Sabtu, 25 November 2017

Rumah kontrakan Ardy 12

Rumah Kontrakan Ardi 12
Setelah hari itu,
hubunganku dengan
Mitha menjadi semakin
akrab, kalau tidak mau
dikatakan berpacaran.
Memang tidak ada yang
nembak duluan, namun
setiap kali kami
bertemu, pasti tidak
luput spermaku mampir
di memek, perut ataupun
mulutnya. Lebih dari
sekedar berpacaran
bukan? Sementara
dengan Siska dan Ece
Geulis, aku juga masih
tetap sama.
Dengan adil aku
berusaha memuaskan
kedua wanita itu, meski
sudah tidak bisa sesering
dulu karena sekarang
sudah ada Mitha. Mitha
sendiri tampak tidak
keberatan, ia seperti
berusaha menutup mata
dengan segala tingkah
lakuku. Yang penting aku
tetap mencintainya,
begitu dia berkata saat
kutanya alasannya. Iya,
Mith, kamulah satu-
satunya cintaku.Siska
dan Ece hanya tempat
pelampiasan nafsuku.
Kepada kamulah
kutitipkan hatiku. Dan
hari ini aku ulang tahun.
Sebagai pasangan baru,
tentu aku ingin
merayakannya bersama
Mitha.
Jauh-jauh hari kami
sudah menyusun
rencana, sehabis kerja
akan kujemput Mitha di
kampus. Kami akan
nonton bareng, setelah
itu dinner di tempat yang
romantis. Rencana yang
sangat sempurna bukan?
Kita memang boleh
berkehendak, namun
tetap Tuhan yang
menentukan.
Di hari H, tiba-tiba saja
Mitha sakit. Ia
mengirimiku SMS kalau
hari ini tidak bisa pergi
ke kampus. Dengan
begitu, sepertinya acara
kami juga akan batal.
Dengan kecewa,
sepulang kerja aku
segera pergi ke
rumahnya yang dempet
dengan rumah Ece
Geulis. Aku bawakan
obat sekaligus makanan
kalau misalnya dia tidak
kuat masak.
Kuketuk pintu rumahnya
pelan. Yang
membukakan pintu
ternyata Ece dengan
hanya mengenakan kaos
tipis dan celana pendek
sejengkal. Pantatnya
yang berisi tampak
terburai keluar di sore
yang terik itu, begitu
juga dengan
payudaranya yang
menggantung bebas,
menampakkan sisi
bagian depannya yang
bulat dan indah.
Aku segera mengalihkan
pandangan, pura-pura
tidak tertarik dengan hal
itu. Bisa celaka kalau
sampai tergoda. Namun
Ece tanpa sungkan
menarik tanganku dan
menutup pintu dengan
cepat. Dia lalu
memelukku dan
memberiku ciuman
hangat di bibir sambil
berkata,
"Selamat ulang tahun.
Ar!"
Dari tonjolan putingnya
yang menekan dadaku,
bisa kupastikan kalau
saat itu Ece tidak
mengenakan beha.
Dan aku berani taruhan
kalau ia juga tidak
mengenakan celana
dalam.
"Iya, Ce. Terima kasih.
Tapi, mana Mitha?"
tanyaku. Ece melepaskan
pelukannya dan
tersenyum,
"Dia sedang tidur habis
minum obat," katanya
sambil menyingkap kaos
tipisnya ke atas,
menampakkan kedua
gundukan payudaranya
yang besar kepadaku.
Lengkap dengan
putingnya yang menonjol
mungil kemerahan.
"Eh, Ece mau apa?"
tanyaku bingung. Takut
tiba-tiba Mitha datang
dan memergoki ulahnya.
"Mumpung Mitha lagi
tidur," katanya. "Sudah
dua hari lho kamu nggak
nyentuh aku!" Mulutku
ternganga dan tidak bisa
berkata apa-apa lagi.
