Selasa, 03 Maret 2015

Alfi dan Lila, Si Dokter Cantik 2

Episode 2 dari 3 : Asmara dan Gairah
Kota H
Meskipun Alfi tak menginginkan hal tersebut malam itu terjadi
padanya dan dokter Lila namun kejadian seperti ini tak pernah
terjadi sebelumnya pada setiap gadis yang pernah ia tiduri.
Bukannya Lila menjadi suka dan ketagihan akibat di tiduri
malahan
gadis itu membenci dan mendampratnya habis-habisan. Atas
saran
dari Sriti, Alfi menelpon Niken dan menceritakan apa yang
telah
terjadi. Hari itu juga Niken dan Sandra dengan ditemani oleh
masing-masing suami mereka datang ke kota H. Mereka
berempat
berencana mendatangi rumah Lila namun sebelumnya mereka
menjemput Alfi dan Sriti terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan
ke
rumah Lila, Sriti memberikan penjelasan atas apa yang terjadi
malam itu. ia sendiri tak menyangka jika semuanya akan
berakhir
kacau seperti ini, padahal awalnya ia dan Alfi bermaksud baik
ingin
menyelamatkan Lila dari Erik.
"Aduuuh Fi.. apa yang selama ini aku khawatirkan terjadi juga.
Seharusnya kamu tak terlalu lama berjauhan dari kami karena
aku
tahu kamu akan kesulitan mengendalikan hasratmu. Kini aku
benar-
benar binggung harus bagaimana saat ini." ungkap Sandra
serius
pada Alfi.
"Al..fi ngaku salah kak dan Alfi juga ...sangat menyesal kak"
jelas
Alfi dengan wajah tertunduk penuh penyesalan.
"Se..benarnya selama di sini saya dan Alfi selalu 'itu' kok
mbak
Sandra. Bahkan setiap malam Alfi saya 'kasih'. Karenanya
saya
ngga kuatir melepas Alfi sendirian bersama dokter Lila tadi
malam
itu" ujar Sriti menjelaskan tanpa bermaksud menyalahkan Alfi.
"Sudahlah, semua sudah terlanjur terjadi. Yang terpenting
sekarang
kita harus menghibur Lila agar hatinya tak hancur oleh
kejadian itu"
hibur Niken mencoba menenangkan keadaan. Lalu ia berpaling
kepada suaminya "Mas Don kok diam saja? Ikut ngomong
dong."
"Fii, coba kamu ceritakan sekali lagi kejadian di dalam kamar
motel
waktu itu, mungkin ada yang terlewat saat kalian
menceritakannya
tadi" Ujar Donnie.
Alfi pun menceritakan kembali kejadian pas di dalam kamar
motel
secara rinci malam itu.
"Betulkah hanya seperti itu Fi?" Tanya Donnie lagi.
"Begitulah kak, yang jelas saat tiba di rumah kak Lila
semalam, Alfi
merasakan debar jantung Alfi begitu kuat, lalu keinginan buat
ngegituin kak Lila juga begitu kuat hingga akhirnya Alfi benar-
benar lepas kendali. Dan semuanya.... terjadi" ucapnya
dengan
perasaan bersalah.
"Hmm..Aku curiga kemungkinan besar pastilah air dalam
gelas
yang diminum oleh Lila dan kamu itu telah di bubuhi Erik
dengan
cairan perangsang yang sengaja disiapkan si Erik buat Lila"
gumam
Donnie setelah mendengar kronologi kejadian itu.
"Kupikir kamu keliru Don. Menurutku Lila pasti telah dicekoki
sejak
di café" ujar Didiet menimpali.
"Itu betul Dit, tapi si Erik juga sudah menyiapkan amunisi
tambahan yaitu air di dalam gelas itu agar saat ditengah
pertempuran Lila bisa semakin lama terbius. Coba kau pikir
betul-
betul buat apa ia menyiapkan air minum tanpa meminumnya
langsung jika ia saat itu memang sedang dalam keadaan
haus" ujar
Donnie yang terlihat begitu yakin melontarkan argumennya.
"Betul juga apa katamu Don" gumam Didiet. Mau tak mau ia
harus
mengakui kebenaran teori Donnie itu.
"Aneh! Kok mas bisa tahu sampai sedetil itu? pasti
berdasarkan
pengalamankan?" tanya Niken sambil memandang suaminya
dengan
mata menyipit.
"Eh..a..nu. bukann Nien, itukan cuma dugaanku saja kok. he
he"
jawab Donnie cengar-cengir.
"Dasar lelaki, pintar ngeless!" ujar Niken mencubit pinggang
Donnie
kuat-kuat.
"Adohhh...ampun say...Kan tadi kamu yang minta
pendapatku...
aduhh duh" rintih Donnie kesakitan sambil berupaya
menghindari
serangan bertubi-tubi dari istrinya.
"Tunggu!.... Saya pikir ada benarnya perkataan mas Donnie
barusan
soalnya.... pas pagi harinya saya menemukan sebuah botol
kecil di
dalam tong sampah di kamar itu yang setahu saya itu
memang
bekas obat perangsang" ujar Sriti yang sejak tadi menyimak
dengan
serius pembicaraan Donnie dan Didiet tadi.
"Tuh kan apa kataku...aduhhhh!" Donnie menimpali sambil
belingsatan karena jemari lembut istrinya tetap melekat kuat
bagai
capitan seekor kepiting di kulit pinggangnya.
"Jika benar demikian kejadiannya, Alfi tak dapat dipersalahkan
dalam hal ini" ujar Didiet menimpali.
Tak terasa waktu telah membawa perjalanan mereka sampai
di
depan rumah Lila.
"Biar kalian para wanita saja yang turun, kami sebaiknya
menunggu
di mobil saja"ujar Didiet.
"Mengapa Alfi tidak boleh ikut turun kak? Alfi ingin sekali lagi
minta maaf sama kak Lila" Tanya Alfi dengan wajah memelas.
"Jangan sekarang Fi, Lila pasti sedang tak ingin melihat
kamu.
Biarkan mereka yang berbicara padanya." Jelas Donnie.
Alfipun
mengangguk menandakan ia mengerti tentang situasi saat itu.
Beruntung saat itu Lidya dan ibu Lila masih menginap di
rumah
budenya Lila sehingga kejadian semalam belum sempat
mereka
ketahui. Lalu Niken bersama dengan Sandra dan Sriti menuju
ke
rumah Lila. Ternyata Lila sendiri yang membukakan pintu bagi
mereka bertiga. Lebih dari satu jam-an mereka di sana. Lalu
terlihat hanya Sandra yang keluar menghampiri kendaraan.
"Ayo kita pergi dulu membeli makanan buat makan siang. Biar
Niken dan Sriti menemani Lila dulu." Ujar Sandra memasuki
mobil.
"Bagaimana kondisi Lila Say?" Tanya Didiet.
"Saat ini ia masih sangat sedih atas apa yang menimpa
dirinya tadi
malam. Meski ia terlihat sangat tegar dan tak lagi hysteria
hanya
sesekali ia menangis. Lebih lanjut ia juga menduga dengan
pasti
kejadian semalam persis sama seperti yang Donnie utarakan
tadi.
Namun demikian ia tak ingin melanjutkan urusan ini ke jalur
hukum
karena menyangkut Alfi dan tentunya kita semua" jelas
Sandra.
"Haihhh...kasihan Lila, tak kusangka kegilaanku berujung
menjadi
malapetaka buat orang lain" keluh Didiet.
"Tak perlu kita menyalahkan diri sendiri. Semua ini kan gara-
gara
pria yang bernama Erik itu. Aku ingin sekali melihat tampang
lelaki
bajingan itu lalu menghajarnya habis-habisan" ujar Donnie jadi
geram. Sebab ia tahu Niken sangat menyayangi sahabatnya
yang
satu ini. Apalagi ia juga sudah mendengar dari istrinya
mengenai
kehidupan Lila yang telah banyak mengalami penderitaan
sejak
remaja.
"Ya ...kita berharap kejadian ini tak sampai menghancurkan
hidup
Lila" ujar Sandra
*************************
Tiga hari sudah sejak kejadian tersebut
Selama itu Niken dan Sandra rutin menemani Lila hingga ibu
dan
adik Lila pulang. Namun Lila meminta kedua temannya tak
menyinggung masalah tersebut di hadapan mereka agar tak
menimbulkan permasalahan baru baginya.
Niken merasa menyesal atas apa yang terjadi pada
sahabatnya itu.
Tak banyak yang bisa ia katakan.Tetapi Ia lega melihat Lila
bisa
menerima musibah yang menimpa dirinya dan mau
meneruskan
hidupnya. Lila memang sudah terbentuk menjadi sebuah
pribadi
mandiri yang keras sejak remaja.
"Fi, besok kita pulang ke kota S. Bukankah kamu juga sudah
terlalu
lama meninggalkan sekolahmu? " Ujar Donnie saat mereka
makan
malam disebuah rumah makan.
"Ya Kak...tapi...ijinkan malam ini Alfi menemui kak Lila buat
meminta
maaf padanya, Hati Alfi merasa tidak tenang sebelum kak Lila
mau
memaafkan kesalahan Alfi" pinta Alfi pada Niken.
"Haihhh....Baiklah Fi. Kakak tak tahu ini merupakan waktu
yang
tepat atau bukan buatmu menemui Lila walau kulihat tadi sore
suasana hatinya agak membaik dan ia mulai bisa tersenyum.
Hanya
saja pesan kakak padamu apabila ia ternyata tak ingin
menemuimu
sebaiknya kau langsung pergi jangan membuatnya kembali
marah
atau sedih"ujar Niken lagi.
"Baiklah kak. Biar Alfi pergi sekarang ke sana mempergunakan
kendaraan umum sendirian agar tak mengganggu acara kakak
semua malam ini" ujarnya.
"Ya, jangan kemalaman pulang Fi dan jangan lupa berkemas
buat
pulang besok" ujar Didiet.
Alfi lalu mencarter sebuah ojek. Sepanjang perjalanan dalam
hati ia
berharap Lila mau menerima permintaanan maafnya meski
apapun
resiko yang akan diterimanya nanti.
Saat memasuki jalan ke rumah Lila, tiba-tiba sebuah mobil
Jeep
meluncur dengan kecepatan tinggi melintasinya dan nyaris
saja
ojek yang ditumpanginya terperosok kedalam saluran air
pembuangan.
Alfi terkejut ketika sempat mengenali orang di dalam
kendaraan itu.
"E..rik!" gumamnya, apalagi yang ia perbuat. Tiba-tiba ia
teringat
akan Lila. Alfi bergegas masuk kepekarangan rumah. Hatinya
tercekat saat ia sampai di pintu depan. Ia menemukan Hp dan
isi
tas Lila berserakan di lantai teras. Alfi berlari ke dalam sambil
berteriak memanggil nama gadis itu. Hatinya semakin kuatir
karena
tak ada jawaban. Dengan sigap Alfi memutar nomor Niken dari
Hp
tersebut.
"Kak Niken gawat kak! Sepertinya kak Lila diculik sama Erik!"
ujarnya saat Niken mengangkat panggilannya.
"Apaaa! Ohh...La" isak tangis Niken terdengar dari seberang
HP. Tak
lama kemudian terdengar suara Donnie mengambil alih
pembicaraan. Ternyata mereka berempat masih bersama-
sama.
"Kau yakin akan hal itu Fi?!"
"Alfi ngga mungkin salah kak! Sebaiknya Alfi akan berusaha
mengikuti mereka mumpung jam segini jalanan masih macet
sehingga masih memungkinkan buat mengejar mereka"
"Jangan Fii! Itu sangat berbahaya!" cegah Donnie.
"Tapi kita harus tahu kemana kak Lila mereka bawa kak! Alfi
akan
kejar mereka dan Alfi akan terus menghubungi kakak melalui
HP
ini"
"Baiklah Fi. Tapi kau jangan bertindak sendiri, segera kabari
kami
apabila nanti kau berhasil mengikuti mereka dan tunggu
sampai
kami datang!" Donnie tak lagi mencegah anak itu karena ia
tahu Alfi
telah mengambil keputusan yang paling tepat.
"Bang! Ayo ikuti mobil yang tadi itu, mereka telah menculik
kakakku" ujar Alfi setelah mengakhiri pembicaraan dengan
Donnie.
