Sabtu, 25 November 2017

Rumah kontrakan Ardy 11

Rumah Kontrakan Ardi 11
Pada saat mataku
hampir terpejam, secara
samar-q samar kulihat
sekelebat bayangan
melintas di balik pintu.
Aku tersadar ternyata
sedari tadi kami bercinta
dengan pintu dalam
keadaan setengah
terbuka.
Pikiranku langsung
menduga pasti bayangan
itu milik Mitha, adik Ece
Geulis! Soalnya tidak ada
orang lain lagi selain dia.
Kang Pardi, suami Ece,
sedang tugas jaga malam
dan paling banter besok
pagi baru pulang.
Jadi tidak salah, pasti
tadi karena kami
keasyikan bergumul
sampai-sampai tidak
mendengar kedatangan
Mitha yang masuk
menggunakan kunci
cadangan yang selalu
dibawanya. Ece sendiri
matanya sudah terpejam
dan kuyakin sudah
tertidur kelelahan.
Napasnya sangat teratur
dan di bibirnya
tersungging secercah
senyuman. Alangkah
damainya.
Aku segera keluar dari
kamar. Dan benar, di
dapur aku bertemu
dengan Mitha. Kami
sama-sama kaget.
Sebelum aku sempat
berkata apa-apa, Mitha
sudah ngomong duluan.
"Eh, Mas Ardi. Aku kira
siapa," katanya sambil
tersenyum kikuk.
Kupandangi dirinya yang
malam itu mengenakan
kaos tanpa lengan
dengan rok pendek
selutut. Wajahnya
tampak cantik, dengan
ukuran dada yang cukup
montok juga, sesuai
dengan seleraku.
Seharusnya ia marah
melihatku yang keluar
dari kamar Ece, namun
nyatanya tidak. Maka
jadilah aku berani untuk
menggodanya karena
kutebak ia sudah tahu
apa yang barusan aku
lakukan bersama Ece.
"Eh, Mith, tunggu! Aku
mau nanya nih... tapi
harus dijawab jujur ya."
kataku memulai.
"Bo-boleh, Mas. Emang
mau nanya apaan? Kok
serius amat." jawabnya
gugup.
"Begini... kamu tahu apa
yang barusan aku
lakukan di kamar Ece?"
tanyaku langsung to the
point.
Wajah Mitha langsung
memerah dan tersipu.
Aku langsung tahu kalau
bayangan tadi adalah
benar-benar dia.
"Ma-Maaf, Mas. Mitha
nggak sengaja." katanya
dengan wajah sedikit
memerah karena sudah
mengintip pergumulan
kami.
"Ja-jadi kamu melihat
semuanya... aku sama
Ece..." aku tak sanggup
meneruskan kata-
kataku.
"I-iya, Mas. Maaf."
jawabnya jujur.
Wajahnya semakin
memerah karena malu
ketahuan mengintip.
"Yach... aku juga yang
salah, Mith. Tapi tolong,
jangan bilang sama
siapa-siapa ya. Terutama
sama Kang Pardi, kasihan
Ece kalau sampai
dimarahi." kataku
memohon.
"I-iya, Mas. Mitha janji
deh." katanya penuh
pengertian.
"Terima kasih, Mith.
Kamu memang orang
yang paling baik di
dunia." gombalku, sambil
segera memeluk dan
mencium pipinya.
Maksudnya untuk
memberi tanda terima
kasih atas
pengertiannya. Namun
Mitha menganggapnya
lain. Ia terdiam dan
bahkan memejamkan
matanya sambil
membuka mulutnya.
Napasnya menjadi sedikit
memburu. Melihat ada
peluang terbuka, segera
saja kuperketat
pelukanku pada tubuh
mungilnya dan
kusurukkan wajahku ke
lehernya.
"Ehhkk..." nafas Mitha
langsung tercekat,
"Mass..." ia sedikit
memberontak saat aku
mulai menciumi batang
lehernya.
Tercium bau aroma
sabun terpancar dari
tubuhnya. Rupanya ia
baru mandi sehingga
kulitnya masih segar.
Lidahku segera
menyerbu sepanjang
batang lehernya.