Aku sebenarnya sudah
ingin memprotes, namun
Ece sudah keburu meraih
tanganku dan
menyeretku ke arah
dapur. Disana, Ece
langsung memelukku dan
memberiku ciuman
hangat di bibir. Ia
melumat bibirku begitu
rakus hingga aku jadi
tidak bisa melawan.
Bahkan saat ia mulai
menelanjangi diri, aku
juga diam saja.
"Anggap saja ini sebagai
hadiah ulang tahun
dariku." kata Ece sambil
memelorotkan celana
dalamnya ke bawah.
Ia sudah sepenuhnya
telanjang sekarang.
Nampak tubuhnya begitu
putih dan mulus, sangat
bisa memancing nafsuku.
Diberi suguhan seperti
itu, aku yang pada
dasarnya berdarah panas
jadi tidak bisa menolak.
Perasaan takut akan
dipergoki oleh Mitha
dikalahkan oleh nafsu
yang menggebu-gebu.
Apalagi saat melihat
memek Ece yang berbulu
lebat, yang labianya
sudah terlihat
membengkak dan
memerah, semakin
terpancinglah libidoku.
"Hmm... ngaceng gini
pake nolak segala!" kata
Ece saat tangannya
masuk ke balik celanaku.
Dipegangnya penisku
yang sudah setengah
menegang. Tanpa banyak
kata, iapun menunduk
untuk mengendurkan
ikat pinggangku lalu
melepas celana jinsku.
Dia tersenyum saat
melihatku tidak
memakai celana dalam,
kontolku yang sudah
sedikit mengeras segera
terlempar ke dalam
genggamannya.
Dengan tangan kanannya
Ece menangkup kedua
bolaku, sementara
dengan tangan yang lain
ia memegangi penisku
sambil mulai
mengocoknya lembut.
Penisku langsung tumbuh
lebih besar dan lebih
keras dari sebelumnya.
Saat sudah menegang
penuh,
Ece menjilat bibirnya dan
berkata, "Ini akan jadi
hadiah ulang tahun yang
tidak akan kamu
lupakan."
Sehabis berkata begitu,
iapun menunduk dan
langsungmenciumi ujung
penisku. Lidahnya
menjulur untuk
menghisapi kepalanya
yang gundul selama satu
menit, Ece menjilati
cairan precum yang
kukeluarkan sebelum
tiba-tiba ia membuka
mulutnya dan
mendesakkan batang
penisku kesana.
"Ughh..." rasanya
sungguh nikmat sekali
diemut oleh Ece.
Kepalanya bergerak
bolak-balik mengulum
batang coklatku. Selama
beberapa menit ia
melakukannya sebelum
kemudian berdiri dan
mengatakan kepadaku
agar mengikutinya ke
kamar mandi.
"Ayo. Ar. Memekku dah
gatel banget ini." kata
Ece ketika kami pergi
menuju halaman
belakang. Selama
berjalan, ia
mengayunkan pantatnya
di depan wajahku dan
menunjukkan vaginanya
yang sudah sangat basah
kepadaku. Aku
mencoleknya sedikit dan
Ece menggelinjang geli
karenanya.
Tiba di dalam, ia
langsung mengunci
pintunya dan langsung
memelukku. Tanpa
menunda-nunda, Ece
melumat dan menciumi
bibirku. Kubalas dengan
sama-sama rakus, namun
Ece mendorong tubuhku
dan kemudian berbaring
di lantai kamar mandi
yang dingin. Ia membuka
kakinya lebar-lebar
sambil menunjuk lubang
kemaluannya yang sudah
menganga sempurna.
"Jilat, Ar!" ia meminta.
Akupun berlutut di
antara kedua kakinya
dan mulai menjilat
lembut disana. Kukulum
dan kuhisap-hisap bagian
dalam liang vaginanya
hingga jadi semakin
basah dan lengket. Aku
terus melahap memek
sempit Ece sampai ia
mulai tegang dan
melengkungkan
punggungnya, tanda
kalau sebentar lagi akan
mencapai puncaknya.
