Sabtu, 25 November 2017

Wisata sex 2

cerita sex-wisata
sex part2
Pada bagian pertama
cerita ini aku
menguraikan
berkunjung ke desa
yang penduduknya
terbuka menerima
tamu dari lain daerah
untuk menginap
dirumah bersama
wanita, yang itu bisa
saja janda, istri,
ataupun anak, dari
yang menempati rumah
itu. Cerita bagian
pertama diakhiri
dengan sesi foto-foto
telanjang terhadap 5
anak remaja yang
terhitung masih di
bawah umur dan 2
wanita dewasa.Foto -
foto berlangsung di
rumah Titin yang
malam sebelumnya
menemaniku tidur
bersama adiknya
Neneng yang masih
remaja.
John berbisik bahwa
masih ada peluang
bermalam dengan anak
belia seperti yang
ditunukkan pemilik
warung tempat kami
istirahat ketika tiba di
kampung ini kemari.
Menurut John anak
yang diperkenalkan itu
lumayan manis.
Gara-gara ingin
mencoba yang lain
akhirnya kami pamitan
dan berpisah dengan
anak-anak yang tadi
aku jadikan model
dadakan.
Aku dan John diantar
Dedeh kembali ke
warung tempat kami
pertama kali bertemu.
Si penjaga warung
masih ingat kami. Kami
baru tahu kalau pemilik
warung itu namanya
Pak Rawi. Aku tanpa
basa basi menanyakan
mengenai cewek-cewk
abg kemarin yang
ditawarkan kepada
kami. Dengan gaya
kalem, Pak Rawi
mengatakan, gampang
bos, nanti saya
kerumahnya dulu.
Berhubung matahari
mulai tinggi dan perut
sudah mulai menuntut,
aku tanya ke Dedeh
apakah ada warung
makan di sekitar sini.
Dia menyebutkan nama
warung yang katanya
bisa jalan kaki saja ke
sana. Aku pamit ke Pak
Rawi mau makan siang
dulu. Kami bertiga
jalan beriringan di jalan
desa yang agak
berdebu.
Warung makan yang
tidak besar, hanya ada
dua baris meja dengan
bangku-bangku
panjang. Yang dijual
hanya ayam goreng,
lele goreng dan sambal
serta lalapan. Aku
memesan lele John dan
Dedeh lebih memilih
ayam goreng. Untuk
ukran di desa begini ya
lumayan juga lah. Perut
kenyang, otak mulai
cemerlang lagi.
Lebih kurang sejam
kami sudah kembali
lagi di warung pak
Rawi. Aku dipersilakan
masuk ke dalam
rumahnya. Di dalam
ternyata sudah ada 4
anak yang masih
sangat belia. Waktu itu
Pak Rawi menyebut
nama-nama mereka,
tetapi otakku tak
mampu merekamnya,
sebab aku fokus
dengan sajian di
depanku dan
mengherankan ku
mereka masih hijau
sekali.
Pak Rawi menyebut
dua anak yang kutaksir
berusia 17 dan 15
tahun, kata dia mereka
berdua adalah kakak
beradik kandung. Aku
bertanya ke pak Rawi,
apa bisa aku menginap
dirumah mereka dan
mniduri mereka
berdua. Kata Pak rawi,
yang dibenarkan
Dedeh, bahwa gak
masalah. Padahal
menurut ceritanya,
mereka masih
mempunyai orang tua
lengkap, ada bapaknya,
dan masih ada adik
seorang.
Tantangan yang sangat
menggoda. Pak Rawi
kelihatan keluar
sebentar dan kembali
masuk menggandeng
seorang pria yang
kutaksir berusia sekitar
40 tahun. " Ini
bapaknya," kata Pak
Rawi.
Aku makin bingung,
apa yang harus
kukatakan kalau aku
berminat kepada kedua
anaknya itu. Kalau
kukatakan langsung
rasanya terlalu vulgar,
tetapi kalau dengan
kata tersamar, apa
yang harus diucapkan,
bingung sekali,
sehingga aku hanya
terdiam.
"Mangga bos kalau
memang berminat
sama anak saya, gak
masalah. Di sini mah
udah biasa, jangan
sungkan-sungkan."
kata si Bapak kedua
anak itu.
"Biar masih abg tapi
anak-anak ini sudah
janda bos, jadi jangan
kuatir," sambung Si Pak
Rawi.
Tambahan informasi ini
malah makin membuat
bingung, anak umur 14
tahun sudah janda,
kapan kawinnya. Ini
pertanyaan penasaran
yang tidak bisa aku
redam sehingga
terlontar begitu saja.
"Ah si Yati mah baru
kawin 3 bulan,
suaminya penangguran
gak bisa kasi nafkah,
akhirnya cerai lagi
kakaknya juga gitu,
belum ada setahun
kawin lakinya ngabur
kerja ke Jakarta, gak
pulang-pulang," kata si
Ayah.
