Selasa, 03 Maret 2015

Alfi dan Lila, Si Dokter Cantik 1

Kegelisahan dan Kesucian yang Ternoda
Suatu sore di tempat praktek Dr. Lila
Dr. Lila
"Tak ada yang perlu engkau kuatirkan, janinmu dalam keadaan
sehat" ujar Lila pada Niken.
"Ada baiknya memasuki trismester pertama ini kalian jangan
terlalu
banyak berhubungan intim dulu agar tak membahayakan janin
di
dalam kandunganmu "tambahnya lagi.
Bagi Lila, pasangan Niken dan Donnie adalah merupakan
pasangan
yang aneh, seperti halnya Didiet dan Sandra. Mereka semua
menjalani kehidupan kamar tidurnya dengan cara yang aneh.
Mungkin orang lain menganggap prilaku mereka 'menyimpang'
'abnormal' atau 'sakit'. Bahkan Lila juga mengetahui bahwa
bayi
yang dikandung Niken bukanlah berasal dari Donnie dan siapa
bapak biologis sesungguhnya meski terlihat keduanya sangat
berbahagia. Namun Lila tetap bersikap profesional dengan
menjaga
kerahasiaan masalah pasiennya apalagi Niken merupakan
sahabat
akrabnya sejak SMU dulu.
"La, kapan kamu menyusul aku?" Tanya Niken disaat Lila
sedang
memeriksa perutnya yang mulai membuncit
"Eng.. a.pa ?"
"Ah engkau ini.. tentu saja maksudku menikah!"
"me.nikaah?"
"Iya menikah...dan punya anak"
"a..ku..belum memikirkannya Nien"
Lila merasa aneh karena baru pagi tadi ibunya menelpon
dirinya
juga menanyakan hal sama padanya.
"Kok bengong La?"
"Eh..a...ya" Lila baru tersadar saat Niken menegurnya.
"Kamu melamun memikirkan omonganku tadi ya?"
"He e...tadi ibu memintaku pulang ke kota H beberapa hari.
Aku
tahu ia pasti ingin membicarakan masalah yang kau katakan
barusan"
"Bukankah itu merupakan sebuah niat yang baik kan? Lantas
kenapa kamu terlihat murung La? Apakah kau masih juga
memikirkan kegagalan hubunganmu dengan Erik dulu?"
Lila menghela napas, tatapannya menerawang ke arah
jendela.
Kejadian di masa-masa SMU sepuluh tahun yang lalu seolah
kembali muncul membayang di kepalanya bagaikan adegan-
adegan
slide. Erik pemuda tampan, anak seorang pejabat tinggi kota
H
yang saat itu menjadi tambatan hati Lila. Cinta Lila bersemi
layaknya gadis remaja lainnya.
Hingga pada suatu hari Lila tak sengaja memeregoki Erik
sedang
bercumbu mesra dengan seorang gadis lain di dalam ruang
UKS.
Gadis itu tak lain adalah Elena juga merupakan seorang gadis
yang
popular di sekolahnya. Jika dibandingkan dengan Lila jelas
Elena
unggul dari segi penampilan fisik. Elena seorang anak yang
modis
dan menonjolkan keindahan tubuhnya buat menarik perhatian
kaum
lelaki. Dengan rok mininya ia selalu membuat jakun para siswa
lelaki naik turun karena berulang-ulang meneguk air liur.
Sedangkan Lila lebih mengandalkan kecerdasan otaknya di
sekolah. Sebenarnya Lila lebih cantik dan memiliki bentuk fisik
yang lebih baik dari pada Elena namun ia bukanlah type gadis
pesolek. Ia adalah seorang kutu buku yang betah bergelut di
laboratorium biologi dan perpustakaan selama berjam-jam,
rambut
kepang dan kaca mata tebalnya itu menutupi semua
kecantikannya.
Kepergok berselingkuh bukannya meminta maaf, Erik malah
meninggalkan Lila dan lebih memilih Elena yang 'panas
membara'
itu sebagai pacarnya. Betapa hancurnya hati Lila saat itu.
Kekecewaan dalam cinta pertamanya terasa begitu
menyiksanya.
Satu-satunya sahabatnya yang ia percayai sebagai tempat
mencurahkan isi hatinya hanyalah Niken. Sejak peristiwa
tersebut
Lila-pun tak pernah lagi menerima cinta pria lain di hatinya. Ia
telah memutuskan telah menutup pintu hatinya rapat-rapat
bagi
setiap cinta yang datang.
"Entahlah Nien... hatiku masih terasa sakit bila teringat lagi
akan
peristiwa itu"
"Selama ini kamu terus sibuk meniti kariermu dan kejadian itu
sudah lama berlalu. Tak ada salahnya jika sekarang kau
berusaha
membuka hatimu lagi bagi seorang lelaki, La"
"Aiihhh...Kita lihat saja nanti...yang jelas aku harus memiliki
jawaban yang tepat saat bertemu ibu besok"
"O ya La, Kebetulan Alfi juga berada di kota H sejak seminggu
yang
lalu. Kasihan dia, Ibunya baru meninggal dunia. Mungkin kamu
bisa
mengajaknya pulang bersamamu ke sini bila urusanmu telah
selesai". Ujar Niken
"Ngga masalah Nien, aku akan menghubunginya setibaku di
sana"
**************************
Kota H,
Wanita tua itu terlihat begitu bahagia saat melihat
kedatangan putri
sulungnya itu. Lila memang seorang putri yang sangat
membanggakan buatnya. Cantik, cerdas dan penuh tanggung
jawab
terhadap keluarga. Namun yang menjadi kekhawatiran ibu Lila
karena sampai dengan saat ini tak terlihat tanda-tanda anak
gadisnya itu akan menikah meski usianya merambat ke kepala
tiga
bahkan setelah adiknya Lidya menyelesaikan kuliahnya dan
sudah
memperoleh pekerjaan sekalipun. Jangankan memikirkan
untuk
menikah pacarpun ia tak punya. Lila bukanlah seorang gadis
yang
tak laku-laku. Penampilan fisik yang indah sempurna serta
karier
yang baik menjadikan Lila sebagai figure seorang istri yang
sangat
diidamkan oleh banyak pria. Sayangnya kegagalan
percintaannya
dengan Erik menjadikan hatinya dingin bagaikan gunung es.
Ketika
hendak masuk ke dalam rumah seorang dara yang tak kalah
cantik
dengannya setengah berlari menyongsongnya. Lidya adiknya
memeluk seraya mencium pipinya.
"Cup...Kakak lama sekali tak pulang kami berdua sudah
kangen"
ujar Lidya.
"Aku sibuk sekali akhir-akhir ini. Setiap kali berencana buat
weekend kemari selalu tertunda karena ada saja pasien yang
harus
dibantu melahirkan. Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Lila
kemudian.
"Baik kak. Aku menyukainya." Lidya bekerja di sebuah Bank di
kota
ini.
"Syukurlah kalau begitu. Mana ibu?"
"Tuh baru keluar, sejak kemarin ia gelisah memikirkan kakak"
Lila menoleh ke arah pintu di mana seorang wanita tua
menatap
kedatangannya dengan senyum mengembang. Lila mencium
tangan
ibunya dan juga pipinya yang sudah berkeriput.
"Istirahatlah dulu nak. Lidya sudah membersihkan kamarmu"
ucapnya.
Memang sebenarnya Lila sangat membutuhkan istirahat
bukan
hanya karena ia baru menyetir sendiri kendaraannya selama
tiga
jam nonstop dari kota S ke kota H, namun juga istirahat dari
kesibukannya sebagai seorang dokter. Tiga bulan belakangan
ini
dirinya nyaris tak punya waktu buat dirinya sendiri. Paginya ia
sudah harus praktek di dua klinik berbeda hingga hampir larut
malam di setiap harinya. Paling-paling ia punya waktu
istirahat di
sela-sela jam makan siangnya. Belum lagi jika harus
menolong
pasien yang mau melahirkan yang sudah barang tentu tak
punya
jadwal tetap. Semua itu begitu menguras tenaga dan
pikirannya. Ia
berharap kesejukan dan ketenangan kota kelahirannya ini
paling
tidak bisa memberinya suasana yang fresh selama beberapa
hari
sebelum kembali bergelut dengan pekerjaan rutinnya.
"La , ibu mungkin telah mengganggu aktivitasmu, namun ada
yang
harus ibu bicarakan denganmu dan tidak bisa melalui
telepon." ujar
ibu Lila saat mereka duduk berdua di beranda rumah sambil
minum
teh menjelang sore.
"Ngga papa kok bu, di klinik ada seorang dokter lain yang
biasa
menggantikanku." ujar Lila sambil menghirup tehnya.
"La " sang bunga nampaknya langsung menuju ke pokok
pembicaraan
"Ya bu, " Lila meletakan cangkir tehnya. Lila merasa ia mulai
masuk
ke bagian yang tidak ia sukai selama ini namun ia tak ingin
terlihat
gusar dan gelisah di depan ibunya.
"Barangkali kau sudah maklum apa yang ingin ibu bicarakan
padamu? Ibu hanya ingin menanyakan tentang hubunganmu
dengan Robert"
Robert adalah seorang dokter muda seperti halnya Lila ia juga
memiliki karier yang cukup cemerlang. Dua bulan yang lalu ibu
Lila
berniat menjodohkan Lila dengan pemuda yang merupakan
putra
temannya itu.
"Kami memutuskan untuk ber..teman bu"
"Hanya sekedar teman nak? Kenapa? Ada yang salah
dengannya?
Ibu lihat ia seorang pemuda sopan, sukses dan
bahkan...sangat
tampan" tanya ibunya. Ia bingung type pria macam apa yang
mampu menggetarkan hati putrinya ini. Berkali-kali ia
berusaha
menjodohkan Lila pada seorang pemuda. Namun ada saja
alasan
Lila untuk menghindar dan menolak.
"Entahlah...Lila hanya tak merasa tertarik padanya" jawab Lila
sekenanya.
"Haihhhh....ibu sudah tak tahu harus berbuat apa agar kau
cepat
bertemu jodohmu nak" ujar ibu Lila sambil menghela napas.
"Bu, bukannya Lila tak memikirkan hal tersebut namun Lila
masih
ingin sendiri dan fokus pada pekerjaan dan karier dulu saat
ini..
Lila mau cari uang yang banyak buat membahagiakan ibu"
Memang semenjak ayahnya meninggal beberapa tahun yang
lalu.
Ibu Lila terpaksa membating tulang dengan menerima upah
jahitan
demi menghidupi dirinya dan kedua putrinya saat itu.
Terutama
Lila yang tengah kuliah di Fakultas Kedokteran sangat
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Setelah berhasil
menamatkan kuliahnya dengan waktu yang cepat dan dengan
nilai
yang sangat baik. Lila sempat membuka praktek lalu
melanjutkan
program spesialisnya. Dan Sekarang setelah menyelesaikannya
Lila-pun mengambil alih tugas ibunya sebagai tulang
punggung
keluarga. Beberapa bulan menjadi dokter pengganti bagi
seorang
dokter yang lebih senior pun di jalaninya. Perlahan semakin
banyak
pasien yang merasa cocok berobat padanya. Hingga akhirnya
ia
diminta oleh klinik tempatnya bekerja menjadi dokter utama di
sana
menggantikan seniornya yang memasuki usia pensiun.
"Sayangku ...selama ini Ibu sudah cukup bahagia melihat
kalian
anak-anak ibu tumbuh dewasa dan berhasil dalam hidupnya
namun
rasanya kebahagian ibu belumlah lengkap ibu sudah semakin
tua,
sebelum ibu pergi ibu mau melihatmu menemukan seorang
suami
yang baik dan memberi ibu seorang cucu yang lucu. sekian
lama
ibu menanti namun hal tersebut tak kunjung datang.
