Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 8 : Montir-montir Perkasa

Montir-montir Perkasa
Hari itu, sekitar jam tiga sore aku bersama sepupuku, Ellen baru saja
sampai di rumahnya setelah jalan-jalan di mall. Setengah jam kami
disana nonton VCD sampai pacarnya yang bernama Winston datang.
Memang sih hari itu aku bermain ke sini agar bisa sekalian sorenya
mengambil mobilku yang sedang di service rutin di sebuah bengkel di
daerah Jakarta Timur yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah
Ellen. Pas sekali saat itu Winston datang untuk nge-date jadi aku bisa
ikut menumpang diantar ke bengkel itu. Kamipun berangkat dari
rumahnya dengan mobil BMW-nya Winston. Walaupun tidak terlalu
jauh namun kami sedikit terjebak macet karena saat itu jam bubaran.
Yang kukhawatirkan adalah takutnya bengkelnya keburu tutup, kalau
begitu kan aku mau tidak mau harus tetap menumpang pada Winston
padahal mereka mau pergi nonton dan aku tidak mau mengganggu
kebersamaan mereka. Akhirnya tiba juga kami di bengkel itu tepat
ketika akan tutup.
"Wah...udah mau tutup tuh Ci, mendingan cepetan lari turun, siapa tau
masih keburu" kata Ellen.
"Tanyain dulu Ci, kita tunggu lu di sini, kalau ternyata belum bisa
ambil lu ikut kita jalan aja" Winston memberi saran.
Akupun segera turun dan setengah berlari ke arah pegawai yang
sedang mendorong pintu.
"Mas...mas tunggu, jangan ditutup dulu, saya mau ngambil mobil saya
yang Hyundai warna merah yang dititip kemarin Selasa itu loh !"
kataku dengan terburu-buru.
"Tapi kita udah mau tutup non, kalau mau besok balik aja lagi"
katanya
"Ayo dong, mas katanya di telepon tadi udah bisa diambil, tolong
dong bentar aja yah, saya sudah kesini jauh-jauh nih !" desakku
"Ada apa nih, Kos, kok malah ngobrol" kata seorang pria yang muncul
dari samping belakangnya.
Kebetulan sekali pria itu adalah montir yang menangani mobilku ketika
aku membawa mobil itu ke sini, orangnya tinggi dan agak gemuk
dengan rambut gaya tentara, usianya sekitar awal empat puluh,
belakangan kuketahui bernama Fauzan, agaknya dia tergolong montir
yang cukup senior di sini.
Akupun lalu mengutarakan maksud kedatanganku ke sini untuk
mengambil mobilku itu padanya. Awalnya sih dia juga menyuruhku
kembali lagi besok karena bengkel sudah tutup, tapi karena terus
kubujuk dan kujanjikan bonus uang rokok akhirnya dia menyerah juga
dan mempersilakanku masuk menunggu di dalam. Sebenarnya sih
kalau bengkelnya dekat dengan rumahku aku juga bisa saja kembali
besok, tapi masalahnya letak tempat ini cukup jauh dari rumahku dan
macet pula, kan BT banget kalau harus dua kali jalan. Aku
melambaikan tangan ke arah Ellen dan Winston yang menunggu di
mobil pertanda masalah sudah beres dan mereka boleh pergi,
merekapun membalas lambaianku dan mobil itu berjalan
meninggalkanku. Pak Fauzan menjelaskan padaku tentang kondisi
mobilku, dia bilang bahwa semuanya ok-ok saja, kecuali ada sebuah
onderdil di bagian bawah mobil yang sebentar lagi tidak layak pakai
karena sudah banyak berkarat (sory...aku tidak mengerti otomotif selain
menggunakannya, sampai lupa nama onderdil itu). Karena memikirkan
kenyamanan jangka panjang, aku menanyakan kalau bagian itu diganti
sekarang memakan waktu lama tidak, ongkos sih tidak masalah.
Setelah berpikir sesaat dia pun mengiyakannya dan menyuruhku duduk
menunggu.
Sejumlah pegawai dan kasir wanita sudah berjalan ke pintu keluar
meninggalkan tempat ini. Di ruangan yang cukup luas ini tinggallah
aku dengan Pak Fauzan serta beberapa montir yang sedang
menyelesaikan pekerjaan yang tanggung. Seluruhnya ada empat orang
di ruangan ini termasuk aku yang satu-satunya wanita.
