Sabtu, 25 November 2017

Rumah kontrakan Ardy 10

Sibuk dengan Siska
membuatku sedikit
melupan Ece Geulis,
padahal Ece juga tak
kalah mempesona dan
menggairahkan. Hari ini
aku berniat untuk main
ke rumah Ece, kebetulan
suaminya sedang dinas
malam. Sepulang kerja,
aku segera menuju
kesana. Kepada Siska
aku beralasan kalau mau
membetulkan tivi Ece
yang lagi rusak, dan
kebetulan juga Siska
sibuk merawat suaminya
yang lagi sakit. Sudah 2
hari ini Anton kena flu.
Karena itulah aku aman
saat melangkahkan kaki
ke rumah Ece.
Kuketuk pintu rumah
Ece, Ece segera
membukakannya dengan
muka sedikit terkejut.
"Mas Ardi, ada perlu
apa?" tanyanya bingung.
"Hanya pengen ngoborol
sama Ece, nggak enak di
rumah sendirian."
jawabku beralasan.
Ece pun
mempersilakanku masuk.
Kami duduk di ruang
tamu. Setelah berbasa-
basi sejenak, Ece minta
ijin untuk pergi ke
belakang membuatkanku
minum.
"Nggak usah repot-
repot," kataku saat ia
beranjak pergi.
"Ah, nggak apa-apa,"
katanya sambil beranjak
menuju dapur.
Kupandangi goyangan
indah bokong bulatnya
saat ia bergerak menuju
kesana.
Tak lama Ece sudah
kembali. Malam ini ia
mengenakan baju ketat
tanpa lengan, sehingga
setiap kali menyodorkan
cangkir, buah dadanya
yang montok nampak
menggelantung indah,
tercetak jelas di balik
baju ketatnya yang
hampir transparan,
sungguh membuat aku
salah tingkah. Hal ini
makin membuat adik
kecilku memberontak
ingin keluar!
Ece kemudian duduk di
depanku. Sambil
menikmati kopi, kami
mulai berbicara banyak
hal. Pikiran-pikiran
kotorku segera bekerja
mencari cara bagaimana
memanfaatkan
kesempatan emas ini!
Saat aku mengulurkan
tangan untuk mengambil
kopi, saat itulah terjadi
kecelakaan kecil yang
sedikit kusengaja. Kopiku
tersenggol dan tumpah
mengenai perut dan
paha Ece.
Ece langsung menjerit
karena kopinya masih
cukup panas. "Aduhh..!!"
ia menjerit kesakitan.
"Eeh… S-sorry, Ce." aku
gugup dan segera
beranjak mengambil
tissue untuk
membersihkan tumpahan
kopi yang mengotori baju
dan rok ketat Ece.
"Aduh… panass…" desis
Ece Geulis kepanasan.
Dengan pura-pura panik
aku segera mengelap
dan menggosok bagian
perutnya yang tersiram
kopi dan tanpa sadar Ece
pun menyingkap bajunya.
Ia membuka pahanya
yang kepanasan tersiram
air kopi agar bisa kuelap
dan kubersihkan. Aku
terkesiap saat
melakukannya. Meski
sudah pernah melihat
paha mulus Ece, namun
tak urung aku tetap deg-
degan juga saat
mengelap pahanya
pelan-pelan dengan
tissue yang kupegang.
"Maaf, Ce… aku enggak
sengaja," kataku karena
Ece terus mendesis-desis
kepanasan.
"Cepat ambil krim luka
bakar di lemari dapur,
botolnya warna hijau."
katanya memerintah.
Aku segera berlari masuk
ke dapur, di kamar Ece
kulihat bayinya sudah
tertidur pulas. Dengan
teliti aku mencari-cari
krim yang dimaksud.
Mungkin karena aku
tidak keluar-keluar, Ece
segera menyusulku
masuk ke dapur.
"Itu… yang seperti odol
yang warnanya biru,
tutupnya putih." lagi-lagi
Ece mengangkat
lengannya, menunjuk
botol yang dimaksud.
Buah dadanya yang besar
sangat merangsang
birahiku.
Akhirnya aku
menemukannya. Segera
kuusapkan ke perut dan
paha Ece sementara ia
duduk di meja dapur.
Untung kopi yang
tumpah sudah tidak
terlalu panas karena
kami ngobrol cukup lama
tadi sehingga tidak
meninggalkan bekas luka
bakar. Ece cuma sedikit
kepanasan.
Kedua mata Ece
terpejam dan nafasnya
sedikit tertahan saat aku
membalur pahanya dari
atas ke bawah. Roknya
kusingkap ke atas hingga
gundukan kemaluannya
yang terbungkus celana
dalam putih tampak
membayang jelas.
Bahkan dari celah-celah
bagian bawah ada
beberapa helai rambut
kemaluannya yang
menjulur keluar. Paha
Ece terasa begitu lembut
dan halus.