"Ohh... aku keluar, Arr!!"
Ece mengerang keras
dengan tubuh bergetar.
Dari liang vaginanya
memancar cairan panas
yang sangat banyak
sekali, membasahi mulut
dan wajahku. Aku
mengangkat kepala
hingga sisa-sisa cairan
Ece menetes-netes dari
wajahku. Kami tertawa
bersama.
Kulihat nafas Ece masih
tersengal-sengal, namun
ia tersenyum begitu
puas. Ece kemudian
duduk dan meraih
kepalaku. Dia mengusap-
usap wajahku yang masih
penuh dengan cairan,
lalu menciumku dengan
begitu lembut.
"Sekarang giliranmu!"
bisiknya sambil
mendorong punggungku
hingga rebah ke lantai.
Ubinnya yang basah
terasa begitu dingin saat
menyentuh kulitku,
sangat kontras dengan
badan Ece yang hangat,
yang pelan-pelan mulai
mengayunkan kaki di
atasku, mengangkangi
perutku.
"Aku selalu kangen
kontolmu ini, Ar!" kata
Ece sambil mengambil
penisku dengan tangan
kirinya dan menuntunnya
ke arah liang vaginanya
yang sudah basah kuyup.
Dia memegangi penisku
di pintu masuknya
sebentar sebelum
menurunkan dirinya
pelan-pelan.
"Ough..." aku merintih
saat kepala penisku
mulai masuk menembus
liang senggamanya. Ece
terus menurunkan
tubuhnya hingga penis
panjangku semakin jauh
memasuki tubuh
sintalnya. Saat sudah
terbenam sempurna,
kami pun mengerang
secara bersamaan.
"Arghhh..."
Ece tetap dalam posisi
seperti itu selama satu
atau dua menit sebelum
mulai menaikkan dan
menurunkan vaginanya
ke penisku dengan
gerakan ke bawah yang
sangat mantap. Saat aku
menatapnya dan melihat
payudaranya yang
berayun bolak-balik, aku
segera mengangkat
tangan dan menangkup
keduanya untuk
meremas serta mencubiti
putingnya yang
menjulang indah, sampai
Ece mendesah penuh
nikmat karenanya.
"Hisap, Ar!" kata Ece
sambil membungkuk ke
depan, memberikan
salah satu tonjolan
putingnya kepadaku.
Mulutku segera terbuka
dan langsung
mengisapnya dengan
begitu rakus.
"Auw! Pelan- pelan saja,
Ar!" Ece menjerit, namun
terlihat sangat
menikmatinya.
Bahkan ia kini
menggerakkan
pinggulnya semakin
cepat hingga membuatku
jadi merem melek
keenakan.
Terus menjilatinya,
kunikmati kehalusan dan
kekenyalan buah dada
Ece, juga jepitan liang
vaginanya yang begitu
sempit dan menggigit.
Tanpa perlu merubah-
rubah posisi, kami sudah
sama-sama puas.
Tak lama kemudian Ece
kembali orgasme,
kedutan kedutan liang
vaginanya yang begitu
melenakan membuatku
menyusul tak lama
kemudian. Tanpa perlu
bertanya, kutembakkan
semua spermaku ke
lorong sempit organ
kewanitaannya. Cairan
kami bercampur menjadi
satu, dan menetes keluar
banyak sekali saat Ece
mencabut penisku dan
kemudian berbaring
terengah-engah di
belakang pintu.
Ece menatapku dan
tersenyum,
"Bisa-bisa aku hamil, Ar,
kalau terus kamu isi
kayak tadi." katanya
manja.
Aku tertawa, "Mungkin
lain kali kita kudu pake
kondom, Ce."
"Nggak ah," Ece
menggeleng.
"Gak enak pake karet,
lebih baik aku hamil
daripada pake kondom
gitu."
Kami sama-sama
tersenyum,
"Aku juga nggak suka
pake karet. Ya buat jaga-
jaga, kita sebaiknya lebih
hati-hati aja." kataku.
