Selasa, 03 Maret 2015

Nightmare Campus 6: For My Father Only

Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron jatuh tersandung
sebuah anak tangga. Untungnya tidak terpeleset ke bawah karena itu
anak tangga terakhir, namun setumpuk hand-out fotokopian yang
sedang dibawanya ke sebuah kelas atas pesanan seorang dosen
berantakan di lantai. Saat itu di lantai itu tidak begitu banyak orang
dan tidak satupun dari mereka yang mempedulikan pria setengah baya
itu, beberapa mahasiswa/i yang sedang nongkrong di sana hanya
menengok sebentar ketika dia terjatuh lalu terus kembali ke kesibukan
masing-masing seperti ngobrol, utak-utik ponsel maupun membaca
bahan kuliahannya, bahkan beberapa yang lewat di depannya pun
dengan cuek meneruskan langkahnya. Hingga tak lama kemudian
seseorang turun dari tangga di samping belakang Imron dan orang itu
berjongkok membantunya memunguti fotokopian yang tercecer. Pria
setengah baya itu mengangkat wajahnya melihat sosok itu, sesosok
tubuh langsing yang berkulit putih mulus, pemilik tubuh itu pun
berwajah cantik dengan rambutnya yang hitam legam terurai hampir
sedada. Bukan hanya sekedar cantik, senyum dan sinar matanya pun
seolah memberi kesan ramah, tenang, dan lembut.
Gadis itu bernama Ivana (21 tahun), mahasiswi sastra Prancis yang
sudah memasuki semester lima. Selain itu dia juga adalah anak
tunggal dari dekan fakultas sastra, ibunya telah meninggal ketika dia
masih SMP dulu. Hidup hanya dengan ayahnya saja membentuk
karakternya menjadi keibuan dan mandiri karena otomatis urusan-
urusan di rumah jatuh padanya. Di kampus dia disukai bukan karena
paras cantiknya saja, tapi juga karena berhati emas, pintar, dan ramah.
Dalam penampilan pun dia tidak seperti anak-anak pintar lain yang
umumnya tidak fashionable dan hanya tau belajar saja. Pakaiannya
cukup modis, malah kadang terbilang seksi namun masih dalam batas
wajar.
"Ehehe, makasih ya Non jadi ngerepotin aja" kata Imron seraya
menerima seberapa fotokopian yang dipungut gadis itu.
"Ngga apa-apa kok Pak, lain kali hati-hati aja yah !" kata gadis itu
dengan senyumnya yang lembut.
Walau cuma sekejap Imron sempat melihat paha mulus Ivana ketika
bangkit dari posisinya yang berjongkok karena saat itu dia sedang
memakai rok putih yang menggantung sedikit di atas lutut. Hal itu
membuatnya menelan ludah, belum lagi kaos tanpa lengan yang
dipakainya saat itu juga memperlihatkan lengannya yang putih mulus.
"Sudah ya Pak, saya kebawah dulu !" pamitnya lalu menuruni tangga.
Kejadian itu terjadi 7-8 bulan sebelum Imron menemukan cameraphone
yang memicu bangkitnya kembali naluri jahat dalam dirinya. Maka saat
itu Imron masih dapat menahan dirinya mengingat dirinya sudah
meninggalkan kehidupan kelamnya, sampai sisi jahatnya kembali
muncul. Pandangannya terhadap gadis itu dari rasa kagum mulai
berubah menjadi nafsu, seperti serigala yang mencari kesempatan
memangsa buruannya. Padahal Ivana selama ini selalu ramah bukan
saja terhadap dirinya, tapi juga terhadap teman-temannya, dosen,
satpam, maupun karyawan lainnya. Yang suka padanya tidak sedikit,
beberapa cowok pun telah melakukan pendekatan padanya, namun
ditolak dengan halus karena belum ada yang cocok menurutnya. Dari
cowok-cowok itu sebenarnya ada seorang yang menggetarkan hatinya,
yaitu Martin, dua angkatan diatasnya dan seorang pemuda yang
tampan, kaya, pintar, orangnya juga sopan dan lurus. Ivana, sebagai
gadis yang penuh pertimbangan belum bersikap benar-benar serius
pada pemuda itu sebelum memutuskan jadi pacarnya, namun sinyal-
sinyal ke arah sana memang sudah ada. Mereka seringkali makan
bersama di kantin dan mengerjakan tugas kelompok, keduanya terlihat
serasi. Mungkin keduanya sudah menjadi sepasang kekasih kalau saja
hal itu tidak terjadi...
Hari itu sore jam limaan, Imron melewati sebuah koridor dan
menemukan ruang dekan fakultas sastra masih menyala. Dia mungkin
akan berjalan terus kalau saja suara rintihan kecil tidak terdengar dari
ruangan itu. Secara alamiah dia terhenti di depan ruang itu dan
menyeringai mesum, dilihatnya keadaan sekitar untuk mencari celah
melihat ke dalam. Seperti halnya ruang Pak Dahlan, kajur arsitektur,
jendela ruangan itu juga bertirai dan mempunyai lubang angin
diatasnya. Dia mengintip dengan cara yang sama ketika menangkap
basah Pak Dahlan yaitu dengan bangku tinggi yang buru-buru diambil
dari gudang. Dari lubang angin, dia mulai melihat ke dalam, mengkin
kalau yang melakukan Pak Dahlan sudah tidak aneh lagi, tapi kali ini
yang melakukan adalah Pak Heryawan, si dekan fakultas sastra,
padahal dia selama ini reputasinya bersih dan disegani oleh rekan
sejawat maupun mahasiswanya. Beliau seorang duda berumur tengah
40an dan wajahnya masih segar menyisakan ketampanan masa
mudanya. Yang menjadi lawan mainnya adalah Bu Sinta, seorang
dosen fakultas sastra berusia 40an juga, belum menikah hingga kini
karena terlalu sibuk dengan karirnya sebagai dosen dan penterjemah
profesional. Ternyata Pak Heryawan saat itu sedang jatuh dalam
godaan Bu Sinta yang genit itu.
Saat itu posisi Bu Sinta sedang berpegangan pada sisi meja menerima
sodokan-sodokan Pak Heryawan dari belakangnya. Kemeja yang
dipakainya sudah terbuka seluruh kancingnya dan branya pun
tersingkap sehingga memperlihatkan kedua payudaranya yang montok.
Bawahnya pun sudah tidak memakai rok dan celana dalamnya lagi. Pak
Hermawan juga tinggal memakai kemejanya dan tidak bercelana lagi.
Keduanya tidak sadar sepasang mata mengintip dari lubang angin
karena hanyut dalam nafsu terlarangnya, mereka juga tidak sadar
kegiatan mereka sedang diambil dengan cameraphone. Pak Hermawan
tidak menyangka dan berpikir sejauh itu bahwa kenikmatan yang
direguknya sore itu hanyalah sesaat, sedangkan dosanya harus
ditanggung oleh anak semata wayangnya, Ivana. Ya, itulah yang
terlintas di benak Imron ketika itu, memang tidak sulit memeras Pak
Hermawan dan menikmati Bu Sinta saat itu juga, seperti yang pernah
dia lakukan pada Pak Dahlan. Namun dia berpikir lebih jauh, Pak
Hermawan pada dasarnya cukup bersih sehingga tidak mungkin diajak
bekerjasama seperti si bandot Pak Dahlan, hari ini dia hanya sedikit
khilaf sehingga melakukan hal itu. Sedangkan menikmati Bu Sinta
mungkin boleh juga, tapi Imron lebih tertarik dengan gadis-gadis
muda daripada wanita setengah baya seperti Bu Sinta.