Aku agak sedikit
gemetar saat
menyentuhnya. Darahku
bergolak menghadapi
keadaan ini. Akupun
sekarang tidak lagi
mengelus, tetapi
berganti memijit-mijit
paha kiri dan kanan Ece
secara bergantian. Jari-
jariku merangkak dari
atas lutut hingga ke
pangkal pahanya. Ece
diam saja, bahkan
sedikit-demi sedikit
mulai menggeser
pahanya agak lebih
terbuka.
Aku semakin berani. Jari-
jariku sedikit kutekan
pada saat memijat
daerah pangkal pahanya
yang sudah terbuka
lebar. Bahkan kadang
aku sedikit
menyentuhkan tanganku
pada gundukan di
selangkangannya yang
terbungkus celana dalam
putih itu dengan gerakan
yang seolah-olah tidak
sengaja.
Napas Ece mulai
memburu. Dan ia
melenguh pelan saat
tanganku menyentuh
gundukan bukit di
selangkangannya. Hal ini
membuat aku lupa diri.
Aku semakin berani lagi.
Dari hanya menyentuh,
sekarang aku sudah
mulai berani memegang
bukit kemaluannya,
walaupun hanya dari luar
celana dalamnya yang
terasa sudah mulai
basah.
Ece yang sudah
terangsang berat
langsung memelukku.
Bibirnya terbuka dan
matanya terpejam.
Mendapat reaksi seperti
itu, keberanianku timbul.
Segera kulingkarkan
tangan kananku ke
punggungnya, kuraih
tubuh mulus Ece ke
dalam pelukanku.
Tangan kiriku semakin
berani dengan
menelusup ke balik
celana dalamnya untuk
meraba-raba bukit
kemaluan Ece yang sudah
semakin basah.
Sementara bibirku
langsung menyergap
bibirnya yang setengah
terbuka, lidahku
kudorong masuk untuk
menjilat-jilat langit-
langit mulut Ece.
Tangan Ece pun tidak
tinggal diam. Jari-jarinya
mulai membuka kancing
kemejaku dan
menyusupkan tangannya
mengelusi permukaan
dadaku. Lidah kami
berdua saling berkutat.
Jari tanganku mulai
menyentuh cairan pekat
yang sangat licin di
celah-celah gundukan
bukit kemaluan Ece.
Membuatku semakin
terangsang. Jariku
kugesek-gesekkan ke
dalam celah hangat di
selangkangan Ece dan
bergerak di sepanjang
alurnya yang sempit,
kugesek berulang-ulang
dari atas ke bawah.
"Ohh…" Ece mendesis
sambil matanya tetap
terpejam menerima
rangsanganku. Pahanya
semakin dibuka lebar-
lebar sehingga
memudahkan jariku
masuk lebih dalam lagi.
Aku terus menggerak-
gerakkan jariku di dalam
jepitan bukit kemaluan
Ece yang semakin licin.
Jari-jariku terus mencari
dan mencari hingga
kutemukan sebentuk
tonjolan kecil di ujung
atas celah-celah bukit
kemaluannya. Kugesek
tonjolan itu dengan
penuh perasaan. Ece
terasa semakin
menggerinjal dalam
dekapanku. Napasnya
kian memburu. Bibirku
digigitnya dengan gemas.
Tangan Ece pun mulai
membuka zipper
celanaku dan terus
menyusup ke balik
celana dalamku.
Diremasnya penisku yang
sudah mulai
mengeluarkan cairan
dengan lembut sambil
sesekali diurut dan
dikocok ringan. Hal ini
membuatku semakin
blingsatan. Tangan Ece
juga gemas meremas-
remas kantung pelirku
saat kugerak-gerakkan
jariku di tonjolan kecil di
celah bukit kemaluannya
dengan gerakan
memutar.
"Ahh… terus, Mas… i-
itu… yah itu…" tubuh
Ece melonjak-lonjak
dalam dekapanku.
Pantatnya terangkat dan
kepalanya terdongak ke
belakang. Sementara
tangannya semakin
kencang meremas biji
pelirku sehingga
kurasakan menjadi agak
ngilu.
"A-aku mau keluar,
Mas… ohh… teruss…"
mulut Ece terus
mendesis.
Aku pun semakin cepat
memutar jariku
menggesek tonjolan
kecilnya. Sampai
akhirnya tubuh Ece
terhentak dan meliuk-
liuk saat mencapai
puncak kenikmatannya.
Matanya terpejam
semakin erat, sementara
bibirnya digigitnya
sendiri dan tangannya
semakin erat meremas
kantung pelirku.
"Ohh… Mas Ardi pinter
banget sih," desisnya
sambil mengatur napas.
Ia langsung ambruk
menelentang di atas
meja dapur.