"Masih banyak kerjaannya ya Mas ?" tanyaku iseng-iseng pada montir
brewok di dekatku yang sedang mengotak-atik mesin depan sebuah
Kijang.
"Dikit lagi kok Non, makannya mending diselesaikan sekarang biar
besoknya lebih santai" jawabnya sambil terus bekerja.
Tidak jauh dari tempat dudukku Pak Fauzan sedang berjongkok di
sebelah mobilku dan di sebelahnya seorang rekannya yang cuma
kelihatan kakinya sedang berbaring mengerjakan perkerjaannya di
kolong mobil. Ternyata pekerjaan itu lama juga selesainya, seperempat
jam sudah aku menunggu. Melihat situasi seperti ini, timbullah pikiran
isengku untuk menggoda mereka. Hari itu aku memakai kaos ketat
oranye berlengan panjang yang dadanya agak rendah, lekuk tubuhku
tercetak oleh pakaian seperti itu, bawahnya aku memakai rok hitam
yang menggantung beberapa senti di atas lutut. Maka bukanlah hal
yang aneh kalau para pria itu di tengah kesibukannya sering mencuri-
curi pandang ke arahku, apalagi sesekali aku sengaja menyilangkan
kakiku.
Aku berjalan ke arah mobilku dan bertanya pada Pak Fauzan:
"Masih lama ya Pak ?"
"Hampir Non, ini yang susah tuh melepas yang lamanya, habis sudah
berkarat, sebenarnya sih pasangnya gampang saja, bentar lagi juga
beres kok"
"Perlu saya bantuin gak ? Bosen daritadi nunggu terus" tanyaku sambil
dengan sengaja berjongkok di hadapannya dengan lutut kiri bertumpu
di lantai sehingga otomatis paha putih mulusku tersingkap kemana-
mana dan celana dalam merahku juga terlihat jelas olehnya.
Dia terlihat gugup dan matanya tertumbuk ke bawah rokku yang
kelihatan karena posisi jongkokku. Aku yakin burungnya pasti sudah
terbangun dan memberontak ingin lepas dari sangkarnya. Namun aku
bersikap biasa saja seolah tidak mengetahui sedang diintip.
"Oohh...ngga....ngga kok Non" jawabnya terbata-bata.
"Hhoii...obeng kembang dong" sahut montir yang dari dalam sambil
mendorong kursi berbaringnya keluar dari kolong.
Begitu keluar diapun ikut terperangah dengan pemandangan indah di
atas wajahnya itu. Keduanya bengong menatapku tanpa berkedip
"Kenapa ? kok bengong ? liatin apa hayo...?" godaku dengan tersenyum
nakal.
Kemudian kuraih tangan si montir yang sedang berbaring itu dan
kuletakkan di paha mulusku, memang sih tangannya kotor karena
sedang bekerja tapi saat itu sudah tidak terpikir hal itu lagi. Tanpa
harus disuruh lagi tangan kasar itu sudah bergerak dengan sendirinya
mengelus pahaku hingga sampai di pangkalnya, disana dia tekankan
dua jarinya di bagian tengah kemaluanku yang masih tertutup CD.
"Ooohhh..." desahku merasakan remasan pada kemaluanku.
Pak Fauzan menyuruhku berdiri dan didekapnya tubuhku serta
langsung menempelkan bibirnya yang tebal dan kasar pada bibir
mungilku. Tangannya mengangkat rokku dan menyusup ke dalam
celana dalamku. Temannya tidak mau ketinggalan, setelah dia
mengelap tangannya dia dekap aku dari belakang dan mulai menciumi
leher jenjangku, hembusan nafas dan lidahnya yang menggelikitik
membuat birahiku semakin naik. Payudaraku yang masih tertutup baju
diremasi dari belakang, tak lama kemudian kaos Mango-ku beserta
bra-ku sudah disingkap ke atas. Kedua belah payudaraku digerayangi
dengan gemas, putingnya terasa makin mengeras karena terus
dipencet-pencet dan dipilin-pilin.