Si abang ojek langsung tancap gas. Beruntung jalur ke arah
jalan
raya utama dari rumah Lila hanya ada satu dan harus melalui
dua
buah persimpangan besar yang memiliki durasi lampu merah
panjang. Sehingga ia yakin ia dapat menyusul mereka. Pada
simpangan pertama ia tak lagi melihat kendaraan yang
dicarinya.
Harapannya hanya tinggal satu ia bisa menemukan kendaraan
tersebut di persimpangan kedua karena lampu merah di sana
juga
tergolong lama yaitu 6 menit. Benar saja ia melihat mobil Erik
masih
dalam posisi antrian.
"Yes! Berhasil" pikirnya
Ketika lampu beralih ke lampu hijau kedaraan satu persatu
bergerak. Dan mereka dengan hati-hati membuntuti
kemanapun
mobil itu pergi. Setelah sepuluh menitan, Alfi melihat mobil
Erik
melambat dan masuk ke sebuah komplek pergudangan tua
yang tak
terpakai lagi. Alfi menyuruh ojek untuk berhenti pada jarak
yang
cukup jauh diluar pintu masuk. Ia lalu mengontak Donnie dan
menjelaskan dimana lokasi tersebut.
"Ok, kakak tahu di mana itu. Kami akan segera ke sana. Ingat
Fi
jangan bertindak sendiri!" pesan Donnie lagi.
"Bang ini uang ojeknya dan ini tambahan karena saya ingin
abang
menolong saya" ujar Alfi ke pada abang ojek yang sejak tadi
ikut-
ikutan tegang mengikuti pristiwa itu.
"Waduhh.... saya takut jika harus menghadapi mereka den,
soalnya
siapa tahu mereka bawa senjata, sebaiknya kita lapor polisi
saja
dulu" saran abang ojek itu.
"Iya emang maunya saya seperti itu! Abang saya minta
hubungi
polisi di pos terdekat sementara saya menguntit mereka ke
dalam
sana"
"Hah..Jangan nekat den. Aden bisa celaka jika menghadapi
mereka
sendirian!"
"Aduhhh ..ni abang cerewet banget! Maka dari itu cepetan
berangkat supaya saya tidak harus menghadapi mereka
sendirian.
Sebisanya saya akan tunggu abang kembali bersama polisi"
"I..i..ya Den, abang pergi sekarang, hati-hati jangan sampai
ketahuan ya!" ujar si abang sambil terburu-buru menstater
motornya lalu kembali tancap gas.
**************************
Alfi lalu masuk ke dalam kawasan tersebut. Suasana begitu
gelap
karena tak ada satupun lampu yang menyala. Pergudangan ini
memang sudah lama tidak di pergunakan lagi. Alfi dengan
sabar
dan hati-hati mencari keberadaan mobil Erik. Setelah berjalan
agak
jauh akhirnya ia melihat kendaraan tersebut di parkir di depan
sebuah rumah kecil. Alfi berjalan mengendap-endap. Ia bukan
tak
tahu resiko perbuatannya itu, yang jelas ia bakalan celaka
apabila
mereka mendadak memergokinya. Kemungkinan apa yang di
katakana pak ojek tadi benar adanya bahwa Erik tidak
sendirian dan
bersenjata. Keadaan sekeliling komplek yang gelap sangat
membantunya mendekat ke rumah tersebut. Nampak cahaya
cukup
terang berasal dari beberapa batang lilin dari dalam rumah.
Alfi
mengintip dari jendela samping melihat ke dalam rumah.
Ternyata
benar dugaannya ia melihat Lila terlentang di atas sebuah
sofa reot
dalam keadaan tangan terikat dan mulutnya tertutup oleh
plester.
Erik rupanya memang tidak sendirian, ia bersama dengan dua
orang
lainnya. Alfi dapat menebak kedua orang tersebut pastilah
begundalnya pemuda itu. Sepertinya Erik merasa penasaran
karena
kegagalannya tempo hari, lalu menyusun rencana lain buat
mendapatkan tubuh gadis itu. Sejak sore hari ia bersama dua
orang
begundalnya mengawasi rumah Lila dari kejauhan. Kebetulan
saat
itu Lidya sedang pergi mengantar ibu Lila. Lalu dengan cepat
mereka menyergap Lila yang kala itu baru keluar dari rumah
berniat
dan hendak pergi.
"Bos boleh dong kami berdua dapat giliran setelah bos selesai
nanti? He he" ujar salah satu begundal Erik yang bertubuh
tambun
bernama Parno nyengir.
"Aeesss!! Enak saja! Pergi sana jaga di pintu depan! bikin gue
ilfeel
saja Huh!" hardiknya "Dan kamu Min awasi pagar depan!"
"Siap.. boss" ujar Paimin, sepertinya si kurus ini lebih
berdedikasi
ketimbang temannya yang bertubuh tambun. Ia lalu keluar
dari
rumah buat melaksanakan perintah Erik.
Sedangkan si Parno ngeloyor lesu keluar dari kamar menuju
ke
pintu depan. Ia kecewa padahal sejak tadi ia benar-benar
berharap
bisa ikut mencicipi tubuh indah gadis itu meski hanya sisa
dari
Erik. Dari tempatnya berdiri ia masih berusaha agar dapat
mengintip ke arah kamar tadi. Dasar nafsunya sudah naik ke
ubun-
ubun, setelah meletakan stick softballnya si Parno membuka
reutsleting dan menurunkan celana jeansnya sebatas lutut,
dalam
keadaan berdiri ia mulai mengocok penisnya.
"He he.. kali ini kau tak dapat lolos lagi La. Tak perlu kau
tangisi
nikmati saja apa yang sebentar lagi bakal terjadi!" ujar Erik
terkekeh-kekeh sambil mulai mencopot kancing kemejanya
satu
persatu.
Lila berusaha meronta dalam ketidak berdayaannya itu.
Jeritannya
terhalang oleh plester yang membekap erat mulutnya. Air
mata
gadis itu berderai membasahi pipi meratapi nasib malangnya.
Melihat kondisi saat itu, Alfi jadi bingung harus berbuat apa.
Ia
masih ingat akan pesan Donnie tadi bahwa ia tidak boleh
gegabah
dan bertindak sendiri. Namun keadaan sudah sedemikian
gentingnya. Jika ia tak bertindak sekarang sudah jelas
semuanya
menjadi terlambat. Akhirnya ia terpaksa memutuskan untuk
menolong Lila tanpa menunggu bantuan datang. Rasa
bersalah dan
sayangnya pada Lila mendorongnya untuk melakukan sebuah
yang
tindakan nekat. Sambil berusaha menekan rasa takutnya
perlahan
ia mengendap ke arah Parno yang sedang asik meloco. Parno
yang
saat itu sedang focus menatap paha Lila yang putih bersih itu
dari
kejauhan sungguh tak menyadari kehadiran Alfi di dekatnya.
Alfi
merasa ini merupakan sebuah kesempatan yang baik baginya.
Perlahan ia mengatur kuda-kudanya, dan...Bukk!! Sekuat
tenaga
kepalan tangannya ia hantamkan tepat mengenai dua buah
'telur
pusaka' milik Parno dari belakang. Tak percuma Donnie
melatihnya
memukuli genting hingga pecah saat belajar karate setiap
sore.
"Adoowwwwhhhhhh ...peee...cahhhhhhh!!!!"
Parno kontan terpekik menyayat ketika merasakan nyeri yang
luar
biasa. Tubuh tambun itu jatuh terduduk sambil memegangi
alat
vitalnya. Begitu dasyat nyeri itu membuat rohnya seakan pergi
meninggalkan raganya. Perutnya yang buncit sampai
mengalami
kram. Alfi tak mau menyia-nyiakan momen baik itu, sekali lagi
ia
mempraktekan sebuah jurus dari Donnie itu kali ini yang
menjadi
sasarannya adalah tengkuk Parno. Buukk!! Pukulan itu tak
dapat
Parno hindari sekaligus langsung mengirim pria tambun itu
berkelana ke alam mimpi. Alfi tak menyangka ia dengan
mudah
dapat melumpuhkan monster itu meski tangannya terasa
sangat
nyeri. Paimin yang berada di dekat pagar terkejut mendengar
suara
jeritan rekannya. Tubuh kurus ceking itu berlari memburu ke
arah
dalam rumah tanpa perhitungan. Alfi yang bersembunyi di
balik
pintu tiba-tiba muncul dan menghantam tulang kering kaki si
krempeng dengan menggunakan stick milik Parno. Bletakkk!!!
Tak
ayal Paimin jatuh terguling. Sialnya lagi wajahnya mendarat
terlebih dahulu dan gigi tonggosnya menghantam sebuah meja
kayu. Belum ia sadar betul apa yang menimpa dirinya Alfi
sudah
menghadiahinya sebuah pentungan tepat ditengkuknya dan
Paimin-pun menyusul rekan seperjuangannya tak sadarkan
diri.
Namun keberuntungan Alfi tak berlangsung lama. Ia lupa
memperhitungkan keberadaan Erik. Tiba-tiba Ia merasakan
angin
pukulan menerpa kepalanya dari arah belakang. Alfi berusaha
berkelit tapi sayang reaksinya terlambat dan 'Daakk!!' Sebuah
tendangan Erik berhasil mengenainya dan membuat tubuhnya
terlempar ke arah kamar di mana Lila terbaring dan dalam
keadaan
terikat. Beruntung tendangan itu sempat membentur bahunya
terlebih dahulu sehingga luput mengenai kepalanya. Sambil
sempoyongan dan menahan rasa nyeri pada bahunya Alfi
berusaha
bangkit ke arah Lila. Cepat-cepat ia menarik lepas plester
yang
menutup mulut Lila. Namun Erik tak membiarkan ia bertindak
lebih
jauh.
"Kau lagi! Entah bagaimana kau bisa sampai kemari tapi aku
tak
perduli. Yang jelas kau memang patut di hajar" ujar Erik
berang.
Kebenciannya meluap-luap ketika melihat anak jelek yang
telah
dua kali ini mengganggu rencananya menggagahi Lila. Dari
seorang
security motel XX Ia sudah mengetahui kalau ia telah dikerjai
oleh
Sriti dan Alfi saat malam itu. Sepertinya tak ada pilihan lain
bagi
Alfi ia harus melumpuhkan Erik terlebih dahulu agar dapat
melepas
Lila.
"Fii lekas larii dari sini..kau tak mungkin bisa menghadapinya
sendiri!" pekik Lila memperingatkan.
"Ngga kak..Alfi harus menolong kakak dulu lalu kita sama-
sama
keluar dari sini"
"Tidak! kau harus lari fii.. ia tak akan segan-segan berbuat
keji
padamu"
"Alfi ngga mau...Alfi sudah berbuat dosa pada kakak.. Alfi rela
jika
harus mati demi menolong kakak"
"Fiii!!! Kamu jangan bodoh...tolong...turuti omongan kakak..."
ujar
Lila terisak-isak, ia tak menduga anak ini begitu nekat
mempertaruhkan jiwa demi dirinya.
Alfi tak lagi mengubris permohonan Lila. Otaknya sedang
berpikir
keras mencari cara bagaimana memperdaya pemuda
dihadapannya.
Namun ia tak mempunyai banyak waktu karena Erik perlahan
mendekat ke arahnya.
Wuss!! sebuah tendangan Erik datang mengarah ke tubuhnya.
Alfi
masih bisa menghindar. Tetapi tendangan ke dua datang
terlalu
cepat dan berhasil menggedor dadanya. Lalu yang ke tiga
benar-
benar tak tertahankan menghantam pelipisnya dengan keras.
Alfi
terpelanting hingga kepalanya membentur dinding dengan
keras
diiringi pekik ngeri Lila. Alfi tersandar di dinding dan secara
perlahan kepalanya jatuh terkulai di lantai. Kepalanya terasa
begitu
sakit. Lalu ia merasakan kaki kokoh Erik telah menginjak
telapak
tangannya. Dan kaki satunya menginjak wajah nya. Agaknya
Alfi
sungguh tak berdaya ia hanya mampu meringis kesakitan.
Dari
hidungnya mengucur deras darah kental.
