Selasa, 03 Maret 2015

Nightmare Campus 12: My Guilty Pleasure

Gedung kuliah bersama, Universitas ******
"Uuhh-eemmhhh....aaahh!" desah gadis itu saat penis hitam
Imron
keluar masuk di vaginanya.
Gadis itu berdiri dengan sedikit menunggingkan pantatnya
sambil
kedua tangannya berpegangan pada meja dosen di ruang
kuliah itu.
Kaosnya telah terangkat hingga ke atas dada, demikian pula
dengan
bra-nya, sehingga tangan kasar Imron dengan leluasa
menggerayangi
kedua payudaranya.yang berukuran sedang dan padat berisi.
Sementara
bawahannya ia sudah tidak memakai apa-apa lagi, nampak
celana
sedengkul dari bahan jeans dan celana dalamnya tergeletak di
sebuah
bangku kuliah. Gadis itu merasakan putingnya semakin
mengeras saja
karena terus dirangsang oleh Imron dengan menggesek-
gesekkan
jarinya, memilin-milinnya atau memencetnya sehingga ia
makin tak
sanggup menahan desahannya. Sodokan-sodokan Imron pun
semakin
cepat menyebabkan meja tempat gadis itu menumpukan
tangannya ikut
bergetar. Mulut Imron mendekati wajahnya dari belakang, lalu
ia
disibakkannya rambut panjang itu ke sebelah. Sebuah jilatan
pada
telinganya membuat gadis itu bergidik geli, lidah itu terus
menggelitik
telinganya yang sensitif lalu turun menciumi tenguknya. Imron
menghirup leher gadis itu yang tercium aroma harum parfum
berkelas.
Wajah si gadis semakin bersemu merah pertanda dilanda
birahi tinggi.
"Non Sieny...ganti gaya yah !" kata Imron setelah sepuluh
menitan
menggenjot gadis itu dalam posisi berdiri.
Gadis yang dipanggil Sieny itu mengangguk, Imron menarik
lepas
penisnya dari vagina gadis itu lalu mendudukannya di tepi
meja.
"Bajunya lepas aja Non" katanya seraya melucuti satu-
satunya pakaian
terakhir yang masih menyangkut di tubuh indah itu.
Sieny mengangkat kedua lengannya membiarkan kaos itu
melolosi
tubuhnya, kini yang tersisa di tubuhnya tinggal kalung, jam
tangan,
dan cincin yang melingkar di jari manisnya. Sebuah jeritan
kecil
meluncur dari mulutnya ketika Imron kembali melesakkan
penisnya ke
vaginanya. Sambil menggenjot, Imron mendekatkan wajahnya
ke wajah
Sieny, namun gadis itu memalingkan wajah sepertinya risih
dicium si
penjaga kampus itu. Sekali lagi Imron mencoba melumat bibir
gadis itu,
kali ini ia tidak bisa menghindar lagi, si penjaga kampus itu
berhasil
memagut bibirnya dan memegangi kepalanya. Imron terus
menjilati
bibir gadis itu yang terkatup seolah terpaksa menerima
ciumannya.
Rangsangan yang menjalari seluruh tubuh membuat Sieny
akhirnya
luluh juga, bibirnya mulai membuka dan membiarkan lidah
Imron
menyapu rongga mulutnya. Dari mulutnya yang berpagutan
terdengar
desahan-desahan yang tertahan. Tanpa malu-malu gadis itu
melingkarkan tangannya memeluk pria seumuran ayahnya itu
sehingga
tubuh mereka menempel erat. Mereka terlibat percumbuan
yang sangat
panas, lidah mereka saling beradu dan saling belit sampai air
liur
menetes-netes di pinggir bibir.
Tak lama kemudian mereka pun saling melepas ciuman
karena merasa
nafasnya makin berat. Imron mendorong sedikit tubuh Sieny
ke
belakang sehingga punggungnya dengan meja membentuk
sudut 45
derajat. Dengan posisi demikian payudara gadis itu semakin
membusung, Imron pun segera mencaplok payudara kanannya
dengan
mulutnya, bagian kasar lidahnya menggeseki puting
kemerahannya
sehingga semakin tegang dan menghantarkan lebih banyak
rangsangan
ke seluruh tubuh, belum lagi hisapan-hisapan Imron pada
gumpalan
daging kenyal itu.
"Aahhh...Pak...enak !" erang Sieny dengan wajah menatap
langit-langit.
Sementara di luar sana matahari semakin tenggelam dan
langit mulai
gelap, semakin sedikit cahaya yang masuk ke ruang kuliah itu
melalui
jendela kaca sehingga suasana disana semakin remang-
remang. Di
tingkat empat gedung kuliah bersama itu hanya tinggal
mereka bertiga
di ruang kuliah itu. Bertiga?...ya bertiga, ternyata bukan
hanya Sieny
dan Imron yang di ruang itu, di sebuah bangku kuliah seorang
pemuda
sedang duduk dan mengisap rokoknya sambil menyaksikan
liveshow di
hadapannya. Sabuk dan resleting celana panjang pemuda itu
telah
terbuka, tangannya yang lain masuk ke dalam mengocoki
penisnya.
Pemuda itu nampak sangat terangsang, ia semakin cepat
mengocok
penisnya dan mengisap rokoknya semakin terburu-buru. Imron
semakin
ganas menyetubuhi Sieny yang kini telah terbaring di meja,
kedua buah
dadanya berguncang-guncang dengan keras seirama
goyangan
tubuhnya, rambut panjangnya yang coklat terjuntai kebawah.
Imron
menjulurkan tangannya meremasi payudara yang
menggemaskan itu
tanpa memperlambat sodokannya.
"Gua udah mau...aaahh-ah...Pak...Wil, gua keluar...aahh!"
erang Sieny
makin menjadi.
"Sama Non...hhuugh...uuhh...Bapak juga!" Imron
menghentakan
pinggulnya semakin cepat sampai tumbukan selangkangan
mereka
menghasilkan bunyi tepukan.
Tubuh Sieny mengejang tak terkendali sambil mengeluarkan
erangan
panjang dari mulutnya. Cowok yang sedang menontonnya
merasa
kepala penisnya makin basah, adegan di depan matanya itu
sangat
melambungkan birahinya.
"Uaahh...dikit lagi Non!" lenguh pria itu mempercepat
sentakannya.
"Di luar Pak...please...di luar...aahh!" pinta gadis itu lirih.
Imron semakin tak tahan dengan kontraksi dinding vagina
gadis itu
yang meremas-remas penisnya disertai siraman cairan
kewanitaannya
yang hangat. Sambil mendesah panjang Imron mencabut
penis itu dari
vagina Sieny, spermanya bercipratan membasahi perut dan
permukaan
kemaluan gadis itu yang ditumbuhi bulu-bulu yang tercukur
rapi.
"Ooohh!" erangnya sambil mengocok penisnya sendiri hingga
menyusut
dan semprotan spermanya berhenti.
Sieny tergolek lemas di meja dengan bercak-bercak sperma di
perut,
kemaluan dan pahanya. Buah dadanya naik turun seirama
nafasnya
yang terengah-engah. Pemuda itu yang kelihatannya semakin
horny
memapah gadis itu turun dari meja dan mendudukannya di
bangku
tempatnya duduk tadi.
"Selesaiin yang gua Sien!" pintanya seraya menyodorkan
penisnya yang
telah dia keluarkan dari balik celana dalamnya.
Ia meraih penis itu lalu membuka mulut dan memasukkan
penis
pemuda itu ke mulutnya, diemutnya sambil menggerakan
kepala maju-
mundur.
Tidak sampai lima menit, pemuda itu sudah mengerang
nikmat,
tangannya memegangi kepala gadis itu. 'Cret...cret...!' penis
itu
beberapa kali menyemprotkan sperma di dalam mulut Sieny.
Gadis itu
berkonsentrasi melakukan hisapannya, dari gayanya sepertinya
ia
sudah mahir melakukan jurus penutup itu. Tidak setetespun
cairan
sperma pemuda itu meleleh keluar dari sela-sela bibirnya.
Penis itu
berangsur-angsur menyusut dan pemiliknya menarik lepas
benda itu
dari mulut Sieny.
"Aaahh...yess!" dengusnya dengan menghembuskan nafas
panjang.
Ia memasukkan kembali penisnya yang telah bersih itu ke
balik celana
dalamnya lalu menarik kembali celana panjangnya yang
melorot.
"Tissu dong!" pinta Sieny pada pemuda itu dengan suara
lemas.
Pemuda itu membuka tas jinjing wanita yang diletakkan di
sebuah
bangku kuliah dan mengeluarkan sesatchet tissu yang lalu ia
berikan
pada gadis itu.
"Makasih Pak, inget ini rahasia kita yah!" pemuda itu
menjabat tangan
Imron.
"Iya saya juga terima kasih, nggak nyangka bisa dikasih
kesempatan
main sama Non Sieny yang cantik ini" timpal Imron membalas
jabatan
tangannya.
Sieny diam saja, sepertinya ada ganjalan di hatinya. Setelah
mengelap
keringat dan membersihkan ceceran sperma Imron dengan
tissue, ia
mulai memunguti pakaiannya dan memakainya.
"Nih Pak buat Bapak!" pemuda itu menyodorkan selembar
uang 50.000
pada Imron, "ingat ya Pak, ini cuma antara kita bertiga, en
cuma seks,
Bapak ngerti kan?"
"Hehe...iya Den beres deh pokoknya, gak usah kuatir" Imron
terkekeh
dan menolak dengan halus pemberian pemuda itu.
"Ah, udah, ambil-ambil nih!" pemuda itu memaksa menaruh
uang itu di
tangan Imron, "tadi itu seru banget, anggap aja terima kasih"
Imron
pun akhirnya menerima uang itu.
Setelah Sieny selesai berpakaian dan merapikan kembali
rambutnya,
pemuda itu mengajaknya pergi. Mereka pun berpamitan pada
Imron dan
meninggalkan ruang kuliah itu, Sieny masih nampak canggung
ketika
permisi pulang. Sebuah seringai mesum dan jahat
mengembang di
wajah Imron setelah kedua muda-mudi itu meninggalkannya.
"Hehehe...nambah satu lagi, yang namanya rejeki, gak dicari
pun kalau
udah waktunya bakal datang sendiri" soraknya dalam hati.
Suatu kejadian yang cukup unik menurutnya ketika sore tadi
memergoki pasangan itu sedang bermesraan di dalam mobil di
basement parkir. Tadinya ia bermaksud memeras mereka
dengan tujuan
bisa menikmati gadisnya seperti yang biasa ia lakukan.
Namun tanpa
disangkanya, meskipun mereka awalnya kaget karenat
tertangkap
basah, si cowok itu malah menawarkan padanya untuk
bersetubuh
dengan pacarnya dengan ditonton olehnya. Gadis itupun
setuju saja
meskipun malu-malu dalam melakukannya. Mereka bilang
kebetulan
ingin mencoba variasi seks dengan melibatkan pihak ketiga.
Terbukti
perasaan Willy, pemuda itu, campur-aduk antara cemburu,
tegang, dan
horny, melihat pacarnya sendiri disetubuhi oleh orang lain.
Setelah
membereskan ruangan itu dan keluar, ia mengunci pintu dan
melangkahkan kakinya menyusuri koridor yang telah sepi
sehingga
suara langkah kakinya terdengar. Imron berjalan pulang
dengan hati
puas sambil memikirkan cara menikmati gadis itu di kemudian
hari dan
menjadikannya sebagai budaknya.
"Heh Ron, mau pulang nih?" sapa Encep, si satpam kampus,
ketika
Imron melintasi pos satpam di dekat gerbang samping
kampus.
"Iya duluan yah, sendirian lu nih malem? Si Kahar udah balik
ya?"
Imron balas menyapa.
"Ada kok, di dalem sana tuh, lagi hanget-hangetan" jawab
Encep
memelankan suaranya dan nyengir mesum.
"Oh...jadi lu disuruh jaga nih ya?" Imron tersenyum lebar,
"sama sapa
tuh?"
"Sama anaknya Pak Heryawan yang cantik itu loh, gua lagi
nunggu
gilliran nih, dah ngaceng nih titit daritadi huehehe"
Imron menempelkan telunjuk di depan bibir tebalnya, lalu
berjalan
mendekati pos satpam yang tirainya ditutup itu. Ia menekan
handle
pintu perlahan-lahan dan mendorongnya tanpa menimbulkan
suara. Di
dalam pos ia mendengar bunyi-bunyi wanita mendesah
tertahan dan
gumaman pria dari balik tembok tak berpintu tempat ganti
baju dan
dipan untuk beristirahat. Ia pun melangkahkan kakinya
mengendap-
endap ke sumber suara. Melalui sebuah cermin berukuran
setengah
badan yang tergantung di dinding Imron melihat pantulan
adegan
panas dari seberang cermin itu. Di atas dipan nampak Ivana
sedang
duduk menyamping di pangkuan Kahar yang asyik melumat
payudaranya. Gadis itu hanya tinggal memakai bra biru muda
yang
telah terangkat ke atas dan rok yang juga tersingkap,
sementara si
satpam itu hanya tinggal memakai celananya saja. Sambil
menyusu,
tangan Kahar mendekap tubuh gadis itu dan meremas
payudaranya
yang sebelah dan tangan satunya sedang menyusup masuk ke
balik
roknya. Ivana mengapitkan paha menahan geli karena tangan
itu
menggerayangi selangkangannya.
"Ssshhh...Pak, jangan...nngghh!" erang Ivana, tangannya
memegangi
tangan si satpam yang merogoh masuk ke dalam roknya,
namun tak
kuasa menahan gerakannya. Lidah satpam itu menjilati
sekujur
payudaranya hingga basah kuyup, lalu bergerak lagi menciumi
samping
tubuhnya, diangkatnya lengan gadis itu agar bisa menjilati
ketiaknya
yang tak berbulu dan menyebabkan gadis itu merinding geli
karena
sensasinya.
"Ngentot melulu lo...bukannya jaga!" sahut Imron yang tiba-
tiba
muncul.
Kontan keduanya pun terkejut bak disambar petir, Ivana
sempat
menjerit dan refleks menutupi dadanya yang terbuka.
"Ngehe lu Ron! masuk ga bilang-bilang terus nongol kaya
setan!" omel
Kahar yang wajahnya sempat tegang karena kaget.
"Ehehehe...sori, sori, gua lagi jalan pulang, sekalian mampir
sini" kata
Imron menenangkan, "udah sana terusin aja, gua ga ikutan
kok, capek...
eh, Har, bagi rokok dong!"
"Hu-uh, dasar, gua kira sapa...tuh ambil aja di saku gua!"
katanya
seraya menoleh ke kemeja satpamnya yang tergantung di
gantungan
baju.
Ivana menatap kesal pada pria yang baru datang itu, tidak
akan pernah
hilang dari ingatannya bagaimana pria itu memerasnya
dengan skandal
ayahnya hingga ia terjerumus ke lembah nista seperti
sekarang.
"Eehh...jangan Pak...nanti!" pintanya ketika Kahar memeluk
kembali
tubuhnya.
"Ah Non ini, kita semua kan udah pernah sama-sama ngentot
malu apa
sih!" kata Kahar menaikan lagi gadis itu ke pangkuannya.
Kahar mengangkat rok gadis itu lalu tangannya merogoh
masuk lewat
bagian atas celana dalamnya. Wajah Ivana memerah dan
matanya
berkaca-kaca, ia sangat malu dan terhina diperlakukan seperti
pelacur
seperti itu. Desahan lirih keluar dari mulutnya ketika jari-jari
si satpam
menyentuh bibir vaginanya sementara tangannya yang satu
meremasi
payudaranya. Imron terkekeh melihat adegan mereka sambil
menyelipkan sebatang rokok ke bibirnya lalu menyalakannya.
