Selasa, 03 Maret 2015

Nightmare Campus 13: The Ungrateful

Sore jam setengah empat, Imron hampir menyelesaikan
tugasnya hari
itu dan sudah bisa pulang setelah membuang sampah yang
sedang
diangkutnya dengan troley. Saat itu dia sedang berjalan
dengan
santainya di parkir hendak menuju ke atas ke tempat
pembuangan
sampah. Tiba-tiba saja sebuah Karimun biru muncul dari
tikungan
dengan kecepatan cukup tinggi. 'Niitt...niitt !!' klakson itu
mengenjutkan Imron, mobil itu mengerem mendadak dan
menabrak
tong sampah yang sedang didorongnya sehingga jatuh dan
isinya
sebagian tumpah. Pengemudi mobil itu, seorang pemuda
tinggi besar
berusia akhir 20an turun dengan membanting pintu.
"Heh...apa-apaan sih ini, jalan kok gak liat-liat !?" bentaknya
pada
Imron.
"Lho situ kan yang ga hati-hati, masa di tempat parkir ngebut
gitu
sih ?" jawab Imron santai sambil mengangkat tong
sampahnya yang
jatuh.
"Sialan, bukannya minta maaf malah belagu!" pemuda itu
makin marah
mendengar respon Imron yang cuek itu, dia menghampirinya
dan
mendorongnya di dada, "lu jangan macem-macem yah, baru
jadi
kacung aja udah ga sopan !"
"Ryan ! udah cukup, jangan ribut disini !" terdengar seruan
dari
belakangnya, seorang wanita muda berparas cantik turun dari
mobil
dan berjalan ke arah mereka untuk merelai.
"Udah lu kenapa sih, kan gua udah bilang jangan kenceng-
kenceng
tadi juga !" wanita itu memegangi lengan si pemuda sebelum
terjadi
keributan lebih lanjut, "maaf yah Pak, Bapak nggak apa-apa
kan ?"
wanita itu meminta maaf dan membantu memungut tutup
tong sampah
itu.
"Iyah ga apa-apa Non saya sih, lain kali hati-hati kalau disini
jangan
kenceng-kenceng, kan bahaya" Imron memperingati.
"Hee...awas lu yah lain kali berani lagi..." ancam pemuda
sambil melotot
padanya.
"Ayo ah, udah gua bilang, ayo pergi !" si wanita itu
membentaknya dan
segera menarik lengannya kembali ke mobil sambil beberapa
kali
meminta maaf pada Imron.
Si pemuda membanting pintu dan langsung tancap gas
meninggalkan
Imron.
"Mar ngapain sih lu tadi kok malah ngebentak gua buat belain
si tua
goblok itu !" kata Ryan penuh emosi dalam perjalanan.
"Gua bukan belain dia, tapi gua ga mau sampai harus ribut
gara-gara
masalah gini aja" balas Marina, "masa lu ga malu sih kalau
sampai
berkelahi diliatin orang banyak ntar, lu ga mikirin gua juga
apa ?"
"Tapi kan dia yang nongol mendadak gitu, gimana gua ga
kaget coba,
lagian gaya bicaranya itu loh lu liat ga, nyepelein gua gitu !"
"Kan gua juga udah kasih tau sebelumnya jangan cepet-cepet,
ngapain
sih lu pake ngebut-ngebutan gitu, akhirnya bener kan !"
"Tapi kan Mar..." Ryan masih kukuh pada pendiriannya sambil
meraih
tangan Marina tapi langsung disentaknya, gadis itu
menyandarkan diri
pada pintu di sampingnya.
"Ya udah, ya udah, sori yah say...gua emang emosian tadi,
sori yah !"
Ryan akhirnya mengalah melihat Marina yang mulai naik
darah.
Marina diam, masih tetap memalingkan wajah ke jendela tak
mau
memandang pacarnya itu. Ryan mengela nafas melihat reaksi
pacarnya
itu kalau sedang ribut. Keduanya berdiam diri selama
beberapa menit
perjalanan hingga di sebuah perempatan menunggu lampu
merah. Ryan
kembali meraih tangan Marina, kali ini gadis itu sudah
melemaskan
tangannya dan menerima. Ryan menggenggam tangan halus
itu,
mengetahui Marina sudah mulai mendingin, diraihnya bahu
gadis itu
dan dibawa ke dekapannya. Dielusnya rambut kekasihnya itu
dan
dikecupnya keningnya.
"Sori yah, gua tau lu sayang gua makannya ngelakuin seperti
tadi"
katanya.
Marina tersenyum dan mengecup pipinya, Ryan harus
menjalankan
kembali mobilnya karena lampu sudah hijau.
Marina (25 tahun) adalah seorang dosen muda di Universitas
******, ia
telah mengajar di fakultas sastra Inggris selama dua tahun
segera
setelah kelulusannya dengan predikat Cum Laude. Selain
memiliki otak
yang cemerlang dan karakter yang lemah lembut, Marina juga
dikaruniai
kecantikan fisik yang menawan. Wajahnya yang manis dengan
rambut
pendek kecoklatan mengingatkan pada Sun Shangxiang, salah
satu
karakter dalam game Dynasty Warriors. Belum lagi tubuhnya
yang
langsing dan kulitnya yang putih mulus. Tinggi badannya 166
cm,
termasuk sedang untuk standar Asia. Yang sering menjadi
perhatian
adalah payudaranya yang sedang tapi membusung indah dan
lekuk
pinggulnya yang indah sehingga bila memakai pakaian ketat
mencetak
lekuk-lekuk indah itu. Perkuliahan di sastra Inggris yang
surplus
wanita menjadi lebih semarak dengan adanya dosen cantik
seperti
dirinya, mahasiswa tidak akan ngantuk bila mengikuti
kuliahnya,
setidaknya begitulah kata beberapa mahasiswa. Pernah suatu
ketika ia
mengajar dengan rok yang agak pendek sehingga beberapa
mahasiswa
malah lebih konsen memperhatikan paha mulusnya daripada
pelajaran
yang disampaikan.
Sebenarnya penampilan Marina di kampus tempatnya
mengajar masih
tergolong sopan, tapi pikiran ngeres para mahasiswa yang
melihatnya
membuat Marina jadi perbincangan di antara mereka. Bahkan
tak sedikit
mahasiswi yang sirik pada kecantikan Marina, tapi mereka
tentu saja
tak berani menunjukkan secara terang-terangan. Sedangkan
mahasiswanya condong mencari perhatian dari dosen baru
yang cantik
ini. Tapi Marina menanggapi semua itu dengan biasa saja. Ya,
sebagai
idola di sekolahnya dulu baik ketika SMA maupun kuliah,
memang
Marina sudah sering menghadapi lelaki iseng yang mencari
perhatiannya, mencuri pandang pada dirinya dan bergenit ria
ketika
terlibat percakapan dengannya.
************************
Jam 19.13 (hari yang sama), mini teater, gedung fakultas
sastra
"Aakkhh...aaww...udah Pak, jangan lagi!" rintih Jesslyn
merasakan
lecutan-lecutan sabuk Imron di punggung dan pantatnya.
Gadis berambut panjang kemerahan itu tergantung berdiri
tanpa busana
dengan kedua pergelangan tangan terikat jadi satu ke atas.
Bekas-
bekas lecutan memerah nampak pada beberapa bagian
kulitnya yang
putih mulus.
"Hihh...nih, mampus lu bangsat huh!" Imron memecut
punggung gadis
itu dengan sabuknya sambil memaki-maki melampiaskan
kekesalannya
tadi sore.
Penjaga kampus bejat itu sangat menikmati setiap jerit
kesakitan yang
keluar dari mulut mahasiswi cantik itu. Puas memecut Jesslyn
hingga
gadis itu terengah-engah dan air matanya keluar, ia
mencampakkan
sabuknya ke lantai lalu menghampiri gadis yang tergantung
bugil itu
sambil membuka celananya, penisnya yang sudah mengeras
langsung
mengacung dengan gagahnya begitu ia menarik turun
celananya.
Tangannya yang satu mendekap tubuh gadis itu dari belakang
sementara tangan lainnya menggenggam penisnya untuk
menuntunnya
memasuki vagina gadis itu.
"Och...hhhaahh!" Jesslyn mendesis menahan nikmat yang
timbul dari
gesekan alat kelamin mereka.
Imron mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan perlahan.
Tubuh
Jesslyn bergetar saat batang panjang berurat itu menggesek
dinding
vaginanya. Tangan pria itu yang tadinya memegang kedua sisi
pinggulnya merambat naik dan meremas kedua payudaranya.
"Aauuhh...sakit Pak, jangan kasar gitu dong aaah!" erangnya
dengan
meringis karena Imron meremasi payudaranya dengan keras.
Sementara itu penisnya terus menghujam vaginanya tanpa
ampun
dengan frekuensi genjotan makin cepat. Amarah dan nafsu
membuat
Imron menjadi brutal terhadap budaknya ini.
"Ngentot lu...ngehek...uuuhh...huuhh!" ceracau pria itu sambil
menyodok-nyodokkan penisnya dengan keras membuat tubuh
gadis itu
tersentak-sentak.
Jesslyn tak mampu menahan rintihannya apalagi terkadang
tangan pria
itu menampar pantatnya, untungnya ruang ini dindingnya
berlapis kain
sehingga suara di ruangan tempat mereka dapat diredam.
Sambil terus
menggenjot, Imron menyusupkan kepalanya menjilati ketiak
Jesslyn
menimbulkan sensasi geli pada gadis itu. Gadis itu merasakan
otot-
otot vaginanya semakin berdenyut-denyut mencengkram kuat
penis
Imron. Tak lama kemudian pria itu menggeram dan meremas
payudaranya lebih keras. Dengan satu hentakan kuat, penis
itu melesak
sedalam mungkin hingga mentok. Saat itu lah benda itu
memuntahkan
lahar putihnya di dalam vagina gadis itu. Imron masih terus
menggerakkan pinggulnya hingga akhirnya Jesslyn pun
menyusul ke
puncak tak lama setelahnya. Sebuah erangan panjang keluar
dari
mulutnya, tubuhnya mengejang seperti tersengat listrik.
Akhirnya
keduanya sama-sama terdiam lemas tak berdaya, penis Imron
mulai
menyusut di dalam vagina gadis itu. Jesslyn merasakan
cairan hangat
itu meleleh ke paha dalamnya. Beberapa saat kemudian Imron
baru
melepaskan diri, diangkatnya dagu gadis itu yang kepalanya
tertunduk
lemas.
"Hehe...makasih Non, udah lega Bapak sekarang!" ucapnya
lalu
mengecup pelan bibir gadis itu sejenak.
"Tolong lepasin saya Pak!" pinta gadis itu lemas, "tangan
saya sakit
nih tergantung terus"
Imron pun melepaskan ikatan yang mengikat kedua
pergelangan tangan
Jesslyn. Gadis itu langsung ambruk ke lantai begitu ikatan
dilepaskan.
