vertical yang menyilang pada garis
pertama tadi sehingga membentuk lambang positif. Sampai
waktu yang ditentukan oleh brosur habis apa yang ia
harapkan tetap tak juga muncul. Hasilnya tetap saja sama...
tak ada garis vertical..hanya garis minus...alias NEGATIF.
Dengan geram Sandra membanting benda itu ke lantai kamar
mandi hingga pecah berhamburan. Tubuhnya terasa lemas
lunglai. Ia duduk di lantai dan tersandar di dinding sambil
menangis sesegukan. Hatinya dipenuhi rasa kecewa dan
penyesalan. Percuma saja perselingkuhan yang ia lakukan
selama ini. Hanyalah kesia-sia-an yang ia dapatkan. Satu
bulan lebih ia menyerahkan tubuhnya buat dinikmati Paijo
namun tak satu bayi-pun berhasil ditanamkan ke dalam
rahimnya. Bahkan ia telah mengorbankan hubungannya
dengan Alfi.
##################################
Pagi itu nampak Sandra duduk termenung sendirian
menghadapi sarapannya di meja makan. Matanya yang masih
bengkak karena kebanyakan menangis menambah warna
kesedihan pada wajahnya.
"Bu, maaf mengganggu"
"Kebetulan kamu muncul Jo. Ada yang ingin aku sampaikan
padamu mengenai test kehamilanku pagi ini" ujar Sandra
sambil membelah daging sosis dihadapannya untuk di
masukan ke dalam roti sarapannya. Terkadang ia hanya
memakan sedikit saja daging-dagingan. Itu ia lakukan buat
menjaga keindahan tubuhnya.
"Ba..gaimana hasil-nya bu?" ujar Paijo gugup sambil
memperhatikan pisau yang berkilat di tangan Sandra.
Cress! Satu kali ayunan sosis berwarna merah itu terbelah
dua. Glekkk...Paijo menelan ludah bukan ngiler karena ingin
makan sosis. Ia teringat ancaman Sandra tempo hari. Ia
merasa ngeri membayangkan bila yang terpotong itu bukanlah
sosis melainkan...penisnya. Kasihan pemuda itu, jidat sampai
mengeluarkan keringat dingin karena begitu takut-nya.
"Negatif Jo! Aku tidak hamil!"ujar Sandra
"Be..benarkah itu bu?" Wajah Paijo bertambah pucat pasi
mendengar berita itu.
"Ya, dan Kamu sudah gagal, Jo!!"
"B bo..lehkah saya minta kesempatan buat berusaha lagi bu?"
"Percuma saja..itu tak akan berhasil!. Engkau tak mungkin
mampu membuatku hamil sebab dirimu mandul!"
Paijo terperanjat bukan main.
"Me..ngapa ibu bekata demikian?"
"Hasil test kesuburan pada laboratorium tempo hari
menunjukan jika sel spermamu tidak subur. Bahkan setelah
diberikan terapi sekalipun, kamu ternyata tetap saja mandul!"
"Tetapi bagaimana mungkin?...Surti ?"
"Aku tidak tahu itu. Tanyakan pada dirimu sendiri benarkah
janin di dalam kandungan Surti memang betul-betul
anakmu?"tukas Sandra.
Paijo tersentak kaget mendengar perkataan terakhir Sandra.
Jantungnya berdetak keras serta perasaan tidak enak
menerpa sanubarinya. Ada satu hal yang selama ini memang
sangat menggelisahkannya. Seakan-akan ada tabir yang
harus ia kuak sedikit demi sedikit. Ia juga heran saat itu.
Mengapa tiba-tiba Surti mendadak menjadi suka kepadanya
yang sebatang kara dan tak punya apa-apa ini padahal ia
tahu gadis itu sudah memiliki seorang pacar bernama Ipung.
Pemuda itu boleh dikatakan sebagai playboy-nya kampung
karena selain agak ganteng buat ukuran kampung, juga
memiliki orang tua tergolong kaya dan memiliki hektaran
sawah di desanya. Pada suatu hari ia melihat Surti duduk
seorang diri termenung di kelas. Paijo yang memang sejak
lama memendam rasa cinta pada Surti menawarkan diri untuk
mengantar gadis itu pulang. Paijo merasa mendapat angin
karena gadis itu tak menolak.
