Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 9: Sampah-sampah Cinta

Sampah-sampah Cinta
Suatu hari aku bangun pagi sekali, hari itu aku kuliah siang jam
sebelas sementara jam di kamarku masih menunjukkan pukul setengah
tujuh pagi. Maunya sih tidur lagi, tapi kantukku sudah hilang dan tidak
bisa tidur lagi, mungkin gara-gara kemarin aku tidur terlalu awal, kira-
kira setengah delapan malam. Ini adalah hari kedua aku sendirian di
rumah, orang tuaku selalu sibuk, papa sedang mengurus bisnis di
Malaysia ditemani mamaku yang kebetulan mau berobat di sana,
sedangkan pembantuku satu-satunya juga sedang pulang kampung
sejak lima hari yang lalu karena saudaranya meninggal. Janjinya sih
sore ini dia akan kembali, yah kuharap begitulah karena aku cape
sekali selama tiga hari ini harus mengurus makan dan beres-beres
sendiri. Akupun turun ke bawah tanpa mengenakan apapun (ya,
telanjang, sudah menjadi kebiasaanku bila di rumah tidak ada siapa-
siapa aku selalu tak berbusana di rumah, rasanya nyaman dan sehat,
bisa membuat darah mengalir lebih lancar), di dapur aku mengambil
sebungkus mie keriting dan memasaknya. Setelah matang aku
membawa sarapanku ke atas untuk menikmatinya di balkon kamarku.
Sebelumnya aku terlebih dulu mengambil daster kuning-ku yang
berdada rendah untuk menutupi tubuh polosku, walaupun
ekshibisionis tapi aku harus tahu batasannya dong, kan ga enak kalau
nanti keliatan tetangga sekitar kalau aku sembarang pamer tubuh.
Kunikmati sarapanku di serambi balkon sambil menikmati udara pagi
yang segar, suasananya tenang dihiasi oleh kicau burung dan kupu-
kupu beterbangan di taman bawah sana. Sehabis sarapan, aku
menyalakan sebatang rokok sambil berdiri bersandar di balkon,
beberapa orang yang sedang joging melintasi depan rumahku, salah
satunya adalah Tante Lia, tetangga dan teman mamaku, beliau
menyapaku dari jalan, akupun tersenyum dan membalas salamnya.
Sebuah truk sampah berhenti di setiap rumah untuk melaksanakan
tugas hariannya mengambil sampah. Tak lama kemudian, truk itu
berjalan ke arah sini dan berhenti tak jauh dari rumahku. Seorang
petugas sampah turun mengambil kantong-kantong sampah dari
rumah di sekitar situ. Tukang sampah itu berbadan tinggi dan agak
gemuk, usianya sekitar 30-an, mukanya bundar dengan hidung yang
besar. Sambil mengisap rokok, kuperhatikan dia selama beberapa saat
sedang mengangkat kantong sampah lalu melemparkannya ke bak truk.
Pelan-pelan aku mulai mikir yang jorok-jorok, pagi-pagi gini niat
isengku sudah timbul.
"Pagi Non !" sapanya ketika melewati rumahku.
"Pagi Bang !" balasku "Eh...Bang tunggu bentar, di dapur masih ada
lagi sampahnya nih, sebentar ya !"
Aku mematikan rokokku dan turun sambil membawa piring dan gelas
bekas sarapan tadi, setelah menaruhnya di pencucian aku langsung ke
depan membuka pintu. Kebetulan tong sampah di dapur memang sudah
penuh sesak, soalnya sejak mama pergi belum ada yang
membereskannya.
"Bang-Bang, tolongin saya bisa ga, kan pembantu saya lagi ga ada,
jadi sudah dua hari tuh sampah numpuk di dapur, bantu saya beresin
dong yah, ntar saya kasih duit rokok deh !" pintaku dengan nada manja
"Hhmmm, ok deh Non...mana sampahnya, biar Abang bantu beresin !"
katanya
Aku membukakan pagar dan mempersilakannya masuk, dia
memperhatikanku terus sambil berjalan ke dalam, sesekali matanya
mencuri-curi pandang ke belahan dadaku yang menantang di balik
belahan dasterku yang rendah, entah dia tau atau tidak bahwa
dibaliknya aku tidak memakai apapun lagi.
"Sepi yah Non, sendirian di rumah nih ? lagi pada kemana ?" tanyanya
"Iya Bang, semua lagi keluar nih, sudah dari kemarin lusa sendirian"
jawabku "Tuh Bang udah penuh gitu, tolong yah !" aku menunjuk pada
tong sampah biru besar di dapur.