Ia mengelus-elus pergelangannya yang terasa panas.
"Sori Non agak kasar hari ini, tadi sore ada yang bikin saya
kesal sih"
ujarnya seraya melemparkan pakaian gadis itu pada
pemiliknya.
"Whatever lah...lu yang BT kok gua yang jadi pelampiasan sih,
dasar
gila!" omel Jesslyn dalam hati sambil mulai memakai
pakaiannya.
Setelah selesai berpakaian ia segera meninggalkan ruangan
itu tanpa
berkata apapun lagi pada si penjaga kampus bejat itu. Ia
masih
merasakan nyeri akibat pecutan Imron tadi. Imron segera
mematikan
lampu ruangan itu dan menguncinya setelah membereskan
perabot.
Kemarahan di hatinya akibat insiden kecil sore tadi agak
berkurang
setelah melampiaskannya pada salah satu budak seksnya.
########################
Seminggu kemudian
Hari itu setelah selesai mengajar, beberapa mahasiswa
bertanya soal
tugas yang baru saja diberikan oleh Marina, yang menjelaskan
tugas itu
dengan detail walaupun ia menyadari ini cuma akal akalan
dari para
mahasiswa ini. Setelah selesai menjelaskan semuanya, Marina
segera
menuju ke parkiran mobil, dimana kekasihnya sedang menanti
dengan
wajah cemberut. "Kok sampai jam segini sih baru keluar
Mar?", tanya
Ryan dengan kesal. "Sori deh", jawab Marina. "Tadi waktu
baru keluar
kelas, banyak mahasiswa yang nanya tentang tugas..."
Belum selesai Marina bicara, Ryan memotong dengan
bersungut
sungut, "Mereka itu harusnya nanya waktu masih di dalam
kelas!
Sudah waktunya pulang ya pulang, Lu kan gak perlu
ngelayanin
mereka?"
"Lu kenapa sih Ryan? Lu tahu kan gua ini dosen? Masa
pantas kalo ada
mahasiswa yang tanya sama dosen, dan dosennya nggak
menjawab
malah pergi begitu saja?", dengan sebal Marina pergi
meninggalkan
Ryan dan mobilnya.
Ryan langsung mengejar dan memegang pergelangan tangan
Marina.
Sekali ini Marina yang larut dalam emosinya, menyentakkan
tangannya
dan meninggalkan Ryan. Tanpa perduli pada Ryan yang masih
terus
memanggil manggil namanya, Marina menyetop taxi dan
masuk
meninggalkan Ryan. Marina berusaha menenangkan diri di
dalam taxi,
dan merenung tentang apa yang baru terjadi. Marina agak
sedih akan
sikap Ryan yang masih kekanak kanakan itu, dan mencoba
untuk tak
memikirkannya lagi. Tiba tiba handphonenya berbunyi, dan
Marina
menjawab handphonenya. "Maaf Marina, aku..", baru Ryan
bicara,
Marina sudah memotong, "Sudalah Ryan, hari ini biarkan gua
sendiri,
capek gua ngadepin lu yang kekanak kanakan gitu. Lu coba
pikirkan
tadi mengapa gua sampai meninggalkan lu". Marina memutus
pembicaraan. Handphonenya kembali berbunyi, dan setelah
Marina
melihat nomer penelepon yang terpampang di layar
handphonenya,
Marina tak memperdulikan dan menerawang ke jendela.
Demikian, kadang Marina dan Ryan bertengkar, tapi Marina
selalu
memaafkan Ryan, karena Marina merasa Ryan mencintainya.
Sungguhpun sebenarnya Marina ingin agar Ryan lebih dewasa.
Sayangnya sifat Ryan yang kekanak kanakan itu sepertinya
sudah
mendarah daging. Bahkan Marina tak pernah bermimpi, Ryan
yang
sudah terbiasa arogan itu suatu saat akan menyeret Marina
ke dalam
malapetaka hebat. Suatu hari sepulang dari mengajar, Marina
berjalan
ke parkiran, dan melihat lagi lagi Ryan bermasalah dengan
Imron.
"He bopeng! Lu itu goblok atau tolol? Atau lu sengaja ya
menabrakkan
bak sampahmu ke pintu mobil gue?" bentak Ryan pada Imron.
Kali itu
Imron menatap tajam pada Ryan, dan dengan nada tinggi
Imron
menjawab, "Salahnya siapa situ tadi buka pintu mobil gak
lihat lihat?
Sudah untung situ nggak saya suruh beresin sampah yang
berantakan
ini!". Ryan yang merasa ditantang, makin menjadi, "Loh!
Apanya yang
beresin sampah itu? Itu sih sudah tugas kacung seperti kamu
goblok!
Sekarang ini pintu mobil gue yang penyok, urusannya... ".
Belum
selesai Ryan bicara, Marina yang sudah di situ membentak
Ryan, "kamu
ini kenapa lagi sih Ryan? Nggak bosen berantem sama
orang?".
Ryan yang masih emosi menjawab dengan nada tinggi
"Kacung goblok
ini, dorong bak sampah gak liat depan, pintu mobilku diterjang
begitu
sana...", dan langsung dipotong Imron, "Situ kalo bicara yang
betul ya!
Pas saya sudah dekat situ kan yang sengaja buka pintu?".
Marina yang
merasa tidak enak, mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari
dompetnya, dan memberikan pada Imron."Pak, maaf ya. Ini
bukan
maksud saya ganti rugi, ini cuma buat pak Imron beli minum".
Imron
menolak, "Saya gak perlu uang itu bu Marina. Cuma.. orang
ini siapa
sih? Tolong ajarin sopan santun bu. Beda sekali tata krama
Bu Marina
dengan orang brengsek ini ", kata Imron dingin sambil
menunjukkan
tangannya ke arah Ryan.
"Kamu!!", bentak Ryan sambil bersiap melayangkan
kepalannya ke arah
Imron. Marina langsung membentak Ryan, "Apa apaan kamu
Ryan?
Hentikan semua ini!". Imron melenggang pergi setelah Ryan
masuk ke
mobilnya sambil membanting pintu. "Maafkan sekali lagi pak
Imron",
kata Marina. "Nggak apa apa bu Marina", jawab Imron tanpa
menoleh.
Marina jengkel sekali pada Ryan yang tak memberinya muka
di kampus.
"Lu kalo ke sini kerjanya cuma marah marah sama pak Imron,
lebih baik
lain kali gak usah jemput gua Ryan!". Ryan yang tak terima,
setengah
membentak berkata, "Lu kok malah belain si bopeng itu sih?
Yang jadi
pacarmu itu gua atau si bopeng itu??"
'PLAK!'. Marina menampar Ryan dengan keras. "Cukup!
Minggirkan
mobil ini! Gue mau turun!", bentak Marina. Ryan langung
surut, dan
memohon pada Marina, "Mar, maafin gue.. gue lagi emosi
tadi. Biarkan
gue anter lu pulang ya..". Marina tak perduli dan tetap
meminta turun,
dan sampai sekitar 5 menit Ryan memohon mohon baru
akhirnya Marina
luluh juga. Ryan tahu itu ketika Marina tak lagi menyentakkan
tangannya ketika Ryan mencoba lagi untuk menggenggam
telapak
tangan Marina. Dengan tersenyum lega Ryan menjalankan
mobil menuju
ke rumah Marina...
*******************
Beda dengan Ryan yang sudah bisa tersenyum, Imron masih
terbakar
oleh amarah. Ia amat jengkel dengan kelakuan Ryan tadi.
Duduk di
depan gudang, mukanya yang masam terlihat oleh Encep.
Dengan heran
Encep bertanya, "Kenapa bos?". Imron yang melihat Encep
cengar
cengir dengan jengkel membentak, "Lagi jengkel sama orang
tau!
Berani beraninya cari perkara sama gue, dua kali lagi!". Encep
bertanya,
"Siapa bos? Sini gua hajar!". Dengan sinis Imron berkata
"Halah sok
jago lu Cep!".
"Bos, kalo ada yang macem macem, kita kasih pelajaran saja
bos!",
kata Encep. Imron mulai setuju, dan menjelaskan kejadian tadi
yang
menyesakkan dadanya itu. "Untung gue masih bisa menahan
diri, kalo
tidak ..", gerutu Imron. "Gini saja Cep, gue ada rencana untuk
gebukin
si brengsek itu", kata Imron yang kini juga mulai tersenyum,
senyum
yang bengis. "Nghajar si Ryan saja bos? Gimana dengan bu
Marina?
Masa kita biarin aja, kan kesempatan nih!", tanya Encep penuh
harap.
"Lu ini nafsu ya kalo liat bu Marina? Ya sudah kalo gitu
bantuin gue
ngurus si Ryan, nanti lu gue kasih hadiah bu Marina.
Gimana?" tanya
Imron yang tentu saja segera disetujui oleh Encep.
"Kalian lagi ngomongin apa?" tanya satpam kampus lain yang
tiba tiba
datang dan nimbrung. "Oh kamu Har. Begini...", Imron
menceritakan
semuanya, termasuk rencananya menghajar Ryan, dan
keinginan Encep
tentang Marina. "Oh begitu toh ceritanya. Gue ada akal nih.
Kalo kita
lakukan itu di dalam kampus, bisa gawat, kita harus bisa
bawa si
pecundang itu ke tempatnya Gufron, tukang tambal ban yang
setengah
kilometer dari gerbang kampus ini. Inget? yang ada gubuknya
itu?",
tanya Kahar. Imron dan Encep mengiyakan. Mereka segera
berunding,
menyusun rencana. Sesungguhnya,
Taring di mulut ular dan sengat di ekor kalajengking,
tak cukup berbisa untuk menandingi racun di hati mereka .
******************
Jam 18.45
Hari yang sama
"Jadi semua udah lu atur rapi Har?" tanya Imron pada Kahar
melalui
ponselnya.
"Beres Ron, tinggal jalanin...pokoknya lu tunggu aja tanggal
mainnya!"
kata Kahar di seberang sana, "pokoknya dijamin kunyuk itu
pasti kena
kali ini"
"Yakin nih si Gufron ga bakal ngecewain?" tanyanya lagi,
"kalau gagal
kita yang mampus soalnya."
"Tenang aja Ron dah gua instruksiin semuanya ke dia, pasti
beres,
dijamin!" kata Kahar dengan penuh keyakinan, "lagian dia juga
kan
pengen icip-icip tuh, pasti hati-hati lah"
"Ya udah deh, gua percaya aja, jadi ga sabar nunggu lusa nih
hehehe...
oke gitu dulu yah!" Imron menutup pembicaraan dan
mematikan
ponselnya.