Sebenarnya
apa lagi yang kamu tunggu, nak?.Bukankah saat ini kamu
sudah
memiliki semuanya, materi berlimpah,.karier yang baik..."
"Lila hanya belum menemukan lelaki yang cocok bu"
"Apakah ini karena...Erik" tanya ibunya. Lila diam tak
menjawab
pertanyaan yang satu itu.
"Ibu mengerti perasaanmu nak. Namun tidak semua pria itu
berkelakuan buruk, contohnya ayahmu. Ia seorang suami dan
ayah
yang baik, pengertian dan penuh kasih sayang terhadap
keluarga.
Tak baik berlarut-larut membiarkan satu kegagalan
menghalangi
hidup dan kebahagianmu. Ada banyak pangeran tampan dan
baik
hati di luar sana yang menantimu" ujar ibunya.
Lila tahu banyak sekali kebenaran di dalam kata-kata sang
bunda
barusan. Selama ini jauh di dasar jiwanya ia selalu dilanda
kegelisahan yang ia sendiri tak tahu penyebabnya. Tabiatnya
yang
keras kepala dan ingin mempertahankan prinsip hidupnya
bukannya mendatangkan ketenangan bagi hatinya. Tak dapat
dipungkiri jika jiwanya yang gersang itu sebetulnya sangat
membutuhkan hangatnya cinta dari lawan jenisnya. Namun di
sisi
lain ia kapok buat dikhianati.
"Mungkin Lila akan pikirkan hal itu nanti bu, namun untuk Lila
harus menunda dulu hal itu mumpung karierku sedang baik
saat
ini. aku kuatir setelah menikah belum tentu suamiku
mengijinkan
aku bekerja bu" jawabnya masih bersikukuh mempertahankan
prinsipnya.
"Tapi nak kau tak mungkin terus-terusan melajang tetap saja
pada
akhirnya kita harus mengikuti kodrat kita sebagai wanita...
menikah... .melahir anak"
"Bagaimana dengan Lidya bu, aku tak keberatan bila Lidya
telah
bertemu jodohnya lebih dulu dari aku bu" Lila sudah kehabisan
kata untuk menghindari kejaran ibunya.
Wanita tua itu akhirnya terhenyak lemah. Ia sadar sulit sekali
membujuk Lila buat menikah.
"Nak...Lidya adikmu tak mungkin melakukan hal itu nak, ia
sangat
menghargaimu sebagai yang lebih tua."
Lila membisu.
"Baiklah ... ibu tak ingin memaksakan kehendak ibu
padamu ..." ujar
ibu Lila dengan suara bergetar sementara mata tuanya itu
mulai
meneteskan air mata.
Lila kaget. Ia tak menyangka pembicaraan mereka kali ini
telah
membuat ibunya sedemikian kecewanya. Ia buru-buru
memegang
jemari tua ibu dan menciumnya. Tapi tangis penuh kesedihan
ibunya sudah tak terbendung lagi.
"Bu..ibuu."
"mungkin... sudah menjadi suratan buat ibu bila bakal melihat
putri-putri ibu tak menikah sampai tiba waktunya ibu harus
pergi"
ujarnya lagi diantara isaknya.
"Buuu jangan berkata begituu...Lilaa tak bermaksud
menyusahkan
ibuu...Lila akann menuruti mauu ibu asalkan ibu tak sedih lagi
ya
bu" bujuknya sambil meletakkan kepalanya di pangkuan sang
bunda. Air matanya pun meleleh tumpah. Ia begitu
menyayangi
ibunya. Ia takut sekali bila membuat ibunya sedih apalagi
sampai
menangis karenanya.
Wanita tuapun itu membelai rambutnya lembut.
--
Sementara itu di sebuah rumah kontrakan.
Sriti
Pagi itu Alfi terlihat sedang dalam mengumuli seorang wanita
cantik. Pantat bulatnya berayun cepat penuh dengan gairah
membara. Wanita itu tak lain adalah Sriti, seorang mantan
PSK
tercantik dari lokalisasi X teman sekamar dan sejawat ibunya
Alfi
dulu. Tubuhnya yang sintal ditambah wajah yang manis
menjadikannya rebutan para pelanggan tempat tersebut
selama
beberapa tahun. Meski kulit tubuh gadis itu tak seputih kulit
Sandra maupun Niken namun wanita itu terlihat sangat ayu
dengan
kulit kuning langsat. Sejak berada di kota H, Alfi seakan
menemukan lagi cinta pertamanya. Ia merengek-rengek minta
persetubuhan pada wanita yang bertahun-tahun ia rindukan
ini.
Walau pada awalnya sempat menolak namun akhirnya Sriti
mau
menuruti keinginan anak itu. Sriti juga tak dapat mengingkari
jika ia
sebenarnya rindu akan belaian seorang lelaki. Sekian lama Ia
memang tak pernah lagi merasakan sebuah persetubuhan
semenjak
ia meninggalkan dunia hitam dua tahun yang lalu. Tak
tanggung-
tanggung hari ini ia mendapatkan penis Alfi yang sudah
tumbuh
sedemikian besarnya. Belum pernah ia melayani pelanggan
yang
memiliki alat vital sebesar milik anak ini. Mulanya Sriti agak
kaget
melihat pertumbuhan kemaluan Alfi yang sangat pesat
tersebut.
Pastilah sangat menyakitkan buat Sandra dan yang lain saat
mereka di perawani oleh anak ini dulu pikir Sriti. Ia sungguh
tak
menyangka akibat perbuatannya dulu itu telah menjadikan Alfi
seorang kuda jantan kecil. Clek..clek...clek..clek.. suara itu
mencul
akibat kocokan-kocokan Alfi pada vagina Sriti.
"Ouhhh...Fiiiiiii" rintih Sriti.
Ia tak tahu entah sampai kapan Alfi akan menyetubuhinya.
Meski
sudah tiga jam-an melakukan itu namun bocah itu tak
kunjung
merasa puas. Alfi berusaha keras bertahan agar tak
berejakulasi di
vagina wanita yang dulu mengenalkannya pada seks buat
pertama
kali dan sekaligus merengut keperjakaannya itu. Ia tak ingin
membuat Sriti hamil. Ia sadar bila ia hanya akan menambah
kesusahan bagi kehidupan Sriti. Lima menit berselang Alfi
merasakan penisnya diremas kuat-kuat oleh otot-otot
kemaluan
gadisnya itu. Ia tahu Sriti telah kembali memperoleh
orgasmenya.
Entah ia tak mengitung berapa kali Sriti mengalaminya. Yang
jelas
ia harus bertahan dalam hisapan dahsyat itu setidaknya
setengah
menitan bila tak ingin kebobolan.
"Sayanggggg....kakak dapettt lagiiii!" pekik Sriti lirih.
Ploppp! Akhirnya penis Alfi terlepas dari vagina Sriti tanpa
berejakulasi.
"Kurang enak ya Fi? Memek kakak ngga seenak punya kak
Sandra-
mu ya?" tanyanya merajuk melihat Alfi belum juga
berejakulasi.
"Siapa bilang. Punya kakak legit banget, peret dan ngisep
kuat kok"
"Tuh buktinya kamu ngga keluar-keluar"
"Kakak sayang, Alfi ngga mau kakak hamil. Biar Alfi muncrat
di
mulut kakak saja"
Sriti mengambil posisi berbaring menyamping sehingga penis
Alfi
menghadap ke wajahnya.
"Ihhh...Besar banget sih!..." gumam Sriti gemas pada benda
berkulup
itu.
"Ohh..kakaaakkk" desah Alfi setelah dalam sekejap seluruh
batang
kemaluannya sudah lenyap dilumat oleh mulut kekasihnya itu.
Sriti
menghisap, mencucup, dan melakukan semua gerakan yang ia
ketahui semasa ia menjadi pelacur dulu.Hanya dalam hitungan
detik
Alfi pasti bakal muncrat dibuatnya. Dan benar saja...
"Arckkkkk.... Ka.kaaakkkk!!!" pekik Alfi, bola matanya terbalik
ke
atas, penisnya berdenyut-denyut keras dan dari ujung lubang
pipisnya melejit lendir-lendir kental menghantam
kerongkongan
Sriti. Sriti menelan semuanya tanpa sisa hingga pada tetes
terakhir.
"Apa? mau Lagi?" Tanya Sriti pada Alfi ketika anak itu sudah
akan
menindihnya lagi.
"He e kak lagi"
"Sudahan dulu ah, punya kakak nyeri. Lagian bukankah hari
ini
kamu ada janji buat ketemu dengan dokter Lila?"
"Iya kak tapi jam sebelasan kan masih lama. Alfi masih
pingiiiin
bangettt.."ujar Alfi sambil menunci posisi pinggul Sriti yang
montok.
Sriti berusaha mengerakan pinggulnya namun tetap gagal
menghindari agar hujaman Alfi. Penis besar anak itu seakan
bermata dan tak pernah meleset menemukan sasarannya dan
kembali bersarang di dalam bekapan vaginanya yang legit.
"Ouhhh....Fiiii....Dasar kamu ngga ada puas-puasnya"
********************************
Siang harinya Alfi janjian bertemu dengan Lila di sebuah mal.
Alfi
nyaris tak mengenali Lila jika tak disapa duluan oleh gadis itu.
Alfi
terperangah tak menyangka Lila sedemikian cantiknya bila
sedang
tak memakai atribut dokternya. Tak ada kaca mata tebal yang
selalu
nangkring di hidungnya, Rambutnya tergerai indah, dan bentuk
tubuh gadis itupun begitu indah terbalut oleh sebuah gaun
hitam
ketat yang menonjolkan semua sisi kefemininnya. Selama ini
Alfi
hanya bertemu dengan Lila di ruang praktek.
"Fi, aku berencana pulang ke kota S beberapa hari lagi. Niken
berpesan padaku buat mengajakmu pulang bersama.. Mereka
ingin
kamu ada di sana saat Nadine melahirkan minggu-minggu
depan.
Kuharap masa berkabungmupun sudah selesai"
"Iya kak...Alfi nurut apa kata mereka, Lagian Alfi juga sudah
satu
minggu tak sekolah"
"Di mana kamu tinggal Fi?"
"Alfi numpang menginap di rumah kontrakannya kak Sriti"
"O..Sriti juga tinggal di kota ini?" Lila teringat pada mantan
primadona lokalisasi X di kota S temannya ibu Alfi.
"Iya kak, Sejak dua tahun lalu ibu bersama dengan Kak Sriti
memutuskan untuk pindah ke sini buat memulai kehidupan
baru
yang lebih bersih. Ibu dan Kak Sriti bekerja di sebuah motel
namun
hanya sebagai receptionist mereka tak mau lagi melakukan
pekerjaan mereka dulu. Kasihan ibu ia tak mempunyai
keahlian
apapun sehingga hanya mampu bekerja seperti itu. Dan yang
paling
Alfi sesali karena ibu sudah pergi sebelum Alfi jadi orang dan
bisa
memberikan apa-apa baginya"
Lila melihat Alfi begitu tegar menghadapi musibah yang
menimpanya. Anak ini telah tumbuh menjadi pribadi yang
tegar dan
mandiri seiring kedewasaannya. Lila sangat menghargai
orang-
orang yang melawan kesulitan hidup ini dengan kerja keras,
mereka yang membangun hidup dalam kepahitan nasif seperti
halnya Alfi beserta ibunya dan juga Sriti. Betapapun ini juga
mengingatkan ia akan perjuangan ibunya sendiri dalam
menghidupi
ia dan adiknya.