Setelah napasnya
menjadi agak teratur,
segera kutarik celana
dalamnya ke bawah. Ece
membantuku dengan
mengangkat pantatnya
sehingga aku mudah
meloloskan celana
dalamnya dan
melemparkannya ke
lantai. Kemudian kutarik
kedua kakinya hingga
menjulur ke lantai.
Dengan telentang di atas
meja makan, bukit
kemaluan Ece nampak
semakin membusung.
Tanpa membuang-buang
waktu, aku segera
mendekatkan wajahku
ke selangkangan itu dan
mulai menciuminya. Ece
yang memang jarang
disentuh oleh suaminya,
langsung menggelinjang
keenakan. Tangannya
segera menekan
kepalaku agar lebih
ketat menekan bukit
kemaluannya.
Bibirku segera menyedot
dan menciumi bukit
kemaluan Ece dengan
gemas. Rasanya agak
asin-asin sedikit seperti
daging mentah. Lidahku
segera kujulurkan dan
menjilat bergerak
mengikuti alur yang
membentang di celah
bukit kemaluan Ece dari
bawah ke atas. Kuulangi
geseran lidahku
beberapa kali sambil
sesekali kudorong dan
agak kutekan di tonjolan
kecil di sudut atas celah
bukit kemaluan Ece yang
sudah sangat basah.
Pantat Ece terangkat-
angkat ke atas seolah
menyambut setiap
dorongan lidahku pada
bukit kemaluannya.
Kepalaku semakin
ditekan ke arah
selangkangannya
sehingga aku jadi sulit
untuk bernafas. Tubuh
Ece menggeliat-geliat
seperti cacing kepanasan
saat aku yang gemas
menyedot tonjolan kecil
di celah bukit
kemaluannya.
"Hhkk… ohh… terus,
Mas… ughh… hhh…" ia
terus mendesis-desis.
Gerakan lidahku
kupercepat menggesek
tonjolan kecil di celah
bukit kemaluan Ece demi
melihat ia semakin
terangsang. Kedua kaki
Ece bahkan dikaitkan ke
belakang leherku untuk
lebih menekan wajahku
ke bukit kemaluannya.
Aku semakin
bersemangat menjilat
dan menyedot tonjolan
kecil itu yang semakin
lama semakin keras
seolah mau pecah.
Tanganku pun tak
tinggal diam! Kedua
telapak tanganku
menekan dan memijat
bukit kemaluan Ece yang
membusung dengan
gemasnya.
Akhirnya dengan diiringi
lenguhan panjang, tubuh
Ece terhentak-hentak.
Kakinya semakin kuat
menekan kepalaku dan
pantatnya terangkat ke
atas menyambut
wajahku yang menekan
bukit kemaluannya.
"Ohh… terus, Mas…
shhh… oohh… ohhh…"
tubuhnya semakin liar
meronta selama
beberapa detik lalu
terdiam. Kedua kakinya
terkulai lemas di kedua
pundakku. Tangannya
terpentang melebar dan
dadanya naik turun
mengiringi deru
napasnya.
Aku sangat terangsang
melihat betapa tubuhnya
yang putih dihiasi bulu-
bulu hitam lebat di
selangkangannya dan
kedua ketiaknya. Dengan
cepat aku berdiri dan
melepas seluruh
pakaianku. Kini aku
sudah telanjang bulat
tanpa sehelai benang
pun yang menutupi
tubuhku. Penisku yang
ukurannya luar biasa
berdiri tegak dengan
ujung yang mengkilat
karena basah oleh
cairan. Lalu aku menarik
baju ketat yang masih
melekat di tubuh Ece
melalui lehernya. Ece
membantuku dengan
menggeser tubuhnya.
Sekarang ia hanya
mengenakan bra putih
tanpa penutup lain
menghalangi keindahan
tubuhnya.
Aku menindih tubuh Ece
dan menempatkan diriku
di tengah-tengah kedua
pahanya. Penisku yang
sudah tegang terjepit di
antara gundukan bukit
kemaluannya dan
tubuhku sendiri.
Tanganku kulingkarkan
ke belakang tubuh Ece
dan kubuka kaitan bra-
nya. Kulempar satu-
satunya kain yang tersisa
di tubuhnya hingga kini
aku dan Ece sama-sama
telanjang tanpa sehelai
benang pun yang
menutupi tubuh kami
berdua. Kugumuli tubuh
Ece yang masih lemas.
Kucium bibirnya dengan
gemas. Kudorong lidahku
menyusup ke dalam
mulut Ece yang terbuka
dan kugesek-gesekkan
lidahku ke langit-langit
mulutnya.
Reaksi Ece sungguh luar
biasa. Dengan ganas ia
menyambut bibirku dan
menyedot lidahku sekuat
tenaga. Tanganku
bergerak liar mengelus
dan menjamah seluruh
tubuh telanjangnya.
Tangan Ece pun
melingkar ke
punggungku dan
mengelus-elusnya ringan.
Pantatnya bergeser ke
kanan dan ke kiri
menyambut tekanan
penisku pada bukit
kemaluannya.