Kepalang tanggung,
pikirku saat itu! Apa
yang terjadi terjadilah!!
Pokoknya sikat duluan
aja. Urusan biar dipikir
belakangan! Demikian
godaan setan mengilik-
kilik batinku! Tubuh
Mitha menggelinjang
dalam pelukanku.
Dadanya yang cukup
montok menggesek-
gesek dadaku. Aku jadi
makin terangsang.
"Mas... hmm... mau
ngapain?!" desis Mitha.
Aku tidak mempedulikan
pertanyaannya.
Tanganku yang
melingkar di
punggungnya segera saja
kuarahkan ke pantatnya
dan mulai meremas serta
mengelus-elus buah
pantatnya yang cukup
montok.
Tubuhnya kian meronta,
namun tidak ada upaya
untuk melepaskan diri
dari pelukanku. Aku
semakin berani lagi!
Segera saja tanganku
melepas kaitan rok di
atas pinggulnya dan
segera
menyusupkan tanganku
ke balik rok itu serta
mendorongnya masuk ke
balik celana dalamnya.
Sekarang tanganku
berkeliaran di seputar
buah pantat Mitha.
Dengan
gemas kuremas dan
kupijat-pijat bongkahan
pantat itu dengan kedua
tanganku. Terasa sangat
empuk dan lembut
sekali. Aku menyukainya.
Aku semakin terangsang
dibuatnya.
"Mass...! Ja-jangan...
ohh...!!" desis Mitha.
Mulutnya bilang jangan,
tetapi dari gerakan
tubuhnya aku tahu kalau
sebenarnya ia juga
menginginkannya.
"Nggak apa-apa, Mith.
Aku suka sama kamu!"
bisikku di telinganya
dengan rayuan
gombalku.
Mulutku segera mencari
bibirnya dan segera
kusergap dengan
menggunakan lidah.
Mula-mula Mitha
menutup rapat bibirnya,
tetapi tidak lama
kemudian ia mulai
membalas kuluman
bibirku.
Lidahnya mulai ikut
mendorong-dorong
lidahku yang sudah
menerobos masuk ke
dalam mulutnya.
Sedikit bicara banyak
bekerja! Itulah ungkapan
yang tepat untuk
keadaanku dengan Mitha
saat itu!
Tanganku yang
berkeliaran di daerah
pantatnya semakin liar
bergerak. Sesekali jari-
jariku menyentuh daerah
belahan diantara kedua
bongkahan pantatnya
hingga tersentuh rambut
kemaluannya yang
menyeruak ke bagian
belakang. Mitha rupanya
sudah menyerah dengan
serbuanku. Tubuhnya
tidak lagi memberontak,
malah sekarang
sepenuhnya menyandar
dalam pelukanku.
Roknya yang sudah
merosot setengah lutut
membuat tanganku
semakin leluasa
menggerayangi buah
pantatnya.
Tangan Mitha pun mulai
bergerak mengelus-elus
punggungku.
"Ja-jangan di-disini...
Mas!" akhirnya Mitha
mendesah pasrah, dan
memintaku untuk
berpindah tempat.
Akhirnya dengan tetap
kupeluk, tubuhnya
segera kuseret ke
sebuah kamar yang
terletak di samping
dapur. Pintu kututup
dengan kakiku dan
segera kuteruskan
aksiku. Kutarik roknya
ke bawah hingga
terlepas, Mitha
membantu upayaku
dengan melangkahkan
kaki melepaskan roknya
yang teronggok di mata
kaki. Tubuh bagian
bawahnya sudah terbuka
sama sekali. Tanganku
segera meluncur ke
depan dan mulai meraba
gundukan bukit
kemaluannya yang
ditumbuhi bulu-bulu
hitam keriting.
"Mashh... shh... ohh..."
Mitha mendesah-desah
saat tanganku mulai
meremas-remas
gundukan bukit
kemaluannya. Tanganku
segera merasakan
adanya cairan lengket
yang sudah membasahi
celah bukit kemaluan itu.
Tangan Mitha pun
semakin berani. Kini
tangannya bergerak
meraba-raba tonjolan
penisku dari luar celana.