Si abang tukang sampah mengangkat tong besar itu, sedangkan aku
menumpuk beberapa dus bekas makanan dan menampungnya di
tanganku.
"Bang-bang, bentar dong, ini masih ada yang mau dimasukin, upss !!"
dengan sengaja aku melonggarkan tanganku sehingga dus-dus itu
terjatuh semua "Duh, sori nih Bang, udah saya yang beresin aja !"
Aku pun berjongkok dan menunduk memunguti dus-dus itu, dengan
begini susuku terlihat jelas sekali dibalik potongan dasterku yang
rendah dan lebar itu. Dia terbelakak melihat buah dadaku yang
menggelantung indah, putingnya pun sekilas tersingkap dari balik
dasterku. Aku tahu daritadi matanya terus tertumbuk ke daerah dadaku,
tapi aku pura-pura cuek dengan terus membereskan dus itu, bahkan
sengaja kutundukkan lagi tubuhku, sehingga makin terlihatlah
keindahan di baliknya. Perlahan kulihat kakinya melangkah
mendekatiku, lalu ikut jongkok, tapi bukannya membantu
membereskan sampah malah menyusupkan tangan ke belahan dadaku
mencaplok daging kenyal di baliknya.
"Kurang ajar !" bentakku sambil menepis tangannya
Tentu ini tidak membuatnya mundur, dengan sigap ditangkapnya
kedua tanganku, tubuhku diangkatnya hingga berdiri lalu dihimpit ke
tembok di sebelahku. Sesungguhnya berontak dan jeritanku hanyalah
pura-pura belaka untuk memanas-manasi nafsunya.
Tangannya yang kokoh dengan mudah mengunci dua pergelanganku
lalu diangkat ke atas. Tangannya yang lain meremas dadaku dengan
kasar.
"Jangan Bang...hentikan...eeengghh !" erangku meringis karena
kerasnya remasan itu, tubuhku masih meronta pelan.
"Diam Non, Non sendiri kan yang mancing-mancing saya begini"
katanya berani
Wajahnya mendekatiku mencari-cari bibirku, aku menggeleng-geleng
pura-pura menolak dicium olehnya, namun tetap saja akhirnya tidak
bisa menghindar dari lumatan bibirnya. Aku bisa merasakan nafasnya
yang menderu dan bau badannya yang tidak enak (maklum banyak
bergaul dengan sampah), tapi birahi yang meninggi membuat
semuanya terlupakan. Sebentar saja aku sudah memainkan lidahku
membalas cipokannya. Tangannya mulai mengelus pahaku yang putih
mulus sambil menyingkapi dasterku. Setelah meremas pantatku
sejenak, tangannya lalu mengelus vaginaku yang berbulu lebat.
Mataku membelakak ketika tangan itu meremas daerah segitigaku
dengan jarinya sedikit masuk ke sana, desahan tertahan keluar dari
mulutku yang sedang berciuman.
"Ga usah malu-malu Non, udah basah gini kok, ga pake apa-apa lagi,
Non juga mau kan" seringainya mesum
Dia melepaskan pergelanganku setelah aku berhenti meronta dan yakin
telah menguasaiku. Dipelorotinya dasterku dari bahu kiri sehingga
payudaraku kiriku kini terbuka sudah, bulat kencang dengan puting
kemerahannya yang menantang. Dengan penuh nafsu dilumatnya benda
itu sambil tangannya menggerayangi pantatku. Aku cuma bisa
mendesah-desah dalam posisi berdiri sandaran ke tembok, putingku
makin mengeras karena permainan mulutnya yang nakal. Tiba-tiba
seseorang nongol di pintu dapur dan tercengang melihat adegan di
depannya. Orang itu tak lain adalah temannya yang menyetir truk
sampah, rupanya dia menunggu lama di truk sehingga turun untuk
memanggil temannya agar segera kembali, eh...ternyata temannya itu
sedang berasyik-ria denganku di dapur.