"Ughh…" aku sulit untuk
bernafas karena lidahku
disedot oleh bibir Ece.
Rasa nikmat menjalar
dari ujung kaki ke ubun-
ubun. Batang penisku
yang sudah sangat keras
terjepit bukit kemaluan
Ece yang hangat dan
licin.
Aku berusaha
melepaskan lidahku dari
sedotan Ece. Aku ingin
memenuhi obsesiku
untuk menciumi bulatan
payudaranya yang bulat
besar. Obsesiku itu
terpenuhi ketika Ece
melepaskan sedotannya
pada lidahku. Tanpa
membuang waktu
kusedot kedua
payudaranya dengan
gemas. Kumasukkan
putingnya yang mungil
kemerahan sepenuh
mungkin ke dalam
mulutku.
"Ohh… sshh…" tubuh Ece
semakin melengkung ke
atas saat kedua
putingnya kumasukkan
ke dalam mulutku dan
kupermainkan dengan
lidahku sepuas-puasnya.
"Sudah, Mas… ohh…
sekarang… auchh…" Ece
merintih-rintih memohon
agar aku segera
menyudahi permainan
lidahku di kedua
payudaranya.
Aku pun mengalah.
Lidahku sekarang
bergeser turun ke arah
perutnya yang putih
mulus dan masih rata
meski sudah pernah
melahirkan. Kukais-kais
lubang pusarnya lalu
kugigit-gigit di bagian
bawah dengan gerakan
cepat hingga membuat
tubuh mulus Ece
terhentak-hentak.
Beberapa kali hal itu
kulakukan untuk
membuat Ece semakin
terangsang hebat.
Teknik ini kuperoleh dari
pengalamanku main
dengan Siska.
Setelah itu lidahku
bergeser ke bawah lagi.
Aku bangun dan berdiri
di lantai. Kuangkat kaki
Ece sambil membungkuk
dan kujilati pangkal
pahanya. Lidahku
bergeser dari pangkal
paha ke bawah terus ke
kaki. Kujilati betis Ece
yang indah lalu seluruh
jari-jarinya kujilati satu
per satu.
"Shh… ohh… kamu
hebat, Mas… ohh…" Ece
mendesis dan merintih
menikmati permainanku.
Aku terus bekerja
memuaskan hasratku
menikmati setiap jengkal
tubuh Ece sepuasnya.
Setelah kujilati seluruh
jari kakinya, lidahku
berpindah ke kaki
satunya lagi. Arah
gerakan lidahku terbalik
dari yang pertama.
Pertama-tama kujilati
seluruh jari kakinya, lalu
lidahku merayap ke atas
menuju betisnya, lalu ke
lututnya dan naik lagi
hingga ke pangkal
pahanya. Jilatan lidahku
selalu kuselingi dengan
gigitan-gigitan kecil
hingga membuat tubuh
Ece menggeliat dan
pantatnya terangkat-
angkat menahan geli.
Dari pangkal paha,
lidahku merambat lagi
naik ke atas. Sekarang
lidahku bergeser ke
perut Ece dan terus naik
hingga ke bawah
payudaranya. Setelah
puas melumat kedua
payudaranya, lidahku
kembali bergeser naik ke
leher Ece yang jenjang.
Tubuhnya semakin
mengeliat saat lidahku
menari-nari di seputar
lehernya yang putih
mulus. Seluruh bulu
tangan Ece meremang
berdiri saat lidahku
menjilat-jilat leher
bagian belakangnya.
Mata Ece terpejam dan
mulutnya setengah
terbuka menikmati
layananku. Kedua
tanganku membekap
kedua payudaranya yang
montok lalu bibirku
menyergap mulutnya
yang setengah terbuka.
Kusedot bibir Ece dengan
gemas dan kodorong lagi
lidahku ke dalam
mulutnya.
Belum puas menikmati
keindahan tubuh Ece,
kubalik tubuh
telanjangnya hingga kini
ia tengkurap di meja.
Kutindih tubuhnya dan
kembali lidahku tak-
henti-henti menjelajahi
setiap lekuk tubuh
bagian belakangnya.
Lidahku menyusur dari
tengkuk hingga ke lutut.
Kedua buah pantat Ece
yang indah pun hampir
memerah karena gigitan-
gigitan gemasku.
Karena tidak tahan
dengan serbuanku, Ece
memberontak dan
bangun. Tubuhku
digulingkannya hingga
jatuh telentang di lantai
dapur. Ditindihnya
tubuhku sambil melumat
bibirku. Lidahku disedot
oleh bibirnya. Tubuhku
yang telentang diduduki
Ece, tepat di atas
penisku hingga membuat
penisku terjepit buah
pantatnya yang padat
dan kenyal.
Dari menyedot lidahku,
mulut Ece sekarang balas
menjelajahi tubuhku.
