Rabu, 18 Maret 2015

Andani citra 6: Pembalasan Verna

Pembalasan Verna
Hari itu langit sudah menguning saat aku dan Verna tiba di rumahnya
seusai main tenis bersama. Berhubung jalan ke rumahku masih macet
karena jam bubar, maka Verna mengajakku untuk singgah di rumahnya
dulu daripada terjebak macet. Di pekarangan rumah Verna yang cukup
luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata
Verna disana akan dibangun kolam ikan lengkap dengan paviliunnya.
Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua gadis yang baru turun dari
mobil, yang terbalut pakaian tenis dan memperlihatkan sepasang paha
mereka yang mulus dan ramping. Verna dengan ramah melemparkan
senyum pada mereka, aku juga nyengir membalas tatapan nakal
mereka. Mama Verna mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue
kecil plus minumannya. Aku langsung menghempaskan pantatku ke
sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yang
disuguhkan pun langsung kusambar karena letih dan haus.
Setengah jam pertama kami lewati dengan ngerumpi tentang masalah
kuliah, cowok, dan seks sambil menikmati snack dan menonton TV.
Lalu Mama Verna keluar dari kamarnya dengan dandanan rapi
menandakan dia akan keluar rumah.
"Ver, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya, Mama
sekarang mau ke arisan," katanya seraya menyerahkan amplop pada
Verna.
"Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalau Citra pulang, Verna sendirian
dong, kan takut," ujarnya dengan manja (waktu itu papanya sedang di
luar kota, adik laki-lakinya, Very sudah 2 tahun kuliah di US dan
pembantunya, Mbok Par masih mudik).
Akhirnya kami ditinggal berdua di rumah Verna yang besar itu. Aku sih
sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain tenis, tapi
Verna masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat
terpaksa deh aku menurutinya, lagian aku kan tidak bawa mobil. Di
halaman depan tampak para tukang itu sudah beres-beres, ada pula
yang sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang.
Melihat mereka sudah bersih-bersih, akupun jadi kepingin
menyegarkan badanku yang sudah tidak nyaman ini. Akupun mengajak
Verna mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar
mandi di kamarnya, nanti dia akan menyusul sesudah para tukang
selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada mereka, sekalian
menghabiskan rokoknya yang tinggal setengah. Akupun
meninggalkannya dia yang sedang menonton TV di ruang tengah
menuju ke kamarnya. Di kamar mandi aku langsung menanggalkan
pakaianku lalu kuputar kran shower yang langsung mengucurkan
airnya mengguyur tubuh bugilku. Air hangat memberiku kesegaran
kembali setelah seharian berkeringat karena olahraga, rasa nyaman itu
kuekspresikan dengan bersenandung kecil sambil menggosokkan
sabun ke sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aku sudah selesai
mandi, kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aku
sudah beres, tapi anehnya Verna kok belum muncul juga, bahkan pintu
kamarpun tidak terdengar dibuka, padahal dia bilang sebentar saja.
Aku ingin meminjam bajunya, karena bajuku sudah kotor dan bau
keringat, maka aku harus bilang dulu padanya.
"Ver..Ver, sudah belum, saya mau pinjam baju kamu nih!!," teriakku
dari kamar.
Tidak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya pikirku, apakah
dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraku tidak terdengar?
Waktu aku lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.
"Nah, ini dia baru datang," kataku dalam hati.
Akupun menuju ke pintu dan membukanya sambil berkata
"Huuh.. lama banget sih Ver, lagian ngapain pake ngetok..!!," rasa
kaget memotong kata-kataku begitu melihat beberapa orang pria
sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap
lenganku dan yang sebelah kanan membekap mulutku dengan
tangannya yang besar.
Belum hilang rasa kagetku mereka dengan sigap menyeretku kembali
ke dalam kamar. Aku mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka,
ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya
ada 4 orang.
"Apa-apaan ini, lepasin saya.. tolong..!!," teriakku dengan meronta-
ronta.
Tapi salah seorang dari mereka yang lengannya bertato dengan
tenangnya berkata, "Teriak aja sepuasnya neng, di rumah ini sudah
nggak bakal ada yang denger kok."
Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit 'Verna', ya mana dia,
jangan-jangan terjadi hal yang tidak diinginkan padanya sehingga aku
pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama
kemudian masuklah Verna, tangannya memegang sebuah handycam
Sony model terbaru. Sejenak aku merasa lega karena dia baik-baik
saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Verna menyeringai
seram.
"Ver.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?," tanyaku padanya.
Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli
bangunan itu,
"Nah, bapak-bapak kenalin ini temen saya Citra namanya, dia seneng
banget dientot, apalagi kalau dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa
malu-malu, gratis kok!,"
Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaku satu-persatu. Yang
lengannya bertato adalah mandornya bernama Imron, usianya sekitar
40-an, dia dipanggil bos oleh teman-temannya. Di sebelah kiriku yang
berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Kirno, usianya
sekitar 30-an. Yang berbadan paling besar diantara mereka sedang
memegangi lengan kananku bernama Tarman, sebaya dengan Imron,
sedangkan yang paling muda kira-kira 25-an bernama Dodo, wajahnya
paling jelek diantara mereka dengan bibir agak monyong dan mata
besar. Keempatnya berbicara dengan logat daerah Madura.
"Gila kamu Ver.. lepasin saya ah, edan ini sih!," aku berontak tapi
dalam hatiku aku justru ingin melanjutkan kegilaan ini.
"Tenang Ci, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba produk
kampung dong," katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di
vila dulu. Habis berkata bibirnya dengan cepat memagut bibirku, kami
berciuman beberapa detik sebelum dia menarik lepas mulutnya yang
bersamaan dengan menghentakkan handuk yang melilit tubuhku.
Mereka bersorak kegirangan melihat tubuh telanjangku, mereka sudah
tidak sabar lagi untuk menikmatiku
"Wah.. nih tetek montok banget, bikin gemes aja!," seru si Tarman
sambil meremas payudara kananku.
"Ini jembut nggak pernah dicukur yah lebat banget!," timpal si Kirno
yang mengelusi kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu,
dengan terus mengelus Kirno lalu merundukkan kepalanya untuk
melumat payudaraku yang kiri. Sementara di belakangku, si Dodo
berjongkok dan asyik menciumi pantatku yang sekal, tangannya yang
tadinya cuma merabai paha mulus dan bongkahan pantatku mulai
menyusup ke belahan pantatku dan mencucuk-cucukkan jarinya di
sana.
Di hadapanku Pak Imron melepaskan pakaiannya, kulihat tubuhnya
cukup berisi tapi perutnya agak berlemak, penisnya sudah mengacung
tegak karena nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Kirno yang
sebelumnya menguasai daerah itu bersikap mengalah, dia melepaskan
tangannya dari sana agar mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya
mendekati wajahku, dia menghirup bau harum dari tubuhku.
"Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!," pujinya sambil
membelai wajahku.
"Iya bos, emang di sini juga wangi loh!," timpal si Dodo di tengah
aktivitasnya menciumi daerah pantatku.
Diperlakukan seperti itu bulu kudukku merinding, sentuhan-sentuhan
nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang
kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak namun walau
dilepas sekalipun saya tidak akan berusaha melarikan diri karena
tanggung sudah terangsang berat. Merasa sudah menaklukkanku,
kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada lenganku.
Adegan panas ini terus direkam Verna dengan handycamnya sambil
menyoraki kami.
"Aahh.. jangan.. Ver, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy..
hhmmhh..!!," kata-kataku terpotong oleh Pak Imron yang melumat
bibirku dengan bernafsu. Aku yang sudah horny membalas ciumannya
dengan penuh gairah.
"Acchh.. ahhkk.. cckk" bunyi mulut dan lidah kami beradu. Aku makin
menggeliat kegelian ketika si Kirno menaikkan lenganku dan menciumi
ketiakku yang tak berbulu.
"Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas
nih," Verna menyemangati sambil mencari sudut-sudut pengambilan
gambar yang bagus. Dia fokuskan kameranya ketika aku sedang
diciumi Pak Imron, saat bersilat lidah hingga liur kami menetes-netes.
Badanku bergetar sepeti kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua
pahaku lebih lebar sehingga membuka lahan lebih luas bagi lidah Dodo
bermain main di lubang anusku, juga jari-jari yang mengocok-ngocok
vaginaku, aku tidak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa yang
mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam
birahi.
Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Kirno dan
Tarman mulai melepas pakaian mereka, sedangkan Dodo entah sejak
kapan dia melepaskan pakaiannya, karena begitu kulihat dia sudah
tidak memakai apa-apa lagi. Kini mereka berempat yang sudah bugil
berdiri mengerubungiku dengan keempat senjatanya ditodongkan di
depan wajahku. Aku sempat terperangah melihat penis mereka yang
sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata berukuran
17-20cm.
"Ayo non, tinggal pilih mau yang mana duluan," kata Pak Imron.
Aku meraih penis Pak Tarman yang paling panjang, kubelai dan kujilati
sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke
mulut dan kuemut-emut.
"Heh, jangan cuma si Tarman aja dong non, saya kan juga mau nih,"
tegur si Kirno seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada
penisnya .
"Iya nih, saya juga," sambung si Dodo menarik tanganku yang lain.
"Mmhh.. eenngg..!," gumamku saat menyepong Pak Tarman sambil
kedua tanganku menggenggam dan mengocok penis Dodo dan Kirno.
Sambil menikmati penis-penis itu, mendadak kurasakan kakiku
direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron
berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha
mulusku dan berhenti di vaginaku dimana dia membuka bibirnya lalu
mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh
dinding vaginaku dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa
kenikmatan itu, aku pun semakin liar, aku membuka pahaku lebih lebar
agar Pak Imron lebih leluasa menikmati vaginaku. Hal itu juga
berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yang makin intens
terhadap ketiga pria yang sedang kulayani penisnya. Mereka
mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara
bergantian. Saking sibuknya aku sampai tidak tahu lagi tangan-tangan
siapa saja yang tak henti-hentinya menggerayangi payudaraku.
Setelah cukup dengan pemanasan, mereka membaringkan tubuhku di
tengah ranjang. Pak Imron langsung mengambil posisi diantara kedua
pahaku siap untuk memasukkan penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu
lagi dia mulai menancapkan miliknya padaku. Ukurannya sih tidak
sebesar milik Pak Tarman, tapi diameternya cukup lebar sesuai bentuk
tubuhnya sehingga vaginaku terkuak lebar-lebar dan agak perih. Verna
mendekatkan kameranya pada daerah itu saat proses penetrasi yang
membuatku merintih-rintih. Pak Imron mulai menghentak-hentakkan
pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goyangannya semakin
kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Teman-temannya juga
tidak tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggerayangi
sekujur tubuhku. Si Dodo sedang asyik menjilat dan mengeyot
payudaraku, terkadang dia juga menggigit putingku. Pak Tarman
menggelikitik telingaku dengan lidahnya sambil tangannya meremasi
payudaraku yang satunya. Sementara tangan kananku sedang
mengocok penis si Kirno. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya
geli, ya nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu.
Aku mengerang-ngerang sambil mengomeli Verna yang terus
merekamku
"Awww.. awas kamu Ver ntar.. saya.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,"
"Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada bokepnya,
sekarang saya juga mo bikin yang kamu nih," ujarnya dengan santai
"Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!"
Kini sampailah aku pada saat yang menentukan, tubuhku mengejang
hebat sampai menekuk ke atas disusul dengan mengucurnya cairan
cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi ikut mengerang karena
genggamanku pada penisnya jadi mengencang dan kocokanku makin
bersemangat. Pak Imron sendiri belum memperlihatkan tanda-tanda
akan klimaks, kini dia malah membalikkan tubuhku dalam posisi dogy
tanpa melepas penisnya. Dia melanjutkan genjotannya dari belakang.
Waktu aku masih lemas dan kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Dodo
menarik rambutku dan penisnya sudah mengacung di depan wajahku.
Akupun melakukan apa yang harus kulakukan, benda itu kumasukkan
dalam mulutku. Kumulai dengan mengitari kepalanya yang seperti
jamur itu dengan lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lubang
kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke
mulut dan kukulum dengan nikmatnya. Tentu saja hal ini membuat si
Dodo blingsatan keenakan, penisnya ditekan makin dalam sampai
menyentuh kerongkonganku, bukan cuma itu dia juga memaju-
mundurkan penisnya sehingga aku agak kelabakan. Setiap kali Pak
Imron menghujamkan penisnya penis Dodo semakin masuk ke mulutku
sampai wajahku terbenam di selangkangannya, begitupun sebaliknya
ketika Dodo menyentakkan penisnya di mulutku, penis Pak Imron
semakin melesak ke dalamku. Pak Tarman yang menunggu giliran
berlutut di sampingku sambil meremas payudaraku yang menggantung.