"Non Ivana udah 4 bulan gini kok masih malu-malu yah
hehehe!" ejek
Imron.
"Makannya gua suka yang gini Ron, namanya malu-malu
kucing nih
tapi kalau udah naik goyangnya asyik, bikin gua nafsu!" timpal
Kahar.
Telinga Ivana sungguh panas mendengar ejekan mereka yang
merendahkannya itu, namun bagaimanapun ia tak sanggup
berbuat
apapun untuk melawan, kadang di saat seperti ini ucapan-
ucapan tak
senonoh itu diakui atau tidak malah membuatnya terangsang.
Sebagai
budak seks ia sudah terbiasa dengan semua itu dan dalam
hati kecil ia
pun menikmatinya walau kadang nuraninya menjerit, si
penjaga kampus
bejat itu telah menjeratnya dengan erat seperti jaring laba-
laba dengan
skandal ayahnya dan dirinya sehingga sulit baginya untuk
lolos. Ia
memalingkan wajah ke samping, tidak kuasa menatap Imron
yang
memandanginya dalam kondisi demikian.
"Baru mulai Har?" tanyanya dengan menghembuskan asap
dari mulut.
"Iya seperempat jam kali, taunya lu datang ngagetin" jawab
Kahar
sambil terus menggerayangi tubuh gadis itu, "lu sendiri abis
main
juga? Kok ga ikutan?"
"Hehehe...bisa dibilang gitu, ya cape kerja juga sih, cape
beresin
lapangan baru dipakai tanding tadi siang"
Kedua pria bejat itu ngobrol-ngobrol santai diiringi desahan
Ivana yang
semakin dilanda birahi karena jari-jari si satpam yang terus
keluar
masuk di vaginanya. Barulah setelah rokoknya habis, Imron
bangkit
berdiri dan pamitan.
"Ok deh, gua pulang dulu deh, mau mandi seger terus
istirahat"
pamitnya, "Non Ivana saya tinggal dulu yah biar lebih enjoy"
katanya
seraya mengangkat dagu Ivana hingga wajahnya menengadah
ke
arahnya.
Imron menunduk dan melumat bibir gadis itu, mata Ivana
terpejam
menahan jijik, namun lidahnya sedikit beradu ketika lidah pria
itu
menjilatinya. Air mata menetes dari sudut matanya namun di
saat yang
sama birahinya bergolak menuntut kepuasan. Imron
mencumbunya
selama tiga menitan sambil tangannya juga meremas
payudaranya
hingga akhirnya dia melepas pagutannya lalu berbalik badan.
"Dah cabut dulu yah, moga puas!" katanya sambil melambai.
"Wei sekalian bilang tuh ke si Encep jaganya yang bener, kalau
orang
lain masuk kan gawat!" sahut Kahar.
Imron tidak menjawabnya dan berjalan keluar dari pos satpam
itu.
Setelah pamitan pada Encep ia pun meneruskan perjalanannya
kembali
ke rumah kontrakannya. Malam itu ia tidur dengan puas
karena berhasil
menambah nama baru dalam daftar korbannya.
#########################
"Sien...jangan diem aja gitu dong, gua kan cuma mau
mewujudkan
sensasi kita aja" kata Willy di mobil sambil memegang tangan
pacarnya,
"gua tetap sayang ke lu, gak akan ada yang berubah, tadi itu
cuma
seks, ya kan?"
Sieny terdiam beberapa saat, lalu menyahut, "Iya gua tau
itu...tapi
gimana yah kaya ada yang ngeganjel di hati, lu tau kan
sebelumnya
gua belum pernah ngelakuin sama yang lain selain lu, jadi
ya...gimana
gitu, gua juga susah omongnya, apalagi ngelakuin sama orang
yang
kaya gitu"
"Coba lu bedain seks sama perasaan deh, anggap aja dia itu
vibrator"
kata Willy, "lagian kan lu juga yang awalnya berfantasi pengen
gituan
yang hot dengan penis gede yang bikin ngegelepar kepuasan"
Sieny mulai tersenyum ditahan mengingat fantasi gilanya yang
pernah
ia ungkapkan pada pacarnya.
"Tuh...tuh senyum apa, kok ditahan, horny lagi lu yah" goda
Willy
mengangkat wajah Sieny yang tertunduk malu
menyembunyikan
senyumnya, "omong-omong lu hot banget tadi loh, bener-
bener bikin
gua turn on, horny tapi cemburu, ga karuan dah pokoknya
rasanya liat
lu digituin sama tuh orang"
"Gila yah, liat gua digituin malah horny!" kata Sieny mencubit
paha
Willy.
Mereka akhirnya tertawa-tawa, saling cubit dan pukul ringan
hingga
akhirnya Willy menyuruhnya berhenti karena sedang nyetir.
"Lu juga berpikiran sama kan? Lu ga pake perasaan waktu
main tadi?"
tanya Willy meraih telapak tangan pacarnya.
"Ya nggak lah, gua juga cuma anggap itu seks aja, tapi grogi
aja
mungkin baru pertama kali gituan sama yang lain sih"
Hanya sepuluh menit dari kampus tak terasa akhirnya mobil
yang
mereka tumpangi telah tiba di depan apartemen Sieny. Gadis
itu pun
berpamitan dan bersiap turun.
"Sien" Willy memegang lengannya sebelum ia membuka pintu,
mata
mereka saling bertatapan, "gua sayang lu"
Mereka pun berciuman mesra sambil berpelukan, tangan Willy
meremas
lembut buah dada pacarnya dari luar pakaiannya. Tak lama
kemudian
mereka memisahkan diri karena sadar tempat itu cukup
terbuka
walaupun tidak banyak orang yang lewat.
"I love you too, Wil" Sieny tersenyum manis sebelum
membuka pintu
dan keluar dari Honda Jazz biru tua itu.
Setelah melambai pada mobil Willy yang meninggalkannya,
Sieny pun
berjalan memasuki pekarangan apartemen. Apartemen kelas
menengah
atas itu memang menjadi tempat tinggal beberapa mahasiswa
perantauan dari Universitas ******** yang berduit. Sieny
sendiri sudah
menempati kamarnya di lantai delapan itu selama empat
tahun sejak ia
mulai kuliah.
'Ting!' lift yang dinaikinya telah tiba di lantai delapan.
Ia mengeluarkan kunci dan memasuki kamar itu, kamar yang
termasuk
standard room (kelas dua/menengah) itu mempunyai fasilitas
yang
lumayan, termasuk mini bar, ruang tamu dengan TV-nya,
sebuah
gudang, dan sebuah kamar beranjang double. Ia memasuki
kamar dan
menyalakan lampunya. Setelah menaruh tas jinjingnya, Sieny
mulai
melepaskan pakaiannya satu-persatu hingga bugil, kemudian
ia juga
melepaskan jam tangan dan cincinnya yang diletakannya di
meja rias.
Diraihnya kaos longgar dan celana pendek yang tergantung di
balik
pintu lalu keluar dari kamar menuju kamar mandi. Sebelum
masuk ia
memasukkan pakaian yang dipakainya tadi ke dalam
keranjang cucian
di sebelah pintu kamar mandi.
Sieny menyibak tirai bathtub dan masuk ke dalam, ia lalu
menyalakan
shower dan mengatur suhunya. Siraman air hangat dari
gagang shower
menerpa tubuhnya memberi rasa segar serta menghilangkan
kepenatan
dan lengket-lengket pada tubuhnya. Ketika mengambil sabun
dari
tempatnya tiba-tiba sebuah tangan hitam memegang
tangannya dan
tangan lainnya yang mendekap tubuhnya dari belakang meraih
payudaranya.
"Pak Imron?" katanya saat menoleh ke belakang.
Pria itu tersenyum, tubuhnya yang berisi sudah telanjang
bulat, sebuah
bekas luka di dadanya memberi kesan macho, penisnya telah
menegang
maksimal. Ia terhenyak melihat keperkasaan pria itu sehingga
pasrah
saja ketika dipeluk erat. Desahan halus keluar dari mulutnya
saat Imron
mulai menyabuni bagian payudaranya. Imron menggosokkan
sabun itu
memutari gundukan payudara Sieny berujung pada putingnya
yang ia
gosok perlahan hingga menimbulkan seperti sengatan listrik
kecil yang
membuat darah gadis itu berdesir. Tangan Imron yang lain
turun ke
vaginanya dan mulai mengelusi bibir bawahnya. Sieny
menggigit bibir
bawah dan desahannya makin tak tertahankan. Jari Imron
yang
mengelus vaginanya melakukan gerakan menusuk secara tiba-
tiba.
"Aahhh !!!" Sieny menjerit, ia terbangun dan menemukan
dirinya sedang
berendam di bathtub.
Buaian air hangat yang menyegarkan tubuh membuatnya
setengah
tertidur sampai memimpikan pria itu. Merasa sudah cukup
berendam, ia
pun bangkit dan keluar dari air, diraihnya shower untuk
membasuh
tubuhnya dari sisa-sisa sabun. Setelah mengeringkan
tubuhnya dengan
handuk ia memakai kaos gombrong dan celana pendek yang
biasa
dipakainya tidur itu, kaos itu menggantung sejengkal di atas
lututnya
menutupi celana pendeknya. Usai menggosok gigi dan
mengeringkan
rambutnya dengan hair-dryer ia keluar dari kamar mandi.
Lampu-lampu
ia matikan dan terakhir lampu sepuluh watt di atas
ranjangnya,
setelahnya ia menarik selimut dan memejamkan matanya.
Waktu menunjukkan pukul 7.50, belum terlalu malam memang,
tapi ia
sudah ingin tidur karena hari ini cukup melelahkan dari fitness
ketika
baru memulai hari, dilanjutkan mencari-cari bahan skripsi
yang
melelahkan lalu menunggu dosen pembimbingnya untuk
mengkonsultasikan skripsinya, terakhir persetubuhan liar di
ruang
kuliah yang menjadi pengalaman baru dan mendebarkan
baginya tadi.
Sieny (23 tahun) sudah dua tahun lebih berpacaran dengan
Willy (25
tahun), mahasiswa dari universitas lain yang juga ternama, ia
mengenal
pemuda itu melalui seorang temannya di dugem ketika acara
campus
night. Itu adalah pacaran yang ketiga kali baginya namun
pada pemuda
itu lah ia menyerahkan keperawanannya. Willy sendiri sudah
tidak
perjaka ketika itu, ia pernah bercinta dengan pacar
sebelumnya dan
beberapa wanita teman one night stand, semua itu ia akui
pada Sieny.
Pada awalnya Sieny ragu menerima cinta pemuda yang kata
temannya
termasuk playboy itu, namun karena pendekatan Willy begitu
gencar,
hati Sieny pun akhirnya luluh juga. Dari segi fisik Willy
termasuk diatas
rata-rata, demikian pula dari segi ekonomi, ia berasal dari
keluarga
menengah atas, sambil kuliah ia mulai merintis usaha dengan
beberapa
temannya membuka toko HP. Selama berpacaran mereka
sudah
melakukan hubungan badan dalam berbagai variasi dan gaya.
Dua
bulan yang lalu terlintas ide nakal di benak mereka ketika
sedang
menonton sebuah film hentai yang memperlihatkan adegan
seorang
wanita digangbang di hadapan suaminya, gadis itu menangis
namun
juga menikmati perkosaan atas dirinya sementara suaminya
juga
menontonnya dengan marah namun penisnya menegang.
Mereka
mengungkapkan fantasi masing-masing mengenai seks yang
liar di luar
batas imajinasi seperti di film-film dan membandingkan
dengan
kehidupan seks mereka yang mulai membosankan. Pada
akhirnya
terjadilah kejadian sore itu tanpa disengaja.
######################
Empat hari kemudian
Perpustakaan Universitas *******, jam 11.25
Siang itu sedang di perpustakaan, Sieny sedang mencari buku
referensi
untuk skripsinya di sebuah rak buku di sudut perpustakaan. Ia
membuka-buka halaman buku tebal yang dipegangnya
mencari apakah
ada yang bisa dipakai.
"Cari apa Non? Mungkin bisa saya bantu?" sebuah suara
pelan dari
belakang disertai tepukan di pundaknya mengagetkan gadis
itu, hampir
saja buku yang dipegangnya terjatuh.
"Haduh Bapak, ngagetin aja" Sieny menghembuskan nafas
sambil
mengelus dada, "ada apa sih Pak?" ia masih agak malu
memandang
wajah pria itu mengingat peristiwa empat hari sebelumnya.
"Lagi bersih-bersih, kebetulan lewat sini aja terus ketemu
Non" jawab
Imron terkekeh, ia memegang kemucing di tangannya,
pandangannya
menyapu tubuh gadis itu dari ujung rambut hingga kaki
membuatnya
nervous.
"Masih inget Non yang kemarin itu? asyik yah?" tanya Imron
dengan
suara pelan.
"Udah ah Pak, jangan ngomong gitu!" sergah Sieny dengan
wajah
memerah, "saya lagi sibuk nih!" ia mengembalikan buku tebal
itu ke
tempatnya dan beralih ke rak lain untuk menjauhi pria itu.
"Please dong, pergi, jangan kesini!" doanya dalam hati setelah
menjauhinya.
Diambilnya sebuah buku lain dan dibukanya, matanya melihat
ke buku
kadang melirik ke sampingnya sehingga ia bahkan tidak tahu
apa isi
buku itu. Jantungnya berdebar semakin cepat melihat Imron
mengikutinya dengan berjalan santai sehingga tidak
mengundang
perhatian orang lain. Betapa ia berharap ada orang lain datang
kesini
agar pria itu tidak macam-macam lagi, namun saat itu
perpustakaan
tidak terlalu ramai terutama di deretan rak tempatnya berdiri.
Memang
tak jauh dari situ ada beberapa orang mahasiswa sedang
membaca dan
membuat tugas di sebuah meja panjang, namun mereka
nampaknya
sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Non kayanya bingung? Atau mungkin Non malu ketemu
saya?" tanya
Imron di belakangnya sambil pura-pura membersihkan dengan
kemucingnya.
"Pak, tolong jaga sikap dong!" kata Sieny dengan setengah
suara tanpa
menengok ke belakang, matanya terus melihat sekeliling takut
kalau
ada yang memergoki.
Sieny tercekat, nafasnya serasa berat ketika merasakan
sebuah tangan
meremas pantatnya. Ia terkejut dan malu namun tidak berani
berteriak
ataupun melawan.
"Jangan begitu Pak, tolong hentikan, ini tempat umum!"
bisiknya pelan,
wajahnya makin memerah.
Belum habis rasa kagetnya, Sieny sudah merasakan terpaan
AC pada
paha belakang dan pantatnya. Ternyata Imron telah
menyingkap rok
hitam selututnya dari belakang.
"Tenang Non, kita di sudut aman, mending Non awasin orang-
orang di
meja sana!" kata Imron dekat telinga gadis itu.
Tangan itu semakin berani meraba-raba paha dan bongkahan
pantatnya
yang membulat sempurna. Sentuhan erotis itu semakin
mempermainkan
perasaan Sieny antara takut, malu, marah, sekaligus horny,
sesungguhnya dalam hati kecilnya pun ia masih ingin
mengulangi
sensasi persetubuhan empat hari yang lalu.
"Non seneng kan diginiin, saya tau Non pengen lagi"
hembusan nafas
pria itu terasa betul menerpa telinganya dan membuat bulu
kuduknya
merinding.
"Hhhmmhh...nggak Pak...jangan gini!" Sieny memohon dan
berusaha
menahan agar tidak mendesah.
"Nggak apa? Nggak salah maksudnya? Kalau Non ga suka
kok diem aja
bukannya kabur?"