"Kakak turut prihatin atas musibah yang menimpa dirimu Fi,
yang
penting sekarang kamu harus rajin belajar dan bertekat untuk
menjadi orang yang berhasil kelak"
"Makasih ya kak"
"Fi, kamu pasti belum makan siang kan?"
"Eng..Iya kak"
"Bagus kalau begitu kita makan di resto itu ya?"
"Eng.. terima kasih kak tapi biar Alfi makan di rumah saja"
"Loh..kenapa Fi, aku masih pingin ngobrol sama kamu sambil
makan siang bersama"
"baiklah jika demikian"
Saat makan siang bersama, Alfi dengan sabar meladeni Lila
ngobrol. Perbedaan umur dan tingkat intelejensi yang jauh tak
membuat pembicaraan mereka jadi tidak nyambung karena
Alfi
berbicara apa adanya. Anak itu begitu polos, jujur dan apa
adanya
juga dalam menuturkan kisah hidupnya. Tapi omonganya tak
pernah menyerempet ke hal-hal yang tabu.. Lila-pun dengan
perhatian mendengarkannya. Terkadang secara tidak sengaja
cerita
Alfi berakhir dengan kelucuan-kelucuan dan membuat Lila
tertawa
geli. Entah kapan terakhir ia makan siang atau malam
bersama
seorang lelaki. Mungkin lima atau enam bulan yang lalu. Iapun
tak
ingat pasti. Kala itu ia sempat makan malam bersama
seorang
lelaki. Acara makan malam yang kaku itu berakhir begitu saja
tanpa
ada kelanjutannya. Hal sama selalu terjadi pada setiap pria
lain
yang di sodorkan ibunya sebagai calon suaminya. Bahkan
Robert
pemuda terakhir itu hanya sempat datang bertamu dua kali
tanpa di
suguhi Lila air minum. Entah apakah karena sang dewa
asmara
yang sudah putus asa menarik busur buat membidikan panah
asmara ke hati Lila ataukah memang karena memang hati
gadis itu
sangat keras dan dingin bagaikan sebuah bukit es. Yang jelas
satu
persatu para lelaki yang coba mendekatinya mundur dengan
sendirinya karena gagal mencairkan kebekuan di hati Lila.
Namun
tidak dengan makan siang kali ini. Bersama Alfi, Lila
merasakan
kenyamanan dan kegembiraan. Paling tidak ia bisa melupakan
sejenak kegundahan hatinya terhadap permintaan sang bunda
padanya kemarin sore. Obrolannya dengan Alfi seakan mampu
melepaskan sedikit beban hatinya selama ini.
"Sudah lama kamu tak datang ke klinik Fi, sebaiknya kamu
rajin
memeriksakan kesehatanmu" ujar Lila.
"Ke..napa Alfi harus sering diperiksa kak. Alfi kan tidak sakit?"
ujar
Alfi kecut jika harus datang ke sana.
Dari dulu Alfi memang takut sekali dengan jarum suntik,
apalagi
setiap kali bertemu Lila selalu memberinya suntikan.Selain itu
ia
juga tetap merasa malu bila terpaksa harus menunjukan
batang
kemaluannya buat diperiksa oleh Lila, walaupun benda
miliknya itu
sering di pegang-pegang dan diemut oleh banyak wanita.
"Bukankah tadi kamu mengatakan jika selama tiga hari dalam
tiap
minggunya kamu tinggal bersama Kak Niken-mu, lalu empat
hari
sisanya bersama Kak Sandramu kan?"
"I..ya kak"
"Nah. mengingat aktivitas seksu..eng.... itu yang sangat
sering itu,
paling tidak setiap bulan kamu harus memeriksakan diri"
"Ya kak tapi... bolehkan jika sekarang kita ngga ngomongin
soal itu
kak?"
"Hi..hi..memangnya kamu takut ya Fi?" Tanya Lila.
"Iyalah, habismya kakak selalu nyuntik kalau ketemu, kan
sakit!"
Lila tertawa geli mendengar ketakutan Alfi. Lila sudah
mengenal Alfi
sejak dua tahun yang lalu. Meski secara fisik Alfi terlihat tak
berbeda dengan anak lain seusianya namun anak ini telah
banyak
mengalami peristiwa yang dasyat dalam hidupnya. Hubungan
mereka sebagai dokter dan pasien membuat Lila mengikuti
pertumbuhan Alfi menuju kedewasaannya. Selama ini Lila tak
pernah menerima pasien pria. Itu hanya karena mendiang ibu
Alfi
adalah salah satu pasiennya. Terkadang wanita malang itu
terpaksa
mengajak serta Alfi buat di periksa kesehatan terutama bagian
alat
kelaminnya. Ibunya tak dapat menjaga pergaulan Alfi di dalam
lingkungan kotor seperti di lokalisasi X sehingga telah ikut
menyeret putra satu-satunya ke dalam jurang kenistaan di
usia
yang masih sangat muda. Ketika Alfi diadopsi oleh pasangan
Sandra dan Diditpun, Lila-pun dapat mengetahui semua
kejanggalan yang terjadi dalam hubungan suami istri itu meski
mereka tak pernah secara langsung mengatakannya padanya.
Hingga akhirnya Niken sahabat terbaiknya pun ikut masuk
dalam
kehidupan Alfi.
Bagi Alfi sendiri, Lila merupakan figure yang patut dikagumi.
Betapa
tidak selama ini Alfi hanya mengenal para wanita di lokalisasi
X
yang hanya menjadi alat pemuas nafsu bagi kaum lelaki saja.
Setelah bertemu Lila, barulah ia tahu ternyata ada juga wanita
yang
demikian pandai dan hebat melebihi kemampuan kebanyakan
kaum
lelaki. Ia merasa sangat segan terhadap wanita satu ini. Lila
tak
seperti wanita lain kebanyakan yang ia kenal. Gadis itu sangat
tegas dan sangat....dingin. Tapi hari ini Alfi melihat sisi yang
berbeda pada Lila. Entah mengapa hatinya bergetar aneh
seperti
saat ia bertemu dengan Niken dulu. Meski demikian Alfi tak
ingin
berpikiran macam-macam terhadap Lila.
"Lila! Kamu? " sapa seseorang tiba-tiba di tengah-tengah
kegembiraan itu
"E..rik?" desis Lila ketika mengenali siapa yang menyapanya
itu.
Lila masih bengong dari duduknya.
Entah mengapa ada rasa perih di hatinya memandang pemuda
itu.
Apalagi saat itu Erik datang bersama seorang wanita dengan
dandanan mencolok. Blouse ketat, rok mini, dan make up
menor ala
artis sinetron. Erik tak menyangka ia bakal bertemu lagi
dengan
Lila, gadis yang pernah ia sakiti hatinya dahulu. ia bahkan
terperangah melihat penampilan Lila sekarang. Tak pernah
terbayangkan olehnya gadis itu menjadi sangat mengoda..
Paras
yang sangat cantik dan mempunyai postur tubuh yang indah
ukuran 34-27-34 ditunjang tinggi tubuh yang 170 sentimeter
membuatnya lebih nampak bagai seorang model ketimbang
dokter.
Berkali-kali ia meneguk ludah sambil mengamati tubuh Lila.
Lila
bukannya senang berjumpa dengan pemuda itu. Ia bertambah
muak
melihat sikap buaya Erik. Erik yang baru menyadari
kebodohannya
segera buru-buru memperbaiki sikapnya.
"Ehh...lama tak bertemu, Apa kabarmu La?"
"Baik, bagaimana denganmu Rik?"
"Juga baik, Lalu angin apa yang membawamu kembali ke kota
ini?"
"Aku hanya mampir sebentar menengok ibu dan Lidya"
"Kau pasti sangat sibuk sekali ya, kudengar dari teman-teman
kita
dulu kau telah menjadi seorang dokter ahli kandungan yang
terkenal di kota S. O ya siapa ini? kacungmu kah?" ujar Erik
dengan
nada agak mengejek.
Lila bertambah tidak senang melihat tingkah laku Erik yang
seakan
memandang rendah orang lain.
"Hmm.. kenalkan ini Alfi sahabatku, dia orangnya sangat baik
padaku tak seperti kebanyakan lelaki yang kukenal selama ini"
sindir Lila
"Kau masih seperti dulu La, tak berubah" ujar Erik. Ia tahu Lila
tak
begitu senang bertemu dengannya.
"Kamu juga masih seperti dulu, terutama seleramu" ujar Lila.
Sambil melirik ke arah wanita di samping Erik.
"Oya ini Monica, Mon kenalkan ini Lila mantanku dulu" ujar
Erik
semakin tak mengenal sopan santun.
Wajah Lila merah padam. Ingin rasanya ia menanggapi
perkataan
Erik dengan pedas namun ia cepat-cepat mengendalikan
perasaannya. Sungguh rugi meladeni orang semacam Erik.
Lebih
baik ia lekas pergi dari situ karena pembicaraan mereka
menjadi
semakin tidak sehat.
"Kupikir kalian perlu meja, kebetulan kami sudah selesai,
silakan
dipakai saja"
"Kenapa buru-buru kita bisa ngobrol bareng di sini" ujar Erik
terkejut ketika Lila beranjak meninggalkan tempat itu diiringi
si Alfi.
Nampaknya dia agak menyesal juga dengan ulahnya tadi.
"Mungkin kapan-kapan Rik soalnya kami ada urusan lain,
sampai
ketemu" ujar Lila berlalu dari sana tanpa menoleh kebelakang
lagi.
Alfi terkejut saat Lila mengamit tangannya agar berjalan lebih
cepat
meninggalkan tempat itu
"Siapa pemuda tadi kak?" tanyanya setelah mereka jauh
"Teman kakak sewaktu si SMU dulu" Jawab Lila.
"Ganteng ya kak"
"Buat apa punya tampang tampan tapi tak punya kesetiaan"
ujar
Lila ketus.
"Iya juga sih"Alfi buru-buru tak meneruskan bicara mengenai
topic
tersebut lagi sadar ia jika Lila tak senang mengupasnya lebih
lanjut. Dalam hatinya ia dapat menduga pasti ada telah terjadi
sesuatu pada hubungan mereka dulu.
"Kak, kita beli es krim di sana yok, kali ini biar Alfi yang
traktir"
ujarnya berusaha mencairkan suasana hati Lila.
Sepertinya usahanya berhasil. Nampak sunggingan senyum di
bibir
indah Lila.
***************************
Sore harinya, Lila dikejutkan oleh kedatangan Erik di
rumahnya.
Saat itu ibunya yang menyambut pemuda itu. Ibu Lila
menganggap
putusnya jalinan asmara antara putrinya dan Erik merupakan
hal
yang biasa dikalangan remaja. Oleh karenanya ia tetap
menyambut
baik kedatangan pemuda itu. Mereka sempat berbincang
berdua
sebelum ibu Lila masuk ke kamar putrinya. Di dalam kamar
Lila
terlihat sedang menatap kaca meja rias dengan malas, tak
ada
lipstick dan polesan bedak buat tamunya yang satu ini.
"Anak perempuan kok tidak dandan padahal kedatangan tamu
istimewa"
Lila tetap diam, namun ibunya tahu kegundahan hati putrinya
itu.
"Suka atau tidak suka kamu tetap harus menemuinya, tak
sopan
membiarkan seorang tamu lama-lama menunggu nak." kata
ibunya
lembut
Lila mengangguk lalu keluar dari kamarnya.
