Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 10: Kegilaan di Lift Kampus

Kegilaan di Lift Kampus
Pengalamanku yang satu ini terjadi ketika masih kuliah semester
empat, kira-kira empat tahun yang lalu. Waktu itu aku harus
mengambil sebuah mata kuliah umum yang belum kuambil, yaitu
kewiraan. Kebetulan waktu itu aku kebagian kelas dengan fakultas
sipil, agak jauh dari gedung fakultasku, di sana mahasiswanya
mayoritas cowok pribumi, ceweknya cuma enam orang termasuk aku.
Tak heran aku sering menjadi pusat perhatian cowok-cowok di sana,
beberapa bahkan sering curi-curi pandang mengintip tubuhku kalau
aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku sih sudah terbiasa
dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih lagi aku juga
cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.
Hari itu mata kuliah yang bersangkutan ada kuliah tambahan karena
dosennya beberapa kali tidak masuk akibat sibuk dengan kuliah S3-
nya. Kuliah diadakan pada jam lima sore. Seperti biasa kalau kuliah
tambahan pada jam-jam seperti ini waktunya lebih cepat, satu jam
saja sudah bubar. Namun bagaimanapun saat itu langit sudah gelap
hingga di kampus hampir tidak ada lagi mahasiswa yang nongkrong.
Keluar dari kelas aku terlebih dulu ke toilet yang hanya berjarak empat
ruangan dari kelas ini untuk buang air kecil sejenak, serem juga nih
sendirian di WC kampus malam-malam begini, tapi aku segera menepis
segala bayangan menakutkan itu. Setelah cuci tangan aku buru-buru
keluar menuju lift (di tingkat lima). Ketika menunggu lift aku terkejut
karena ada yang menyapa dari belakang. Ternyata mereka adalah tiga
orang mahasiswa yang juga sekelas denganku tadi, yang tadi
menyapaku aku tahu orangnya karena pernah duduk di sebelahku dan
mengobrol sewaktu kuliah, namanya Adi, tubuhnya kurus tinggi dan
berambut jabrik, mukanya jauh dari tampan dengan bibir tebal dan
mata besar. Sedangkan yang dua lagi aku tidak ingat namanya, cuma
tahu tampang, belakangan aku tahu yang rambutnya gondrong dikuncir
itu namanya Syaiful dan satunya lagi yang mukanya mirip Arab itu
namanya Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar dibandingkan Adi dan
Syaiful yang lebih mirip pemakai narkoba.
"Kok baru turun sekarang Ci?" sapa Adi berbasa-basi.
"Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?" jawabku.
"Biasalah, ngerokok dulu bentar" jawabnya.
Lift terbuka dan kami masuk bersama, mereka berdiri mengelilingiku
seperti mengepungku hingga jantungku jadi deg-degan merasakan
mata mereka memperhatikan tubuhku yang terbungkus rok putih dari
bahan katun yang menggantung di atas lutut serta kaos pink dengan
aksen putih tanpa lengan. Walau demikian, terus terang gairahku
terpicu juga dengan suasana di ruangan kecil dan dengan dikelilingi
para pria seperti ini hingga rasa panas mulai menjalari tubuhku.
"Langsung pulang Ci?" tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.
"Hemm" jawabku singkat dengan anggukan kepala.
"Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?" si Adi
menimpali.
"Ya gitulah, paling nonton di rumah" jawabku lagi.
"Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!"
sahut Syaiful.
"Eh.. Buat apa?" tanyaku lagi.
Sebelum ada jawaban, aku telah dikagetkan oleh sepasang tangan
yang memelukku dari belakang dan seperti sudah diberi aba-aba, Rois
yang berdiri dekat tombol lift menekan sebuah tombol sehingga lift
yang sedang menuju tingkat dua itu terhenti. Tas jinjingku sampai
terlepas dari tanganku karena terkejut.
"Heh.. Ngapain lu orang?" ujarku panik dengan sedikit rontaan.
"Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah
seharian gini!" ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
"Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini,
lu bantu hibur kita dong" timpal Rois.
Srr.. Sesosok tangan menggerayang masuk ke dalam rok miniku. Aku
tersentak ketika tangan itu menjamah pangkal pahaku lalu mulai
menggosok-gosoknya dari luar.