Di wajahnya tersungging sebuah senyum mesum dan licik, ia
lalu
bangkit dari toilet yang didudukinya. Toilet duduk itu tutupnya
sejak
tadi memang tertutup, Imron berada di kamar mandi itu
memang bukan
untuk buang air melainkan hanya untuk membicarakan
rencana
busuknya dengan si satpam bejat itu. Ia pun membuka pintu
dan keluar
setelah menyelesaikan pembicaraannya. Terdengar suara
acara berita
dari TV di ruang tengah apartemen itu dan suara memotong di
dapur
kecil yang letaknya menyatu dengan ruang tengah dan meja
makan.
Ketika sampai di ujung lorong ia melihat Megan, si gadis bule
itu,
sedang memotong-motong kol untuk membuat salad di dapur
berbentuk mini bar itu.
"Oh...hai duduk dulu Pak sambil nonton tivi, ini sebentar lagi
beres!"
gadis itu membalikan kepala menyadari kehadiran Imron yang
sudah
keluar dari toilet.
Imron menjatuhkan diri di sofa empuk itu, sambil
mendengarkan berita
di TV ngobrol-ngobrol santai dengan gadis bule itu. Ya,
mahasiswi
Amerika yang sedang studi di universitas tempat Imron bekerja
itu
memang telah akrab dan menganggapnya teman, baik teman
biasa dan
juga partner seks. Hubungan itu telah berlangsung hampir
sebulan
lamanya sejak percintaan pertama mereka di apartemen ini
dan tentu
saja secara sembunyi-sembunyi.
Tiba-tiba ponsel Megan yang di atas meja ruang tengah
berbunyi.
Sebelum diminta, Imron sudah mengambil benda itu dan
menyerahkannya pada gadis itu.
"Thank you" katanya lalu menerima panggilan itu.
Ia berbicara dengan bahasa Inggris dengan orang yang di
telepon yang
adalah rekannya sesama pengajar di tempat kursus Bahasa
Inggris.
Sementara Megan ngobrol dengan temannya, Imron
memandangi
tubuhnya yang dibungkus kaos tanpa lengan warna hijau dan
celana
pendek bercorak kamuflase yang satu stel dengan atasannya
motif
'army look'. Rambut pirangnya yang panjang saat itu diikat ke
belakang
sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang. Kaosnya
yang agak
ketat tak mampu menyembunyikan keindahan payudaranya
yang
membusung padat itu, juga pahanya yang ramping dan mulus
itu
sungguh menggugah selera. Pemandangan itu memancing
Imron
mendekatinya. Ia pun memutar memasuki pintu dapur,
berjalan pelan-
pelan mendekati gadis itu yang membelakanginya.
"Ok, bye Sylvia....see you tommorow!" Megan menutup
pembicaraan
ketika Imron telah semeter di belakangnya, ia menaruh
ponselnya dan
meneruskan memotong sayuran.
Sebentar saja Imron telah berada di belakangnya, dekat sekali
sehingga
ia dapat mencium harum tubuhnya.
"Hei!" Megan menjerit kaget ketika merasakan sebuah tangan
meremas
pantatnya dan tangan yang lain merangkul pinggangnya yang
ramping,
"jangan sekarang Pak"
Imron tidak peduli, ia menciumi tenguk gadis itu yang
ditumbuhi
rambut-rambut pirang halus. Harum tubuh gadis itu membuat
Imron
makin terangsang, tangannya mulai merambahi payudara
montok dara
Amerika itu. Seperti yang telah diduga, Megan tidak memakai
bra,
sehingga jari-jari Imron dapat merasakan putingnya di balik
kaos itu.
Gadis itu menggeliat dan mencoba menghindar, tapi
penolakannya
tidaklah sungguh-sungguh sehingga malah membuat Imron
semakin
gemas. Imron semakin mendesaknya sehingga tubuh gadis itu
kini
terjepit antara tubuhnya dan meja dapur.
"Saya lagi kerja...lepaskan Pak!" desah Megan sambil
menggerak-
gerakkan bahunya untuk menghindari ciuman Imron di sekujur
lehernya.
Sekilas memang Megan tampak menolaknya, namun dalam
hati ia justru
berharap pria itu tidak menghentikan aksinya. Nafasnya
terasa semakin
berat karena pria itu terus merangsangnya dengan memencet-
mencet
putingnya dari luar kaosnya, juga menciumi leher dan
tenguknya secara
intens.
"Non Megan, kan tinggal sebulan kurang lagi Non pulang ke
Amerika...
saya ntar kangen banget lho!" kata Imron di telinga gadis itu
sambil
menjilat daun telinganya.
"Hhssshh....but Pak, jangan sekarang!" desisnya lirih.
Imron meneruskan aksinya dengan memeloroti celana pendek
gadis itu,
pemandangan indah langsung terpampang karena ia tak
memakai
celana dalam. Pantatnya yang bulat padat membuat Imron
tidak tahan
untuk tidak meremasnya.
"Oooww!" jeritnya pelan ketika Imron dengan gemas
menampar
pantatnya tidak terlalu keras.
Megan tidak bisa lagi melanjutkan membuat saladnya, ia
meletakkan
pisaunya dan kedua tangannya berpegangan di pinggir meja
dapur.
Tubuhnya bergetar ketika tangan Imron mulai menyusuri celah
sempit
diantara kedua bongkahan pantatnya yang seksi itu. Jari-jari
itu
semakin ke bawah, lalu ke depan, menyelinap ke bibir
vaginanya dari
belakang.
"Hehehe...dicukur yah Non, jadi licin gini?" kata Imron
merasakan
vagina gadis itu bersih tak berbulu karena memang baru
dicukur dua
hari sebelumnya.
Megan menggelinjang merasakan kenikmatan mulai terbangun
dari
bawah sana, apalagi jari-jari pria itu mulai menyusup ke
vaginanya
serta mulai mengorek-ngoreknya Gadis bule itu menggigit
bibir bawah
dan mendesah lirih meresapi kenikmatan yang semakin
menjalar ke
sekujur tubuhnya.
Sementara itu tangan Imron yang lain mulai menyusup masuk
lewat
bawah sehingga kaos hijau itu pun tersingkap. Megan
merasakan
telapak tangan kasar dan hangat itu merayapi perutnya yang
rata, naik
ke bagian bawah payudaranya hingga akhirnya hinggap di
salah satu
puncaknya. Imron merangsangnya sedemikian lihai sampai
gadis bule
itu menggeliat dan mendesah nikmat. Rambut Megan yang
terikat ke
belakang mempermudah bibir tebal Imron menjalari lehernya
dan
mengendusi tenguknya membuatnya itu kegelian.
"Pak Imron....oowwhh!" desahnya pasrah.
Kemudian Imron membalik tubuh Megan,dan dengan cepat
mengangkat
tubuhnya serta mendudukkannya di tepi meja dapur.
Tangannya
menarik lepas celana pendek gadis itu yang masih
menyangkut di
pahanya lalu melemparnya ke belakang. Megan membuka
bajunya
sendiri hingga telanjang bulat di depan pria itu. Birahinya
sudah cukup
tinggi sehingga ia mulai agresif dengan menarik pria itu dan
mereka
terlibat percumbuan yang panas. Terlintas di ingatannya, di
tempat
yang sama pula mereka memulai affair ini beberapa waktu
yang lalu. Di
tengah percumbuan itu, Megan merasakan suatu benda
tumpul yang
keras menekan vaginanya.
"Eemmhh....mmmhhh!" erangnya tertahan ketika benda itu
menekan
masuk ke vaginanya.
Ia sangat menyukai milik Imron itu, penis Indonesia satu-
satunya yang
pernah mampir di vaginanya. Setiap gesekan permukaan
batangnya
yang keras dan berurat itu dengan dinding vaginanya sungguh
mendatangkyan sensasi yang luar biasa. Mereka melepas
cumbuan
ketika Imron mulai menggerak-gerakkan penisnya maju-
mundur.
Genjotan Imron membuat gadis itu terbuai dalam arus birahi
dan
menyerahkan diri sepenuhnya tanpa memandang perbedaan
apapun di
antara keduanya. Wajah Megan nampak lebih menggairahkan
pada saat
terangsang seperti ini, matanya yang hijau semakin sayu
seakan
memohon kepuasan, bibir tipisnya yang basah membuka dan
mengeluarkan erangan erotis. Sambil menggenjot Imron
mengambil
seiris tomat dari piring di sebelah lalu meletakkanya di
payudara gadis
itu. Megan kegelian merasakan potongan tomat yang basah
dan dingin
itu di permukaan kulitnya. Sensasi itu semakin nikmat ketika
Imron
mengunyah tomat itu sehingga sesekali putingnya tergigit.
Kemahiran Imron dalam bercinta mengantarkan dara Amerika
itu ke
puncak kenikmatan dalam waktu kurang dari sepuluh menit.
Tubuh
gadis itu mengejang dan mulutnya mengeluarkan desahan
panjang
menyongsong orgasme pertamanya. Imron mempercepat
sodokannya
tanpa mempedulikan Megan yang masih didera orgasmenya.
Cairan
orgasme gadis itu menyebabkan vaginanya makin licin
sehingga penis
Imron semakin lancar keluar-masuk di lubang itu. Akhirnya
tak lama
kemudian, Imron pun menyusul ke puncak. Dengan sebuah
erangan
panjang, ia menuntaskan nafsunya, penisnya menumpahkan
banyak
sekali lahar putih kental ke vagina gadis itu.
"Ohh...he really knows to satisfy me!" kata Megan dalam hati.
Selama beberapa saat, Imron membiarkan penisnya menancap
dalam-
dalam di vagina gadis itu hingga benda itupun menyusut di
dalam
sana. Mereka berpelukan dan berciuman ringan menikmati
sisa-sisa
orgasme. Makan malam jadi tertunda akibat pergumulan kecil
itu. Imron
membantu gadis itu membereskan dapur dan menyiapkan
makan
malam, setelahnya mereka makan bersama sambil ngobrol-
ngobrol
tentang kegilaan yang mereka lakukan tadi. Empat puluh
menit
kemudian pergumulan itu berlanjut di kamar dalam waktu
yang lebih
lama hingga akhirnya Megan tertidur dalam kelelahannya.
Malam itu
Imron kembali menginap di apartemen gadis itu, di ranjang
empuk,
kamar ber-AC dan ditemani gadis cantik. Seringai jahat
tergurat di
bibirnya sambil memeluk gadis bule yang telah tertidur di
sebelahnya
itu, tak lama kemudian ia pun turut terlelap bersamanya.
**********************************
Dua hari kemudian
Suatu hari, seperti biasanya, Ryan sedang menunggu Marina
di tempat
parkir. Suasananya lagi sepi seperti biasanya. Selagi
menunggu,
medadak Ryan mendengar suara gerobak sampah yang
biasanya
didorong Imron. Ryan dengan angkuh memandang dari spion
mobilnya,
dan Imron lewat di sebelah mobilnya. Tak ada yang aneh,
sampai
ketika di depan Imron menggebrak kap mesin mobil Ryan.