Kedua putingku
disedotnya habis-
habisan. Kemudian lidah
Ece bergeser turun untuk
menjilati perutku.
Lidahnya terus bergerak
ke bawah dan dengan
diselingi gigitan-gigitan
kecil di perut bagian
bawahku, lidahnya
bergeser menjilati ujung
penisku.
"Hahh… sshh…"
sekarang giliranku yang
mendesis-desis
keenakan.
Ujung penisku hingga ke
pangkalnya dijilati oleh
Ece dengan begitu
gemasnya. Pantatku
spontan terangkat ke
atas saat ujung lidah Ece
mengai-ngais lubang di
ujung penisku. Otot-otot
perutku serasa ditarik ke
atas. Tidak berhenti
sampai di situ. Kantung
pelirku pun tak luput
dari sedotan mulut Ece.
Nikmat bercampur ngilu
rasanya.
Lidah Ece terus bergerak
menyusuri urat yang
memanjang di sepanjang
penisku, mulai dari
pangkal hingga ke
ujungnya lalu berhenti di
lekukan ujung topi baja
kepala penisku dan
menjilati lekukan itu
hingga aku mendesis
nikmat. Secara spontan
kupegang kepalanya
agar tidak bergeser dari
situ. Seperti tahu
keinginanku, mulut Ece
terus merangseki batang
penisku sambil
tangannya tak henti-
hentinya mengurut
batang penisku sambil
sesekali meremasnya
pelan.
"Ughh… shh… s-sudah,
Ce…" desisku tak tahan.
Kutarik tubuh Ece agar
naik ke perutku.
Ece pun menghentikan
aktivitasnya dan duduk
di atas perutku.
Diangkatnya pantatnya
dan dikangkangkannya
kedua kakinya.
Dipegangnya batang
penisku dan diarahkan
ke celah bukit
kemaluannya.
"Upff… ohh…" aku dan
Ece mendesis hampir
bersamaan saat ia secara
perlahan menurunkan
pantatnya.
Perlahan-lahan ujung
kepala penisku mulai
terbenam dalam jepitan
bukit kemaluan Ece.
Beberapa kali Ece
menaik-turunkan
pantatnya sampai
akhirnya seluruh batang
penisku melesak ke
dalam celah sempit di
bukit kemaluannya.
Hangat sekali rasanya
saat batang penisku
terjepit di tengah-tengah
celah bukit
kemaluannya. Ujung
kepala penisku seperti
menumbuk sesuatu yang
lembut di dalam sana.
Ece terdiam, aku pun
juga. Kami sama-sama
menikmati menyatunya
tubuh kami. Aku
merasakan betapa
batang penisku seperti
diremas-remas oleh
daging yang licin dan
hangat. Kepala penisku
seperti berkedut-kedut.
Mataku seperti
berkunang-kunang
merasakan aliran
kenikmatan yang mulai
menjalar.
Kedua tangan Ece
bertumpu di dadaku.
Kemudian secara
berirama ia mulai
menaik-turunkan
pantatnya dengan
diselingi gerakan
memutar. Batang
penisku serasa seperti
dipilin-pilin, nikmat
sekali rasanya. Perlahan-
lahan aku merasakan
otot-otot perutku seperti
ditarik-tarik.
"Terus, Ce… aahh…
aku…" aku sudah hampir
tidak dapat mengontrol
diriku lagi. Tanganku
segera bergerak ke
belakang tubuh Ece dan
meraih kedua pantatnya.
Kuremas pantat itu dan
lebih kutekan agar ujung
penisku semakin mentok
sedalam-dalamnya. Ece
pun juga semakin liar
menggerakkan
pantatnya.
"Terus, Mas… ayo…
kita…" belum selesai Ece
berbicara, tiba-tiba
tubuhnya berkejat-kejat.
Gerakannya semakin
menggila. Batang
penisku yang terjepit di
dalam celah bukit
kemaluannya berdenyut
semakin keras menahan
sperma yang sudah
terkumpul di ujung
kepala penisku. Tubuhku
semakin mengejang.
Kuputar pantatku
seirama dengan putaran
pantat Ece yang semakin
liar.
"Akhh…" hampir
bersamaan, aku dan Ece
menjerit.
Kuremas pantat Ece
dengan gemas dan
kutekan lebih ketat.
Croot… Croot… Croot…
akhirnya sperma yang
sudah tertahan di ujung
kepala penisku tumpah
bersamaan dengan
denyutan lubang
kemaluan Ece yang
menjepit erat batang
penisku. Ece masih
berkelojotan beberapa
saat sebelum ambruk di
dadaku. Tubuhku dan
tubuhnya sudah basah
oleh keringat. Nafasku
masih menderu. Kucium
pipi Ece sebagai ucapan
terima kasih atas
kenikmatan yang ia
berikan.
"Enak, Ce…" kubisikan
kata-kata di telinganya
dan kubelai rambutnya
yang pendek.