Ece tersenyum dan
mengangguk setuju.
Saat itulah kami
mendengar suara batuk
Mitha dari kamar depan.
Rupanya gadis itu sudah
bangun. Ece segera
melompat berdiri dan
menyambar handuk,
sementara aku dengan
cepat mengenakan
pakaianku kembali dan
berlari menuju ruang
tamu, pura-pura baru
saja datang.
Semenit kemudian, pintu
kamar Mitha terbuka.
Gadis itu keluar
tersaruk-saruk dengan
badan lemas dan wajah
pucat. Aku segera
melangkah
menghampirinya.
"Gimana keadaanmu,
Mith?" tanyaku sambil
memeluk tubuhnya yang
terasa panas.
"Eh, mas Ardi." ia
menumpangkan tangan
ke bahuku, terlihat
sangat senang dengan
kedatanganku.
"Sudah agak mendingan,
tapi masih lemas."
jawabnya.
"Kamu duduk aja, biar
aku bikinkan minuman
hangat." kataku.
"Teteh kemana?" ia
bertanya mencari
keberadaan Ece Geulis.
Saat itulah, Ece keluar
dari kamar mandi
dengan tubuh hanya
terbalut handuk. "Ece
lagi mandi," jawabnya
sambil tersenyum dan
mengedipkan mata
kepadaku. Ia berjalan
menuju kamar untuk
berganti pakaian.
Setelah Ece menutup
pintu, Mitha menatapku
dan bertanya, rupanya ia
sempat menangkap
isyarat mata dari Ece.
"Itu tadi maksudnya
apa?"
"Ehm, aku juga nggak
tahu," sahutku sambil
segera berlalu
meninggalkannya, tidak
ingin lagi ditanyai yang
macam-macam.
Sampai malam aku
menemani Mitha. Ece
juga bersama kami
berdua, ia baru pulang
setelah suaminya datang.
"Ar, titip Mitha ya," kata
Ece sebelum keluar, ia
menggendong bayinya
yang sudah tertidur
dalam dekapan.
"Awas lho, jangan diapa-
apakan!" tambahnya
serius.
Aku cuma mengacungkan
dua ibu jari sebagai
jawaban, sementara
Mitha hanya tertawa
saja. Sepeninggal Ece,
Mitha segera menggeser
duduknya mendekatiku.
Ia merebahkan
kepalanya di bahuku
sementara tangannya
seperti tidak sengaja
namplok di
selangkanganku.
"Eh, udah bangun!"
bisiknya pelan sambil
meremas penisku
perlahan.
Aku menatapnya dan
tersenyum.
"Terus kamu mau apa?
Kamu kan lagi sakit!"
kataku.
"Yang sakit kan badanku,
Mas, yang ini enggak
kok!" Mitha menunjuk
selangkangannya.
"Lagian, mas Ardi lagi
ulang tahun sekarang,
sudah seharusnya kita
rayakan secara spesial."
Penisku langsung
menegang keras begitu
Mitha mengusap-usapnya
secara begitu halus. Dia
terus membelainya
sambil mulai menciumi
mulutku. Aku hanya
tersenyum dan
mengimbangi
lumatannya. Dalam hati
aku berpikir; dua kado
ngentot kudapatkan di
hari ulang tahunku dari
dua wanita yang sangat
spesial, namun masih ada
sisa satu, apa kira-kira
besok Siska juga akan
memberikan kado yang
sama ya? Ah, aku harap
saja begitu.
Mitha menyadarkan
lamunanku saat menarik
tanganku untuk
ditempatkan di atas
gundukan celana
dalamnya. Sudah terasa
begitu basah disana.
Seperti biasa, Mitha
mengenakan celdam
model g-string, jenis
kesukaanku. Mudah saja
tanganku menyelip di
selanya yang mungil dan
mulai memegangi liang
kemaluannya. Kutusuk-
tusukkan jariku disana
sambil berusaha
kuimbangi ciuman Mitha
yang kini terasa semakin
yahud.