Aku menggeliat
merasakan nikmat
betapa batang
kemaluanku yang sudah
sangat keras diraba-raba
oleh tangan halusnya.
Aku sudah sangat
bernafsu ingin segera
menikmati tubuh mulus
Mitha. Nafsuku sudah
sampai ke ubun-ubun.
Segera saja kuhentikan
aktivitasku dan kuangkat
kaos Mitha ke atas,
kulepaskan melalui
kepalanya. Bra-nya yang
berwarna krem kulepas
juga dan kulempar entah
kemana. Kini tubuh
Mitha sudah telanjang
bulat di depanku.
"Mass..." ia tampak malu
dan segera
mendekapkan kedua
tangannya untuk
menutupi dada dan bukit
kemaluannya yang
terbuka.
Wajahnya memerah.
Lucu sekali kelihatannya.
Dengan mataku, kulahap
seluruh pemandangan
indah yang terpampang
di depanku itu. Tubuh
Mitha begitu bersih dan
mulus. Perutnya masih
cukup rata, dengan
pinggang yang kecil khas
milik gadis perawan.
Payudaranya terlihat
cukup besar, membuat
tubuhnya menjadi
semakin indah.
Aku segera melucuti
pakaianku sendiri dan
telanjang bulat di
depannya. Pakaianku
kubiarkan teronggok di
lantai kamar yang
sempit. Di kamar itu
tidak ada tempat tidur,
hanya ada kasur busa
tipis yang digelar di
lantai dengan dialasi
tikar plastik. Satu-
satunya perabot yang
ada disitu hanyalah
lemari kecil yang terbuat
dari tripleks sebagai
sarana menyimpan
pakaian.
Mata Mitha terbelalak
melihat batang
kemaluanku yang sudah
sangat tegak menunjuk
ke langit-langit kamar.
Tanpa memberi
kesempatan lebih banyak
bagi dia untuk melihat
seluruh tubuh
telanjangku, segera saja
kuraih ia ke dalam
pelukan dan
kulingkarkan salah satu
tanganku ke belakang
untuk mulai bergerak
mengelus-elus
punggungnya dengan
begitu lembut.
Tanganku bergerak
menyusuri sepanjang
tulang belakangnya dan
berhenti tepat di
pantatnya yang kenyal.
Disana aku hinggap dan
mengusap-usap cukup
lama. Sementara
tanganku yang satunya
segera menuju ke arah
buah dadanya yang
masih ditutupi tangan.
Kusingkirkan tangan itu
dan kubimbing ke arah
selangkanganku.
Mula-mula Mitha terlihat
agak kaku kala
memegang batang
kemaluanku, namun
setelah kubujuk, sedikit
demi sedikit tangannya
mulai lincah meremas
dan mengurut-urut
batang kemaluanku.
"Ohh... enak, Mith...
terus!" desisku saat
tangannya semakin
lincah mengurut batang
kemaluanku.
Bibirku kembali
menyergap mulutnya dan
segera mengulum
bibirnya yang mungil
tipis. Lidahku kususupkan
ke dalam mulutnya dan
mulai mendorong-dorong
lidahnya.
Iapun membalas serbuan
lidahku. Tanganku
segera mengarah ke
buah dada Mitha yang
ranum dan mulai
meremas serta memilin-
milin puting buah
dadanya.
"Sshh... ohh... Mass..!"
mulut Mitha mendesis-
desis saat jari-jariku
semakin kuat memilin
puting mungilnya yang
kini terasa semakin
mengeras tajam.
Tangannya juga semakin
liar bergerak di
selangkanganku. Dari
mengurut, tangannya
mulai beralih meremasi
biji pelirku dengan
gemas. Beberapa jurus
kemudian kudorong
tubuh Mitha hingga
berbaring telentang di
atas kasur. Tubuhku
segera menggumuli
tubuh telanjangnya.
Kusibakkan kedua
pahanya lebar-lebar
hingga gundukan bukit
kemaluannya terbuka
lebar.
Kutindih tubuhnya
dengan batang
kemaluanku yang sudah
mengeras menempel
ketat di gundukan bukit
kemaluannya yang sudah
semakin basah dan
terbuka.
Mulutku segera saja
menyerbu buah dadanya
yang menantang.