Situasi makin seru dan
aku tidak bisa
membayangkan
bagaimana seandainya
aku menginap di rumah
kakak beradik ini.
Tamu yang bakal
ngentotin anaknya
yang masih berusia
remaja. Benar-benar
sulit
membayangkannya.
Aku penasaran dengan
tantangan seperti itu
akhirnya aku setuju
akan bermukim malam
ini di rumah kakak
beradik ini.
Sementara itu John
rupanya dia kurang
selera dengan ABG, dia
berbisik ke Dedeh, jika
ada temennya yang
bisa menampungnya
malam ini. Bu Dedeh
hanya bilang "Sip," lalu
dia berlalu keluar.
Sementara itu Si bapak
menginstruksikan
kedua anaknya
mendahului pulang ke
rumah. Aku mengobrol
macam-macam dengan
si Bapak yang
kemudian kuingat
bernama Akhmad.
Semua anak-anak
peremuan tadi bubar
dan kami meneruskan
ngobrol sambil
menyeruput kopi
tubruk yang hangat.
Mungkin ada satu jam
kami berbual, sampai
muncul si Dedeh
bersama wanita
lumayan manis,
bahenol, usianya
sekitar 25 tahun,
matanya centil, dia
menyalami kami semua
disitu. Dedeh lalu
mengatur cewek itu
duduk di sebelah John.
Setelah basa-basi dan
ngobrol mengenai
macam-macam.
Akhirnya kami
beranjak. John digiring
ke rumah pasangannya,
aku diajak kerumah si
Akhmad. Rumahnya
tidak terlalu jauh,
hanya beda arah
dengan rumah yang
kuinapi semalam. Jalan
masuk gang, berkali-
kali Akhmad bertegur
sapa dengan orang di
sepanjang perjalanan.
Rumah Akhmad di
dalam gang yang
berliku liku. Aku harus
ditunjukkan jalan besok
jika keluar dari
kediaman Akhmad,
karena tidak semua
yang kami lalui adalah
jalan gang, ada melalui
belakang rumah orang,
melintas sumur,
kadang-kadang
menerobos kawat
jemuran. Mungkin aku
dibawanya melalui
jalan pintas.
Setibanya di rumah aku
disambut oleh istri si
Akhmad. Mungkin dia
kawin muda dulu,
anaknya sudah sebesar,
ini kok istrinya masih
kelihatan muda juga.
Atau istrinya memang
berpenampilan lebih
muda dari usianya.
Lumayan juga istri si
Ahmad.
Jangan langsung
menuduh aku berminat
pula pada istri si
Akhmad. Sebab aku
masih belum bisa
menghilangkan rasa
kikuk bertamu ke
rumah Akhmad yang
akan menyerahkan
kedua anaknya ditiduri
di rumah ini juga.
Rumahnya lumayan
bersih dan lebih bagus
dari rumah-rumah yang
kusinggahi semalam.
Namun desain
rumahnya yang tidak
terlalu modern, hampir
sama dengan rumah-
rumah lain di desa.
Ruang tamu
memanjang lalu di
sebelahnya pintu-pintu
ruang tidur.
Aku dipersilakan duduk
lalu tidak lama
kemudian duduk dan
diberi hidangan kopi
mix. Aku ngobrol ,
istrinya juga ikut
nimbrung. Dari kesanku
selintas istri Akhmad
kelihatan centil, ini
terlihat dari matanya
yang liar. "Aku lalu
membatin di dalam
hati, ah mana mungkin
3 perempuan di rumah
ini aku embat semua,
emak dan dua anak
kandungnya, ah sulit
membayangkan
adegannya," itulah
pikiran yang bermain
diotakku.
"Pak kalau berminat
sama istri saya, sok
aja," kata Akhmad
yang mengagetkan
lamunanku. Mungkin
gestur tubuhku tidak
bisa menyimpan apa
yang berada di
pikiranku, sehingga
Akhmad membaca apa
yang kuhayalkan.
Aku jadi bingung
menjawabnya, kalau
aku katakan tidak,
padahal sebenarnya
ingin juga. Paling tidak
ingin mengalami
dikerubuti 3
perempuan yang terdiri
dari ibu dan dua
anaknya yang masih
remaja. Sebaliknya
kalau bilang iya, masa
polos begitu
ngomongnya.
Situasi sulit untuk
menentukan sikap.
"Sudah bos nanti saya
pijetin, gak usah
mikirin bayaran,
pokoknya asal bos
kerasan aja," kata si
nyonya Akhmad.
"Sok lah jangan segan-
segan di kampung mah
udah biasa, kebetulan
ntar malam saya dapat
giliran ronda," kata si
Akhmad.
Aku Cuma mampu
tersenyum, ngomong
apa pun tak bisa
karena bingung apa
yang harus
diomongkan.