Wajah Sieny makin merah mendengar ejekan itu, memang
sebenarnya ia
tinggal pergi saja kalau mau, namun entah mengapa ia tidak
bisa...atau
mungkin tidak ingin.
Imron menggerayangi semakin jauh, melihat tidak adanya
penolakan
dari Sieny ia bahkan berani menarik turun celana dalamnya. Ia
menunduk dan memeloroti celana dalam putih beraksen pink
itu
perlahan-lahan sambil mengelusi paha mulus gadis itu. Sieny
sendiri
walaupun mulutnya terus meminta Imron berhenti, entah
mengapa
malah mengangkat kakinya membiarkan celana dalamnya
dilolosi pria
itu. Setelahnya Imron berdiri lagi dan memasukkan benda itu
ke saku
celananya. Kembali disingkapnya rok selutut itu dari belakang,
kini
Sieny semakin merasakan dingin pada paha, pantat, dan
selangkangannya. Tangan Imron dari pantat mulai merambat
ke bawah
diantara kedua pada gadis itu.
"Ssshhh...eemm!" Sieny mendesis lirih sambil menggigit bibir
bawah
begitu jari-jari pria itu menyentuh bibir vaginanya.
Ia terus mengawasi keadaan di seberangnya melalui celah-
celah rak
walaupun matanya merem-melek dan pandangannya mulai
tidak fokus.
Sekilas terlintas lagi di memorinya ketika melakukan seks kilat
di toilet
hotel ketika menghadiri sebuah undangan pernikahan, namun
sensasinya masih kalah dibanding yang sekarang ini, di
tempat umum
yang jauh lebih terbuka. Seumur hidup belum pernah terpikir
melakukan
aktivitas seksual di tempat seperti ini, penuh risiko dan
memicu
adrenalin yang mendatangkan kepuasan tersendiri. Imron
terus
menggosok-gosokkan jarinya pada vagina Sieny sambil pura-
pura
membereskan buku agar tidak memancing perhatian orang
lain. Sieny
merasakan semakin becek di bawah sana, apalagi kini jari pria
itu mulai
menyusup ke vaginanya melakukan gerakan memutar-mutar
seperti
mengaduk. Semakin tidak tahan saja ingin mendesah sejadi-
jadinya
kalau saja tidak ada siapa-siapa, kening dan dahinya mulai
mengeluarkan keringat walaupun udara disitu ber-AC,
wajahnya pun
semakin merona menahan nikmat.
"Pak...stop, ada yang kesini!" Sieny memperingatkan dengan
setengah
suara ketika melihat di kejauhan sana seorang mahasiswa
berjalan
mendekati tempat mereka.
Imron bereaksi cepat buru-buru mengeluarkan tangannya dari
antara
paha gadis itu, rok itu pun kembali jatuh menutupi pahanya.
Kemudian
ia melangkahkan kaki menjauhi gadis itu dengan berlagak
merapikan
buku seolah tidak terjadi apa-apa, demikian pula Sieny yang
berpura-
pura membaca buku di tangannya walaupun tidak tahu apa
yang
dibacanya. Mahasiswa berkacamata itu ternyata memang
benar menuju
ke daerah itu, ia mencari-cari sesuatu diantara deretan buku-
buku,
namun ia pergi tak lama kemudian karena tidak menemukan
apa yang
dicarinya. Sieny sempat nervous ketika pemuda itu
memperhatikan
dirinya sejenak, ia takut orang itu tahu apa yang barusan
terjadi,
padahal pemuda itu hanya mengagumi kecantikannya seperti
halnya
pria-pria lain.
"Pak celana dalam saya kembaliin dong!" pintanya sambil
menghampiri
Imron dengan bersandiwara seperti sedang mencari buku.
Imron saat itu mengulum dan menjilati jari-jarinya yang
belepotan
lendir.
"Eeemm...gurih Non!" katanya yang membuat Sieny
mengerutkan dahi,
"susul aja saya ke atap, kalau saya kembaliin disini keliatan
orang kan
gawat Non, disana aman"
"Eh...Pak !" protesnya, namun ia tidak berani bersuara lebih
keras
melihat Imron yang lalu berbalik badan dan meninggalkannya.
Kurang ajar benar pria ini pikirnya dalam hati, tapi tadi
itu...sungguh
membuatnya seperti melayang. Sieny termenung beberapa
saat lalu
memutuskan keluar dari perpustakaan untuk menyusul
penjaga kampus
itu. Hatinya berdebar-debar saat melewati orang-orang yang
ditemuinya, ia khawatir bagaimana jika ada yang menyadari
bahwa ia
tidak memakai celana dalam dan selangkangannya basah.
Sieny masuk ke lift dan menekan tombol 14, lantai teratas
gedung itu
sebelum atap. Lift itu pun membawanya naik, semakin lift itu
bergerak
naik, semakin tegang perasaannya. Pintu lift membuka, hanya
tinggal
dia sendiri di dalamnya, yang lain telah turun di lantai
sebelumnya.
Lantai ini hampir tidak ada pengunjung pada hari-hari biasa
karena
hanya terdapat teater, yang biasanya dipakai untuk acara
seminar,
drama, atau pertunjukkan, Sieny sendiri jarang menginjakan
kaki di
lantai ini. Tempat itu begitu sepi sampai suara sepatu haknya
ketika
melangkah pun terdengar jelas. Ia bahkan tidak tahu dimana
jalan
menuju ke atap namun tetap melangkahkan kakinya ke
belakang teater
sambil mengira-ngira disanalah tempat yang harus ditujunya.
Akhirnya
sampailah ia ke belakang panggung dan menemukan sebuah
tangga
besi yang menuju ke sebuah pintu yang setengah terbuka.
Langkahnya
terasa semakin berat dan detak jantungnya semakin cepat
saat menaiki
satu demi satu anak tangga itu. Didorongnya pintu itu
perlahan dengan
tangan sedikit gemetar. Ia melongokkan kepalanya keluar, tapi
tidak ada
siapapun di luar sana. Baru pertama kalinya bagi Sieny
menjejakkan
kakinya di tempat tertinggi di kompleks universitas ini. Gadis
itu
berjalan keluar, angin disana cukup besar juga sampai
rambutnya yang
diikat dan roknya melambai-lambai tertiup angin.
"Non Sieny!" sebuah suara memanggilnya dari atas, "saya kira
nggak
dateng"
Gadis itu menoleh ke arah tangki air melihat Imron menuruni
tangganya.
"Hahaha...maaf ngagetin, saya tadi meriksa air sambil
nungguin Non!"
katanya sambil memegang kedua lengan gadis itu.
"Pak saya kesini cuma mau minta kembali celana dalam
saya!" Sieny
menepis tangan pria itu dari lengannya.
"Santai Non...santai, Non baru pernah kesini kan? Kenapa gak
nikmati
dulu pemandangan dari sini?" kata Imron dengan tenangnya,
"kita juga
bisa mengulang yang kemarin itu disini"
"Jangan macam-macam Pak, ini kelewatan!" Sieny mulai
kesal,
suaranya mulai meninggi.
"Lho macam-macam gimana Non, kan Non sama pacar Non
yang
ngajakin juga!"
"Itu cuma seks, tolong Bapak mengerti dikit dong!" tangkisnya
"Nah itu dia, seperti yang Non bilang, cuma seks, kita kan
ngelakuinnya hanya berdasarkan nafsu, gak ada cinta-cintaan
dan Non
nikmatin banget kan?" balas Imron, "kenapa kita gak
mengulang lagi
kan cuma seks, saya gak suruh Non putus sama pacar Non,
Non sama
saya juga gak saling cinta ya kan !" Imron mencecarnya
sambil
mendekati Sieny yang tidak bisa menjawab dan hanya bisa
mundur-
mundur hingga terdesak ke arah tangga tangki air, "saya tau
Non juga
pengen nyobain lagi main sama saya, cuma malu, ya kan?"
Betapa merah dan panas wajah gadis itu, ia merasa dirinya
ditelanjangi
oleh Imron yang mengetahui hasrat liarnya.
"Saya...bukan perempuan kaya gitu!" bantahnya dengan wajah
tertunduk
malu.
Imron membelai pipi Sieny dan mengangkat dagunya,
ditatapnya wajah
gadis itu yang bingung. Tiba-tiba Imron dengan cepat
menempelkan
bibir tebalnya pada bibir gadis itu, mata Sieny terbelakak
kaget, ia
mendorong dada pria itu namun tangan Imron yang lain sudah
keburu
memeluknya erat. Imron mengangkat paha kiri Sieny hingga
sepinggang
menyebabkan gadis itu secara refleks memeluk tubuhnya agar
tidak
jatuh. Setelah itu barulah dia sadar kenapa malah memeluk
pria ini?
Imron terus merangsang gadis itu dengan mengelus-elus
pahanya yang
terangkat dan menjilati bibirnya. Perlahan-lahan bibirnya pun
mulai
membuka, lidah Imron langsung masuk dan menyapu langit-
langit
mulutnya. Sieny yang tadinya meronta mulai pasrah, darahnya
berdesir
karena permainan lidah dan elusan pada pahanya. Merasa
mendapat
lampu hijau, Imron meraih kancing kemeja kuning gadis itu
dan
mepretelinya satu-persatu dengan cepat tanpa melepas
ciuman. Nafas
mereka semakin mendengus dan menggebu-gebu. Jantung
Sieny
semakin berdegub ketika merasakan telapak tangan kasar pria
itu
menyusup ke balik bra-nya dan meremas payudaranya dengan
gemas.
"Eemmhh...eemm!" gadis itu melenguh tertahan karena tangan
si
penjaga kampus itu meremas pantatnya dan menimbulkan
sensasi geli.
Ciuman Imron mulai turun ke dagunya, lalu ke leher membuat
gadis itu
semakin gelisah, terlebih tangan pria itu kini merambah
kemaluanya
yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi.
"Pak...oohh...jangan Pak!" desah Sieny antara menolak dan
tidak.
Jari-jari Imron menyusup ke labia mayoranya dan mulai
menggosok-
gosok klitorisnya. Sieny merasa kakinya sudah tak bertenaga
hingga
tubuhnya bersandar sepenuhnya pada tangga besi di
belakangnya.
Tiba-tiba Imron mengangkat tubuhnya, pantatnya didudukkan
di salah
satu anak tangga di belakangnya, ia agak terkejut dan buru-
buru
berpegangan pada besi penyangga sudut untuk menjaga
keseimbangan.
Kini tubuhnya terduduk agak tinggi dengan dada sejajar wajah
pria itu.
Imron melepaskan kancing bra-nya yang terletak di depan
sehingga
tereksposlah sepasang gunung kembar berputing merah itu.
Terpaan
angin di atas gedung itu semakin terasa pada tubuhnya yang
semakin
telanjang. Baru pernah ia merasakan bercinta di tempat
seperti ini.
Mulut Imron langsung mengarah ke payudara Sieny begitu bra
itu
terbuka. Lidahnya menjilati dan mengisap gundukan daging
kenyal itu
secara bergantian. Gadis itu mendesah lirih sambil tangan
kanannya
menekan kepala Imron ke dadanya. Imron mengigit-gigit kecil
puting
kemerahan itu sehingga semakin keras dan pemiliknya
keenakan.
Sementara itu tangannya masuk ke dalam rok diantara kedua
paha
gadis itu, tangan itu merayap perlahan mengelusi paha mulus
itu
hingga akhirnya menyentuh vaginanya lagi. Kurang lebih lima
menitan
Imron menyusu sambil mengais-ngais vagina Sieny lalu ia
menurunkannya dari tangga. Sieny menyandarkan
punggungnya ke
tangga itu dan mengatur nafasnya yang turun-naik, birahinya
sedang
tinggi-tingginya akibat rangsangan pada sekujur tubuhnya
tadi. Imron
membuka sabuk dan resletingnya di hadapannya celana
panjang itu
pun melorot, Sieny menelan ludah melihat tonjolan penis dan
zakar
dibalik celana dalam pria itu.
"Hehe...liat ini Non!" kata Imron memegang batang penisnya
yang baru
dikeluarkan dari balik celana dalam, "Non ingat kan pernah
ngerasain
ini?"
Wajah Sieny menegang terpaku melihat penis hitam besar
yang
kepalanya kemerahan dan disunat itu.
"Ayo dipegang dong Non!" pintanya sambil nyengir mesum.
Sieny merinding, hatinya berkecamuk seribu satu perasaan,
apakah ia
harus melanjutkan sejauh ini? Apakah sudah terlalu jauh
terjerumus
dalam fantasi liarnya sendiri? Ia sungguh bingung sehingga
tak bisa
berkata apapun. Melihat mangsanya bimbang, Imron
mengambil
inisiatif, diciumnya pipi Sieny perlahan sambil tangannya
meraih
tangan gadis itu dan diarahkan ke penisnya. Gadis itu diam,
tanpa
sadar tangannya sudah menggenggam penis itu.
"Oh God!" jeritnya dalam hati ketika membelai batang itu.
Benda itu begitu panjang dan keras, terasa benar tonjolan
urat-uratnya,
denyutnya, dan aliran darahnya. Kalau dibanding milik Willy,
kekasihnya, ini jauh lebih perkasa. Imron menggerakkan
tangan gadis
itu mengocoknya.
"Pake mulut Non, disepong, emut seperti permen!"
"Nggak...saya nggak mau!" ini adalah penolakan keduanya,
kemarin
waktu dikelas itu Sieny juga menolak mengoral penis itu, ia
merasa
tidak pantas melakukannya pada orang lain selain Willy,
apalagi pada
penis yang hitam dan kepalanya kemerahan itu, rasanya geli
dan jijik.
Namun kali ini seperti ada dorongan dalam dirinya yang tidak
dimengertinya, ia seolah menjadi hamba yang bersedia
menuruti
apapun yang diminta tuannya. Mulutnya memang berkata
tidak, tapi ia
diam saja ketika pria itu menekan bahunya dan menyuruhnya
berlutut.
Kini penis itu hanya lima centi di depan wajahnya, lubang
kencingnya
seperti mulut pistol yang menodong padanya.
"Ayo Non, rasain, jangan malu-malu, kan ini cuma seks kata
Non juga!"
kata Imron.
Dengan sedikit Sieny menciumi penis dalam genggamannya
itu, ada
rasa asin dan aroma tidak enak sehingga ia memundurkan
kembali
kepalanya.
"Jangan ragu, ayo Non harus jilat, emut, rasain enaknya!"
perintahnya
sambil menahan kepala gadis itu.
Sungguh ia merasa dilecehkan, apa haknya si penjaga kampus
itu
memerintahnya seperti itu, memangnya dia siapa? Tapi ia
tetap
melakukannya, ia tidak mengerti mengapa harus seperti itu,
apakah
hasrat liar telah sedemikian menguasainya hingga melupakan
harga diri
dan martabatnya sebagai wanita terpelajar dan berstatus
menengah
atas.
Sieny memulai dengan mengulum buah pelir pria itu yang
ditumbuhi
bulu-bulu tebal sambil memijati batang penisnya dengan
tangan. Gila...
setan apa yang telah merasukinya, ia merasa jijik, benci dan
muak
pada dirinya, namun dorongan untuk meraih kepuasan
bersama pria ini
begitu besar. Ia melanjutkan servis oralnya dengan menjilati
sekujur
batang itu yang berurat, bentuknya yang panjang dan keras itu
membuat libidonya semakin terpacu, ia membayangkan
bagaimana bila
penis yang sudah menegang dengan perkasa itu sekali lagi
mengoyak-
ngoyak dirinya.
"Uuhhh...sedap Non, bener-bener ahli, udah pengalaman ya
Non?"
desah Imron sambil mengelus rambut indah Sieny.