"Eengghh.. Kurang ajar!" ujarku lemah. Aku sendiri sebenarnya
menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura jual mahal untuk
menaikkan derajatku di depan mereka.
Mereka menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah
terangsang. Rambutku yang dikuncir memudahkan Adi menciumi leher,
telinga dan tengkukku dengan ganas sehingga birahiku naik dengan
cepat. Rois yang tadinya cuma meremasi dadaku dari luar kini mulai
menyingkap kaosku lalu cup bra-ku yang kanan dia turunkan, maka
menyembullah payudara kananku yang nampak lebih mencuat karena
masih disangga bra. Diletakkannya telapak tangannya di sana dan
meremasnya pelan, kemudian kepalanya mulai merunduk dan lidahnya
kurasakan menyentuh putingku.
Sambil menyusu, tangannya aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa
kusadari, celana dalamku kini telah merosot hingga ke lutut, pantat
dan kemaluanku terbuka sudah. Jari-jari Syaiful sudah memasuki
vaginaku dan menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku menggelinjang
dan mendesah saat jarinya menemukan klitorisku dan menggesek-
gesekkan jarinya pada daging kecil itu.
Aku merasakan sensasi geli yang luar biasa sehingga pahaku merapat
mengapit tangan Syaiful. Rasa geli itu juga kurasakan pada telingaku
yang sedang dijilati Adi, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku
merinding. Tangannya menjalar ke dadaku dan mengeluarkan
payudaraku yang satu lagi. Diremasinya payudara itu dan putingnya
dipilin-pilin, kadang dipencet atau digesek-gesekkan dengan jarinya
hingga menyebabkan benda itu semakin membengkak. Tubuhku serasa
lemas tak berdaya, pasrah membiarkan mereka menjarah tubuhku.
Melihatku semakin pasrah, mereka semakin menjadi-jadi. Kini Rois
memagut bibirku, bibir tebal itu menyedot-nyedot bibirku yang mungil,
lidahnya masuk ke mulutku dan menjilati rongga di dalamnya, kubalas
dengan menggerakkan lidahku sehingga lidah kami saling jilat, saling
hisap, sementara tangannya sudah meremas bongkahan pantatku,
kadang jari-jarinya menekan anusku. Tonjolan keras di balik celana
Adi terasa menekan pantatku. Secara refleks aku menggerakkan
tanganku ke belakang dan meraba-raba tonjolan yang masih
terbungkus celana itu.
Payudara kananku yang sudah ditinggalkan Rois jadi basah dan
meninggalkan bekas gigitan kini beralih ke tangan Adi, dia kelihatan
senang sekali memainkan putingku yang sensitif, setiap kali dia pencet
benda itu dengan agak keras tubuhku menggelinjang disertai desahan.
Si Syaiful malah sudah membuka celananya dan mengeluarkan
penisnya yang sudah tegang. Masih sambil berciuman, kugerakkan
mataku memperhatikan miliknya yang panjang dan berwarna gelap tapi
diameternya tidak besar, ya sesuailah dengan badannya yang
kerempeng itu.
Diraihnya tanganku yang sedang meraba selangkangan Adi ke
penisnya, kugenggam benda itu dan kurasakan getarannya, satu
genggamanku tidak cukup menyelubungi benda itu, jadi ukurannya
kira-kira dua genggaman tanganku.
"Ini aja Ci, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!"
pintanya.
"Ahh.. Eemmhh!" desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas
cumbuannya.
"Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!" ujar Rois sambil membuka
celananya.
Wow, sepertinya dia memang ada darah Arab, soalnya ukurannya bisa
dibilang menakjubkan, panjang sih tidak beda jauh dari Syaiful tapi
yang ini lebih berurat dan lebar, dengan ujungnya yang disunat hingga
menyerupai helm tentara. Jantungku jadi tambah berdegup
membayangkan akan ditusuk olehnya, berani taruhan punya si Adi juga
pasti kalah darinya.
Adi melepaskan dekapannya padaku untuk membuka celana, saat itu
Rois menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku pun berlutut
karena kakiku memang sudah lemas, kedua penis tersebut bagaikan
pistol yang ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang malah
tiga, karena Adi juga sudah mengeluarkan miliknya. Benar kan, milik
Rois memang paling besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih
berisi daripada Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan
senjata yang mengarah ke wajahku.