"Kk..kaak..Li..lllaa..maafinn Al..fiiii ..." ujarnya lirih sekali..
Matanya
nanar menatap sayu ke arah Lila sebelum akhirnya semua
pandangannya menjadi gelap.
"Ohh...Fiii.. ...bangunnn....Fiii..." pinta Lila sambil terisak-isak
melihat wajah Alfi yang bersimbah darah Ia benar-benar tak
menyangka Alfi nekat mengantarkan nyawa demi dirinya.
Bahkan
anak itu masih sempat-sempatnya mengucapkan permohonan
maaf
sebelum tak sadarkan diri tadi.
"Biar kubikin mampus sekalian" ujar Erik, nampaknya ia belum
puas
menganiaya anak itu.
"Aakhhh Rikkk!! Kumohon jangaannn sakiti anakk ituu
lagii."pekik
Lila. Tangisnya tak tertahankan. Namun pekiknya tak dapat
menghentikan aksi biadab Erik. Pemuda itu benar-benar telah
mata
gelap. Ia meraih stik softball milik Parno yang ada di
dekatnya.
Perlahan benda itu ia angkat tinggi-tinggi untuk
dihantamkannya
ke tubuh kecil Alfi yang telah tak berdaya itu.
"Rikkkk!!!jangaannnn!!!!AKkkkk!!"
Namun pada saat genting tersebut, Tiba-tiba sebuah
hantaman
kuat menerpa tangan Erik dan membelokan arah pukulannya
dari
tubuh Alfi. Tak hanya itu stick softball itupun terlepas dari
pegangannya. Erik terkejut ketika melihat tiga orang yang baru
datang itu.
"Sii..apaa..ka.liaan?!" ujarnya tergagap.
"Bajingan pengecut!! Beraninya cuma sama anak-anak main
keroyok lagi" hardik penyerangnya tadi yang tak lain adalah
Donnie
yang baru datang bersama Didiet dan Niken.
Aduh siapa lagi ini? keluh Erik gundah. Keadaan ini sangat
tak
menguntungkan bagi dirinya. ia menduga sebentar lagi rumah
ini
bakalan ramai dan polisi pasti datang. Namun tak ada jalan
untuk
kabur karena Donnie sudah menghadang di depan pintu
sementara
Didiet memegang pistol. Tak ada pilihan lain Ia harus
menyingkirkan para pengacau ini dan secepatnya kabur dari
situ.
"Kau pikir bisa menakuti aku dengan senjata mainan itu?" Ujar
Erik
yang mengetahui benda di tangan Didiet bukanlah senjata api
sungguhan namun hanyalah sebuah AirSoftShotGun, senjata
yang
kerap di pakai oleh para hobbies real shotgamer.
"O ya?"
DHUarrr!! Sebutir peluru melesat dari laras pistol yang
dipegang
Didiet menghantam daun pintu yang tak jauh dari Erik berdiri.
Erik
terperanga melihat sebuah lubang kecil selebar batang pensil
menganga pada permukan pintu yang terbuat dari plywood
itu.
Benda itu tak bisa dianggap mainan karena ternyata memiliki
FPS
sangat tinggi. Ledakannyapun membuat kaget mereka semua
yang
ada di sana.
"Bagaimana? Apakah kau ingin mencicipi bagaimana rasa
nikmatnya pada kulitmu? Ada satu magazine penuh peluru
'mainan'
yang bisa kuberikan sebagai tanda mata di wajah dan di
tubuhmu
secara cuma-cuma" ujar Didit denga tatapan mata dingin.
"Ka..uuu...jangan pakai senjata kalau beranii!" ujar Erik ciut.
Yang
jelas ia tak ingin Didiet menjadikannya sebagai sasaran bidik
pistolnya.
"Kami bukan pengecut tukang perkosa perempuan dan dan
penganiaya anak-anak seperti dirimu!Dit, kau lindungi yang
lain .
Bangsat ini adalah bagianku" sergah Donnie.
"Ok.. kuberi waktu sejenak buat kalian bersenang-senang" ujar
Didiet mundur memberi ruang bagi Donnie dan Erik.
"Kalian akan menyesal karena menghalang-halangiku!" ujar
Erik
kesal.
Apalagi melihat Niken yang telah berhasil melepaskan ikatan
Lila
Rencananya yang sudah ia susun dengan rapi kini benar-
benar
telah hancur berantakan. Alih-alih bisa menikmati tubuh sintal
Lila
malahan kini ia dihadapkan oleh masalah besar yang
menantinya.
Tiba-tiba Erik mengirim sebuah tendangan diiringi teriakan
membahana. Namun Donnie telah siap sejak tadi. Hanya
sepersekian detik sebelum tendangan dasyat itu
menyentuhnya
dengan kecepatan mengagumkan Donnie melengos ke kiri
sehingga
ujung sepatu Erik menerpa angin hanya satu inci dari
wajahnya.
Serangan itu tak berhenti di situ. Begitu kaki kanan Erik
menyentuh
lantai kaki kirinya berputar menampar balik bagai gerakan
seekor
naga mengibaskan ekornya. Terlihat sekali kalau Erik bukanlah
seorang yang buta akan ilmu bela diri. Ia sempat mengenal
Taekwondo saat SMU dan pernah mewakili sekolahnya pada
waktu
itu. Donnie mengantisifasi setiap serangan Erik dengan
tenang.
sambil menjatuhkan diri kaki kanannya menyapu kaki kanan
Erik.
Tak ayal lagi tubuh Erik yang belum dalam keseimbangan
penuh
terjerembab jatuh mencium lantai.
"Cuma itu sajakah yang kau andalkan?" ejek Donnie.
Ia sengaja belum membalas serangan Erik. Ia sepertinya ingin
menjajaki sejauh mana kemampuan berkelahi lawannya.Wajah
Erik
merah padam. Ia tak menduga orang yang di hadapinya itu
ternyata
cukup 'berisi' bahkan mampu mementahkan salah satu
serangan
terbaiknya dengan mudah. Kembali ia berteriak sambil
melompat
memberikan dua buah tendangan secara bergantian bagaikan
gerakan mata gunting. Namun serangan itu kembali gagal
menyentuh tubuh Donnie. Ketika tubuhnya masih melayang di
udara lalu kakinya menjejak dinding dan melontarkan dirinya
sambil
berputar memberi tendangan susulan ke arah Donnie. Ini
serangan
yang sulit untuk dihindari.Tapi Donnie bukanlah Alfi yang
dengan
mudah Erik jatuhkan, yang di hadapinya kali ini adalah
seorang
instructor dan atlet karate tingkat asia yang sangat disegani
oleh
lawan-lawannya di arena. Kali ini Donnie tak hanya diam
menerima
serangan Erik, Donnie mengayunkan kakinya bagai sebuah
mata
belencong menghadang laju tendangan Erik yang mengarah ke
arah mukanya. Terdengar suara benturan tulang kaki mereka
beradu
dengan keras. Erik terjajar mundur. Dahinya berkerenyit
menahan
nyeri pada pergelangan kakinya akibat benturan tadi. Saat itu
pula
sebelum ia dapat berdiri dengan mantap sebuah bogem
mentah
telah mendarat telak wajahnya. Bukkk!!! Erik terjengkang
untuk ke
dua kalinya. Namun kali ini dengan pergelangan kaki nyeri dan
wajah biru lebam akibat pukulan Donnie barusan. Beruntung
bagi
Erik, saat memukul tadi Donnie hanya menggunakan setengah
tenaganya. Jika tidak pastilah wajahnya bakal remuk. Mata
Erik
memerah dan berair karena menahan sakit luar biasa.
Merasa tak bakalan menang melawan Donnie, Erik meraih
stick
softball yang tadi dipakainya buat menghabisi Alfi.
"Sebaiknya kau buang senjatamu Ric atau aku terpaksa
menembakmu!" Seru Didit.
"Jangan turut campur Dit Sebaiknya kau awasi saja ke dua
temannya yang baru sadar itu. Menyerah terlalu enak baginya
setelah semua yang dilakukannya pada Alfi dan Lila. aku ingin
menghajarnya sampai puas dulu"
"Oke hati-hatilah Don sebab ia bersenjata, Dan kalian berdua
jangan mencoba berbuat macam-macam jika tak ingin
kutembak!"
hardik Didiet kepada Paimin dan Parno.
"A..ampunnn pak...jangan ditembakkk" ujar Paimin sambil
menangis. Mulutnya masih berlumuran darah karena gigi
depan
bagian atasnya nyaris patah semua oleh ulah Alfi tadi.
"I..yaaa...paakkk..kasihani saya ... kami cumaa di suruh sama
bapak
Erik" ujar Parno menimpali. Didiet nyaris tertawa melihat
celana
keduanya telah basah oleh air kencing.
"Dasar bajingan. duitnya saja mau, Awas kalian nanti!!" ujar
Erik
geram masih sempat mengancam kedua mantan begundalnya
itu.
"Ha ha ha lucu bajingan kok teriak bajingan! Ayo berkelahilah
seperti seorang lelaki jantan, bajingan!" Ejek Donnie.
"Aku akan membuat otakmu berceceran di lantai dengan
ini..Hiatt!!!"
Erik yang merasa terjepit lantas menyerang Donnie bagai
seekor
singa terluka. Ia mengayunkan stick Softball-nya secara
membabi
buta. Sebuah kaca jendela ruangan tengah hancur
berhamburan
ketika serangannya luput mengenai tubuh Donnie
"Donn !! cepat selesaikan ini, kita harus segera menolong si
Alfi!!!"
teriak Didit.
Saat itu Donnie juga mendengar suara isak tangis Niken dan
Lila
karena Alfi tetap tak kunjung sadarkan diri. Bahkan wajahnya
semakin pucat pasih. Dan betapa terkejutnya Donnie melihat
darah
yang mengalir dari telinga Alfi.
Saat itu sebuah pukulan stik softball telah datang ke arahnya,
Donnie menjadi geram bukan main melihat kebandelan Erik
apalagi
saat teringat kondisi Alfi saat itu. Sambil berteriak keras Ia
memotong arah serangan tersebut. Kali ini sebuah pukulan
lurus
yang teramat. kejam yang tak pernah ia lakukan bahkan di
larang di
komite beladiri manapun menghantam bahu Erik dengan
keras.
Krakkk!! Terdengar bunyi berderak menandakan ada tulang
yang
patah dan stick yang di pegang Erikpun terlempar jauh.
"Argggg!!!!! Banggggsatttttt!!!! Arrrgg!!" Erik melolong kesakitan
memegangi bahunya yang nyeri bukan kepalang sambil
bergulingan
di lantai.
Pukulan Donnie bagai sebuah palu godam yang dapat
mematahkan
papan setebal dua senti sekalipun. Kemungkinan tulang
bahunya
patah atau ensel bahunya yang terlepas.
Pukulan terakhir Donnie tadi sudah mengakhiri perlawanan
Erik.
Saat itu Sandra muncul bersama beberapa orang dari sekitar
tempat
kejadian tersebut. Erik yang masih kesakitan beserta kedua
begundalnya menjadi pelampiasan kekasalan mereka. pukulan
demi
pukulan beserta tendangan-pun melayang menghujani tubuh
ke
tiga pria apes itu..
Beruntung polisi segera datang bersama si abang ojek dan
segera
meredakan amarah orang-orang tersebut. Masih terdengar
raung
kesakitan Erik ketika polisi menyeretnya keluar bersama
dengan
kedua rekannya.
"Kita harus cepat-cepat ke rumah sakit sekarang. Don kamu
yang
nyetir !" ujar Didit cemas sambil membopong tubuh Alfi.
************************
Sesampai di ruang gawat darurat. Alfi segera mendapat
penanganan
oleh pihak rumah sakit. Beberapa dokter dan perawat terlihat
begitu sibuk memakaikan beberapa alat bantu padanya.
Sementara
Didiet bersama yang lain hanya bisa melihat dari sebuah kaca
kecil.
Sriti juga sudah terlihat berada di sana. Lila tak henti-
hentinya
terisak, sebagai seorang dokter ia paham betul akan kondisi
anak
itu.
"Maaf saya perlu berbicara dengan keluarga anak itu" ujar
seorang
dokter senior yang baru selesai memeriksa Alfi.