Dengan
marah Ryan turun hendak menghadang Imron, tapi "BUKK!!",
sebuah
kayu besar dipukulkan oleh Encep ke kepala Ryan dari
belakang, dan
Ryan pingsan. Imron segera mengembalikan bak sampah ke
gudang,
dan ketika kembali ia melihat Kahar sudah datang dengan
Gufron yang
membonceng di sepeda motornya. Imron merogoh semua
kantong baju
dan celana Ryan, dan kunci mobil, dompet serta
handphonenya
disimpan oleh Imron. Kemudian dengan cekatan Gufron yang
memang
tukang ban itu melepas ban serep mobil Ryan, dan dengan
dibantu
Encep, Imron menaikkan Ryan yang tentu saja masih belum
sadar itu ke
sepeda motornya Kahar. Encep naik ke sepeda motor juga di
belakang
Ryan, dan memegangi Ryan. Kahar segera melajukan sepeda
motornya
ke gubuk Gufron, tempat yang sudah direncanakan kemarin.
Imron mengunci pintu mobil Ryan, dan bersama Gufron ia
pergi ke
gubuknya Gufron. Situasi yang sepi memuluskan rencana
mereka.
Sampai di dalam, Ryan didudukkan di sebuah kursi, dan diikat
erat.
Lalu bersama Kahar, Encep kembali ke kampus, dan bersandar
di
belakang mobil Ryan, menunggu Marina datang. Sedangkan
pak Kahar
duduk di posnya seolah olah tak ada kejadian apa apa.
Sementara itu,
di gubuk Gufron, Imron bersiap melakukan pembalasannya
terhadap
Ryan. Gufron menyiramkan air dari tempat yang biasanya
digunakan
untuk memeriksa titik kebocoran ban dalam ke muka Ryan.
Gelagapan
Ryan tersadar, dan setelah menyadari keadaannya, dimana ia
melihat
Imron yang menyeringai dengan sinis ke arahnya, Ryan
menjadi
ketakutan. "Apa yang lu lakuin? Lepaskan gua!" bentak Ryan
dengan
tidak yakin. Imron dan Gufron saling pandang, dan tertawa
terbahak
bahak. Lalu Imron segera memberikan bogem mentahnya
pada ulu hati
Ryan, yang langsung terbatuk batuk. Dan setelah Gufron
memberikan
satu dua pukulan pada Ryan, Gufron segera keluar, berjaga di
tempatnya seperti biasa, menunggu orang yang membutuhkan
jasa
pompa ban ataupun tambal ban. Di dalam, Imron terus
menghajar Ryan
dengan penuh dendam, sehingga keadaan Ryan sudah babak
belur.
Terdengar beberapa kali Ryan mohon ampun, tapi tentu saja
Imron tak
mau melepaskan kesempatan ini begitu saja.
"Ini pelajaran untuk orang orang yang biasa sok jago seperti
loe!",
bentak Imron sambil terus melayangkan pukulannya. "Mana
kesombongan loe hah? Kok sekarang malah nangis minta
ampun?",
bentak Imron. Ia memukul, menampar dan menendang Ryan
sesuka
hatinya.
Selagi Imron melampiaskan dendamnya, Marina yang sudah
selesai
mengajar, berjalan ke arah parkiran, dan ia agak heran melihat
Encep
yang bersandar di belakang mobil kekasihnya. Lebih heran
lagi, ia tak
melihat keberadaan Ryan. "Pak, bapak lihat teman saya yang
punya
mobil ini?" tanya Marina pada Encep, yang segera menjawab,
"Iya bu,
tadi pak Rian titip pesan pada ibu, kalo pak Rian
menambalkan ban
mobil ke tempat tambal ban yang di sebelah timur itu bu..".
Marina
bertanya lagi, "Jauh nggak pak dari sini?". Encep menjawab,
"Nggak
bu, Cuma setengah kilometer kira kira. Ibu mau ke sana?
Perlu saya
antar? Kalo tidak saya mau melanjutkan pekerjaan saya bu,
saya
masih...". Marina langsung memotong, "Iya pak, tolong antar
saya ke
sana bentar pak". Marina melihat jam tangannya, sekarang
pukul 2
siang.
"Baik bu, ikuti saya", kata Encep dan membalikkan badan,
berjalan
menuju ke gubuk si Gufron tadi. Ketika melewati pos satpam,
Kahar
sesuai rencana, menyapa Marina, "Bu, itu tadi ban mobil pak
Ryan
kempes, itu lagi nambal di sana bu". Kahar menunjuk ke arah
gubuk
Gufron, dan Marina menganggukan kepalanya dan berkata,
"terima
kasih pak".
Maka dengan diantar Encep, Marina yang makin percaya kalo
Ryan
memang sedang menambal ban, pergi menuju ke tempat itu.
Marina
sama sekali tak pernah membayangkan apa yang sedang
terjadi, dan
apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Ia tak tahu Encep
sedang
tersenyum lebar, dan Gufron yang melihat kedatangan mereka
berdua
dari jauh, segera masuk dan memperingatkan Imron. Imron
segera
menyumpal mulut Ryan, dan bersembunyi di balik pintu. Dan
Gufron
kembali keluar, pura pura baru selesai memompa ban
serepnya Ryan.
Marina yang tahu itu memang ban mobil Ryan, segera
mendekat dan
bertanya, "Pak, mana pemiliknya ban ini? Sudah dibayar
belum pak?".
Lagi lagi Marina agak heran karena tak melihat Ryan. "Oh,
bapak yang
punya itu ada di dalam bu, lagi istirahat. Katanya kepalanya
agak sakit.
Belum dibayar bu, tapi ya orangnya ka nada di dalam", kata
Gufron.
Marina lega sekaligus kuatir. Lega karena sudah tahu dimana
Ryan,
kuatir karena jarang ia mendengar Ryan sakit kepala. "Boleh
saya
masuk pak?", tanya Marina. "Oh boleh boleh, mari silakan
masuk!", kata
Gufron sambil membuka gubuknya.
Begitu Marina melangkah masuk, Marina merasa pinggangnya
ditekan
sesuatu, dan terdengar suara Encep, "Bu Marina, jangan
berteriak kalo
mau selamat!". Marina terkejut sekali, selain dirinya ditodong,
ia
melihat kondisi Ryan yang sudah babak belur. Encep
mendorong Marina
masuk, sedangkan Gufron kembali menjaga tempatnya,
sehingga tidak
akan ada orang yang curiga. Toh Imron sudah berjanji, ia akan
mendapat bagiannya, yaitu tubuh Marina. Gufron amat tergiur
melihat
cantiknya Marina sehingga ia memandangnya terus sampai
wanita itu
masuk.
Di dalam, Marina tahu mereka berdua dalam masalah besar
setelah
Marina mendapati Imron ada di situ juga. "Ryan... lu
gimana... makanya
Ryaan.. lu kok selalu cari perkara? Minta maaflah Ryan pada
pak
Imron...", kata Marina sambil menangis. "Pak Imron.. maafkan
Ryan pak..
saya bersedia mengganti kerugian bapak... ", dan langsung
dipotong
Imron, "Diam! Saya tak butuh uang ibu!". Marina tercekat, tak
tahu
harus bagaimana. Tapi sejenak kemudian Marina kembali
memohon,
"Pak, tolong lepaskan Ryan pak, maafkanlah dia..", kata
Marina, air
matanya berderai. "Enak saja bu, Ibu kan tau orang ini berkali
kali
menghina saya. Tapi.. kalo ibu ingin saya melepaskan orang
ini, saya
punya tawaran untuk bu Marina..", kata Imron. Sebuah
pepatah
mengatakan,
Jangan menciptakan musuh bagi dirimu sendiri,
Karena sekali permusuhan dimulai, tidak akan berakhir.
Mengganggu orang lain mengakibatkan dirimu diganggu juga,
Kau membawa kesusahan bagi dirimu dan orang yang kau
cintai.
"Apa itu pak? Bapak boleh minta apa saja pak, asal lepaskan
Ryan",
kata Marina penuh harap. "Apa saja bu?", tanya Imron dengan
menyeringai. "I.. Iya pak", kata Marina dengan tak yakin.
Marina mulai
merasa tak enak.
"Hahaha...itulah yang saya harapkan!" Imron tertawa penuh
kemenangan, ia maju selangkah dan mengelus pipi wanita itu,
"Ibu
memang cantik dan penuh pengertian"
"Kurang ajar!" Marina menepis tangan pria itu dengan kesal, ia
ingin
berteriak namun tidak sanggup karena situasi ini,
"Bapak...bapak mau
apa?!"
"Semua orang di kampus juga tau Ibu ini dosen favorit, cowok
mana
yang gak pengen ngerasain ngentot sama Ibu, masa Ibu belum
tau apa
mau kita sih?" Encep menimpali.
"Aa...apa? Tidak...saya nggak mau!" Marina tertegun,
wajahnya memucat
mendengar ucapan Encep yang tidak senonoh dan sangat
merendahkannya itu, ia mengerti apa yang diinginkan mereka
sehingga
secara refleks ia menyilangkan tangan di dadanya seolah
menutupi
tubuhnya dari tatapan mata mereka yang menelanjanginya.
"Jadi Ibu lebih memilih kekasih Ibu ini saya hajar lagi lalu
saya kebiri
dia hah?" ancam Imron seraya menjambak rambut Ryan yang
terikat tak
berdaya itu.
"Jangan, lepaskan dia!" Marina hendak merangsek ke depan
dengan
berlinang air mata, namun Encep dengan sigap mendekapnya
dari
belakang.
"Eeeiitt...awas Bu, jangan sampai teriak kalau mau semua
baik-baik
aja!" kata satpam itu.
"Jadi gimana Bu? Pilihannya ada di tangan Ibu" Imron
mendekati
Marina dan mengangkat dagunya.
"Baik...baik, saya mengerti apa yang kalian mau...tolong
jangan sakiti
dia lagi" ucapnya sambil terisak.
"Oke kalau gitu Bu, sekarang buka bajunya, ayo jangan malu-
malu!"
perintah Imron.
Marina tertegun dan menelan ludah mendengar perintah itu, ia
memang
sudah pernah telanjang di depan Ryan walau tidak sampai
berhubungan
seks. Kali ini ia harus membuka baju di depan dua pria
bertampang
sangar ini, sungguh suatu hal yang berat baginya, namun
tidak ada
jalan lain selain menuruti mereka karena ia tidak ingin pria
yang ia
cintai dipukuli lagi. Perlahan-lahan, ia pun mulai melucuti
pakaiannya
sendiri, mulai dari setelan luar, lalu satu persatu baju dan
roknya
berjatuhan ke lantai.
"Bener-bener mantep, ternyata body bu dosen kita ini seksi
juga ya!"
kata Imron menatapi tubuh Marina yang tinggal mengenakan
bra dan
celana dalamnya dengan pandangan nanar, "sisanya buka
juga Bu!"