Imron telah melihat peluang emas untuk memangsa Ivana dibalik
skandal ayahnya. Maka setelah mengambil lima gambar dia turun dari
bangku tinggi dengan hati-hati dan meninggalkan tempat itu.
Besoknya Ivana agak kaget ketika Imron memanggilnya ketika bertemu
di depan kelasnya, katanya ada suatu masalah penting yang tidak bisa
dibicarakan di sini, untuk itu Imron mengajaknya bertemu lagi di
poliklinik di gedung kedokteran sore jam empatan. Ivana walaupun
merasa ada yang aneh, tetapi tetap mendatangi tempat itu karena
penasaran dan dia tidak pernah menduga pria itu mempunyai niat tidak
baik terhadapnya, kalaupun ya ini kan di kampus, tempat umum,
sehingga tidak mungkinlah terjadi macam-macam, demikian pikirnya
polos.
"Pak Imron, sore Pak, ada apa nih manggil saya kesini, penasaran
saya !" sapanya ramah pada Imron yang saat itu sedang memotong
rumput di depan poliklinik itu.
Suasana cukup lenggang disana pada waktu itu. Imron mengajak gadis
itu ke dekat pintu poliklinik.
"Gini Non, sebenernya Bapak cuma mau ngomongin tentang bapak
Non, Pak Heryawan" katanya dengan wajah serius.
"Emang, papa kenapa Pak ? ada masalah apa ?" tanya gadis itu makin
penasaran.
"Hhhmm...ini deh, Non liat sendiri aja deh disini..." jawab Imron seraya
mengeluarkan cameraphonenya dan menunjukkan hasil jepretannya
kemarin.
Mata Ivana terbelakak kaget sambil menutup mulutnya yang melongo
dengan tangan ketika menyaksikan gambar itu, rasanya tidak percaya
itu ayahnya. Imron menekan tombol melanjutkan ke gambar berikutnya
yang lebih jelas. Ya...tak salah lagi memang itu gambar ayahnya, yang
selama ini dia kagumi dan hormati, tak disangka ayahnya akan berbuat
nista seperti itu, kenyataan yang membuatnya terpukul sekali.
"Pak, apa...apa benar itu papa ? darimana bapak bisa dapet itu
semua ?" tanyanya terbata-bata.
"Bener Non, sumpah soalnya saya sendiri yang ngeliat kok...dan yang
memotret" jawabnya dengan mengembangkan senyum.
Terhenyak gadis itu mendengar jawaban Imron dan melihat ekspresi
wajahnya, secara refleks dia mundur selangkah menjauhi pria itu.
"Apa...Apa maksud Bapak berbuat gitu ?" Ivana diliputi perasaan kaget,
panik, dan marah sehingga ngomongnya terbata-bata.
"Hehe...ga ada maksud apa-apa Non, Bapak kan cuma gak sengaja
lewat dan ngeliat itu, jadi cuma sebagai saksi saja kok, makannya
sengaja Bapak kasih tau Non sekarang ini supaya nggak shock duluan,
karena siapa tau orang lainnya bakal tau ntar" Imron menjelaskan
dengan santainya.
"Jangan Pak, tolong jangan sampai lainnya tau, tolong hapus file itu,
saya mohon !" ucap Ivana memelas.
"Lho, saya kan cuma mau menyuarakan kebenaran aja Non, ini kan
jaman reformasi, yang busuk ga boleh ditutup-tutupi lagi dong Non,
kecuali..." Imron tidak meneruskan kata-katanya.
"Kecuali apa Pak...tolong katakan !" suaranya meninggi seperti mau
nangis.
Imron tidak menjawab, hanya menatapi tubuh gadis itu yang saat itu
terbungkus kaos pink berleher lebar dan celana jeans. Tatapannya
nanar dan menelanjanginya, membuat gadis itu menyilangkan tangan
menutup dadanya dengan muka memerah malu.
"Tidak Pak, pokoknya nggak...jangan keterlaluan !" Ivana menggeleng-
geleng kepala mengetahui kemauan pria setengah baya itu.
"Ah, ayolah Non, seperti kata pepatah utang ayah dibayar anak kan,
bapak Non melakukan perbuatan mesum di kampus, kenapa Non ga
membayar dengan cara yang sama juga, adil kan hehehe...!" Imron
menyeringai mesum
"Kurang ajar ! saya salah menilai Bapak, ternyata Bapak ini binatang !"
Ivana benar-benar marah dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Terserah deh apa kata Non, lagian memang saya seperti itu kok"
katanya lagi dengan terkekeh-kekeh "OK lah kalo Non gak mau, ga
apa-apa, ga enak kalau terpaksa gitu saya juga, paling dalam waktu
dekat ini bakal ada berita heboh, saya permisi deh kalo gitu !" Imron
bersiap pergi sambil membawa peralatannya meninggalkan Ivana yang
berdiri terpaku dengan pikiran yang kalut. Dia tidak pernah menyangka
penjaga kampus ini sampai setega itu padanya. Walaupun dia kecewa
dengan skandal yang dilakukan ayahnya, namun ayah tetaplah ayah
yang selama ini mendidik dan membesarkannya, tentu sebagai anak
berbakti dia tidak tega ayahnya harus menerima cemoohan bila hal ini
tersebar. Keringat dingin sampai mengucur di dahinya saking paniknya
dan dadanya serasa sesak karena menerima kenyataan ini.
"Tunggu Pak !" cegah Ivana setelah Imron berjalan beberapa langkah
meninggalkannya "saya...saya..." dia tak sanggup meneruskan kata-
katanya
Imron berbalik dan mendekati gadis itu lagi
"Gimana Non, udah dipikir baik-baik nih ?" tanyanya dengan nada
mengejek "Non mau kan jadi anak berbakti, nah sekarang ini waktunya
Non ngebales kebaikan orang tua Non, ya kan ?"
"Baik..baik...saya bersedia melakukan apapun, tapi tolong jangan
perkosa saya, saya masih perawan" mohonnya mengiba.
"Hmm...bener nih ya, jadi ngapain aja mau kan asal ga diperawanin ?"
Imron minta kepastiannya.
Ivana menganggukkan kepalanya dengan berat, dia menggigit bibir
bawah sebagai rasa putus asa tidak ada pilihan lain lagi untuk
menyelamatkan reputasi papanya.
"Oke deh, kalau emang Non setuju ayo kita masuk ke sana untuk
berunding !" Imron mengajak Ivana masuk ke poliklinik itu "Ayo
tunggu apa lagi, mau ada yang liat apa !" panggilnya pada Ivana yang
masih ragu memasuki ruangan itu.
Gadis itupun terpaksa menuruti perintah Imron. Di dalam ruang itu
terdapat sebuah ranjang pasien, lemari berisi obat-obatan, dan
beberapa perabotan lainnya. Imron menyuruhnya duduk di tepi ranjang.