"Wei...sialan lo, ngentot ga ngajak-ngajak, gua dibiarin sendiri di
mobil !" kata si sopir
"Ayo masih pagi kok, kita istirahat aja sebentar, kapan lagi ngerasain
amoy cantik gini !" ajak tukang sampah yang menggerayangiku
Si sopir bergegas mendekati kami sambil melepaskan seragam dinas
kebersihannya, tubuhnya lumayan berisi dengan kulit hitam terbakar
matahari. Kini aku dihimpit dari depan-belakang oleh mereka, tubuhku
bersandar pada si sopir yang mendekapku sambil meremasi payudara
kiriku serta meraba-raba paha dan pantatku, sedangkan si temannya
yang dipanggil Din menurunkan bahu kananku, maka kedua payudaraku
tersingkap.
Si Din mengenyot payudara kananku dengan kencang sampai pipinya
kembung kempot, tangannya mengelusi kemaluanku. Si sopir mulai
menciumi belakang telingaku serta menggelikitik kupingku dengan
lidahnya. Hal ini menyebabkan tubuhku menggeliat dan makin
mendesah. Sambil menciumiku si sopir mengangkat dasterku yang
telah berantakan, secara refleks aku mengangkat kedua tangan
membiarkan satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhku lepas
melalui kepalaku.
"Wah, bener-bener rejeki nomplok nih bisa dapet cewek putih mulus
gini !" sahut si sopir mengagumi tubuhku
Selanjutnya aku disuruh berlutut, lalu mereka membuka celananya di
depanku. Aku sempat terpana melihat penis mereka yang sudah berdiri
tegak, keduanya keras, berurat, dan hitam. Milik si sopir sedikit lebih
panjang daripada punya si Din.
"Ayo Non, pilih aja mana yang mau diservis duluan" kata si sopir
cengengesan
Kugenggam kedua penis itu dan sengaja memainkannya dengan
kocokan dan pijatan pada zakarnya agar nafsu kedua orang ini makin
membara. Aku tersenyum nakal melihat reaksi keduanya.
"Uuuhh...ohh...asoy banget kocokannya Non !" desah si Din
Aku mulai membuka lebar mulutku dan memasukkan penis Din ke
dalamnya. Dengan penuh perasaan aku mengulum penis itu sambil
tanganku mengocoki penis si sopir. Sesaat kemudian aku
mengeluarkan penis si Din dan beralih ke si sopir, sepertinya servis
mulutku membuatnya ketagihan, ia menahan kepalaku dengan
tangannya seolah tak rela melepasnya.
Aku gelagapan saat si sopir menyenggamai mulutku dengan beringas
hingga akhirnya dia menyembur ke dalam mulutku, sebagian meleleh
ke dagu, namun sebagian besar tertelan. Aku tidak sempat
mempraktekkan teknik menyedotku yang lihai itu karena dia terus
menyodok mulutku bahkan ketika keluar sampai tersedak aku
dibuatnya, begitu kulepas emutanku aku langsung batuk-batuk dan
meludahi sisa sperma itu dari mulutku. Sesaat aku bersimpuh di lantai
meminum air yang disodorkan Bang Din dan mengatur kembali nafasku.
Kemudian dia merebahkan tubuhku di lantai marmer yang dingin itu
dan mencium dan menjamahnya dari wajah hingga berhenti di
kemaluanku yang sudah basah, dia menjilat dan mengisapnya dengan
lahap. Mulutku mendesis nikmat dan kedua paha mulusku mengapit
kepalanya. Kulihat si sopir menuangkan air dingin dari kulkas dan
meminumnya, dia juga melihat-lihat isi kulkasku, kemudian diambilnya
sekotak susu kecil Indomik dan kembali menghampiri kami.
"Oii-ooi...kita sarapan sambil ngentot yuk !" sahutnya seraya menggigit
ujung kotak susu itu dan menyobeknya.
Ditumpahkannya susu itu ke sekujur tubuhku sampai habis. Kurasakan
dinginnya air susu dan lantai marmer pada tubuhku yang sudah
memanas. Bagaikan menyantapku, keduanya menjilati dan mencium
tubuhku yang sudah rasa susu itu.
"Mmuuahh...enak banget, jadi manis kaya orangnya !" komentar Din
sambil menjilati vaginaku yang bersusu
"Sluurrpp...slurrp !" demikian suara mereka menikmati susu pada
tubuhku, suara itu dimeriahkan oleh desahan dari mulutku.
"Ini namanya susu campur, ada susu sapinya, ada susu ceweknya,
hehehe...." kata si sopir setelah menghabiskan susu yang bercucuran di
tubuh bagian atasku.
