Selasa, 03 Maret 2015

alfi dan lila sidokter cantik 3

Episode 3 dari 3 : Cinta dan Kebahagiaan buat Lila
Di kota H, di rumah ibu Lila.
Dr Lila
Pagi itu Lila terlihat sedang asyik mengemut penis hitam Alfi.
Gadis
itu tampak begitu menikmati hal itu, dengan mata terpejam
jemari
lentiknya mencengram bagian pangkal batang sementara
mulutnya
dipenuhi sepertiga bagian batang termasuk ujungnya yang
berkulup. Tak ada kocokan sedikitpun, Lila hanya menghisap
kuat
sambil mempermainkan lidahnya di sekitar leher penis bocah
itu.
Rasa manis dan gurih muncul dari mazi Alfi yang selalu keluar
setiap saat dari lubang pipisnya tanpa henti
Bila ia bosan mencucup ujung kulupnya yang runcing sesekali
ia
tarik kulit penutup tersebut ke belakang hingga glans-nya yang
bulat bagai sebuah tomat itu nampak sudah memerah. Lalu
kembali
mengemutnya.
Clek..cek...clek..cek..
"Ouhhh...ka..kakkk" rintih Alfi. Ia tak tahu entah sampai kapan
Lila
akan mengoralnya. Meski sudah lima belas menitan
melakukan itu
namun gadis itu tak kunjung merasa puas. Alfi berusaha keras
bertahan agar tak berejakulasi di mulut Lila.
Plokk! Ketika akhirnya penis Alfi terlepas dari bibir Lila.
"Besar banget sih!..." gumamnya sambil meremas gemas
benda
yang pernah merobek selaput daranya itu.
Lila mengambil posisi berbaring menyamping sehingga tubuh
Alfi
menghadap ke punggungnya. Lila ingin Alfi memeluknya dari
belakang sambil melakukan penetrasi. Sulit bagi seseorang
pria
melakukan posisi percintaan seperti ini disebabkan pantat
sang
wanita akan mengganjal tubuhnya sehingga penisnya tak
dapat
masuk secara maksimal ke dalam vagina wanitanya. Apalagi
bagi
pria yang memiliki panjang kemaluan standar-standar saja,
bisa-
bisa penisnya selalu terlepas saat melakukan gerakan
persetubuhan. Namun tidak bagi Alfi. Meski ujung penisnya
tak
sampai menggapai mulut rahim Lila namun benda itu mampu
menancap dengan sempurna dalam posisi itu.
"Oughhhhhhh...sayanggggg" desah Lila ketika kejantanan Alfi
telah
menyatu dengan kewanitaannya. Jemari Alfi meraih kedua
payudara
Lila dan meremasnya lembut sambil mengayunkan pinggulnya
mundur maju.
Alfi dapat bertahan lama dalam posisi itu karena ia tak terlalu
merasa nyaman. Penisnya tertekuk terlalu ekstrim.
Kemungkinan
penisnya bakalan jadi melengkung bila terlalu sering
bersetubuh
dengan gaya ini. Tapi Lila begitu menyukainya karena penis
Alfi
membentur G-spot secara tepat. Bagi Lila ini adalah posisi
favoritnya selain posisi doggy.
"ka..kakk sayang...renggangin sedikit dong pahanya, nanti Alfi
keburu kalah lagi" desah Alfi. Ia kelabakan menerima jepitan
yang
terlalu ketat itu. Vagina Lila yang memang masih sangat
rapat dan
sempit itu semakin sempit akibat kedua pahanya mengatup
demikian.
"Se..gini?" ujar Lila sambil melakukan permintaan Alfi barusan.
"He.e" ujar Alfi mulai leluasa mengocok vagina kekasihnya itu.
Lima menit berselang Alfi merasakan penisnya diremas kuat-
kuat
oleh otot-otot kemaluan gadisnya itu. Ia tahu Lila telah
memperoleh orgasmenya. Alfi harus bertahan dalam hisapan
dasyat
itu setidaknya setengah menitan bila tak ingin kebobolan.