Jantungnya berdebar-debar karena takut dan malu menjadi korban
pelecehan seksual oleh pria tidak bermoral ini.
"Rileks aja Non, kalo dinikmatin lama-lama juga asyik kok hehehe...!"
ucapnya sambil memegang pundak Ivana.
"Disini gak ada siapa-siapa lagi, jadi Non ga usah malu-malu gitu"
katanya lagi, tangannya mulai menggerayangi kedua buah dadanya
dari balik pakaiannya "toked Non montok juga yah, ukurannya berapa
nih"
Setetes air mata menetes dari matanya meleleh di hidungnya yang
bangir. Itu adalah pertama kalinya dia dilecehkan seperti itu, namun
tak dapat dipungkiri saat itu juga pertama kalinya dia terangsang
secara seksual
"Liat dalemnya yah Non" katanya seraya memegang bagian bawah
kaosnya bersiap untuk menyingkapnya.
"Jangan Pak, tolong sudah, sampai sini saja saya mohon !" katanya
terisak sambil menahan tangan Imron yang mau membuka bajunya.
"Mau berubah pikiran nih ? tau akibatnya kan ?" tanya Imron
Dengan sangat terpaksa Ivana pun melonggarkan pertahanannya
sehingga Imron melucuti kaosnya. Gadis itu kembali menyilangkan
tangan ke dada menutupi daerah yang tinggal tertutup bra warna krem
itu. Dengan mudah Imron menyingkirkan tangan Ivana yang
menghalanginya, lalu cup bra itu diangkatnya sehingga payudara 34B
dengan puting kemerahannya itu terekspos jelas.
"Waw...bagus banget, putih bulet gini, kenceng lagi !"
Ivana mendesis ketika kedua tangan kasar penjaga kampus itu
menggerayangi kedua gunung kembarnya bersamaan, jari-jarinya
bergerak liar mempermainkan putingnya sehingga benda itu mengeras.
Disamping perasaan-perasan tidak enak tadi, Ivana tidak bisa
menyangkal sensasi nikmat ketika pertama kalinya buah dadanya
diremasi oleh tangan pria.
Kemudian Imron melepaskan sepatu dan branya dan mengangkat
kakinya ke ranjang hingga tubuh mulus itu terbaring topless.
"Tiduran aja Non biar enak, biar Bapak yang kerja" katanya "udah
jangan nangis terus, pokoknya asal Non nurut semuanya bakal beres"
tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Ivana.
Seperti dokter dia masih berdiri di sebelah ranjang itu, lalu dia
membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudara Ivana. Dilumatnya
payudara itu dengan kenyotan dan gigitan-gigitan ringan. Hal itu
menyebabkan Ivana menggeliat-geliat dan mengeluarkan desahan,
perasaannya terombang-ambing dalam kekecewaan, ketakutan dan
kenikmatan yang tak bisa dibendungnya. Hisapan pria itu pada
putingnya menaikkan libidonya walaupun itu diluar kehendaknya.
Ivana hanya bisa pasrah saja, tangannya meremas-remas rambut Imron
karena rasa geli akibat kenyotan Imron pada payudaranya, payudara
yang lain juga sedang diremasi tangan Imron, nampak jari-jarinya
menggesek-gesek putingnya memanaskan birahi gadis itu.
Desahannya bercampur dengan suara tangis sesegukan.
Imron kini membuka bajunya sendiri hingga yang tersisa cuma celana
dalamnya saja. Ivana dapat melihat tubuh pria itu yang berisi dengan
luka gores di dadanya serta sesuatu yang menggelembung di balik
celana dalamnya.
"Jangan, jangan Pak, tadi kan udah janji" Ivana memelas dan
merapatkan badan ke kepala ranjang sambil memeluk guling menutupi
tubuhnya yang setengah telanjang.
"Oh, tenang Non, tenang saya kan pengen ngerasain hangatnya badan
Non aja, bukannya merawanin, kalo ga buka baju mana bisa ya kan ?"
bujuknya
Dia lalu naik ke ranjang dan serta merta membujuk Ivana agar tidak
panik karena baginya menikmati korban harus terlebih dulu
membuatnya takluk, itulah yang menjadi kepuasannya. Dengan kata-
kata halus dicampur sedikit ancaman, akhirnya gadis itu merelakan
juga celana panjangnya dilucuti Imron. Paha Ivana yang putih mulus
yang dulu pernah membuat Imron menelan ludah itupun kini terlihat
jelas. Bulu kuduk Ivana merinding merasakan belaian tangan kasar
Imron pada kulit pahanya.
"Hmmm...Non emang sempurna banget, punya body montok gini siapa
yang ga ngiler" gumam Imron sambil tangannya menjelajahi lekuk-
lekuk tubuh Ivana.
Keduanya kini tinggal memakai celana dalamnya saja, bulu kemaluan
Ivana yang lebat itu sedikit terlihat melalui celana dalam kremnya yang
tipis. Imron kembali menjinakkan Ivana, diambilnya bantal yang dipakai
menutupi tubuhnya dan dibaringkannya kembali gadis itu. Lalu Imron
menindih tubuhnya, dipeluknya tubuh Ivana dan diresapi kehangatan
dan kemulusannya. Ivana dapat merasakan benda keras di balik celana
dalam Imron bersentuhan dengan daerah kemaluannya. Ivana
memalingkan wajah ketika Imron menyentuh bibirnya, tapi ruang gerak
yang terbatas Imron berhasil juga melumat bibirnya.
"Mmhh...uummm !" gumamnya saat menciumi Ivana dan berusaha
memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu yang masih menutup.
Ivana sendiri dapat merasakan hembusan nafas pria itu pada wajahnya,
panas dan bau rokok. Dia merasa tidak enak dengan nafas Imron yang
bau rokok itu tapi toh pertahanannya bobol juga karena sulit bernafas
dan Imron terus merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya.
Lidah Imron pun mulai bermain-main di rongga mulutnya, Ivana tidak
sanggup lagi mengelak darinya karena setiap kali lidahnya bergerak
yang terjadi adalah saling beradu dengan lidah Imron sehingga diapun
membiarkan lidah Imron menari-nari di mulutnya. Matanya terpejam
dengan air mata membasahi kelopak matanya. Percumbuan itu
membuat nafasnya makin memburu, badannya bertambah panas,
perasaan aneh yang baru pernah dialaminya, yang lazim disebut birahi.
Ciuman Imron lalu merambat ke dagu, leher, juga telinganya, hal ini
membuat birahi Ivana makin tak terbendung saja, terlihat dari
badannya yang sudah mulai rileks menikmati setiap rangsangan yang
diberikan.
"Enak kan Non rasanya ?" tanya pria itu waktu menjilat telinga Ivana.
"Eengghh...sudah Pak...jangan...diterusin" Ivana mendesah antara
menolak dan tidak.
Tangannya semakin liar menggerayangi tubuh gadis itu, kini sudah
mulai memasuki celana dalamnya dan menyentuh permukaannya yang
berbulu. Tubuh Ivana tersentak saat jari-jari Imron meraba bibir
kemaluannya, seperti ada sengatan listrik yang membuatnya
berkelejotan.