"Buka, Mith." aku
berbisik pelan sambil
mulai membuka kancing
bajunya satu persatu,
juga melepas bra-nya
yang terasa menghalangi
remasan tanganku.
Payudaranya yang bulat
padat kini sudah terbuka
lebar, menampakkan
gundukannya yang
begitu membukit
sempurna. Benda itu
terlihat mengkal, sama
sekali tidak kendor
ataupun lemas. Beda
dengan milik Ece yang
meski sangat besar
namun sudah tidak 'utuh'
lagi.
Punya Mitha masih
sangat sempurna, itu
yang kusukai dan yang
kucari-cari dari dulu.
"Hah... hah..." Mitha
menghela napas dan
membaringkan tubuh
montoknya di kursi,
menghadap ke diriku.
Ia membiarkan tanganku
mulai bermain-main di
atas gundukan
payudaranya yang mulus
dan indah. Terasa lembut
sekali saat kutekan, juga
begitu hangat dan
kenyal. Putingnya yang
mungil kemerahan
nampak begitu
menggemaskan, yang
langsung kupijit dan
kupilin-pilin lembut
hingga membuat Mitha
jadi merintih kegelian.
"Curang ah, ini juga
dilepas donk!" desisnya
sambil membuka kancing
ikat pinggangku dan
menurunkan ritsletingku
dengan terburu-buru.
Setelah terlepas, ia
segera meraih batang
penisku dan langsung
mengocoknya dengan
begitu lembut.
Dengan cepat tubuh
kami sudah sama-sama
telanjang.
Kami terus saling
berpelukan sambil
membelai tubuh masing-
masing. Mith
menyandarkan
kepalanya ke bahuku
sambil tangannya tetap
memegangi penisku,
mengocoknya cepat.
Sementara aku
mengusap seluruh tubuh
mulusnya, mulai dari
punggung hingga
bokongnya yang bulat
padat. Juga tak
ketinggalan gundukan
dada dan liang vaginanya
yang bulat tembem.
"Mas diam ya, sekarang
biarkan Mitha yang
bekerja." bisiknya serak
sambil berlutut dan
mulai menciumi penisku.
Kurasakan panas di
tubuhnya sudah sedikit
menurun, digantikan
oleh cucuran keringat
yang amat banyak,
membuat tubuhnya
semakin mengkilat dan
basah saja. Mungkin
benar apa kata dokter;
seks bisa menyembuhkan
meriang! Kalau tidak
percaya, coba saja di
rumah.
Mitha menatap mataku
sambil mencoba
menempatkan
batang.penisku ke dalam
mulutnya. Awalnya
memang terlihat agak
susah karena milikku
memang besar sekali,
namun aku yakin Mitha
bisa melakukannya
karena sudah sering ia
memanjakanku dengan
oralnya yang mantab.
Dan benar saja, satu
menit kemudian,
kontolku sudah meluncur
mulus keluar-masuk di
dalam mulutnya.
Dengan lidahnya Mitha
menjilati batangku, ia
juga menangkup bolaku
dengan kedua tangannya
dan meremas-remasnya
lembut sambil
menyuruhku agar
meremasi gundukan
payudaranya.
Mitha memang paling
suka kalau dadanya
kumainkan, itu adalah
salah satu area sensitif di
tubuhnya, dipegang
sedikit saja sudah
membuatnya merintih
tak karuan. Apalagi
kalau diremas-remas
seperti sekarang,
erangan dan desisannya
langsung berpadu
dengan geramanku,
mengisi ruang tamu yang
mungil itu.
Sadar kalau kami masih
berada di ruang publik,
yang bisa saja ada orang
tiba-tiba masuk, Mitha
segera mengajakku
berpindah ke kamar.
Dengan memegangi
penisku yang sudah
mengacung tegak, ia
menyeret tubuhku. Aku
menurut saja, persis
seperti kerbau yang
dicucuk hidungnya.