Begitulah berjalan satu minggu ia masih sering melihat Surti
termenung dan menangis sendiri. Ia tak tahu kesedihan Surti
itu karena diputus oleh Ipung. Namun ia tak pernah ada
keberanian untuk menanyakannya. Yang penting ia senang
karena bisa berdekatan dengan gadis pujaannya itu. Hingga
pada suatu hari, terjadi suatu hal yang luar biasa di dalam
hidup Paijo. Kala ia seperti biasa menemani Surti duduk
melamun di kelas seusai jam sekolah. Hari itu semua guru
maupun semua murid sudah pulang ke rumah. Tiba-tiba saja
Surti menciumnya. Paijo terkejut ia tak menyangka gadis
selembut bisa Surti melakukan itu. Paijo yang naïf., ia
menganggap Surti sudah menerima cintanya. Ciuman itu
berlangsung semakin panas dan berlanjut di lantai sekolah. Si
perjaka katrok macam Paijo jelas tak kuasa bertahan dalam
godaan kemesraan yang di susupkan Surti. Api birahinya
meletup tak tertahankan dari tubuh pemuda yang baru
melewati masa pubernya itu. Hingga semua itu terjadi. Dan
ketika hal itu berakhir ia dihadapkan dengan persoalan baru
yang mengharuskan ia berhenti sekolah dan merantau ke sini.
Mengingat itu Paijo terhenyak lemas. Hati-nya mulai
menduga-duga.
"Ma..afkan saya bu" hanya itu yang mampu ia katakan.
"Baiklah Jo, aku tak akan mempermasalahkannya tapi kamu
masih ingat dengan perjanjian kita tempo hari kan?" Tanya
Sandra dingin
"I..ingatt buu. Saya harus pergi meninggalkan rumah ini dan
berjanji tidak akan bilang ke siapa-siapa soal apa yang terjadi
di sini."
"Syukurlah kau ingat akan hal itu!"
"Besok pagi-pagi sekali saya akan pulang ke kampung"
"Mengapa harus besok?! Lebih cepat kamu pergi lebih baik
sebelum suamiku pulang. Lagian aku tidak mau kamu
mencari-cari kesempatan lagi buat mengulangi perbuatan kita
selama ini"
"Ba..ikk buu... kalau begitu sa..ya pulangnya sekarang saja.
Sayaa juga sudah janji sama kang Alfi ngga mau macem-
macem. Lagian saya kasihan sama istri yang sudah lama
saya tinggalkan"
"Bagus jika tak ada lagi yang perlu dibicarakan Silakan jika
kamu ingin berkemas sekarang!"
"Ya bu, tapi ijinkan saya minta maaf kalau selama ini saya
sudah buat masalah di sini...dan saya juga mengucapkan
terima kasih atas kebaikan ibu pada saya selama ini. Saya
tak bakal melupakan perjumpaan saya sama ibu. Sa..ya
permisi sekarang bu"
Sandra tak lagi menjawab ucapannya. Sebenarya Ia tak
sampai hati memperlakukan Paijo seperti itu. namun ia harus
melakukan itu agar hubungan ini segera berakhir secepatnya.
Sandra takut semakin lama bocah itu di sini ia kembali tak
mampu menghindari ajakan serta rayuan Paijo buat kembali
melakukan kemesraan sehingga mereka semakin larut dalam
perselingkuhan ini. Setelah Paijo berlalu. Bik Iyah datang ke
arahnya.
"Maafkan atas kelakuan Paijo selama ini, Non." Ujar Wanita
tua itu
"Tak mengapa bik. Mungkin ini sudah menjadi nasibku."
"Non sa.."
"Tinggalkan aku sendiri bik. Sebaiknya bibik bantu saja Paijo
berkemas dan berikan ini pada Paijo. Katakan untuk biaya
isrinya melahirkan" potong Sandra sambil menyerahkan
segepok uang pecahan seratusribuan kepada bik Iyah..
Bik Iyah tak bisa berkata lagi. Ia tak tahu bagaimana caranya
menghibur Sandra saat ini. Namun ia turut dapat merasakan
kesedihan bekas asuhannya itu. Ia pergi ke belakang
meninggalkan Sandra sendirian di situ.
to be continued...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.