"Jangan Pak...jangan disana" Ivana mengiba sekali lagi
"Hushh-hush-hush tenang Non, enjoy aja, cuma pegang-pegang aja
kok !" kembali Imron melumat bibir Ivana untuk membungkamnya.
Tubuh Ivana pun bergetar, dari mulutnya yang sedang dicumbu Imron
terdengar desahan tertahan. Dia harus mengakui bahwa dirinya
terangsang berat sekalipun nuraninya menolak, memang suatu dilema
yang membuatnya bingung sehingga perasaan itu cuma bisa
dicurahkannya lewat air mata.
Daerah bibir kemaluannya semakin basah seiring dengan gesekan jari-
jari Imron yang semakin intens. Lidahnya tanpa sadar membalas lidah
Imron yang sejak tadi mengorek-ngorek mulutnya, saling jilat dan
saling beradu. Hal itu berlangsung lima menitan lamanya. Kemudian
Imron duduk di ranjang dengan bersandar di kepala ranjang, tubuh
Ivana yang sudah tinggal bercelana dalam itu didudukkan diantara
kedua kakinya, lengan kokohnya mendekap tubuh mulus itu dari
belakang. Kembali mereka pun terlibat dalam percumbuan mesra,
Imron setengah paksa menengokkan wajah Ivana ke samping, dari
belakang mulutnya kembali melumat bibir gadis itu yang tipis dan
mungil. Sambil berciuman tangan kanan Imron memasuki celana dalam
Ivana dari atas, dari luar nampak gumpalan yang bergerak-gerak pada
bagian kemaluan yang masih tertutup celana dalam itu, tangan kirinya
dengan liar mempermainkan payudara gadis itu. Sesekali Ivana
menggeliat-geliat karena rasa geli pada pangkal pahanya itu,
bagaimana tidak, Imron begitu lihai memainkan jarinya menekan,
memutar-mutar, dan menggosok bagian sensitif itu, salah satu jurus
andalannya dalam menaklukkan mangsanya. Lendir kewanitaannya
membasahi jari Imron dan bagian tengah celana dalamnya.
Tiba-tiba terdengar suara gedoran dari jendela di samping mereka
yang mengejutkan keduanya. Disana ada Pak Kahar, seorang satpam
kampus yang kebetulan lewat, secara tak sengaja dia mendengar suara
desahan dari dalam sehingga membuatnya penasaran dan melihat apa
yang terjadi di dalam, maka dia mengambil bangku tinggi dan
mengintip dari samping poliklinik lewat ventilasi diatas jendela bertirai
itu.
"Hei...lagi asyik nih Pak Imron, ikutan dong !" serunya dari sana.
Imron lega ternyata yang menangkap basah itu sama bejat seperti
dirinya, tapi tidak halnya dengan Ivana. Gadis itu tentu saja panik lagi,
ini berarti dia harus mengalami hal yang lebih memalukan lagi.
"Tenang Non, ini diluar perkiraan kita, dia baru tau skandal Non aja,
sekarang Non nurut aja ke saya, kalo Non macem-macem bisa-bisa
skandal bapak Non bocor juga !" Imron membujuk Ivana.
Ivana tertegun, dia mempertimbangkan kata-kata Imron untuk
melindungi ayahnya, satu-satunya cara adalah mengorbankan dirinya
sendiri. Dia termenung sambil menutupi tubuhnya dengan bantal,
sementara Imron turun dari ranjang membukakan pintu untuk tamu tak
diundang itu.
Imron membuka pintu, tapi yang muncul disana bukan hanya Pak
Kahar sendirian tapi juga ada Pak Mamad, karyawan kampus yang
biasa mengurus kebun, berusia diatas 60an dan bertubuh kerempeng
dengan kepala sudah hampir putih.
"Wah-wah lagi ada rejeki kok ga bagi-bagi sih Pak Imron !" kata Pak
Kahar
"Hahaha...tenang aja saya juga baru pemanasan kok, jadi hidangannya
masih segar !" disambut gelak tawa mereka.
Imron pun mengajak mereka masuk dan mempertemukan mereka pada
korbannya. Mata keduanya memandang nanar pada tubuh mulus Ivana
yang sudah setengah telanjang itu, bantal yang didekapnya hanya
cukup menutupi tubuh bagian atasnya saja, dan hal ini tentu
membangkitkan ketiga pria di ruangan itu. Kedua pria yang baru
datang itu membuka pakaian mereka hingga bugil.
"Wah gila ini kan Ivana, anaknya dosen itu, kok bisa kaya gini sih ?"
kata Pak Mamad seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Udahlah ga usah banyak cingcong, pokoknya dia ridho kok digituin,
nikmatin aja deh !" kata Imron.
"Bening banget nih si Non ini, duh saya jadi kesengsem berat" kata
Pak Kahar.
Mereka semakin mendekati Ivana sehingga jantungnya makin
berdebar-debar, belum lagi melihat kemaluan mereka yang telah
mengacung tegak itu. Tubuhnya gemetar dan makin menyudut ke
kepala ranjang.
"Jangan Pak...saya mohon !" mohonnya dengan suara bergetar.
"Ayo Non, santai aja, ntar juga keenakan kok !" sahut Imron sambil
menarik pergelangan kaki gadis itu
Pak Kahar menarik bantal yang dipakai Ivana melindungi tubuhnya.
Mata mereka seperti mau copot saja melihat keindahan tubuh Ivana
dengan payudaranya yang montok. Sebentar saja tangan-tangan hitam
kasar itu sudah berkeliaran di pelosok tubuh Ivana. Di tengah serbuan
itu, Ivana menangis dan memohon agar mereka tidak berbuat lebih
jauh. Namun percuma saja, mereka tidak peduli, sebaliknya bertambah
nafsu karena rontaannya. Posisinya kini terduduk di tepi ranjang dan
dikerubuti tiga pria itu. Tangan keriput Pak Mamad mengelus-elus
payudara kirinya, sesekali putingnya dipencet dan dipilin-pilin dengan
jarinya. Pak Kahar di sebelah kanannya juga sedang meremas payudara
yang satunya sedangkan tangan lainnya membelai punggungnya.
Selain itu satpam yang berkumis tipis seperti tikus itu juga
mengendusi tubuh Ivana di sekitar leher dan tenguk. Harum tubuhnya
yang terawat itu menyebabkan nafsu pria itu terpicu dengan cepat,
kemudian lidahnya keluar menjilati telak leher jenjang itu sehingga
gadis itu menggelinjang.
Imron sendiri naik ke ranjang dan mendekapnya lagi dari belakang,
mulutnya menelusuri sisi lain dari leher dan pundak Ivana.
"Enngghh...ssshh !" desis Ivana merasakan kulit lehernya digigit-gigit
kecil dan dihisap-hisap di kedua sisinya oleh Imron dan Pak Kahar.
Saat itu juga Ivana mulai merasa celana dalamnya dipeloroti hingga
akhirnya lepas dari tubuhnya. Pak Kahar yang melihat nanar kemaluan
Ivana yang tertutup bulu-bulu hitam lebat mengalihkan sasarannya,
kini dia mengambil bangku di ruang itu dan duduk di depan gadis itu.
Mula-mula dicium-ciumnya paha mulus Ivana disertai sedikit jilatan,
kemudian mulutnya terus merambat ke kemaluan gadis itu.