Jilatannya akhirnya sampai ke ujung penis Imron yang disunat
dan
mirip jamur itu. Lidahnya menjilati wilayah itu, teknik yang
biasa
dipraktekannya pada pacarnya yang membuatnya mengerang
keenakan,
Imron pun tak terkecuali, ia menceracau tak karuan
merasakan sensasi
geli dan nikmat akibat sapuan lidah gadis itu pada kepala
penisnya.
Kemudian Sieny membuka mulutnya untuk memasukkan penis
itu.
"Hhmmm...mmm!" terdengar gumaman dari mulut Sieny yang
sedang
mengulum penis si penjaga kampus itu.
Kepalanya bergerak maju-mundur sambil memegang batang
itu. Sambil
mengisap ia memutarkan lidahnya mengitari kepala penis itu
sehingga
membuat Imron semakin keenakan. Dipeganginya kepala gadis
itu dan
sesekali ditekan seakan menyuruhnya memasukkan penis itu
lebih
dalam lagi ke mulutnya. Ada mungkin seperempat jam Sieny
melakukan
oral seks terhadap pria itu sampai merasa pegal pada
mulutnya, maka
ia menggunakan tangan mengocok batang itu dan mengurangi
kulumannya. Ia merasakan batang di dalam mulutnya itu
semakin
berdenyut saja.
Imron yang masih ingin mereguk kenikmatan lebih banyak
tidak ingin
orgasme secepat itu, maka ia pun menarik lepas penisnya dari
mulut
Sieny dan meraih lengan gadis itu untuk mengangkat
tubuhnya hingga
berdiri. Dengan agak kasar dan buru-buru memepetnya ke
tangga
tangki air. Sieny agak terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba
itu
namun ia pasrah mengikuti permainan yang dipimpin gemilang
oleh si
penjaga kampus itu. Ia membalas ciuman Imron dengan aktif
ketika pria
itu melumat bibirnya. Imron menyingkap rok yang menutupi
tubuh
bagian bawahnya, penisnya kini telah bersentuhan dengan
kemaluan
gadis itu. Dengan bibir tetap saling berpagutan, ia mendorong
pinggulnya hingga penisnya melesak masuk ke dalam vagina
gadis itu.
Keduanya mengerang merasakan alat kelamin mereka saling
beradu.
Imron menggenjotnya dengan mengangkat paha kiri gadis itu,
sementara Sieny bersandar ke belakang dengan kedua tangan
terangkat
dan berpegangan pada anak tangga diatasnya.
"Mendesah aja Non...merintih sepuas Non, kita diatas, ga ada
siapa-
siapa, ekpresiin kenikmatan ini sepuas Non!" kata Imron
melihat Sieny
yang cenderung menahan-nahan suara desahannya dengan
menggigit
bibir.
Sieny pun melepaskan dengan liar segala derita birahi yang
melandanya, ia mendesah dan merintih histeris, suaranya
menyatu
dengan hembusan angin di atap gedung. Tubuhnya
menggelinjang
menjemput kenikmatan, pinggulnya turut bergoyang dalam
irama nafsu
birahi yang menerjangnya. Sebuah seringai terpancar di wajah
Imron
melihat mangsanya yang sudah berhasil ditaklukan.
Cengkraman erat
vagina Sieny pada penis Imron yang besar dan perkasa itu
menyuguhkan sensasi luar biasa pada diri mereka masing-
masing,
terutama Sieny yang merasakan kenikmatan ini jauh lebih
dahsyat yang
dibanding dengan pacarnya sendiri.
Imron melepaskan pegangan gadis itu pada anak tangga dan
diletakkan
ke bahunya yang bidang. Lalu tiba-tiba ia mengangkat kaki
gadis itu
yang satunya lagi, Sieny pun terkejut dan spontan memeluk
leher pria
itu agar tidak jatuh. Dengan penis masih menancap di vagina,
ia
menggendong gadis itu dengan menopang pantatnya dan
berjalan
perlahan-lahan.
"Mau apa Pak?!" tanya Sieny bingung.
"Pindah tempat Non, biar bisa sambil liat pemandangan"
jawabnya
menyeringai.
Ternyata Imron membawanya hingga ke pinggir atap yang
dilindungi
oleh tembok setinggi pinggang orang dewasa dan ke atasnya
oleh
pagar kawat setinggi semeter lebih. Imron memepetkan tubuh
gadis itu
ke pagar kawat lalu meneruskan genjotannya.
"Oohh...aakkhh...uugh!" desah Sieny makin tak karuan.
Ia menolehkan wajah ke samping dan melihat pemandangan
di
bawahnya, mobil-mobil yang lalu-lalang di jalan depan
kampus nampak
kecil seperti mainan, demikian juga orang-orangnya. Sungguh
suasana
bercinta nan eksotis, baru pertama kali ia mencobanya di
tempat
terbuka dan ketinggian seperti ini.
"Enak kan Non ngentot di atas gedung?" tanya Imron yang
dijawab
Sieny dengan anggukan, "pernah main yang seru gini sama
pacar
Non?" tanyanya lagi.
"Nggak Pak...eenngghhh...uuhhh !" jawab gadis itu di tengah
desahannya.
Tubuh Sieny makin menggelinjang, lendir yang keluar dari
kewanitaannya semakin banyak dan menyebabkan penis itu
semakin
lancar menusuk-nusuknya. Hingga pada suatu titik ia
merasakan
tubuhnya menggigil dan kontraksi otot vaginanya semakin
cepat, ketika
sudah diambang orgasme itu, Imron melah menurunkan
frekuensi
genjotannya hingga akhirnya berhenti sama sekali.
Sieny merasa tanggung namun ia sungkan mengatakan isi
hatinya.
Imron menurunkan tubuh gadis itu hingga kakinya kembali
menyentuh
tanah, kemudian membalikkan tubuhnya. Kini Sieny dalam
posisi
menghadap pagar kawat sehingga bisa melihat langsung
pemandangan
dari ketinggian di depan matanya, ia menyangkutkan jari-
jarinya
diantara celah-celah kawat pagar, pantatnya agak
menungging ke arah
Imron.
"Non masih mau kan?" tanya Imron dekat telinganya sambil
membuka
sabuk dan resleting rok gadis itu, rok itu pun meluncur jatuh
dan
bawahannya sudah tidak tertutup apapun lagi, "mau kan Non,
jawab
dong!" tanyanya lagi, kali ini sambil meremas payudaranya.
"Iya...hhhsshh...mau Pak, mau!" tanpa malu-malu karena tak
kuat
menahan keinginan untuk orgasme, Sieny menjawab terengah-
engah.
Kembali Imron menjejali vagina gadis itu dengan penisnya
yang masih
tegak dan keras. Sambil bepegangan pada pinggang ramping
gadis itu
Imron terus menyodok-nyodokan penisnya. Sentakan-
sentakan kuat itu
menyebabkan tubuh Sieny ikut bergoncang-goncang, demikian
pula
pagar kawat tampatnya bertumpu. Desahan-desahan nikmat
keluar dari
mulutnya, matanya setengah terpejam sambil melihat ke
bawah, ia
membayangkan bagaimana kalau saja orang-orang di bawah
sana
melihat ke arahnya atau mungkin ada yang sedang
meneropongnya dari
gedung lain. Sungguh rasa penasaran, hasrat dan gairahnya
yang
terpendam tertumpah semua saat itu. Tangan pria itu
merambat ke atas
hingga memegang payudara kanannya, meremas, lalu
menggesek-
gesek putingnya dengan jari-jarinya. Sieny semakin tak
sanggup
menahan gelombang birahinya, ia semakin melenguh-lenguh
dan
nafasnya semakin memburu, sebentar lagi puncak kenikmatan
itu akan
dicapainya. Namun pada momen menentukan itu, sekali lagi
Imron
menghentikan genjotannya, pria itu memang sedang
mempermainkan
birahinya.
Sieny terpaksa menggerakkan sendiri pinggulnya agar tetap
bergesekan
dengan penis pria itu yang kini tersenyum penuh kemenangan.
"Non emang doyan kontol yah, Non suka kan sama kontol
saya
hehehhe!" ejek Imron yang membuatnya semakin malu.
"Nggak Pak...nggak...aahhh...jangan omong gitu...aahh!"
Sieny
menggeleng dan membantah ejekan Imron yang sangat
melecehkannya
itu.
"Habis apa Non...saya tau Non jenuh sama pacar Non...Non
juga lebih
puas main sama saya betul kan!?' cecarnya kali ini sambil
menjilati
daun telinga gadis itu yang beranting.
"Tidak...eengghh...saya bukan..."
"Pelacur" sergah Imron sambil menusukkan penisnya dalam-
dalam, "ya
Non emang bukan pelacur, Non itu budak seks, budak dari
hasrat liar
Non sendiri!"
Sieny tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk membalasnya
karena
memang perkataan Imron memang benar dan sejujurnya ia
sangat
menikmati persetubuhan dengan si penjaga kampus itu sejak
kontak
pertama mereka tiga hari lalu, pria itu begitu mahir
memuaskannya
dengan gaya dan variasinya yang khas.
"Dengar ya Non, saya bisa ngeliat Non sebenarnya punya
hasrat liar,
Non pengen memek Non dimasukin kontol siapa aja, tapi Non
cuma
malu karena dibatasi status sosial, ras, dan norma-norma
umum, apa
saya salah Non ? kalau semua itu gak ada atau kita lupakan
sejenak
Non mau kan ngentot sama siapa aja?"
"Itu nggak benar Pak...tidak...ahhh....ahh!" Sieny meraung-
raung sambil
tangannya memukul-mukul pagar kawat, baru kali ini ia
ditelanjangi
habis-habisan luar-dalam yang membuatnya direndahkan
serendah-
rendahnya namun disaat yang sama juga terangsang hingga
titik
puncak.
"Jangan pura-pura lagi Non, ini buktinya Non sendiri yang
goyang
seperti haus kontol gini !" Imron dengan kasar melepaskan
kemeja dan
bra yang masih menempel di tubuhnya, "lepasin, lepasin dulu
Non
semua batasan-batasan itu kalau Non mau ngerasain
kenikmatan seks
yang sempurna"
"Oohh...ayo Pak, puasin saya...saya...saya gak tahan
lagi...mmhh!" Sieny
akhirnya memohon supaya diantar ke puncak kenikmatan oleh
si
penjaga kampus itu.
Betapa malunya ia sampai harus memohon seperti itu, tapi
memang ia
sudah tak sanggup lagi menahan keinginan untuk orgasme.
"Jadi Non seneng kan ngentot sama saya?" Imron terus
melecehkannya.
"Iya Pak...iya...aahh...seneng banget, tolong puasin saya!"
ceracau Sieny
membuang segala perasaan malu dan batasan-batasan itu
seperti yang
dikatakan Imron tadi.
"Non mau kan saya apain aja? Non mau jadi budak seks?"
tanya Imron
lagi tanpa menghentikan genjotannya.
"Iya...aahh...terserah Bapak aja!" erang gadis itu semakin tak
bisa
menahan nikmatnya.
Panas juga wajah dan telinga Sieny karena terus-terusan
diejek begitu,
terlebih ia tak bisa membantah apapun. Imron tertawa penuh
kemenangan dan mempergencar genjotannya. Tubuh gadis itu
tersentak-sentak dan makin terdesak ke pagar, payudaranya
yang
montok itu kini tertekan pada pagar kawat. Tidak seorangpun
yang
sedang lalu-lalang di bawah gedung atau jalan menyadari
sedang
terjadi adegan panas di ketinggian itu karena terlalu tinggi dan
tidak
terlihat, namun bagi kedua insan yang sedang berasyik-
masyuk itu,
setiap momen menjadi sensasi tersendiri. Desahan gadis itu
semakin
menjadi ketika gelombang orgasme itu kembali menerpanya,
tubuhnya
menggelinjang dahsyat seakan melepaskan segala nikmat
yang tadi
tertunda. Akhirnya ia mendesah panjang dan seluruh otot-otot
tubuhnya mengejang, yang datang kali ini adalah
multiorgasme
sehingga tubuhnya berkelejotan tak terkendali, sungguh luar
biasa
seperti melayang ke surga saja rasanya, dari pengalaman
seks selama
dua tahun dengan kekasihnya saja belum pernah mengalami
yang
seperti ini. Matanya merem-melek dan pandangannya seperti
berkunang-kunang selama terhempas gelombang orgasme itu,
sensasi
itu berlangsung selama 2-3 menit lamanya hingga akhirnya
tubuhnya
melemas seperti tak bertulang, kalau saja Imron tidak
mendekapnya
mungkin ia sudah ambruk ke tanah.
Saat itu Imron belum mencapai klimaks, ia melanjutkan
hujaman-
hujamannya terhadap liang vagina gadis itu. Lima menit
kemudian
barulah penisnya menumpahkan lahar panas di dalam vagina
Sieny.
"Uuggghh...asyiknya!" lenguh Imron sambil menekan dalam-
dalam
penisnya yang menyemburkan sperma.
Penis Imron masih menyodok vaginanya namun kecepatannya
kian
menurun. Di paha dalam Sieny nampak cairan kewanitaannya
yang
bercampur dengan sperma pria itu meleleh keluar dari
selangkangannya. Setelah genjotan Imron berhenti, ia
mendekap tubuh
gadis itu dan mundur beberapa langkah lalu menjatuhkan
pantatnya
pada sebuah tembok pembatas. Dipangkunya tubuh gadis itu
dengan
penis masih menancap di vaginanya walau sudah mulai
kendor karena
mulai menyusut. Imron memeluknya sambil memijat pelan
payudaranya.
Sieny merasakan betapa banyak cairan orgasme yang keluar
dan
sperma Imron yang tertumpah di dalam sana hingga sebagian
meleleh
keluar dan terasa basah. Perlahan-lahan penis Imron mulai
melembek
dan akhirnya ia menurunkan gadis itu dari pangkuannya. Sieny
merasa
dirinya begitu menjijikan, apa yang dilakukannya barusan
benar-benar
seperti perempuan murahan yang haus seks, tapi toh
segalanya sudah
telanjur dan ia menikmatinya, apakah ini yang disebut guilty
pleasure?
Ia termenung dengan mata menatap langit biru seolah sedang
menunggu jawaban dari atas sana.
"Ini Non pakaiannya, jangan bengong aja ntar masuk angin!"
Imron
yang telah memakai kembali celananya menyodorkan
pakaiannya yang
telah dia pungut.
Sieny tersadar dari lamunannya dan buru-buru menerima
pakaiannya,
ia mulai merasakan terpaan angin di itu membuatnya
menggigil.
"Eh...Pak? Mana celana dalam saya, BH-nya juga kok
hilang?" tanya
gadis itu kebingungan karena tidak menemukan pakaian
dalamnya.
"Saya pegang dulu ya Non, supaya kita bisa ketemu lagi."
Imron
mengeluarkan kedua pakaian dalam itu dari sakunya sambil
tersenyum
lebar.
"Apa?! Cukup sampai sini Pak! Ini sudah kelewatan!" kata
Sieny agak
membentak.
"Weiss...weis...jangan marah gitu Non, tapi kalau cantik biar
marah juga
tambah cantik" Imron memegang dagu gadis itu dan
menatapnya, "kita
kan sama-sama menikmati Non, termasuk pacar Non juga,
ingat yang
saya bilang tadi lupakan batasan-batasan norma supaya bisa
menikmati sepenuhnya, lepaskan hasrat liar Non sebebas-
bebasnya"
Sieny memandang kesal padanya, ia mau tak mau harus
menuruti
keinginan bejat si penjaga kampus ini, namun diakui atau
tidak
sebenarnya ia masih ingin diperlakukan seperti budak seks
olehnya.
"Gimana kalau besok sore kita bertemu lagi Non? Saya punya
sesuatu
yang lebih seru untuk Non" tanyanya
"Nggak...ga bisa, besok saya ada urusan"
"Kalau lusa bagaimana?"
