Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 16: Lukisan Bugil Diriku

Ini adalah pengalamanku tahun 2002 lalu yang ingin kubagikan pada
para pembaca. Aku mempunyai seorang teman kuliah cowok bernama
Felix. Sedikit gambaran tentang dirinya, tidak terlalu tinggi, hampir
sepantaranku, berkacamata dan pipinya agak tembem dengan kulit
sawo matang. Wajah sih tidak termasuk ganteng, malah cenderung
culun apalagi dengan kacamata bingkai tebalnya itu. Sifatnya juga
tertutup dan kuper, tidak biasa gaul dengan cewek, kalau bertemu di
perpustakaan, kantin atau di areal kampus lainnya pasti sendirian atau
minimal bersama 1-2 temannya yang cowok. Dia berasal dari Padang
dan nge-kost di di sekitar kampus ini. Karakternya yang unik ini
membuatku ingin mengerjainya, aku ingin tahu apa orang seintrovert
itu akan luluh oleh godaan wanita penuh gairah sepertiku.
Dalam prestasi dia memang biasa-biasa saja, IPK-ku saja lebih tinggi
darinya (bukannya sombong loh). Namun dia mempunyai sebuah bakat
yang menonjol yaitu menggambar, terutama menggambar manusia dan
gambar-gambar versi anime Jepang, wajah dan proporsi tubuhnya pas
sekali, aku tahu hal ini karena seringkali kalau kuliahnya boring dia
sembunyi-sembunyi menggores-goreskan pensil pada kertasnya, di
organizernya juga terselip beberapa hasil karyanya. Pernah suatu kali
saking asyiknya menggambar dia tidak sadar kalau si dosen sedang
berjalan di dekatnya, dan mengambil kertasnya dan mengamat-amati
gambarnya lalu berkata
"Wah..wah anda ini lagi jatuh cinta sama siapa ya, sampai dibawa-
bawa ke gambar begini, siapa nih di sini yang rambut panjang dengan
kucir ke belakang" sambil memperhatikan semua mahasiswi di kelas
ini.
Kontan satu kelas termasuk aku tertawa-tawa dan saling menunjuk
siapa yang di dalam gambar itu, wajahnya jadi memerah karenanya.
Kalau saja dosennya killer pasti dia sudah dikotbahi macam-macam
atau bisa juga disuruh keluar, untung Bu Yani (si dosen itu) tidak
segarang itu, beliau cuma menyindir dan menegurnya namun beliau
juga memuji gambarnya itu bagus.
Suatu hari pada mata kuliah American Culture and Institution yang
dosennya 'obat tidur' aku duduk di belakang dan kebetulan dia juga di
sebelahku sehingga bisa ngobrol dengannya dengan suara pelan.
"Biasa lu nge-gambar dapat ide dari mana aja Lix ?" tanyaku sambil
melihat-lihat gambar-gambar di organizernya.
"Kebanyakan sih dari film atau foto-foto Ci, kalo lagi iseng ya gambar,
enjoy gitu !"
"Eh...yang ini bagus nih, mirip aslinya, Vivian Hsu kan ?"
"Iya hehehe, modelnya langsung dari orang aslinya tuh" katanya
sambil nyengir
"Ciee...mimpi kali yee !" balasku menyikutnya pelan
"Emang lu pernah pakai model asli untuk gambar-gambar lu Lix ?"
tanyaku lagi
"Emmm...pernah sih dulu saudara gua, tapi kebanyakan sih gua ambil
dari foto ya, abis susah kan cari model"
"Kalau menggambar sampai selesai gini habis waktu berapa lama kira-
kira ?"
"Itu tergantung mood juga sih, tapi rata-rata sih setengah jam lah"
"Gini Lix, kalau gua jadi modellu boleh ga ? pengen sih sekali-sekali
dilukis gitu, gimana ?" tawarku
"Wah, bener nih Ci ? thanks banget kalau lu mau, kapan nih ada
waktu ?"
"Gua sih abis ini ga ada apa-apa lagi, lu sendiri gimana ?"