"Oooh...jangan disitu !" desahnya ketika merasakan lidah pertama yang
menyentuh vaginanya, tubuhnya seperti tersengat listrik merasakan
sensasi itu, rasa malu dan terhina menderanya namun dibarengi juga
dengan rasa nikmat.
Pak Kahar membenamkan wajahnya ke selangkangan Ivana, lidahnya
dengan rakus menjilati bibir kemaluannya dan menggelikitik
klitorisnya, sementara tangannya meremas buah dadanya. Tanpa terasa
Ivana malah membuka lebih lebar pahanya sehingga jilatan Pak Kahar
semakin terasa. Pria itu menyibak bibir kemaluan itu dengan jarinya
sehingga terlihat dalamnya yang merah.
Di tempat lain Pak Mamad, pria tua itu sedang sibuk mengenyoti
payudara kirinya sambil tangannya bergerilya mengelusi tubuhnya.
"Cup...cup...ssreepp !" terdengar payudara itu disedot-sedot oleh
mulutnya yang sudah ompong.
Dari belakang Imron tidak henti-hentinya melumat bibir gadis itu,
sudah cukup lama dia mengorek-ngorek mulut gadis itu dengan
lidahnya sampai ludah mereka sudah membasahi daerah sekitar mulut.
Ivana tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja apa yang
diperbuat mereka padanya, dari mulutnya terdengar suara desahan
yang tertahan. Setelah sepuluh menit vaginanya dijilati Pak Kahar, dia
merasakan adanya suatu dorongan yang aneh, ada sesuatu yang mau
keluar yang tidak bisa ditahannya. Untuk pertama kalinya dia
mengeluarkan cairan cinta dari kemaluannya, cairan itu diseruput oleh
Pak Kahar dengan nikmatnya.
"Emmpphh...ummm...!" erangnya tertahan sambil meremas rambut Pak
Kahar.
Tubuhnya lalu melemas seperti kehilangan tenaga tapi bukan lelah,
suatu perasaan aneh yang lain dari biasanya bagi pemula seperti
Ivana. Pak Mamad akhirnya melepas kenyotannya pada payudara gadis
itu meninggalkan sisa-sisa ludah dan bekas cupangan.
"Bagi dong Pak Kahar kayanya enak yang peju si Non ini ?" sahutnya
"Silakan Pak, masih ada kok, nih kalau mau gantian, sedap loh bener,
baru nyoba rasanya memek anak kuliahan !" Pak Kahar bangkit berdiri
memberi giliran pada temannya.
Pria tua itu duduk di bangku mengambil jatahnya, dijilatinya vagina
Ivana yang telah basah oleh lendir akibat orgasme barusan. Belum
lama lepas dari ciuman Imron, bibirnya kembali dilumat Pak Kahar,
ciumannya lebih kasar dan bernafsu daripada Imron seakan-akan mau
menelannya. Kini Imron menyusupkan kepalanya lewat ketiak kanan
gadis itu dan mulutnya menangkap payudaranya. Rangsangan demi
rangsangan yang diterima tubuhnya membuat gadis itu bagaikan
berada dalam perahu hati nurani yang sudah hampir karam dihempas
gelombang nafsu birahi. Tak lama kemudian mereka membaringkan
tubuh Ivana di ranjang itu, dadanya nampak naik turun karena
nafasnya yang sudah tak karuan, matanya sembab karena air mata dan
suara isak tangis masih terdengar.
"Ayuh siapa mau duluan nih, ga sabar pengen nyoblos memeknya !"
kata Pak Kahar dengan antusias.
"Apa !! Tidak...tadi kan Bapak sudah janji !" sahut Ivana mendengar
kata-kata Pak Kahar itu sambil berusaha bangkit.
"Oh...maaf Non, yang janji kan saya, tapi bapak-bapak ini kan ngga,
jadi ini diluar kuasa saya loh !" Imron menjawab dengan tenang sambil
mengangkat bahu.
Sebenarnya kalaupun kedua orang ini tidak datangpun Imron tidak ada
niat untuk memegang janjinya, itu semua hanya pancingan agar Ivana
masuk dalam jebakannya dan takluk secara perlahan tapi pasti, bagi
bajingan seperti dirinya menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan sudah bukan hal yang aneh lagi
"Tidak...tidak...lepaskan saya !" Ivana beringsut hendak menghindari
mereka.
Dengan sigap Imron langsung mendekap tubuhnya hingga gadis itu
tak berkutik.
"Pegangin tangannya di sana !" perintah Imron pada mereka
Pak Mamad langsung pindah ke sisi ranjang yang lain dan memegangi
lengan Ivana yang satunya.
"Jangan ngelawan terus Non, ntar bukan cuma Non yang susah, tapi
Bapak Non juga, inget itu !" bisik Imron di telinganya.
Mendengar itu Ivana teringat lagi apa yang menyebabkan dia mau
berkorban seperti ini, kini posisinya sudah benar-benar terpojok, dia
harus memilih antara dirinya atau ayahnya. Dengan sangat berat hati
dia harus menegarkan hati menerima kepahitan ini karena dia memilih
yang kedua, demi ayahnya, keluarga satu-satunya yang begitu
menyayangi dan membesarkannya.
Dia kini pasrah saja ketika Pak Kahar naik ke ranjang dan berlutut
diantara kedua pahanya. Wajah ketiga laki-laki itu sedang menyeringai
mesum padanya, sepertinya mulai saat itu bayangan wajah-wajah
mesum itu akan terus menghantuinya seumur hidup.
"Nikmatin aja Non, jangan ribut, kalau ada yang dateng lagi saya ga
tanggung loh !" kata Imron dekat telinganya.
"Tahan yah Non, agak sakit, tapi nantinya bakal enak deh. Bapak ga
bakal kasar kok kalo Non nurut, siap yah..!" sahut Pak Kahar lalu dia
mulai menekan kepala penisnya yang sudah menempel di bibir vagina
Ivana.
"Aahh...sakit...!! Oohh...tolong hentikan !" rintih Ivana menahan sakit
sampai tubuhnya menggeliat dan dadanya terangkat hingga makin
membusung, keringat mengucur membasahi tubuhnya.
"Sabar yah Non, sabar !" Pak Mamad menenangkannya sambil
membelai rambut gadis itu, dia dapat merasakan genggaman tangan
gadis itu yang makin erat karena telapak tangan mereka saling
genggam.
"Sempit oi, enak banget !" gumam satpam itu sambil terus mendorong-
dorongkan penisnya ke vagina Ivana.
Kepala penis yang seperti jamur itu sudah menancap di vagina Ivana,
lalu Pak Kahar mendorong lebih dalam lagi.
"Aakkhh...aaaahhh !" jerit Ivana mengakhiri keperawanannya dengan
tubuh makin mengejang.
"Pheeww...masuk juga akhirnya, asoy banget memek perawan nih !"
kata Pak Kahar sambil menghembuskan nafas panjang.