Sambil terisak wanita itu pasrah meraih kait bra nya di
belakang,
dengan ragu-ragu ia meloloskan bra krem itu melalu kedua
lengannya,
air matanya nampak semakin meleleh.
"Satu lagi Bu!" sahut Encep yang semakin bernafsu melihat
kemolekan
tubuh Marina, ia terlihat seperti binatang buas yang sudah tak
sabar
memangsa buruannya.
Marina membungkuk dan tangannya gemetaran melepas
lembaran
terakhir yang melekat di tubuhnya. Keduanya berdecak kagum
dan
jakun mereka naik turun melihat tubuh Marina yang sudah
polos itu.
Lelaki normal mana tak tergiur dengan tubuh semolek itu
dengan
payudara 34B yang montok, paha yang mulus dan ramping
yang
keatasnya membentuk lekukan pinggul yang indah dan
pinggang yang
ramping. Kini ia hanya bisa menggunakan tangannya untuk
menutupi
payudara dan vaginanya.
"Dibuka dong Bu, gak usah malu-malu gitu!" Encep menarik
lengan
Marina yang menutupi payudara dan kemaluannya serta
menguncinya di
belakang.
"Wehehe...bener-bener pas susunya, liat nih Man montok
banget, bulat
gini!" kata Imron sambil meremasi payudara kirinya.
"Aahh...jangan Pak!" erang Marina sambil meronta, ia
sungguh tak
kuasa menahan malu dilecehkan seperti ini apalagi di depan
kekasihnya
sendiri.
Tangan-tangan kasar mereka mulai bergerilya di sekujur tubuh
Marina
yang sudah polos itu. Darah dosen muda itu berdesir dan
tubuhnya
bergetar merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhnya.
"Kalau gua suka memeknya...gondrong banget, demen gua
yang kaya
gini!" kata Encep merabai vagina Marina yang ditumbuhi bulu-
bulu
lebat.
Jari-jari pria itu mengeseki bibir vaginanya sehingga nafasnya
semakin
memburu dan tak sanggup lagi menahan desahannya. Tiba-
tiba Imron
memagut bibirnya, mata Marina terbelakak kaget, ia
menggeleng-
gelengkan kepalanya berusaha lepas dari cumbuan Imron,
namun pria
itu memegangi erat kepalanya.
"Ayo Bu, jangan dingin gitu...kalau Ibu gak bersikap manis
jangan
salahkan saya ya!" ancam Imron dengan suara pelan di dekat
wajah
Marina, "ayo bersikap manis layani kita!"
Posisi Marina sangat terpojok, ia bingung harus bagaimana.
Kekasihnya
disandera dan ia sendiri dipaksa kedua bajingan ini untuk
menikmati
perkosaan atas dirinya. Beberapa saat kemudian, ia pun
menghela
nafas dan menguatkan tekad.
"Maafin gua, Ryan, gua gak ada pilihan lain!" jeritnya dalam
hati seraya
memeluk leher Imron dan menarik wajah bajingan itu ke
arahnya.
Dengan menahan rasa jijik ia mencium bibir tebal pria itu. Kali
ini ia
membuka mulutnya membiarkan lidah Imron bermain-main di
dalamnya.
Ia pasrah saja mengikuti irama tarian lidah Imron sambil
memejamkan
mata. Tubuh telanjangnya dihimpit dari depan dan belakang,
ia dapat
merasakan suatu benda keras menonjol di balik celana Encep
bergesekan menyentuh pantatnya. Selama beberapa menit
Imron
memagut bibirnya sambil tangannya meremas-remas
payudaranya.
Setelah mulut mereka berpisah, Marina merasa mulutnya
sangat kotor.
"Gitu Bu, mulai nikmatin ya...asyik kan!" ejek Imron, "dijamin
kita pasti
muasin Ibu"
Marina merasa hati dan telinganya sangat panas mendengar
cemoohan
itu, namun ia telah bertekad untuk melayani nafsu bejat
mereka demi
keselamatan kekasihnya. Ia menurut saja ketika Imron
menyuruhnya
duduk di dipan.
"Bukain celana saya Bu...terus sepong kontol saya, biar pacar
Ibu liat!"
perintah Imron.
Ia melakukan apa yang diperintahkan, jari-jari lentiknya
bergerak
membuka celana Imron. Tangannya merasakan benda keras
dibalik
celana itu, ia sempat ragu namun kembali melanjutkan
aksinya. Mata
Marina terbelakak melihat penis Imron mengacung tegak ke
arahnya
begitu ia menurunkan celana dalam pria itu. Penis itu terlihat
begitu
kokoh dengan urat-urat di sekujur batangnya dan kepalanya
yang
memerah. Belum habis rasa kagetnya Encep juga telah
membuka celana
dan mengeluarkan penisnya sehingga Marina kini seperti
ditodong dua
batang penis.
"Jangan bengong, pegang Bu, masukin mulut!" Imron meraih
tangan
wanita itu dan meletakkan di penisnya.
"Nggak Pak...saya mohon, saya nggak pernah melakukan ini!"
Marina
memohon sambil meneteskan air mata, baginya oral seks
sangat
menjijikkan bahkan pada kekasihnya pun ia menolak.
"Oke deh kalau gitu, Cep...coba patahin satu-dua gigi si
pecundang
itu!" kata Imron menoleh pada Ryan yang terikat tak berdaya.
"Jangan...baik...saya bersedia!" Marina secara refleks meraih
penis
Encep sebelum pria itu hendak mendekati kekasihnya.
Dosen muda itu terpaksa mengeluarkan lidah dan mulai
menyapukannya perlahan ke kepala penis Imron sambil
tangan yang
satunya mengocok penis Encep. Kedua pria tak bermoral itu
tertawa-
tawa melihat takluknya mangsa mereka.
"Nah gitu dong Bu...kita juga ga mau main kekerasan...uuh
sedapnya!"
kata Imron sambil sedikit mendesah karena jilatan Marina,
"sekarang
emut Bu, lidahnya mainin!"
Imron mendorong penisnya hingga masuk ke mulut Marina.
"Eemmmmhh!" desahnya tertahan dengan mata membelakak
kaget.
Benda itu terasa sangat menyesakkan di mulutnya, belum lagi
aromanya yang tidak sedap itu. Marina menggerakkan
lidahnya dan
melakukan hisapan-hisapan kecil seperti yang diinstruksikan
pria itu.
"Jangan pake gigi Bu...awas kalau kegigit!" kata Imron,
"eeemm...ya gitu
Bu bener...enak...yah terus gitu!" tangannya memegangi
kepala wanita
itu dan membelai rambut pendeknya.
"Masih amatiran yah Ron nyepongnya?" tanya Encep melihat
Marina
yang masih canggung dan tersiksa melakukan oral seks.
"Iya sih...tapi kalau dilatih pasti lama-lama bisa muasin!"
jawabnya,
"kayanya si goblok itu belum pernah ngapa-ngapain Ibu yah,
makannya
sekarang kita ajarin Bu hahaha!"
"Heh...goblok, makannya punya pacar cantik gini ajarin dong,
jadi aja
keduluan kita!" ejek Encep pada Ryan disambut gelak tawa
mereka.
Marina sudah sedikit beradaptasi dengan penis Imron yang
telah
bertengger sekitar lima menitan di mulutnya. Ia mulai
mengulum dan
menjilati benda itu serta mengesampingkan rasa jijiknya.
Matanya
melirik sejenak pada kekasihnya yang terikat di pojok sana,
namun ia
tidak sanggup memandangnya lama-lama karena malu yang
teramat
sangat harus melakukan seperti itu di depan pacarnya.
Mulanya, Imron
memaju-mundurkan penisnya di mulut Marina seperti
menyetubuhinya,
namun kini Marinalah yang malah memaju-mundurkan sendiri
kepalanya sambil menghisap penis pria itu.
"Pinter...ibu memang cepat belajarnya yah...hhhhmm!" gumam
Imron.
"Emmhh!" desah Marina tertahan ketika merasakan pahanya
dibuka dan
disusul rasa geli pada vaginanya.
Ternyata Encep yang sudah telanjang bulat tengah berjongkok
diantara
kedua pahanya. Pria kurus itu membenamkan wajahnya pada
selangkangan Marina dan mulai menjilatinya. Dengan rakus
Encep
menjilati vagina yang masih rapat dan berbulu lebat itu.
Kedua jarinya
merenggangkan bibir vaginanya sehingga terkuaklah bagian
dalamnya
yang merah dan berlendir itu. Tubuh Marina makin bergetar
merasakan
lidah pria itu mengais-ngais vaginanya terlebih ketika lidah itu
menyentuh klitorisnya. Encep membuka paha wanita itu lebih
lebar
sehingga ia makin leluasa menjilat dan menghisap wilayah
sensitif itu.
Marina semakin larut dalam birahi akibat perlakuan Encep,
tanpa
disadari ia semakin asyik menikmati tugasnya mengoral penis
Imron.
Encep bukan saja memainkan lidahnya di liang kenikmatan itu,
jari-
jarinya pun ikut bermain disana. Ia menyentil-nyentilkan
lidahnya pada
daging kecil sensitif itu menyebabkan pemiliknya
menggelinjang
nikmat.
"Hhhmm...wangi...lebat, masih perawan lagi! bener-bener
memek yang
mantap!" sahut pria itu menghirup aroma vagina Marina yang
terawat
baik.
Marina merasakan orgasme mulai melandanya, vaginanya
makin
berdenyut-denyut hingga akhirnya sssrrrr...keluarlah cairan
bening yang
hangat diiringi menegangnya tubuhnya. Ia ingin mendesah
sejadi-
jadinya melepaskan perasaan itu, namun mulutnya terganjal
penis
Imron sehingga hanya mengeluarkan erangan tertahan. Encep
menjilati
cairan kewanitaan Marina dengan rakusnya.
"Ssslllrrpp...ssrrrpp...heh gurih banget nih memek pacar lu!"
pria itu
menoleh ke Ryan dan mengejeknya, "pernah nyoba ga lo!"
Ryan yang terikat di sudut sana merasa geram melihat apa
yang mereka
lakukan pada kekasihnya. Berbagai perasaan bercampur baur
di hatinya,
mulai dari rasa bersalah karena telah menyeret kekasihnya
dalam
kesusahan seperti ini, kemarahan pada kedua orang itu, juga
terangsang melihat adegan panas di depan matanya itu.
Tanpa dapat
dicegah penisnya pun mengeras.
"Tidak apa yang gua pikirin, pacar gua diperkosa...masa gua
malah
terangsang, sori Mar...ini salah gua!" sesalnya dalam hati
tanpa dapat
berbuat apapun.
Saat Ryan termenung itu, tiba-tiba pintu terbuka dan
masuklah dua
orang dari luar sana. Gufron si tukang tambal ban itu, seorang
pria
setengah baya yang kurus dan agak pendek, tampangnya
lusuh tidak
terawat dengan kulit hitam terbakar matahari dan jenggot
pendek yang
kelihatan jarang dicukur. Di belakangnya nampak seorang
satpam
bertubuh besar dan berkumis yang tak lain adalah Kahar.