"Heh, tambah lagi dong susunya, udah mau habis nih !" pinta Din pada
temannya
"Beres Din, masih ada kok !" kembali si sopir membuka kulkas
Dia kembali lagi tapi kali ini bukan dengan susu kotak melainkan
whipping cream strawberry. Sepertinya dia tidak tahu makanan apa itu
sehingga diapun bertanya padaku
"Eh...non, kalo yang ini apaan sih ? susu bukan, es krim juga bukan"
"Dasar udik !" kataku dalam hati, "itu namanya whipping cream Bang,
biasanya buat makan sama buah" jelasku padanya
Hei, mendadak aku terpikir sebuah cara baru untuk menikmati oral
seks. Maka kuminta Din untuk berdiri dan menyodorkan penisnya
padaku. Lalu kebaluri penisnya yang hitam dengan whipping cream itu.
"Wah....wah kontol saya mau diapain Non, asal jangan dimakan yah"
katanya menanggapi tindakanku
Kujawab hanya dengan membuka mulut dan memasukkan penis itu ke
mulutku. Hhmmm...nikmat, penis rasa strawberry kesukaanku,
kukulum-kulum seperti permen.
Kuisap maju-mundur penis itu, pipiku sesekali menggembung tertekan
kepala penisnya. Sementara aku menyepong, si sopir tak bosan-
bosannya menggerayangiku dari belakang, payudaraku diremasi dan
diputar-putar putingnya, vaginaku diusap-usap, dari permukaan jari-
jari itu merambat masuk lebih dalam dan mengorek-ngoreknya. Yang
membuatku tambah gila adalah ketika dia memain-mainkan biji
klitorisku persis seperti yang dia lakukan terhadap putingku. Leher dan
bahuku juga tidak luput dari cupangan-cupangan yang dilancarkannya
hingga meninggalkan bekas cupangan dan ludah. Aku pun makin
menggelinjang sambil terus mengeluarkan desahan-desahan tertahan.
Tiba-tiba si sopir mendekap pinggangku dan mengangkatnya ke atas,
maka posisiku kini berdiri dengan badan atas menunduk 90 derajat.
Tanpa melepas penis Bang Din, aku melingkarkan tangan pada
tubuhnya sebagai penyangga. Dua jari si sopir telah membuka bibir
vaginaku dan penisnya ditekan masuk ke dalamnya. Badanku
mengejang beberapa detik ketika benda itu menerobos vaginaku.
Selanjutnya si sopir memaju-mundurkan pinggulnya dengan ganas
sambil melenguh keenakan merasakan jepitan otot-otot kemaluanku.
"Hhmmmhh...memeknya enak banget Non, seret dan basah !" serunya
sambil meninggikan frekuensi genjotannya
"Servis mulutnya juga yahud, puas banget gua main sama cewek kaya
gini, hahaha...!" timpal si Din sambil tertawa-tawa dan menggerayangi
payudaraku yang menggantung.
Karena tidak ingin cepat-cepat orgasme si Din menyuruhku
melepaskan penisnya, kemudian tubuhku ditegakkan kembali, kini si
sopir yang menyanggaku dengan dekapannya. Disenggamainya aku
dalam posisi berdiri. Si Din memungut kemasan whiping cream dari
lantai, lalu melumurinya pada kedua payudaraku.
"Gua juga mau coba rasa cream strawberry ini, mmmhhh !" katanya
lalu melumat payudaraku yang berlumuran whiping cream itu.
"Ssspp...ssrrpp...!" seluruh payudaraku dilumatnya, putingku dijilat dan
dihisapnya, dinikmatinya kedua daging kenyal rasa strawberry itu
seperti makan es krim.
Sensasi geli juga kurasakan pada lubang dan daun telingaku yang
dijilati si sopir yang juga sedang menyetubuhiku dari belakang. Aku
cuma bisa mendesah lirih dalam pelukan keduanya, membiarkan
tubuhku diperlakukan sesuka mereka. Sekarang aku merasakan adanya
desakan dari vaginaku yang ingin segera meledak sehingga aku
merapatkan kedua paha meresapi kenikmatannya. Akhirnya aku klimaks
diiringi erangan panjang, kakiku lemas sekali kalau saja tidak didekap
si sopir pasti ambruk. Sebentar kemudian, dia menyusul menyiram
rahimku dengan sperma hangat. Tak kubayangkan betapa banjirnya
kemaluanku, cairan kewanitaanku plus spermanya meleleh keluar
menyertai penis si sopir yang masih keluar-masuk dengan kecepatan
menurun, daerah pangkal pahaku dan sekitarnya jadi basah oleh cairan
itu.