Satpam itu membiarkan sebentar penisnya menancap di sana
merasakan eratnya himpitan vagina Ivana yang baru sekali ini dimasuki
benda itu. Terlihat sedikit darah menetes dari pinggir bibir
kemaluannya, darah dari selaput daranya yang dia korbankan untuk
menebus dosa ayahnya. Air mata yang meleleh dari matanya semakin
banyak, dia merasa dirinya telah begitu kotor, saat itu juga terbayang
wajah Martin, pria yang menaruh hati padanya, apakah dirinya yang
telah ternoda itu masih pantas bagi pria itu, apa yang harus
dijawabnya bila Martin menyatakan perasaanya padanya kelak, itulah
yang berkecamuk dalam pikirannya saat itu. Dia juga tak habis pikir
kenapa ketiga orang ini tega-teganya berbuat begitu padanya, padahal
selama ini dia selalu baik kepada mereka. Sekarang Pak Kahar memulai
gerakan memompanya.
"Uuuhh...asyik, dapet barang bagus gini gratisan, untung banget hari
ini !" komentar Pak Kahar sambil terus menggenjot Ivana.
Di sebelahnya Pak Mamad kembali mengenyot payudara gadis itu
sambil menggerayangi tubuhnya, pipinya sampai kempot saking
bernafsunya.
"Nah...ini Non yang namanya ngentot, gimana rasanya? enak kan?" kata
Imron.
Imronkemudian menunduk dan melumat payudara Ivana yang lain,
gigitan dan hisapannya lebih kasar dari Pak Mamad sehingga gadis itu
merasa nyeri pada putingnya. Mulut Pak Mamad mulai menjalar naik ke
bahu, leher, hingga bibirnya. Bibir yang sudah berkerut itupun bertemu
dengan bibir Ivana yang mungil dan segar sehingga erangannya
teredam. Lidah pria itu mengaduk-aduk mulutnya, Ivana pun secara
refleks menggerakkan lidahnya sehingga tanpa terasa dia malah hanyut
melayani permainan lidah Pak Mamad, ini juga dikarenakan sodokan-
sodokan Pak Kahar yang menimbulkan rasa nikmat yang tidak bisa
disangkalnya. Satpam itu makin bersemangat menggenjot vagina Ivana
sambil menggumam tak jelas.
"Okh-oohh...enak, ohh-uuuuh...udah perawan, cantik lagi uhh..!"
ceracaunya sambil menikmati kontraksi dinding vagina Ivana yang
memijati penisnya.
Tangan kekar Pak Kahar yang memegangi paha gadis itu membelai-
belai menikmati kemulusan pahanya, sesekali juga meremasi
bongkahan pantatnya. Kontras sekali pemandangannya saat itu, tubuh
mulus seorang gadis jelita ditengah-tengah tubuh hitam kasar dari
tiga pria bertampang seram.
Ivana merasa nyeri pada bagian vaginanya yang baru robek selaput
daranya, apalagi satpam itu menyetubuhinya dengan ganas. Imron naik
ke ranjang setelah Pak Mamad menyudahi ciumannya, lututnya
bertumpu di sebelah kanan dan kiri leher gadis itu, maka penisnya
mengacung di depan wajahnya. Ivana tertegun menyaksikan batang
berurat yang menodong beberapa senti dari wajahnya itu.
"Ayo Non, kenalan dulu dong sama burung Bapak ini, dia bakal
nyenengin Non nanti, tapi dia minta dimanja dulu pakai mulut Non
supaya lebih seger" kata Imron dengan seringai mesumnya.
Ivana menggeleng berusaha menjauhkan wajahnya dari benda itu, tapi
tidak bisa karena kepalanya di pegangi Imron.
"Jangan Pak...jangan !" katanya terengah-engah
Tanpa merasa kasihan Imron menjejali mulut Ivana dengan penisnya
secara paksa, hampir muntah Ivana dibuatnya.
"Jilat pake lidah Non, jangan digigit, awas kalo coba-coba !"
perintahnya.
Penis itu terasa penuh di mulut Ivana, itupun belum seluruhnya masuk
karena penis Imron terlalu besar untuk mulut Ivana. Karena takut,
Ivana pun mulai melakukan apa yang diminta, digerakkannya lidahnya
menjilati batang penis di mulutnya, rasanya asin dan agak bau tapi dia
tidak bisa menolaknya.
"Ehehhee...enak ga disepong sama si Non ini, Ron ?" tanya Pak Mamad
terkekeh-kekeh sambil meremas payudaranya.
"Yahud banget, masih kaku sih, tapi gapapa bisa diajarin kok buat
nanti-nanti...uuhhh !" jawab Imron yang sedang menikmati pelayanan
mulut Ivana "Iyahh...gitu Non, sambil diisep biar lebih asoy !"
Desahan tertahan terdengar dari mulut Ivana yang sedang dipenuhi
batang kemaluan Imron. Tiba-tiba mata Ivana membelakak, tubuhnya
mengejang tanpa bisa dikendalikan, Pak Kahar yang sedang
menggenjotnya pun semakin bernafsu, penisnya ditekan lebih dalam
sampai bibir vagina Ivana ikut tertekan. Gadis itu telah orgasme dan
disusul beberapa detik kemudian oleh pemerkosanya, Pak Kahar
menumpahkan spermanya yang hangat itu di dalam vagina Ivana dan
genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari
vaginanya nampak menetes cairan putih susu yang telah bercampur
darah keperawanannya. Tubuh Ivana kembali melemas dan dia juga
sedikit lega karena Imron menarik lepas penisnya dari mulutnya.
Namun waktu istirahatnya tidak lama, karena Imron langsung
membalikkan tubuhnya dan menyuruhnya nungging dengan bertumpu
pada kedua lutut dan sikunya.
"Wah...darahnya banyak banget nih !" kata Imron sambil mengelap
selangkangan Ivana dengan tissue.
"Iya tuh, perawan tulen, gua aja keluarnya lebih cepet barusan,
pokoknya legit banget !" Pak Kahar menimpali.
"Bapak juga mau disepongin kaya Pak Imron tadi, ayo dong Non !"
pinta Pak Mamad yang sekarang naik ke ranjang dan duduk
berselonjor dengan bersandar ke kepala ranjang.
Orang tua ini mintanya lebih halus dibanding si satpam dan Imron, dia
membimbing jari-jari lentik Ivana menggenggam penisnya yang
keriputan dan bulunya sudah beruban itu.
"Dijilat Non, jangan cuma diliatin aja !" katanya pada Ivana yang masih
jijik menatap batang di genggamannya itu.
"Heh denger gak tuh, dijilat oi, ke orang tua jangan ngelawan !" kata
Imron sambil mencucukkan dua jari ke vagina gadis itu.
"Ahh...iya Pak, tolong jangan sakitin saya lagi !" jeritnya ketika dua jari
itu menusuknya secara mendadak.
Ivana mulai menundukkan kepalanya dan menyibak rambut
panjangnya, dia memberanikan diri melawan rasa jijik dengan menjilati
kepala penis Pak Mamad yang membuat orang tua itu langsung
mendesah keenakan.
"Hehehe...enak yah Pak, ati-ati loh jantungan !" canda Pak Kahar yang
duduk sambil mengelap keringatnya.
"Ugghh !" Ivana melenguh pelan saat Imron memberikan gigitan ringan
di pantatnya, juga dia jilati bongkahan putih padat itu.