Pak Imron mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat
sambil melenguh nikmat, genjotannya semakin cepat sampai akhirnya
menyemburkan cairan putih pekat di rahimku.
Sesudah Pak Imron mencabut penisnya, si Dodo mengambil alih
posisinya. Namun sebelum sempat memulai, si Kirno menyela:
"Kamu dari bawah aja Do, masak dari tadi aku ngerasain tangannya aja
sih, aku pengen ininya nih!," katanya sambil mencucukkan jarinya ke
anusku sehingga aku menjerit kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aku menaiki penis si Dodo yang
berbaring telentang, benda itu masuk dengan lancarnya karena
vaginaku sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak
Imron yang banyak itu. Kemudian dari belakang Kirno mendorong
punggungku ke depan sehingga pinggulku terangkat. Aku merintih-
rintih ketika penisnya melakukan penetrasi pada anusku.
"Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lubang!," desahnya menikmati
sempitnya anusku.
Kedua penis ini mulai berpacu keluar-masuk vagina dan anusku
seperti mesin. Dodo yang berada dibawah menciumi leher depanku dan
meninggalkan bekas merah.
"Ooohh.. aahh.. eenngghh," suara lirih keluar dari mulutku setiap kali
kedua penis itu menekan kedua liang senggamaku dengan kuat.
Disebelahku kulihat Verna sudah mulai dikerjai Pak Imron dan Tarman
yang sudah tidak sabar karena penisnya belum kebagian jatah lubang
dari tadi. Verna terus mensyutingku walaupun tangan-tangan jahil itu
terus menggerayanginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Tarman
menyusup lewat bawah rok tenisnya dan kaos putihnya sudah
disingkap oleh Pak Imron. Dengan cekatan, Pak Imron membuka kait
BH-nya menyebabkan BH yang melingkar di dadanya itu jatuh, dan
terlihatlah buah dada Verna yang montok dengan puting kemerahan
yang mencuat. Pak Tarman langsung melumat yang sebelah kiri sambil
tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yang sebelah kiri
diremas Pak Imron sambil menciumi lehernya. Ikat rambut Verna
ditariknya hingga rambut indahnya tergerai sampai punggung.
"Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh," desah Verna dengan suara
bergetar.
Pak Imron mengambil handycam dari tangan Verna dan meletakkannya
di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa agar alat
itu menangkap gambar kami semua. Desahan Verna makin seru saat
jari-jari Pak Tarman keluar masuk vaginanya lewat samping celana
dalamnya. Kedua payudaranya menjadi bulan-bulanan mereka berdua,
keduanya dengan gemas meremas, menjilat, mengulum, juga memain-
mainkan putingnya, seperti yang pernah kukatakan, payudara Verna
memang paling menggemaskan diantara kami berempat. Pak Imron
duduk berselonjor dengan bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya
Verna melakukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Verna pun menunduk
hingga pantatnya nungging. Digenggamnya penis yang hitam berurat
itu, dikocok sejenak lalu dimasukkan ke mulutnya. Dari belakang, Pak
Tarman menarik lepas celana dalamnya, lalu dia sendiri mulai menjilati
kemaluan Verna yang sudah becek, posisi Verna yang menungging
membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya sampai anusnya
dengan lidah. Mereka melakukan oral seks berantai.
Pak Imron memegang handycam dan mengarahkannya pada Verna
yang sedang mengulum penisnya, terkadang alat itu juga diarahkan
padaku yang sedang disenggamai Kirno dan Dodo. Sudah cukup lama
aku bertahan dalam posisi ini, payudaraku rasanya panas dan memerah
karena terus dikenyot dan diremas Dodo yang di bawahku, lalu Dodo
menarik wajahku, bibir mungilku bertemu mulutnya yang monyong,
lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga dijilati sampai
basah oleh ludahnya. Si Kirno yang sedang menyodomiku tangannya
bergerilya mengelusi punggung dan pantatku. Mungkin karena
sempitnya, Kirno orgasme duluan, dia mengerang dan mempercepat
genjotannya hingga akhirnya dia melepas penisnya lalu buru-buru
pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di wajahku. Pak Imron
mendekatkan handycam itu saat sperma Kirno muncrat membasahi
wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah
Dodo dan sperma Kirno yang kental dan banyak itu. Si Dodo bilang
aku jadi lebih cantik dan menggairahkan dengan kondisi demikian,
maka aku biarkan saja wajahku belepotan seperti itu, bahkan kujilati
cairan yang menempel di pinggiran mulutku.
