Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 13: Kenangan Lain Bersama Sopirku

Kisahku yang satu ini adalah lanjutan dari kisahku yang berjudul
'Kenangan Bersama Sopirku' jadi kejadiannya sudah cukup lama,
waktu aku masih kelas tiga SMU, umurku juga masih 18 tahun ketika
itu. Sejak aku menyerahkan tubuhku pada Tohir, sopirku, dia sering
memintaku melakukannya lagi setiap kali ada kesempatan, bahkan
terkadang aku dipaksanya melayani nafsunya yang besar itu. Ketika
dimobil dengannya tidak jarang dia suruh aku mengoralnya, kalaupun
tidak, minimal dia mengelus-elus paha mulusku atau meremas dadaku.
Pernah malah ketika kedua orang tuaku keluar kota dia ajak aku tidur
bersamanya di kamarku. Memang di depan orang tuaku dia bersikap
padaku sebagaimana sopir terhadap majikannya, namun begitu jauh
dari mereka keadaan menjadi berbalik akulah yang harus melayaninya.
Mulanya sih aku memang agak kesal karena sikapnya yang agak
kelewatan itu, tapi di lain pihak aku justru menikmatinya.
Tepatnya dua minggu sebelum ebtanas, aku sedang belajar sambil
selonjoran bersandar di ujung ranjangku. Ketika itu waktu sudah
menunjukkan pukul 23.47, suasananya hening sekali pas untuk
menghafal. Tiba-tiba konsentrasiku terputus oleh suara ketukan di
pintu. Kupikir itu mamaku yang ingin menengokku, tapi ketika pintu
kubuka, jreeenngg....aku tersentak kaget, si Tohir ternyata.
"Ih, ngapain sih Bang malam-malam gini, kalo keliatan papa mama kan
gawat tau"
"Anu non, ga bisa tidur nih...mikirin non terus sih, bisa ga non
sekarang...udah tiga hari nih ?" katanya dengan mata menatapi tubuhku
yang terbungkus gaun tidur pink.
"Aahh...udah ah Bang, saya kan harus belajar udah mau ujian, ga mau
sekarang ah !" omelku sambil menutup pintu.
Namun sebelum pintu tertutup dia menahannya dengan kaki, lalu
menyelinap masuk dan baru menutup pintu itu dan menguncinya.
"Tenang aja non, semua udah tidur dari tadi kok, tinggal kita duaan
aja" katanya menyeringai
"Jangan ngelunjak Bang...sana cepet keluar !" hardikku dengan
telunjuk mengarah ke pintu
Bukannya menuruti perintahku dia malah melangkah mendekatiku,
tatapan matanya tajam seolah menelanjangiku.
"Bang Tohir....saya bilang keluar...jangan maksa !" bentakku lagi.
"Ayolah Non, cuma sebentar aja kok...abang udah kebelet nih, lagian
masa non ga cape belakangan ini belajar melulu sih" ucapnya sambil
terus mendekat
Aku terus mundur selangkah demi selangkah menghindarinya,
jantungku semakin berdebar-debar seperti mau diperkosa saja rasanya.
Akhirnya kakiku terpojok oleh tepi ranjangku hingga aku jatuh
terduduk di sana. Kesempatan ini tidak disia-siakan sopirku, dia
langsung menerkam dan menindih tubuhku. Aku menjerit tertahan dan
meronta-ronta dalam himpitannya. Namun sepertinya reaksiku malah
membuatnya semakin bernafsu, dia tertawa-tawa sambil
menggerayangi tubuhku. Aku menggeleng kepalaku kesana kemari saat
dia hendak menciumku dan menggunakan tangaku untuk menahan laju
wajahnya.
"Mmhh...jangan Bang...Citra ga mau !" mohonku.