Tawarannya gak masuk
akal banget sih.
Hari sudah mulai sore,
aku menyerahkan uang
jasa untukmeniduri dua
anak dan ibunya
sekaligus ke si emak.
Uang begitu saja
diterima, tanpa
dihitung. Aku sudah
bisa mengira-ngira
berapa biaya yang
harus aku keluarkan
untuk urusan menginap
di desa ini. Kalau
dibandingkan sih
hampir sama dengan
tarif hotel bintang 5 di
Jakarta menginap satu
malam, bedanya disini
diselimuti 3 wanita
yang menarik, Kalau di
Jakarta ya hanya kamar
mewah, dingin karena
AC dan kamar
mandinya bisa untuk
berendam air panas.
Aku meneruskan
mengobrol gak tentu
arah dengan si
Akhmad, kedua
anaknya tidak
kelihatan, si nyonya
sudah beranjak. Sekitar
jam setengah enam
sore mereka datang
bertiga lalu menawari
aku mandi di sumur di
belakang rumah.
Badanku memang
sudah agak berkuah
karena udara panas di
desa.
Seperti di rumah
sebelumnya aku diberi
pinjaman kain sarung
dan ditunjukkan kamar
tidur tempat aku
meletakkan ransel. Di
dalam kamar yang
tidak terlalu luas,
terhampar kasur di
lantai dilapisi tikar
yang ukurannya lebih
lebar. Di tikar dan di
kasur ada beberapa
bantal. Mungkin kalau
udara panas mereka
tidur di tikar.
Aku melepas blue jeans
dan mengganti kaus
dengan kaus oblong
hitam katun. Semua
kaus oblong ku
memang dari katun,
karena nyaman untuk
berkelana. Dengan
hanya bercelana dalam
dan ditutupi sarung
serta kaus oblong dan
handuk, serta sikat gigi
dan sabun cair botol
kecil aku keluar kamar.
Ketiga perempuan itu
sudah berada di ruang
tengah, si Akhmad
tidak kelihatan. Para
wanita mengenakan
kemben sarung yang
menutupi buah dada
sampai ke lutut dengan
kain sarung. Umumnya
wanita desa kalau
mandi memang seperti
itu busananya.
Aku digandeng si
nyonya yang kemudian
aku kenali dengan
nama Teh Indun. Dia
menggiringku ke
belakang rumah.
Dibelakang rumah ada
kebun singkong, kami
keluar dari pintu dapur
berjalan sekitar 10 m
dan berbelok ke kiri.
Ada bagian yang
terbuka tidak ditumbuh
tanaman kebun,
ditengahnya ada
berdiri pompa tangan
dan ada 2 ember yang
sudah berisi air. Kalau
ini kamar mandinya,
kenapa tidak ada
dinding. Yang ada
hanya tonggak kayu
untuk menyangkutkan
baju. Lantainya
sebagian dari semen
sebagian lagi batu bata
yang disusun.
Aku masih terbingung-
bingung, karena serasa
mandi ditengah kebun.
Meski tidak terlihat
dari mana-mana, tetapi
aku masih merasa rikuh
juga jika harus
bertelanjang di kamar
mandi yang terbuka
gini. Aku mengangkat
sarung dan mengambil
segayung air untuk
sikat gigi. Paling tidak
aku menunggu apa
yang mereka lakukan
dan bagaimana cara
mereka mandi.
Ternyata eh ternyata,
tanpa sungkan-sungkan
mereka bertiga
membuka kemben dan
menyangkutkan ke
tiang-tiang. Lalu bugil
dan langsung jongkok
di dekat ember penuh
berisi air. Mereka tidak
mengenakan apa-apa
lagi dibalik kain sarung.
Ketiga perempuan itu
lalu menyiduk air dan
mandi. Mereka
menyabuni tubuh
sambil tetap jongkok.
Memang kalau posisi
jongkok gitu, tidak
banyak yang bisa
terlihat, karena
kemaluan tertutup
ember dan kedua
payudara agak
terhalang oleh tangan
yang sibuk menyiduk
air. Tapi ya tetap saja
sesekali terlihat
payudaranya.
Aku jadi merasa
tertantang untuk bugil
juga. Aku buka seja
semua atributku
sampai telanjang bulat.
Ada baiknya si otong
tidak unjuk tegangan,
tetapi agak berisi juga,
sehingga tidak kuyu-
kuyu amat. Aku
mengambil inisiatif
memompa air untuk
menambah air yang
berada di dalam ember.
Mereka bertiga
cekikikan melihat
tingkah lakuku yang
pasti mereka
menangkap aku
bersikap rada janggal.
Ya iyalah, budayaku
rada beda, dan seumur-
umur baru kali ini
mandi telanjang di
kamar mandi tanpa
dinding, dan telanjang
pula.