"Eng..saya sebenarnya mau mengajak Lila makan malam bu"
Erik
berusaha berlaku bagai seorang gentleman di hadapan ibu
Lila.
"Oh..bagi ibu tak masalah, semua itu terserah pada Lila, nak"
Sebetulnya Lila enggan meladeni Erik apalagi sampai menjalin
hubungan kasih kembali dengan pemuda itu setelah apa yang
pernah Erik lakukan di masa pacaran mereka dulu.
Tapi ia tak ingin terlihat berlaku kasar di hadapan ibunya.
Apalagi
setelah pembicaraan mereka berdua kemarin. Ia akhirnya
setuju
untuk pergi makan malam bersama Erik hanya buat
menyenangkan
hati ibunya saja.
*******************************
Sore itu pula nampak Alfi ditemani Sriti jalan-jalan di Mal.
Sriti
membiarkan Alfi menggandeng tangannya layaknya sepasang
kekasih. Ia tak merasa malu pada pengunjung lain. Lusanya
Alfi
berencana pulang dulu ke kota S jadi sisa hari itu mereka
manfaatkan buat bergembira bersama menikmati hingar
bingarnya
kota H.
"Fii, bukankah itu dr Lila?" Tanya Sriti. Alfi melihat ke arah
yang
ditunjuk oleh Sriti. Memang betul nampak Lila sedang duduk
di
sebuah cafe sambil menikmati makan malamnya bersama
Erik.
"Ya betul kak, ayo kita kesana" ajak Alfi. Namun sebelum ia
melangkah Sriti mencegahnya.
"Jangan Fi..sebaiknya kita tak mengganggu mereka"
"Kenapa kak? Kakak malu ketemu kak Lila ya? Ayolah ...siapa
tahu
kita malah ditraktir makan malam oleh mereka"
"Bukan karena masalah itu..."
"Lantas kenapa kak?"
"Lelaki yang bersamanya itu...dia..."
"O itu kak Erik mantan pacarnya kak Lila sewaktu di SMU
dulu,
orangnya baik kok, sepertinya mereka mau kembali pacaran.
Emang
ada apa dengannya kak?"
"Dia itu...sering datang 'ngamar' di motel tempat kakak
bekerja"
"HAaa... kakak yakinn?" ujar Alfi terkejut.
"Fi, Kamu tidak mengenal Erik, dia itu adalah seorang buaya
perempuan, Ia hanya ingin memuaskan napsu semata lalu
pergi
begitu saja setelah mendapatkan apa yang ia mau, tak jarang
ia
berlaku kasar pada wanita yang ia kencani dan mereka di
tinggal
begitu saja si kamar motel setelah ia kerjai, tidak hanya itu ia
bahkan pernah mencoba memaksaku melayaninya"
Alfi termagu setelah mendengar keterangan Sriti barusan.
Apakah
Lila tak tahu akan semua itu. Namun ia pikir hal itu sangat
wajar.
Sekian lama Lila meninggalkan kota H ini sehingga ia tak tahu
banyak tentang mantannya itu.
"Sungguh tak disangka ternyata kak Erik seperti itu, kalau
begitu
Alfi harus segera memperingatkan kak Lila"
"Memang seharusnya demikian namun kita tak bisa begitu
saja
mengatakannya. bisa-bisa Lila malah marah pada kita,
Sebaiknya
kau awasi saja sambil menunggu waktu yang tepat buat
menjelaskannya"
"Alfi ngga rela wanita sebaik dan secantik kak Lila jatuh ke
tangan
lelaki seperti itu kak"
"Hi hi bisa saja bicaramu Fi, emang kamu pinginnya kalau dr.
Lila
buatmu ya?"
"Akh kakak, mana berani Alfi macam-macam sama kak Lila.
Dia
kan orang yang sangat terpelajar kak"
"Loh apa bedanya Lila dengan Sandra dan yang lain, Mereka
sama-
sama wanita dari keluarga baik-baik, berpendidikan bahkan
bersuami, tapi tetap saja mau kamu gituin"
"Dia beda kak. Entahlah yang jelas Alfi sangat segan
padanya"
"Ya sudah, baiknya kita segera pergi ke tempat lain biar tidak
terlihat oleh mereka" ajak Sriti.
Alfi yakin Lila pasti mampu menjaga diri. Gadis itu tak bakal
tergoda oleh rayuan gombal lelaki semacam Erik.
***************************
Sementara itu di dalam café, terlihat Lila dan Erik duduk di
sebuah
meja di sudut ruangan. Sambil menunggu pesanannya datang,
Erik
berusaha membuka percakapan. Ia mulai bercerita kesana
kemari
mengenai bisnisnya yang sukses, perjalannannya ke segala
belahan dunia, tentang mobilnya, sampai soal binatang
peliharaannya. Lila yang lebih banyak diam hanya menanggapi
omongan Erik dengan dingin. Setelah kehabisan bahan
omongan
yang semuanya berbau narsis, akhirnya ia mulai terlihat
ngegombal.
"Sebetulnya aku mau minta maaf atas semua perkataanku
siang
tadi La"
"Tak mengapa, aku tak pernah memasukannya di dalam hati"
"Syukurlah jika demikian. Tak hanya itu aku juga ingin
meminta
maaf atas rusaknya hubungan kita dulu, aku memang
bersalah,
a..ku ingin kita kembali seperti dulu lagi"
"Apa?..Maaf? Kau baru bisa mengatakan maaf setelah
sepuluh
tahun aku terpuruk oleh penghianatanmu? Kau benar-benar
tak
berperasaan Rik!. Jika kamu bermaksud agar hubungan kita
kembali
seperti dulu, maka jawabanku adalah Tidak!"
"Tapi La paling tidak beri aku kesempatan sekali ini saja, aku
ingin
membuktikan jika aku serius untuk membina hidup bersama
denganmu...aku masih menc.."
Belum selesai ia menggombal Lila telah memotong
kalimatnya.
"Maaf Rik! Sekali lagi aku tegaskan bahwa aku tak tertarik
membina
hubungan asmara denganmu dan aku tak ingin membicarakan
soal
ini lagi, kita memang tak berjodoh Titik!"
Erik menatap Lila tajam, ia merasa terhina telah ditolak
mentah-
mentah oleh gadis itu. Pikiran kejinya muncul. Ia tak mungkin
melepaskan makluk molek ini begitu saja. Bagaimanapun
caranya ia
harus mendapatkan Lila. Mungkin mustahil mendapatkan
cintanya
namun tidak sukar buat mendapatkan tubuhnya.
Erik akhirnya mendapatkan kesempatannya saat Lila pergi ke
kamar
kecil. Dari saku celananya ia mengeluarkan botol kecil berisi
cairan
putih bening. Lalu ia tuangkan sedikit ke dalam minuman Lila.
Ini
adalah obat perangsang dosis tinggi. kemudian ia
menambahkan
juga bubuk putih yang tak lain adalah obat tidur. Kedua obat
tersebut dengan cepat bercampur dengan minuman Lila. Cara
ini
yang sering Erik lakukan buat menjerat para korbannya
apabila
perempuan tersebut menolak di ajaknya tidur.
"Ayolah kita makan dulu lalu kuantar kamu pulang" ujarnya
berusaha berlaku wajar saat Lila kembali ke kursinya.
Saat dalam perjalanan pulang, Lila mendadak merasakan
kepalanya
begitu berat. Gadis itu memijit-mijit kepalanya. Namun
semakin
lama pandangannya semakin kabur hingga akhirnya kepalanya
terkulai di sandaran kursi mobil Erik.
"Kau akan tahu akibatnya bila berani menolak keinginanku La"
ujar
Erik tersenyum menyeringai
*****************************
Motel XX
Nampak Sriti duduk di meja Receptionist, Ia sedang menjalani
Sift
malam. Alfi baru saja pulang ke rumah kontrakannya setelah
mengantarnya kemari. Terdengar deru kendaraan memasuki
area
parkir. Sriti terkejut melihat siapa tamu yang datang itu.
Hatinya
jadi was-was ketika mengenali pemilik kendaraan tersebut.
Orang
itu turun dan menuju ke arahnya.
"Ada kamar kosong, Say?" tanya Erik sambil mengedipkan
mata
genit.
"A..da mas,...eng...di nomor ...dua belas"
Erik lalu kebali ke dalam kendaraan. Benar saja dugaannya Ia
melihat Erik keluar dari mobil sambil memapah seorang
wanita yang
tak lain adalah Lila.
Melihat kondisi Lila yang dipapah berjalan, Sriti yakin Lila
dalam
keadaan setengah sadar. Erik pasti sudah membiusnya
terlebih
dahulu seperti korban-korban kebinatangannya sebelum ini.
Ini gawat aku harus menghubungi Alfi segera, pikir Sriti.
"Fi!..kamu ada dimana saat ini?" tanyanya melalui telepon ke
handphone-nya Alfi
"Alfi masih di jalan pulang menuju ke rumah kakak. Ada apa
kak
kok bicaranya grasa-grusu begitu"
"Kamu harus secepatnya kembali lagi kemari Fi!"
"A..da apa sebenarnya kak?"
"Kak Lila-mu Fi! Dia dibawa si Erik kemari dalam keadaan tak
sadar"
"Apaaa?! Aduh gawat kak. Tapi Alfi butuh waktu beberapa
menit
buat sampai di sana"
"Ya lekas!..kakak akan berusaha mengulur-ulur waktu hingga
kamu
tiba di sini"
Alfi tak membuang-buang tempo, ia tak melihat ada ojek atau
kendaraan umum lain yang sedang melintas di sekitar situ.
Maka ia
memutuskan untuk berlari menuju ke motel XX. Jarak yang
hanya
tinggal dua kilometer itu bukanlah suatu masalah bagi dirinya.
Sementara itu di motel XX, Di saat Erik masih berusaha
memapah
Lila dari tempat parkir ke kamar yang di tawarkannya padanya
tadi.
Sriti dengan tergesah-gesah menuju ke sebuah kamar lain
yang
kosong sambil membawa gelas kopinya. Lalu cepat-cepat ia
menumpahkan semua isi gelas itu ke atas kasur. Lalu setelah
itu ia
berlari menghampiri Erik yang sudah sampai di depan pintu
kamar
nomor dua belas.
"Engg...mas Erik...maaf saya tadi salah, ternyata kamar
nomor dua
belas sudah ada yang ngisi, sebaiknya mas pakai kamar
nomor tiga
puluh saja"
"Haa? Gimana sih!?! Lain kali yang teliti dong! kan capek
dibikin
mondar-mandir seperti ini!" ujar Erik kesal.
"I..yaa..mas sekali lagi saya minta maaf. A..nu..baiknya biar
saya
yang bantuin nolonginnya teman mas" ujar Sriti berusaha
mengambil alih memapah.tubuh Lila.
Jarak kamar nomor dua belas lumayan jauh dari nomor tiga
puluh.
Sriti berharap usahanya mengulur-ulur waktu berhasil hingga
Alfi
tiba di sana.
"Ayo yang cepetan!"
"I..ya mas...maaf soalnya temen mas badannya lebih gede
dari
saya..hosh..hosh" ujar Sriti terengah-engah.
Lalu mereka menuju ke dalam kamar. Saat lampu kamar di
hidupkan,
"Loh kok kasurnya masih kotor begini! Wah ini sudah
keterlaluan!
Managemen tempat ini benar-benar sudah bobrok masa tamu
langganan seperti gue di kasih kamar bekas ngentot gini!
Kalau
begini mendingan gue pindah ke motel lain saja dan jangan
harap
gue bakalan mau lagi datang kemari!" ancam Erik. Wajahnya
merah
padam karena marah dan kesal.