Dia meneruskan aktivitasnya mengoral penis Pak Mamad, walau tidak
nyaman dengan aromanya, dia terus melakukannya karena khawatir
mereka akan semakin kasar padanya, dan yang tak kalah penting
adalah skandal ayahnya. Kemudian dia mulai membuka bibirnya yang
indah memasukkan penis tua itu ke mulutnya. Sungguh ironis, gadis
secantik itu membiarkan penis berkerut milik seorang yang pantas
menjadi kakeknya itu ke mulutnya. Kepala Ivana naik-turun mengisapi
penis itu, hal ini membuat orang tua itu makin mendesah saja sambil
tangannya meremas rambut Ivana.
"Hehehe...liat Ron, si Non ini cepet yah belajarnya sampai Pak Mamad
kesetanan gitu !" komentar si satpam.
"Iya tuh, udah mulai ketagihan kali, dasar bakat perek, iya kan Non !"
ejek Imron sambil meremas pantatnya.
Panas sekali hati dan telinga Ivana mendengar penghinaan itu, benar-
benar merendahkan harga dirinya, tapi demi ayahnya dia tanggung
segala hinaan itu. Juga teringat lagi dulu dia pernah menolong orang
yang menghinanya itu ketika tersandung di tangga, hatinya serasa
disayat-sayat sehingga membuat matanya makin sembab.
Setelah membersihan ceceran darah di selangkangan Ivana, Imron naik
ke ranjang mengarahkan penisnya bersiap menyetubuhi gadis itu
dalam posisi doggie. Ivana meringis ketika merasakan penis Imron
menyeruak masuk ke vaginanya, dia merintih, perih, namun kali ini
sudah lebih mendingan berkat cairan kewanitaan yang melicinkan
vaginanya.
"Aahh...!" itulah yang keluar dari mulut Ivana saat Imron menyentakkan
penisnya hingga amblas seluruhnya.
Imron mulai maju-mundur sambil tangannya berkeliaran
menggerayangi pantat, punggung dan payudaranya yang
menggelantung.
"Ayo Non, Isepnya terusin tanggung nih !" kata Pak Mamad menekan
kepala Ivana sambil tangannya yang satu memegangi penisnya.
Kembali Ivana mengulum penis Pak Mamad sambil menerima sodokan-
sodokan dari belakangnya. Pak Mamad melenguh-lenguh dengan
suara parau merasakan hisapan Ivana pada penisnya, tangannya
meraih payudara gadis itu dan memain-mainkan putingnya. Entah
mengapa Ivana merasakan suatu gairah timbul dalam dirinya atas
perlakuan ini, sebuah perasaan yang tidak bisa dia tahan, hasrat liar
dalam alam bawah sadarnya mulai timbul menggusur akal sehat dan
hati nuraninya.
Setelah beberapa saat Pak Mamad makin menggelinjang, orang tua itu
menggumam tak jelas dan akhirnya crrt...crrt...Ivana kaget merasakan
ada cairan beraroma tajam yang tiba-tiba memenuhi mulutnya, dia
langsung melepas penis itu sehingga sisa cairan itu menyemprot ke
wajahnya, juga membasahi tangannya.
"Ohhh...!" jeritnya kecil ketika sperma itu nyiprat ke wajahnya.
"Hehehe...itu namanya peju Non, ntar lama-lama juga doyan kok !"
sahut Pak Kahar yang sudah berdiri di sebelahnya.
Jijik sekali Ivana dengan cairan kental yang baunya aneh itu sehingga
dia menyeka wajahnya dengan jari-jarinya. Saat itu Pak Mamad sudah
ngos-ngosan dalam kepuasannya.
"Eit...jangan dibuang gitu aja dong, mubazir !" kata Pak Kahar sambil
menangkap pergelangan tangan Ivana "Nih...diminum dong, sehat kok
bergizi !" dia mengelap sperma pada hidung Ivana dengan jarinya lalu
menyodorkannya ke mulutnya.
Ivana menggeleng dengan mulut tertutup, tiba-tiba sebuah sodokan
keras menghujamnya dari belakang.
"Ayo...diminum ! supaya biasa nantinya !" perintah Imron dari
belakang.
Dengan ragu-ragu Ivana mulai menjilati sperma di jari Pak Kahar dan
langsung ditelan dengan menahan jijik. Pak Kahar juga menyuruh
membersihkan sisanya pada penis Pak Mamad yang sudah mengendor.
"Nah, asyik kan Pak Mamad, dah lama pasti ga nyoba yang seger-
seger gini !" kata Pak Kahar pada rekannya itu.
Pak Mamad hanya terkekeh-kekeh mengiyakan semua itu. Tiba-tiba
semua terdiam karena terdengar sebuah musik berasal dari tas Ivana
yang tak lain adalah ponselnya. Pak Kahar mengeluarkan benda itu
dari tasnya, yang menghubungi adalah ayahnya, Pak Heryawan.
"Terima Non, tau kan apa yang harus Non omongin !" kata Imron
Ivana menerima ponselnya dari Pak Kahar dan menerima panggilan itu,
dia berusaha keras mengendalikan nada bicaranya agar wajar, dia
harus berbohong sedang mengerjakan tugas kelompok di kost teman
dekat sini, selama empat menit berbicara itu penis Imron tetap
menancap di vaginanya, dan mereka terus menggerayangi tubuhnya.
Setelah telepon ditutup Imron kembali menggenjot tubuh Ivana, kali ini
lebih ganas dari sebelumnya sampai ranjangnya ikut goyang, mungkin
karena rasa tanggungnya tadi. Desahan Ivana bercampur bunyi tepukan
pada pantatnya yang bertumbukan dengan selangkangan Imron. Pak
Kahar yang nafsunya mulai bangkit lagi meremas payudara kanannya
dengan gemas.
"Sakit...!" rintih gadis itu yang malah membuat mereka semakin nafsu.
Sepuluh menit lamanya dia digumuli dalam posisi itu, sodokan-
sodokan Imron ditambah tangan-tangan yang menggerayanginya
mendatangkan kembali perasaan aneh yang tadi dirasakannya, kembali
tubuh Ivana mengejang disertai erangan panjang. Dirinya serasa
terbang selama 1-2 menit, dan dia harus mengakui kenikmatannya.
Gelombang orgasme yang menerpa Ivana dirasakan juga nikmatnya
oleh Imron karena otot-otot vaginanya semakin menghimpit penisnya
serta menghangatkannya dengan cairan yang dihasilkan. Hal ini tentu
memicu Imron menggenjotnya lebih cepat lagi hingga diapun keluar
tak lama kemudian, penisnya menyemprotkan sperma dengan derasnya
ke rahim Ivana. Setelah mengeluarkan isinya, Imron menarik lepas
penisnya, ketika dikeluarkan terlihat cairan kental belepotan di
batangnya yang lalu dilapkan pada belahan pantat gadis itu.
Pak Mamad kini menggeser tubuhnya ke depan hingga berbaring
telentang di bawah tubuh Ivana. Penisnya sudah mulai mengeras lagi
karena sambil istirahat tadi dia memegangi tangan gadis itu agar terus
mengocok penisnya.
"Yuk, Non sekarang giliran Bapak yah" katanya mengelus pipi gadis
itu.
