Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 14: Demi Sebuah Absen

Kisahku yang satu ini terjadi sudah agak lama, tepatnya pada akhir
semester 3, 2 tahun yang lalu. Waktu itu adalah saat-saat menjelang
UAS. Seperti biasa, seminggu sebelum UAS nama-nama mahasiswa
yang tidak diperbolehkan ikut ujian karena berbagai sebab seperti over
absen, telat pembayaran, dsb tertera di papan pengumuman di depan
TU fakultas. Hari itu aku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di
daftar cekal salah satu mata kuliah penting, 3 SKS pula. Aku sangat
bingung disana tertulis absenku sudah empat kali, melebihi batas
maksimum tiga kali, apakah aku salah menghitung, padahal di
agendaku setiap absenku kucatat dengan jelas aku hanya tiga kali
absen di mata kuliah itu. Akupun complain masalah ini dengan dosen
yang bersangkutan yaitu Pak Qadar, seorang dosen yang cukup senior
di kampusku, beliau berumur pertengahan 40-an, berkacamata dan
sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding denganku hanya
sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun
beliau agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek
atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya
termasuk juga aku pernah menjadi korban kecunihinannya.
Karena sudah senior dan menjabat kepala jurusan, beliau diberi
ruangan seluas 5×5 meter bersama dengan Bu Hany yang juga dosen
senior merangkap wakil kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang
terbuka setelah seorang mahasiswa yang sedang bicara padanya
pamitan.
"Siang Pak !" sapaku dengan senyum dipaksa
"Siang, ada perlu apa ?"
"Ini Pak, saya mau tanya tentang absen saya, kok bisa lebih padahal
dicatatan saya cuma tiga..." demikian kujelaskan panjang lebar dan
beliau mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.
Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar
absen lalu kembali lagi dengan map absen di tangannya. Ternyata
setelah usut punya usut, aku tertinggal satu jadwal kuliah tambahan
dan cerobohnya aku juga lupa mencatatnya di agendaku.
Dengan memohon belas kasih aku memelas padanya supaya ada
keringanan atau keringanan.
"Aduhh...tolong dong pak, soalnya gak ada yang memberitahu saya
tentang yang tambahan itu, jadi saya juga gak tau pak, bukan salah
saya semua dong pak"
"Tapi kan dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga
sebelumnya anda bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya
untuk berjaga-jaga anda tidak absen sebanyak itu dong dulu"
Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya
tetap harga mati, yaitu aku tetap tidak boleh ujian dengan kata lain aku
tidak lulus di mata kuliah tersebut. Kata-kata terakhirnya sebelum aku
pamit hanyalah
"Ya sudah lah dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini
supaya memacu anda lebih rajin di kemudian hari" dengan meletakkan
tangannya di bahuku.
Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan hampir
bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu. Dalam
perjalanan pulang dimobil pun pikiranku masih kalut sampai mobil di
belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah
hijau.
Hari itu aku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali
aku mengisapnya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan
tugas untuk mata kuliah ini, juga nilai UTS ku 8,8, tapi semuanya sia-
sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel
dan sesal. Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola
dengan remote, hingga sampailah aku pada chanel TV dari Taiwan
yang kebetulan sedang menayangkan film semi. Terlintas di pikiranku
sebuah cara gila, mengapa aku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya itu
untuk menggodanya, aku sendiri kan penggemar seks bebas. Cuma
cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah aku yang
malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu
pikirku. Aku memikirkan rencana untuk menggodanya dam menetapkan
waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya jam itu kampus mulai sepi
dan dosen-dosen lain sudah pulang. Aku cuma berharap saat itu Bu
Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin
gagal.
Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-
debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan
berwarna biru dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti
diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua itu aku tidak memakai bra
maupun celana dalam. Tegang juga rasanya baru pertama kalinya aku
keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali, seperti ada perasaan
aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik membayangkan yang tidak-
tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah,
udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup
apa-apa. Karena agak macet aku baru tiba di kampus jam setengah
enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah sepi saat
itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah libur, kalaupun
masuk paling cuma untuk pemantapan atau kuis saja.
Aku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa
yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang
biasa kualami karena aku sering berpakaian seksi cuma kali ini
bedanya aku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi
mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak
berpakaian dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga
lekukan tubuhku tidak terjiplak. Akupun sampai ke ruang beliau di
sebelah lab. bahasa dan kulihat lampunya masih nyala. Kuharap Bu
Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku
berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya.