"Aduhhh sekali lagi maaf mas Erik dan jangan pergi
dulu ...sebentar
akan saya ganti sepreynya ya. Ini semua gara-gara si
cleaning
servicenya pada mudik, Jadinya saya yang kerjai semua" Sriti
meletakkan tubuh Lila di sofa, lalu mengambil seprey baru
yang
bersih dari kantor meninggalkan Erik yang masih menggerutu.
Lima menit kemudian Sriti kembali lalu dengan sigap
mengganti
seprey tempat tidur tersebut.
"Sudah selesai mas"
"Ini buat kamu...tapi ingat lain hari aku minta ganti rugi
waktuku
yang terbuang dengan tubuhmu" ujar Erik sambil menyelipkan
uang
pecahan limapuluh ribuan ke dada Sriti sambil meremas bukit
kembar itu.
Sriti kesal atas perlakuan Erik yang tak sopan kepadanya
namun ia
terpaksa berpura-pura senang sambil tersenyum nakal.
"Selamat malam mas" ujarnya lalu menutup pintu kamar dari
luar.
Nampak Alfi tengah berlari ke arahnya. Sriti memberi isyarat
kepada
anak itu agar tak berisik, lalu mereka berdua menuju ke
gudang
yang tak jauh dari kamar itu.
"Host....host...host..ba..gai..mana kak? Di..mana..
kak ..Lila?" ujar
Alfi terengah-engah. Karena napasnya nyaris putus karena
berlari
tanpa henti.
"Kau datang tepat pada waktunya, dia ada di kamar bersama
Erik.
Nah sebelum kita bertindak sekarang kau dengarkan dulu
rencana
kakak"
Sementara Sriti menjelaskan rencananya pada Alfi. Di dalam
kamar
nampak Erik tersenyum-senyum menjijikan bagaikan seekor
hyena
yang siap merencah-rencah korbannya. Selama ini Erik tak
pernah
gagal memperdaya korban-korbannya apalagi hingga pada
tahap
ini. Ia menuangkan air putih dari teko yang di sediakan oleh
pihak
motel ke dalam sebuah gelas lalu ia mengeluarkan botol kecil
berisi
cairan obat perangsang yang telah dipakainya sedikit di café
tadi.
Sisa cairan di dalam botol itu ia tuangkan semua ke dalam
gelas.
Erik benar-benar memperhitungkan waktu. Ia berniat
menggarap
tubuh Lila habis-habisan malam ini. Untuk itu ia
mempersiapkan
obat perangsang tambahan yang akan di berikannya pada Lila
ditengah-tengah persetubuhan nanti agar Lila benar-benar
takluk
padanya hingga pagi hari. Tubuh Lila dipindahkannya dari
sofa ke
atas kasur. Lalu perlahan ia membuka reutsleting dibagian
belakang gadis itu. Lila hanya mampu mengeliat-geliat. Ia
sungguh
tak berdaya. Obat tidur dari Erik hanya menyisahkan sepuluh
persen kesadarannya. Berhasil menarik resleting gaun Lila
hingga
ujung. Erik terbelalak memandangi keindahan di hadapannya
saat
itu. Kedua payudara gadis itu seakan mau tumpah dari BH-
nya
karena begitu montoknya. Jemari Erik gemetaran saat
melepas
kaitan bra tersebut dari balik tubuh Lila. Bra itu-pun berhasil
ia
rengut lepas. Dan nampaklah ke dua buah daging putih bersih
itu
dengan putingnya yang berwarna merah muda. Benda indah
ini
dahulu yang sempat ia sia-siakan. Dan kini ia beruntung
mendapatkannya kembali sebelum ada seorangpun yang
menyentuhnya.
Namun baru saja jemarinya hendak menggapai ke dua benda
itu,
tiba-tiba pesawat telepon di samping tempat tidur berdering.
Riiingggg!!!!
"Haess!! Apa lagi sih!" meski kesal namun ia tetap
mengangkat
telepon tersebut."Ya ada apa!"bentaknya. Terdengar suara
Sriti di
seberang telepon agak gugup.
"A..nu maaf mengganggu mas...soalnya penting sekali"
"Cepat katakan saja ada apa!"
"Eng...menurut informasi sebentar lagi ada tim aparat bakal
datang
melakukan razia kemari mas"
"Apaaa!..."
"Betul mas.. katanya sekitar lima menitan mereka bakal tiba
di sini,
sudah dulu ya mas saya mau ngasih tahu tamu yang lainnya"
ujar
Sriti memutus pembicaraan.
"SIALLL!!!...Keparatttt !!!" pekik Erik berang, Mengapa ia begitu
sial
hari ini. Dengan susah payah ia menjebak Lila sejak tadi sore
dan
ia hanya tinggal menyetubuhinya saja tapi semuanya menjadi
kacau
balau. Erik tak mau mengambil resiko berlama-lama. Secepat
mungkin ia harus kabur dari tempat itu sebelum aparat
datang .
Untung saja ia belum melepas pakaiannya. Rasanya ia tak
punya
waktu buat membawa serta Lila bersamanya. Akhirnya ia
putuskan
untuk meninggalkan gadis itu begitu saja.Lalu bergegas lari
keluar
dari kamar. Sriti dan Alfi memandangi mobil Erik yang berlalu
dari
motel dengan meninggalkan kepulan debu.
"Berhasil Fi! Kamu panggil dulu Taxi di depan sementara aku
akan
merapikan dr Lila terlebih dahulu".
Sriti dengan sigap memasang kembali gaun Lila yang terbuka
sebagian. Namun ia tak sempat memakaikan bra Lila hanya
gaunnya yang ia rapikan.
"Kak, taxinya sudah datang, loh ada apa dengan kak Lila?" Alfi
melihat kondisi Lila dalam keadaan setengah sadar dalam
pegangan Sriti.
"Ia tadi pasti dicekokin obat tidur sama Erik, sebaiknya kasih
dulu
dia minum air putih biar dia agak segaran sedikit"ujar Sriti.
Alfi melihat sebuah gelas sudah terisi penuh air di atas meja.
Kebetulan pikirnya. Namun ia tak sadar kalau itu adalah air
yang
sudah di campuri oleh Erik dengan obat perangsang.
Alfi lalu meminumkan isi gelas itu ke Lila. Lila-pun
meminumnya
hingga habis setengah gelas.
"Ayo cepat kau bawa dia kabur dari sini aku kuatir Erik
kembali lagi
ke mari, kamu bawa kak Lila-mu pulang dan ini uang buat
bayar
taxinya"
"Sebentar kak, Alfi haus sekali karena tadi harus berlari
kemari"
Lalu Alfi meminum sisa air di gelas tadi sampai habis tandas.
Kemudian mereka memapah tubuh Lila ke dalam Taxi. Lalu
pergi
meninggalkan motel tersebut.
*********************************
Sesampainya di rumah Lila, Alfi dengan susah payah
memapah Lila
hingga sampai di teras rumah. Jelas tidak mudah membantu
orang
yang memang lebih tinggi dan lebih berat dari dirinya itu
sendirian.
Tubuh Lila sementara di baringkannya di atas kursi lalu ia
menuju
ke arah pintu utama. Berulang-ulang ia mengetuk pintu
namun tak
ada seorangpun yang datang membukakannya. Hingga
sepuluh
menit berlalu tetap tak ada yang keluar. Tanpa bermaksud
lancang
ia lalu memutuskan membuka tas Lila. Satu persatu isinya ia
keluarkan dari dalam tas, Dompet, kosmetik, Alfi juga melihat
segerombolan anak kunci yang di ikat menjadi satu. Hingga
akhirnya ia menemukan apa yang ia cari yaitu HP gadis itu. ia
berharap siapa tahu ia bisa menelpon seseorang buat dimintai
bantuan. Namun ia melihat sebuah pesan pendek pada Hp
tersebut.
"La kamu tinggal sendiri dulu di rumah, malam ini ibu dan
Lidya
menginap selama dua hari di tempat bu De mu yang sedang
sakit"
Alfi baru mengerti bahwa ia harus berusaha masuk ke dalam
rumah
dengan menggunakan kunci milik Lila. Lama juga ia
mencocok-
cocokan tiap anak kunci ke lubang pintu depan. Hingga
akhirnya ia
berhasil. Lalu ia kembali membantu Lila berdiri dan
memapahnya
masuk ke dalam rumah hingga di sebuah kamar tidur. ia
baringkan
tubuh Lila di atas kasur. Setelah itu ia bergegas kembali ke
arah
depan buat mengunci pagar dan pintu ruang tamu. Setelah
semuanya beres ia justru bingung harus mengerjakan apa lagi.
Yang jelas Ia tak mungkin meninggalkan Lila sendirian dalam
keadaan tak sadarkan diri seperti ini. Ia justru kuatir jika Erik
tiba-
tiba datang kemari dan pasti membuat keadaannya kembali
menjadi
runyam seperti tadi. Alfipun akhirnya memutuskan untuk tetap
di
sana menunggu sampai Lila bangun. Rasa letih membuat ia
menyandarkan dirinya di kaki tempat tidur di samping tubuh
Lila.
Berkali-kali ia menoleh ke arah Lila yang terbaring di
sebelahnya.
Wajah gadis itu terlihat begitu cantik dan menawan. Lekuk-
lekuk
tubuh yang sintal itu menonjolkan segala sisi kewanitaannya
yang
dapat mengguncang iman setiap pria yang menatapnya.
Alfi merasakan ada perasaan aneh bergejolak sejak di dalam
taxi
tadi. Entah kenapa birahinya tiba-tiba naik begitu cepat
apalagi
ketika tadi ia memapah dan bersentuhan dengan tubuh gadis
itu.
padahal selama ini ia tak pernah berani berpikir untuk berbuat
macam-macam terhadap Lila.
Alfi
Aarggg.. Alfi binggung ada apa dengan dirinya? Mengapa
gairahnya
mendadak menjadi beberapa kali lipat lebih tinggi dari
biasanya?
Sebesar-besarnya hasratnya untuk berhubungan intim tak
pernah
membuat dirinya sampai tak terkendali seperti sekarang ini. Di
saat
kegelisahan tengah melanda hatinya, tiba-tiba sebuah tangan
halus merangkul lehernya dari belakang. Ternyata Lila dalam
tidurnya juga sedang merasakan kegelisahan dan secara tak
sengaja meraih leher Alfi. Alfi menoleh perlahan. Wajah Lila
begitu
dekat dengan wajahnya hingga hangat napas Lila dapat ia
rasakan
di pipinya. Bibir Gadis itu begitu merekah nampak terbuka
sedikit
seakan-akan meminta untuk di kecup.
Harum tubuh dan kehalusan kulit Lila membuat dadanya
semakin
berdebar-debar kencang dan peluhpun mengucur deras keluar
dari
pori-porinya seiring napasnya yang memburu. Dan semakin
lama
hasrat itu semakin menyesakan dadanya.
"Tidakk! Aku tak boleh melakukan hal itu! Aku tak ada
bedanya
dengan Erik jika sampai menodai kak Lila!" Jerit Alfi dalam
hati.
Dulu ia telah menodai Dian dalam situasi nyaris sama dengan
saat
ini. Dimana saat itu Dian sedang terlelap dan ia sendiri dalam
kondisi terangsang hebat. Ia bertekat tak akan pernah
mengulangi
kesalahan itu lagi. Namun obat perangsang dosis tinggi milik
Erik
yang tak sengaja terminum olehnya itu sudah terlanjur
bereaksi dan
menjalar dengan cepat keseluruh syaraf-syaraf kelaki-
lakiannya.