"Saya adalah ayah angkatnya. Bagaimana kondisinya dok?"
ujar
Didit mewakili para sahabatnya. Mereka berlima tak sabar
menunggu penjelasan dari dokter mengenai kondisi Alfi.
"Ia mengalami gegar otak serius, harus segera di operasi
untuk
mengeluarkan gumpalan darah di kepalanya agar jiwanya
tertolong"
"Lakukanlah Dok, saya mengijinkan anda buat melakukan
tindakan
tersebut" ujar Didiet mantap. Memang sejak kematian ibunya
Alfi,
maka segala hal yang menyangkut diri Alfi sepenuhnya
menjadi
tanggung jawab Didiet.
"Baiklah, sebentar lagi ada pihak administrasi rumah sakit
yang
akan meminta anda menandatangani surat persetujuannya"
Setelah urusan administrasi selesai maka Alfi-pun segera
dipindahkan ke dalam ruang operasi. Didit dan Donnie terlihat
gelisah mondar-mandir di sepanjang lorong. Sementara Niken
dan
Sandra masih berusaha menghibur Lila. Gadis itu begitu pucat
sampai harus dibantu oleh seorang perawat.
"Ibu terlihat kurang sehat sebaiknya istirahat saja dulu di
ruang
perawat" ujar perawat itu menawarkan. Benar adanya, saat ini
sebenarnya kondisi fisik maupun mental Lila memang dalam
keadaan drop akibat penculikan dirinya dari rumah hingga
menyaksikan penyiksaan Erik terhadap Alfi. Setelah dibujuk-
bujuk
Sandra akhirnya Lila baru mau menuruti saran perawat tadi.
Sandra
dan Sriti membimbing Lila menuju ruang yang di sediakan bagi
mereka.
"Nien sebaiknya kau juga beristirahat ingat akan
kandunganmu,
biar aku dan Didiet yang menunggu di sini" bisik Donnie.
"Baik mas"
Tiga jam berlalu mereka tetap menunggu dengan harap-harap
cemas. Hingga akhirnya lampu di atas pintu kamar operasi
padam
menandakan operasi telah selesai. Didiet diikuti yang lain
memburu
ke arah dokter yang baru keluar dari kamar operasi.
"Kami telah berhasil mengeluarkan gumpalan darah beku di
kepalanya. Meski demikian masa kritis anak itu belumlah
benar-
benar berlalu. Ia harus dirawat secara intensif dan diawasi
oleh
pihak rumah sakit di dalam ruangan ICU. Dan untuk
sementara
waktu dia belum boleh di bezug" demikian dokter tersebut
memberikan penjelasan kepada mereka.
Untuk sementara waktu mereka bisa bernapas sedikit lega.
Alfi
mengalami koma selama tiga hari. Selama itu ke empat
wanita itu
secara bergantian menjenguknya. Namun setelah melewati
hari ke
tujuh Alfi tak kunjung sadar juga, kekuatiran Lila kembali
muncul.
Kesehatan anak itu semakin hari perlahan tapi pasti semakin
memburuk. Sebagai ahli medis Lila mengenali dan membaca
tanda-
tanda tersebut dari layar kecil di samping ranjang Alfi serta
catatan
medis dari perawat di sana. Lila merasakan ada sesuatu yang
lain.
Meski anak itu yang telah menggagahi dan merengut miliknya
yang
paling berharga tetapi entah mengapa ia justru merasa takut
sekali
hal yang lebih buruk menimpa diri anak itu. Pada suatu siang.
Ia
datang ke rumah sakit. Ia belum melihat Niken dan yang lain
di
sana. Lalu Ia menghampiri sebuah counter bagi perawat yang
bertugas di bagian itu. Setelah memberitahukan bahwa ia
adalah
seorang dokter akhirnya perawat tersebut memberinya izin
untuk
dapat masuk ke kamar Alfi. Perlahan ia mendekat ke ranjang
dimana
anak itu terbaring tak berdaya. Hatinya begitu terenyuh dan
air
matanya mulai meleleh di pipinya melihat keadaan anak itu.
Memar
dan lebam akibat penganiayan Erik masih terlihat di sekujur
wajahnya serta nampak beberapa selang terhubung dengan
tubuhnya dari berbagai arah. Dengan agak berbisik bibirnya
mulai
berkata.
"Fi...Kakak harap kamu dapat mendengar ucapan kakak.
Kakak
hanya ingin kamu tahu bahwa kakak sudah memaafkanmu.
kakak
sadar dan tak ingin menyalahkanmu atas semua perbuatan
yang
disebabkan Erik. Kamu...kamu ...tak harus membayar
sedemikian
mahal untuk menebus kesalahan itu....bangunlah
Fii...demi..kakak"
ia berbisik di antara isak nya.
Setelah lewat lima menit ia kembali keluar. Kala itu Niken
baru saja
datang ke sana melihat mata Lila yang merah dan basah.
"La...., kamu baik-baik saja kan" tanya Niken
Lila mengangguk. Ia tak ingin Niken dan yang lain tahu dan
kuatir
akan perkembangan kesehatan Alfi. Tapi dadanya begitu
sesak.
"Aku telah bersalah Nien...aku terlalu memojokannya saat
itu...
sehingga akhirnya ia nekat mempertaruhkan nyawanya demi
aku ...
huu..huu" tangis Lilapun pecah. Niken langsung memeluk
sahabatnya itu. lalu menepuk-nepuk punggungnya untuk
memberikan rasa nyaman bagi Lila.
"Sttt...sudah La...sudah...jangan terus-terusan sedih begini,
tak baik
buat kesehatanmu, aku yakin Alfi melakukan itu karena ia
sangat
menyayangimu"
"Tapi Nienn....aku takut ia...ia.."
"Dengarkan aku La...perasaan kami semua saat ini juga sama
sepertimu... sedih dan takut ...tapi kita hanya dapat berdoa
agar Alfi
segera sadar dan kembali sehat. Dan aku yakin ia akan
bangun dan
berkumpul bersama kita lagi. Kuharap engkau juga tak
berlarut-
larut menyalahkan dirimu."
Lila mengangguk Lalu Niken menyeka pipi Lila dari sisa air
mata.
"Kita pulang yo" ajak Niken setelah satu jam mereka di sana.
"Kamu pulang saja duluan Nien, aku masih kepingin di sini.."
Ingin
rasanya ia tetap di sana hingga Alfi sadar.
"Ahh Ayolahh maniss..." Niken menarik paksa tangan Lila.
Akhirnya
Lila mau juga diajak Niken pulang bersama.
************************
Pagi harinya ia terbangun ketika mendengar dering Hpnya.
"Ada apa Nien?" tanyanya lesu karena rasa kantuk masih
membayangi kepalanya akibat semalam ia baru mampu
memejamkan matanya pada pukul tiga dini hari.
"Laa!..Alfii La!.." ujar Niken. Lila bergegas bangkit dari kasur
karena
kaget mendengar suara Niken seperti tergesa-gesa ingin
mengatakan sesuatu padanya.
"Ada apa dengan Alfi Nien!" Tanya Lila panik. Tak terasa air
matanya kembali meleleh. Inilah yang sangat ia takutkan.
Semua
yang di kuatirkannya terjadi di saat ia tak berada di sana
"Ia...bangunn La! Alfi sudah sadar!"
"Ohh...Nien ...syukurlahh...huu..huu"
Pembicaraan mereka terhenti beberapa saat, Niken
membiarkan Lila
melepaskan beban di dadanya dalam tangisan lega.
"Udah belum nangisnya cantik?" godanya pada Lila.
"Sudah... tapi aku benci sama kamu Nien" ujar Lila dengan
nada
merajuk.
"Loh kok jadi marah sama aku?"
"Iya habisnya kamu ngomongnya diputus-putus begitu
seharusnya
sejak awal kamu bilang Alfi sudah sadar sebab tadinya aku
sempat
kuatir dan mengira kalau terjadi ada apa-apa pada dia. Kamu
pasti
sengaja mengoda aku kan?"
"Hi hi Iya..iya aku ngaku salah ..aku minta maaf...kamu
tunggu saja
di rumah sebentar lagi akan kujemput. Kita pergi ke rumah
sakit
sama-sama"
*************************
Tak lama kemudian mereka telah sampai di rumah sakit. Di
sana
nampak Sandra, Donnie dan juga Sriti sudah menunggu di
depan
pintu kamar ICU. Lalu terlihat Didiet baru keluar dari dalam
kamar
dengan mempergunakan pakaian steril. Sepertinya hanya
Didiet
seorang yang baru boleh di izinkan masuk dan bertemu Alfi.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Sandra pada suaminya.
"Syukurlah ia dalam kondisi baik dan sempat sadar selama
lima
belas menitan. Ia bahkan bisa berkata-kata sedikit dengan
berbisik
sebelum akhirnya kembali tertidur" jelas Didiet.
"Haihh....Ia seharusnya belum boleh dulu banyak berpikir dan
berbicara" keluh Lila
"Yah...aku juga heran pada kondisi seperti itu ia tadi justru
menanyakan keadaan dirimu. Dan setelah aku katakan bahwa
kamu
juga selamat malam itu tanpa kurang suatu apapun barulah ia
nampak tenang dan kemudian terlelap lagi" jelas Didiet
menambahkan.
Lila terenyuh mendengar penuturan Didiet, betapa anak itu
masih
mengkuatirkan keselamatan dirinya dalam keadaan seperti itu.
Hari
itu Lila bertekat belum akan pulang ke rumah sebelum ia
menjumpai berhasil Alfi dalam keadaan sadar. Ia menunggu di
temani oleh Niken dan Sriti hingga sore harinya. Dan saat jam
menunjukan pukul lima sore Alfi kembali terjaga. Niken
memberi
kesempatan bagi Lila terlebih dahulu masuk. Hati Lila merasa
lega
melihat seyum anak itu mengembang dari balik masker
oksigennya
saat melihat ia datang. Tapi Lila menjadi agak kikuk. Ia tak
ingin
memperlihatkan bagaimana gejolak perasaannya saat itu baik
pada
Alfi maupun Niken. Ia berusaha bersikap tenang dan dingin
seperti
biasanya meski hatinya gembira bukan main saat itu.
Demikianlah setelah berjalan satu minggu karena kondisi Alfi
berangsur-angsur membaik. Dan kini Alfipun sudah boleh
dipindahkan dari ruang ICU dan menempati sebuah kamar
rawat
inap. Dan di dalam kamar VIP tersebut Alfi baru bebas
menerima
kunjungan. Hari itu terlihat mereka semua hadir di situ.
"Fi, besok kami terpaksa harus pulang dulu ke kota S karena
banyak sekali pekerjaan yang tertinggal dan harus di
selesaikan"
ujar Didiet.
"Ngga pa pa Kak. Alfi mengerti"
"Oya Fi ada kabar gembira buatmu, kak Nadine-mu telah
melahirkan dengan selamat. bayinya perempuan, gemuk,
sehat,
cantik dan berkulit putih bersih persis ibunya" jelas Niken.
"Selamat ya 'PAPA' Alfi" ujar Sriti disambut tawa yang
lainnya.
"Oya ada salam sayang juga dari kak Dian-mu, katanya ia
kangen
sekali padamu" ujar Niken.
"Doakan Alfi supaya cepat sembuh ya kak"
"Ya, kau istirahat saja sampai pulih tak usah memikirkan
untuk
buru-buru pulang, kami akan bergantian datang ke kota ini
buat
menjengukmu" ujar Didiet menambahkan.
"baik kak, ngga usah kuatir kan di sini ada kak Sriti"
*********************
Selama satu bulan lamanya Alfi di rawat di rumah sakit.
Namun
sejak Niken dan yang lain pulang, tak terlihat sekali-pun Lila
datang menjenguknya. Sudah dua minggu Ia hanya ditemani
oleh
Sriti. Ternyata Lila juga pulang ke kota S menyusul yang lain.
Alfi
merasa sedih ia yakin Lila pasti masih membenci dirinya dan
tak
akan pernah mau memaafkan dirinya atas kejadian tempo
hari.