"Hei, ngapain tuh, kok ga ngajak-ngajak !" seru si montir brewok yang
memergoki kami sedang berasyik-masyuk.
Montir di belakangku melambai dan memanggil si brewok untuk ikut
menikmati tubuhku. Si brewok pun dengan girang menghampiri kami
sambil mempreteli kancing baju montirnya, kurang dari selangkah di
dekatku dia membuka seluruh pakaiannya.
Wow...bodynya padat berisi dengan dada bidang berbulu dan bulunya
turun saling menyambung dengan bulu kemaluannya. Dan yang lebih
membuatku terpesona adalah bagian yang mengacung tegak di bawah
perutnya, pasti tak terlukiskan rasanya ditusuk benda sebesar pisang
raja itu, warnanya hitam dengan kepala penis kemerahan. Dia
berjongkok di depanku dan memelorotkan rok dan celana dalamku.
"Wah, asyik jembutnya item lebat banget, gua paling suka memek kaya
gini" si brewok mengomentari vaginaku.
Pak Fauzan dan temannya pun mulai melepasi pakaiannya masing-
masing hingga bugil. Terlihatlah batang-batang mereka yang sudah
menegang, namun aku tetap lebih suka milik si brewok karena nampak
lebih menggairahkan, milik Pak Fauzan juga besar dan berisi, namun
tidak terlalu berurat dan sekeras si brewok, sedangkan punya
temannya lumayan panjang, tapi biasa saja, standarnya pribumi
Indonesialah. Aku sendiri tinggal memakai kaos ketat dan bra-ku yang
sudah tersingkap.
Kaki kiriku diangkat ke bahu si brewok yang berjongkok sambil
melumat vaginaku. Teman Pak Fauzan yang dipanggil 'Zul' itu
menopang tubuhku dengan mendekap dari belakang, tangannya terus
beraktivitas meremas payudara dan pantatku sambil memainkan
lidahnya di lubang telingaku. Pak Fauzan sendiri kini sedang menetek
dari payudara kananku. Aku menggelinjang dahsyat dan mendesah tak
karuan diserbu dari berbagai arah seperti itu. Tanganku menggenggam
penis Pak Fauzan dan mengocoknya perlahan.
"Oookkhh...jangan terlalu keras" rintihku sambil meringis ketika Pak
Fauzan dengan gemas menggigiti putingku dan menariknya dengan
mulut, secara refleks tanganku menjambak pelan rambutnya.
Sementara si brewok di bawah sana menyedoti dalam-dalam vaginaku
seolah mau ditelan. Dia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku
sehingga memberi sensasi geli yang luar biasa padaku, klitorisku juga
dia gigit pelan dan digelikitik dengan lidahnya. Pokoknya sangat sulit
dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu, jauh lebih
nikmat dari mabuk anggur manis. Aku menengokkan wajah ke samping
untuk menyambut Zul yang mau melumat mulutku. Lihai juga dia
berciuman, lidahnya menjilati lidahku dan menelusuri rongga mulutku,
nafasku seperti mau habis rasanya.
Kemudian mereka membaringkanku di kursi untuk berbaring di kolong
mobil itu (whateverlah namanya aku tidak tahu nama barang itu ^_^;).
Zul langsung mengambil posisi di selangkanganku, tapi segera
dicegah oleh Pak Fauzan yang menginginkan jatah lubang lebih dulu.
Setelah dibujuk-bujuk Zul pun akhirnya mengalah dari Pak Fauzan
yang lebih senior itu. Sebagai gantinya dia mengambil posisi di dekat
kepalaku dan menyodorkan penisnya padaku. Kumulai dengan menjilati
batang itu hingga basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sambil
mengocok batangnya. Walaupun agak bau tapi aku sangat menikmati
oral seks itu, aku senang membuatnya mengerang nikmat ketika
kujilati lubang kencing dan kepala penisnya. Pak Fauzan yang sudah
selesai dengan pemanasan dengan menggesekkan penisnya pada bibir
vaginaku kini sudah mengarahkan penisnya ke liang senggamaku. Aku
menjerit kecit ketika benda itu menyeruak masuk dengan sedikit kasar,
selanjutnya dia menggenjotku dengan gerakan buas. Aku meresapi
setiap detil kenikmatan yang sedang menyelubungi tubuhku, semakin
bersemangat pula aku mengemut penis si Zul, kumainkan lidahku di
sekujur penis itu untuk menambah kenikmatan pemiliknya. Dia
mengerang keenakan atas perlakuanku yang memanjakan 'adik
kecil'nya. Rambutku diremas-remas sambil berkata :
"Oooh...terus Non, enak banget....yahhh !"