Lepas dari Kirno, aku masih harus bergumul dengan Dodo dalam posisi
woman on top. Aku menggoyangkan pinggulku dengan liar diatas
penisnya, aku makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di
wajahnya, dia meringis dan mengerang, terutama saat aku membuat
gerakan meliuk yang membuat penisnya seolah-olah dipelintir. Kamar
ini bertambah gaduh dengan desahan Verna yang sedang disodoki Pak
Tarman dari belakang, dari depannya Pak Imron menopang tubuhnya
sambil menyusu dari payudaranya. Si Kirno yang sedang beristirahat
diserahi tugas mensyuting adegan kami dengan handycam itu. Gila
memang, kalau dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal
di rumah ini, karena kalau dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam,
selain itu mereka cuma kuli bangunan. Sedangkan tubuh kami terawat
dan putih mulus bak pualam dengan wajah yang sedap dipandang
karena kami dari golongan borju dan terpelajar. Pasti mereka ibarat
kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kami.
Tidak sampai 10 menit setelah Kirno melepaskanku, tubuhku pun mulai
mengejang dan kugoyangkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya akupun
kembali mencapai orgasme bersamaan dengan Dodo. Tubuhku ambruk
telentang, si Dodo menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku,
tapi juga di leher dan dadaku.
"Hei.. sialan lu, aku belum ngentot sama tuh cewek, udah lu mandiin
pakai peju lu," tegur Pak Tarman yang sedang menggenjot Verna
dalam logat daerah yang kental.
"Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini yang bersihin,"
jawab Dodo sambil menarik kepala Verna mendekati wajahku, "Ayo
non, minum tuh peju!"
Tanpa merasa jijik, Verna yang sudah setengah sadar itu mulai
menjilati wajahku yang basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu
hingga mulut kami bertemu. Beberapa saat kami berpagutan lalu lidah
Verna merambat turun lagi, ke leher dan payudara, selain menjilati
ceceran spema, dia juga mengulum buah dadaku, putingku digigitnya
pelan dan diemut. Sebuah tangan lain mendarat di payudaraku yang
satu. Aku melihat si Kirno sudah berlutut di sebelahku mengarahkan
handycam ke arah kami.
Aku merasakan kedua pahaku dibuka, lalu kemaluanku yang sudah
basah dilap dengan tisu. Si Dodo telah memposisikan kepalanya
diantara pangkal pahaku dan lidahnya mulai menjilati pahaku.
Diperlakukan demikian aku jadi kegelian sehingga paha mulusku makin
mengapit kepala si Dodo. Lidahnya semakin mengarah ke vaginaku dan
badanku menggeliat diiringi desahan ketika lidahnya yang basah itu
bersentuhan dengan bibir vaginaku lalu menyapunya dengan jilatan
panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki vaginaku
lebih dalam lagi menyentuh klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang
tinggi dengan perlakuan mereka, belum lagi si Kirno yang terus
memilin-milin putingku dan Verna yang menjilati tubuhku. Dalam
waktu singkat selangkanganku mulai basah lagi. Dodo mengisap
vaginaku dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin monyong
saja, sesekali dia mengapitkan klitorisku dengan bibirnya. Aku
mengerang keras, kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan
perasaan yang tak terlukiskan itu.
Aku mendengar Pak Tarman menjerit tertahan, tubuhnya mengejang
dan genjotannya terhadap Verna makin kencang, ranjang ini semakin
bergetar karenanya. Verna sendiri tidak kalah serunya, dia menjerit-
jerit seperti hewan mau disembelih karena payudaranya yang montok
itu digerayangi dengan brutal oleh Pak Tarman, selain itu agaknya dia
pun sudah mau orgasme. Akhirnya jeritan panjang mereka membahana
di kamar ini, mereka mengejang hebat selama beberapa saat. Keringat
di wajah Verna menetes-netes di dada dan perutku dan dia jatuhkan
kepalanya di perutku setelah Pak Tarman melepasnya. Pak Imron yang
menunggu giliran mencicipi Verna langsung meraih tubuhnya yang
masih lemas itu dan dinaikkan ke pangkuannya dengan posisi
membelakangi. Tangannya yang kekar itu membentangkan lebar-lebar
paha Verna dan menurunkannya hingga penis yang terarah ke vagina
Verna tertancap. Penis itu melesak masuk disertai lelehan sperma Pak
Tarman yang tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh Verna
sudah naik turun di pangkuan Pak Imron.