Gufron
meletakkan kotak peralatannya di sebuah rak, ia baru saja
membereskan barang-barangnya sambil menunggu
kedatangan Kahar.
Baru setelah itu ia masuk ke dalam untuk bergabung dengan
Imron dan
Encep yang sudah mulai sejak tadi.
"Walah...kita keduluan nih, kok pada udah mulai duluan?" kata
Kahar.
"Iya lu sih datengnya lama juga, gua daritadi nunggu di luar
udah
konak, tapi cuma bisa ngintipin" kata si tukang tambal ban
itu sambil
menyikut pelan Kahar.
Kedatangan mereka membuat Marina terkejut, ia buru-buru
melepaskan
emutannya pada penis Imron dan menyilangkan tangan
menutupi
dadanya secara refleks. Ia panik dan air matanya kembali
mengalir
membasahi wajahnya membayangkan dirinya akan segera
diperkosa
empat orang bertampang mengerikan itu. Kedua pria yang
baru datang
itu mendekatinya tanpa menghiraukan permohonan Marina
yang
mengiba-iba.
"Tolonglah Pak, jangan perkosa saya!" Marina memelas sambil
menggeser tubuhnya di dipan menjauhi mereka.
"Hehehe...harusnya Ibu salahin si pecundang itu dong, dia
yang duluan
cari gara-gara jadi Ibu terseret" kata Imron meraih lengan kiri
wanita
itu yang menutupi dadanya.
"Lagian kita udah keburu konak ngeliatin body Ibu jadi harus
tanggung
jawab dong bikin kita puas" timpal Encep.
Mereka menatapi tubuh telanjang Marina seperti orang
kerasukan, tawa
dan celoteh mereka membuat wanita cantik itu semakin
merinding
ketakutan. Ia semakin tersudut hingga tidak bisa mundur lagi.
Tanpa
perlawanan berarti, mereka menarik tangan dan kakinya lalu
membentangkan tubuh bugilnya di dipan itu. Sebentar saja,
empat
pasang tangan kasar itu sudah menggerayangi tubuhnya.
"Aahhh...jangan!" erangnya dengan tubuh menggeliat saat
merasakan
jari-jari menyusup ke vaginanya dan bergerak keluar masuk.
"Wuii...becek banget!" sahut Gufron, si tukang tambal ban itu
sambil
memainkan jarinya di vagina Marina, "mmmm...gurih, bener-
bener
memek yang mantep!" katanya lagi setelah mengemut jarinya
yang
berlumuran cairan kewanitaan.
Belum cukup rangsangan dari bawah sana, Encep melumat
payudaranya
yang sebelah kiri. Pria itu mengisapi daging kenyal itu dan
lidahnya
menyapu permukaannya. Putingnya yang berwarna coklat
mengeras
dengan cepat, dari sana juga mengalir sensasi nikmat yang
menjalar ke
seluruh tubuh ketika pria itu menghujaninya dengan gigitan-
gigitan
ringan. Si satpam Kahar juga sedang asyik menggerayangi
tubuhnya, ia
mengecupi dan menjilati paha mulus Marina, kumisnya
menyapu
kulitnya yang halus sehingga menimbulkan sensasi geli.
"Aahh...jang...mmmhh!" Imron melumat bibir Marina sehingga
desahannya terhambat, tangannya meremasi payudaranya
yang kanan.
Penjaga kampus itu mencumbunya sambil membelai
rambutnya dengan
lembut, remasan tangannya pada payudaranya pun demikian
erotis dan
membangkitkan gairah. Entah bagaimana, pria ini benar-benar
membuatnya takluk dan bereaksi di luar kesadarannya.
Lidahnya secara
refleks saling belit dengan lidah kasap pria itu serta
mengesampingkan
rasa jijik menelan ludahnya. Selama beberapa menit ia
membalas
cumbuan pria itu dengan gairah yang tak bisa dikontrolnya.
Sementara
itu kroni-kroni Imron lainnya terus melancarkan aksinya
dalam
melampiaskan nafsu binatang mereka. Gufron nampak begitu
bernafsu
melumat vagina Marina, lidahnya menyusup dalam-dalam ke
vaginanya
menggelitik seperti ular membuat pemiliknya menggelinjang
tak karuan.
Imron melepas cumbuannya dari bibir Marina, mata dosen
muda itu pun
membuka.
"Ayo...ayo misi dulu, waktunya ngejos nih! Kita kasih liat ke
kunyuk itu
gimana perkasanya kita hahaha!" kata Imron menyuruh Gufron
yang
sedang menjilati vagina Marina untuk menyingkir dulu.
Imron mengambil posisi di antara kedua belah paha Marina
dan
menggenggam batang penisnya yang diarahkan ke vagina
wanita itu.
Marina tahun sebentar lagi keperawanannya akan direngut
paksa,
namun ia tidak berdaya, selain karena sudah mulai dikuasai
birahi, ini
adalah keharusan demi menyelamatkan kekasihnya.
"Ya Tuhan, apakah benar pilihan yang harus kuambil !?"
jeritnya dalam
hati
Ia menggeliat merasakan kepala penis Imron menyentuh bibir
vaginanya. Dengan perlahan tapi pasti pria itu menekan
penisnya
hingga menyeruak masuk membelah bibir vagina wanita itu.
Marina meringis menahan sakit pada vaginanya yang terlalu
sempit
untuk dijejali penis Imron yang besar dan keras itu. Imron juga
merasakan jepitan vagina itu masih sangat ketat seperti
melawan
penisnya walaupun sudah becek setelah orgasme tadi.
"Aakhh!" erang Marina dengan mata membelakak dan tubuh
menggeliat.
Ia merasakan perih pada vaginanya begitu Imron melesakkan
penisnya
dalam-dalam dan merenggut keperawanannya. Ketika Imron
mulai
menggerakkan penisnya, ia pun tak kuasa menahan
rintihannya. Imron
ingin agar wanita ini takluk padanya daripada merintih-rintih
kesakitan
sehingga ia membiarkan penisnya tertancap dulu selama
beberapa saat
agar Marina dapat beradaptasi dulu.
"Uuuhh...akhirnya gua perawanin juga nih!" kata Imron penuh
kemenangan.
"Sempit toh Ron?" tanya Gufron.
"Lha iya lah...legit banget pasti sip nih...mmmhh!" jawab
Imron sambil
mulai menggenjotnya pelan.
Tak lama kemudian Imron sudah bergerak maju mundur
menggenjot
vagina Marina dengan berpegangan pada kedua betis wanita
itu. Tiga
orang lainnya juga tidak mau ketinggalan menjarah tubuh
mulus
Marina. Gufron dan Encep masing-masing mengenyot
payudaranya
sambil tangan mereka menggeyarangi tubuhnya. Marina
merasa
tangannya ditarik lalu digenggamkan ke sebuah benda keras.
Ia
menolehkan wajahnya melihat ternyata dirinya telah
menggenggam
penis si satpam Kahar yang berlutut di sebelah kepalaya.
"Dikocok Bu, tangan Ibu halus sekali nih hehe!" perintahnya.
Tanpa disuruh dua kali, Marina menggerakkan tangannya
mengocok
penis itu. Jilatan dan rabaan pada sekujur tubuhnya kian
membangkitkan libidonya.
Marina mendesah-desah dan menggelinjang liar akibat
sentakan-
sentakan Imron.
"Aaahhh...aahh...mmhh!" desahannya tersumbat ketika Kahar
menjejalkan penisnya ke mulut dosen cantik itu.
Penis Kahar yang besar itu membuat Marina kembali
merasakan sesak
pada mulutnya, apalagi aromanya yang tidak sedap itu
sungguh
membuatnya tersiksa. Ia berusaha keras mengeluarkan penis
itu dari
mulutnya namun satpam itu menahan kepalanya.
"Isep Bu...seperti ke Pak Imron tadi!" perintahnya, "nah
gitu...yahhh...
pinter Bu!" satpam bejat itu mengerang nikmat merasakan
lidah Marina
menyapu kepala penisnya.
Pada saat yang sama ia juga merasakan ada yang hangat-
hangat basah
menyentuh lehernya. Dilihatnya Gufron, si tukang tambal ban
itu kini
sedang menjilati dan mencupangi lehernya sambil tangannya
memilin-
milin putingnya.
"Ayo Ron...semangat, dia mau keluar tuh!" Encep
menyemangati melihat
tubuh Marina yang semakin menggeliat tak terkendali.
Tubuh Marina semakin basah oleh keringat, ia semakin tak
sanggup
menahan sensasi nikmat yang melanda tubuhnya sedemikian
hebat
hingga membuat wajahnya memerah. Akhirnya pertahanannya
bobol
setelah sekitar seperempat jam disetubuhi oleh Imron.
"Mmhhh...eemm....ookkhh!!" erang Marina begitu Kahar
menarik lepas
penisnya dari mulutnya.
Tubuhnya mengejang dahsyat selama beberapa saat hingga
akhirnya
terkulai lemas di atas dipan itu. Keempatnya tersenyum
senang melihat
korban mereka takluk dan mengalami orgasme yang begitu
hebat.
"Enak kan Bu?" ejek Imron, "goyangannya liar juga ya kalau
lagi
ngecrot!"
"Baru pernah ngerasain yang gini ya Bu ya? Hehe!" Gufron
menimpali
sambil meremas payudara Marina.
"Seperti yang gua bilang Ron...kalau lagi konak semua cewek
ya gini,
gak perek gak dosen!" sahut Kahar.
Marina hanya bisa terdiam saja memendam kegeraman dalam
hatinya,
lagipula tubuhnya terasa luluh lantak setelah orgasme
pertamanya tadi.
Secara jujur, ia pun menikmati orgasme itu, sungguh
memalukan,
mereguk kenikmatan terlarang dari orang yang memperkosa di
depan
kekasihnya pula, tapi mengapa...mengapa justru malah
muncul
semacam dorongan dalam dirinya yang merasa ingin
merasakannya
lagi, itulah yang berkecamuk di pikirannya.
"Nah sekarang gua Ron, udah kebelet nih!" Kahar menagih
jatahnya dan
menyuruh Imron menyingkir.
"Weit...sabar Har, nafsu amat, kasih kesempatan ke tuan
rumah dulu
dong!" kata Imron menoleh ke Gufron.
"Hehehe...akhirnya gua bisa juga ngerasain yang bening gini!"
tukang
tambal ban itu kegirangan dan segera mengambil tempat di
antara
kedua paha Marina.
Matanya seperti mau lepas melihat selangkangan Marina yang
sudah
benar-benar basah. Darah keperawanannya yang baru saja
bobol masih
nampak meleleh di wilayah tersebut, sebagian menetes ke
dipan di
bawahnya. Tanpa basa-basi lagi, Gufron yang sudah bernafsu
sejak
tadi langsung melesakkan penisnya ke vagina wanita itu.