"Ooo...bagus kalau gitu di kost gua aja gimana ?" jawabnya antusias
dengan tawaranku
Singkat cerita, setelah selesai perkuliahan yaitu jam sebelas, aku
mengikutinya ke kostnya, dari kampus kami jalan kaki sekitar sepuluh
menit. Tidak banyak orang di sana, mungkin karena pada jam-jam
seperti ini masih banyak yang kuliah, hanya nampak seorang anak
muda sebagai pembantu, seorang ibu setengah baya yang juga
pembantu dan dua orang penghuni kost lainnya yang semua pria.
Kamar Felix bisa dibilang cukup rapi dibanding kamar pria pada
umumnya, di dalam sebuah rak tersusun beberapa model robot rakitan
dan patung-patung kecil tokoh anime, begitu juga di dindingnya
tertempel poster-poster anime dan game.
"Typikal tukang gambar banget nih anak, kacamata dan anime maniac
gini" kataku dalam hati sambil mengamati koleksi-koleksinya
sementara dia sedang ke toilet.
"Ok, Ci bisa kita mulai ga ? Lu mau dilukis gimana ?" tanya Felix yang
baru keluar dari toilet
"Oohh..iya tapi omong-omong lu bakal tegang ga kalo ngegambar
pakai model nanti takutnya hasilnya jelek"
"Tegang ? ngga lah...emang kenapa harus tegang"
"Soalnya gua mau dilukis agak beda gitu loh"
"Bedanya gimana Ci ? kan lu cuma tinggal diam bergaya aja ya"
tanyanya bingung
"Itu loh Lix, lu pernah nonton Titanic ga ? gua maunya digambar
seperti itu tuh, gimana ?" jawabku dengan polosnya
Tentu saja dia langsung tercengang dengan permintaanku itu dan
wajahnya memerah
"Hah...yang bener lu Ci, maksudlu bugil gitu ?"
"Hh-emm...wearing only this itu loh, gua yakin lu bisa kok" aku lalu
melepaskan satu-satu kancing kemejaku dan memperlihatkan bra-ku
"Ci...lu serius nih, berani kaya gini ?" seakan tidak percaya apa yang
dilihat di hadapannya.
Aku tertawa tertahan melihat reaksi amatirannya itu sambil terus
melucuti satu demi satu pakaianku. Matanya seperti mau copot
memandangku yang sudah telanjang di depannya, dari reaksinya aku
yakin dia baru kali ini melihat perempuan bugil secara langsung.
"Nah...gimana Lix ? jangan tegang gitu dong, minum dulu aja deh"
Dia menerima gelas yang kusodorkan dan meminumnya lalu menarik
nafas panjang
"Ok dah tenang kan, buktiin dong kalo lu profesional artist, masa
ngeliat tubuh cewek aja nervous gitu hehehe" aku menenangkannya
sambil tertawa kecil
"Ya tegang dong Ci, gua kan ga pernah gambar bugil sebelumnya"
jawabnya terbata-bata, namun dia sudah lebih rileks dari yang tadi.
Kulihat matanya tidak pernah lepas memandangi tubuhku
"Makanya lu harus cari pengalaman baru, supaya pandangan lu tambah
luas"
"Gimana bisa kita mulai kan menggambarnya" kataku sambil
membaringkan tubuh di ranjangnya
"Bentar Ci" sahutnya lalu mengunci pintu terlebih dulu "kalo ada yang
masuk kan berabe"
"Posisi gini gimana ? bagus ga ?" aku berbaring menyamping dengan
menopang kepalaku dengan tangan kanan ditekuk
"Kurang Ci, biasa aja, mending lu tumpuk itu bantal buat sandaran
tangan terus duduk bersimpuh, kayanya lebih bagus" pintanya setelah
mengamati sejenak.
"Gini ?" tanyaku mengikuti arahannya
"Ya, lebih tegak dikit Ci, ya gitu ok" aturnya
Dia duduk di kursi seberang ranjang sana memegang clipboard.
Sebelum mulai dia minum dulu untuk menenangkan diri. Lewat lima
menit, dia geleng-geleng kepala melihat kertasnya, lalu ditariknya
kertas itu dan diremas-remas.