"Ayo Ci, jilat, siapa dulu yang mau lu servis"
"Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!"
"Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!"
Demikian mereka saling menawarkan penisnya untuk mendapat servis
dariku seperti sedang kampanye saja, mereka menepuk-nepuk miliknya
pada wajah, hidung, dan bibirku sampai aku kewalahan menentukan
pilihan.
"Aduh.. Iya-iya sabar dong, semua pasti kebagian.. Kalo gini terus gua
juga bingung dong!" kataku sewot sambil menepis senjata mereka dari
mukaku.
"Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis
kan?" kata Syaiful.
Setelah kutimbang-timbang, tangan kiriku meraih penis Syaiful dan
yang kanan meraih milik Rois lalu memasukkannya pelan-pelan ke
mulut.
"Weh.. Sialan lu, gua cuma kebagian tangannya aja!" gerutu Syaiful
pada Rois yang hanya ditanggapinya dengan nyengir tanda
kemenangan.
"Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!" Adi protes karena merasa
diabaikan olehku.
Sebenarnya bukan mengabaikan, tapi aku harus memakai tangan
kananku untuk menuntun penis Rois ke mulutku, setelah itu barulah
kugerakkan tanganku meraih penis Adi untuk menenangkannya. Kini
tiga penis kukocok sekaligus, dua dengan tangan, satu dengan mulut.
Lima belas menit lewat sudah, aku ganti mengoral Adi dan Rois kini
menerima tanganku. Tak lama kemudian, Syaiful yang ingin mendapat
kenikmatan lebih dalam melepaskan kocokanku dan pindah berlutut di
belakangku. Kaitan bra-ku dibukanya sehingga bra tanpa tali pundak
itu terlepas, begitu juga celana dalam hitamku yang masih tersangkut
di kaki ditariknya lepas. Lima menit kemudian tangannya
menggerayangi payudara dan vaginaku sambil menjilati leherku dengan
lidahnya yang panas dan kasar. Pantatku dia angkat sedikit sampai
agak menungging.
Kemudian aku menggeliat ketika kurasakan hangat pada liang
vaginaku. Penis Syaiful telah menyentuh vaginaku yang basah, dia
tidak memasukkan semuanya, cuma sebagian dari kepalanya saja yang
digeseknya pada bibir vaginaku sehingga menimbulkan sensasi geli
saat kepalanya menyentuh klitorisku.
"Uhh.. Nakal yah lu!" kataku sambil menengok ke belakang.
"Aahh..!" jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful
mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam
vaginaku.
Dengan tangan mencengkeram payudaraku, dia mulai menggenjot
tubuhku, penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang
bergerinjal-gerinjal. Aku tidak bisa tidak mengerang setiap kali dia
menyodokku.
"Hei Ci, yang gua jangan ditinggalin nih" sahut Adi seraya menjejalkan
penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.
Aku semakin bersemangat mengoral penis Adi sambil menikmati
sodokan-sodokan Syaiful, penis itu kuhisap kuat, sesekali lidahku
menjilati 'helm'nya. Jurusku ini membuat Adi blingsatan tak karuan
sampai dia menekan-nekan kepalaku ke selangkangannya. Kocokanku
terhadap Rois juga semakin dahsyat hingga desahan ketiga pria ini
memenuhi ruangan lift.
Teknik oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti
membengkak dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas
rambutku..
"Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!"
Muncratlah cairan kental itu di mulutku yang langsung kujilati dengan
rakusnya. Keluarnya banyak sekali sehingga aku harus buru-buru
menelannya agar tidak tumpah. Setelah lepas dari mulutku pun aku
masih menjilati sisa sperma pada batangnya. Rois memintaku agar
menurunkan frekuensi kocokanku.
"Gak usah buru-buru.." demikian katanya.
"Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!" kata
Rois pada Syaiful.
"Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!" jawab Syaiful
dengan terengah-engah.
Genjotan Syaiful semakin kencang, nafasnya pun semakin memburu
menandakan bahwa dia akan orgasme. Kami mengatur tempo genjotan
agar bisa keluar bersama.
"Uhh.. Uhh.. Udah mau Ci, boleh di dalam gak?" tanyanya.
"Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!" desahku bersamaan dengan
klimaks yang menerpa.
"Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin
memeknya!" tegur Adi.
Syaiful menyusul tak sampai semenit kemudian dengan meremas
kencang payudaraku hingga membuatku merintih, kemudian dia
mencabut penisnya dan menumpahkan isinya ke punggungku.
"Ok, next please" Syaiful mempersilakan giliran berikut.
Adi langsung menyambut tubuhku dan memapahku berdiri.
Disandarkannya punggungku pada dinding lift lalu dia mencium
bibirku dengan lembut sambil tangannya menelusuri lekuk-lekuk
tubuhku, kami ber-french kiss dengan panasnya. Serangan Adi mulai
turun ke payudaraku, tapi cuma dia kulum sebentar, lalu dia turun lagi
hingga berjongkok di depan vaginaku. Gesper dan resleting rokku dia
lucuti hingga rok itu merosot jatuh. Dia menatap dan mengendusi
vaginaku yang tertutup rambut lebat itu, tangan kanannya mulai
mengelusi kemaluanku sambil mengangkat paha kiriku ke bahunya.
Jari-jarinya mengorek liang vaginaku hingga mengenai klitoris dan G-
spotku.
"Sshh.. Di.. Oohh.. Aahh!!" desisku sambil meremas rambutnya ketika
lidahnya mulai menyentuh bibir vaginaku.
Aku mengigit-gigit bibir menikmati jilatan Adi pada vaginaku, lidahnya
bergerak-gerak seperti ular di dalam vaginaku, daging kecil sensitifku
juga tidak luput dari sapuan lidah itu, kadang diselingi dengan
hisapan. Hal ini membuat tubuhku menggeliat-geliat, mataku terpejam
menghayati permainan ini. Tiba-tiba kurasakan sebuah gigitan pelan
pada puting kiriku, mataku membuka dan menemukan kepala Syaiful
sudah menempel di sana sedang mengenyot payudaraku. Rois berdiri
di sebelah kananku sambil meremas payudaraku yang satunya.
"Ci, toked lu gede banget sih, ukuran BH-nya berapa nih?" tanyanya.
"Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!" jawabku sambil mendesah.
"Udah ada pacar lo Ci?" tanyanya lagi.
Aku hanya menggeleng dengan badan makin menggeliat karena saat
itu lidah Adi dengan liar menyentil-nyentil klitorisku. Sensasi ini
ditambah lagi dengan Rois yang menyapukan lidahnya yang tebal ke
leher jenjangku dan mengelusi pantatku. Sebelum sempat mencapai
klimaks, Adi berhenti menjilat vaginaku. Dia mulai berdiri dan
menyuruh kedua temannya menyingkir dulu.
"Minggir dulu jek.. Gua mo nyoblos nih! Walah.. Nih toked jadi bau
jigong lu gini Ful!" omelnya pada Syaiful yang hanya ditanggapi
dengan seringainya yang mirip kuda nyengir.
Paha kiriku diangkat hingga pinggang, lalu dia menempelkan kepala
penisnya pada bibir vaginaku dan mendorongnya masuk perlahan-
lahan.
"Ooh.. Di.. Aahh.. Ahh!" desahku dengan memeluk erat tubuhnya saat
dia melakukan penetrasi.
"Aakkhh.. Yahud banget memek lu Ci.. Seret-seret basah!"
Kemudian Adi mulai memompa tubuhku, rasanya sungguh sulit
dilukiskan. Penis kokoh itu menyodok-nyodokku dengan brutal sampai
tubuhku terlonjak-lonjak, keringat yang bercucuran di tubuhku
membasahi dinding lift di belakangku. Eranganku kadang teredam oleh
lumatan bibirnya terhadapku. Senjatanya keluar-masuk berkali-kali
hingga membuat mataku merem-melek merasakan sodokan yang
nikmat itu. Aku pun ikut maju mundur merespons serangannya. Saat
itu kedua temannya hanya menonton sambil memegangi senjata
masing-masing, mereka juga menyoraki Adi yang sedang
menggenjotku seolah memberi semangat.
Sementara dia berpacu di antara kedua pahaku, aku mulai merasakan
klimaks yang akan kembali menerpa. Tubuhku bergetar hebat,
pelukanku terhadapnya juga semakin erat. Akhirnya keluarlah desahan
panjang dari mulutku bersamaan dengan melelehnya cairan
kewanitaanku lebih banyak daripada sebelumnya. Namun dia masih
bersemangat menggenjotku, bahkan bertambah kencang dan
bertenaga, nafasnya yang menderu-deru menerpa wajahku.