"Eeggh...aahh!" Marina mendesah panjang dan tubuhnya
mengejang.
"Uuuhh...ini baru sip...wuihh legitnya!" ceracau si tukang
tambal ban itu
menikmati jepitan vagina Marina menghimpit penisnya.
Dengan ganas Gufron menggenjot vagina Marina sampai
menimbulkan
bunyi berdecak. Sementara Imron yang penisnya masih
menegang naik
ke dada Marina dan menjepitkan penisnya dengan kedua
gunung
kembar wanita itu. Kemudian mulailah ia memaju-mundurkan
penisnya
yang licin itu disana. Marina dapat melihat jelas kepala penis
yang
seperti helm itu maju-mundur seolah hendak menghantam
wajahnya.
"Wuehehe...emang kalau toked montok paling enak dipake gitu
yah
Ron!" kata Encep.
"Iyah...wuih paling seneng gua mainin yang kaya gini, empuk!"
kata
Imron makin bersemangat.
Tak sampai lima menit, Imron sudah melenguh dan meremas
kuat-kuat
kedua payudara itu sehingga membuat Marina meringis
kesakitan.
Cret...cret...beberapa kali kepala penisnya menyemprotkan
cairan putih
kental mengenai wajah Marina sehingga ia menjerit kecil.
Terasa sekali
aroma cairan itu yang tajam, ia menutup rapat-rapat bibirnya
agar
cairan menjijikan itu tidak masuk ke mulut.
"Walah...ngotorin lu Ron, gua belum ngapa-ngapain udah lu
semprot
peju gitu!" sahut Kahar.
"Wehehe...tenang Har, ntar dibersiin kok" kata Imron, "ayo Bu,
ditelan!"
ia menyuapkan cipratan spermanya di bibir Marina dengan jari
telunjuknya.
Marina menggelengkan kepala dengan wajah memelas, ia
sangat jijik
dengan cairan kental itu. Namun Imron dan yang lain terus
memaksanya membuatnya tak punya pilihan lain, ia pun
mengendurkan
mulutnya sehingga jari Imron yang berlumuran sperma dapat
masuk.
Cepat-cepat ditelannya cairan itu agar tak terlalu terasa
dimulut.
"Iya gitu Bu...enak ga Bu pejunya?" tanya Encep.
"Aakkhhh...iii...iya, enak!" jawabnya disertai desahan karena
Gufron terus
menggenjotnya.
"Wahaha...hoi jing...denger ga tuh, pacar lu ternyata suka
minum peju!"
ejek Imron pada Ryan disusul gelak tawa yang lain.
Pemuda itu yang melihat kondisi pacarnya yang sudah
sedemikian
kacau semakin tak dapat menahan emosinya. Ia meronta
sekuat tenaga
namun ikatannya terlalu kuat sehingga ia tetap tak bisa
melepaskan
diri, malah pergelangan tangannya yang terasa sakit karena
terus
memberontak. Mulutnya menggumam tak jelas yang agaknya
berisi
makian. Mereka menyorakinya setiap kali Marina melahap
sperma yang
disuapkan oleh Imron padanya. Lama-lama ia pun mulai
terbiasa
dengan rasanya, demi pacarnya ia rela menahan rasa jijik dan
penghinaan ini.
"Hiya...telen terus, sehat itu Bu!" kata Kahar.
"Hhhuuhh...oohhh...ngentot...enaknya!!" tiba-tiba terdengar
Gufron
mengerang semakin tak karuan, nampaknya ia akan segera
orgasme,
"Uuu....uuhhh...yaahh....keluar Buuu!!" tukang tambal ban
setengah baya
itu pun menancapkan penisnya dalam-dalam dan
menyemprotkan
spermanya di dalam sana, matanya membelakak menikmati
klimaks
yang luar biasa itu.
Giliran ketiga segera diambil oleh Kahar yang sejak tadi
memaksa
Marina mengocok penisnya. Satpam kekar itu membalikkan
tubuh
Marina dan mengangkat pinggulnya sehingga dosen cantik itu
bertumpu dengan kedua lutut dan sikunya.
"Ayo Bu...emut yang saya!" tiba-tiba sebatang penis yang
menegang
ditodongkan di depan wajahnya.
Marina mengangkat wajahnya melihat Encep yang
menyeringai sambil
mengarahkan penis itu ke wajahnya. Dengan pasrah ia
menuruti saja
perintah satpam itu ketika ia menyuruhnya membuka mulut.
"Eemmhh...yeah...udah pinter ya Ibu nyepongnya
uuuhhh...mantep!"
Encep mengerang-ngerang menikmati servis oral Marina.
Pada saat yang sama, Kahar sedang melesakkan penisnya ke
vagina
Marina. Ukuran penisnya yang besar terasa sangat sesak
pada vagina
Marina yang baru saja diperawani sehingga tidak heran mata
wanita itu
membeliak-beliak dan mulutnya mengeluarkan erangan-
erangan
tertahan karena menahan sakit proses penetrasi itu.
"Sedap kan Har?" tanya Imron sambil meremasi payudara
kanan Marina
yang menggelantung.
"Sama perawan ayu gini emang beda sedapnya...masih sempit
banget
memeknya!" jawab Kahar.
"Pantatnya juga gua suka...padat gini liat!" sahut Gufron yang
sedang
beristrirahat sambil mengelusi pantat Marina yang membulat
sempurna
dan kencang itu.
Kahar semakin cepat memompa vagina Marina dengan
penisnya
membuat tubuh wanita itu tersentak-sentak keras. Encep yang
penisnya sedang dikulum Marina pun terpaksa mengalah
karena tidak
ingin penisnya tergigit dan ia juga agak kasihan melihat
Marina yang
nampak kewalahan.
"Aahh...aahh!" Marina menceracau tak terkendali, tangannya
mengocoki
penis Encep semakin cepat.
Setiap mata melotot dan terangsang hebat melihat bagaimana
seorang
pria setengah baya bertampang sangar menyetubuhi seorang
wanita
muda yang sangat cantik dan terpelajar, termasuk juga Ryan
yang juga
ikut terangsang melihat adegan perkosaan atas kekasihnya itu
walau
bercampur dengan kemarahan dan kesedihan. Marina
merasakan penis
besar Kahar memenuhi liang senggamanya serta menjelajahi
bagian
dalamnya tanpa ada yang terlewat. 'Plok...plok...plok!' suara
benturan
pantat Marina dengan selangkangan Kahar memenuhi gubuk
kecil itu.
Akhirnya Marina harus takluk pada orgasme yang kembali
melandanya.
Mulutnya mengeluarkan erangan nikmat tanpa tertahankan
ketika
mencapai klimaks, tubuhnya yang dikerubuti keempat pria itu
berkelejotan melepaskan kenikmatan yang luar biasa.
Jamahan tangan-
tangan kasar itu juga jilatan mereka pada tubuhnya makin
menambah
kenikmatan di puncak birahinya.
"Ohh...tidak kenapa aku malah menikmatinya?" keluh Marina
dalam hati,
"tapi...tapi...nggak bisa!"
Dosen cantik itu semakin tak sanggup mengendalikan diri, ia
turut
menggoyangkan tubuhnya mencari kenikmatannya. Tanpa
perlu disuruh
atau diarahkan ia mengocoki penis di genggamannya dan
sesekali
memasukkannya ke mulut. Tak lama setelahnya, Kahar pun
tak tahan
dengan himpitan kerasa vagina yang baru diperawani itu.
Penisnya
menyemburkan banyak cairan sperma ke dalam rahim wanita
itu. Marina
merasakan rahimnya sudah begitu penuh dengan sperma,
yang meleleh
di sela-sela vaginanya pun cukup banyak.
"Whhuah...bener-bener yahud memek bu dosen ini, siapa nih
mau
nyicipin...legit banget coy!" celotehnya mengomentari
persetubuhannya
barusan.
Setelah si satpam berkumis itu mencabut penisnya,
bawahannya, si
Encep yang sejak tadi menunggu buru-buru meminta
jatahnya. Ia
segera menaikkan tubuh Marina yang masih lemas ke
pangkuannya
dengan posisi memunggungi, dipeluknya dan dirasakan
kehangatannya.
"Hehehe...emang sip tuh pacarlu...memeknya bikin gua
ketagihan!" ejek
Imron sambil menjenggut rambut Ryan.
"Jangan...jangan sakiti dia lagi Pak!" Marina memelas melihat
perlakuan
Imron itu.
Dosen cantik itu meronta dan melepaskan diri dari dekapan
Encep lalu
menghambur ke arah Imron. Tanpa menghiraukan rasa malu,
ia
memeluk Imron dan menciumi bibirnya agar pria itu tidak
menyiksa
kekasihnya lagi. Kontan adegan itu pun disoraki oleh yang
yang lain.
"Wuhui...tuh liat pacarlu yang mau loh, dia emang gatel
pengen dientot
tapi sayang lu pecundang, ga bisa muasin dia hahaha!" sahut
Encep.
Betapa panas hati Ryan melihat kekasihnya bercumbu panas
dengan
pria lain tepat di depan wajahnya sendiri. Ketika Encep
menghampiri
dan mendekapnya dari belakang Marina bahkan menengok dan
melingkarkan tangannya ke leher pria itu sementara tangan
satunya
meraih penisnya. Ia melakukan semua ini agar mereka tidak
lagi
menyiksa kekasihnya, keadaan memaksanya memberanikan
diri
bertingkah binal agar perhatian mereka lebih kepada dirinya.
"Eemmmhh...Pak!" erangnya merasakan sapuan lidah Encep
telak pada
leher naik ke telinganya dan elusan tangan pria itu pada
vaginanya.
Imron pun tak tinggal diam, tangannya meremasi payudara
wanita itu
seakan memamerkannya pada Ryan yang terikat tak berdaya.
Tak lama
kemudian Encep menjatuhkan diri pada sebuah bangku kayu
sehingga
otomatis Marina yang sedang didekapnya pun naik ke
pangkuannya.
"Masukin Bu!" perintahnya dekat kuping Marina.
Tanpa diperintah lagi, Marina segera meraih penis Encep yang
telah
menegang dan mengarahkan ke vaginanya.
"Aakkhh!" erang Marina karena penis itu mulai menusuk dan
membelah
liang vaginanya.
Tanpa terasa ia menggeliat keenakan seiring semakin
melesaknya penis
itu.
"Hhhmm...enak kan Bu?" goda Encep.
"Iyahh...Pak!" jawab Marina yang nafasnya semakin memburu
karena
gairahnya mulai bangkit kembali.