Puas menjilati vaginaku, kini si Dodo membalik tubuhku dalam posisi
doggy. Penisnya diarahkan ke vaginaku dan dengan sekali hentakkan
masuklah penis itu ke dalamku. Dodo memompakan penisnya padaku
dengan cepat sekali sampai aku kesulitan mengambil nafas,
kenikmatan yang luar biasa ini kuekspresikan dengan erangan dan
geliat tubuhku. Kemudian Pak Tarman yang sudah pulih menarik
kepalaku yang tertunduk lantas menjejali mulutku dengan penisnya.
Jadilah aku disenggamai dari dua arah, selain itu payudaraku pun
tidak lepas dari tangan-tangan kasar mereka, putingku dipencet,
ditarik, dan dipelintir. Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan
akhirnya aku tidak tahan lagi, lolongan panjang keluar dari mulutku
bersamaan dengan Verna yang juga telah orgasme di pangkuan Pak
Imron, tak sampai 5 menit Dodo juga menyemburkan maninya di dalam
rahimku.
Pak Tarman menggantikan posisi Dodo, aku dibaringkan menyamping
dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong penisnya ke
vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit nyeri karena ukurannya yang besar
itu aku sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belum
masuk sepenuhnya. Beberapa kali dia melakukan gerakan tarik-dorong
untuk melicinkan jalan masuk bagi penisnya, hingga dorongan yang
kesekian kali akhirnya benda itu masuk seluruhnya.
"Aakkhh.. sakit Pak.. aduh," aku mengerang kesakitan karena dia
melakukannya dengan agak paksa.
Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi, baru kemudian
dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat
sedikit demi sedikit. Urat-urat penisnya terasa sekali bergesekan
dengan dinding vaginaku. Aku dibuatnya mengerang-ngerang tak
karuan, mataku menatap kosong ke arah handycam yang sekarang
sudah berpindah ke tangan Pak Imron.
Verna kini sedang digumuli oleh Kirno dalam posisi yang sama dan
saling berhadapan denganku. Kuraih tangannya sehingga telapak
tangan kami saling genggam. Kucoba berbicara dengannya dengan
nafas tersenggal-senggal,
"Ahh.. Ver, yang ini.. ngghh.. gede.. amat"
"Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya mantap!" jawabnya
Kemudian aku merasa sebuah lidah menggelitik telingaku, ternyata itu
si Dodo, tangannya tidak tinggal diam ikut bergerilya di payudaraku.
Bulu kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tenguk dan
belakang telingaku yang cukup sensitif. Pak Tarman menyodokku
demikian keras sambil tangannya meremasi pantatku, untung saja aku
sudah terbiasa dengan permainan kasar seperti ini, kalau tidak tentu
aku sudah pingsan sejak tadi.
Tiba-tiba Verna mendesah lebih panjang dan menggenggam tanganku
lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau orgasme.
"Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua keluar.. akkhh!" desahnya
bersamaan dengan tubuhnya menegang selama beberapa saat lalu
melemas kembali.
Ternyata Kirno masih belum selesai dengan Verna, kini dia
telentangkan tubuhnya, kaos tenisnya yang tersingkap dilepaskan dan
dilemparnya, maka yang tersisa di tubuh Verna tinggal rok tenis yang
mini, seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji 'Guess' di
lengannya. Kemudian dia menaiki dada Verna dan menyelipkan
penisnya diantara kedua gunung itu dan mengocoknya dengan
himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan ke
wajah dan dada Verna, lalu Kirno mengusap sperma di dadanya sampai
merata sehingga payudara Verna jadi basah dan berkilauan oleh
sperma. Si Dodo yang sebelumnya menggerayangiku sekarang sudah
pindah ke selangkangan Verna dimana dia memasukkan dua jari untuk
mengobok-obok vaginanya dan mengelus-elus paha dan pantatnya.