"Emhh... ohh... Mas!"
mulut Mitha tak henti-
hentinya mendesis-desis.
Tangannya dengan
gemas meremas-remas
rambutku. Tubuhnya
menggelinjang dalam
tindihan tubuhku
sehingga batang
kemaluanku yang
menempel ketat di bukit
kemaluannya jadi
tergesek-gesek nikmat.
Hangat sekali rasanya!
Apalagi dengan
keluarnya cairan licin
yang mulai merembes
dari celah memanjang di
bukit kemaluannya,
makin menambah
lancarnya gesekan alat
kelamin kami berdua.
"Ja-jangan, Mass!" desis
Mitha sambil mencoba
menutupi bukit
kemaluannya saat
mulutku mulai mendekat
kesana.
"Mitha malu! I-itu kan
kotor!" bisiknya.
Namun aku tak
mempedulikan
permintaan itu.
Kupegangi tangannya
dan kusingkirkan dari
bukit kemaluannya,
wajahku segera
menempel ke situ.
Tercium aroma khas bau
kelamin perempuan yang
sangat merangsang
gairah kelelakianku.
Tubuh Mitha terhenyak,
pantatnya terangkat
menyambut tekanan
wajahku saat lidahku
mulai menyeruak masuk
di celah yang terbentang
di antara gundukan bukit
kemaluannya.
"Ahh... Mass... ouch!"
tubuh Mitha
menghentak-hentak saat
lidahku semakin
menyeruak lebih dalam
menggesek-gesek celah
dinding kemaluannya.
Mulutnya terus
mendesis-desis.
Sementara tangannya
yang memegangi
kepalaku tanpa sadar
menekan agar aku lebih
ketat menyerang bukit
kemaluannya. Aku jadi
gelagapan karena sulit
bernapas, namun lidah
dan mulutku semakin liar
merangsek dan menjilati
lubang kemaluannya.
"Akhh... su-sudah mas...
Mitha... ohh... nggak
tahan... aku... kelu-
arghhh!!" gadis itu tak
mampu meneruskan
ucapannya.
Tubuhnya menggelepar
hebat. Pantatnya
terangkat-angkat
menyambut rangsekan
wajahku. Kedua kakinya
melingkar mengepit
punggungku..Tubuhnya
semakin bergerak liar
selama beberapa saat
lalu terdiam. Dadanya
turun naik mencoba
mengatur nafasnya.
Matanya terpejam dan
bibirnya mengatup rapat
menandakan masih
mencoba menghayati
kenikmatan yang baru
saja kuberikan.
Setelah napasnya mulai
sedikit teratur, segera
kutempatkan diriku
sejajar dengan tubuhnya
di antara kedua pahanya
yang terbuka. Kuarahkan
batang kemaluanku di
tengah-tengah celah
bukit kemaluannya yang
basah dan licin
sempurna, lalu kudorong
pantatku pelan-pelan.
Bless...!! Perlahan-lahan
kepala batang
kemaluanku mulai
menerobos celah sempit
hangat di tengah bukit
kemaluannya.
"Ughh..!!" nafasku sedikit
tertahan merasakan
betapa nikmatnya
batang kemaluanku saat
terjepit erat dalam
lubang kemaluan Mitha.
Dia memang sudah tidak
perawan lagi, mungkin
sudah diambil oleh
pacarnya, namun aku
masih tetap puas karena
sudah berhasil
menyetubuhinya.
Aku merasa kepala
batang kemaluanku
berdenyut-denyut saat
tanpa dikomando pantat
bulat Mitha mulai
bergerak memutar
secara perlahan. Goyang
Karawang ini.begitu
melenakan! Nafsuku
yang sedari tadi sudah
berkobar jadi semakin
menggebu. Perutku
serasa kejang saat
batang kemaluanku
serasa dipilin di dalam
jepitan lubang
kemaluannya.
"Ughh... Mitha... terus...
enak!" aku semakin
mempercepat ayunan
pantatku, maju dan
mundur. Aliran desakan
magma seolah
mengumpul di ujung
kepala kemaluanku, siap
meledak sewaktu-waktu.