Hingga pada suatu malam, menjelang pukul 9, Saat itu Alfi
tertidur
lelap setelah menyelesaikan sesi makan obat terakhirnya
untuk hari
ini. Terlihat seseorang memasuki kamarnya. Orang itu tak lain
adalah Lila. Ia baru sampai dari kota S dan langsung menuju
kemari
tanpa pulang ke rumah ibunya terlebih dahulu. Ia berdiri di
samping
tempat tidur dan memandangi wajah anak itu. Dua minggu ia
pergi
menyibukan diri dengan praktek di Kliniknya untuk melupakan
semua yang terjadi selama di kota H , termasuk melupakan
anak
ini. Namun yang terjadi malah sebaliknya semakin Ia berusaha
menghapus kenangannya bersama Alfi semakin kuat pula
kenginan
dirinya untuk dekat dengan anak itu. Lila juga binggung entah
apa
yang terjadi pada dirinya. Ada sesuatu yang mampu
mengganggu
seluruh prinsip hidup yang telah ia jalani selama sepuluh
tahun ini.
Dimanakah keteguhannya selama ini yang tak sekalipun
tergoyahkan oleh keberadaan seorang lelaki dalam bentuk
apapun
sejak penghianatan Erik dulu? Ia bukanlah type seorang gadis
yang
gampang tergiur oleh betapa hebatnya seorang lelaki dan
berapa
pun besarnya daya pikatnya. Bahkan kebanyak pria yang
datang
tersebut tergolong gagah, tampan dan mapan sangat jauh bila
harus dibandingkan dengan Alfi.yang berbadan kurus hitam
dan
berwajah pas-pasan itu. Ia harus mengakui bahwa awalnya
sebelum mengetahui bahwa Alfi tak sengaja terjerat dalam
nafsunya
akibat obat perangsang Erik, ia merasakan kebencian demikian
meluap-luap karena Alfi menggagahinya malam itu. Namun
seiring
waktu rasa benci itu berganti menjadi rasa rindu yang
mendalam.semakin ia mengingat kejadian malam itu semakin
ia
merasakan bagaimana dirinya berubah seperti segumpal bara
panas
kala dalam balutan dekapan tubuh anak itu.
Memang sejak hari itu, secara bertahap Lila merasakan hasrat
seksualitasnya menggelora tak terkendali. Di malam-malam
kesendiriannya ia kerap mendapati dirinya mengalami
bermimpi
erotis bahkan pada siang hari pikiran penuh gairah nafsu
terus-
menerus berputar dalam benaknya. Jelas ia telah jatuh hati
pada
anak ini, jatuh hati pada kepolosan dan pengorbanannya,
terpesona
pada kejantannya. Hal inilah membuat ia mengambil
keputusan
untuk kembali menemui anak itu malam ini. Saat pikiran dan
perasaannya masih berkecamuk dan bercampur aduk tiba-
tiba..
"Kak......Li..la.." gumam Alfi lirih. Lila terkejut anak ini
membisikan
namanya di dalam tidurnya. Bukan Sandra, Dian, Nadine atau
Niken.
Namun dirinya.
Terlihat anak itu menggeliat lalu perlahan membuka matanya.
Alfi
sempat terkejut ketika matanya menangkap sosok
dihadapannya.
Alfi mengucek matanya ternyata memang benar itu adalah
Lila.
Sungguh bahagia ia dapat kembali melihat wajah cantik gadis
itu.
"Kak..Lila?" ucapnya lirih dan berusaha untuk duduk.
"Iya Fii...ini aku"
"Kak Lila...kapan datang?" sapanya
"Baru saja Fi"
Kekakuan masih terasa, namun Lila tak ingin berlama-lama
dalam
keragu-raguan. Bukankah sejak berencana datang kemari ia
sudah
memutuskan untuk dapat memperoleh kejelasan dan jawaban
dari
permasalahan antara ia dan Alfi.
"Hmm... Fii"
"Iya kak?"
"Ada yang ingin kakak bicarakan denganmu"
"Alfi tahu kakak pasti ingin membicarakan tentang kejadian
tempo
hari" ujar Alfi menduga-duga setelah melihat perubahan pada
wajah
Lila yang nampak serius.
"Ya Fii. Kakak ingin memberi tahumu bahwa kakak telah hamil
karena perbuatanmu dulu itu ... oleh sebab itu.... kakak ingin
meminta tanggung jawabmu Fi" ujar Lila.
Alfi terkejut mendengar ucapan Lila itu. Hatinya menjadi kecut
teringat akan omongan Niken tempo hari.Namun hatinya
sudah
bertekat untuk menerima apapun keputusan dari Lila asalkan
gadis
itu tak lagi membenci dirinya.
"Alfi sudah tahu mengenai kehamilan kakak dari kak Niken.
Alfi siap
dan rela kakak apa-apain...Alfi ..juga rela jikaa harus kakak
operasi
menjadi... cewek" ujar Alfi bergetar ketakutan saat
mengucapkan itu.
Lila jadi tertawa geli mendengar ucapan Alfi barusan, ia sudah
mengira pastilah Niken yang telah mengarang omongan
seperti itu
buat menakut-nakuti anak itu. Lila mendekatkan tubuhnya ke
Alfi.
Harum tubuh wanita itu tercium oleh hidungnya. Alfi terkejut
saat
tahu-tahu wajah Lila sudah begitu dekat dengan wajahnya.
Lalu
bibir lembut gadis itu mengecup lembut pipinya.
"Kak?..." Alfi masih belum percaya jika Lila melakukan hal itu.
Bukankah seharusnya Lila sangat membenci dirinya karena
telah
menodainya tempo hari.
"Apa kau masih bingung dan tak mengerti juga?"
"Apakah kakak tidak akan..mengoperasi Alfi?"
"Dasar anak bodoh....bagaimana mungkin aku mau memiliki
seorang
suami berkelamin perempuan"
Suami?...jadi Lila menuntutnya untuk dinikahi.
Alfi tercenung sambil menatap perut Lila, tempat dimana di
dalamnya salah satu benih nya sedang tumbuh. Ia sadar
situasi
dan kondisi Lila tak dapat di samakan dengan Sandra dan
wanita
nya yang lain. Lila memang tak punya suami ataupun kekasih.
Sedangkan Didit maupun Donnie sudah tak mungkin untuk
menambah seorang istri lagi. Berarti ia sendiri yang harus
menikahi
Lila. Betapa beruntung hidupnya. Entah kenapa saat
membayangkan ia bakal hidup bersama dengan Lila tiba-tiba
saja
kemaluannya berereksi dengan hebat setelah selama satu
bulan ini
tertidur.
"Ada apa Fi, ka..mu diam saja? A..pakah...kamu merasa
keberatan
menikahi kakak? Ji..ka demikian kakak tak ingin
memaksamu... ..biarlah kakak yang akan membesarkan bayi
kita
sendirian" ujar Lila dengan nada suara mulai bergetar, Ia
sadar sulit
bagi anak seusia Alfi memikirkan harus melaksanakan
tanggung
jawabnya sebagai seorang suami meski Lila tak menuntut
untuk
diberikan nafkah secara materi.
"Ti..dakkk...bukannn begitu kakk, Alfi bersedia kok menjadi
suami
kakak, Lagian siapa tak ingin punya istri cantik dan pandai
seperti
kakak" ungkap Alfi cepat-cepat. Ia kuatir gadisnya itu terlanjur
sedih dan kabur dari situ.
"Benarkah? Kau bersedia menikahi kakak?Dan apakah kau tak
merasa aku terlalu tua untukmu?" Tanya Lila lagi.
"Kakak manis. Alfi sayang dan cinta kakak. Alfi bakal temani
kakak
hingga akhir hayat Alfi"ujar Alfi sambil meraih jemari Lila dan
menggenggamnya agar gadis itu yakin akan keputusannya.
"Lantass kenapa dong tadi kakak lihat kamu sempat diam dan
nampak gelisah?" ujar Lila masih binggung. Tapi Ia sungguh
gembira Alfi telah bersedia buat bertanggung jawab meski ia
sendiri
masih bingung bagaimana melangsungkan proses pernikahan
itu di
karenakan Alfi belum lagi berusia tujuh belas tahun.
"Ooo tadi itu Alfi..cuma ...kuatir"
"Kuatir apa?"
"Ah..tidak apa-apa kak, kita ngomongin yang lain saja tapi
yang
jelas Alfi bahagia sekali bakal menikahi kakak, Eng..ya
ngomong-
ngomong kapan kak Niken dan yang lain berencana datang ke
kota
H kak?" ujar Alfi berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Hmm....Kamu bikin aku penasaran...ayo katakan dulu padaku
apa
yang kau kuatirkan sehingga bersikap seperti tadi?" ujar Lila
duduk
di bibir ranjang.
Percuma Alfi berusaha mengalihkan pembicaraan, Lila tetap
mendesaknya buat berterus terang.
"Alfi tadi kuatirr kalau terus-terusan berdekatan dengan
kakak ...
Alfi tak bisa mengendalikan diri lagi seperti tempo hari. Alfi
kan
sudah pernah sekali berbuat dosa terhadap kakak sehingga
menimbulkan masalah besar, Alfi tak ingin mengulangi
kesalahan
itu lagi"" ujar Alfi sambil menunduk tanpa berani memandang
ke
arah Lila.
Tangan Lila menarikkan selimut yang menutupi dari bagian
pinggang ke bawah Alfi. Alfi berusaha mencegahnya namun ia
kalah
cepat dari Lila. Lila tersenyum melihat ketegangan dari balik
celana
piyama anak itu. Lalu ia kembali mengulangi kecupannya tapi
kali
ini di bibir anak itu hingga Alfi terpancing untuk membalasnya.
Meski demikian Alfi takut untuk bertindak kurang ajar ia hanya
mengecup lembut dan buru-buru melepaskannya sebelum ia
menjadi tak terkendali.
"Bagaimana jika aku yang memintamu... melakukan dosa itu
lagi
padaku?" tanya Lila saat ciuman mereka terlepas.
Kalimat terakhir Lila telah membuat Alfi mengangkat wajahnya
dan
menatap mata Lila. Ada sinar kerinduan terpancar di sana.
Mata
indah itu mengatakan kesungguhan sehingga segalanya
menjadi
jelas dan Alfi jadi tahu apa yang harus ia lakukan sekarang
ini. Ia
tak lagi ragu-ragu untuk menangkap tubuh mahkluk cantik di
hadapannya itu ke dalam pelukankannya.
"Oh.. Kakk...kak...Alfii cinta kakak" bisiknya
"Nikahi kakak ya Fi... miliki kakak....kakak juga sayang
padamu...
cinta padamu.." Rengek Lila balas memeluk erat tubuh kecil
bocah
itu. Entah bagaimana caranya cinta dan kasih sayangnya
terhadap
Alfi bisa tumbuh begitu subur dan kuat padahal anak ini
masih
belum cukup umur dan tak bisa juga di katakan tampan.
Bagaikan
bumi dan langit perbedaannya. Kisah kasihnya lebih mirip
sebuah
cerita dongeng anak-anak 'beauty and the beast' ketimbang
kisah
cinta 'Romeo and Juliet'. Namun rasa ini tak terungkapkan
indahnya. Hatinya begitu berbunga-bunga bagai perasaan
seorang
gadis ABG yang tengah dilanda cinta pertamanya. Lila seakan
telah
menemukan apa sebenarnya penawar bagi kegelisahannya
selama
ini.
Perlahan tubuh Lila rebah ke kasur sementara kepalanya telah
jatuh
ke dalam gumpalan bantal Alfi. Sedangkan posisi tubuh Alfi
berada
di atas tubuhnya. Mata keduanya kembali saling menatap.
Mereka
tahu di hati mereka saling memendam kerinduan meski baru
terpisah beberapa minggu saja.
"Kakak..cantik sekali" bisik Alfi terpukau. Seakan ada magnet
yang
kuat yang membuat wajahnya turun perlahan mendekat ke
arah
wajah Lila.
Emp...hanya itu yang terdengar. Rintihan Lila tak sempat
keluar
karena bibirnya sudah dipenuhi oleh hisapan bibir Alfi. Tubuh
Lila
gemetaran bagai orang terserang malaria. Tak ada pengaruh
obat
perangsang kali ini namun Lila merasa kali ini lebih
mendebarkan
ketimbang tempo hari. Pecintaan kali ini ia lakukan secara
sadar
dan karena iapun menginginkannya. Tak ada yang
menghalangi
keinginan keduanya buat bersatu sehingga ranjang kecil rumah
sakit itu tak terasa sempit bagi mereka berdua. Untunglah tadi
Lila
telah mengunci pintu kamar terlebih dahulu saat masuk tadi.