"Uuhh.. Uuh.. Ci.. Yeeahh.. Hampir!" geramnya di dekat wajahku.
Tubuhnya berkelojotan diiringi desahan panjang, kemudian ditariknya
penisnya lepas dari vaginaku dan menyemprotlah isinya di perutku.
Dia pun lalu ambruk ke depanku sambil memagut bibirku mesra.
Karena Adi melepaskan pegangannya terhadapku, pelan-pelan tubuhku
merosot hingga terduduk bagai tak bertulang, begitu pun dengannya
yang bersandar di lift dengan nafas ngos-ngosan. Aku meminta Syaiful
mengambilkan tissue dari tasku, aku lalu menyeka keringat di
keningku juga ceceran sperma pada perutku sambil menjilat jari-jariku
untuk mendapatkan ceceran sperma itu. Hingga kini pakaian yang
masih tersisa di tubuhku cuma sepatu dan kaos yang telah tergulung
ke atas.
Tenggang waktu ke babak berikutnya kurang dari lima menit, Rois
setelah meminta ijin dahulu, memegangi kedua pergelangan kakiku
dan membentangkannya. Ditatapnya sebentar lubang merah merekah di
tengah bulu-bulu hitam itu, kedua temannya juga ikut memandangi
daerah itu.
"Ayo dong.. Pada liatin apa sih, malu ah!" kataku dengan memalingkan
muka karena merasa risi dipelototi bagian ituku, namun sesungguhnya
aku malah menikmati menjadi objek seks mereka.
"Hehehe.. Malu apa mau nih!" ujar Syaiful yang berjongkok di
sebelahku sambil mencubit putingku.
"Lu udah gak virgin sejak kapan Ci? Kok memeknya masih OK?" tanya
Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.
"Enam belas, waktu SMA dulu" jawabku.
Kami ngobrol-ngobrol sejenak diselingi senda gurau hingga akhirnya
aku meminta lagi karena gairahku sudah kembali, ini dipercepat oleh
tangan-tangan mereka yang selalu merangsang titik-titik sensitifku.
Rois menarikku sedikit ke depan mendekatkan penisnya pada vaginaku
lalu mengarahkan benda itu pada sasarannya. Uuh.. Vaginaku benar-
benar terasa sesak dan penuh dijejali oleh penisnya yang perkasa itu.
Cairan vaginaku melicinkan jalan masuk baginya.
"Aa.. aadduhh, pelan-pelan dong!" aku mendesah lirih sewaktu Rois
mendorong agak kasar. Sambil menggeram-geram, dia memasukkan
penisnya sedikit demi sedikit hingga terbenam seluruhnya dalam
vaginaku.
"Eengghh.. Ketat abis, memek Cina emang sipp!" ceracaunya.
Dia menggenjot tubuhku dengan liar, semakin tinggi tempo
permainannya, semakin aku dibuatnya kesetanan. Sementara Syaiful
sedang asyik bertukar ludah denganku, lidahku saling jilat dengan
lidahnya yang ditindik, tanganku menggenggam penisnya dan
mengocoknya. Sebuah tangan meraih payudaraku dan meremasnya
lembut, ternyata si Adi yang berlutut di sebelahku.
"Bersihin dong Ci, masih ada sisa tadi!" pintanya dengan menyodorkan
penisnya ke mulutku saat mulut Syaiful berpindah ke leherku.
Serta merta kuraih penis itu, hhmm, masih lengket-lengket bekas
persenggamaan barusan, kupakai lidahku menyapu batangnya, setelah
beberapa jilatan baru kumasukkan ke mulut, aku dapat melihat ekspresi
kenikmatan pada wajahnya akibat teknik oralku.
Tak lama kemudian, Syaiful berkelojotan dan bergumam tak jelas,
sepertinya dia akan klimaks. Melihat reaksinya kupercepat kocokanku
hingga akhirnya cret.. cret.. Spermanya berhamburan mendarat di
sekitar dada dan perutku, tanganku juga jadi belepotan cairan seperti
susu kental itu. Saat itu aku masih menikmati sodokan Rois sambil
mengulum penis Adi.