"Aku juga, Mas…" Ece
membalas bisikanku
sambil mengecup pelan
bibirku. Ia masih
menindih tubuhku.
Dadanya yang montok
menempel ketat di
permukaan dadaku yang
bidang. Batang penisku
yang sudah mulai
mengkerut masih
terjepit dalam celah di
antara bukit
kemaluannya yang
hangat. Mata Ece
terpejam seolah
meresapi kenikmatan
yang baru dilaluinya
setelah masa-masa
penantian panjang yang
sia-sia bersama
suaminya.
Aku masih dapat
merasakan adanya aliran
cairan pekat yang
menetes keluar dari
celah bukit
kemaluannya, mengalir
sepanjang batang
penisku dan menggumpal
di atas rambut-rambut
bulu kemaluanku.
Pikiranku menerawang
memikirkan masa
depanku. Selain Siska,
aku yakin Ece juga tidak
akan mau berhenti
selingkuh denganku. Aku
membayangkan pasti
suatu saat suami mereka
berdua akan mengetahui
perbuatan kami. Ngeri
juga aku
membayangkannya.
Tapi nasi sudah menjadi
bubur. Sperma sudah
telanjur mengucur.
Mumpung belum
ketahuan, akan
kunikmati
perselingkuhan ini
sepuas mungkin. Akan
terus kugilir tubuh
montok Siska dan Ece
Geulis untuk memuaskan
nafsuku.
***
Tanpa aku sadari aku
ternyata telah terlelap
dalam mimpi. Aku
tertidur sambil memeluk
tubuh telanjang Ece. Aku
tak tahu berapa lama
aku tertidur setelah
bertempur dengannya
dan aku juga tak tahu
sejak kapan Ece sudah
bangun dari pelukanku.
Aku tersadar saat
dibangunkan Ece dan
dibuatkan kopi lagi.
Segar sekali rasanya
bangun tidur sudah
dibuatkan kopi. Ece
nampak sudah sangat
segar habis mandi.
Rambutnya masih basah
sehabis mandi besar. Ia
hanya mengenakan
handuk sebagai penutup
tubuhnya. Aku yakin ia
belum memakai bra dan
celana dalam karena
kulihat benda-benda itu
masih berserakan di
lantai.
Setelah menyeruput
beberapa teguk kopi
panas, aku pun minta ijin
untuk ikut mandi di
rumahnya. Segar sekali
rasanya saat tubuhku
diguyur oleh air hangat
yang disiapkan oleh Ece.
Saat asyik-asyiknya
menikmati guyuran air,
aku terkesiap saat tiba-
tiba kurasakan ada yang
mengelus-elus dan
meremas batang penisku
dari belakang. Ternyata
Ece sudah ikut
bergabung di kamar
mandi dalam keadaan
bugil. Tidak ada sehelai
benangpun yang
menutupi keindahan
tubuhnya yang telanjang.
Aku terpana melihatnya.
Aku hanya mampu
melotot memandangi
setiap lekuk tubuhnya
yang montok.
Bukan hanya itu, Ece pun
lantas menyabuni seluruh
tubuhku dengan sabun
cair yang biasa ia
gunakan. Tubuhku yang
licin oleh busa sabun
diraba dan dielus oleh
belaian tangan Ece yang
lembut. Dari leherku
tangannya bergerak
menurun ke bawah
hingga pusarku. Batang
penisku pun perlahan-
lahan sudah mulai
mengeras. Beberapa saat
kemudian batang itupun
sudah berdiri tegak
seperti prajurit yang siap
tempur.
"Hhh… Ece," aku
mendesis lirih saat
tangan Ece dengan lincah
bermain-main di daerah
penisku. Batang penisku
yang licin karena busa
sabun menjadi sasaran
bulan-bulanan tangan
Ece. Batangku diremas
dan diurut dengan pelicin
busa sabun.
"Oohh… enak, Ce…"
desisku berulang-ulang.
Aku pun tak kalah
gesitnya, kuambil botol
sabun dari tangannya
dan kubalurkan ke tubuh
montok Ece Geulis. Ia
menggerinjal saat
tubuhnya yang licin
kugosok dengan kedua
tanganku. Kedua
payudaranya menjadi
sasaran pertamaku.
"Shh… oohh… terus,
Mas.." desis Ece saat
tanganku bergerilya di
daerah selangkangannya.
Rambut lebat yang
memenuhi bukit
kemaluannya kugosok
seperti layaknya sedang
cream-bath. Kuremas
dan kupijat gundukan
bukit kemaluan Ece
hingga ia semakin liar
menggerinjal dan
semakin liar pula
tangannya mengurut
batang penisku yang
sudah sangat keras.
"Sekarang. Mas… oohh…
aku nggak tahan…"
desisnya berusaha
menghentikan tanganku.
Aku pun mengikuti
kemauannya. Kuhentikan
aksiku meng-creambath
rambut kemaluannya dan
kubilas seluruh tubuhnya
dengan kucuran air
hangat.