Tanganku yang lain tidak tinggal diam ikut mengocok punya si brewok
yang pada saat yang sama sedang melumat payudaraku. Dia sangat
menikmati setiap jengkal payudaraku, dia menghisapnya kuat-kuat
diselingi gigitan-gigitan yang meninggalkan jejak merah di kulitnya
yang putih. Sungguh kagum aku dengan penisnya dalam
genggamanku, yang benar-benar keras dan perkasa membuatku tidak
sabar ingin segera mencicipinya. Maka aku melepaskan emutanku pada
penis Zul dan berkata pada si brewok :
"Sini dong Mas, gua mau nyepong kontolnya !"
Si brewok langsung menggantikan Zul dan menyodorkan penisnya
padaku. Hmm...inilah yang kutunggu-tunggu, aku langsung membuka
lebar-lebar mulutku untuk memasukkan benda itu. Tentu saja tidak
muat seluruhnya di mulut mungilku malah terasa sesak. Si Zul
menggosok-gosokkan penisnya yang basah ke wajahku. Sambil dioral,
tangan si brewok yang kasar dan berbulu itu meremasi payudaraku
dengan brutal. Di sisi lain, Pak Fauzan melepaskan sepatu bersol
tinggi yang kupakai, lalu menaikkan kedua tungkaiku ke bahu kirinya,
sambil menggenjot dia juga menjilati betisku yang mulus. Aku benar-
benar terbuai oleh kenikmatan main keroyok seperti ini.
Tiba-tiba kami terhenti sejenak karena terdengar suara pintu di buka
dari dalam dan keluarlah seorang yang hanya memakai singlet dan
celana pendek, tubuhnya agak kurus dan berusia sepantaran dengan
Pak Fauzan dengan jenggot seperti kambing. Aku mencoba
mengingat-ingat orang ini, sepertinya pernah lihat sebelumnya,
ooohh...iya itu kan montir yang mendengar dan mencatat masalah yang
kuceritakan tentang mobilku ketika aku membawanya ke sini.
Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih basah dan acak-
acakan. Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang dia lihat
tapi kemudian dia mendekati kami
"Weleh-weleh...gua sibuk cuci baju di belakang, lu-lu malah pada
enak-enakan ngentot" katanya "lho, ini kan si Non cantik yang
mobilnya diservis itu !"
"Udah jangan banyak omong, mau ikutan ga !" kata si brewok padanya
Buru-buru si montir yang bernama Joni itu melepaskan celananya dan
kulihat penisnya bagus juga bentuknya, besar dengan otot yang
melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai sudah datang satu lagi,
tambah berat deh PR gua, demikian kataku dalam hati. Pak Joni
mengambil posisi di sebelah kananku, tangannya menjelajah kemana-
mana seakan takut tidak kebagian tempat. Payudara kananku dibetot
dan dilumat olehnya sampai terasa nyeri. Aku mengerang sejadi-
jadinya antara kesakitan dan kenikmatan, semakin lama semakin liar
dan tak terkendali.
Pak Fauzan dibawah sana makin mempercepat frekuensi genjotannya
pada vaginaku. Lama-lama aku tidak sanggup lagi menahan cairan
cintaku yang semakin membanjir. Di ambang puncak aku semakin
berkelejotan dan tanganku semakin kencang mengocok dua batang
penis di genggamanku yaitu milik Pak Joni dan Bang Zul. Zul juga
menggeram makin keras dan crot...crot...cairan putih kentalnya
menyemprot dan berceceran di wajah dan rambutku. Sementara otot-
otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan cairan cintaku pun tak
terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, tubuhku mengejang
hebat diiringi erangan panjang dari mulutku, tapi dia masih terus
menggenjotku hingga tubuhku melemas kembali. Setelah dia cabut
penisnya, diturunkannya juga kakiku.