Lila
heran Alfi menghentikan kecupannya. Anak itu merenggang
menjauh dari tubuhnya sementara matanya menatap ke arah
dada
Lila. sejenak Lila mengerti keinginan anak itu. Dengan wajah
merona merah karena malu, Lila melepas sendiri kancing-
kancing
bajunya satu persatu. Ia tak menyangka ia mau melakukan itu
semua itu di hadapan anak itu.
"pelan..pelan Fi, ingat kepalamu belum boleh terlalu bayak
bergerak" Lila mengingatkan anak itu.
Benar saja begitu semua kancing bajunya terbuka. Ciuman Alfi
kembali menghangati bibirnya. Lila dapat merasakan jemari
anak itu
berusaha membuka pengait branya. Dan sepertinya ia sudah
berhasil melakukannya. Kecupan Alfi beralih ke leher jenjang
Lila
perlahan turun hingga sampai di belahan dada gadis itu lalu
lidahnya mulai menjilati setiap jengkal permukaan kulit kedua
bukit
putih kembar di hadapannya.
"Fiii...geliii..ouhhhhh" pekik Lila lirih ketika mulut Alfi
menyergap
salah satu putting payudaranya dan mengisapinya kuat-kuat.
Lila tak berani menekan kepala Alfi yang masih terbalut
perban. Ia
hanya meninggikan dadanya agar mulut Alfi makin terbenam
di
situ. Anak ini... ia pandai sekali menyenangkan diriku Pikir
Lila. Ia
seakan tahu di mana saja titik-titik rangsangan pada tubuh
lawan
jenisnya.
"Cks.....ckss......cksss" Alfi mengisapi ke dua putting Lila
secara
bergantian. Benda itu semakin memerah dan mengacung
tegak.
Puas menetek, Alfi melepas putting Lila
"Kakak Alfi ingin itu...." bisik Alfi. Penisnya sudah sangat
tegang
sejak tadi dan menagih untuk di lumat oleh sebuah liang
vagina.
"Lakukanlah Fiii...kakak milik kamu sejak malam ini"
Alfi membuka kancing piamanya sedangkan celananya ia
turunkan
sebatas lutut. Ia sengaja tak telanjang bulat Ia kuatir setiap
saat
suster bisa saja masuk ke kamar dan memergoki mereka.
Begitupun
dengan Lila, Alfi hanya menarik lepas celana dalamnya dan
menyembunyikannya di bawah bantal. Beruntung Lila memakai
baju
terusan yang longgar sehingga mudah bagi Alfi mengekplorasi
tubuhnya.
Lila bisa merasakan kehangatan penis anak itu menekan
perutnya.
Jemarinya meraih ke bawah buat menyentuhnya kemudian
menggenggamnya namun dia tidak dapat melingkarkan jari-
jarinya
secara penuh di pada benda itu. Lila merasa aneh, dulu-dulu
ia tak
pernah merasakan gairah meletup-letup seperti sekarang ini
saat
menatap dan menyentuh benda itu di ruang prakteknya. Benda
yang pernah memberikan rasa linu dan sakit namun juga
sejuta
kenikmatan pada vaginanya.
"Fii..." bisiknya lirih
"Kenapa kak?"
"ng..ga..punya kamu besar sekali ternyata"
"Kakak suka atau takut sakit?"
"Dua-duanya"
"Alfi janji bakalan pelan-pelan waktu masukinnya ke punya
kakak
nanti" Alfi membiarkan jemari lentik Lila mempermaikan
daging
miliknya itu.
"Fii.."
"Iya kakak sayang?"
"Ma..sukin sekarang..."rengeknya manja kerena menginginkan
Alfi
menuntaskan kerinduannya meski dengan agak malu-malu
saat
mengatakan itu.
"Pingin pakai lidah apa pakai titit,kak?"goda Alfi
"A..aaa Alfi gitu" rajuk Lila bertambah malu didesak
mengatakan
pilihannya itu sambil memukul-mukul manja dada Alfi.
"Bilang dulu...kakak sayang maunya dimasukin lidah apa titit
Alfi?"
"Eng..ti..tit" ujarnya dengan pipi bersemu dadu.
Lila tahu ini pasti akan sedikit menyakitkan baginya, meski ia
sudah tak perawan lagi karena ia baru sekali melakukan
persetubuhan dan kemaluan Alfi memang sangat besar dan
panjang. Tapi saat ini ia sangat ingin merasakan kembali
kenikmatan yang dasyat itu lagi lebih dari apapun di dunia ini.
Dengan jemari tangannya, Lila membimbing penis anak itu
yang
berdenyut-denyut ke celah basah vaginanya. Lalu secara
naluriah
Alfi menekan kemaluannya sehingga kepala titit berkulup besar
itu
meluncur masuk sedikit di antara bibir basah itu.
"Uhhhhh!!...sa..kitttt."
Lila tersentak melengkungkan punggungnya untuk menahan
penetrasi Alfi. Awal penyatuan itu telah menciptakan sedikit
rasa
sakit sehingga Alfi pun menunda dulu tekanannya. Ia
menjatuhkan
bibirnya kembali menyusu pada putting payudara gadis itu
sementara tangannya membelai lembut payudara satunya.
Sedikit
demi sedikit ia memberikan dirinya untuk dimasuki anak laki-
laki
hitam ini. Mendorong kemaluannya menerobos lipatan
vulvanya. Ia
merasakan kehangatan yang lezat ketika penis besar itu
menyusup
lebih jauh dan lebih ke dalam menembusi nya,
"Oughhh...Fiiiii..." desahnya nikmat setelah titit Alfi berhasil
masuk
semuanya ke liang senggamanya. Ia merasakan kenikmatan
itu
makin menyengat mana kala rahimnya terdesak oleh ujung
kulup
kemaluan Alfi.
"Masih sakit kak?" bisik Alfi. Lila menggeleng . Sambil
melakukan
penetrasi Alfi menatap wajah kekasihnya itu sehingga ia dapat
melihat ekspresi Lila. Mata Lila terpejam rapat di antara
kerenyitan
dahinya sementara giginya menggigit bibir bawahnya. Ia tahu
gadisnya itu tak lagi merasakan sakit namun justru sedang
dilanda
kenikmatan.
"Ka..kak sayanggg...semua punya Alfi sudah di dalam punya
kakak
sekarang"
"Be..narkahh?" Lila baru yakin setelah melirik ke arah bukit
kemaluannya yang bertumpu dengan bukit kemaluan Alfi.
Setelah organ cinta mereka berdua menyatu erat, kedua kaki
indah
Lila menyilang dan menjepit pinggang calon suaminya.
Sementara
jemari lembutnya mencengkram punggung Alfi. Kini tubuh kecil
Alfi
terjepit di antara montoknya ke dua paha wanita dewasa yang
mengapitnya erat siap buat melakukan gerakan persetubuhan.
Alfi
mulai memaju mundurkan pantatnya. Ia sadar ini baru
persetubuhan
kali kedua buat Lila dan ia tak ingin Lilapun kesakitan akibat
kocokan-kocokan yang cepat. Begitu ketatnya kemaluan
mereka
bertaut. Entah vagina Lila yang terlalu sempit atau memang
ukuran
penis Alfi yang tak normal. Bibir vagina Lila ikut tertarik keluar
di
saat penis Alfi di cabut. Begitupun saat daging hitam itu
bergerak
menusuk seakan bibir vagina Lila-pun ikut terdorong masuk.
Kulit
kulup Alfi tertarik keluar sehingga glans penisnya menyentuh
dasar
vagina Lila yang lembut. Namun Alfi merasa persetubuhan
dalam
tempo yang lambat seperti ini akan membuat dirinya
berejakulasi
dengan cepat. Vagina Lila dengan leluasa 'menyiksa'nya
dengan
lumatan-lumatan kenikmatan. satu bulan tak bersetubuh
sama
sekali menjadikan tititnya terlalu sensitive.
"Ouhhhhh...kakakk" desah Alfi.
Lila dapat melihat wajah Alfi yang berubah pucat.
"Fiii...kamu tidak apa-apa kan?" tanyanya ditengah-tengah
kenikmatan itu. Ia kuatir jika gerakan-gerakan yang mereka
buat
menimbulkan rasa sakit bagi kepala anak itu.
"ga pa...pa kak...Alfi..justru lagiii e..nakkk"jawabnya terbata-
bata.
Lila-pun merasa lega.
Sebagai seorang dokter ahli kandungan sedikit banyak ia tahu
dan
pernah membaca bagaimana cara mempergunakan otot-otot
kewanitaan di saat berlangsung persenggamaan. Lila ingin
mempersembahkan sebuah kenikmatan terindah bagi Alfi. Ia
ingin
meninggalkan kesan yang mendalam bagi anak itu. Ia ingin
anak
itu mencintainya dan tak pernah meninggalkannya. Lalu ia
mencoba
memperaktekan semua yang ia ketahui pada persetubuhan
mereka
saat itu. Otot vaginanya ia kencangkan seolah sedang
menahan laju
air kencingnya pada saat pipis. Ia lakukan berulang-ulang.
Akibatnya sungguh luar biasa. Alfi merasakan kuluman liang
senggama gadis itu menjadi demikian tak terkira nikmatnya.
Kedua
biji matanya sampai terbalik ke atas. Sebenarnya Lila tak
butuh
melakukan gerakan itu karena vaginanya masih sangat sempit
itu
cukup untuk membuat Alfi bertekuk lutut.
"Ka..kaakkk manisss...Alfi bakal muncratt duluannnn....Alfiii
nggaa
tahann lagiiiiii..Oughhhh" rintih Alfi sambil mendekap erat
tubuh
Lila. Pantatnya mengocok-ngocok beberapa kali sebelum
akhirnya....
"Tumpahkan sayang...tumpahkan semua benihmu di dalam
punya
kakakkkk" bisik Lila sambil berdebar-debar menanti
terulangnya
saat-saat pembuahan dirinya oleh Alfi.
Alfi mencoba untuk menahan laju spermanya untuk terakhir
kali
namun kenikmatan itu sudah mungkin ia tahan lagi. Stok
sperma
yang terpendam selama hampir satu bulan itu dipompa naik
dari
testisnya dengan cepat mengalir menyentuh setiap syaraf-
syaraf
kenikmatan yang ada di alat kelaminnya. Kurang dari satu
detik
cairan-cairan kental itu akhirnya berhamburan memancar dari
ujung
kulupnya tanpa tertahankan lagi.
"Aoooooo...kakkkakkkk!!!!" Alfi terpekik sambil menghujamkan
titit
sedalam mungkin ke vagina Lila.
Crutttttt.....cruuuutttt...crootttttttt.....crotttt...Lila tersentak
kaget.
Titit besar anak itu mengembang kempis secara cepat di
dalam
cengkraman dinding vaginanya. Lalu ia merasakan hentakan-
hentak deras ejakulasi Alfi membentur mulut rahimnya.
"Ohhhhh ....Alfiii kamu dapet sayang" Lila dengan pasrah
menerima
suntikan demi suntikan benih kekasih kecilnya itu.
Ia menunggu dengan sabar Alfi menyelesaikan ejakulasinya
hingga
tuntas sambil mempererat dekapannya. Lila sangat menikmati
indahnya momen itu meski orgasmenya belum ia peroleh.
Menit-
menit berlalu, setelah orgasmenya reda, Alfi mengangkat
wajahnya
dari cekungan leher Lila lalu mengecup kening gadis itu.
"Kamu kalah sayang!" ujar Lila.
"Iya...Alfi kalah sama kakak....memek kakak enak
banget..bikin Alfi
ngga tahan... sekarang giliran Alfi bikin kakak muncrat" ujar
Alfi
"A..pa barusan kamu bilang?" Tanya Lila hatinya tergelitik
mendengar kata 'memek' yang diucapkan Alfi. Menit-menit
sebelumnya Alfi menyebut 'titit' buat kemaluannya sendiri dan
bukan penis. Inikah bahasa persetubuhan? Terdengar begitu
vulgar
dan menggairahkan.
"eng... me..mek kakak enak. Ada apa kak?" Tanya Alfi.