"Mmmm...iya, tapi...tolong rahasiakan semua ini Pak, saya
mohon"
pintanya memelas.
"Saya tunggu Non di ruang multimedia gedung kuliah
bersama, jam
enaman aja, udah sepi" kata Imron membalik badan dan
mengelus
pantat gadis itu, "Oke, saya duluan, supaya ga ada yang
curiga, kalau
turun nanti jangan lupa tutup pintunya yah Non" sambungnya
memperingati sambil berjalan menjauh.
Akhirnya tanpa mengenakan dalaman, Sieny memakai kembali
kemeja
dan roknya serta segera merapikan diri.
Setelah itu berbenah, Sieny beranjak dari tempat itu, ia
merasa agak
jengah tidak memakai dalaman di keramaian kampus seperti
itu,
putingnya terasa mencuat tegang di balik kemeja, untungnya
tidak
terlalu tipis dan warnanya biru langit sehingga tidak terlalu
tembus
pandang. Hal itu sekaligus menimbulkan perasaan tegang dan
gairah
yang menggebu-gebu. Ia tidak pernah membayangkan dirinya,
seorang
mahasiswi yang anggun dan modis, berani tidak mengenakan
dalaman
di kampus. Jantungnya semakin berdebar-debar ketika
melewati
serombongan mahasiswa yang sedang menunggu kuliah di
sebuah
koridor, terlebih ketika berpapasan dengan beberapa orang
yang
dikenalnya dan terpaksa menyapa. Sebenarnya sebagai salah
satu
bunga kampus ia sudah biasa diperhatikan dan dikagumi pria,
namun
karena saat itu sedang dalam keadaan tegang, tatapan pria di
sekitarnya serasa menelanjanginya. Ia was-was apakah
mereka tahu
dirinya tidak memakai dalaman atau dapatkah mereka melihat
belahan
pantatnya tercetak di rok. Ia pun mempercepat langkahnya
dan bersikap
sewajar mungkin ketika harus menyapa orang, dalam hati ia
berharap
segera tiba di apartemennya. Sepuluh menitan jalan kaki
dengan hati
deg-degan akhirnya tiba juga di apartemennya. Begitu
menutup pintu
kamar ia langsung menghembuskan nafas panjang, lega
sekali, rasanya
seperti maling yang harus mengendap-ngendap agar bisa
meloloskan
diri tanpa diketahui orang saja. Ia menjatuhkan diri ke sofa
empuk,
matanya melirik ke meja melihat sekotak rokok dan lighter
milik Willy
yang tertinggal. Sebenarnya ia sangat jarang merokok bahkan
berusaha
menjauhinya akhir-akhir ini, namun tangannya meraih kedua
benda itu.
Diselipkannya sebatang rokok pada bibirnya yang tipis, lalu
disulutnya
dengan lighter. Puufff...mulutnya menghembuskan asap,
pikirannya
nerawang merenungkan kegilaan yang baru saja dilakukannya.
#############
"What!!....apa lu bilang? Jadi lu gituan lagi sama si penjaga
kampus
itu?" Willy terkejut ketika mendengar pengakuan pacarnya.
Saat itu mereka sedang di mobil dalam perjalanan menuju ke
sebuah
hotel untuk menghadiri sebuah undangan pernikahan salah
satu teman.
Sieny memutuskan untuk mengakui perbuatannya kemarin
dengan
penjaga kampus itu, namun ia tidak mengatakan bahwa
pakaian
dalamnya sedang disita oleh pria itu dan besok berjanji akan
bertemu
lagi, terlebih mengenai kepuasannya yang luar biasa melebihi
ketika
bercinta dengan kekasihnya, ia masih malu dan tidak enak
mengatakan
yang satu itu, ia sendiri merasa sudah melangkah terlalu jauh.
Sedangkan Willy, entah mengapa, mendengar pengakuan
kekasihnya itu
ia malah terangsang dan bergairah walau ada rasa marah dan
cemburu
juga.
"Gimana awalnya Sien? dia apain aja lu?" tanyanya
penasaran.
Sieny pun menceritakan dari awal ketika bertemu di
perpustakaan
hingga diajak naik ke tempat tertinggi di kampus itu. Penis
Willy
mengeras dan terangsang habis mendengar cerita pacarnya
ini. Sambil
mendengarkan tangannya menyingkap gaun malam Sieny dan
mengelusi pahanya.
"Akhirnya dia kembaliin celana dalamlu Sien?" tanyanya
setelah Sieny
menceritakan persetubuhan di atap gedung itu.
"Eerrr...iya...akhirnya dia kembaliin!" ia harus berbohong di
bagian ini
karena tidak ingin Willy mengorek lebih jauh lagi.
"Wow...edan juga, lu bikin gua horny aja Sien" Willy
menyusupkan
tangannya lebih dalam hingga menyentuh kemaluan
kekasihnya yang
masih tertutup celana dalam.
"Aahh!" Sieny mendesah dengan tubuh bergetar, "udah
ah...nyetir yang
bener sana! Udah hijau tuh!" ia mengeluarkan tangan
pacarnya.
Willy pun buru-buru menggeser gigi dan menginjak gas karena
agak
terlambat menyadari lampu telah menyala hijau.
"Duh mau apa lagi sih Wil?" Sieny meronta ketika Willy
memeluknya
setelah tiba dan memarkirkan mobilnya di sebuah tempat agak
sepi di
basement.
"Bentar aja Sien, gua horny berat nih!" sahut Willy sambil
menyibak
lebih tinggi rok kekasihnya dan menggelusi vaginanya dari
luar,
sedangkan tangan satunya menurunkan gaun itu lewat
bahunya,
payudara Sieny yang hanya tertutup cup pada gaun malam
berdada
rendah langsung terbuka.
"Ssshh...aaahhh, jangan dong Wil, tar ada yang
liat...mmmhh!" gadis itu
mendorong-dorong kepala kekasihnya yang asyik mengenyoti
payudaranya, sepasang kaki jenjangnya saling bergesekan
menahan
geli akibat belaian pemuda itu pada selangkangannya.
Jemari Willy mulai menyusup lewat pinggir celana dalam
kekasihnya, di
dalam sana sudah lembab dan sedikit becek karena
terangsang. Sieny
menggeliat merasa seperti tersengat listrik ketika jari-jari itu
mengelus
bibir vaginanya lalu menyusup masuk ke dalamnya. Desahan
seksi
terdengar dari mulutnya membuat pemuda itu semakin gemas
apalagi
mengingat-ingat cerita barusan. Tangannya menarik lepas
celana dalam
Sieny yang menggerakkan kaki membiarkan celana dalam mini
berwarna krem itu terlepas dan jatuh di lantai jok depan.
"Uuhh...jangan, ntar make up gua luntur!" Sieny menahan
wajah Willy
dan memalingkan wajah ketika pemuda itu hendak memagut
bibirnya.
Willy mengerti alasan itu namun ia masih bernafsu, sebagai
gantinya ia
menurunkan gaun itu yang sebelah lagi. Sieny pun kini topless
dan
pasrah membiarkan pacarnya menikmati kedua payudaranya.
Matanya
tetap awas memperhatikan keadaan diluar, ia tidak ingin
kepergok lagi
seperti di kampus beberapa hari lalu. Ia pun berinisiatif
menarik tuas
jok dan mendorong sandaran dengan punggungnya agar bisa
setengah
berbaring.
Puas bermain-main dengan payudara kekasihnya sampai
basah kuyup
dan meninggalkan bekas cupangan, Willy mengangkat paha
kanan
kekasihnya itu lalu secepat kilat membenamkan wajah pada
selangkangannya. Ia memainkan lidahnya menyentil-nyentil
klitoris
Sieny membuatnya semakin menggelinjang dan mengerang
nikmat.
Sieny tak sanggup menahan sensasi geli yang luar biasa di
bawah
sana, tangannya meremas-remas payudaranya sendiri dan
mulutnya
memanggil-manggil nama kekasihnya itu. Hingga akhirnya
tubuhnya
melengkung ke atas ketika orgasme itu datang. Willy melumat
kemaluan
pacarnya itu seperti mau menelannya, mulutnya menyedoti
cairan
orgasme yang keluar secara kontinyu. Sieny menahan diri agar
tidak
menjerit atau bergerak terlalu liar yang menyebabkan mobil
ikut
bergoyang dan mengundang perhatian.
"Udah Wil, kita terusin nanti aja yah!" Sieny mengangkat
kepala
cowoknya yang masih asyik melahap sisa-sisa cairan
orgasmenya.
Ia cepat-cepat merapikan kembali gaunnya, namun ketika
mengambil
celana dalam dan hendak memakainya, Willy mencegahnya.
"Sien...jangan...gimana kalau lu ga usah pakai itu, supaya
lebih seksi
gitu" katanya, "pasti exciting banget kaya cerita lu tadi itu."
"Hihihi...terserah lu deh, kayanya lu emang seneng ya yang
kaya gitu"
Sieny tertawa kecil dan tidak jadi memakai celana dalamnya.
Mereka pun keluar dari mobil bergandengan tangan menuju
ruang
pesta. Ketika tiba di pintu masuk tempat menulis buku tamu,
Sieny
merasa deg-degan juga dalam hatinya, namun ia dengan
cepat
membiasakan diri.
"Sien...kalau ada orang tau gimana tuh hehe!" bisik Willy.
"Sssttt...diem ah!" Sieny mencubit lengan pacarnya itu.
Selama pesta Willy begitu menikmati kecantikan kekasihnya
dalam
balutan gaun malam yang seksi dan tidak memakai dalaman.
Ia bangga
orang-orang memandang kagum pada pacarnya ini.
Akhirnya setelah makan dan potret bersama, mereka pun
bersalaman
dengan pengantin untuk pamit pulang. Namun keluar dari
ruang pesta
Willy bukannya menuju ke basement melainkan ke sebuah
toilet di
lorong hotel yang sepi.
"Mau kemana nih? Duh jangan cepet-cepet gitu dong, sepatu
gua kan
hak!" protes Sieny karena Willy berjalan cepat sambil menarik
pergelangan tangannya, "oh no, please Wil, jangan...jangan,
pesta udah
mau bubar!" tolaknya menyadari kekasihnya ingin mengajak
bercinta di
toilet hotel seperti beberapa bulan lalu.
"Makannya cepet, gua udah kebelet banget!" kata Willy
bersemangat.
Willy membuka pintu toilet pria, setelah memastikan di sana
tidak ada
orang lain lagi, ia menarik kekasihnya masuk ke dalam.
Tempat itu
seperti toilet-toilet di hotel berbintang pada umumnya, sangat
bersih
terawat dengan tiga tempat kencing berdiri, sebuah wastafel
panjang,
dan empat bilik. Willy membawa masuk kekasihnya ke bilik
paling
ujung. Tanpa buang-buang waktu lagi, setelah mengunci pintu
ia
segera mencuim bibir Sieny dengan ganas sambil tangannya
membuka
sabuk dan resletingnya terburu-buru. Pemuda itu pun
memelorotkan
celananya, lalu ia menyibak rok kekasihnya dan mengangkat
paha
kirinya. Ciuman Willy mulai turun ke lehernya, tiba-tiba,
'bless...
aaakkh!!' Sieny menjerit kecil tanpa bisa tertahan saat sebuah
benda
tumpul menyeruak masuk ke vaginanya.
"Uuhh...Wil, jangan ngagetin dong, tar ada yang denger!"
Pemuda itu tersenyum saja dan mulai menggoyangkan
pinggulnya
menggenjot kekasihnya. Sieny merintih merasakan nikmat tak
terkira, ia
berusaha mengendalikan suaranya agar tidak terlalu keras.
Genjotan
Willy makin lama makin ganas, Sieny tidak tahan lagi sehingga
ia
melumat bibir pemuda itu agar erangannya teredam dan tidak
kelepasan. Percintaan dalam situasi tegang ini sungguh
menambah
kenikmatan.
"Aah...Wil, gua udah mau!" desah Sieny dengan berbisik.
"Tahan Sien...kita keluar bareng ya" kata Willy mencoba
mengatur
tempo
Willy menggerakkan pinggulnya semakin cepat, terkadang ia
memutar-
mutar pinggulnya sehingga penisnya mengaduk-aduk vagina
kekasihnya.
"Mmhh...gua ga tahan lagi...aahh...ahhh!" desahnya panjang
diikuti
dengan orgasmenya.
Tubuh Sieny menegang dan kepalanya menengadah ke atas.
'cret...cret'
dirasakannya sperma kekasihnya tertumpah di rahimnya. Willy
juga
telah orgasme, tubuhnya mengejang dan memepet kekasihnya,
nafasnya
terengah-engah menikmati persetubuhan kilat yang baru saja
mereka
lalui. Keduanya melakukan French kiss sejenak lalu dengan
cepat
merapikan pakaian masing-masing.
"Rambut gua dah rapi kan? Muka gua aneh ga?" tanya Sieny
setelah
membenahi diri.
"Nah...dah beres, rapi lagi deh!" katanya seraya menyibak ke
belakang
beberapa helai rambut Sieny yang agak kusut.
Willy membuka pintu dan memantau keadaan di luar, setelah
yakin
masih sepi ia baru memanggil kekasihnya keluar. Mereka pun
berjalan
bergandengan tangan dengan hati plong karena baru
menuntaskan
syahwat masing-masing, mereka saling senyum pada
pasangan
masing-masing. Ketika mengantri keluar parkir mereka
membahas
permainan kilat barusan.
"Sien...gua jadi tambah nefsong aja tadi sambil ngebayangin
lu
dientotin orang-orang kelas bawah kaya yang lu ceritain itu"
ucapnya.
Gadis itu memalingkan wajahnya ke jendela, ia malu sekali
dan teringat
lagi persetubuhannya dengan Imron dan janjinya besok.
"Kapan-kapan kita ajak si penjaga kampus lu itu lagi yuk, gua
mau
ngeliatin lu digituin lagi sama dia" usul Willy sambil meraih
tangan
kekasihnya, "gimana?"
Tanpa diduga Sieny menyentakkan tangannya hingga terlepas
dari
genggaman Willy.
"Cukup! Lu kira gua apaan sih!? Pelacur yang harus ngikuti
fantasi gila
lu!?" hardik Sieny dengan nada tinggi.
"Nggak Sien bukan gitu...tapi lu kan juga...juga...!"
"Gua juga menikmati? Lu mau bilang itu kan!? Lu kira waktu
gua
ngelakuin itu sama dia gua enak-enak aja gitu?? Tau ga sih
kita ini
tambah kebablasan!"
"Bukan tapi kan lu juga bilang pengen nyoba hal-hal baru
waktu ml?"
"Iya tapi ini sudah kelewatan Wil, gua juga punya
perasaan...bukan
nafsu doang...lu pikir enak apa harus ML sama penjaga
kampus di
depan pacar gua?!" kata Sieny penuh emosi.
"Iya iya...sori Sien, gua emang kelewatan" Willy meminta
maaf, ia
memahami kemarahan pacarnya dari suaranya yang meninggi.
Willy baru sadar mobil di depannya sudah bergerak maju dan
ia segera
menginjak gas begitu mendengar mobil di belakang
mengklaksonnya.
Sepanjang perjalanan mereka diam membisu, pandangan
Sieny hanya
pada pemandangan di jendela mobil. Willy yang sudah hafal
dengan
sifat Sieny bungkam seribu bahasa sambil menunggu mood
kekasihnya
itu pulih. Tiba-tiba Willy merasakan ponselnya di saku
celananya
bergetar, ia segera mengambilnya dan menerima panggilan.
"Oohh gitu...jadi besok siang aja bisanya?" ia melayani
pembicaraan di
telepon sambil membawa mobil agak ke pinggir agar bisa
menyetir
lebih pelan.