Tubuhku melorot ke bawah mengikuti si sopir yang terduduk bersila di
lantai. Kusandarkan kepalaku pada dadanya yang sedikit berbulu itu.
"Nah, sekarang giliran gua !" sahut Din sambil meraih kakiku dan
membentangkannya.
Dengan mulus penisnya meluncur masuk ke dalam vaginaku yang
sudah basah kuyup. Suara kecipak cairan terdengar setiap kali dia
hujamkan penisnya. Sodokannya makin lama makin bertenaga
membuat tubuhku terguncang-guncang, akupun sudah kehilangan
kendali diri, mataku membeliak-beliak, mulutku menceracau tak karuan
mengerang dan mengeluarkan ucapan-ucapan erotis. Si sopir yang
menopangku terus giat memijati payudaraku, putingku digesek-
gesekkan dengan jarinya yang kasar, kadang dipilin dan kadang
diemutnya. Penisnya yang mulai bangkit lagi terasa menyentuh
punggungku. Dia menundukkan kepala mendekati mulutku hingga
bertemu mulutnya. Kami bercumbu panas sekali, lidah kami saling
beradu bak sepasang ular kawin. Lima belas menit kemudian Bang Din
membekap badanku ke arahnya dan dia sendiri membaringkan dirinya
di lantai, maka posisiku kini telungkup diatasnya. Dengan begitu
pantatku menungging ke arah si sopir yang kini membasahi anusku
dengan ludahnya dan menekan-nekankan jarinya di sana.
"Aaakkhh...!!" aku merintih dan menghentikan goyanganku sejenak
ketika si sopir memasukkan penisnya ke anusku., bahu Bang Din
kucengkram erat-erat menahan rasa sakitnya.
Rasanya sangatlah menyesakkan ditusuk dua batang perkasa itu,
terutama yang bagian anus. Kami bertiga mulai berpacu dalam birahi,
rasa perih perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari
seluruh tubuh. Sulit dilukiskan perasaanku waktu itu, pokoknya
rasanya seperti melayang-layang dengan dilingkupi rasa nikmat yang
luar biasa. Hal ini berlangsung selama duapuluh menit lamanya sampai
suatu saat dimana tubuhku bergetar melepas suatu bentuk energi
berupa orgasme dahsyat yang menyebabkan tubuhku berkelejotan,
tangan dan kakiku terasa kejang-kejang, serta mulutku mengeluarkan
erangan panjang. Mukaku memerah, keringat pun bercucuran
membasahi badan kami, akhirnya akupun tergolek lemas di atas tubuh
Bang Din setelah gelombang orgasme surut. Sementara itu kedua
tukang sampah itu masih terus menggenjot vagina dan anusku.
Akhirnya Bang Din menegakkan tubuhku dan menarik lepas penisnya,
kemudian dikocoknya batangnya yang masih tegak itu dekat mukaku,
akhirnya cret...cret muncratlah cairan kental itu membasahi wajahku,
karena semprotannya kencang dan deras, bukan cuma mukaku saja
yang basah, rambut, leher dan payudaraku pun terkena cipratannya.
Tak lama kemudian, si sopir pun mencabut penisnya dari anusku,
dibiarkannya aku ambruk telentang di lantai. Dia berdiri di sampingku
mengocok penisnya hingga menumpahkan isinya di badanku. Puas dan
lelah kurasakan sekaligus pada saat bersamaan. Mereka tertawa-tawa
melihatku yang terbaring di lantai sambil menggosok-gosokkan
sperma ke tubuhku. Aku membalas senyuman nakal mereka sambil
mengemut jariku yang belepotan sperma. Sementara aku memulihkan
tenaga, mereka mulai berpakaian lagi dan membereskan dus-dus yang
berserakan tadi lalu membawa sampah-sampah itu ke truk. Beberapa
menit kemudian Bang Din kembali dengan tong sampah yang sudah
kosong, akupun bangkit dan memakai kembali dasterku untuk
mengantarnya keluar rumahku. Setelah pamitan dan berterimakasih
atas kesempatan emas dariku, truk itu mulai meluncur menjauhi
rumahku. Sepeninggal mereka aku langsung mandi membersihkan
badanku dari aroma persetubuhan barusan, kemudian kustel weker dan
tidur sebentar mengisi tenaga untuk kuliah jam sebelas nanti.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.