Aku lalu menggabung
mandi, hanya bedanya
aku tidak mandi sambil
berjongkok. Dengan
gaya masa bodoh aku
berdiri sambil
menyiram seluruh
tubuhku dengan air
sejuk. Terasa segar
sekali. Aku mengambil
sabun cair dan
mengusapkan ke
seluruh tubuhku.
Mereka agak aneh
melihat sabunku dan
terasa berbau wangi
segar. Mereka
penasaran ingin
mencoba sabunku.
Mungkin karena aku
berdiri cuek, mereka
akhirnya juga ikut
berdiri dan mengusap-
usap sabun cair wangi
itu ke seluruh
tubuhnya. Si Emak
jembutnya tebel,
teteknya lumayan
penuh dan pentilnya
besar berwarna agak
kehitam-hitaman. Si
anak yang besar yang
tadinya kutaksir umur
17 tahun ternyata 16
tahun teteknya
kenceng dan lumayan
menonjol, pentilnya
belum terlalu
berkembang,
jembutnya sedikit
Cuma ada diujung atas
lipatan memeknya.
Yang kecil memang
umurnya baru genap 14
tahun, teteknya masih
mancung kecil,
pentilnya kecil, seperti
pentil tetek laki-laki,
jembutnya masih
gundul, sehingga
gundukannya jelas
terlihat
menggelembung.
Si emak tanpa kuminta
mengambil inisiatif
menyabuni
punggungku. Dia
mengambil semacam
sabut dari buah seperti
oyong atau gambas
yang tadi dibawanya
dalam ember kecil,
lalumenggosokkan di
bagian belakang
tubuhku. Enak sih
rasanya, gatal-gatal di
punggung jadi seperti
digaruk pula. Tetapi
cilakanya tangannya
merambah kemana-
mana sampai
menggapai bagian vital
diselangkangan.
Dengan nakalnya dia
membelai batangku
yang tertidur karena
siraman air dingin.
Namun karena dibelai
dan bahkan kadang ada
gerakan mengocok,
membuat si Ucok jadi
marah dan bangun
seperti menantang
lawan. Kedua anaknya
tertawa seperti
ditahan-tahan, Tetapi
ibunya tidak peduli dan
juga tidak malu
memainkan penis yang
bukan suaminya di
ddepan kedua anak
perempuannya.
Untung adegan tidak
berlanjut, karena dia
lalu menyirami aku
dengan air. Aku
dimintanya jongkok,
sehingga dia
menyiramiku dari atas.
Ritual mandi yang
dingin jadi
menegangkan, karena
aku memang jadi
tegang, berakhir juga.
Aku menghanduki
diriku sendiri lalu
mengenakan celana
dalam, sarung dan
berkaus oblong.
Hari mulai gelap, aku
duduk di ruang tamu
ditemani Akhmad.
Tidak lama kemudian
tuan rumah
mengajakku makan.
Lauknya ada 3 macam,
ada tumis kangkung,
ada tempe goreng, ada
ikan pindang( di sini
nyebutnya ikan cuek)
goreng dan tidak
ketinggalan sambal.
Nikmat sekali meski
pun menunya
sederhana. Perutku jadi
kenyang, apalagi
didorong dengan air
putih segelas. Rasanya
makin kenyang.
Aku duduk ngobrol lagi
sama Akhmad sambil
dia merokok. Tidak ada
kesan sedikitpun dia
cemburu atau
khawatir, bahwa aku
bakal memporak-
porandakan istri dan
anak-anaknya. Kesanku
dia malah seperti orang
lain dirumah ini yang
bagai tidak ada
hubungan saudara
dengan perempuan-
perempuan di rumah
ini. Aku jadi merenung,
segila-gilanya aku,
kayaknya aku tidak
bisa bersikap seperti
Akhmad jika
menghadapi situasi
serupa.
Istri Akmad muncul dari
dalam dengan segelas
minuman. Akhmad
menyambutnya, "Bos
mesti minum jamu
kampung ini, saya
sering minum jamu
ramuan kampung,
mantap bos," kata
Akhmad.
Tidak ingin
mengecewakan mereka
begitu gelas ditaruh di
meja langsung aku
ambil dan aku
habiskan. Rasanya
sedikit pahit, dan
pedas. Aku memang
sering minum jamu,
tetapi belum pernah
meminum ramuan yang
seperti ini rasanya.
Akhmad bercerita
bahwa obat ini ramuan
dari kampung ini, dan
merupakan jamu
rebusan dari tumbuh-
tumbuhan yang hanya
ada di kampung.
Khasiatnya
dipromosikan terlalu
berlebihan menurutku,
karena dia berkali-kali
mengangkat jempol.
Baru sekitar setengah
jam, badanku merasa
gerah, dan mulai agak
berkeringat sedikit. "
Obatnya mulai bereaksi
bos, rasanya panas
kan," kata si Akhmad.