Jelas sia-sia saja ia berusaha melawan rasa itu. Tahu-tahu ia
menemukan fakta kalau tititnya sudah dalam keadaan
mengejang
kaku. Alfi jelas tak kuasa mengendalikan dirinya lagi.
Wajahnya
perlahan semakin mendekat ke wajah Lila hingga bibirnya
bersentuhan dengan bibir lembut gadis itu. Lalu ia pun
melumatnya. Bak tersengat oleh aliran listrik tegangan tinggi
Lila
membuka matanya. Pada saat itu tubuhnya tengah dipenuhi
oleh
gairah tinggi akibat pengaruh dari obat perangsang berdosis
tinggi
telah membuat nalurinya mengambil alih seluruh
kesadarannya.
Sesaat kemudian matanya terkatup lagi. Menit demi menit
lumatan
bibir mereka seakan tak pernah terlepas lagi. Lila membuka
mulutnya lebih lebar membiarkan lidah Alfi masuk menjelajahi
rongga mulutnya. Mulanya ia hanya merintih-rintih
membiarkan
lidah Alfi menari-nari kesana kemari namun tak membutuhkan
waktu lama buat ia bisa memahami seni bercumbu itu dan
akhirnya
iapun mulai mampu membalas lumatan bibir dan permainan
panas
lidah Alfi sehingga menjadikan ciuman itu menjadi sangat
bergairah
dan menyenangkan. Entah bagaimana ia bisa begitu pandai
berciuman padahal ia belum pernah sekalipun melakukan hal
itu
sebelumnya. Meski dengan napas tersengal-sengal keduanya
tetap
saling melumat satu sama lain.
Lengan Lila merangkul dan mendekap tubuh Alfi semakin erat.
Gadis itu seakan tak mau melepaskan lagi pelukannya. Sambil
melakukan ciuman dan cumbuan pada Lila. Jemari tangan Alfi
juga
tak tinggal diam, meraba dan menjelajah ke sana kemari ke
seluruh
bagian sensitive tubuh Lila. Ini pertama kalinya bagi Lila
membiarkan tubuhnya dijamah oleh seorang lelaki. Dulu
semasa
pacaran, Erik masih terlalu hijau dan tak pernah berani
melakukannya. Alam kesadaraannya yang tersisa sedikit itu
telah
dikuasai secara penuh oleh gairah aneh yang menjalar ke
setiap
syaraf-syaraf di seluruh tubuhnya. Pengaruh obat perangsang
itu
menjadikan tubuhnya begitu sensitive terhadap setiap
sentuhan
Alfi.
"Fiiihh......Ohhh" Lila merintih lemah ketika jemari Alfi
mengapai dan
berusaha menarik reustleting gaunnya.
Ingin rasanya ia mengatakan kata 'jangan' namun tak mampu
ia
ucapkan. Ia sadar apa yang hendak anak itu lakukan pada
dirinya
saat itu namun demikian ia tak mampu menolak semua
perlakuan
dari Alfi untuk menggaulinya. Obat perangsang Erik yang
memang
mempunyai daya rangsang sangat tinggi itu benar-benar telah
menguasai akal dan pikiran sehatnya. Bahkan kepandaian dan
kekerasan hatinyapun selama ini telah sirna entah kemana
untuk
saat ini. Tinggalah yang tersisa hanyalah nalurinya sebagai
makhluk hidup yang dipenuhi oleh napsu birahi dan gairah
buat
bercinta. Lalu perlahan-lahan gaunnya tertanggal dari
tubuhnya
hingga hanya tersisa satu carik kain yang masih melekat di
tubuh
Lila, yaitu sebuah celana dalam berenda-renda berwarna
putih.
Benda itu ketat membukus gundukan bukit kecil pada
selangkangannya dengan bulu-bulu hitam yang membayang di
situ.
Dulu Alfi sempat penasaran membayangkan bagaimana
bentuk
tubuh Lila bila tak ditutupi oleh pakaian putih dokternya. Dan
kini
ia dapat dengan jelas melihat segala keindahan milik gadis
itu.
Sungguh tak pernah ia sadari selama ini jika wanita yang
sering
kali ia temui saat mengantar para wanita-wanitanya ternyata
semolek ini. Meski Alfi telah sering melihat berupa-rupa tubuh
indah dari para wanitanya, namun hatinya tetap bergetar
menatap
tubuh seorang gadis dewasa yang telah mengembang dengan
sempurna di hadapannya itu. Kulitnya begitu putih bersih
terawat
dan tak nampak ada noda sedikitpun. Perut yang ramping
serta
pinggul yang bulat merupakan idaman setiap lelaki tak
terkecuali
dirinya. Dan yang paling mengagumkan adalah dua buah
payudara
Lila yang montok namun kencang dan indah dihiasi oleh
puting
berwarna merah muda di bagian puncaknya.
Setiap pria pasti tahu secara naluri bagaimana bermain
dengan
bagian tubuh yang ini tapi tidak banyak yang tahu bagaimana
semestinya memperlakukan payudara seorang perempuan.
Tidak
demikian halnya dengan Alfi, ia begitu mengerti jika payudara
adalah bagian yang sangat peka terhadap rangsangan dan
tahu
bagaimana menyenangkan setiap pasangan wanitanya lewat
benda
ini. Setiap wanita yang tidur dengannya memiliki bentuk tubuh
dan
payudara berbeda tapi mereka semua paling suka bila Alfi
mengakhiri permainan di bagian itu dengan menyusu bagai
seorang
bayi pada payudara kirinya. Alfi mulai membelai-belai
payudara
indah itu Lalu melakukan gerakan melingkar dengan tangan di
payudara dengan lembut dari bagian ujung payudara hingga
dasar
payudara. Kemudian kembali dari lingkaran besar hingga
mengecil
terus ke arah puting tanpa menyentuh putingnya. Ia sengaja
tak
menyentuh bagian itu untuk meningkatkan rasa penasaran
dan
nafsu Lila, lalu dengan keseluruhan jemarinya Alfi yang meraup
bukit kembar itu. Dan Kemudian meremas-remasnya secara
lembut.
"Oughhhhh....engggggg..."Lila mendesah dan merintih
sementara
tubuhnya meliuk-liuk dan mengelinjang keenakan hingga
seprey di
bawah tindihan tubuhnya menjadi kusut tak karuan. Pada saat
itu
Lila sudah tidak bisa lagi menahan remasan dan kenakalan
jemari
Alfi.
Alfi melihat puting payudara Lila berdiri, lalu menghentikan
remasannya ia tahu apa yang harus ia lakukan
selanjutnya...dan.
Hap.... bibirnya menangkap putting susu sebelah kanan Lila
lalu
mengisapnya lembut.
"Argggg...Fiiiiiiiih" Lila terpekik tersengat oleh kenikmatan
yang
baru pertama kali ini ia rasakan. Matanya sempat terbeliak
sebelum
kembali terkatup. Garis-garis di keningnya berkrenyit menahan
rasa nikmat itu.
Puas mengulum putting susu sebelah kanan bibir Alfi lalu
berpindah ke putting sebelah kiri. Mulanya bibirnya menghisap
dengan lembut sambil sesekali memutar-mutar lidahnya lalu
semakin kuat seakan ingin memerah keluar air susu dari
benda itu.
Lalu semakin lama semakin kuat sehingga putting payudara
Lila
semakin keras mengacung.
"Eeenggggggg......" gadis itu terus merintih-rintih.
Ia semakin terbakar oleh gairahnya yang meledak-ladak Dan
ketika
Alfi tak lagi melepaskan hisapannya pada puting payudara
kirinya.
Kedua tangan Lila menekan wajah anak itu hingga makin
terbenam
di bungkahan lembut dadanya dan berharap Alfi tak segera
menyudahinya. Alfi tergesah-gesah melepas satu persatu
pakaiannya hingga dirinya benar-benar bugil. Tititnya yang
sangat
besar dan panjang itu sudah dalam keadaan ereksi. Benda itu
terlihat begitu mencolok karena ukurannya tak seimbang
dengan
tubuh kerempeng Alfi. Tanpa banyak kesulitan dengan ke dua
tangannya Alfi perlahan menurunkan celana dalam Lila yang
sudah
sangat basah hingga benar-benar terlepas dari pergelangan
kaki.
Alfi melepaskan hisapannya pada puting payudara Lila dan
menggeser posisi tubuhnya ke arah bawah sambil membuka
lebar
kedua paha Lila. Lila terkejut dan berusaha merapatkan kedua
pahanya yang mulus. Namun terlambat Alfi telah lebih dulu
menyusupkan kepalanya masuk diantar kedua kaki jenjang
dan
mulusnya itu hingga wajah anak itu berada tepat di depan
vaginanya. Di hadapannya hanya beberapa sentimeter dari
wajahnya kini sudah terbentang sebuah taman surgawi dunia.
Sosok indah vagina seorang gadis cantik. Bukit kemaluan
yang
penuh ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang menyebar hingga
ke
bawah bagian pusarnya. Bau harum yang terhirup oleh
penciumannya yang menandakan jika Lila selalu merawat dan
menjaga kebersihan organ kewanitaannya itu. Liangnya
nampak
telah membasah oleh cairan bening yang merembes keluar
karena
gairah pemiliknya yang sudah tak terbendung. Alfi menjulurkan
lidahnya dan perlahan mendekat pada belahan vagina Lila.
Dan
ketika ujung lidahnya yang runcing bersentuhan dengan benda
cantik itu, Lila kembali tersentak.
"Oghhhhhh.... ..."rintihnya dikala ia merasakan rasa nikmat
yang
begitu menyengat mengiringi rasa geli dan gatal pada organ
intimnya.
Sebuah kenikmatan yang baru pertama kali ini ia alami dan
membuatnya hanya mampu merintih-rintih. ia merasa sudah
tak
lagi mampu menahan desakan birahinya sendiri ketika lidah
Alfi tak
hanya menjilati bagian permukaan saja namun menyelinap
masuk
ke dalam vaginanya.
Jemari-jemarinya meraih seprey dan meremasnya seiring
nikmat
yang di rasakannya melanda organ intimnya. Semua yang
terjadi
ini adalah pengalaman yang pertama bagi Lila. Tak ada
seorang
lelakipun yang pernah melakukan hal itu padanya karena
selama ini
ia selalu berhasil menjaga dirinya dari jamahan setiap lelaki.
Clek..clek...clekk..clek, tiba-tiba Alfi menghentikan jilatannya
sejenak. Ketika Ia memandangi belahan cantik di hadapannya
itu
timbul rasa penasarannya, ia ingin tahu apakah Lila masih
perawan
atau tidak. Lalu dengan jemarinya ia bibir membuka bibir
vagina
Lila sehingga Ia dapat melihat sebuah selaput tipis yang
menutupi
bagian dalam vagina gadis itu. Benda yang sangat di
agungkan
oleh seorang wanita sebagai lambang kesuciannya itu
ternyata
masih utuh memagari liang vagina Lila.
"Uhh ternyata kak.Lila memang masih perawan ting ting", ujar
Alfi
dalam hati.