"Ngga papa, bi...lang sekali lagi sayang "pinta Lila. Meski
bingung
Alfi menuruti permintaan kekasihnya itu.
"Memek kakak enak banget, memek kakak legit, memek kakak
bisa
ngisepin titit Alfi" bisik anak itu di dekat telinga Lila.
"Seperti inikahhh?" tanya Lila sambil mempergunakan otot-
otot
vaginanya seperti sebelumnya.
"Ohhh..kakaaaakkk"desahan Alfi keenakan. Ia lalu membekap
bibir
Lila lagi dengan ciuman. Kini Lila baru mengerti sekarang
mengapa
bocah ini begitu digilai oleh Sandra dan wanita lain yang
pernah
merasakan hubungan sex dengan Alfi. Titit bocah itu tak
mengecil
sedikitpun setelah berejakulasi secara dasyat tadi.
Setelah liang senggama Lila licin oleh spermanya. Kini Alfi
dapat
leluasa melakukan kocokan agak cepat.
"E..nak kak?"
"He..ehh..." jawab Lila. Kocokan Alfi kali ini cepat sekali
membuatnya melambung.
"Besar ya kak?"
"He.ehhh be..saarrr...Fiiii"
"Kakak suka sama punyaku ya?"
"Iyahh Fiiii...kakakkk sukaa"
Alfi menyusupkan kedua telapak tangannya kebawah pantat
montok
Lila dan meremasnya. Sementara pantatnya semakin cepat
berayun.
Ia menggunakan semua kekuatan otot-otot pinggul dan
pantatnya
buat menaklukan dokter cantik itu. Penisnya yang besar
seakan
membongkar liang vagina sempit Lila.
"Fiiiii...All.fiiiii" rintih Lila memanggil-manggil nama Alfi
diantara
kecipak suara kemaluan mereka yang beradu akibat genjotan
anak
itu.
"Kakak sayang sudah mau muncrat ya?" Alfi merasa Lila tak
akan
lama lagi bakal mencapai orgasmenya karena Organ
kewanitaan Lila
semakin kencang mencengram batang tititnya.
"Ohh...sayangggg punyamu besarrr....punyamuu enakkkk"
Bibir Lila
meracau tak terkendali. Kepalanya terlempar ke kiri dan ke
kanan.
Denyut-denyut nadi ke duanya semakin cepat seiring semakin
cepatnya kocokan titit Alfi ke liang senggama Lila. Lila-pun
akhirnya telah sampai di puncak kenikmatan itu. Kuku-kuku
Lila
kuat dengan menancap pada pantat Alfi yang bulat sekujur
tubuhnya bergetar hebat merasakan kenikmatan yang
ditunggu-
tunggunya seperti yang pernah ia alami saat malam ia di
gagahi Alfi
dulu itu telah datang menyapanya.
"Ouhhh....Fiiiiiiihh eemfffffff!!!" sebelum pekiknya sempat
terlontar
buru-buru Alfi menyumbat bibirnya dengan ciuman agar tak
membuat heboh rumah sakit.
Memang untuk urusan ranjang, wanita memang mungkin
kurang
agresif menyerang. Tapi, untuk urusan orgasme, wanita tetap
jadi
juaranya!
Semua otot-otot kewanitaan Lila berkontraksi berirama
dengan
sangat cepat dan kuat diikuti di bagian panggul dan rahim.
dan
diakhiri dengan hisapan kuat pada titit Alfi
lebih kencang dari sebelumnya yang membuat Alfi ikut
melambung
keenakan. Lila terus mengejang sementara vaginanya
berdenyut-
denyut terus mengeluarkan cairan kenikmatan .
"Aooooo....Kakkkkkk Lilaaa enakkk !!!!" Alfi berusaha menahan
jeritannya karena sengatan nikmat yang seakan ikut
membetot
jiwanya bersamaan dengan cengkraman otot-otot vagina Lila
yang
dasyat pada penisnya. Bahkan saat Lila menghentak seakan
vagina
gadis itu hendak mencabut putus miliknya. Kedua biji mata
Alfi
mendelik menahan rasa geli yang menjalar cepat terutama
pada
bagian kepala penis yang dipenuhi syaraf kenikmatan. Rasa-
rasanya ia tak akan menunggu waktu lama untuk kembali
berejakulasi. Nikmat itu demikian menggila dan tak dapat ia
lawan. Sehingga.....
Creetttt...Creett..Crettt
"Kakaaaakkk...Allfiiii muncrattt!!!!! Emmfffffff!!!" Kali ini Lila
yang
menangkap bibir anak itu dengan ciuman panjang.
Kedua tangan Alfi memeluk pinggang ramping Lila kuat-kuat.
Bersamaan dengan penisnya berkejat-kejat keras lalu
memuntahkan seluruh sisa spermanya kedalam rahim Lila.
Cairan
itu melesat bagai peluru dari lubang pipisnya dalam volume
yang
sangat banyak. sehingga vagina Lila bagai tak mampu
menampungnya semua. Sebagian besar keluar tumpah dan
mengotori seprey di kasur. Bahkan setelah menyemburkan
banyak
mani namun titit Alfi masih terus menghentak-hentak kuat
seakan-akan cairan kental itu tiada habis-habisnya apalagi
vagina
Lila-pun seakan tak pernah mengendurkan hisapannya pada
batang
titit Alfi. Semua itu telah menambah panjang sesi orgasme
yang
mereka alami.
"Uhhh...sayanggg...benihmu banyak sekaliii"desah Lila kala
kenikmatan itu mereda. Ia sempat heran mendapati begitu
banyaknya jumlah cairan yang dihasilkan oleh biji pelir anak
itu.
************************
Malam semakin larut dan jam telah menunjukkan pukul dua
dini
hari. Sprey kasur Alfi telah kusut tak menentu oleh
persetubuhan
panas yang tiada henti itu.
"Sudah dulu ya sayang, kakak takut nanti luka di kepalamu
berdarah lagi karena terlalu banyak bergerak. Besok-besok
kita
terusin ya?" bujuk Lila meski Ia tahu banyak dari Niken jika
Alfi tak
akan berhenti menyetubuhi wanitanya sebelum keduanya
berkali-
kali mengalami orgasme bahkan hal tersebut dapat
berlangsung
sampai menjelang pagi tiba. Kalau saja mereka tak sedang di
rumah sakit ingin rasanya Lila membiarkan titit besar anak itu
mengeram di dalam vaginanya hingga pagi hari.
"Ngga mau...Alfi mau entot kakak sampai pagi ."
"Sayang kamu harus ingat kita sedang di rumah sakit. Nanti
ada
yang melihat atau mendengar jeritan kita. Kita kan bisa
melakukan
sepuasnya di rumah kakak saat kamu pulang dari sini"
"Satu kali lagi saja kak...boleh ya?" rengek Alfi.
"Hmm...baiklah tapi hanya satu kali lagi saja" ujar Lila tak
dapat
lagi menolak meski hatinya was-was takut mendadak ada
suster
yang memergoki mereka dalam keadaan demikian.
Kali ini orgasme Lila datang lebih cepat dari yang pertama
tadi.
Seluruh syaraf-syaraf kewanitaannya menjadi sangat sensitive
terhadap setiap sentuhan Alfi. Baru di genjot Alfi dua menit ia
mengalami orgasme, lalu yang ketiga dan seterusnyapun susul
menyusul tanpa henti. Lila tahu ia telah mengalami
multiorgasme.
Hal yang didambakan setiap wanita yang pernah merasakan
hubungan intim. Ia merasa sungguh takjub pada kejantanan
Alfi.
Padahal anak itu sudah berkali-kali pula berejakulasi namun
tititnya tak pernah menjadi ciut. Hal itu semakin membuat Lila
tergila-gila pada bocah itu.
"Anak bandel katanya cuma sekali saja...dasar!" ujar Lila di
sela-
sela napasnya yang belum teratur. Setelah orgasmenya
mereda
jemarinya mendorong perut Alfi menjauh dari tubuhnya. Alfi
dengan
berat hati mencabut lepas tititnya pelan-pelan dari kuluman
vagina
Lila. Sperma berhamburan keluar dari vagina Lila mengalir
membasahi seprey.
"Sudah sayang. Besok lagi ya" bisik Lila berusaha menahan
hasratnya sendiri yang masih terus mengukunginya karena Alfi
masih saja mencucup puting kirinya di saat gadis itu berusaha
mengancingkan bajunya.
"Plokk!" pagutan Alfi akhirnya terlepas dari putting merah itu
sehingga Lila dapat mengancingkan seluruh gaunnya.
Setelah membenahi pakaiannya Lila lalu pindah ke sofa.
Namun
mata mereka masih selalu beradu pandangan dari jauh dan
tak
kunjung merasa ngantuk. Tiba-tiba perlahan Alfi bangkit dan
turun
dari ranjang dan berjalan menuju ke sofa dimana Lila
terbaring. Lila
tersenyum geli. Ia merasa dirinyapun tak berbeda dengan
anak itu
yang tak ingin detik-detik malam ini berlalu sia-sia tanpa
persetubuhan. Di atas Sofa itu ia kembali merasakan daging
cinta
Alfi memadati vaginanya dan memperoleh beberapa kali
orgasme
yang kuat sementara Alfi satu kali lagi sebelum akhirnya anak
itu
betul-betul tak menjamahnya lagi dan kembali ke atas
ranjangnya
sendiri malam itu. Lila tertidur lelap dengan senyum
tersungging di
bibirnya. Rasanya kenyataan yang ia alami barusan jauh lebih
indah
dari segala impiannya pernah ada selama ini.
*************************
Beberapa hari kemudian Alfi sudah diijinkan pulang oleh pihak
rumah sakit. Dengan merengek Lila memaksa Alfi untuk tidak
pulang ke rumah Sriti namun tinggal di rumahnya. Ibu Lila
tentu
saja tak keberatan Lila merawat anak itu di rumahnya. Wanita
tua
itu mengetahui jika Alfi terluka karena menolong Lila pada
peristiwa
penculikan yang menimpa Lila kecuali bagian kejadian saat
Lila
dicabuli oleh Alfi. Apalagi Alfi merupakan anak asuh Niken
teman
Lila sejak dulu. Alfi diperbolehkan menempati kamar tamu
depan.
"Meski kamu sudah tak dirawat di rumah sakit namun dokter
mengatakan kamu harus tetap beristirahat selama beberapa
minggu
hingga kamu benar-benar pulih Fi" ujar Niken yang saat itu
datang
menyelesaikan administrasi perawatan Alfi dengan pihak
rumah
sakit. Niken senang dengan situasi yang berakhir membaik
terutama menyangkut hubungan Lila dan Alfi.
"Kakak juga minta maaf tak dapat terus merawat kamu Fi
karena
kakak di minta Kak Nadine-mu ikut tinggal bersama mereka di
kota
S buat merawat bayimu" ujar Sriti ikut lega. Iapun
dipekerjakan oleh
Didiet di dalam perusahaannya.
"Iya kak, sampaikan salam sayang Alfi buat kak Nadine dan
juga
buat kakak-kakak yang lain, Alfi kangen sama mereka"
"Kamu pasti cepat sembuh Fi sebab ada seorang dokter cantik
yang
merawatmu di sini" Niken mengerling ke arah Lila membuat
gadis
itu jadi tersipu malu. Jelas Lila tak dapat menyembunyikan
keintimannya bersama Alfi dari Niken.
Sepulang Alfi dari rumah sakit percintaan panas tersebut
berlanjut
di rumah Lila. Lila menginginkan Alfi untuk menghabiskan
setiap
malam di tempat tidur dan bercinta dengannya sesering
mungkin
yang ia ingin.
Kedua insan berlainan jenis itu benar-benar sedang di amuk
asmara dan birahi. Terkadang mereka melakukannya di kamar
Lila
lain waktu di kamar Alfi. Bahkan saat Lidya ada di rumah di
siang
haripun mereka mencuri-curi kesempatan untuk bersama.