"Sayanggggg....kakak dapettt!" pekik Lila lirih.
"Sekarang giliranmu kekasih" ujar Lila sambil terletang. Ia
tersenyum melihat wajah Alfi sudah sedemikian pucatnya.
Biasanya
seorang wanita tak ingin teman prianya terlalu cepat
berejakulasi
karena takut percintaan mereka bakal terhenti setelah itu.
Namun
tidak demikian dengan Lila, ia tahu Alfi mampu berejakulasi
berulang kali tanpa membuat penisnya menjadi lembik. Para
wanita
paling suka akan sensasi di saat penis seorang pria berkedat-
kedut memuncratkan sperma di dalam vaginanya demikian
halnya
dengan Lila.
"Ohh..kakaaakkk" desah Alfi setelah dalam sekejap seluruh
batang
kemaluannya sudah lenyap dilumat oleh vagina indah
kekasihnya
itu. Hanya dalam hitungan detik ia pasti bakal runtuh oleh
kemolekan Lila.
"Mun.cratttin sayanggg" pinta Lila tak sabar. Otot-otot
kewanitaannya mengunci setiap gerakan penis Alfi.
"Arckkkkk.... Ka.kaaakkkk!!!" pekik Alfi. Penisnya berdenyut
keras
dan dari ujung lubang pipisnya melejit lendir-lendir kental
menghantam dasar vagina Lila. Mata Alfi terpejam menikmati
setiap
denyut kenikmatan tersebut hingga selesai.
Alfi menemui kenyataan bahwa Lila mampu mengimbangi
hasratnya
yang menggebu-gebu di tempat tidur. Gadis ini ternyata
mempunyai hasrat seks yang besar bahkan jauh melebihi
gadis-
gadisnya yang lain. Menjelang jam tiga pagi-pun Lila masih
membelitkan kedua kakinya dipinggul Alfi. Sudah lebih satu
bulan
ini sejak hubungan keduanya mendapat restu dari ibu
Lila.mereka
bersetubuh tanpa mengenal waktu. Pagi siang malam. Ibu Lila
bukanlah orang yang kolot meski ia berasal dari generasi yang
mempertahankan kekolotan norma dan adat. Ia maklum putri
sulungnya itu baru mengecap keindahan menjadi makluk yang
berpasangan. Wanita tua itu tak pernah mengganggu
kemesraan
keduanya ataupun merasa keberatan terhadap jadwal
keseharian
Lila yang berantakan. Mereka berdua hanya terlihat keluar dari
kamar jam sepuluh pagi buat makan siang dan jam tiga dini
hari
buat makan malam. Selebihnya mereka habiskan bersama di
kamar
tidur Lila. Namun hubungan asmara keduanya bukan sama
sekali
tak memiliki rintangan. Lidya, adik Lila, sampai saat ini ia
benar-
benar tak mengerti mengapa kakak perempuannya yang
selama ini
sangat ia banggakan itu sampai melakukan prilaku yang
sangat
sulit diterima oleh akal sehatnya. Betapa tidak, sang kakak
yang
tak hanya demikian cantik dan berotak cemerlang bahkan
memiliki
karier yang sukses itu menjatuhkan pilihan hatinya pada si Alfi
bocah bertampang pas-pasan yang berkulit hitam legam yang
belum lagi genap berusia tujuh belas tahun. Bahkan Lidya-pun
sudah mengetahui dari ibunya jika saat ini Lila sudah hamil
tiga
bulan mengandung benih anak itu. Jangankan memikirkan
anak itu
menyetubuhi kakaknya, membayangkan ia telanjang saja
Lidya
sudah mau muntah rasanya.
"Bu! Mengapa ibu sepertinya membiarkan hal ini terjadi pada
keluarga kita? Tidakkah pernahkah ibu berpikir bagaimana jika
hal
ini diketahui oleh orang lain terutama keluarga kita?" tanya
Lidya
gusar.