Aneh memang sebenarnya aku bisa saja berteriak minta tolong, tapi
kenapa tidak kulakukan, mungkin aku mulai menikmatinya karena
perlakuan seperti ini bukanlah pertama kalinya bagiku, selain itu aku
juga tidak ingin ortuku mengetahui skandal-skandalku. Breettt...gaun
tidurku robek sedikit di bagian leher karena masih memberontak waktu
dia memaksa membukanya. Dia telah berhasil memegangi kedua
lenganku dan direntangkannya ke atas kepalaku. Aku sudah benar-
benar terkunci, hanya bisa menggelengkan kepalaku, itupun dengan
mudah diatasinya, bibirnya yang tebal itu sekarang menempel di
bibirku, aku bisa merasakan kumis pendek yang kasar menggesek
sekitar bibirku juga deru nafasnya pada wajahku. Kecapaian dan kalah
tenaga membuat rontaanku melemah, mau tidak mau aku harus
mengikuti nafsunya. Dia merangsangku dengan mengulum bibirku,
mataku terpejam menikmati cumbuannya, lidahnya terus mendorong-
dorong memaksa ingin masuk ke mulutku. Mulutku pun pelan-pelan
mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk dan bermain di dalamnya,
lidahku secara refleks beradu karena dia selalu menyentil-nyentil
lidahku seakan mengajaknya ikut menari. Suara desahan tertahan, deru
nafas dan kecipak ludah terdengar jelas olehku.
Mataku yang terpejam terbuka ketika kurasakan tangan kasarnya
mengelusi paha mulusku, dan terus mengelus menuju pangkal paha.
Jarinya menekan-nekan liang vaginaku dan mengusap-ngusap belahan
bibirnya dari luar. Birahiku naik dengan cepatnya, terpancar dari
nafasku yang makin tak teratur dan vaginaku yang mulai becek.
Tangannya sudah menyusup ke balik celana dalamku, jari-jarinya
mengusap-usap permukaannya dan menemukan klitorisku, benda
seperti kacang itu dipencet-pencet dan digesekkan dengan jarinya
membuatku menggelinjang dan merem-melek menahan geli bercampur
nikmat, terlebih lagi jari-jari lainnya menyusup dan menyetuh dinding-
dinding dalam liang itu.
"Ooohhh...Non Citra jadi tambah cantik aja kalau lagi konak gini !"
ucapnya sambil menatapi wajahku yang merona merah dengan matanya
yang sayu karena sudah terangsang berat.
Lalu dia tarik keluar tangannya dari celana dalamku, jari-jarinya
belepotan cairan bening dari vaginaku.
"Non cepet banget basahnya ya, liat nih becek gini" katanya
memperlihatkan jarinya yang basah di depan wajahku yang lalu
dijilatinya.
Kemudian dengan tangan yang satunya dia sibakkan gaun tidurku
sehingga payudaraku yang tidak memakai bra terbuka tanpa terhalang
apapun. Matanya melotot mengamat-ngamati dan mengelus
payudaraku yang berukuran 34B, dengan puting kemerahan serta
kulitnya yang putih mulus. Teman-teman cowoku bilang bahwa bentuk
dan ukuran payudaraku ideal untuk orang asia, kencang dan tegak
seperti punya artis bokep Jepang, bukan seperti punya bule yang
terkadang oversize dan turun ke bawah.
"Nnngghhh...bang" desahku dengan mendongak ke belakang merasakan
mulutnya memagut payudaraku yang menggemaskan itu.
Mulutnya menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingnya. Sesekali
aku bergidik keenakan kalau kumis pendeknya menggesek putingku
yang sensitif. Tangan lainnya turut bekerja pada payudaraku yang
sebelah dengan melakukan pijatan atau memainkan putingnya
sehingga kurasakan kedua benda sensitif itu semakin mengeras. Yang
bisa kulakukan hanya mendesah dan meremasi rambutnya yang sedang
menyusu.