"Kenapa Lix ? gagal ?" tanyaku
"Sory Ci, belum biasa sih jadi ga bagus tadi, sekali lagi yah, sory
ngerepotin"
"Ya udah, santai aja, lama-lama juga biasa kok"
Kali ini sepertinya dia sudah lebih enjoy melakukan aktivitasnya,
tangannya bergerak dengan cepat diatas kertas, mengganti-ganti
pensil, mengambil kapas dan penghapus, ibarat Leonardo yang
melukis bugil Kate Winslet di film Titanic itu.
Ternyata jadi model lukisan gini capek juga loh, harus diam terus dan
menjaga ekspresi wajah selama beberapa saat lamanya, semenit jadi
seperti satu jam rasanya.
"Wuiihh...finally !" sahutnya dengan bernafas panjang setelah empat
puluh menitan bekerja keras
"Udah Lix ? coba gua liat dong hasilnya sini" pintaku tak sabar ingin
melihat hasilnya
Dia berjalan ke sini dan duduk di tepi ranjang memperlihatkan
karyanya kepadaku
"Puas ga Ci ? sory yah kalo jelek kan baru kali ini"
Aku mengamat-amati gambar itu sejenak, harus kuakui hasilnya
lumayan, walaupun mukaku terlihat lebih lebar di gambar itu, namun
secara keseluruhan sudah ok. Aku tahu dia terus memandangi tubuh
polosku sejak tadi, tapi kubiarkan saja dia menikmatinya sambil aku
melihat gambarnya.
"Hhmm...ga nyesel kayanya gua cape-cape duduk telanjang selama ini
yah, ya ga Lix ?" kataku sambil menolehkan wajah melihatnya yang
sedang memperhatikanku yang tanpa tertutup sehelai benangpun
dengan wajah memerah.
"Eh..kenapa lo Lix, kok ngeliatin gua sampai kaya gitu, belum pernah
liat cewek bugil ya sebelumnya ?" ujarku dengan tersenyum nakal
"Liat aja sih sering Ci, tapi kalau yang beneran baru kali ini, pernah
juga melihat adik gua baru keluar mandi itu juga ga sengaja" katanya
sambil garuk-garuk kepala
"Jadi pegang-pegang badan cewek ga pernah dong ?" tanyaku
memancingnya
"Walah apalagi itu Ci, pacar aja belum, mo sama siapa" dengan sedikit
terkekeh
"Terus gimana reaksilu ngeliat gua ga pake apa-apa di depan lo gini ?"
"Wah...gimana yah, susah omongnya nih, ya agak shock juga tadi abis
baru kali ini" jawabnya gugup
"Ada pikiran macam-macam gitu ngga waktu ngegambar tadi ?"
pancingku lagi
"Emmm...macam-macam gimana contohnya Ci ?" tanyanya pura-pura
bego atau memang bego nih, ga taulah, who care, lucu juga aku
dengan tingkahnya ini
"Ya misalnya gini nih" seraya kuraih tangannya dan kuletakkan pada
payudara kiriku.
Terasa sekali tangannya gemetaran memegang dadaku, mulutnya
melongo tak sanggup berkata-kata dan mukanya tambah merah saja.
Kubimbing tangannya meremas-remas payudara montokku.
"Mmhh...gitu remasnya, pakai perasaan...putingnya juga"
Dia menuruti apa yang kuajarkan walau masih diam terbengong.
Setelah gemetarnya berkurang aku memulai aksi terusannya,
kudekatkan bibirku padanya hingga saling berpagutan.
"Mulutnya dibuka Lix, jangan kaku gitu, gua ajarin lu cipokan" bisikku
dengan nada manja
Dengan agresif lidahku menjelajahi mulutnya, menyapu ke segenap
penjuru, menjilati lidahnya mengajak ikut bermain sehingga pelan-
pelan lidahnya juga mulai aktif mengimbangiku. Tangannya pun tanpa
kubimbing lagi sudah menikmati payudaraku dengan lebih semangat,
bahkan kini dia lebih berani menjulurkan tangan satunya ke
belakangku dan mengelusi punggungku.
Setelah puas berciuman, perlahan aku menarik mulutku, air liur
nampak menetes dan berjuntai seperti benang laba-laba ketika mulut
kami berpisah pelan-pelan.
"Itu tadi namanya Frech Kiss, Lix, udah bisa belum ?"