Marina semakin tak kuasa menahan erangannya ketika Encep
menyentakkan tubuh sehingga penisnya mengaduk-aduk
dinding
vaginanya. Tubuhnya terlonjak-lonjak mengikuti irama
sentakan pria
itu. Imron mendekati Marina yang sedang naik turun di
pangkuan Encep
dan menempelkan kepala penisnya di mulut wanita itu yang
pasrah
membiarkan mulutnya dijejali benda itu. Gufron dan Kahar
yang baru
memulihkan tenaga pun turut mendekatinya. Kini Marina
kembali
dikerubuti pria-pria bejat yang bernafsu melahapnya.
Tubuhnya mulai
bergetar karena rangsangan bertubi-tubi pada sekujur
tubuhnya. Cret...
cret...penis Gufron yang sedang dikocok dengan tangannya,
memuntahkan sperma yang membasahi wajahnya, agaknya
tukang
tambal ban setengah baya itu memang tidak sanggup
bertahan lama
dalam seks. Selama beberapa saat lamanya Encep
menyetubuhinya
dengan gaya berpangkuan hingga akhirnya klimaks. Imron dan
Kahar
membawa tubuh Marina kembali ke dipan. Sebelumnya si
satpam
berwajah sangar itu berbaring di atasnya baru menaikkan
tubuh wanita
itu ke atas badannya.
"Sekarang kita coba dua lubang Bu!" kata Imron dari
belakang.
"Jangan Pak...jangan lewat situ....ahhhkk...aahhh...sakit!"
erang Marina
merasakan penis Imron melesak ke duburnya.
Sementara di bawahnya penis Kahar juga membelah bibir
vaginanya
dan menerobos masuk ke dalamnya. Air matanya meleleh
menahan sakit
pada kedua lubangnya. Setelah memberi waktu sejenak untuk
beradaptasi keduanya mulai menggenjotnya. Kedua penis itu
keluar
masuk vagina dan duburnya seperti mesin pompa. Rasa sakit
bercampur nikmat membuatnya mendesah tak karuan. Arus
kenikmatan
ini kembali menyeretnya sehingga Marina pun mulai
menikmatinya.
Keempat pria tak bermoral itu terus menggarapnya selama
beberapa
waktu ke depan, ludah mereka belepotan di sekujur tubuhnya
yang
mulus, sperma mereka terciprat baik di dalam maupun di
tubuhnya.
Imron merekam beberapa adegan perkosaan itu dengan
ponselnya,
mereka bersorak seperti menonton pertandingan setiap kali
temannya
menggarap hingga mencapai klimaks. Setelah puas
melampiaskan nafsu
binatangnya mereka meninggalkan tubuh telanjangnya yang
awut-
awutan di atas dipan. Keringat bercucuran di sekujur
tubuhnya,
rambutnya sudah berantakan dan nampak sperma meleleh
dari vagina
dan anusnya. Keempat pria bejat itu mulai berpakaian, ada
juga yang
minum dan mengisap rokok. Dari mulut mereka mengalir
komentar-
komentar tentang persetubuhan tadi yang mungkin lebih tepat
disebut
perkosaan.
"Oke, sekarang seperti yang sudah kita janjikan, kalian boleh
pulang,
tapi awas jangan macam-macam, ingat gua udah ngerekam
yang tadi
itu disini" ancam Imron menunjukan ponsel berkameranya lalu
melepaskan penutup mulut pemuda itu.
"Bangsat!!" maki Ryan begitu mulutnya terlepas.
"Ryan...Ryan udah...sudahlah...yang penting kita selamat!"
Marina tanpa
mempedulikan kondisinya yang masih lemas dan belum
berpakaian
menghampiri kekasihnya dan mendekapnya seolah
melindunginya
kalau-kalau mereka menghajarnya lagi.
Ia terisak-isak memeluk pemuda itu dan memohon pada
mereka agar
melepaskannya.
"Baik...Ibu boleh pulang sekarang dan bawa pecundang itu,
mending
Ibu cepat berpakaian sebelum kita nafsuan lagi hehehe!" kata
Imron
"Rekaman itu Pak...tolong...!" Marina memelas dengan suara
lirih.
"Minggu depan saya hapus di depan Ibu, soalnya seminggu ini
saya
masih pengen nyicipin Ibu" jawab Imron santai.
"Apa...hhhrrhh!" Ryan sangat geram mendengarnya namun
segera
dicegah Marina agar tidak bertindak gegabah.
Marina pun sebenarnya amat marah dengan permintaan yang
keterlaluan itu, ia mengepalkan tangan kuat-kuat dan
matanya
memandangi keempat pemerkosanya itu dengan penuh
kebencian.
Namun, demi kekasihnya, ia dapat segera menguasai diri dan
menyanggupinya dengan berat hati. Setelah berpakaian,
Marina
membebaskan Ryan dari ikatannya.
"Ryan...kamu...kamu gak apa-apa kan?" tanyanya gugup
karena ia masih
ingat bagaimana ia telah bersikap binal bak pelacur di
hadapan pemuda
itu.
Ryan hanya menggelengkan kepala menjawabnya. Dengan
langkah
tertatih-tatih mereka pun angkat kaki dari gubuk si tukang
tambal ban
diiringi ejekan para bajingan itu. Saat itu langit sudah gelap,
mereka
naik ke mobil yang telah diperbaiki dan segera tancap gas.
Sepanjang
perjalanan keduanya membisu dan tidak berani melihat wajah
masing-
masing, Marina masih terisak meratapi dirinya.
"Gua tau...gua udah gak pantes lagi buat lu, gua udah terlalu
kotor!"
ucap Marina dengan suara bergetar, "kalau lu mutusin gua,
gua juga
udah pasrah"
Ryan tidak menjawab selama beberapa detik, lalu tangannya
menggenggam tangan kekasihnya.
"Mar...jangan omong gitu, ini semua emang salah gua sampai
lu harus
berkorban kaya gini...gua...gua masih pengen sama lu!" jawab
pemuda
itu, ia juga tak bisa menahan air matanya menetes.
Ryan lalu menepikan mobil yang dikemudikannya dan
langsung
memeluk Marina. Keduanya berpelukan erat sambil menangis.
"Gua masih harus jadi budak seks...apa lu masih mau nerima
gua
Ryan?" tanya Marina dalam pelukan pemuda itu.
"Gua terima Mar...gua gak akan ninggalin lu sampai
kapanpun" jawab
Ryan mengelus rambut Marina.
Ucapan pemuda itu sungguh bagaikan seteguk air di tengah
gurun
pasir yang memberinya kesejukan dan harapan. Marina lalu
mengutarakan rencananya untuk berhenti mengajar di
universitas
tempatnya bekerja setelah Imron menghapus rekamannya
nanti.
Hari-hari ke depan, Marina masih harus melayani Imron
dimanapun dan
kapanpun diminta. Tak jarang Kahar dan Encep si satpam
kampus pun
meminta jatah. Perbuatan terkutuk itu biasa terjadi di toilet
kampus,
gudang, kelas kosong dan lain-lain. Bahkan pernah ketika
Ryan
menelepon Marina melalui ponselnya diterima oleh Imron yang
saat itu
sedang menyetubuhinya di toilet.
"Hahaha...halo, nyari pacarlu yah...sori bentar ya, lagi gua
pake nih!"
ejek Imron dengan penuh kemenangan.
"Lu emang bangsat...hati-hati lu nanti!" balas Ryan lalu
memutus
hubungan dengan marah.
Tanpa terasa seminggu telah berlalu namun Imron masih
belum
menghapus rekaman itu dan melepaskan Marina seperti
janjinya dulu. Ia
masih menunda-nunda dan tetap memakai Marina sebagai
pemuas
nafsunya. Sementara itu Ryan mulai bersikap dingin dan sulit
dihubungi oleh Marina. Beberapa kali ia menghubungi Ryan,
namun
seringkali telepon tak diangkat atau SMS tak dibalas,
kalaupun dibalas
hanya berisi jawaban singkat alakadarnya saja. Hingga
akhirnya 12 hari
setelah perkosaan yang menimpanya, ketika Marina sedang
berbelanja
di mall sendirian, ia melihat sebuah pemandangan yang
membuat
hatinya serasa diiris-iris, ia tidak ingin percaya pada
pandangannya,
namun itu semua nyata. Dilihatnya di sebuah meja food court,
Ryan
sedang berduaan dengan seorang gadis lain. Mereka terlihat
sedang
makan dan ngobrol mesra, sesekali Ryan menyuapi
makanannya pada
gadis itu dan memegang tangannya. Dengan hati hancur ia
menghampiri keduanya.
Ryan begitu gugup dan salah tingkah melihat Marina berdiri di
samping
mejanya, wajahnya menunjukkan kekecewaan dan kesedihan
yang amat
dalam.
"Lu...lu bener-bener keterlaluan...kenapa lu ga putusin gua
dari waktu
itu aja?" katanya dengan suara bergetar.
"Ehh...Mar...gua...gua bisa jelasin ini" kata Ryan terbata-
bata.
"Cukup...gua ga butuh penjelasan!" Marina begitu emosi
sampai tak
tahan untuk tak menjerit sehingga mengundang perhatian
orang
sekitarnya.
Sebelum Ryan berkata lebih lanjut ia langsung membalikan
badan dan
pergi dari tempat itu dengan menyentakkan kaki. Para
pengunjung
berkasak-kusuk melihat kejadian itu sehingga Ryan merasa
tidak
nyaman di tempat itu. Tanpa menghabiskan makannya ia
segera
beranjak bersama gadis itu. Marina pulang dengan hati
hancur, pemuda
yang dicintainya hingga demi dirinya ia rela berkorban
sedemikian
besar itu ternyata hanya bisa memberi harapan palsu
padanya. Kalau
saja hari itu Ryan memutuskannya lukanya tidak akan
sedalam
sekarang. Kini ia merasa dunia sepertinya sudah hancur,
direnggut
paksa keperawanannya lalu dikhianati oleh orang yang
dicintainya.
Pengorbanannya sungguh merupakan kesia-siaan terbesar
dalam
hidupnya. Sebuah puisi klasik memberi sindiran pada orang-
orang
seperti Ryan,
Melihat kematian tuannya,
kuda Raja Chu* melompat ke Sungai Wu.
Tak rela melayani musuh,
Si Rambut Merah** memilih mati kelaparan.
Kalau binatang saja memiliki kesetiaan,
betapa rendah mereka yang tak tahu balas budi
Sejak itu Ryan tidak pernah menghubunginya lagi, bahkan
SMS atau
telepon permintaan maaf pun tidak pernah ada. Tanpa sadar
ia kini
mulai menikmati tugasnya sebagai budak seks. Sakit hati dan
frustasinya mendapat tempat pelarian melalui kepuasan
terlarang
bersama Imron dan kroni-kroninya. Ia semakin tidak ragu-
ragu atau
terpaksa lagi melayani nafsu setan mereka, ia tidak pernah
lagi
mengungkit-ungkit janji Imron menghilangkan rekaman
perkosaannya.
Wanita cantik dan terpelajar itu kini telah menjadi budak seks
Imron cs.
walaupun dalam kesehariannya ia terlihat tanpa cela.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.