"Jangan bicara terlalu keras dan kasar begitu nak, tak enak
jika
terdengar oleh mereka" ujar ibunya mencoba menenangkan
putri
bungsunya itu.
"Huh! Biar saja mereka tahu!"ujarnya bertambah kesal melihat
ibunya masih saja membela sang kakak yang jelas-jelas
sangat
mengecewakan hatinya.
"Tak baik berkata kasar demikian apalagi sampai menyakiti
hati
orang lain nak. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik. Ayo
lebih
baik kita bicara di beranda biar tak terdengar oleh mereka"
ajak
ibunya lembut. Dengan wajah masam Lidya mendahului ke
teras
lalu menghempaskan dirinya di kursi.
"Lidya ingin ibu bertindak demi kehormatan keluarga kita"
"Sayang tak ada yang salah dengan hubungan mereka.
Mereka
saling mencintai mengapa ibu harus menghalangi mereka?
Apalagi
saat ini di dalam rahim kakakmu sudah tumbuh calon cucu
ibu
yang juga merupakan keponakanmu. Ibu justru bahagia
kakakmu
akhirnya mau membuka hatinya bagi cinta yang datang"
"Tapi Bu...Lidya malu punya bakal ipar seperti itu. Bukankah
ada
banyak pria tampan yang pernah kemari selama ini buat
melamar
kak Lila, lantas mengapa harus memilih anak itu?"
"Sayangku, tahukah kamu bahwa rasa yang dinamakan cinta
itu
memang aneh dan ajaib nak. Ia terkadang muncul tanpa
mengenal
perbedaan ras, status social, agama, bahkan umur sekalipun.
Jika
ia telah menghinggapi hati seorang pria atau wanita maka tak
akan
ada yang bisa menghalanginya. Dan itu yang terjadi pada
kakakmu
Lila saat ini."
"Ahhh walau bagaimanapun Lidya tak sudi punya ipar seperti
itu!"
"Apa kamu lebih suka melihat kakakmu hidup merana sendiri
tanpa
cinta hingga akhir hayatnya?"
Pertanyaan terakhir sang bunda membuat Lidya tak mampu
menjawab. Jelas ia tak ingin hal itu terjadi pada Lila. Namun
buat
menerima kenyataan bahwa ayah dari calon kemenakannya
adalah
si Alfi tetap sulit ia terima. Untungnya Lila dan Alfi berangkat
ke
kota S siang itu. Lila sempat menangkap ketidak sukaan Lidya
selama beberapa hari terakhir sejak Lidya mengetahui tentang
hubungannya dengan Alfi. Namun ia maklum akan sikap Lidya
tersebut dan tak mau berlama-lama di kota H agar tak
semakin
meruncingkan masalah.
****************************
Sesampai mereka di kota S, baik Lila maupun Alfi kembali
melakukan rutinitas kegiatan mereka masing-masing. Lila
kembali
praktek di tempatnya bekerja sedangkan Alfi mulai masuk
sekolah
setelah beberapa bulan sempat absent. Kemesraan mereka
berlanjut
di kota ini. Namun setelah beberapa lama bersama Lila tak
pernah
lagi menyinggung rencananya buat menikah. Hati kecil dan
akal
sehat Lila mengatakan jika anak seusia Alfi belum mempunyai
kesiapan mental buat melakukan perkawinan. Hal itu tentunya
akan
membawa dampak yang besar bagi perkembangan jiwanya. Ia
justru kuatir lama-lama Alfi akan mulai terasa terkukung oleh
aturan sebuah rumah tangga dan akhirnya bukan tak mungkin
membawa dampak kejiwaan seperti stress. Untuk sementara
waktu
Lila memutuskan membiarkan hubungan tanpa status itu terus
berlanjut begitu saja dulu sampai ia merasa Alfi akan siap
buat itu.
Lila mendapat jatah didatangi Alfi setiap hari jumat dan sabtu.