"Gantian tuh, siapa mau memek ?" katanya
Si brewok langsung menggantikan posisinya, sebelumnya dia menjilati
dan menyedot cairan vaginaku dengan rakus bagaikan menyantap
semangka. Pak Fauzan menaiki dadaku dan menjepitkan penisnya yang
sudah licin diantara payudaraku. Dia memaju-mundurkannya seperti
yang dia lakukan terhadap vaginaku, tidak sampai lima menit,
spermanya muncrat ke muka dan dadaku, kaosku yang tergulung juga
ikut kecipratan cairan itu. Pak Fauzan mengelap spermanya yang
berceceran di dadaku sampai merata sehingga payudaraku nampak
mengkilap oleh cairan itu. Kujilati sperma di sekitar bibirku dengan
memutar lidah.
Si brewok minta ganti gaya, kali ini dia berbaring di kursi montir.
Tanpa diperintah aku menurunkan tubuhnya sambil membuka lebar
liang senggamaku dengan jari. Tanganku yang lain membimbing
batang itu memasuki liang itu. Aku menggigit bibir dan mendesis saat
penis itu mulai tertancap di vaginaku. Hingga akhirnya seluruh batang
itu tertelan oleh liang surgaku, rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri
dijejali benda sekeras dan sebesar itu, aku dapat merasakan urat-
uratnya yang menonjol itu bergesekan dengan dinding vaginaku. Aku
belum sempat beradaptasi, dia sudah menyentakkan pinggulnya ke
atas, secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi dia sentakkan
pinggulnya ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku naik-
turun. Mataku merem-melek dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk
saking nikmatnya. Kuraih penis Pak Joni di sebelah kiriku dan
kukulum dengan bernafsu, begitu juga dengan penis Pak Fauzan,
batang yang sedang kelelahan itu kukocok-kocok agar bertenaga lagi,
sisa-sisa spermanya kujilati hingga bersih. Kurasakan ada dua jari
memasuki anusku, mengoreki lalu bergerak keluar-masuk di sana, aku
menengok ke belakang ternyata pelakunya Bang Zul yang entah kapan
sudah di belakangku.
Mungkin karena ketagihan dikaraoke olehku, Pak Joni memegangi
kepalaku dan menekannya pada selangkangannya, lalu dia maju-
mundurkan pinggulnya seperti sedang bersenggama. Aku sempat
gelagapan dibuatnya, kepala penis itu pernah menyentuh tekakku
sampai hampir tersedak. Namun hal itu tidak mengurangi keaktifanku
menggoyang tubuhku dan mengocok penis Pak Fauzan dengan tangan
kiriku. Payudaraku yang ikut bergoyang naik-turun tidak pernah sepi
dari jamahan tangan-tangan kasar mereka. Sepertinya Bang Zul mau
main belakang karena dia melebarkan duburku dengan jarinya dan
sejenak kemudian aku merasakan benda tumpul yang tak lain kepala
penisnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga lubang senggamaku
penuh sudah terisi oleh tiga penis. Penis Pak Joni dalam mulutku
makin bergetar dan pemiliknya pun makin gencar menyodok-
nyodokkannya pada mulutku hingga akhirnya menyemprotkan
spermanya di mulutku. Belum habis semprotannya dia menarik keluar
benda itu (thank god, akhirnya bisa menghirup udara segar lagi)
sehingga sisanya menyemprot ke wajahku, wajahku yang sudah basah
oleh sperma Bang Zul dan Pak Fauzan jadi tambah belepotan oleh
spermanya yang lebih kental dari milik dua orang sebelumnya.
"Aahh...aahh...dikit lagi Bang !" desahku karena sudah akan klimaks lagi
Cairan cinta terasa terus mengucur membasahi rongga-rongga
kemaluanku bersamaan dengan penis si brewok yang terasa makin
membengkak dan sodokannya yang makin gencar. Otot-ototku
menegang dan desahan panjang keluar dari mulutku akibat orgasme
panjang bersama si brewok. Cairan hangat dan kental menyemprot
hampir semenit lamanya di dalam lubang vaginaku. Akhirnya tubuhku
kembali melemas dan jatuh telungkup di atas dada yang bidang
berbulu itu dengan penis masih menancap, sementara dari belakang
Bang Zul masih getol menyodomiku tanpa mempedulikan kondisiku
sampai dia menumpahkan spermanya di anusku lima menit kemudian.