Kemudian Adi mengajak berganti posisi, aku dimintanya berposisi
doggy, Rois dari belakang kembali menusuk vaginaku dan dari
depanku Adi menjejalkan penisnya ke mulutku. Kulumanku membuat
Adi berkelojotan sambil meremas-remas rambutku sampai ikat
rambutku terlepas dan terurailah rambutku yang sebahu itu. Penis itu
bergerak keluar-masuk semakin cepat karena vaginaku juga sudah
basah sekali.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian muncratlah sperma Adi
memenuhi mulutku, karena saat itu genjotan Rois bertambah ganas,
hisapanku sedikit buyar sehingga cairan itu tumpah sebagian meleleh
di pinggir bibirku. Setelah Adi melepas penisnya, aku bisa lebih fokus
melayani Rois, aku ikut menggoyang pinggulku sehingga sodokannya
lebih dalam.
Bunyi 'plok-plok-plok' terdengar dari hentakan selangkangan Rois
dengan pantatku. Mulutku terus mengeluarkan desahan-desahan
nikmat, sampai beberapa menit kemudian tubuhku mengejang hebat
yang menandakan orgasmeku. Kepalaku menengadah dan mataku
membeliak-beliak, sungguh fantastis kenikmatan yang diberikan
olehnya. Kontraksi otot-otot kemaluanku sewaktu orgasme
membuatnya merasa nikmat juga karena otot-otot itu semakin
menghimpit penisnya, hal ini menyebabkan goyangannya semakin liar
dan mempercepat orgasmenya. Dia mendengus-dengus berkelojotan
lalu tangannya menarik rambutku sambil mencabut penisnya.
"Aduh-duh, sakit.. Mau ngapain sih?" rintihku.
Dia tarik rambutku hingga aku berlutut dan disuruhnya aku membuka
mulut. Di depan wajahku dia kocok penisnya yang langsung
menyemburkan lahar putih. Semprotan itu membasahi wajahku
sekaligus memenuhi mulutku.
"Gila, banyak amat sih, sampai basah gini gua!" kataku sambil
menjilati penisnya melakukan cleaning service.
Setelah menuntaskan hasrat, Rois melepaskanku dan mundur
terhuyung-huyung sampai bersandar di pintu lift dimana tubuhnya
merosot turun hingga terduduk lemas. Dengan sisa-sisa tenaga aku
menyeret tubuhku ke tembok lift agar bisa duduk bersandar. Suasana
di dalam lift jadi panas dan pengap setelah terjadi pergulatan seru
barusan. Aku mengatur kembali nafasku yang putus-putus sambil
menjilati sperma yang masih belepotan di sekitar mulut, aku bisa
merasakan lendir hangat yang masih mengalir di selangkanganku.
Adi sudah memakai kembali celananya tapi masih terduduk lemas, dia
mengeluarkan sebotol aqua dari tas lusuhnya, Syaiful sedang
berjongkok sambil menghisap rokok, dia belum memakai celananya
sehingga batang kemaluannya yang mulai layu itu dapat terlihat
olehku, Rois masih ngos-ngosan dan meminta Adi membagi
minumannya. Setelah minum beberapa teguk, Rois menawarkan botol
itu padaku yang juga langsung kuraih dan kuminum. Kuteteskan
beberapa tetes air pada tissue untuk melap wajahku yang belepotan.
Kami ngobrol-ngobrol ringan dan bertukar nomor HP sambil
memulihkan tenaga. Aku mulai memunguti pakaianku yang tercecer.
Setelah berpakaian lengkap dan mengucir kembali rambutku, kami
bersiap-siap pulang. Adi menekan tombol lift dan lift kembali meluncur
ke bawah. Lantai dasar sudah sepi dan gelap, jam sudah hampir
menunjukkan pukul tujuh. Lega rasanya bisa menghirup udara segar
lagi setelah keluar gedung ini, kami pun berpisah di depan gedung
sipil, mereka keluar lewat gerbang samping dan aku ke tempat parkir.
Dalam perjalanan pulang, aku tersenyum-senyum sendiri sambil
mendengar alunan musik dari CD-player di mobilku, masih terngiang-
ngiang di kepalaku kegilaan yang baru saja terjadi di lift kampus.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.