Ia
harus rela berbagi dengan yang lain. Kebetulan ia tak praktek
hari
itu sehingga ia puas mereguk kenikmatan setelah Alfi pulang
dari
sekolah. Meski sudah memiliki jadwal tetap namun seperti
layaknya
pasangan pengantin baru baik Lila maupun Alfi sangat
membutuhakan frekwensi hubungan intim yang tinggi. Mereka
terkadang mencuri-curi waktu bersama di luar jatah mereka.
Hal itu
sering sekali mereka lakukan walau hanya satu jam-an di
saat-saat
Lila pulang praktek sore.
"Fi kamu ngga usah jemput kakak, karena hari ini kakak ada
rapat
rutin bersama pihak menagemen klinik sekaligus acara
perkenalan
bagi seorang dokter baru" ujar Lila melalui ponsel-nya pada
suatu
hari.
"Iya kak, Alfi minta izin pulang sekolah mampir dulu ke toko
buku
dulu"
"he e tapi setelah itu jangan keluyuran kemana-mana ya Fi,
kakak
tunggu kamu di rumah pukul tiga"
"Iya kak daag" ujar Alfi menutup pembicaraan.
Saat Lila sedang menunggu Riri, perawatnya untuk merapikan
ruang
prakteknya. Tiba-tiba terdengar suara riuh para perawat di
luar,
meski hanya sejenak namun cukup mengundang rasa ingin
tahu
Lila. Tak lama barulah kemudian nampak Riri muncul.
"Apa yang terjadi diluar? Kenapa para perawat berteriak-teriak
histeris begitu?"Tanya Lila
"Itu...dok..dokter yang baru itu...eng..anu"
"Kenapa?" Tanya Lila melirik ke arah perawatnya yang ganjen
itu.
"Loh bu dokter belum tahu toh kalau dokter yang baru itu
cowok
dan orangnya cakep sekali mirip sama Vic Zhow."
"Siapa itu Vic Zhow?"
"itu loh bintang dorama Taiwan, masa bu dokter juga ngga
tahu?
Aduhhhh...dengkul saya sampai gemetaran menatap
senyumannya
bu"
Lila menghela napas sambil mengeleng-gelengkan kepala
melihat
keliaran para suster di sana.
"Ri, Ingat kalian sedang bekerja di sebuah klinik kesehatan
yang
melayani masyarakat umum. Ulah kalian barusan bisa
merusak
reputasi klinik kita dan kalau sampai hal ini terdengar oleh
pihak
managemen kalian bisa dapat masalah" ujar Lila
memperingatkan
suster Riri.
"Iya dok, maaf" ujar Riri mesem-mesem mendengar teguran
Lila
sambil buru-buru membereskan peralatan medis Lila.
Sesampai ia di ruang meeting, ternyata yang lain sudah pada
hadir
termasuk bu Helen pemilik klinik itu. Wanita tua namun
anggun itu
semeringgah melihat kedatangan Lila.
"Ahh...ini dia Lila, dokter kebanggaan kami, La perkenalkan
ini.."
ujar Bu Helen sambil menarik tangan seorang pemuda ke arah
Lila
"Robert?" ujar Lila lebih dulu sebelum bu Helen menyelesaikan
kata-katanya. Ia agak kaget bertemu dengan Robert. Ternyata
pemuda ini dokter baru yang membuat heboh para perawat
tadi.
"Hi, La, apa kabar?" ujar pemuda tampan itu sopan sambil
menjulurkan tangan kepada gadis yang dulu pernah menolak
cintanya mentah-mentah.
"Uh..Baik, bagaimana denganmu?" jawab Lila menjabat tangan
Robert. Namun ia menghindari pandangan pemuda itu. Ia
sedikit tak
enak karena ia pernah berlaku 'kasar' saat pemuda ini
dikenalkan
oleh ibunya beberapa bulan yang lalu.
"Baik La" jawab Robert.
Sejenak mereka berdua tak tahu harus berkata apa-
apa.Untunglah
di sana ada bu Helen.