Apalagi Mitha terus
menggoyangkan
pantatnya dengan
semakin menggila.
"Mass...!" desah Mitha
sambil terus memutar
pantatnya.
Kedua kakinya
menggapit pinggangku
dengan ketat. Mataku
seperti kabur menahan
gelora kenikmatan yang
amat sangat ini. Aku
mengayunkan pantatku
sekuat tenaga,
menghunjamkan batang
kemaluanku sedalam-
dalamnya ke jepitan
lubang kemaluan Mitha.
Kepala batang
kemaluanku serasa
berdenyut-denyut
hendak menumpahkan
semua tekanan yang
menggumpal di
dalamnya.
Hingga akhirnya, Crrot...
Crrot... Crrot.. Crott!!
"Arghh... Mitha!" aku
menggeram sambil
menggigit pundaknya
saat batang kemaluanku
menyemburkan cairan
kental ke dalam mulut
rahimnya. Pantat Mitha
kuremas kuat-kuat agar
semakin erat menjepit
batang kemaluanku.
Tubuhku berkejat-kejat
di atas
perutnya. Tubuh Mitha
pun juga bergerak liar.
Lubang kemaluannya
berdenyut-denyut cepat
menjepit batang
kemaluanku yang masih
tertancap dalam-dalam.
Tubuhnya menggelepar
dengan liar hingga
akhirnya kami sama-
sama terdiam beberapa
saat kemudian. Namun
nafas kami masih saling
berlomba.
Kami mencapai orgasme
secara bersamaan.
Kulirik wajah Mitha yang
cantik, matanya nampak
terpejam.
Kubiarkan batang
kemaluanku tetap
menancap di liang
senggamanya.
Perlahan-lahan aku
merasakan jepitan
lubang kemaluan Mitha
semakin mengendur
karena batang
kemaluanku mulai
mengerut dan akhirnya
terlepas dengan
sendirinya.
Aku lalu menggulingkan
tubuhku ke samping
tubuh telanjang Mitha
dengan tetap
memeluknya sambil
bersama-sama mengatur
napas.
"Kamu hebat sekali,
Mith. Aku sayang sama
kamu!" bisikku di
telinganya.
"Mas Ardi juga hebat.
Mitha sampai kewalahan
melayani Mas." balasnya
sambil tersenyum malu.
"Eh... kalau boleh tahu,
kok kamu bisa pintar
beginian?" tanyaku.
Wajahnya merona
karena malu.
"Pacar Mitha yang
ngajarin." jawabnya agak
malu-malu.
"tapi kita udah putus
kok." tambahnya
kemudian dengan buru-
buru.
"Ja-jadi kamu sudah
biasa main sama pacar
kamu?!" tanyaku pura-
pura kaget.
"I-iya, Mas." jawabnya
agak malu.
"Gimana rasanya batang
dia kalau dibandingin
punyaku?" tanyaku
menggodanya.
"Ah, Mas Ardi bisa aja."
bisiknya sambil mencubit
batang kemaluanku.
"Pasti gede ya?" kataku
terus menggoda.
"Ahh... udah ah. Mitha
nggak mau ngomong.
Tanya yang lain aja."
jawabnya sambil
tangannya meremasi
batang kemaluanku yang
sudah mulai menggeliat
bangun lagi.
"Ih, nakal ya... sudah
dikasih mau minta lagi!"
katanya sambil meremas
batangku lebih kuat.
"Lho, kan kamu yang
mbangunin. Tadi masih
enak-enak tidur
dipegang-pegang. Jadi ya
bangun begini." kataku
menggoda.
"Pokoknya kamu harus
bertanggung jawab nih."
kataku lagi sambil
tanganku mulai
menggerayangi
tubuhnya.
Begitulah, malam itu,
selama Ece Geulis tidur
di kamar, aku dan Mitha
bersetubuh beberapa
kali lagi hingga benar-
benar puas. Berbagai
posisi dan gaya kami
lakukan di kamar sempit
itu. Paginya, baru aku
menemui Ece dan
memberinya jatah satu
kali lagi. Gara-gara tidak
sengaja, aku jadi dapat
menikmati keindahan
tubuh dua wanita
tetanggaku.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.