Puas menyusu dariku, mulutnya perlahan-lahan turun mencium dan
menjilati perutku yang rata dan terus berlanjut makin ke bawah sambil
tangannya menurunkan celana dalamku. Sambil memeloroti dia
mengelusi paha mulusku. Cd itu akhirnya lepas melalui kaki kananku
yang dia angkat, setelah itu dia mengulum sejenak jempol kakiku dan
juga menjilati kakiku. Darahku semakin bergolak oleh permainannya
yang erotis itu. Selanjutnya dia mengangkat kedua kakiku ke bahunya,
badanku jari setengah terangkat dengan selangkangan menghadap ke
atas. Aku pasrah saja mengikuti posisi yang dia inginkan, pokoknya
aku ingin menuntaskan birahiku ini. Tanpa membuang waktu lagi dia
melumat kemaluanku dengan rakusnya, lidahnya menyapu seluruh
pelosok vaginaku dari bibirnya, klitorisnya, hingga ke dinding di
dalamnya, anusku pun tidak luput dari jilatannya. Lidahnya disentil-
sentilkan pada klitorisku memberikan sensasi yang luar biasa pada
daerah itu. Aku benar-benar tak terkontrol dibuatnya, mataku merem-
melek dan berkunang-kunang, syaraf-syaraf vaginaku mengirimkan
rangsangan ini ke seluruh tubuh yang membuatku serasa menggigil.
"Ah...aahh...Bang...nngghh....terus !" erangku lebih panjang di puncak
kenikmatan, aku meremasi payudaraku sendiri sebagai ekspresi rasa
nikmat
Tohir terus menyedot cairan yang keluar dari sana dengan lahapnya.
Tubuhku jadi bergetar seperti mau meledak. Kedua belah pahaku
semakin erat mengapit kepalanya. Setelah puas menyantap hidangan
pembuka berupa cairan cintaku barulah dia turunkan kakiku. Aku
sempat beristirahat dengan menunggunya membuka baju, tapi itu tidak
lama. Setelah dia membuka baju, dia buka juga dasterku yang sudah
tersingkap, kami berdua kini telanjang bulat. Dia membentangkan
kedua pahaku dan mengambil posisi berlutut di antaranya. Bibir
vaginaku jadi ikut terbuka memancarkan warna merah merekah
diantara bulu-bulu hitamnya, siap untuk menyambut yang akan
memasukinya. Namun Tohir tidak langsung mencoblosnya, terlebih
dulu dia gesek-gesekkan penisnya yang besar itu pada bibirnya untuk
memancing birahiku agar naik lagi. Karena sudah tidak sabar ingin
segera dicoblos aku meraih batang itu, keras sekali benda itu waktu
kugenggam, panjang dan berurat lagi.
"Aaakkhh...!" erangku lirih sambil mengepalkan tangan erat-erat saat
penisnya melesak masuk ke dalamku
"Aauuuhhh....!" aku menjerit lebih keras dengan tubuh berkelejotan
karena hentakan kerasnya hingga penis itu tertancap seluruhnya pada
vaginaku.
Untung saja kamar papa mamaku di lantai dasar dan letaknya cukup
jauh dari kamarku, kalau tidak tentu suara-suara aneh di kamarku
pasti terdengar oleh mereka, bagaimanapun sopirku ini termasuk
nekad berani melakukannya di saat dan tempat seperti ini, tapi justru
disinilah sensasinya ngeseks di tempat yang 'berbahaya'. Dengan
gerakan perlahan dia menarik penisnya lalu ditekan ke dalam lagi
seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan lorong
sempit yang bergerinjal-gerinjal itu. Aku ikut menggoyangkan pinggul
dan memainkan otot vaginaku mengimbangi sodokannya. Responku
membuatnya semakin menggila, penisnya semakin lama menyodok
semakin kasar saja, kedua gunungku jadi ikut terguncang-guncang
dengan kencang.