Ece menyeretku ke
tempat tidur setelah
mengeringkan tubuhku
dengan handuk yang
tersedia di kamar mandi.
Ia melakukannya dengan
menarik batang penisku.
Seperti kerbau, aku
mengikuti langkahnya.
Ece langsung memelukku
begitu kami duduk di
tempat tidur. Bibirnya
menyergap bibirku dan
lidahnya dijulurkan untuk
menyelusup ke dalam
mulutku. Kubalas
tindakannya yang
menyedot lidahku
dengan menyedot
lidahnya yang terjulur.
"Uggh… ughh…" Ece
gelagapan, apa lagi
tanganku secera refleks
langsung mengarah ke
bukit payudaranya dan
bermain-main di sana
dengan meremas dan
memilin kedua putingnya
secara bergantian.
Tangan Ece yang masih
memegang batang
penisku turut meremas
apa yang dipegangnya. Ia
mengusap dan mengocok
batang penisku dengan
lembut.
"Shh… terus, Mas…
oohh…" desah Ece
terputus-putus menerima
rangsanganku saat
tanganku yang sudah
puas bermain di dadanya
langsung meluncur ke
bukit kemaluannya yang
sudah mulai basah.
Kumasukkan jariku ke
dalam celah sempit di
belahan bukit
kemaluannya yang licin
dan kukorek-korek
dengan dua jari. Tubuh
Ece mulai gemetar
menahan desakan nafsu
yang semakin
menggelegak.
Sejurus kemudian
kulepas tanganku dari
jepitan celah bukit
kemaluannya dan
kuminta Ece untuk
merangkak di atas kasur.
Segera ia memposisikan
diri seperti layaknya
anjing yang siap kawin.
Pantatnya sedikit
menungging ke atas
memperlihatkan
gundukan bukit di
selangkangannya yang
terbelah seperti bakpau.
Tanpa membuang waktu
kudekatkan wajahku ke
depan belahan itu dan
kutekankan wajahku ke
selangkangan Ece yang
terbuka. Kujulurkan
lidahku ke celah sempit
di belahan bukit
kemaluannya yang
tembam. Cairan yang
agak asin terasa di
lidahku. Aku tak peduli
rasa dan baunya. Biar
baunya seperti comberan
namun rasanya nikmat
seperti durian!
Tubuh Ece yang
menungging semakin
indah menggerinjal saat
lidahku mengais-ngais di
dalam liang sempit di
celah bukit
kemaluannya. Pantatnya
semakin dinaikkan
berusaha menekankan
bukit kemaluannya ke
wajahku. Aku semakin
bersemangat mengorek
dan mengais liang itu.
Kedua tanganku
membekap buah
pantatnya agar tidak
terlalu liar bergerak.
"Hhaahh… sshh… ohhh…
terus, mas… ohh…
terus…" dengan diiringi
jeritan histeris, tubuh
Ece tersentak-sentak
menahan sesuatu yang
siap meledak. Ia terus
meronta selama
beberapa detik sebelum
tubuhnya terdiam. Ece
berusaha mengatur
napasnya setelah
pendakian yang
melelahkan itu.
Namun aku tidak
memberinya
kesempatan. Segera aku
naik ke tempat tidur dan
dengan posisi berlutut
menempatkan diriku di
belakang pantatnya yang
masih menungging.
Kuarahkan batang
penisku ke belahan di
bukit kemaluan Ece yang
sudah dibasahi oleh
cairan pelicin. Dengan
pelan kudorong pantatku
ke depan hingga ujung
kepala penisku
menerobos celah sempit
di tengah bukit
kemaluannya. Aku
segera dapat merasakan
betapa batang penisku
terjepit daging hangat
dan licin, juga ujung
kepala penisku seperti
menumbuk daging
lembut di dalam sana.
"Hkkh… Hhgg…" aku
dan Ece menahan napas
hampir bersamaan.
Kudiamkan sejenak
batang penisku yang
sudah terbenam
seluruhnya ke dalam
celah sempit di belahan
bukit kemaluannya.
Seperti di aba-aba, aku
dan Ece kemudian mulai
bergerak mengayunkan
pantat secara bersama-
sama. Bedanya arahku
maju mundur, sedang Ece
arahnya memutar!
Tanganku yang
mencengkeram pantat
Ece selalu menarik kuat-
kuat menekan ke arahku
saat aku mengayunkan
pantatku ke depan,
hingga ujung kepala
penisku menghantam
mulut rahimnya agak
keras. Setiap kali itu pula
kudengar Ece menjerit,
"Owghh… owghh…
owghh!!"