Setelah beberapa saat berbicara, ia pun menyudahi
pembicaraan dan
menutup ponselnya.
"Sien, sori yah, gua emang kelewatan" katanya sambil
menggenggam
tangan kekasihnya, ia diam tidak menepisnya pertanda
kemarahannya
sudah turun "tapi lu kan masih harus ke kampus, kalau
ketemu orang
itu lagi harus gimana?"
"Gua coba ngehindar, lagian gua kan tinggal setengah tahun
kurang
lagi terus lulus, ke kampus cuma buat bimbingan aja,"
jawabnya, "tadi
kenapa?"
"Itu...kayanya besok siang udah harus ke Surabaya, tiketnya
cuma ada
jam itu"
"Lu ga lama kan disana?" tanya Sieny, "gua ga tau kenapa
ada feeling
gak enak aja jadinya"
"Gak kok, Jumat siangnya lamaran, sore gua udah balik"
jawabnya
mengenai masalah dirinya harus pergi menghadiri lamaran
pernikahan
salah seorang sepupunya.
Tak lama kemudian mereka pun sampai di depan gerbang
apartemen
Sieny. Awalnya Willy ingin ikut masuk dan bercinta sebelum
besok
pergi meninggalkannya, namun Sieny menolak dengan alasan
perlu
istirahat.
"Hati-hati yah besok!" katanya sambil mencium pipi pemuda
itu
sebelum membuka pintu dan turun dari mobil.
############################
6: 12, ruang dosen, gedung fakultas teknik
Dalam ruang yang lampunya sudah sebagian dimatikan itu,
tubuh Diana
terbaring di atas sebuah meja panjang dengan seluruh kancing
kemeja
terbuka dan cup bra tersingkap ke atas, demikian pula roknya
yang
sudah terangkat sampai pinggang dan celana dalamnya
tergelatak di
lantai. Sementara di sebelahnya, Imron sedang membungkuk
dan
melumat payudaranya dengan penuh nafsu.
"Eemmm....sssllrrppp....sssrrpp!" bunyi suara hisapan dan
jilatan itu.
Mulut Imron berpindah mengisap payudara yang satunya,
tangannya
terus mengobok-obok vagina dosen cantik yang wajahnya
mirip Olga
Lydia itu, jarinya keluar-masuk dan menggeseki klitorisnya.
Diana
mendesah tertahan dengan tubuh menggeliat-geliat diterpa
kenikmatan.
"Hehehe...gimana Bu, enak kan?" tanya Imron mengangkat
kepalanya
dari dada Diana dan tersenyum menjijikkan.
Perasaan malu dan kotor menyergap Diana, wajahnya
memerah karena
tak sanggup berbuat apapun melawan nafsu binatang si
penjaga
kampus itu. Begitulah nasibnya, seorang wanita baik-baik dan
berpendidikan tinggi, juga seorang istri bagi suaminya, kini
telah
menjadi budak seks yang harus merelakan tubuhnya dipakai
sekehendak hati pria itu.
"Sudah Pak Imron, saya suami saya sedang menunggu di
rumah!" Diana
memohon.
Ironis memang di hari ulang tahun pernikahan mereka ini, ia
masih
harus melakukan perbuatan terkutuk itu.
"Kan masih jam segini Bu, santai aja" kata Imron kalem,
"lagian ibu kan
lebih puas main sama saya daripada suami Ibu"
"Pak, jangan omong sem...hhhmmhh!" sebelum Diana
menyelesaikan
protesnya, Imron sudah melumat bibirnya memotong
kalimatnya.
Anehnya, Diana malah membalas ciuman Imron, naluri
seksnya telah
bekerja mengalahkan akal sehatnya. Mereka berciuman panas
sambil
berpelukan, jari-jari Imron makin cepat mengorek-ngorek
vaginanya.
Di tengah percumbuan itu, Imron merasakan ponselnya
bergetar di
kantung celananya, berhenti sekali lalu bergetar lagi. Ia
menegakkan
tubuh wanita itu hingga terduduk di tepi meja, lalu melepaskan
ciuman
tanpa menghentikan permainan jarinya di vagina wanita itu.
Tangannya
yang satu mengambil ponsel di saku celananya, sebuah
senyum
tergurat di wajahnya melihat dua kali misscall nomor tak
dikenal di
ponselnya.
"Aaakkhh...aahh!" Diana semakin tidak tahan karena jari-jari
Imron
semakin cepat keluar masuk vaginanya.
Akhirnya dengan sebuah desahan panjang menandai ia
mencapai
orgasmenya, dipeluknya Imron dengan erat. Cairan
kewanitaannya
meleleh keluar membasahi meja di bawahnya. Tak lama
kemudian tubuh
Diana pun melemas lagi, pelukannya terhadap Imron
mengendur dan
nafasnya ngos-ngosan. Imron menarik jarinya dari vagina
dosen cantik
itu lalu menjilati cairan yang membasahi jarinya.
"Lihat Bu, basah banget!" ucapnya sambil menunjukkan jari-
jarinya
yang basah, "Udah hari ini segini aja, Ibu boleh pulang, saya
juga ada
perlu."
Dianabengong juga mendengar Imron melepaskannya, ia
bersyukur
Imron tidak berlama-lama menikmati tubuhnya hari ini karena
ia telah
berjanji pulang lebih awal untuk merayakan ulang tahun
pernikahannya.
Ia segera turun dari meja dan buru-buru membenahi diri.
"Hehe...Ibu sepertinya ngejar sesuatu, ada apa Bu?" tanya
Imron sambil
mengelus dagu dan mengangkat wajah Diana.
"Ini hari pernikahan kami, tolong Pak jangan persulit saya"
kata Diana
agak bergetar.
"Ooh...jadi gitu, pantesan Ibu pengen cepet-cepet...ya udah
sana
pulang!" kata Imron, "salam buat suami Ibu dari saya yah!"
tangannya
meremas pantat wanita itu dengan kurang ajar.
Diana hanya bisa memendam kekesalan melengos pergi
meninggalkannya. Setelah itu Imron pun mematikan lampu
dan keluar
dari ruang itu serta menguncinya.
########################
Sieny duduk di bangku panjang lantai enam gedung kuliah
bersama,
hanya dirinya seorang diri di tempat itu. Lampu telah menyala
menerangi koridor itu karena langit sudah mulai gelap. Ia baru
saja
pulang dari gym sore itu, tapi ia tidak segera pulang ke
apartemennya,
entah mengapa kakinya seperti melangkah sendiri
membawanya ke
kampus dan menunggu di tempat yang dijanjikan penjaga
kampus itu
kemarin lusa. Memang ada alasan menemui pria itu, yaitu
meminta
kembali celana dalam dan bra yang disitu itu, tapi benaknya
terus
terbayang-bayang saat-saat intim bersama pria itu dan terus
terang....ia
masih ingin merasakannya lagi.
"Lupakan segala batasan dan norma untuk meraih kenikmatan
yang
sesungguhnya" kata-kata Imron itu terus terngiang-ngiang di
memorinya.
"No...no, gua kesini hanya mengambil barang gua yang dia
sita!"
batinnya sedang bergumul hebat.
"Kau budak seks, perempuan binal, gak punya harga diri,
pezinah!!"
seolah ia mendengar suara-suara yang berseru seperti itu
padanya.
Betapa keresahan melanda hatinya, ia sendiri tidak tahu
kenapa ia
malah mengikuti ajakan pria itu bertemu. Kedua tangannya
memeluk
kepalanya sendiri dan menunduk ke bawah seperti orang sakit
kepala.
"Tidak...aku bukan perempuan seperti itu...aku bukan
pelacur!!" jeritnya
dalam hati.
"Itu kan katamu Sien, buktinya ngapain kau menghubungi
nomor yang
dia berikan untuk memanggilnya, kau masih mau merasakan
kontolnya
kan Sien?! Kau memang budaknya, budak...budak...!!" suara
itu terus
mencecarnya sehingga ia tidak tahan menitikkan air mata.
Ia baru bangkit dari bangku dan baru memutuskan untuk
pulang saja
ketika penjaga kampus bejat itu sudah muncul dan
menghampirinya.
"Aha...Non ternyata datang juga ya...saya kira gak bakal
datang lagi!"
sapanya, matanya menatap dari atas hingga bawah tubuh
Sieny yang
memakai kaos dan celana panjang ketat dari bahan jeans
yang
mencetak bentuk paha dan pinggulnya.
"Nggak Pak, sudah cukup, saya kesini buat minta kembali
barang saya!"
bantah gadis itu kesal.
"Sabar Non, sabar, pasti saya kembaliin kok...omong-omong
Non ga
enak badan? Saya liat kaya cape gitu sampe nunduk-nunduk"
kata
Imron dengan kalemnya.
"Cuma ambil itu aja Non? Atau masih pengen ginian lagi?"
Imron
menunjukkan jempolnya yang diselipkan diantara telunjuk dan
jari
tengah.
Wajah dan telinga gadis itu memerah karena kekurangajaran
pria itu,
ingin rasanya menamparnya tapi ia serasa tidak sanggup
melakukannya.
"Gini Non, kita masuk aja dulu, bicarain di dalam, kan ga enak
kalau
kita keliatan orang disini!" Imron berjalan ke pintu dan
membuka
kuncinya.
Bak dihipnotis, Sieny menurut saja diajak masuk ke dalam, ia
baru
tersadar setelah mendengar suara pintu ditutup dari
belakangnya. Ia
menengok dan melihat pria itu tersenyum menyeringai
padanya.
"Boleh saya minta barang saya Pak? Sudah cukup ini semua"
pintanya
dengan suara lemah, dalam hatinya masih bergumul hebat
saat itu.
"Nanti pasti saya kembaliin, tapi Non tau gak saya ajak kesini
untuk
apa?" Imron mengeluarkan sebuah cd dari balik seragam
karyawannya,
"Saya pengen ajak nonton bareng ini!"
Walau resah melandanya, ia menurut saja ketika Imron
menggandeng
tangannya dan membawanya ke deretan tempat duduk yang
berbentuk
setengahlingkaran seperti tribun mini, di seberang deretan
kursi
tersebut terdapat layar besar untuk menampilkan gambar dari
infocus di
atas langit-langit. Ia mengambil tempat duduk di deretan
agak
belakang.
"Tunggu yah Non, saya stel dulu filmnya!" Imron menuju ke
audio
visual di belakang deretan kursi itu.
Infocus menyala menembakkan gambarnya ke layar. Film dari
vcd yang
ditunjukkan Imron tadi pun dimulai. Sieny terkesiap melihat
adegan di
layar yang memperlihatkan seorang wanita cantik duduk di
sofa diapit
dua orang pria setengah baya, yang satu berperut tambun dan
satunya
berpeci dan tubuhnya bongkok. Kedua pria itu lalu melucuti
satu demi
satu pakaian wanita itu yang hanya bisa pasrah tak berdaya.
Wanita itu
kelihatannya berusaha menutupi wajahnya dari sorotan
kamera namun
tangannya dipegangi oleh kedua pria yang mengerubunginya
dan
kamera tetap mengarah padanya. Si pria bongkok itu melumat
buah
dada wanita itu yang sudah terbuka sementara si pria tambun
menggerayangi tubuh mulusnya sambil menciumi leher dan
pundaknya.
"Hehehe...gimana? Seru kan Non?" tanya Imron menghampiri
dan duduk
di sebelahnya, "ini bukan film bokep biasa Non, ini nyata dan
pemainnya ada di kampus ini, coba liat perempuan itu kan
dosen disini,
di ekonomi, namanya Rania."
Penjelasan Imron membuat Sieny semakin tertegun dan tak
sanggup
berkata apa-apa. Pantas wanita itu sepertinya familiar,
ternyata dosen
disini, tapi bagaimana mungkin bisa terlibat film seperti ini?
Seribu
satu pertanyaan memenuhi benaknya, sudah sedemikian
gilakah dunia
ini?
"Itu yang bapak-bapak gendut masa Non juga ga tau?" tanya
Imron
lagi sambil memijat paha Sieny, gadis itu menggeleng, "itu kan
Pak
Dahlan, ketua jurusan arsitektur, ya dosen disini juga, ini
syutingnya di
rumah beliau, kalau yang pake peci itu pembantunya"
"Nggak...ini nggak mungkin Pak, gak mungkin dosen disini
bikin film
kaya gini!" kata Sieny menggeleng-geleng kepala tak percaya
semua
ini.
"Nggak mungkin gimana Non, ini nyata mereka melakukannya,
sama
seperti kita" Imron mendekap tubuh gadis itu dan meremas
payudaranya.
"EEehh...jangan Pak!" ia meronta tapi hanya setengah hati.
Imron mulai mencium bibir Sieny, gadis itu mengelak tapi ia
memegangi kepalanya, bibirnya yang tebal itu mulai menyapu
lembut
bibir gadis itu yang dikatupkan rapat-rapat.
"Santai Non, kalau tegang gini mana enjoy?" kata Imron
sambil terus
menciuminya.
"Jangan...mmhhh!" suara Sieny terpotong oleh pagutan pria
itu.
Teringat lagi kata-kata Imron waktu itu, "Lupakan segala
batasan dan
norma untuk meraih kenikmatan yang sesungguhnya.", ia pun
memejamkan mata menikmati percumbuan itu. Imron begitu
lihai
mengobarkan nafsunya sehingga tanpa sadar gadis itu
membalas
ciumannya. Sieny merasakan pertahanannya runtuh sedikit
demi
sedikit, ia sendiri telah berjanji pada kekasihnya untuk
menghindar dari
Imron dan tidak melakukan perbuatan itu lagi, tapi ledakan
birahinya
dan kerinduannya akan kenikmatan seperti kemarin tidak bisa
dibendung lagi, lagian toh kekasihnya juga yang pertama kali
menyuruhnya bercinta dengan penjaga kampus ini.
"Maaf Wil, gua ga bisa nolak...gua ga punya kekuatan untuk
itu!"
Imron melucuti pakaian Sieny satu-persatu hingga bugil,
dipandanginya tubuh telanjang gadis itu dengan penuh
kekaguman.
Sementara itu gambar di layar sedang memperlihatkan Rania
sedang
mengoral penis dan tampak tangannya sedang mengocok
penis yang
lain. Kamera mensyutingnya secara close up sehingga terlihat
jelas
penis itu maju mundur seperti menyetubuhi mulutnya. Ketika
sedang
terpana menonton adegan itu, Sieny merasakan kedua kakinya
direnggangkan. Ia melihat ke bawah, ternyata Imron telah
berjongkok
diantara kedua kakinya.
"Oohhh!!" tanpa buang waktu Imron sudah menjilati vaginanya
yang
becek sehingga membuatnya mendesah tak tertahankan.
Sieny menggeliat liar di kursi merasakan lidah penjaga kampus
itu
menyapu bibir vaginanya, menggelitik klitorisnya dan
menyedotinya.
Sungguh sensasi yang luar biasa apalagi sambil menyaksikan
adegan
panas di layar.
Sebuah tangan Imron menjulur ke atas dan mencaplok
payudara kirinya,
tangan itu mulai meremas dan memilin-milin putingnya.
Nampak di
layar Rania masih sibuk mengoral penis Pak Dahlan, si dosen
bejat
sementara Thalib asyik mengenyoti payudaranya sambil
tangannya
menggerayangi tubuh mulus itu.
"Yah Pak...eeenggh enak...aaahh!" desah Sieny tidak malu-
malu lagi,
ruang ini kedap suara sehingga ia tidak ragu-ragu
mengeluarkan
suaranya tanpa perlu ditahan-tahan.