Aku membenarkan
memang terasa agak
gerah jadinya.
Sejujurnya aku tidak
tahu, itu jamu untuk
apa, aku baru sadar,
jangan-jangan ini obat
tidur. Ah biarain saja
lah, kalau obat tidur
pun gak masalah,
karena aku memang
agak lelah.
Jam di didinding sudah
menunjuk angka 8,
Akhmad lalu bersiap-
siap akan ronda
membawa kain sarung,
senter dan penutup
kepala. Dia tidak lama
kemudian pamit untuk
meronda bersama
koleganya. Kebetulan
pos rondanya tidak
terlalu jauh dari rumah.
Selanjutnya hanya aku
laki-laki dirumah ini,
selebihnya ya
perempuan. Si emak
menggelandang aku
masuk kamar. Kedua
anaknya ikut mengiring
dari belakang. Tanpa
izin dariku, sarungku
dibukanya dan kaus
oblongku diloloskan
keatas. Aku disuruh
tidur telungkup.
Si Teteh rupanya ingin
memijatku. Pijatannya
lumayan nikmat juga,
mulai dari kaki sampai
semua badan bagian
belakang dipijatnya.
Anaknya diajari
memijatku. Aku jadinya
dipijat oleh tiga
wanita. Kedua anak
masing masing memijat
kakiku sedang
biangnya memijat
badanku. Suasana
penerangan di dalam
kamar boleh dibilang
gelap. Hanya ada
cahaya dari luar yang
masuk, sehingga tidak
gelap total. Aku tidur
telungkup menikmati
pijatan mereka bertiga.
Si Teteh duduk diatas
badanku.
Aku merasa ada yang
aneh, sepertinya si
Teteh tidak
mengenakan pakaian,
atau sarung. Aku
merasa bulu jembutnya
berkali-kali menggerus
punggung dan
pantatku.
Membayangkan situasi
itu, pelan-pelan
senjataku terkokang.
Ketika aku diminta
berbalik sehingga tidur
telentang, jelas
semualah yang terjadi
pada mereka. Meski
gelap, tetapi aku dapat
menangkap bayangan
remang-remang bahwa
mereka bertiga sudah
bugil tanpa sehelai
benangpun menutupi
tubuhnya.
Badanku kembali
dipijat, entah sengaja
atau tidak tangan si
Teteh meraba masuk
ke celana dalamku
sehingga menangkap
ular piton di dalamnya.
Ularnya memang telah
membengkak. Tanpa
basa-basi ditariknya
celanaku sehingga aku
pun akhirnya bugil.
Nyionya rumah mulai
mempermainkan
senjata kebanggaan ku
yang sebenarnya
semalam sudah bekerja
keras menembaki
musuh. Normalnya
malam ini aku agak
kurang bergairah.
Tetapi ternyata
gairahku lumayan juga,
karena senjataku sudah
terisi penuh dan keras.
Tanpa sungkan
terhadap kedua
ananknya si Teteh
melahap penisku
menhisapnya dan
menjilati kantong
menyan di bawahnya.
Jago banget si emak ini.
Aku memilih bersikap
pasif saja, menunggu
bagaimana mereka
akan memperlakukan
aku.
Mungkin karena sudah
kenyang bertempur
semalam, atau mungkin
juga karena jamu yang
tadi membuatku
berkeringat. Aku
mampu bertahan mesik
dioral hampir setengah
jam. Kelihatannya si
Teteh lelah melomoti
senjataku. Dia lalu
bangkit dan
mengangkangiku dan
memegang penisku
diarahkan ke lubang
kenikmatannya.
Setelah lolos masuk
semua dia mulai
melakukan gerakan-
gerakan ganas sambil
merintih-rintih sendiri.
Kedua anaknya hanya
menonton saja di kiri-
kanan. Ibunya tidak
ambil pusing ditonton
anaknya dia berusaha
menikmati garapannya
sendiri sambil terus
merintih. Mungkin dia
sudah orgasme karena
tiba-tiba ambruk di
dadaku lalu nafasnya
mendengus-dengus.
Mungkin juga karena
pengaruh grafitasi,
sehingga aku masih
bisa menahan
spermaku tetap di
tempatnya. Ibunya
memerintahkan
anaknya yang besar
menggantikan
posisinya menduduki.
Anaknya segera
mengerti, meski
perintah itu, tanpa
mengeluarkan sepatah
kata pun. Anaknya
berjongkok dan
memeegani senjataku
lalu dimasukkan ke
dalam celah vaginanya.
Pelan-pelan diturunkan
badannya sampai
senjataku ambles di
dalam lubangnya jang
terasa agak sempit. Dia
mulai bergerak pelan-
pelan naik turun.