Namun jangan salah,
sebentar lagi kerbau
yang ini.akan mencucuk
sawah si ibu petani.
Hehehe...
Mitha segera mendorong
tubuhku hingga
terbaring pasrah di atas
ranjang. Seperti janjinya
tadi, dialah yang aktif
mengendalikan
permainan. Sambil
tersenyum manis, Mitha
naik.mengangkangiku
dengan kaki melangkah
di setiap sisi tubuhku.
Lalu pelan-pelan ia mulai
menurunkan tubuhnya ke
bawah sampai kepala
penisku mendorong
lembut bibir liang
vaginanya yang sudah
begitu basah.
Mitha memegangi
penisku sejenak untuk
digosok-gosokkan di
celah bibir liang
kemaluannya, sekedar
meyakinkan kalau alat
kelamin jadi.sama-sama
basah. Sementara
ia.melakukan itu, aku
mengulurkan tangan
untuk menangkup
gundukan payudaranya
yang bergoyang-goyang
indah. Kuremas-remas
sebentar benda putih
mulus itu.sebelum
akhirnya kutarik
mendekat untuk kujilat
dan kuhisap-
hisap.putingnya yang
mungil.
"Sudah, Mith. Masukkan
sekarang!" rintihku saat
ia terus menggesek-
gesekkan ujung penisku
di bibir liang vaginanya,
tanpa berniat untuk
segera memasukkannya.
"Sabar, mas. Sebentar
lagi," ia tersenyum,
seperti sengaja ingin
menggodaku.
Tak tahan, akupun
segera memegangi
pinggulnya dan
menekannya ke bawah.
Tanpa bisa dicegah,
penisku yang sudah
berada di celah bibir
kemaluannya langsung
meluncur masuk.
Sleepp!.Jleebb!
"Auwghh..." Mitha
mendesah kaget, namun
segera tersenyum.
Apalagi saat pinggulku
mulai bergerak maju
mundur menyetubuhinya,
ia semakin lupa akan
niatnya semula untuk
memanjakanku.
"Ohh... enak, Mas,
auhh..." Mitha.merem
melek keenakan.
Begitu juga denganku,
"Ohh... ohh... goyang
terus, Mith!" pintaku
sambil berpegangan
pada pinggulnya yang
bulat.
Kami terus saling
menghentakkan pinggul,
terutama saat penisku
terasa ada yang
menyedot-nyedot halus.
Oh, rupanya Mitha
sedang memberikan
empot ayamnya.
Ditambah desahan dan
rintihannya yang nakal,
jadilah urat syaraf
birahiku semakin
terangsang hebat.
"Ohh... Mit, nikmat
banget memekmu!"
desisku dengan pantat
terus bergerak maju
mundur mengoyak liang
vaginanya.
"Ahh... ahh... Mas!"
sementara Mitha dengan
desahannya yang manja,
menggerakkan
pinggulnya memutar,
berusaha mengimbangi
segala tusukanku. Ia
menundukkan kepala,
mendekatkan bibirnya
yang seksi kepadaku,
yang langsung kusambar
dan kulumat dengan
begitu liar.
Tak lupa juga remasan
tanganku di gundukan
payudaranya yang kini
terasa begitu keras,
lengkap dengan puting
mungil yang kini jadi
begitu kaku dan tegang.
Tubuh polos kami saling
menempel erat, dengan
keringatku bercampur
dengan keringatnya.
Sprei sudah acak-acakan,
begitu juga dengan
bantal dan guling yang
entah terlempar
kemana. Kami sudah
tak.peduli lagi. Yang
penting kami sama-sama
nikmat.
"Mith, ganti posisi yuk!"
ajakku.
"Terserah, asal jangan
dilepas ya? Habis enak
banget sih." desisnya
manja.
Dengan kontol masih
menancap tegang di
liang vaginanya,
kuangkat tubuh bugil
Mitha lalu
merebahkannya di
bawah, sekarang ganti
aku yang berada di atas.