Bukan hanya lidah pria itu yang beraksi di vaginanya, jari-
jarinya pun
turut bermain sehingga semakin membuatnya terbuai akan
kenikmatannya. Berkali-kali lidah dan jari pria itu merangsang
daging
kecil sensitifnya. Hingga akhirnya tubuhnya mengejang dan ia
mendesah panjang, Imron mengisap cairan orgasme yang
memancar
keluar dengan bernafsu. Kedua paha mulus gadis itu mengapit
erat
kepalanya karena menahan rasa geli dari gelombang orgasme
ini.
"Ini baru pemanasan Non, masih banyak yang asyik!" Imron
bangkit
berdiri, mulutnya belepotan cairan orgasme gadis itu.
Sieny terbaring di kursi dengan nafas tersenggal-senggal,
sementara
Imron membuka celana di hadapannya. Ia tertegun melihat
penis yang
telah mengacung tegak itu mengarah padanya, sebelum
diminta ia
sudah terlebih dulu menggenggam batang itu mengikuti naluri
seksnya.
"Bagus gitu manis, sekarang diemut kaya waktu itu yah!"
Imron
tersenyum sambil membelai rambut gadis itu.
Tanpa diminta lagi, Sieny membuka mulut dan memasukkan
penis itu
ke mulutnya, diemutnya. Ia menggerakkan lidah menjilati
kepala penis
itu lalu ke seluruh permukaannya membuat pemiliknya
mendesah
nikmat. Birahi mengalahkan rasa jijik dan malunya sehingga ia
melakukan oral seks itu tanpa canggung lagi.
Sekitar sepuluh menit Sieny melayani penis Imron dengan
tangan dan
lidahnya, ia melakukan semuanya dengan lihai hingga akhirnya
Imron
menarik lepas penisnya.
"Sebentar Non", katanya sambil mengeluarkan ponsel dari
saku bajunya
yang bergetar.
"O iya...iya Pak udah di depan yah, saya ga denger sori...oke
sekarang
saya buka ya!"
"Sekarang Non saatnya, dijamin Non ga akan lupa
pengalaman ini!"
katanya menyeringai sambil menutup ponsel.
"A-apa...apa maksud Bapak?" tanya Sieny.
"Yuk ikut saya Non, saya tunjukin!" Imron menarik lengan
gadis itu dan
menyeretnya.
Sieny walau bimbang tetap mengikuti kemana pria itu
membawanya.
'Tok-tok-tok!' suara ketukan di pintu membuatnya terkejut
dan takut.
"Siapa itu Pak, kita ketahuan" katanya dengan terbata-bata.
"Tenang Non, tenang, itu emang saya yang manggil kok, ini
yang saya
bilang kejutan itu" jawabnya santai, "sekarang Non bukain ya
pintunya"
"Apa? Ini gila, saya gak mau Pak!" Sieny meronta dan
menyentakkan
lengannya yang dipegangi Imron namun pria itu terlalu kuat
mencengkramnya, "lepaskan saya Pak, sudah cukup semua
ini!"
"Eit...eit, kan Non sendiri yang pengen kenapa sekarang malah
mau
mundur?" Imron mendekap tubuh gadis itu untuk meredam
rontaanya.
Tanpa mempedulikan penolakan dan rontaan gadis itu, Imron
mendekap
dan menyeret gadis itu ke pintu lalu dengan tangan yang satu
ia
membukakan pintu. Pak Dahlan dan si satpam Kahar yang
muncul di
depan pintu melotot lebar-lebar melihat Imron menyambut
mereka
sambil mendekap seorang gadis cantik yang dalam keadaan
telanjang
bulat.
Keduanya buru-buru masuk dan kembali menutup pintu,
mereka
melongo menyaksikan keindahan tubuh Sieny yang sengaja
dipertontonkan Imron pada mereka dengan menelikung kedua
tangannya ke belakang, payudaranya yang montok itu nampak
makin
membusung indah. Sieny sendiri juga terkejut karena salah
satu orang
itu tidak lain adalah 'aktor' yang filmnya sedang diputar di
layar itu.
"Wah...wah...lu emang pinter pilih barang Ron, mantap bener
satu ini!"
Pak Dahlan berdecak kagum sambil meremas payudara kiri
Sieny.
"Ini salah satu kecengan gua, akhirnya kesampaian juga
impian gua, lu
emang top Ron!" puji Kahar.
Sieny meronta berusaha melepaskan diri dari kerubutan tiga
pria
berwajah sangar ini, rontaannya baru berhenti ketika tangan-
tangan
kasar itu menjamahi tubuhnya. Birahi mulai kembali
menguasai dirinya,
apalagi lidah Imron menggelitik leher dan telinganya dari
belakang.
Baru kali ini ia melakukannya secara keroyokan, walau merasa
harga
dirinya benar-benar jatuh ia tak bisa menyangkal
kenikmatannya.
"Namanya siapa Dik, kok Bapak jarang liat ya?" tanya Pak
Dahlan tanpa
menghentikan jamahannya di setiap lekuk tubuh yang indah
itu.
"Sieny Pak" jawabnya lirih.
"Kocokin ini dong Non Sieny!" sahut Kahar membawa tangan
gadis itu
memegang penisnya yang entah kapan dia keluarkan.
Sieny menelan ludah melihat penis besar berurat itu, benda itu
juga
terasa berdenyut-denyut dalam genggamannya.
Mmmm...tiba-tiba bibir
Pak Dahlan sudah menempel di bibirnya, tanpa perlawanan, ia
membuka bibir membiarkan lidah pria itu masuk dan bermain-
main di
mulutnya. Ia merasakan benar-benar menjadi budak seks
yang dapat
diperlakukan sekehendak hati ketiga pria ini, namun anehnya
hal itu
malah membuat gairahnya semakin naik.
Sieny makin tenggelam dalam permainan mereka, sedikit demi
sedikit
ia makin menyerahkan dirinya diperbudak oleh mereka. Ia
berlutut
dikerubungi ketiga pria bejat itu, tanpa diminta ia
membukakan sabuk
dan resleting celana Pak Dahlan lalu mengeluarkan penisnya
dari balik
celana dalamnya.
"Nah gitu baru pinter, udah lu didik berapa lama Ron, nurut
banget nih
cewek!" komentar Pak Dahlan sambil berkacak pinggang.
"Baru kok belum juga dua minggu, emang dasarnya doyan
kontol aja,
saya cuma ngajarin supaya ga malu-malu" jawab Imron.
Tawa memuakkan memenuhi ruangan ini disertai komentar-
komentar
yang menjijikkan yang membuat perasaan gadis itu makin
campur
aduk. Ia menjilati penis si satpam di genggamannya tanpa
menghiraukan harga dirinya, penis itu dijilatinya dari ujung
hingga
pangkalnya sampai benda itu basah oleh liurnya.
"Wuih...nyepongnya jago nih!" sahut Kahar kembali disambut
tawa yang
lain.
Tak lama kemudian, Pak Dahlan yang hanya dikocok oleh
tangan gadis
itu meninggalkan mereka sejenak. Ia masuk ke ruang audio-
visual lalu
kembali dengan membawa sebuah bangku lipat.
"Ayo duduk sini Dik, Bapak mau jilat-jilat dikit dulu!"
perintahnya.
Ketiganya membantu gadis itu yang sudah lemas duduk di
kursi. Pak
Dahlan mengambil posisi diantara kedua pahanya, ia
membenamkan
wajahnya di selangkangan gadis itu dan mulai melumat
vaginanya.
Sieny bergetar merasakan kenikmatan dari vaginanya yang
dijilati lidah
hangat dosen bejat itu. Imron menggerayangi tubuhnya
dengan
tangannya yang kasar, sesekali mulutnya nyosor menyusu
pada
payudaranya. Sementara ia juga masih harus melayani penis
si satpam
dengan mulutnya. Kenikmatan datang bertubi-tubi dari seluruh
penjuru
tubuhnya, ia baru merasakan nikmatnya digangbang seperti
ini.
Sementara di layar nampak adegan Rania sedang menaik-
turunkan
tubuhnya yang dipangku Pak Dahlan dengan posisi
memunggungi, si
bongkok, Thalib terus mengenyoti payudaranya bergantian,
sesekali ia
juga melumat bibir dosen cantik itu. Kemudian kamera meng-
close up
alat kelamin Rania dan Pak Dahlan yang sedang menyatu,
penis gemuk
pria itu basah mengkilap akibat cairan persetubuhan mereka.
Namun
mereka yang di ruang itu lebih fokus pada Sieny daripada
adegan di
layar. Jilatan-jilatan Pak Dahlan pada klitorisnya membuat
Sieny
merasa tubuhnya seperti meriang, kedua belah paha mulusnya
mengapit erat kepala pria itu karena menahan geli.
"Mmhh...eemmm!" desahan tertahan terdengar dari mulutnya
yang
sedang mengulum penis si satpam.
Sieny merasakan dorongan untuk memuaskan ketiga pria ini
semakin
besar. Ia dengan agresif memutar lidahnya mengitari batang
penis itu,
cukup sulit juga karena benda itu terlalu besar untuk ukuran
mulutnya
yang mungil. Ia semakin tak sanggup menahan rangsangan
dari bawah
sana, kewanitaannya semakin berdenyut dan siap
mengucurkan cairan
orgasme lagi seiring dengan jilatan dan hisapan Pak Dahlan
yang
makin intens.
"Asyik kan Non, Non suka kan?" bisik Imron di telinganya
sambil
tangannya mengelusi punggungnya yang mulai berkeringat.
Dengan penis si satpam yang masih di mulutnya, gadis itu
mengangguk pelan, hilang sudah segala rasa malunya saat
itu. Tak
lama kemudian, Pak Dahlan menyudahi oral seksnya padahal
saat itu
Sieny sudah akan mencapai puncak, sehingga ia merasa
tanggung. Pak
Dahlan sebenarnya sudah tahu hal ini namun ia sengaja
mempermainkan nafsu gadis itu.
"Yuk turun, cukup deh pemanasannya!" kata Pak Dahlan
menurunkan
tubuh gadis itu hingga terbaring di lantai beralas karpet hijau
tipis.
Sieny mendesah lirih saat Pak Dahlan menggesek-gesekkan
penisnya
pada bibir vaginanya untuk mempermainkan nafsunya.
"Pakk...aahh!" desah Sieny ketika kepala penis itu menyundul-
nyundul
bibir vaginanya yang merekah dan becek, tangannya meraih
batang
penis itu seakan sudah tidak sabar ditusuk.
"Udah gatel yah Dik hahaha...udah pengen dimasukin kontol?"
goda Pak
Dahlan yang terus menggesek-gesek kepala penisnya.
"Iya Pak...ssshh...masukin Pak, saya kepengen!" jawab Sieny
mengikuti
dorongan birahinya.
"Non ini gatel banget ya, lu emang asli penakluk cewek Ron,
salut gua!"
puji Kahar.
"Udahlah ga usah banyak omong lagi, kita ngentot aja sampai
puas!"
kata Imron lalu melumat payudara kanan gadis itu.
Tubuh gadis itu menekuk ke atas dan mulutnya mengeluarkan
desahan
ketika penis gemuk Pak Dahlan masuk membelah bibir
vaginanya,
tangannya meremas rambut Imron yang sedang mengenyot
payudaranya
menahan nikmat.
"Uuhhh...gini nih kesukaan saya, memek yang legit, mantap
banget
deh!" komentar Pak Dahlan, sebuah komentar tak senonoh
yang tidak
pernah keluar bila sedang mengajar di kelas.
Sieny juga ikut menceracau tak karuan namun terhenti oleh
pagutan
Kahar pada bibirnya. Lidah si satpam beraksi sepuasnya di
dalam mulut
gadis itu. Sieny pun tidak tinggal diam, lidahnya turut beradu
dengan
lidah pria itu dan masuk ke mulutnya tanpa mempedulikan
nafasnya
yang tidak sedap karena bau rokok murahan. Sambil
berciuman tangan
Kahar tidak pernah absen menggerayangi lekuk-lekuk tubuh
gadis itu.
Ketika sampai di payudara, jari-jarinya mencubit-cubit
putingnya
hingga makin mengeras.
Pak Dahlan yang sedang menyetubuhi Sieny merasakan bahwa
sebentar
lagi gadis ini akan mencapai orgasme dari vaginanya yang
semakin
berkontraksi memijati dan menyedot penisnya. Lendir yang
keluar dari
kewanitaannya menyebabkan penis itu semakin lancar keluar
masuk
dan mengeluarkan bunyi kecipak, serta memberi kehangatan
dan
kenikmatan lebih bagi pemiliknya. Imron dan Kahar
menyeringai melihat
Sieny mendesah tak karuan di ambang orgasmenya.
"Non nafsu banget, Non ini perek atau mahasiswa sih?
Diperkosa kok
malah enjoy?" ejek Imron.
"Jawab Non...kita pengen tau jawabannya!" timpal Kahar
mencubit
putingnya melihat Sieny hanya memalingkan wajahnya yang
memerah,
sungguh memalukan rasanya, ia telah menjerumuskan dirinya
sendiri
sampai sehina ini tapi malah menikmati.
"Aahh...yahh...saya-saya...perek...saya cewek murahan!"
Sieny menjerit
kecil karena cubitan Kahar pada putingnya, jawaban itu pun
terlontar
begitu saja dari alam bawah sadarnya.
Sieny merasakan tubuhnya semakin mengejang seperti ada
yang mau
meledak di dalam sana, orgasmenya sebentar lagi akan tiba,
ia
mengepalkan tangannya dan bersiap mendesah sepuas-
puasnya.
Namun betapa kecelenya ia karena tiba-tiba Pak Dahlan
menghentikan
genjotannya sehingga ia tak jadi orgasme. Matanya yang sayu
memandang pria itu dengan pandangan memohon agar
menuntaskan
yang telah ia mulai.
"Uuhh...ayo dong Pak, saya nggak tahan!" mohon Sieny
dengan
membuang segala rasa malunya karena sudah tak kuat
menahan
keinginan untuk orgasme.
Ketiga pria itu tertawa-tawa mendengar permohonan Sieny
yang sudah
takluk.
"Hahaha...jadi Dik Sieny udah ga tahan nih, pengen Bapak
entot terus?"
tanya Pak Dahlan mengejeknya.
"Iyah Pak tolong puasin saya!" keluh gadis itu sambil
tangannya
memegangi telapak tangan Imron yang meremas dadanya
seolah
memintanya terus merangsangnya dengan sentuhan-sentuhan
erotis.
Pak Dahlan pun meneruskan genjotannya dengan lebih
bertenaga.
Sieny akhirnya mengejang saat gelombang orgasme datang
menerpanya
dengan dahsyat. Vaginanya berkontraksi cepat mengempot
dan
menghisap penis Pak Dahlan. Tubuhnya menggeliat dalam
kerubutan
ketiga pria itu. Pak Dahlan semakin mempercepat tempo
genjotannya
sehingga Sieny pun merasa tubuhnya terbang semakin tinggi.
Dosen
bejat itu pun akhirnya tak tahan juga, penisnya serasa
diremas kuat
oleh dinding vagina Sieny yang bergerinjal-gerinjal dan
kehangatan
cairan orgasmenya. Penisnya memuntahkan sperma hangat ke
rahim
gadis itu, ia menekan dalam-dalam penis itu selama
mengeluarkan
isinya hingga akhirnya penisnya menyusut lalu ditariknya
lepas. Sieny
merasa cairah putih kental itu masih meleleh keluar di sela-
sela bibir
bawahnya, tubuhnya masih lemas setelah orgasme tadi, ia
memejamkan
mata dan mencoba mengatur nafasnya yang sudah ngos-
ngosan. Dalam
waktu relatif singkat gairah Sieny timbul lagi karena cumbuan-
cumbuan
si satpam dan kenyotan Imron pada payudaranya, serta
jamahan-
jamahan tangan mereka. Melihat gadis itu sudah bangkit lagi
nafsunya,
tanpa buang waktu lagi Kahar segera menaikkan tubuh mulus
itu ke
pangkuannya. Penis itu melesak masuk ke dalam vagina Sieny
diiringi
desahannya, wajahnya menengadah dan mulutnya ternganga
lebar.