Baru kali ini ia melihat bagaimana sesungguhnya bentuk dan
posisi
keperawanan seorang gadis. Hanya sekitar tiga atau empat
senti
dari permukaan bibir kemaluannya. Setelah puas terhadap apa
yang
ingin ia ketahui. Alfi kembali melakukan jilatan pada
kewanitaan
Lila. Gerakan lidahnya kali ini semakin jauh menjelajah ke
dalam
sehingga liang sempit itupun bereaksi berkedut-kedut seakan
menghisap lidahnya. Hingga akhirnya lidahnya berhasil
menemukan
klitoris Lila. Lalu ia menghisap benda mungil yang sangat
sensitif
dan dipenuhi dengan ujung-ujung syaraf kenikmatan itu
dengan
penuh kelembutan. Cairan bening semakin banyak memancar
dari
dalam vagina Lila sehingga mulut Alfi belepotan.. Nampaknya
Lila
telah sampai dipuncak kegairahannya. Sebagai seorang gadis
suci
yang belum pernah merasakan kenikmatan dalam
berhubungan
intim, jelas ia tak mampu berlama-lama dirangsang
sedemikian
rupa. Kenikmatan itu sudah tak lagi tertahankan. Diiringi
lengking
pekikan, Lila pun akhirnya mencapai orgasme untuk yang
pertama
kalinya seumur hidupnya.
"Aarggghhhhhhhhhhh !!!!!!" saat itu terjadi Lila mengangkat
tinggi-
tinggi pinggulnya seakan ia ingin lidah Alfi terbenam ke dalam
liang
senggamanya jauh lebih dalam lagi. Seluruh organ tubuhnya
mengalami kekejangan terutama pada organ intimnya. Nikmat
itu
meletup-letup diiringi dengan keluarnya cairan bening secara
alami dari dalam liang senggamanya. Selama ini ia hanya
tahu kata
orgasme itu secara teoritis dari buku buku kesehatan yang ia
baca
selama di bangku kuliah dulu. Kini ia telah merasakan sendiri
orgasme yang sesungguhnya. Ia terkesima mendapati rasa
nikmat
itu sangat luar biasa dan sungguh tak terlukiskan. Setelah
lewat
satu menitan pinggul Lila kembali terhempas ke kasur.
Tampak
napas Lila masih tersengal-sengal. Sekujur tubuhnyapun telah
basah oleh keringat. Kedua matanya terpejam meresapi sisa-
sisa
kenikmatan yang baru saja melandanya. Sebuah pertanyaan
melintas di benaknya, akan ia membiarkan anak ini melakukan
hal
yang lebih jauh lagi dari ini? meski merasa hal itu sungguh
tabu
dan tidak bermoral, tetapi daya tarik buat melakukan asmara
terlarang itu begitu menggoda dan tak terbantahkan. Tanpa
disadari tubuhnya mengharapkan Alfi terus menjamahnya
untuk
membawanya pada sebuah titik akhir puncak kenikmatan.
Hanya
satu langkah lagi buat Alfi menuntaskan permainan cinta ini.
Wajahnya meninggalkan vagina Lila dalam keadaan basah.
Lalu
tubuhnya naik ke atas tubuh sintal gadis itu dan menindihnya.
Lila
sudah terbaring pasrah dengan kedua pahanya yang membuka
lebar
memperlihatkan vaginanya yang memerah dan sedikit
terangkat
pertanda rangsangan yang ia rasakan sudah memuncak. Ini
merupakan tanda bagi Alfi harus segera "memasuki" nya.
Namun
Alfi tak kunjung melakukan penetrasi. Titit besarnya hanya ia
letakan di atas permukaan vagina Lila. Sejenak ia masih
diliputi
kebimbangan bahkan terpikir untuk mengurungkan niatnya
meniduri
Lila. Tetapi belaian lembut tangan Lila pada dadanya menepis
segala keraguannya itu. ia sungguh tak mampu melawan
hasrat dan
gairahnya. Tak ada hal lain di dunia ini yang ia lebih
diinginkan
dari persetubuhan ini. Ia pun merasakan jika Lila juga sangat
menginginkan hal ini terjadi. Alfi berpikir ia mungkin bisa ia
bercinta tanpa harus merusak kegadisan Lila dengan hanya
memasukan kepala tititnya saja ke dalam liang senggama Lila
layaknya melakukan petting bersama Niken dulu.
Lalu ia genggam batang penisnya yang sudah menegang
penuh dan
diarahkan tepat di bibir vagina Lila. Ia terlebih dahulu
menyapu
kepala penisnya ke atas dan bawah di sepanjang bibir cantik
itu.
Setelah terlihat cairan yang merembes semakin banyak keluar
dari
celah vagina Lila, barulah ia menekan batang kemaluannya
masuk.
Srtttt .....Lepp...bibir vagina Lila terbelah dan kepala penis Alfi
mulai menghilang ke balik bibir vagina itu.
"Aawwwwwww fiiiii....saa..kittt" rintih Lila kesakitan. Jemari
nya
turun dari dada ke perut Alfi berusaha mencegah anak itu
memasukinya lebih jauh.
"Kak..oh... Ugghh.."vagina gadis ini rapat sekali batin Alfi.
Kulit kulup yang membungkus ujung penisnya tertarik
kebelakang
dan membuat kepala bulat penisnya bersentuhan langsung
dengan
kelembutan vagina gadis itu Sehingga menimbulkan rasa
nikmat
yang lebih kuat ketimbang saat bagian itu tertutup kulup. Ia
memang harus bersikap sabar untuk melakukan penetrasi
lebih
dalam ke vagina Lila walau kondisinya yang sudah sangat
terangsang dan menginginkan tititnya di balut secara penuh
oleh
daging cinta gadis itu. Beberapa saat kemudian ketika otot-
otot
vaginanya mulai rileks. Lila merasakan kenikmatan sedikit
demi
sedikit perlahan muncul dan menindih rasa sakit tadi.
Menyadari
akan hal itu, Alfipun mulai lagi menekan tititnya agar masuk
lebih
dalam. Ia lakukan hal itu dengan selembut mungkin agar tak
terlalu menyakiti gadisnya itu. Lila pun tak tinggal diam,
secara
naluriah ia membuka pahanya lebih lebar untuk memberi
ruang bagi
Alfi memasuki dirinya. Ia merasakan nikmat yang perlahan
menjalar
di mulut vaginanya Kenikmatan yang begitu mempersona.
Srttttt...
batang penisnya yang hitam besar itu melesak lagi sedikit dan
kali
ini ujung penis Alfi membentur sebuah dinding tipis dan
menahan
laju kepala penisnya untuk masuk lebih dalam. Alfi tahu ia
telah
sampai pada dinding kesucian Lila.
"Ougghhhhh...k..kkkaak..." desis Alfi merasakan tititnya
dicengram
kuat oleh otot-otot vagina Lila. Nikmatnya jangan ditanya.
Kuluman vagina sempit si cantik itu membuat ia harus
berjuang
keras menahan rasa ingin berejakulasi.
Perlahan ia menarik tititnya lalu didorongnya lagi masuk
sedalam
tadi. Saat melakukan itu, Ia berusaha agar tautan kemaluan
mereka
yang cuma sedikit itu tak sampai terlepas. Nyaris tak ada
ruang
buatnya melakukan gerakan ngentot secara nyaman. Alfi
hanya
berhasil membuat beberapa kali gerakan mundur dan maju
itupun
tak berjalan dengan lancar karena mulut vagina Lila masih
terlalu
sempit. Bahkan kocokan itu sempat terhenti ketika tititnya
tiba-
tiba terlepas dari vagina Lila. Lepp...penis Alfi kembali
menancap.
"Oughhhh....Fiiihh" rintihan nikmat Lila-pun kembali
terdengar.
Meskipun percintaan itu berlangsung demikian, namun itu
sudah
cukup menyenangkan bagi Lila. Kedua kaki jenjangnya
melingkar
pada pinggul Alfi dan menekan pantat anak itu ke arah
tubuhnya.
Sambil mengayunkan pinggulnya, Alfi membenamkan kembali
bibirnya ke bibir Lila melanjutkan ciuman mereka tadi. Lilapun
membuka mulutnya lebar-lebar lalu membalas setiap hisapan
bibir
Alfi. Tapi Alfi telah keliru jika berpikir ia mampu melakukan
peting
dalam hingga persetubuhan itu berakhir. Kondisi dirinya yang
tengah dipengaruhi obat perangsang sungguh sangat berbeda
saat
di kala ia dan Niken dulu pertama kali bercinta. Lambat laun
bocah
itu semakin tak terkendali. Kocokannyapun semakin cepat dan
tak
teratur sehingga lebih sering penisnya terlepas ketimbang di
dalam
vagina Lila. Hal itu semakin membuatnya tak sabaran dan tak
terkendali. Keadaan itu diperburuk pula oleh perlakuan dari
Lila
yang merespon setiap sentuhan Alfi dengan tak kalah
panasnya
karena ia justru meminum obat perangsang dalam dosis yang
jauh
lebih banyak dari Alfi. Gadis itu mengoyang pinggulnya di saat
penis Alfi terdorong masuk lalu menghentakannya ke arah
yang
berlawanan saat Alfi menarik penisnya. Nikmat yang
ditimbulkannya sungguh sangat memabukan Alfi.
"Awww..kakkk enakkk " Alfi terpekik tertahan. Ia tak menduga
Lila
merespon setiap gerakannya secara dasyat.
Alfi kini telah sampai pada batas kemampuannya buat
bertahan.
Nalurinya mengatakan ia harus menjebol keperawanan gadis
itu
sekarang. Ia tak tahan lagi buat merasakan kuluman vagina
Lila
secara utuh pada tititnya bukannya lagi peting yang
menyebalkan
seperti ini. Ia bisa gila bila tak ngentot saat ini juga.
"Kak Lila maafkann Alfii" bisiknya lirih sambil menghujamkan
tititnya kuat-kuat. Sekali sentak seluruh batang penisnya yang
gemuk itu masuk menerobos ke dalam vagina Lila dan
akhirnya
terbenam seluruhnya hingga ujungnya menyentuh mulut rahim
gadis itu.
"Aaawwww!!... ...Saakkiiiittt !!...sakittt" Lila tersentak sambil
menjerit
kesakitan saat merasakan selaput daranya dipaksa
merenggang
sampai batas maksimal hingga akhirnya terkoyak disertai rasa
sakit
dan linu amat sangat.
Darah pun terlihat meleleh keluar dari belahan vaginanya
membasahi seprey putih di bawah pantatnya. Rasa sakit
membuat
vagina Lila secara spontan mencengram kemaluan Alfi yang
baru
masuk itu.
"Oughhhh....sempiiiit bangeeet" desah Alfi sambil menggigit
bibirnya sendiri. Nikmatnya sungguh tak terkira. Semua
syaraf-
syaraf yang berada di kepala penisnya merasakan gatal geli
tak
tertahankan sehingga ia tak dapat mengendalikan desakan
kuat
buat berejakulasi. Kedua tangannya menyusup ke belakang
punggung Lila dan memeluk pinggang gadis itu erat-erat.
Sementara pantatnya bergerak naik turun beberapa kali
mengocok
kontol besarnya dengan cepat dan kuat ke liang perawan itu.
Alfi
benar-benar sudah tak terkendali. Saat itu ia sudah tak
perduli
pada Lila yang sangat kesakitan akibat ulahnya. Jelas vagina
gadis
itu masih sedemikian sempitnya buat ia hajar seperti itu.
"Awwwww...ee..nakkkkk" Alfi terpekik ketika kontolnya
berdenyut-
denyut keras memuncratkan air maninya keluar menghantam
deras
rahim Lila.
Crooottt...Croottt..crottt...Crroootttttt! Sebagian besar cairan
kental
yang syarat dengan benih-benih subur itu meluncur masuk ke
rahim Lila. Sebuah rahim seorang wanita dewasa yang sehat,
subur
dan siap buat dibuahi oleh benih-benih cinta Alfi. Lima belas
pancutan dasyat diiringi nikmat tiada taranya akhirnya
mampu
sedikit meredakan amukan birahi Alfi. Ia baru tersadar akan
kekasarannya barusan ketika melihat Lila terisak-isak karena
kesakitan. Batang kemaluannya memang kebesaran buat
dijejalkan
penuh sekaligus ke liang perawan yang sempit itu.