Kuperhatikan selama menggenjotku otot-otot tubuhnya mengeras,
tubuhnya yang hitam kekar bercucuran keringat, sungguh macho
sekali, pria sejati yang memberiku kenikmatan sejati. Suara desahanku
bercampur baur dengan erangan jantannya dan derit ranjang. Butir-
butir keringat nampak di sejukur tubuhku seperti embun, walaupun
ruangan ini ber-ac tapi aku merasa panas sekali.
"Uugghh...Non Citra...sayang...kamu emang uenak tenan...oohh...non
cewek paling cantik yang pernah abang entotin" Tohir memgumam tak
karuan di tengah aktivitasnya.
Dia menurunkan tubuhnya hingga menindihku, kusambut dengan
pelukan erat, kedua tungkaiku kulingkarkan di pinggangnya. Dia
mendekatkan mulutnya ke leher jenjangku dan memagutnya. Sementara
di bawah sana penisnya makin gencar mengaduk-aduk vaginaku,
diselingi gerakan berputar yang membuatku serasa diaduk-aduk.
Tubuh kami sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, akupun
semakin erat memeluknya. Aku merintih makin tak karuan menyambut
klimaks yang sudah mendekat bagaikan ombak besar yang akan
menghantam pesisir pantai.
Namun begitu sudah di ambang klimaks dia menurunkan frekuensi
genjotannya. Tanpa melepaskan penisnya, dia bangkit mendudukkan
dirinya, maka otomatis aku sekarang diatas pangkuannya. Dengan
posisi ini penisnya menancap lebih dalam pada vaginaku, semakin
terasa pula otot dan uratnya yang seperti akar beringin itu menggesek
dinding kemaluanku. Kembali aku menggoyangkan badanku, kini
dengan gerakan naik-turun. Dia merem-melek keenakan dengan
perlakuanku, mulutnya sibuk melumat payudaraku kiri dan kanan
secara bergantian membuat kedua benda itu penuh bekas gigitan dan
air liur. Tangannya terus menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku, mengelusi
punggung, pantat, dan paha. Tak lama kemudian aku kembali
mendekati orgasme, maka kupercepat goyanganku dan mempererat
pelukanku. Hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana tubuhku
mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur
lalu disusul erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari
vaginaku. Saat itu dia gigit putingku dengan cukup keras sehingga
gelinjangku makin tak karuan oleh rasa perih bercampur nikmat. Ketika
gelombang itu berangsur-angsur berlalu, goyanganku pun makin
mereda, tubuhku seperti mati rasa dan roboh ke belakang tapi
ditopang dengan lengannya yang kokoh.
Dia membiarkanku berbaring mengumpulkan tenaga sebentar,
diambilnya tempat minum di atas meja kecil sebelah ranjangku dan
disodorkan ke mulutku. Beberapa teguk air membuatku lebih enakan
dan tenagaku mulai pulih berangsur-angsur.
"Udah segar lagi kan Non ? Kita terusin lagi yuk !" sahut Tohir
senyum-senyum sambil mulai menggerayangi tubuhku kembali.
"Habis ini udahan yah, takut ketahuan nih" kataku
Kali ini tubuhku dibalikkan dalam posisi menungging, kemudian dia
mulai menciumi pantatku. Lidahnya menelusuri vagina dan anusku
memberiku sensasi geli. Kemudian aku merasa dia meludahi bagian
duburku, ya ketika kulihat ke belakang dia memang sedang membuang
ludahnya beberapa kali ke daerah itu, lalu digosok-gosokkan dengan
jarinya. Oh...jangan-jangan dia mau main sodomi, aku sudah lemas
dulu membayangkan rasa sakitnya ditusuk benda sebesar itu pada
daerah situ padahal dia belum juga menusuk. Pertama kali aku
melakukan anal sex dengan temanku yang penisnya tidak sebesar
Tohir saja sudah sakit banget, apalagi yang sebesar ini, aduh bisa
mampus gua pikirku.