"Masuk !" sahut suara dari dalam
"Selamat sore Pak !"
"Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?" katanya sambil
memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.
"Itu...Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih
ada keringanan buat saya"
"Waduh...kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat
opname atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya
memang begitu, harap anda maklum"
"Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak ?"
"Maaf dik, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini"
"Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk bapak, saya
harap bisa menebus absen saya yang satu itu, bagaimana Pak ?"
"Penawaran...penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar
segala" katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.
Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan
menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas
meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang
nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi dia masih terbengong-
bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di betisku.
"Ayolah Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin saya, ini
penawaran terakhir saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu
ini" godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat
melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah.
"Dik...kamu-kamu ini....edan juga..." katanya terpatah-patah karena
gugup
Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah :
"Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa"
Beliau makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku
mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua
payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat
olehnya. Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang
tadinya cuma memegang betisku mulai merambat naik ke paha
mulusku disertai sedikit remasan. Kuturunkan kakiku yang tersilang
dan kurenggangkan pahaku agar beliau lebih leluasa mengelus pahaku.
Dengan setengah berdiri beliau meraih payudaraku dengan tangan
yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia
meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.
"Dadamu bagus juga yah dik, kencang dan montok" pujinya
Beliau lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan
menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan
benda itu mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya yang
lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh
pangkal pahaku. Beliau berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh
kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa
"Ya ampun dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?" tanyanya
terheran-heran dengan keberanianku
"Iyah pak, khusus untuk bapak...makanya bapak harus tolong saya
juga"
Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku
dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot
memandangi kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu
hitam yang lebat. Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk
diatas meja mekakangkan kaki di hadapan dosen yang kuhormati.
Sebentar kemudian lidah Pak Qadar mulai menjilati bibir kemaluanku
dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku
dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain
dijulurkan ke atas meremasi payudaraku. "Uhhh...!" aku benar-benar
menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku
juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah beliau. Aku
mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku
mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah
itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang
paling enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku,
duhh...rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai
keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.
Setelah membuat vaginaku basah kuyup, beliau berdiri dan melepaskan
diri. Dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga
'burung' yang daritadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat
berdiri dengan dengan tegak. Digenggamnya benda itu dan dibawa
mendekati vaginaku
"Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah ga sabar nih"
"Eiit...bentar Pak, bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin
ketagihan deh" kataku sambil meraih penisnya dan turun dari meja
Kuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda
hingga berlutut di hadapannya. Penis dalam genggamanku itu kucium
dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat
diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang
kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu. Hhmm....hampir sedikit
lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di
tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia beliau, walaupun
tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku, miliknya
cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti
cendawan berdenyut-denyut.
Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku
memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas
melihat ekspresi wajah beliau menikmati seponganku. Berdasarkan
pengalaman, sudah banyak cowok kelabakan dengan oral sex-ku,
mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah
beraksi pada penis mereka, Pak Qadar pun termasuk diantaranya.
Beliau mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah
bercucuran keringat dengan sapu tangan. Namun ada sedikit gangguan
di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga kami
agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali celananya dan
meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja
kerjanya.
"Ya...ya...sebentar tanggung ini hampir selesai" sahutnya membalas
suara ketukan
Dari bawah meja aku mendengar beliau sudah membuka pintu dan
berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga
menitan mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada
orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang
lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup.
"Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?" tanyaku setelah keluar dari
kolong meja
"Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi Dik"
Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah
terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya. Aku berjalan ke arahnya
yang sedang melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan
lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma
khas parfum om-om. Beliau yang memangnya pendek terlihat lebih
pendek lagi karena saat itu aku mengenakan sepatu yang solnya
tinggi. Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, beliau pasti
keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan
mendesis karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, beliau
dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya
digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak
disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga
mencengkram pantatku yang bulat dan padat.
"Hhmm...sempurna sekali tubuhmu ini dik, pasti rajin dirawat ya"
pujinya sambil meremas pantatku.
Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan
kembali wajahnya ke payudaraku yang sebelah, beliaupun melanjutkan
menyusu dari situ. Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga
basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya
dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat
dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-
nusukkan jarinya di sana. Sebagai respon aku hanya bisa mendesah
dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak
sehingga walaupun ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-
netes. Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, beliau
juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa
korbannya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak
merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan
mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena
dia lebih pendek, aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan
dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya
yang sudah mengeras itu.
Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas
kami melepaskan diri dari ciuman.
"Masukin aja sekarang yah Pak...saya udah gak tahan nih" pintaku
sambil terus menurunkan resleting celananya.
Namun belum sempat aku mengeluarkan penisnya, dia sudah terlebih
dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga
ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan
lalu diturunkan diatas meja kerjanya. Dia berdiri diantara kedua belah
pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan
mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan
membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak
masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya.
"Ooohhh....!" desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu
Pak Qadar.
"Sakit dik ?" tanyanya
Aku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri, tapi itu
cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya
nikmat yang semakin memuncak. Aku tidak bisa tidak mendesah setiap
kali beliau menggenjotku, tapi aku juga harus menjaga volume suaraku
agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang aku harus
menggigit bibir atau jari. Beliau semakin cepat memaju-mundurkan
penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari
tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku
semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan
beliau yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan
meremas-remas yang kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama
kemudian aku merasa dunia makin berputar dan tubuhku
menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan
melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya. Cairan bening
mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak
setiap kali beliau menghujamkan penisnya. Beberapa detik kemudian
tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya diantara tumpukan
arsip-arsip dan alat tulis.
Aku hanya bisa mengambil nafas sebentar karena beliau yang masih
bertenaga melanjutkan ronde berikutnya. Tubuhku dibalikkan
telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh
lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya. Sambil
meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku.
"Uuhh...nggghhh...!" desisku saat penis yang keras itu membelah bibir
kemaluanku.
Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam,
badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan
bergesekan di meja kerjanya. Pak Qadar menggenjotku semakin cepat,
dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan
ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku agar tidak terlalu keras, tapi
tetap saja sesekali aku menjerit kalau sodokannya keras. Mulutku
mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan kosong pada
foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit
kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga
payudaraku yang tadinya menempel dimeja kini menggantung bebas.
Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi payudaraku.
Pak Qadar kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya tanganku
menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia
mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di
hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya.
"Bentar yah Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini" katanya seraya
menempelkan mulutnya pada kerimbunan bulu-bulu kemaluanku.
"Sslluurrpp....sshhrrp" dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan
orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas
rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya
selama sepuluh menitan , setelah puas aku disuruhnya naik ke
pangkuannya dengan posisi berhadapan. Kugenggam penisnya dan
kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke
bawah sehingga penis beliau tertancap pada vaginaku. Sedikit demi
sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa
hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalamku.
20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian berlomba-lomba
mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku
yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di
pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan
memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku
semakin cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak
cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan
kami. Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal
beliau saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah
lemas di pangkuannya. Belakangan beliau melepaskanku juga dan
menyuruh menyelesaikannya dengan mulut saja. Aku masih lemas dan
duduk bersimpuh di lantai di antara kedua kakinya, kugerakkan tangan
kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-
bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat. Aku membuka
mulut dan mengulumnya.
Seiring dengan tenagaku yang terkumpul kembali kocokanku pun lebih
cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin berdenyut diiringi suara
erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot langit-langit
mulutku, disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi mulutku,
rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang familiar denganku.
Inilah saatnya menjajal teknik menyepongku, aku berkonsentrasi
menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan itu tidak terbuang
setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya
sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali.
Belum cukup puas, akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat,
perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Qadar bersandar pada
sofa dengan nafas terengah-engah dan mengibas-ngibaskan leher
kemejanya. Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian
masing-masing. Dia memuji permainanku dan berjanji berusaha
membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya aku besok
datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya.
Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum
kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum
puas dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal
merah aku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang.
Disana aku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan
sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya
untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun
perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di
bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah diperbolehkan ikut
dalam ujian.
"Kesananya berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi,
bapak sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin" katanya sambil
memencet putingku
"Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga mau
perjuangan saya selama ini sia-sia" jawabku dengan tersenyum kecil
Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah itu walaupun dengan nilai B
karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada tidak lulus. Dan
dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu
pengorbanan apa saja.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.