Bingung harus melalukan apa buat mengurangi sakit gadisnya
ini
Alfi lalu mengecupi jentik-jentik keringat di kening gadis itu. Ia
lakukan dengan penuh kelembutan. Kecupannya beralih ke
mata
basah gadis itu hingga ke cuping telinga yang menimbuklan
rasa
geli bagi Lila, Lalu pindah ke seputar leher hingga akhirnya
kembali menyusu pada payudara kiri Lila.Lila-pun merasa
agak
nyaman oleh perlakuan mesrah anak itu. Rasa sakitnya
berangsur-
angsur berkurang dan menjelma menjadi rasa nikmat yang
aneh.
Setelah beberapa menit Alfi memesrai Lila tanpa melakukan
gerakan
kocokan sedikitpun, barulah ia mengerakan penisnya selembut
mungkin berusaha agar organ cinta Lila perlahan-lahan lebih
meregang sedikit demi sedikit menyesuaikan diri dengan
ukuran
penisnya yang besar itu. Kini tubuh kecil dan kurus Alfi sudah
dalam keadaan melekat erat dengan sempurna dengan tubuh
sintal
Lila. Tangan bocah itu menyusup kebelakang punggung
sementara
jemarinya meremas bongkahan padat pantat Lila. Sedangkan
Lila
mendekap leher Alfi dengan kedua tangannya sedangkan kaki
indahnya yang panjang melingkar pada pinggul anak itu lalu
menekan ke arahnya. Bibir mereka-pun bertaut saling
mengecup
menghisap silih berganti menambah panasnya hubungan intim
itu.
butir-butir keringat bercucuran membasahi tubuh keduanya.
Bahkan terlihat Alfi tak lagi ragu menghentakan penisnya yang
besar itu dengan cepat. Semakin lama semakin cepat.
"Awwww!!...Fiiii" rintih Lila yang masih tetap merasakan
kesakitan
pada selangkangannya.
Namun sedikit demi sedikit perih itu semakin lenyap tertindih
oleh
rasa kenikmatan yang semakin menjadi-jadi. Napasnya
sampai
tersengal-sengal Ia tak menyangka jika nikmatnya yang
ditimbulkan oleh titit besar Alfi akan sedasyat itu. Semua
syaraf-
syaraf lembut di dalam vaginanya merespon daging asing
yang
memasukinya itu dengan cengraman yang kuat. Sepuluh menit
kemudian Alfi merasakan pelukan Lila semakin mendekap dan
pinggul nya bergerak dengan liar. Ia tahu gadis itu bakal
mendapat
kembali orgasmenya. Lalu ia semakin mempercepat ayunan
pinggulnya dan menghujamkan tititnya sedalam mungkin ia
dapat
masuk.
Ctap!!..ctapp!!..ctap!!..ctap!!, terdengar bunyi benturan
kemaluan
mereka
"Fiiiiiiii.... oughhhhhhhhh!!!!!!!...Fiiiiiii!!!" Lila tak dapat menahan
pekiknya ketika orgasme itu meletup dari tubuhnya.
Semua otot-otot kewanitaannya berkontraksi berirama dengan
sangat cepat dan kuat diikuti bagian panggul dan rahim. Lalu
diakhiri dengan rasa kenikmatan yang dasyat. Ini adalah
orgasme
kedua yang dialami Lila. Namun jauh berlipat kali lebih nikmat
dari
yang pertama tadi . Tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Pantas
saja orang selalu ingin melakukannya lagi dan..... lagi pikir
Lila.
Pada saat yang sama Alfipun sudah tak dapat menahan
ejakulasinya. Liang perawan itu tiba-tiba melumat seluruh
organ
kelaki-lakiannya dan mendatangkan rasa nikmat yang luar
biasa
hingga saat itu juga aliran sperma pada saluran didalam
penisnya
melaju dengan cepat menerobos hingga keluar melalui lubang
kencingnya tanpa bisa dibendung lagi.
Creeett...crooot..croooot.....croooot...
"Aaaaoooooo...kakkk enaaakkkkk!!!"Alfi melolong ketika air
maninya
bermuncratan untuk kedua kalinya.
Daging kejantannya mengembang mengempis dan
menghentak-
hentak sambil terus menerus menyemburkan spermanya di
dalam
vagina gadis itu seakan-akan ia ingin mengosongkan seluruh
isi
testisnya. Orgasme yang begitu kuat membuyarkan kesadaran
Lila
untuk beberapa saat. Ia bagai melayang tanpa batas di atas
gumpalan awan dan memberikannya rasa yang nyaman dalam
pelukan erat Alfi. Meski sama-sama baru saja mengalami
orgasme
baik Alfi maupun Lila tetap saling mendekap satu sama lain.
Pengaruh dasyat obat perangsang itu tak juga kunjung pudar
mengukung keduanya. Alfi semakin liar mengumuli gadis itu
seakan
tak ingin menyudahi kenikmatan itu. Begitupun Lila yang baru
kali
itu merasakan nikmatnya persetubuhan Kenikmatan itu begitu
memabukan bagai candu membuatnya rela terus menerus
dicabuli
oleh anak itu.
Persetubuhan itu berlangsung lagi bagai tiada akhir hingga
jam
tiga dini hari. Keduanya baru berhenti setelah mengalami
orgasme
demi orgasme dan titit perkasa Alfi-pun tak dapat lagi
memancarkan air mani. Akhirnya keduanya jatuh terlelap
dalam
keletihan dan kepuasan. Di malam sunyi dan dingin itu, di
atas
tempat tidurnya sendiri, Lila telah kehilangan kesuciannya.
********************************
Kesokan harinya
Menjelang tengah hari, Lila baru menggeliat bangun dari tidur
lelapnya. Namun alangkah kagetnya ia mendapati sosok tubuh
lelaki yang tak lain adalah Alfi sedang terlentang di sebelahnya
di
atas tempat tidurnya tanpa mengunakan busana sama sekali.
Ia
bertambah panic saat melihat tubuhnya sendiripun dalam
keadaan
telanjang bulat seperti halnya anak itu. Gadis itu berusaha
menutupi ketelanjangannya itu dengan selimut dan mencoba
bangkit dari tempat tidur namun keletihan masih mendera
semua
otot dan persendian nya sehingga ia tak mampu buat berdiri.
Ketika
kesadarannya berangsur-angsur pulih dan Ia-pun dapat
mengingat-ingat semua kejadian semalam. Ia yakin apa yang
menimpa dirinya bukanlah sebuah mimpi. Rasa sakit pada
selangkangannya juga sangatlah nyata. Dan noda darah di
atas
seprey juga menjadi bukti bahwa hal itu benar-benar telah
terjadi
dan Ia kini memang telah ternoda!
"Ohh tidak ....mengapa hal ini terjadi menimpa diriku?
Huu.. huu.hu "
tangisnya meledak tak terbendung lagi.
Apa yang dipertahankannya selama ini telah terengut paksa
oleh
seorang bocah lelaki yang belum cukup umur itu. Tak hanya
itu Alfi
bahkan berejakulasi berkali-kali di dalam vaginanya tanpa
pengaman. Membuatnya bakal menghadapi situasi yang sama
dengan Niken tempo hari. Alfi yang juga baru terjaga
menemukan
kondisinya dalam keadaan telanjang bulat bersama Lila di
atas
ranjang gadis itu. Ingatan serta kesadarannya berangsur pulih
sehingga ia dapat mengingat dengan jelas kejadian semalam.
"K..kakk?" ucap Alfi bingung melihat Lila menangis.
Tiba-tiba Lila mengangkat wajahnya dan menoleh ke arahnya
dengan tatapan penuh kebencian pada matanya yang basah
oleh
air mata.
"Kkkau!! Sungguh tega melakukan perbuatan nista itu pada
diriku!"
ujar Lila bercampur dengan isak tangisnya.
"Kakakkk..maa..afkan Alfi...Alfi tak sengajaa.." ujar Alfi lirih
bingung
akan sikap Lila bukankah tadi malam Lila cenderung
membiarkan
ia melakukan hal itu bahkan gadis itu sangat menikmati
persetubuhan itu tetapi mengapa pagi ini ia terlihat begitu
marah.
"Anak Jahanamm!! Kau masih berdalih setelah apa yang kau
lakukan padaku. Ka..liann lelaki semuanya sama
sajaa!.hu.hu.huu.."
ujar Lila dengan suara meninggi lalu mendekap wajahnya
dengan
kedua telapak tangannya menumpahkan seluruh tangisnya di
situ.
Alfi agak ketakutan melihat reaksi keras jelas-jelas Lila yang
tak
menerima perbuatannya itu. Ia berusaha mendekat untuk
meredakan tangis gadis itu.
Jemarinya menyentuh dan mengelus-elus lengan Lila yang
berkulit
halus. Srrrttt..Lila merasakan dorongan aliran aneh seperti
yang ia
rasakan tadi malam kembali merasukinya melalui sentuhan
bocah
itu. Namun akal sehatnya lebih unggul dan memenangkan
pertarungan kali ini.
"Jangan mendekat!!!Pergiii!!!! Pergiii!!!!" pekik Lila histeris
sambil
melemparkan barang-barang yang berada di dekatnya seperti
jam
weaker dan gantungan kunci ke arah Alfi. Alfi belingsatan
namun ia
tak berusaha menghindar ataupun melindungi wajahnya.
Beberapa
benda keras sempat mampir ke wajahnya namun Ia rela
menerima
kemarahan Lila saat itu padanya. Dengan rasa sedih anak itu
memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai. Ia masih
sempat
menoleh ke arah Lila saat berada di depan pintu.
"Kakk...Alfi sungguh menyesal hal ini terjadi.." ucapnya lirih
diliputi
perasaan sesal yang mendalam. Hatinya begitu gundah
sehingga
tak tahu harus berkata apa lagi.
"Pergiiiiiiiii!!!!!.huu...huu" pekik Lila dalam tangisnya yang
sungguh
mengundang keibaan.
Alfi tahu Lila tak akan menghiraukan semua penjelasannya.
Setelah
berpakaian, perlahan ia pergi meninggalkan rumah Lila.
Bersambung ke eps- 2

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

1 komentar:

permisi kakak2 numpang promo ya
yang suka main poker dan domino online, mari gabung di sini bersama kami di www.saranapelangi.com. kini hadir dengan 7 permainan yang dapat dimainkan dalam 1 website. dapatkan jackpot hingga ratusan juta setiap harinya. gak mau kalah teruskan main poker dan domino online ? ayo buruan gabung bersama kami di www.saranapelangi.com

Saranapelangi.com adalah satu - satunya Website Dengan Player VS Player Tanpa Menggunakan Bot (tanpa ROBOT) 100% Fair Play!!!

Hot Promo Dari SaranaPelangi!!!
*Bonus Rollingan Sebesar 0,5%
*Bonus Refrensi Sebesar 20%

Tunggu Apalagi?!, Ayo Gabung Dan Main Bersama Kami!!!


Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di www.saranapelangi.com atau melalui android kami.

- BBM : 2B47BB9C
- CALL : +855964972098
- WEECHAT : saranapelangi
- SKYPE : saranapelangi
- EMAIL : saranapelangi99@yahoo.com
- FACEBOOK : saranapelangi99@yahoo.com

WWW.SARANAPELANGI.COM

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.