Setelah beristirahat lima menit, Pak Fauzan mengangkat tubuhku
diatas kedua tangannya dan membawaku ke ruangan lain yang adalah
tempat pencucian mobil bersama teman-temannya.
"Eh, mau ngapain lagi kita nih Pak ?" tanyaku heran
"Kita mau mencuci Non dulu soalnya sudah lengket dan bau peju sih"
jawabnya sambil nyengir, kemudian memerintah si brewok untuk
menyiapkan selang air.
Pelan-pelan dia turunkan aku, tapi aku masih belum sanggup berdiri
karena masih lemas sekali, jadi aku hanya duduk bersimpuh saja di
lantai marmer itu.
"Bajunya dilepas aja Non biar nggak basah" katanya sambil
membantuku melepaskan kaosku yang tergulung.
Aku kini telah telanjang bulat, hanya jam tangan, anting, dan seuntai
kalung perak dengan leontin huruf C yang masih tersisa di tubuhku. Si
brewok menyalakan krannya dan mengarahkan selang itu padaku.
"Awww...dingin !" desahku manja merasakan dinginnya air yang
menyemprot padaku
Pak Joni melepaskan singletnya dan bersama dua orang lainnya
mendekati tubuhku yang masih disemprot si brewok, ketiganya
mengerubungi tubuhku sambil tertawa-tawa. Aku lalu diberdirikan dan
didekap mereka, tangan-tangan mereka menggosoki tubuhku untuk
membasuh ceceran sperma yang lengket di sekujur tubuhku seperti
sedang memolesi mobil dengan cairan pembersih.
Beberapa menit lamanya si brewok menyirami kami dengan air dingin
sehingga tubuh kami basah kuyup. Sesudah itu dia juga ikut
bergabung menggerayangiku. Pak Joni mendekapku dari depan,
setelah puas menciumi dan meremas payudaraku dia menaikkan kaki
kananku ke pingggangnya dan memasukkan penisnya ke vaginaku,
mereka mengerjaiku dalam posisi berdiri. Pak Fauzan merangkulku dari
belakang dan tak henti-hentinya mencupangi pundak, leher dan
tengukku. Bang Zul berjongkok meremasi dan menjilati pantat
montokku yang terangkat dengan gemasnya. Si brewok menggerayangi
payudaraku yang lain sambil menggelikitik telingaku dengan lidahnya.
Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan itu. Beberapa menit
kemudian Pak Joni klimaks dan menumpahkan spermanya di dalam
vaginaku. Ini masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku mereka
telentangkan di atas kap depan sebuah sedan berwarna silver metalik
dan kembali aku disemprot dengan selang air hingga semakin basah.
Bang Zul membentangkan pahaku dan menancapkan penisnya ke
vaginaku. Mungkin karena sudah terisi penuh, maka ketika penis itu
melesak ke dalamku, nampak sperma kental itu meluap keluar dari
sela-sela bibir vaginaku. Aku kembali orgasme yang kesekian kalinya,
tubuhku menggelinjang di atas kap mobil itu. Kemudian tak lama
kemudian dia pun mencabut penisnya dan menumpahkan isinya di
atas perut rataku. Akhirnya selesai juga mereka mengerjaiku, aku
terbaring lemas diatas kap, rasanya pegal sekali dan sedikit kedinginan
karena basah. Mereka juga sudah kecapean semua, ada yang duduk
mengatur nafas, ada juga yang mengelap badannya yang basah. Pak
Fauzan memberiku sebuah Aqua gelas dan handuk kering. Aku
menggerakkan tangan menghanduki tubuhku yang basah. Setelah Pak
Fauzan dan Bang Zul selesai memasang onderdil yang tertunda,
selesai pula perbaikan mobilku. Aku membayarkan biayanya pada Pak
Fauzan yang ternyata masih saudara dengan pemilik bengkel ini,
pantas daritadi montir lain tunduk padanya. Aku juga memberi
tambahan sepuluh ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi antara
mereka berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh
pegal-pegal, janji ke kafe dengan teman-teman pun terpaksa
kubatalkan dengan alasan tidak enak badan.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.