Namun lama-lama
makin cepat dan
gerakannya mulai tidak
teratur, karena
kadang-kadang
bergerak maju mundur
pula.
Tiba-tiba dia menjerit
tertahan dan rubuh ke
dadaku, aku merasa
memeknya berkedut-
kedut. Aku kagum juga
melihat kenyataan.
Dari pengalamanku,
anak seusia 16 -17
tahun agak susah
berorgasme, karena
mereka sesungguhnya
belum memahami sex
sepenuhnya. Kulirik ke
kiri si emak sudah
mendengkur halus.
Adiknya yang biasa
dipanggil Yati diminta
mengganti posisi
kakaknya. Aku diam
saja, sambil ingin tahu
seberapa jauh dia
mengetahui permainan
sex. Badannya kecil
cenderung belum
berlemak banyak
kecuali di dadanya
yang menggembung
sedikit dan di
bongkahan pantatnya
yang agak
mengembang. Yati
kemudian mendudukiku
dan mengarahkan
penisku ke lubangnya
yang masih gundul.
Terasa agak sulit
masuk mungkin karena
kurang pelumasan,
atau karena diameter
lubangnya masih kecil.
Perlahan-lahan sambil
tampangnya nyegir
menahan kati dia
paksakan juga menelan
batangku yang masih
menegang perkasa. Dia
melakukan gerakan
perlahan-lahan.
Kentara sekali kalau
anak ini masih hijau
dalam pengalaman
berhubungan kelamin.
Namun dia tahu
melakukan ritual itu
dengan melakukan
gerakan maju mundur,
sehingga clitorisnya
menggesek-gesek
bagian tubuhku.
Semakin lama semakin
semangat dia bergerak.
Dia sudah menermukan
ritmenya sendiri. Aku
tidak berharap bisa
bertahan tidak
ejakulasi sampai si Yati
mencapai orgasmenya
dulu. Sebab wanita
umur 14 tahun sangat
sulit mencapai orgasme
melalui hubungan
badan. Itu
pengalamanku. Tapi
rasanya pertahananku
cukup kuat kali ini,
mungkin nafsuku tidak
terlalu tinggi ditambah
ramuan jamu tadi juga.
Cukup lama juga dia
mengendaraiku sampai
akhirnya dia
mengatakan, capai.
Kasihan juga memaksa
terus bermain diatasku.
Kami kemudian
berganti posisi dari
WOT menjadi
missionaris. Agak lebih
gampang menjeloskan
senjataku masuk ke
dalam vagina kecilnya
karena peumasnya
telah cukup banyak,
Aku mulai mengayuh
sambil membayangkan
anak dibawah umur
yang kutindih. Dia
memang diam saja,
tetapi lubang
vaginanya terasa
nikmat sekali karena
masih sempit. Aku
berusaha berkosentrasi
untuk mencapai
orgasmeku, Aku sudah
lelah juga menggenjot,
sampai akhirnya
spermaku melesat
menandakan
permainan berakhir
dan kepuasan berada di
pihak ku. Aku tidak
tahu anak kecil ini
sudah orgasme apa
belum. Ah apa
peduliku, selain dia
belum cukup umur, toh
dia memang yang
melayaniku.
Yati tampak
berjongkok di pojok
ruangan, rupanya dia
membersihkan
vaginanya dengan
handuk kecil dan
seember air disitu.
Selesai dia
membersihkan
selangkangannya
akupun mengambil
handuk kecil lain dan
membasuhkannya ke
seluruh permukaan
senjataku. Diatas kasur
sudah seperti ikan
pindang, tiga orang
tidur berjajar
telanjang. Yatipun
ternyata sudah
tertidur. Aku melihat
sekiliing kamar,
ternyata ada disiapkan
kasur single di pojok
kamar. Aku langsung
mengambil sarung dan
merebahkan tubuhku
yang sudah lelah
kembali meski tadi
sudah dipijat.
Meski lelah aku agak
sulit tidur. Anehnya
senjataku menegang
lagi. Ah ini luar biasa
dan diluar kebiasaanku
bisa bangkit lagi dalam
waktu kurang dari 10
menit. Aku harus
mengakui ramuan tadi
yang kuminum memang
bekerja baik sekali.
Aku tidak tahu harus
bagaimana
memperlakukan
anggota tubuhku yang
tidak tunduk perintah
dan sering melawan
bosnya. Aku berusaha
tidur sebisa mungkin.
RAsanya sudah mulai
diawang-awang, tetapi
aku menangkap
sebersit bayangan
berkelebat. Aku kaget.
Kukira hantu kamar ini,
Mata kupicingkan
ternyata si Teteh
bangun lalu terlihat
seperti jongkok di
ember lain yang
tersedia di kamar itu
dan kosong. Dari
suaranya yang berdesir,
ternyata dia sedang
kencing. Aku mengikuti
apa yang dia lakukan,
ternyata sehabis
kecncing dia bersihkan
memeknya dengan
sedikit air lalu diusap
dengan handuk.