"Ho-oh, seru banget, lagi dong Ci !" pintanya
"Eiitt...sabar dulu, jangan buru-buru, masih banyak yang lebih seru"
kataku sambil membukakan kaosnya dan melemparnya ke kursi "Lu
berdiri dulu dong, gua bantu buka celananya !"
Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku yang duduk di
pinggir ranjang. Kulucuti celananya tanpa menghiraukan reaksinya
yang malu-malu, terutama ketika akan kubuka celana dalamnya.
"Iihh...rese amat sih, minggir sana tangannya, gua bugil di depanlu aja
santai, masa lu yang cowok malu-malu kucing gini !" bentakku pelan
"Iya...iya Ci, sori habis baru pernah nunjukin anu gua ke cewek sih"
katanya gugup membiarkan celana dalamnya kuturunkan.
Aku melihat penisnya yang sudah tegang lalu kugenggam dengan jari-
jari lentikku.
"Wah, belum maksimal nih ngacengnya, liat aja nanti kalau udah
ngerasain mulut gua, pasti ketagihan lu, hehehe...!" pikirku mesum
"Udah gede gini juga masih bilang malu, munafik lo ah !" ujarku sambil
mengusapnya.
Kumulai dengan mengecup kepala penisnya dan memakai ujung
lidahku untuk menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari
permukaan benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus,
kubuat penisnya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi ke
pangkalnya yang dipenuhi bulu-bulu, buah pelirnya kujilati dan yang
lainnya kupijat dalam genggaman tanganku. Beberapa saat kemudian
mulutku naik lagi dan mulai memasukkan benda itu ke mulutku.
Kuemut perlahan dan terus memijati pelirnya.
"Aaa..ahhh..geli Ci...uuhhh !" desahnya bergetar
Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek waktu penisnya
kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala
kemaluannya sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar
biasa. Semakin kuemut benda itu semakin keras dan membengkak. Aku
memasukkan mulutku lebih dalam lagi sampai kepala penisnya
menyentuh langit-langit tenggorokanku. Setelah beberapa lama
kusepong, benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar.
Aku makin gencar memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu.
Felix makin merintih keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya
juga bergerak maju-mundur di mulutku. Tak lama kemudian
muncratlah cairan kental itu di dalam mulutku yang langsung kusedot
hingga tuntas. Kulirikan mataku ke atas melihatnya merintih sambil
mendongak ke atas, tangannya mengucek-ucek rambutku.
Sisa mani yang belepotan di batangnya kujilati hingga bersih, lalu aku
merebahkan diriku di ranjang dan menarik tangannya agar berbaring
menindihku, gambar itu kubiarkan jatuh ke lantai, daripada kusut di
ranjang tergencet tubuh kami nanti.
"Wah...sumpah enak banget tadi itu Ci !" katanya di dekat wajahku
"Itu tadi baru pemanasannya, sayang, kita masih belum beres" kataku
sambil membelai lembut rambutnya
"Yuk, sekarang nyusu aja dulu sambil istirahat" suruhku memberi
syarat padanya untuk melumat payudaraku
"Gua isep sekarang yah Ci" katanya dengan kedua tangan sudah
mencaplok sepasang payudaraku.
Aku mendesis dan tubuhku menegang merasakan mulut Felix mulai
beraksi di payudaraku. Bongkahan dada kananku dia jilati seluruhnya
hingga basah, lalu dikenyot-kenyot di dalam mulutnya. Kepalanya
kudekap erat pada payudaraku. Selesai dengan yang kanan kini dia
melakukan hal yang sama terhadap yang kiri yang sejak tadi dia
remasi dengan tangannya. Kedua payudaraku jadi basah oleh liurnya.
Tangannya mulai berani menyusuri lekuk-lekuk tubuhku, pantatku
yang sekal dia elus-elus sambil terus menyusu. Kuraih telapak
tangannya yang lagi mengelus pantatku dan menggiringnya ke
vaginaku.
"Disini lebih hangat kan, Lix ?"
"Iya hangat Ci, sedikit basah gitu"
"Coba lu masukin jarilu lebih dalam lagi ke situ, pelan-pelan aja"
Dua jadinya pelan-pelan memasuki liang kenikmatanku, melewati
dinding yang bergerinjal-gerinjal.