"Wah..kalian sudang saling mengenal rupanya. Baiklah meski
begitu, namun aku harus tetap mengenalkan Robert pada yang
lain"
ujar Bu Helen.
Ternyata Robert adalah keponakan bu Helen. Bu Helen sendiri
adalah seorang pengusaha wanita yang mempunyai naluri
bisnis
yang tajam. klinik ini ia bangun bersama suaminya sejak tiga
puluh
tahun yang lalu itu. Dan sekarang klinik kecil tersebut telah
menjadi sebuah klinik besar dan terkenal yang memiliki
kreabilitas
yang baik di mata masyarakat serta banyak merekrut dokter-
dokter
terbaik di kota ini.
Namun sayangnya Helen tak memiliki calon penerus lain
kecuali
anak dari adiknya ini hal itu juga yang membuat Helen
sempat
menunda buat meningkatkan status kliniknya menjadi sebuah
rumah sakit. Hanya Robert satu-satunya lelaki yang tersisa
pada
keluarga mereka. Helen dan adiknya sempat kuatir jika Robert
tak
mau kembali ke tanah air setelah menyelesaikan study-nya di
Canada dan tinggal selamanya di tanah air. Apalagi dulu
pemuda
itu sempat menjalin hubungan yang serius dengan seorang
gadis
asing teman satu collage-nya di sana. Namun kekuatiran
mereka
tak terbukti. Meski Ia terlahir sebagai blasteran karena
ayahnya
warga negara Canada namun akhirnya ia lebih memilih untuk
tinggal bersama ibunya di sini.
Robert adalah seorang dokter lulusan terbaik di universitasnya
bahkan program spesialisnya ia tamatkan dengan cepat pula.
Prestasi medisnyapun sangat baik meski baru berjalan
beberapa
tahun namun sudah menarik banyak minat para pemilik klinik
maupun rumah sakit besar buat merekrutnya. Tak salah jika
Riri
mengibaratkan ketampanannya seperti Vic Zhow.
Percampuran
darah Chinese ibunya dengan wajah dan fostur bule ayahnya
menjadikannya memiliki wajah oreantal yang rupawan dan
fostur
tubuh ideal sehigga ia digilai oleh banyak gadis. Ia sempat
dikenalkan dengan Lila karena ibunya merupakan teman lama
ibu
Lila. Namun penjajakan yang ia lakukan tak berjalan mulus
karena
sifat Lila yang sangat kaku dan tertutup tempo hari. Bahkan
dua
kali mampir ke rumah Lila ia tak di suguhi Lila air minum
layaknya
melayani seorang tamu. Meski Lila tak membalas
perhatiannya dan
memperlakukannya dengan buruk, Robert tak merasa sakit
hati
terhadap Lila bahkan ia tetap mencari peluang buat mendekati
gadis itu. Ia menduga pasti ada sesuatu yang menyebabkan
Lila
bersikap demikian yang tak hanya kepada dirinya melainkan ke
seluruh pemuda yang mencoba mendekatinya. Robert
mengagumi
Lila. Gadis ini berbeda dengan gadis lain yang pernah ia kenal.
Kecantikan Lila membuat hatinya tertambat erat dan sulit
untuk
dilupakan. Ia lalu banyak mencari tahu tentang diri gadis itu
termasuk hal-hal yang berhubungan dengan gadis itu.
Sungguh
kebetulan Lila bekerja di klinik milik tantenya sendiri yaitu bu
Helen. Sehingga ia mempunyai jalan buat berdekatan dengan
gadis
pujaannya itu. Memang sudah sejak lama tantenya berharap
Robert
mengantikannya buat menjalankan roda bisnis milik
keluarganya
itu. Helen sendiri sempat terkejut namun bahagia saat satu-
satunya harapan keluarga mereka itu secara mendadak mau
bekerja
di Kliniknya. padahal sebelum ini ia dan ibu Robert sudah
kehabisan akal membujuknya dikarenakan jiwa muda Robert
yang
masih menggelora dan ingin bebas bertualang ke tempat-
tempat
eksotis di seluruh pelosok negeri ini. Tentu saja Helen tak
tahu jika
hal itu terjadi karena adanya Lila di tempat tersebut.