"Gini Non, saya ajarin gaya lain !" sahut Imron mendekap tubuhnya dari
belakang dan mengangkatnya hingga duduk berlutut di atas
selangkangan Pak Mamad "Pegang tuh kontol, arahin ke memek Non !"
suruhnya.
Ivana sudah pasrah dan terlalu lelah untuk melawan sehingga dia
mengikuti saja apa yang diinstruksikan mereka. Dia menggenggam
penis tua dibawahnya itu mengarah ke vaginanya.
"Turunin badannya Non sampe nancap !" suruh Pak Kahar.
Pak Mamad sendiri tidak banyak tingkah seperti dua orang itu, dia
cuma memegangi payudara Ivana saja sambil sesekali memberi
pengarahan. Ivana mulai menurunkan tubuhnya dan penis itu melesak
masuk ke dalam diiringi desahan keduanya.
"Sekarang gerakin badannya naik turun Non, pasti enak !" Pak Mamad
menginstruksikannya.
"Uuuhh...eennggg !" lenguh orang tua itu merasakan gesekan penisnya
dengan dinding vagina Ivana yang masih seret.
Tubuh Ivana mulai bergerak naik-turun diatas penis Pak Mamad,
mula-mula dibantu Imron yang menekan-nekan tubuhnya dari
belakang, tapi lama-lama tanpa disadari Ivana pun mulai bergoyang
dengan sendirinya. Pak Kahar memegang buah dada kanan Ivana dan
mulutnya langsung melumatnya, tangannya yang satu mengocok-
ngocok penisnya sendiri. Imron yang mendekapnya dari belakang
menciumi leher dan pundaknya sehingga gadis itu semakin hanyut
dalam birahinya.
"Oooh...terus Non, enak banget...uuuhh...terus !" orang tua itu
mendesah tak karuan
"Asyik kan Non, tuh buktinya goyangnya lebih hebat dari Inul !" kata
Pak Imron dekat telinganya.
Ivana terus menaik-turunkan tubuh tanpa peduli omongan-omongan
mereka yang bernada melecehkan itu, birahinya menuntut pemuasan
sekalipun hatinya menolak. Pak tua itu tidak tahan lama dengan
goyangan-goyangan Ivana, diapun menyemprotkan spermanya dan
terengah-engah kepuasan, nafsunya memang besar tapi tenaganya
sudah termakan usia.
Setelah itu, Imron mengajaknya turun dari ranjang, lalu dia duduk di
sebuah kursi dan menyuruhnya duduk di atas pangkuannya dengan
posisi memunggungi. Kembali Ivana memicu tubuhnya naik-turun di
atas pangkuan Imron. Selain itu dia masih harus melayani penis Pak
Kahar dan Pak Mamad yang berdiri di depannya. Dikulum dan
dikocokinya penis itu bergantian. Dari belakangnya Imron menekan-
nekan tubuhnya agar penisnya menancap lebih dalam, tangannya
mendekap tubuhnya dan menggerayangi payudaranya. Ivana klimaks
lagi dalam posisi demikian dan disusul Imron tak lama kemudian.
Nampak sperma berlelehan di selangkangan keduanya yang masih
menyatu. Pak Kahar yang masih keluar mengambil alih kendali, dia
mengangkat tubuh Ivana yang masih lemas dan menelentangkannya di
meja dengan kaki menjuntai. Dinaikkannya kaki Ivana ke pundaknya
dan menancapkan penisnya. Selama lima belas menit Ivana disetubuhi
oleh satpam itu hingga akhirnya dia mengeluarkan penisnya, isinya
muncrat membasahi perut hingga permukaan kemaluannya. Untung itu
tugas terakhir baginya, kalau tidak mungkin dia sudah pingsan
kehabisan tenaga.
Ivana pulang dengan langkah gontai, rasa nyeri masih terasa pada
selangkangannya. Sampai di rumah dia sekuat tenaga bersikap wajar
seolah tidak terjadi apa-apa, karena tidak ingin merepotkan ayahnya.
Ketika ayahnya menanyakan cara jalannya yang agak tertatih-tatih dia
berbohong dengan mengatakan tadi terpeleset di tangga, tapi tidak
parah. Yang paling berat baginya adalah tiga hari setelah peristiwa itu,
yaitu ketika Martin menyatakan cintanya sewaktu mengantarnya pulang
nonton. Dia merasa dirinya yang sudah kotor itu tidak pantas lagi
baginya, Martin terlalu baik baginya sehingga dia tidak sanggup
menerima cintanya. Martin beberapa kali membujuknya tapi tidak ada
hasil, akhirnya dengan hati hancur, setelah kelulusannya tak lama
kemudian, pemuda itu pergi ke luar negeri meneruskan studinya
sekaligus untuk melupakan kenangan-kenangan manis yang pernah
dia lalui bersama Ivana.
"Maafkan aku Martin, karena aku cinta makannya aku menolak, aku
cuma bisa berdoa semoga di kemudian hari ada gadis yang lebih
pantas bagimu daripada aku yang telah ternoda ini" demikian kata
Ivana di sela tangisnya di dalam kamar setelah menolak cinta pemuda
itu.
Ivana memulai hidup barunya sebagai budak seks Imron. Sesekali Pak
Kahar dan Pak Dahlan, si dosen bejat juga mendapat kesempatan
mencicipi tubuhnya. Pak Mamad berhenti kerja seminggu setelah
peristiwa itu, dia merasa berdosa telah ikut memperkosa bahkan
menjerumuskan gadis berhati emas itu ke lembah nista. Dua hari
sebelumnya dia sempat bertemu Ivana dan meminta maaf padanya.
"Maafin Bapak yan Non, waktu itu ga tau setan apa yang nguasain
Bapak sampai nyusahin Non seperti ini. Sekarang Bapak jadi dikejar-
kejar dosa, makannya Bapak mau pulang kampung aja" kata orang tua
itu tidak berani menatap wajah Ivana.
"Sudahlah Pak, semua sudah terjadi, Bapak cuma khilaf, ini bukan
sepenuhnya salah Bapak kok, saya sudah pasrah sama nasib saya"
Ivana menjawabnya dengan suara lemas.
Di mata para dosen dan teman-temannya memang Ivana masih tetap
seorang mahasiswi favorit, namun di luar jam kuliah dia bak pelacur
yang siap melayani nafsu si penjaga kampus bejat itu.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

3 komentar:

Updat malam video hot
5 Top level
1.==>> Hot memek tembem
2.==>> perawan pecah
3.==>> Gadis desa
4.==>> Tante sangek
5.==>> CABE CABEAN
Silahkan klik link di atas untuk me ngunduh video

Updat malam video hot
5 Top level
1.==>> Hot memek tembem
2.==>> perawan pecah
3.==>> Gadis desa
4.==>> Tante sangek
5.==>> Cabe cabean
Silahkan klik link di atas untuk me ngunduh video

Updat cerita sex tahun baru saya sajikan khusus cerita sex Melayu inilah
Kisah nurul suhana==>> klik untuk membaca
Cerita sex Jiran bersusu ==>> klik untuk membaca
Cerita sex jeritan Anna ==>> klik untuk membaca
Cerita sex janda muda ==>> klik untuk membaca
Cerita Budak 13 thn ==>> klik untuk membaca

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.