"Sekarang coba lu gosokin daging kecil yang...ahhh !!" aku tak tahan
untuk tak mendesah sebelum selesai menjelaskan karena sensasi yang
ditimbulkannya, Felix sudah terlebih dulu mengepit benda itu diantara
dua jarinya dan mengusap-usapnya
"Kenapa Ci ? sakit ?" tanyanya polos
"Nggak...enak terusin Lix, itu yang namanya klitoris, daerah
rangsangan cewek, ayo gituin lagi !!"
Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan semakin lama semakin
nikmat. Mulutnya kembali mencaplok payudaraku. Aku menggelinjang
keenakan dengan nafas makin memburu, tanganku mencengkram
pundaknya dan membelai kepalanya.
"Oohh...yess...gitu, i like it...terus...terus !!" desahku sesekali menggigit
bibir bawah
Lagi enak-enaknya terbuai tiba-tiba HP-ku berbunyi, sehingga Felix
berhenti sejenak melihat asal suara
"HP lu tuh Ci, mau diangkat ?" tanyanya
"Udah ah biarin aja...ayo lagi tanggung nih !" kataku sambil
membenamkan wajahnya ke dadaku lagi
Dari ringtonenya aku tahu itu pasti salah satu dari geng-ku, kalau
tidak Verna, Indah, atau Ratna, paling-paling mau ngajak jalan atau
ketemuan, nanti juga bisa.
"Ci, tapi itu...kalo penting...?" tanyanya lagi
"Cerewet, ayo terusin lagi, bukan urusanlu !" bentakku membenamkan
lagi wajahnya ke dadaku
Kamipun kembali berpacu dalam nafsu, ringtone HP-ku terus berbunyi
sampai berhenti beberapa saat kemudian. Dia kini lebih ahli melakukan
tugasnya, hisapannya pada payudaraku semakin mantap, pipinya
sampai kempot menghisapnya. Tangannya pada vaginaku bukan cuma
mengusap-usap saja, namun sudah berani menusuk-nusuk sambil
tetap memainkan klitorisku. Sebelum dia membuatku orgasme aku
memegang pergelangan tangannya dan menyuruhnya menarik keluar
dari vaginaku. Jari-jarinya basah sekali oleh cairan kewanitaanku.
Aku mencegahnya waktu dia mau mengelap jarinya itu.
"Jangan dibuang dong, mubazir" cegahku
"Hah, tapi lengket gini Ci, emang mau diapain ?" tanyanya heran
Aku tidak menjawabnya selain mendekatkan telapak tangannya ke
mulutku, kemudian kumasukkan jari telunjuknya ke mulutku, kuemut
dengan penuh perasaan merasakan cairanku sendiri. Tatapan mataku
yang binal menatap wajahnya yang terbengong-bengong dengan
tingkahku yang liar.
"Coba Lix, rasain deh sarinya cewek seperti gua tadi !" kudekatkan
jari-jari basah itu ke mulutnya
Mulanya dia agak ragu-ragu dan risih mencicipi cairan itu, namun
karena kubujuk terus akhirnya dia pun pelan-pelan menjilati juga
cairanku yang belepotan di jarinya itu.
"Terus..lagi di sebelah sana tuh, belum habis" aku menyemangatinya
karena dia ragu-ragu menjilatinya.
"Gimana rasanya ?" tanyaku dengan tertawa tertahan
"Aneh Ci, tapi lama-lama enak juga sih"
Setelah itu aku menyuruhnya rebahan lalu aku naik ke atasnya. Aku
melepaskan kacamatanya lalu menaruhnya di meja kecil sebelah
ranjang. Kami berpelukan erat dan kembali berciuman dengan penuh
gelora. Sambil berciuman tangannya menjalar turun mengelus
punggungku dan meremas kedua belah pantatku. Nafas kami sudah
demikian memburu sehingga hembusannya terasa pada wajah masing-
masing. Mulutku merambat ke bawah menciumi lehernya dan terus ke
dadanya, putingnya kucium dan kugigit agak keras sambil menariknya.