Aku masih berpura-
pura tidur, sampai
akahirnya si Teteh
menghampiriku dan
duduk disampingku.
Tangannya langsung
membekap penisku
yang sedang
menegang. "Eh
orangnya tidur, tapi
adiknya bangun,"
katanya.
Ditariknya sarungku ke
atas, sehingga penisku
mengacung bebas.
Teteh lalu bertiarap
diantara kedua kakiku
dia mengoralku lagi
dengan penuh
semangat. Aku masih
tetap berpura-pura
tidur. Aku
memperkirakan sudah
jam 12 malam, karena
kudengar petugas
ronda memukul tiang
listrik 12 kali.
"Ah si akang barangnya
enak banget dan
keras,"kata Si teteh
seperti bicara sendiri.
Rupanya dia tidak ingin
menyia-nyiakan potensi
yang ada, Segera
penisku didudukinya
dan dia mulai bermain
diatasku dengan
gerakan cepat.
Rasanya kayak
bernafsu banget si
Tetep istri Akhmad ini.
Tidak lama kemudian
dia berhenti karena
terasa memeknya
berdenyut-denyut.
Tidak lama kemudian
dia mulai bergoyang
lagi dan makin lama
makin cepat dan
sebentar kemudian dia
orgasme lagi. "Ih si
akang hebat banget ya,
gak keluar keluar,"
katanya.
Mungkin dia merasa
lelah dan tahu lah
bahwa aku sudah tidak
tidur lagi makanya dia
minta aku yang
menindihnya. Akupun
tidak menunggu lama
segera kugenjot habis-
habisan sampai dia
mencapai orgasme lagi
dan aku tidak berhenti
menggenjot sampai si
Teteh minta ampun
ingin menyudahi, Tapi
aku merasa tanggung
karena rasanya
sebentar lagi mencapai
puncak, jadi aku sikat
saja terus ,meski si
Teteh udah kewalahan,
Dia kemudian seperti
mengerang atau
menjerit lirih panjang
yang meningkatkan
nafsuku sehingga
karenanya aku pun
mencapai orgasme dan
berejakulasi.
Badanku penuh
berkeringat, dan terasa
suasana di kamar ini
begitu gerah.
Kusambar sarungku
dan kaus, aku berjalan
ke luar kamar danaku
keluar ke halaman
depan. Rasanya sejuk
sekali namun gelap dan
sepi. Aku melepaskan
hajat kecilki di semak
di depan rumah lalu
aku kembali masuk
rumah dan masuk
kamar setelah
keringatku kering.
Kulihat si Teteh
mendengkur pula
dikasurku dengan posisi
ngangkang dan bugil.
Ruang untuk tidurku
hanya ada di sebelah
kedua anak-anak. Aku
pun merebahkan badan
yang terasa penat.
Hanya sebentar saja
rasanya aku sudah
tidak ingat apa-apa.
Aku terbangun karena
terasa senjataku
dibasuh oleh handuk
dingin. Ternyata si
Teteh sudah bangun.
Dan kedua anak-anak-
anak sudah tidak ada
ditempatnya. Cuaca
mulai terang. Mungkin
sekitar jam setengah
tujuh pagi. Suasana
masih agak sejuk.
Teteh dan anak-anak
sudah bersiap untuk
mandi. Aku tergerak
ikutan mandi juga.
Seperti kemarin sore
kami berempat
berbugil ria. Bedanya
kali ini anak-anak tidak
malu-malu, tetapi
sudah blak-blakan
telanjang sambil
berdiri. Anehnya
batangku sudah
mengeras lagi, padahal
biasanya jika malamnya
sudah habis-habisan
bertempur, paginya
akan susah menegang.
Ini kali memang aneh.
Dampak jamu godogan
itu ternyata luar biasa
juga.
Aku membawa kamera
saku, mulanya mereka
malu-malu aku jepret
sambil berbugil, tapi
karena bujukanku yang
mugkin masuk akal
bagi mereka, akhirnya
mereka mau juga.
Setingnya adalah
kewajaran kebiasaan
mereka mandi. Jadi
gambar-gambar yang
kurekam terlihat
natural dan sangat
desa suasananya.
Celakanya meski
disiram air dingin dan
habis mandi, barangku
sulit ditundukkan. Si
teteh tersenyum-
senyum penuh arti.
Kayaknya dia punya
rencana sendiri. Selesai
mandi kami beriringan
masuk rumah dan aku
disuruh masuk bersama
kedua anak remajanya.
Kedua anak itu disuruh
melayaniku sampai aku
puas.