Sambil menciumi
bibirnya, kembali
pinggulku bergerak
cepat, seperti layaknya
piston dengan rpm
maksimum. Dan tak
cuma menusuk,
terkadang aku juga
menggerakkannya
memutar hingga
membuat Mitha jadi
merem melek menahan
gairah yang mungkin
sangat diharapkannya
malam itu.
"Gila, Mith. Enak banget
memekmu!" bisikku
sambil kembali meremasi
gundukan payudaranya
yang sekarang terlihat
lebih menantang.
"Ohh, mas... aku udah
nggak kuat!" rintihnya
dengan pinggul
tersentak- sentak pelan.
"Tahan sebentar, Mith.
Aku juga mau nyampai!"
erangku dengan
goyangan semakin liar.
Beberapa detik
kemudian, segera
kucabut batang penisku
dan kusodorkan ke arah
wajahnya.
"Hisap, Mith!"
pintaku sambil tanganku
mengocok kencang
batangku yang rasanya
seperti sudah berada di
ujung.
Dengan jilatan ganas,
Mitha menghisapnya.
Tanpa menunggu lama,
spermaku yang kental
langsung muncrat keluar,
membasahi mulut dan
bibirnya.
Seperti mendapat
minuman hangat, Mitha
langsung menelan
semuanya.
Ia bahkan menjilati
semua sisa- sisanya
hingga tidak ada yang
tertinggal. Batang
kontolku jadi bersih
kembali layaknya habis
dicuci, sama sekali tidak
terlihat kalau habis
muntah-muntah
beberapa detik yang lalu.
"Kamu luar biasa, Mith!"
pujiku atas kehebatan
Mitha melayaniku. Aku
duduk di atas ranjang
sementara penisku masih
menegang tanggung.
"Syukurlah kalau mas
suka." katanya. sambil
mengusap dan
mempermainkan penisku
dengan penuh rasa
sayang. Setelah kami
kembali bernafas normal,
ganti aku yang
menempatkan Mitha di
atas ranjang dan
membuka kakinya hingga
terbuka lebar.
"Mas mau apa?" ia
bertanya bingung.
"Kamu belum keluar
kan?" tanyaku dengan
tangan mulai bermain di
atas liang vaginanya.
Tanpa menunggu
jawaban, kumasukkan
tanganku untuk
mengocoknya sambil
mulutku ikut turun untuk
menjilatinya.
"Auwh... ahh.. ahh...
Mas!" Mitha
menggelinjang, sama
sekali tak sanggup untuk
menolak. Dalam waktu
singkat, ia meremas
rambutku dan menjepit
kepalaku di antara
pahanya.
"Mas, aku
keluaragghh..." jeritnya
dengan tubuh bergetar
pelan. Dari liang
vaginanya menyembur
cairan.hangat yang
banyak sekali,
membasahi seluruh
mukaku karena aku
sama sekali tidak dapat
menghindar.
Kubiarkan Mitha
berbaring untuk sejenak,
setelah nafasnya sedikit
mulai tenang dan jepitan
kakinya agak sedikit
mengendur, aku
membungkuk ke depan
untuk memeluk dan
menciumnya. Kami terus
dalam posisi seperti itu
selama beberapa menit
sebelum akhirnya Mitha
berkata lebih baik kami
segera membersihkan
diri karena hari sudah
beranjak malam.
"Aku masakin air ya?"
tawarku.
Mitha mengangguk
mengiyakan..Kamipun
mandi.bareng, air
hangat. Di kamar mandi,
sempat sekali lagi kami
melakukannya. Aku jadi
teringat kejadian tadi
sore, saat tanpa
kusangka bisa melayani
Ece di tempat ini.
Layaknya deja vu,
aekarang aku melayani
adiknya untuk hal yang
sama. Bedanya yang ini
lebih nikmat karena
Mitha masih muda dan
tubuhnya masih sangat
kencang sekali. Ibarat
mobil, baru keluar dari
dealer. Masih mulus dan
halus sekali saat dinaiki,
hehe...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.