"Aooww...Ci...nakal lu yah...kaget tau !" tersentak kaget dengan gerakan
agresifku
Aku tertawa cekikikan karena reaksinya, dasar amatiran, lucu banget
ML sama yang model ginian. Sesaat kemudian aku meraih penisnya
dan mulai mengarahkannya ke vaginaku.
"Selamat yah sebentar lagi lu jadi pria dewasa" ucapku seolah
menyalaminya yang sedang menuju saat-saat terakhir keperjakaannya.
Pelan-pelan aku menurunkan badanku hingga benda itu melesak ke
dalamku diiringi desahan kami. Aku melihat wajahnya yang meringis
antara rasa perih dan enak merasakan barangnya dijepit vaginaku.
Setelah masuk setengahnya aku langsung menduduki penisnya dan
bless...amblaslah benda itu seluruhnya ke dalamku. Aku mendesah
panjang, begitupun Felix, matanya melotot dan mengerang merasakan
jepitan dinding vaginaku pada penisnya yang merenggut
keperjakaannya.
Aku sengaja mendiamkan sejenak penisnya tertancap padaku supaya
dia bisa beradaptasi dan meresapi saat-saat pertamanya dulu.
Kemudian aku mulai menggoyangkan pinggulku pelan-pelan.
"Enak say ?...eeemmhhh !" tanyaku lirih
"Iya Ci....oohh...enak abis...ughh, mantap !"
Gerakan naik-turunku bertambah cepat secara bertahap, payudaraku
mulai ikut bergoyang-goyang seirama goyang badanku.
"Mainin toked gua Lix...ohhh !" pintaku manja sambil menaruh tangan
kanannya ke payudaraku
"Aahh..ahhhh...yang keras pencetnya !" desahku makin gila bersamaan
dengan birahiku yang makin tinggi
Hentakan badanku makin keras sampai kepala penis itu terkadang
menyodok-nyodok rahimku. Keringat pun bercucuran pada tubuh dan
wajah kami apalagi kamar ini tidak ber-AC, cuma dipasang exhaust
van di atas pintu. Walaupun aku berusaha agar tidak terlalu gaduh
mengingat hari masih terang dan banyak orang lalu lalang, namun
sesekali aku tak kuasa menahan jeritan kecil kalau hentakannya
kencang atau mengenai G-spot ku. Memang tidak nyaman
melakukannya pada saat dan tempat seperti ini, tapi kalau sudah
kebelet ya apa boleh buat, lagipula ada sensasi tersendiri juga bermain
dalam keadaan tidak safe seperti ini.
Tak lama kemudian aku merasakan perasaan yang luar biasa sehingga
secara alami goyangan badanku bertambah kencang, hal ini membuat
erangan kami semakin terdengar. Tanpa mengurangi frekuensi genjotan
aku menunduk melumat bibirnya dengan tujuan meredam suara kami
agar tidak mengundang perhatian. Akhirnya ketika gelombang orgasme
menerpa, yang terdengar hanya erangan tertahan, dengan refleks aku
menekan vaginaku hingga penis itu tertancap maksimal, Felix jadi
kelabakan karena aku menghisap lidahnya dengan kuat ditambah
pelukanku yang makin erat. Akhirnya tubuhku melemas di atasnya
dengan penis masih menancap di vaginaku. Dibelainya rambut dan
punggungku dengan lembut
"Ci, itu tadi yang namanya orgasme yah ? gila banjir banget lu tadi,
tapi enak, hangat !" komentarnya
"Kamu capek Ci ? udah lemas gini" tanyanya melihatku yang bernafas
ngos-ngosan.
"Nggak, lu juga masih kuat kan, sekarang kita ganti gaya yah !" kataku
sambil bangkit dan bertumpu dengan kedua tangan dan lututku
Pinggulku kutunggingkan seakan menantangnya memperlihatkan
kemaluanku yang merah dengan bulu-bulunya hitam yang lebat. Tanpa
harus kuajari lagi Felix menempelkan penisnya pada bukit kemaluanku
yang becek. Dengan mesra dia membenamkan penisnya sedikit demi
sedikit.