Celana
dalam Lila-pun tak pernah sempat terpasang semenjak Alfi
tinggal
di rumahnya. Lila sadar ia bisa mengundang rasa ingin tahu
ibunya
dan Lidya yang tidur di kamar sebelah. Oleh sebab itu Ia
selalu
berusaha menahan jeritannya dengan menggigit bahu anak itu
ketika orgasme datang melandanya. Lumayan menyakitkan
bagi Alfi
tapi ia sungguh bangga berhasil membuat kekasihnya itu
memperoleh orgasme demi orgasme yang begitu kuat. Kini si
cantik
Lila benar-benar telah takluk oleh keperkasaan Alfi. Otaknya
yang
cerdas dan hatinya yang dingin itu telah luluh lantak oleh
kejantanan anak itu. Ia tak mampu menahan terjangan hasrat
dan
gairah yang meletup-letup yang ditebarkan Alfi padanya. Tak
ada
kata bahkan teori kedokteran yang tepat buat mengungkapkan
keindahan badani itu. Apa dan bagaimana indahnya rasa
orgasme
itu. Hanya dengan melakukannya, hanya dengan membiarkan
Alfi
menyentuhnya, dan hanya setiap sentuhan anak itu yang
dapat
menjabarkannya secara nyata. Alfi telah mampu menuntaskan
rasa
rindunya sebagai wanita yang telah lama mendambakan
datangnya
curahan kasih sayang dan belaian dari lawan jenisnya.
***********************
Enam minggu kemudian
"Hoekkk...hoekkk" Lila tak dapat menahan rasa mual yang
mendorongannya untuk muntah. Ini memasuki bulan ke tiga
sejak
pertama kali ia di gauli oleh Alfi. Lila memang tak pernah
melakukan test terhadap dirinya namun secara naluriah ia
tahu
sejak awal bahwa dirinya sedang Hamil! Selama ini ia
berusaha
menyembunyikan kehamilannya dari Lidya dan ibunya. Namun
beberapa hari ini rasa mualnya semakin menjadi-jadi.
"Kau tidak apa-apa nak?" tanya ibunya kuatir sambil bergegas
membantunya.
"Ngga apa-apa buuu, Lila hanya masuk
angin....Hoekk...hoekkk!"
ujarnya kembali menaruh kepalanya di washtafel. Ibunya
dengan
telaten membantu mengurut tengkuknya. Itu biasa orang
lakukan
untuk mengurangi rasa mual sambil memoleskan minyak
angin di
dekat hidung putrinya. Setelah rasa mual Lila agak mereda,
wanita
tua itu dengan hati-hati membimbing putri cantiknya itu
duduk di
sofa bersamanya.
"Mari duduk bersamaku di sini sayang...ada yang ingin ibu
tanyakan padamu"
"Iya bu?"
"Sudah berapa bulankah usia kehamilanmu nak?" ibunya
bertanya
dengan suara yang lembut
"i..bu...sudahh ta..hu?" ujar Lila tercekat.
"Sayang...meski ibu bukan seorang dokter kandungan
sepertimu
namun engkau tak mungkin mengelabuhi mata tuaku ini,
mungkin
engkau lupa kalau aku adalah seorang ibu yang pernah
melahirkan
dua orang putri?" ujar sang bunda. Lila betul-betul tak
menyangka
jika ibunya bakal mengetahui apa yang terjadi pada dirinya
secepat
itu.
"masuk ti..ga bulann bu" ujar Lila lirih sambil menunduk..
"Apakah...Alfi telah tahu jika dirimu sudah hamil olehnya?"
Tanyanya lagi. Pertanyaan kedua itu membuat Lila lebih
terkejut,
Ibunya bahkan juga dapat menerka secara pasti jika si Alfi
adalah
ayah dari janin di dalam perutnya itu.
"Me..ngapaa ibu berpikir kalau anak itu yang..?"
"Ibu memperhatikan dari caramu meladeninya selama ini
seperti
saat membawakan makan dan minum baginya, menyuapinya,
dan
caramu berbicara dengannya, jelas itu bukan sekedar hanya
sekedar hubungan antara seorang dokter dan pasien atau
apapun
hubungan biasa lainnya, itu jelas adalah hubungan yang
didasari
oleh kasih sayang dari seorang wanita terhadap lawan
jenisnya.
Nah.. kau belum menjawab pertanyaan ibu tadi".
Jelas sulit bagi Lila buat menyembunyikan semua itu dari
ibunya.
Mata bijak wanita tua itu telah dapat membaca semua yang
terjadi
pada putri cantiknya ini. Lila-pun mengangguk mengiyakan.
"Ma..afkan Lila bu....Lila mungkin telah sangat
mengecewakan ibu"
Setelah mengatakan itu air matanyapun tumpah tak
tertahankan. Ia
bingung harus berkata apa lagi kepada ibunya. Hatinya jadi
diliputi
kekuatiran jika ibunya tak menyukai hubungannya dengan
Alfi .
Tetapi sang bunda segera meraih kepalanya dalam dekapan
erat.
Lalu belaian lembut jemari tua itu memberikan rasa nyaman
pada
Lila.
"Tak perlu takut nak...ibu tak perduli ia seperti apa, yang
terpenting
ia sungguh-sungguh mencintaimu sepenuh hatinya begitupun
sebaliknya. Ibu belum pernah melihat dirimu begitu bahagia
sebelum bertemu dengannya. Ibu juga bahagia untukmu Nak"
Ujar
ibunya lembut
"I..bu juga tidak...malu punya menantu semuda itu? ia bahkan
belum delapan belas saat ini"
"Tentu saja tidak, tahukah kamu usia ayah dan ibumu tak
lebih tua
dari anak itu saat kami menikah dulu, namun perbedaannya
saat itu
kami memutuskan untuk menunda memiliki anak sampai
beberapa
tahun ke depan"
Tangis Lila semakin jadi. Sungguh diluar dugaannya ternyata
ibunya justru merestui hubungannya dengan Alfi. Entah
mengapa ia
menjadi begitu kolokan saat ini. Yang jelas ia merasakan lega
bercampur bahagia.
"Sudahlah manis...ibu ingin kamu menjaga cucu ibu baik-baik,
untuk itu kamu jangan terlalu memporsir dirimu dengan
pekerjaan
saat di kota S nanti"
Lila mengangguk Rasanya ia bahagia sekali melihat mata tua
ibunya yang berbinar-binar dan bibirnya yang mengembang
senyum penuh kebahagiaan pada wajahnya yang berkeriput
itu.
**************************
Pagi itu, di atas kasur empuk dan hangat di dalam kamar tidur
Lila,
Lila menggeliat, terjaga dari tidur nyenyaknya. Penis hitam Alfi
masih mengeram di dalam dekapan vagina rapat miliknya
sejak
semalam. Benda yang tak pernah benar-benar menjadi lembik
setelah berejakulasi. Tak sampai satu jam benda itu selalu
kembali
mengeras dan kembali memadati liang senggama sempitnya.
lalu
kembali aktif keluar masuk tanpa henti. Bercak-bercak merah
bekas
cupangan Alfi tersebar di leher jenjang putih gadis itu hingga
ke
sekeliling payudaranya. Pada kedua bahu Alfipun nampak
memar
bekas gigitan Lila. Persetubuhan panas itu sudah berlangsung
sejak semalam, namun tubuh sintal dokter cantik itu tak
pernah
lepas dari tindihan tubuh kecil Alfi. Betapa ia telah
membiarkan
anak itu mendominasi dirinya, menguasai dirinya secara
penuh,
membuatnya terpekik-pekik sepanjang malam saat dilanda
orgasme
tak berujung. Alfi masih tertidur lelap dalam dekapannya saat
terdengar sebuah dering halus berasal dari Hpnya . Ternyata
berasal dari Niken. Lila tersenyum dan mendekatkan HP
tersebut ke
telinganya
"Selamat pagi putri cantik" sapa Niken dari seberang sana.
"Stttt... jangan keras-keras Nien, si Alfi masih tertidur"
bisiknya. Ia
tak ingin anak itu terganggu.
"Apakah sang pangeran masih di dekatmu?"
"Dia ...bahkan masih di 'dalam' diriku saat ini"
"Woww... aku jadi cemburu nih hi hi. Eh ngomong-ngomong
La
apakah selama ini ibu dan adikmu tidak curiga terhadap
kalian?"
"Tidak bagi Lidya namun ibu sudah tahu semuanya"
"Aduhh gawat! Lan..tas bagaimana...tanggapan beliau La?"
"Ngga ada yang perlu di kuatirkan, Ia mengerti kondisiku saat
ini.
Ia malah mendesak aku menikah segera dengan Alfi"
"Menikah La? Ia menyuruhmu menikahi anak itu? Tetapi Alfi
kan
baru mau tujuh belas tahun ini. Bagaimana bisa?"
"Aku juga binggung tapi akupun ingin dia...... nikahi"
"Wah gayung bersambut nih..."
"Iya Nien seperti halnya dirimu, aku tak ingin berpisah darinya
lagi, aku tak perduli orang mau bilang apa tentang hubungan
kami,
yang penting aku bisa selalu bersamanya. Hanya saja aku
masih
harus minta ijin dari Sandra dan yang lain termasuk engkau
Nien
karena hal itu pasti akan membuat jatah kalian terganggu"
"Hmm...kau tak usah kuatir La, aku rasa Sandra dan yang lain
pasti
akan mengerti dan tak keberatan akan hal itu. Kaupun berhak
atas
diri Alfi karena ia juga yang merengut kesucianmu sekaligus
memberikan janinnya di perutmu. Nampaknya Alfi memang
jodohmu
La, bukankah kaulah yang lebih dulu pertama kali bertemu
dengannya ketimbang kami, tetapi kau yang terakhir menerima
cintanya."
"Makasih Nien atas dukunganmu. O ya Nien aku juga harus
mengatakan padamu jika sementara waktu aku tak dapat
meladeni
kalian di tempat praktek karena aku harus merawat si Alfi
dulu
hingga ia sehat betul "
"Ngga pa pa La, dokter penggantimu juga cocok buatku kok.
Benar-benar tak disangka jika kita bakal melahirkan bayi-bayi
dari
lelaki yang sama hi hi"
"Oookhh.....Nienn..." tiba-tiba Lila memekik lirih.
"Laa ada apaa? kamu baik-baik saja kan?"
"I..yaaa..A..ku hanyaa merasakan ia membesar lagi dalam
tubuhku..." ujar Lila bergetar. Saat sengatan nikmat kembali
menyentuh setiap syaraf-syaraf kewanitaannya.
"Kakakkk... sudah bangun duluan ya" ujar Alfi mengeliat dari
tidurnya.
Secara naluri mulutnya menangkap puting payudara Lila yang
terdekat dengan bibirnya.
Selanjutnya Lila tak dapat lagi meneruskan atau bahkan hanya
sekedar buat menutup percakapannya dengan Niken ketika
bibirnya
sudah terlalu sibuk meladeni lumatan-lumatan panas bibir Alfi.
Apalagi disaat yang sama pantat bulat Alfi telah bergerak naik
turun
menggenjotnya lembut. Hp-nya terlepas dari pegangannya
dan
meluncur jatuh ke karpet.
"La...laa..." masih terdengar suara Niken memanggilnya di
seberang
sana namun tanpa mampu ia jawab lagi.
Bersambung

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

1 komentar:

permisi kakak2 numpang promo ya
yang suka main poker dan domino online, mari gabung di sini bersama kami di www.saranapelangi.com. kini hadir dengan 7 permainan yang dapat dimainkan dalam 1 website. dapatkan jackpot hingga ratusan juta setiap harinya. gak mau kalah teruskan main poker dan domino online ? ayo buruan gabung bersama kami di www.saranapelangi.com

Saranapelangi.com adalah satu - satunya Website Dengan Player VS Player Tanpa Menggunakan Bot (tanpa ROBOT) 100% Fair Play!!!

Hot Promo Dari SaranaPelangi!!!
*Bonus Rollingan Sebesar 0,5%
*Bonus Refrensi Sebesar 20%

Tunggu Apalagi?!, Ayo Gabung Dan Main Bersama Kami!!!


Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di www.saranapelangi.com atau melalui android kami.

- BBM : 2B47BB9C
- CALL : +855964972098
- WEECHAT : saranapelangi
- SKYPE : saranapelangi
- EMAIL : saranapelangi99@yahoo.com
- FACEBOOK : saranapelangi99@yahoo.com

WWW.SARANAPELANGI.COM

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.