Benar saja yang kutakutkan, setelah melicinkan daerah itu dia bangkit
dengan tangan kanan membimbing penisnya dan tangan kiri membuka
anusku. Aku meronta ingin menolak tapi segera dipegangi olehnya.
"Jangan Bang...jangan disitu, sakit !" mohonku setengah meronta
"Tenang Non, nikmati aja dulu, ntar juga enak kok" katanya dengan
santai
Aku merintih sambil menggigit guling menahan rasa perih akibat
tusukan benda tumpul pada duburku yang lebih sempit dari vaginaku.
Air mataku saja sampai meleleh keluar.
"Aduuhh...udah dong Bang....Citra ga tahan" rintihku yang tidak
dihiraukannya
"Uuhh...sempit banget nih" dia mengomentariku dengan wajah meringis
menahan nikmat.
Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya mentok juga
penisnya. Dia diamkan sebentar penisnya disana untuk beradaptasi
sekalian menikmati jepitannya. Kesempatan ini juga kupakai untuk
membiasakan diri dan mengambil nafas.
Aku menjerit kecil saat dia mulai menghujamkan penisnya. Secara
bertahap sodokannya bertambah kencang dan kasar sehingga tubuhku
pun ikut terhentak-hentak. Tangannya meraih kedua payudaraku dan
diremas-remasnya dengan brutal. Keringat dan air mataku bercucuran
akibat sensasi nikmat di tengah-tengah rasa perih dan ngilu, aku
menangis bukan karena sedih, juga bukan karena benci, tapi karena
rasa sakit bercampur nikmat. Rasa sakit itu kurasakan terutama pada
dubur dan payudara, aku mengaduh setiap kali dia mengirim hentakan
dan remasan keras, namun aku juga tidak rela dia menyudahinya.
Terkadang aku harus menggigit bibir atau bantak untuk meredam
jeritanku agar tidak keluar sampai ke bawah sana. Akhirnya ada
sesuatu perasaan nikmat mengaliri tubuhku yang kuekspresikan
dengan erangan panjang, ya aku mengalami orgasme panjang dengan
cara kasar seperti ini, tubuhku menegang beberapa saat lamanya
hingga akhirnya lemas seperti tak bertulang. Tohir sendiri menyusulku
tak lama kemudian, dia menggeram dan makin mempercepat
genjotannya. Kemudian dengan nafas masih memburu dia mencabut
penisnya dariku dan membalikkan tubuhku. Spermanya muncrat
dengan derasnya dan berceceran di sekujur dada dan perutku, hangat
dan kental dengan baunya yang khas.
Tubuh kami tergolek lemas bersebelahan. Aku memejamkan mata dan
mengatur nafas sambil merenungkan dalam-dalam kegilaan yang baru
saja kami lakukan, sebuah hubungan terlarang antara seorang gadis
dari keluarga kaya dan terpelajar yang cantik dan terawat dengan
sopirnya sendiri yang kasar dan berbeda kelas sosial. Hari-hari
berikutnya aku jadi semakin kecanduan seks, terutama seks liar seperti
ini, dimana tubuhku dipakai orang-orang kasar seperti Tohir, dari
situlah aku merasakan sensasinya. Sebenarnya aku pernah ingin
berhenti tetapi aku tidak bisa meredam libidoku yang tinggi, jadi ya
kujalani saja apa adanya. Untuk mengimbanginya aku rutin merawat
diriku sendiri dengan fitness, olahraga, mandi susu, sauna, juga
mengecek jadwal suburku secara teratur. Dua bulan ke depan Tohir
terus memperlakukanku seperti budak seksnya sampai akhirnya dia
mengundurkan diri untuk menemani istrinya yang menjadi TKW di
Timur Tengah. Lega juga aku bisa lepas dari cengkeramannya, tapi
terkadang aku merasa rindu akan keperkasaannya, dan hal ini lah yang
mendorongku untuk mencoba berbagai jenis penis hingga kini.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.