"Ooohh...yeahh ! fuck me like that...uuhh...i'm your bitch now !" erangku
liar
Ronde berikutnya pun dimulai, kami saling memacu tubuh kami dalam
posisi doggy. Sambil menggenjotku, tangannya memijati payudaraku
yang bergelayutan dengan lembut, kupegangi tangannya agar
remasannya ke payudaraku tambah keras, tubuhku kugoyangkan
berlawanan arah dengan sentakannya sehingga sodokan penisnya
makin terasa. Tidak sia-sia ajaranku, ternyata dia tidak mengecewakan
seperti perkiraan dulu. Lima belas menit kemudian, kami berganti
posisi lagi, aku telentang di tengah ranjang membuka lebar kakiku
sementara dia tetap dalam posisi berlututnya diantara kedua pahaku.
Sekarang dia yang memegang kendali tanpa arahan-arahan dariku lagi,
kedua betisku dinaikkan ke pundaknya, tangannya turut aktif
menjelajahi tubuhku. Yang kulakukan kini hanyalah mendesah,
menggeleng-gelengkan kepala dan menggigit jari menikmati hasil
pengajaranku. Aku lalu menurunkan kedua betisku itu dan meraih
lehernya, mengisyaratkan agar dia maju menindihku. Kami sudah
demikian hanyut dalam kenikmatan sampai dua SMS yang masuk ke
HP-ku pun tidak mengusik kami. Sambil terus menggumuliku, dia
menciumiku di mulut, pipi, telinga, dan leher
"Ahh-ahhh...Lix, kita coba keluar barengan ya, lu udah mau kan"
desahku sambil mempererat pelukan ketika kurasakan perasan itu
sudah mendekat
"Iyah Ci, gua juga udah mau !" jawabnya terengah-engah sambil
mempercepat genjotannya.
Kembali aku mengalami klimaks bersamanya yang lebih panjang dari
sebelumnya, tanpa peduli keadaan aku mengerang panjang melepaskan
segala perasaan yang ada dalam diriku. Disaat bersamaan pula, Felix
menyusul ke puncak dengan menyemburkan maninya yang kental ke
vaginaku hingga bercampur dengan lendir kewanitaanku.
"Oouuughh...!" dia pun melenguh panjang mengakhiri permainan ini
Kami berciuman dalam pelukan menikmati sisa kenikmatan hingga
akhirnya terkulai lemas bersebelahan namun masih tetap berpelukan,
mata kami saling pandang satu sama lain tanpa berkata-kata karena
masih lelah.
"Ci, lu bakal hamil ngga ntar, takutnya..." tanyanya dengan khawatir
Aku tersenyum dengan pertanyaan polosnya lalu menjawabnya sambil
memegang hidung kecilnya
"Ah lu, udah ngelakuin baru tanya akibatnya, tapi tenang, cewek kan
ada masa-masa suburnya dan sekarang gua lagi aman kok, masa gitu
aja ga tau sih ? kaan dulu di biologi ada ?"
"Iya sih, tapi kan prakteknya gua belom gitu jelas, sekarang baru
dijelasin ama lu hehehe" dia tertawa renyah
"Eh Ci, gambar yang ini buat gua aja yah, buat kenangan pertama
kalinya gua ngelukis bugil, ntar kalau mau gua gambarin lagi buat lu,
please" pintanya
Aku sih iya-iya saja, toh niatku menggodanya sudah tercapai.
Hari-hari berikutnya, kami beberapa kali bekerjasama membuat 'karya
seni'. Tidak jarang aku memberi saran mengenai latar dan pose. Kami
saling berbagi pengalaman, aku mendapat pengalaman sebagai model
lukisan, dia pun mendapat banyak wawasan untuk meningkatkan bakat
seninya dan tidak ketinggalan pelajaran seks dan hubungan sosial
dariku. Kini Felix sudah lebih pandai bergaul, tidak sekuper dulu lagi.
Bahkan pernah dia mengutarakan perasaannya padaku, namun sayang
aku harus menolaknya dengan halus, karena aku belum siap
mendapatkan pacar lagi sejak hubungan cintaku di masa lalu kandas
tiga kali. Kami tetap berteman baik hingga kini. Ketika aku lulus
beberapa bulan lalu dia telah mempunyai pacar. Syukurlah, aku pun
senang karena bisa membantunya belajar mengenai hidup dan
membuatnya lebih terbuka.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.