Merasa capek dengan
posisi demikian, Ece
memintaku untuk
berganti posisi. Ia
meminta untuk
memegang kendali
permainan dengan
bermain di atas. Aku
segera menggulingkan
tubuhku dan telentang di
kasur. Sejenak kemudian
Ece naik ke atas perutku
dan membuka pahanya
lebar-lebar. Dipegangnya
batang penisku dan
diarahkan ke celah
sempit di tengah bukit
kemaluannya. Kemudian
perlahan-lahan
pantatnya diturunkan.
Bless…!! Batang penisku
langsung tertelan oleh
celah bukit
kemaluannya, bahkan
hingga amblas sampai ke
pangkalnya.
"Owghh…" aku dan Ece
tanpa aba-aba melenguh
secara bersamaan.
Batang penisku serasa
diremas dan dipilin
sangat nikmat oleh
gerakan memutar pantat
Ece yang berjongkok di
atas perutku.
Ece terus bergerak
semakin liar.
Payudaranya berayun-
ayun indah saat ia
bergerak memutar.
Tanganku segera meraih
dan meremas serta
memilin kedua
putingnya. Kulihat mata
Ece terpejam dan mulai
menggigit bibirnya
sendiri. Gerakannya
semakin liar dan
tubuhnya semakin
terhentak-hentak.
"Akhh… a-aku k-keluar,
Mas… ohh… terus…" Ece
menggeliat-geliat selama
beberapa detik lalu
akhirnya ambruk di atas
perutku. Nafasnya
terdengar tersengal-
sengal seolah-olah habis
berlari jauh. Denyut
jantungnya terasa
berdetak kencang
menempel di dadaku.
Kubiarkan ia mengatur
napasnya sebelum aku
mengambil giliranku.
Setelah ia cukup
istirahat, segera saja
kuangkat pantatnya dan
kuganjal dengan dua
bantal. Dengan posisi
telantang dan terganjal
bantal, bukit
kemaluannya jadi
semakin membusung
indah. Kupentang
pahanya lebar-lebar dan
kuposisikan tubuhku di
antara kedua bentangan
pahanya. Kucucukkan
batang penisku ke dalam
celah merah di sela bukit
kemaluannya yang
berdenyut-denyut
kembang kempis.
Kodorong pelan-pelan
hingga seluruh batang
penisku masuk sampai ke
pangkalnya. Kudiamkan
sejenak untuk menikmati
sensasi menyatunya
tubuhku dengan
tubuhnya.
"Ehhkk…" Ece menjerit
keras saat tiba-tiba
kutarik batang penisku
dari jepitan liang
kemaluannya dengan
cepat. Namun sebatas
ujung kepala penisku
masih tetap menancap
erat di tempatnya.
Kemudian kudorong lagi
pantatku ke depan
secara pelan hingga
masuk seluruhnya.
Kutarik lagi dengan
cepat hingga berulang-
ulang. Akibatnya
sungguh luar biasa!
Tubuh Ece seperti
terhentak-hentak setiap
batang penisku kutarik
mundur! Ia selalu
menjerit.
Payudaranya berguncang
terayun-ayun setiap kali
tubuhnya terguncang!
Aku pun merasakan
adanya desakan maha
dahsyat yang mulai
mengumpul di ujung
batang penisku! Aku
semakin mempercepat
ayunan pantatku maju
mundur. Kutindih tubuh
Ece dengan seluruh berat
tubuhku, aku hanya
mampu bertumpu pada
lututku. Kedua tanganku
kutempatkan menyangga
kedua buah pantat Ece
untuk terus
menggenjotnya.
"Terus, Ce… putar…
tarik… sshh… ohhh…"
tubuhku mulai
menegang. Otot perutku
terasa ditarik-tarik dan
batang penisku
berdenyut-denyut cepat
siap memuntahkan
semua isinya yang sudah
menggumpal.
Ece pun semakin liar
memutar pantatnya
menyambut setiap
tusukanku. Batang
penisku seperti digiling
oleh daging lembut dan
licin miliknya. Aku sudah
tak kuat lagi menahan
gempuran kenikmatan
yang sudah mau
meledak.
"Akhh… aku keluar, Ce…
arrghh…" akhirnya aku
menggeram saat batang
penisku mengedut-
ngedut dan
memuntahkan cairan
sperma ke dalam rahim
Ece. Tubuhku terhentak-
hentak di atas perut Ece
selama beberapa saat
hingga akhirnya terdiam.
Aku benar-benar lemas
tak bertenaga! Nafasku
kembang kempis tinggal
satu-satu, saling
berlomba dengan nafas
Ece yang juga memburu.
Kubiarkan batang
penisku tetap menancap
di dalam jepitan liang
kemaluannya hingga
kurasakan lubang
kemaluan Ece berdenyut-
denyut pelan seolah
memeras sisa-sisa
sperma yang masih
tersimpan di dalam
batang penisku.
Kubiarkan biar tuntas
sekalian.. Aku sudah
terlalu capek. Akhirnya
aku dan Ece terkapar
sama-sama tak
bertenaga. Tenaga kami
sudah terkuras habis.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.