Karena hari semakin
siang aku cepat cepat
saja berinisiatif
mencumbui kedua
mereka. Sementara itu
si Teteh tidak ikut
masuk kamar. Kali ini
baru aku makin jelas
menyaksikan potensi
kedua anak ini. Si adik
teteknya masih kecil
jembutnya masih bulu
kalong, dan celah
memeknya
kelihatannya masih
rapat. Aku sempat
meraba celahnya dan
diam-diam aku cium
tanganku yang sempat
mencolok celah
berlendirnya. Tidak
terasa ada bau amis
dan aneh.
Kakaknya bentuk
memeknya juga
cembung dan ada
sedikit bulu di ujung
lipatan aku colok-colok
mereka pasrah juga
dan ciran vaginanya
juga tidak berbau.
Keduanya mereka
masih sehat-sehat saja.
Aku jadi tertarik
mengoral kedua bocah
ini. Mulanya aku
mengoral kakaknya,
yang malu-malu
ngangkang di depan
wajahku yang sangat
dekat dengan
memeknya. Namun
lama-lama mulai bisa
menikmati dan
menggelinjang-
gelinjang. Si kakak
relatif cepat juga
mendapat orgasme.
Setelah itu aku
berpindah ke memek
yang lebih kecil dan
lebih rapat. Adik
pasrah saja aku
kangkangkan. Dia agak
berjingkat ketika ujung
clitorisnya tersentuh
ijung lidahku. Mulanya
dia mengeluh geli,
tetapi lama-lama
berjingkat-jingkat
karena itilnya disosor.
Si adik relatif agak
lama mendapat
orgasme, sampai
leherku pegal.
Selepas keduanya
mendapat orgasme aku
langsung menggarap
keduanya,Mulanya
adiknya aku colok,
setelah puas aku
bepindah ke kakanya
yang sudah standby
ngangkang di sebelah
adiknya. Aku
berpindah-pindah
sesukaku. Cara main
seperti ini malah tidak
nikmat, karena jadi
tidak konsentrasi.
Padahal badanku sudah
mulai lelah dan
berkeringat lagi.
Akhirnya aku
kosentrasi ngembar si
kecil sampai akhirnya
sisa sperma yang tidak
seberapa muncrat juga.
Seusai pertempuran
kami bergegas
mengenakan baju dan
aku menyambar
handuk lalu menuju
sumur. Sekali lagi
mandi pagi itu,
sendirian. Dari sumur
aku langsung
berpakaian lengkap,
celana jeans dan kaus
oblong.
Di dalam sudah
terhidang nasi goreng
lengkap dengan telor
ceplok. Sebelumnya
khusus untukku si
Teteh sudah
menyiapkan 2 telur
ayam kampung yang
dimasak setengah
matang. Untuk
memulihkan stamina,
kata si Teteh.
Jam di tangan sudah
menunjukkan angka 10
dan HP berbunyi yang
tak lain si John sudah
nunggu di warung Pak
Rawi. Aku segera
pamitan diantar
Akhmad aku menuju
warung Pak Rawi.
Disana John cengar-
cengir dengan giginya
yang putih.
Basa basi Pak Rawi
menanyakan kabarku,
aku jawab luar biasa.
"Kapan-kapan saya
pengen lebih lama
tinggal dikampung ini.
"Itu belum seberapa
bos, masih banyak lagi
kampung-kampung lain
yang banyak jandanya,"
kata Pak Rawi. Dia
kemudian menawarkan
aku jalan-jalan keliling
kampung pakai ojek.
Berhubung aku masih
menunggu jadwal
kereta yang ke
semarang masihlama
sekitar jam 4 sore. Aku
terima tawaran pak
Rawi untuk keliling
kampung-kampung.
Dua ojek andalan Pak
Rawi sudah muncul,
menurut Pak Rawi
tukang ojek itu sudah
hafal dimana saja
rumah para janda.
Istilah janda itu hanya
untuk mempermudah
sebutan bagi wanita
desa yang bisa diinapi.
Tidak semuanya janda,
karena ada sebagian
masih punya suami
atau masih tinggal di
rumah orang tuanya.
Kami berkeliling-
keliling kampung dan
makan siang sate
kambing sejenak di
tengah perjalanan. Aku
batasi agar kami tidak
perlu mampi tapi
sekedar melihat wajah-
wajah mereka saja.
Ternyata banyak sekali
yang kami temui dan
umumnya lumayan
jugalah, meski wajah
desanya masih kental.
Menjelang jam 3 kami
sudah sampai di stasiun
kereta api Pegaden
Baru.
Tukang ojek yang dulu
mengantar kami
menghampiri, "kok
buru-buru aja nih bos
pulangnya," kami lalu
mengobrol, topik nya
ya sekitar wanita-
wanita desa yang bisa
ditiduri di rumahnya.
Ternyata tidak hanya di
desa Saradan Pegaden,
tetapi masih ada
beberap desa yang
memelihara sex
bebas.***

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.