Aku tinggal melayani Pak Tarman seorang saja, tapi tenaganya seperti
tiga orang, bagaimana tidak sudah tiga kali aku dengan dia ganti
posisi tapi masih saja belum menunjukkan tanda-tanda sudahan,
padahal badanku sudah basah kuyup baik oleh keringat maupun
sperma, suaraku juga sudah mau habis untuk mengerang. Sekarang dia
sedang genjot aku dengan posisi selangkangan terangkat ke atas dan
dia menyodokiku dari atas dengan setengah berdiri. Belasan menit
dalam posisi ini barulah dia mencabut penisnya dan badanku langsung
ambruk ke ranjang. Belum sempat aku mengatur nafas, dia sudah
menempelkan penisnya ke bibirku dan menyuruhku membuka mulut,
cairan putih kental langsung menyembur ke wajahku, tapi karena
semprotannya kuat cairan itu bukan cuma muncrat ke mulut, tapi juga
hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yang masuk mulut langsung
kutelan agar tidak terlalu berasa karena baunya cukup menyengat.
Verna masih sibuk menggoyang-goyangkan tubuhnya diatas penis
Dodo, kedua tangannya menggenggam penis Pak Imron dan Kirno
yang masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara
bergantian dia mengocok dan menjilati penis-penis di genggamannya
itu. Kedua pria itu dalam waktu hampir bersamaan menyemburkan
spermanya ke tubuh Verna. Seperti shower, cairan putih itu
menyemprot dengan derasnya membasahi muka, rambut, leher dan
dada Verna. Mereka nampak puas sekali melihat keadaan temanku
seperti itu, Pak Imron yang memegang handycam mendekatkan benda
itu ke arahnya.
"Mandi peju, tengah malam.. aahh..!" demikian senandung Pak Tarman
menirukan irama sebuah lagu dangdut saat mengomentari adegan itu.
Setelah orang terakhir yaitu si Dodo orgasme, kami semua terbaring di
ranjang spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yang terdengar
hanya deru nafas terengah-engah. Verna telentang di atas badan Dodo,
wajahnya nampak lelah dengan tubuh bersimbah peluh dan sperma,
namun tangannya masih dapat menggosok-gosokkan sperma di
tubuhnya serta menjilati yang menempel di jarinya.
Pak Tarman yang pulih paling awal, melepaskan dekapannya padaku
dan berjalan ke kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar dengan
muka basah lalu memunguti bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai
beres-beres untuk pulang. Mereka mengomentari bahwa kami hebat
dan berterima kasih diberi kesempatan menikmati 'hidangan' seperti
ini dengan gratis. Verna memakai kembali bajunya untuk mengantar
mereka ke pintu gerbang. Mereka berpamitan padaku dengan mencium
atau meremas organ-organ kewanitaanku. Verna baru kembali ke sini
15 menit kemudian karena katanya dia diperkosa lagi di taman sebelum
mereka pulang. Terpaksa deh aku harus mandi lagi, habis badanku jadi
keringatan dan lengket lagi sih. Kami berendam bersama di bathtub
Verna yang indah sambil menonton 'film porno' yang kami bintangi
sendiri melalui handycam itu. Lumayan juga hasilnya meskipun kadang
gambarnya goyang karena yang men-syuting ikut berpartisipasi.
Rekaman itu kami transfer menjadi VCD hanya untuk koleksi pribadi
geng kami. Kami sempat beradegan sesama wanita sebentar di bathtub
karena terangsang dengan rekaman itu.
Malam itu aku menginap di rumah Verna karena sudah kemalaman dan
juga lelah. Kami terlebih dulu mengganti sprei yang bekas
bersenggama itu dengan yang baru agar enak tidur. Pagi harinya
setelah sarapan dan pamitan pada mamanya Verna, kami menuju ke
halaman depan dan naik ke mobil. Di sana kami berpapasan dengan
keempat tukang bangunan yang senyum-senyum ke arah kami, kami
pun membalas tersenyum, lalu Verna mulai menjalankan mobil. Kami
keluar dari rumahnya dengan kenangan gila dan mengasyikkan.
Beberapa hari ke depan sampai pembangunan selesai, mereka
beberapa kali memperkosa Verna kalau ada waktu dan kesempatan,
kadang kalau sedang tidak mood Verna keluar rumah sampai jam kerja
mereka berakhir.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.