Penis besar berurat itu terasa sesak dan sedikit perih, namun
kenikmatan yang melanda sekujur tubuhnya mengimbangi rasa
sakit
itu.
"Uufffhh...memeknya seret banget Non, enak!" dengus Kahar
merasakan
himpitan dinding vagina gadis itu yang ketat.
Erangan Sieny kembali memenuhi ruangan ketika pria itu
mulai
menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas dengan frekuensi
semakin
cepat. Kahar lalu membaringkan tubuhnya di lantai memberi
tempat
bagi Pak Dahlan, si dosen bejat itu, yang meminta Sieny
melakukan
cleaning service pada penisnya. Tanpa ragu, gadis itu meraih
penis
yang sudah setengah loyo dan basah itu dan mulai
menyapukan
lidahnya ke batangnya, lalu dimasukkan ke mulut, dikulum
sebentar,
demikian seterusnya dengan variasi yang membuat pria
tambun itu
merem-melek. Perlahan-lahan penis itu pun mulai mengeras
lagi. Kini
Sienylah yang lebih aktif memicu tubuhnya naik turun di atas
penis pria
itu mencari kenikmatannya, sementara Kahar tidak perlu lagi
menyentakkan pinggul, ia hanya tinggal menerima enaknya
sambil
tangannya bergerilya menggerayangi payudara dan paha gadis
itu. Tak
lama kemudian, setelah membersihkan penis dosen bejat itu,
Imron
mendorong punggung Sieny hingga pantatnya lebih
menungging.
"Lubang sininya ini masih nganggur kan Non, saya coblos
yah!"
katanya sambil menempelkan kepala penisnya ke pantat gadis
itu.
"Ya Tuhan, bisa mati gua!" katanya dalam hati melihat penis
Imron
yang ereksi maksimal itu akan menerobos pantatnya karena
seumur-
umur belum pernah ia melakukan anak seks, "jangan kasar
Pak...
uuggghh....aduuhh...aaahh!!" erangnya saat Imron
melesakkan penisnya
pelan-pelan ke anusnya.
"Uuuhh...masih perawan yah Non? Edan sempitnya
hhhssshh!" desis
Imron merasakan sempitnya lubang belakang gadis itu.
"Tahan sebentar Non, nanti juga enak, Non pasti belum
pernah
dicoblos dua lubang sekaligus ya?" kata Kahar yang berbaring
di
bawahnya, telapak tangannya saling genggam dengan tangan
gadis itu
yang sedang menahan perih.
Pak Dahlan, si dosen bejat itu duduk di kursi sambil
cengengesan
melihat adegan penetrasi ganda itu, sesekali ia memberi
instruksi dan
komentar seperti sutradara saja. Akhirnya setelah beberapa
kali
melakukan tarik dorong, Imron berhasil menancapkan penisnya
di anus
gadis itu.
"AAhhh...aaaaahh!" desahan Sieny makin keras ketika kedua
pria itu
mulai menyetubuhinya.
Ia merasakan kedua lubang bawahnya dibuka selebar
mungkin, penis-
penis besar itu terasa sesak sekali sampai setiap gesekannya
sangat
terasa. Rasa perih pada selangkangan dan anusnya mulai
sirna karena
bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kedua penis besar
itu
mampu menjelajah setiap mili liang kenikmatannya hingga
menyentuh
G-spotnya. Sensasi itu kian menghanyutkannya ke dalam
lautan birahi.
"Ceritain Non gimana rasanya dientot rame-rame? Suka gak?"
kata
Imron sambil terus menyodok-nyodokkan penisnya.
"Suka Pak...sshhh...lebih kenceng...saya gak tahan enak
bangethhh!"
desah Sieny, ia tidak peduli lagi harga dirinya, kata-kata itu
keluar
begitu saja, begitu polos tanpa dibatasi norma-norma dan
batasan
apapun.
Kahar asyik menggerayangi atau menyedot-nyedot payudara
gadis itu
yang bergelayut di atas wajahnya. Butir-butir keringat
membasahi
tubuh dan wajah cantiknya, rambutnya pun sudah agak
berantakan
menutupi sebagian wajahnya.
"Uuuhh-uhhh...saya mau keluar lagi Non...sempit banget
gila...mmmhh!"
erang Imron yang semakin tidak tahan penisnya seperti
diremas dengan
sangat kuat oleh dubur gadis itu yang baru pertama kali
dibobol.
Si penjaga kampus bejat itu pun akhirnya orgasme dan
menumpahkan
spermanya di pantat Sieny. Semprotan sperma yang keras dan
hangat
itu memberi sensasi nikmat pada gadis itu sehingga merasa
dirinya
terbang semakin tinggi menembus batas. Hal ini juga semakin
mendekatkannya pada orgasme. Setelah Imron mencabut
penisnya,
Sieny kini tinggal melayani si satpam. Ia menegakkan kembali
tubuhnya
dan semakin cepat menaik-turunkan tubuhnya diatas penis
pria itu.
"Aahhh...mau keluar Pak, sodoknya yang kuat
Pak...oohhh...oohhh!"
Sieny menceracau tak karuan sambil meremasi payudaranya
sendiri
karena kenikmatan itu dirasanya semakin memuncak.
Sebuah desahan panjang diiringi tubuhnya yang mengejang
menandakan ia telah mencapai puncak kenikmatannya. Ia
ambruk di
atas tubuh si satpam, namun pria itu masih terus menyentak-
nyentakkan pinggulnya ke atas tanpa menunjukkan tanda akan
orgasme.
"Ya Tuhan...kuat sekali nih orang, masih keras gini juga!"
keluh gadis
itu dalam hati.
Kemudian Kahar melepaskan penisnya lalu berpindah ke
belakangnya,
penis itu masih berdiri tegak dan berlumuran cairan orgasme
yang
menetes-netes. Kahar mengangkat pinggul gadis itu hingga
menungging dan mengarahkan penisnya.
"Oohh!" erang Sieny dengan mata membelakak dan
mengepalkan tangan
ketika penis pria itu kembali mempenetrasi vaginanya.
Kahar menyodok-nyodokkan penisnya dengan brutal sampai
tubuh
gadis itu terdorong-dorong ke depan dan desahannya makin
tak
karuan.
"Plok...plok...plok!" demikian bunyi yang timbul dari tumbukan
pantat
Sieny dengan selangkangan pria itu.
"Mau ngecrot Non...saya mau ngecrothhh!" erang satpam itu
mempercepat sodokannya, tangannya meremasi payudara
gadis itu
makin liar sehingga menimbulkan rasa perih.
Sieny yang mulai bergairah lagi juga turut menggoyangkan
pinggulnya
membuat tusukan penis itu semakin terasa. Akhirnya dengan
satu
lenguhan panjang, pria itu menancapkan penis itu sedalam-
dalamnya
dan menyemburkan isinya mengisi rahim gadis itu. Mata Sieny
merem-
melek merasakan cairan kental hangat itu membanjiri bagian
dalamnya.
Segera setelah Kahar mencabut penisnya dan memisahkan diri
dari
Sieny, si dosen bejat, Pak Dahlan menggantikannya. Gadis itu
pasrah
saja ketika lelaki tambun itu menaikkan tubuhnya ke
pangkuannya
berhadapan.
"Ayo...sekarang goyang yah!" perintah Pak Dahlan setelah
penisnya
terbenam dalam vagina gadis itu.
Sieny mulai menaik-turunkan tubuhnya sehingga penis Pak
Dahlan
mengocok-ngocok vaginanya. Pak Dahlan mengelus punggung
Sieny
yang sudah berkeringat, dadanya bergesekan dengan buah
dada yang
montok itu. Sieny semakin mendaki naik ke puncak birahinya,
gerak-
naik turun tubuhnya pun makin cepat. Selang beberapa menit
kemudian
tubuhnya berkelejotan, sebuah erangan panjang menandai
orgasmenya
yang kesekian kali. Beberapa detik kemudian ia terkulai lemas
di
pelukan si dosen bejat itu.
"Gimana rasanya Dik? Enak?" tanya Pak Dahlan memandang
dekat-
dekat wajah cantiknya sampai hidung mereka bersentuhan.
"Enak sekali Pak...saya suka" jawabnya lemas.
Selanjutnya pria itu menurunkan tubuh Sieny, ia berlutut di
lantai
dikerubuti ketiga pria itu. Ia terhenyak melihat penis-penis
mereka
yang tegang dan terarah padanya.
"Ayo Non, silakan dipilih mana yang mau dinikmati duluan!"
kata
Imron.
Rupanya dikerubungi laki-laki telanjang seperti ini
menimbulkan
sensasi tersendiri bagi Sieny, ia merasakan hasrat liar yang
terpendam
dalam dirinya menjadi kenyataan walaupun dalam situasi yang
sebenarnya tidak ia inginkan. Ia meraih penis Imron dan mulai
menjilatinya, sementara tangannya meraih kedua penis lain
dan
dikocok. Ia melakukannya dengan berpindah-pindah dari penis
satu ke
penis lain hingga akhirnya satu persatu menyemprotkan
spermanya.
Yang pertama keluar adalah Pak Dahlan, ia orgasme dalam
kocokan
tangan gadis itu, spermanya muncrat membasahi pipi kiri dan
rambutnya. Tak lama kemudian yang lain pun menyusul
sehingga Sieny
sedang dimandikan oleh sperma.
"Minum Non pejunya...oohh!" erang Kahar lalu menjejali mulut
Sieny
dengan penisnya.
Walau agak kelabakan Sieny berusaha menghisap penis Kahar
yang
masih mengeluarkan isinya sampai benda itu perlahan-lahan
menyusut
dalam mulutnya, baru setelahnya ia mengeluarkan penisnya.
"Wuuiihh...Non ini demen minum peju yah ternyata!" kata
Imron yang
penisnya terus dikocok oleh Sieny seakan ingin mengeluarkan
semua
isinya.
Setelah tak mengeluarkan sperma lagi, Sieny membuka
mulutnya dan
mengulum penis Imron, membersihkannya hingga bersih
mengkilap.
Cairan putih kental itu tidak saja membasahi wajahnya, tapi
juga
menetes-netes ke leher dan dadanya. Rasa malu mulai timbul
lagi di
hatinya, dia teringat bagaimana dia bertingkah seperti pelacur
barusan
membiarkan dirinya menjadi objek seks ketiga pria tak
bermoral ini,
juga mulai terbayang lagi wajah kekasihnya,
tapi...bagaimanapun tadi
itu sungguh suatu pengalaman seks yang luar biasa, kata
hatinya,
kata-kata Imron dan kekasihnya kembali berkecamuk di
pikirannya.
"Anggap aja dia itu vibrator...lupakan dulu batasan-batasan
itu...ini kan
cuma seks, bukan perasaan...kau pelacur Sien...cewek gila
seks!" Sieny
makin pusing mendengar semua itu terngiang-ngiang di
kepalanya.
Malam itu, Pak Dahlan, si dosen bejat mengantarkannya
pulang dengan
mobilnya, Imron turut menemani. Sesampainya di depan
gerbang, ia
turun tanpa berkata apapun pada mereka dengan karena
sedang dilanda
kebingungan. Hari-hari berikutnya ia kembali terlibat affair
dengan
penjaga kampus itu di kampus. Harga dirinya yang masih
tersisa hanya
mendramatisir keadaan. Ia bersikap menolak ketika Imron
mengajaknya
masuk ke toilet, namun segala ocehannya bungkam ketika
pria itu
melumat bibirnya. Segalanya langsung luruh begitu pria itu
melanjutkan serbuan-serbuan erotisnya. Bahkan pernah Imron
berkunjung dan menginap di apartemennya. Ia tidak tahu
apakah ia
masih harus menyembunyikan semua ini dari kekasihnya
karena
hubungan seks dengan kekasihnya pun mulai terasa hambar.
######################
Enam hari kemudian.
Apartemen Sieny, jam 10.37
'Ting-tong!' bel di kamar itu berbunyi.
"Ya siapa?" tanya Sieny yang menghampiri speaker untuk
menanyakan
siapa yang datang.
"Gua" jawab suara di seberang sana.
"Ohh...Wil, naik aja!" Sieny menekan tombol pintu depan
mempersilakannya masuk.
Tak lama kemudian terdengar pintu diketuk dan gadis itu
bergegas
membukanya. Sieny memeluk kekasihnya itu dan memberikan
ciuman
ringan di bibirnya, namun Willy sepertinya cuek dan
melepaskan
pelukan kekasihnya lalu menjatuhkan diri ke sofa. Dari
wajahnya yang
agak kusut sepertinya ia sedang ada masalah.
"Kenapa say?" tanya Sieny membelai rambutnya dengan
lembut.
"Nggak papa...cuma masalah kerjaan biasa!" jawab pemuda
itu singkat.
Sieny memeluknya erat menghiburnya seperti biasa kalau
sedang ada
masalah, pemuda itu pun balas memeluknya, ia mengelusi
punggung
gadis itu dan merasakan kekasihnya itu tidak memakai bra.
Mereka
berpelukan dan tidak bersuara selama beberapa menit
sebelum tangan
Willy mulai merambah ke depan menggerayangi payudara
kekasihnya
dari luar kaosnya.
"Aahh...Wil, jangan gini ah!" Sieny meronta dan mendorong
pelan tubuh
kekasihnya.
Namun Willy terus merangsek dan hendak menciumnya, Sieny
menggeleng-gelengkan kepalanya menolak "Wil jangan
sekarang
please!" tolaknya halus.
Tiba-tiba Willy menjambak rambut Sieny dengan keras
sehingga ia
merintih kesakitan.
"Emang kenapa? Lu udah ketagihan ngentot sama si penjaga
kampus
itu kan sampai udah capek sama gua?" tanyanya marah
sambil menarik
rambut kekasihnya lebih keras lagi.
"Hah...Wil...elu...!?" Sieny gagap karena kaget bercampur
takut karena
memang sekitar setengah jam sebelumnya Imron baru saja
meninggalkan apartemennya setelah melewati malam yang liar
bersamanya.
"Jawab Sien, lu selama ini suka diam-diam main sama orang
itu kan!?"
pemuda itu bertanya lagi di dekat wajahnya.
"I...iya, iya Wil!" jawab Sieny dengan wajah meringis menahan
sakit, ia
tidak bisa menyembunyikannya lagi.
"Jadi gitu yah, gua gak nyangka lu ternyata cewek gatel gak
tau diri." Ia
melepaskan jambakannya dan bangkit berdiri dengan menatap
marah
pada kekasihnya itu, "lu ingat...ingat apa yang lu bilang
pulang dari
pesta itu? Tapi ternyata lu juga yang...aahhh...!" Willy
meletakkan
tangan di dahinya, demikian geram sampai tak bisa
meneruskan kata-
katanya.
"Gua emang salah Wil...gua gak bisa nolak abis orang itu
yang maksa,
gua gak tau harus gimana?" katanya mulai meneteskan air
mata.
"Kapan terakhir lu main sama dia?" tanyanya lagi.
"Eeemm...kemarin lusa, di kampus"
"O ya? Bukannya kemarin malam sampai dia tidur disini juga?
Kan tadi
orangnya baru ketemu gua baru keluar dari apartemen ini."
Sieny hanya bisa terbengong dan tak bisa berkata apa-apa
lagi, ia
mencoba berbohong sedikit untuk membela diri tapi ternyata
kekasihnya mengetahui lebih dari itu.
'Plak! Aauu!' Sieny menjerit dan memegangi wajahnya yang
terkena
tamparan kekasihnya itu.
"S...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.