*************************
Alfi duduk di kursi tunggu sambil memegang kantung
belanjaannya.
Ia sempat membeli tiga bungkus nasi soto sebelum ia ke
klinik
tadi. Pasien terakhir Lila sudah masuk sejak tadi dan
kemungkinan
tak lama lagi Lila bakalan selesai menanganinya. Sebenarnya
malam
ini bukan jadwal baginya 'mendatangi' Lila. Sehubungan
Sandra
dan Didiet berangkat ke kota G maka Lila mendapatkan jatah
lebih
pada minggu ini. Suasana klinik semakin sepi. Satu persatu
para
dokter dan perawat pulang hingga hanya tersisa ruangan Lila
yang
masih aktif melayani pasien. Alfi terperangah saat melihat
sesosok
tubuh gagah yang berjalan menuruni anak tangga dan
melintasi di
mana ia duduk. Wuihh..Tampan sekali pikir Alfi. Andai saja ia
punya
penampilan fisik seperti orang itu. Baru kali ini ia melihat
sesosok
figure lelaki yang membuatnya sangat terkagum-kagum.
Orang itu
menghentikan langkahnya di depan pintu ruang praktek Lila.
Lalu
menoleh ke arahnya sambil tersenyum.
"Hai..kamu pasti Alfi kan?" sapa pemuda itu.
"Loh kok kakak bisa mengenal namaku?" Tanya Alfi heran
"O..aku tahu itu dari suster Riri. Oya kenalkan
namaku...Robert atau
panggil saja Robbie" ujar Robert menjulurkan tangan.
Tentu saja Alfi cukup tahu siapa Robert.sebelumnya. Alfi
menyambut dan hendak menjabatnya. Namun ia terkejut saat
dengan sigap Robert merubah cara menjabatnya dengan cara
yang
tak biasa. Robert menyodorkan tangannya yang terkepal
sehingga
Alfi juga harus melakukan hal yang sama dan mengadu
kepalannya
dengan Robert. Lalu diikuti gerakan-gerakan lain. Alfi pernah
melihat cara bersalaman gaul ala anak-anak kulit hitam
seperti ini
di film-film.
"He he rupanya kamu juga tahu banyak cara ini Fi" ujar Robert
tertawa. Lalu duduk di samping Alfi.
"Iya kak, Alfi sering lihat di televisi"
"Eh..Fi apa kak Lila-mu masih meladeni pasien?" ujar Robert
menyengol perut Alfi dengan sikunya.
"Itu yang terakhir kak" jawab Alfi. Secara naluriah ia menduga
Robert pasti ada hati terhadap Lila. Namun anehnya tak
terbesit
rasa cemburu sedikit pun pada hati Alfi mengetahui hal
tersebut.
Hanya saja ia pesimis Lila akan mau menanggapi perhatian
pemuda
itu.
"Eh apa itu yang kau bawa?"
"Uh..cuma nasi soto kak, kupikir kak Lila belum makan malam
jadi
Alfi bawakan untuknya"
"Kelihatannya enak sekali"ujar pemuda itu seakan berselera
sekali.
"Apakah kakak mau kebetulan Alfi bawa lebih"
"Apabila kau tak keberatan Fi, soalnya aku juga belum makan
malam"
"Tentu saja. Silakan kakak ambil satu" ujar Alfi menyodorkan
satu
buah bungkusan soto lengkap bersama nasi kepada Robert.
"Terima kasih Fi, ha ha, berarti malam ini aku bisa tidur tanpa
perut
kroncongan"
"Loh apakah kakak tidak ada yang memasakan di rumah?"
Tanya
Alfi heran karena menilai Robert terlalu sembarangan buat
ukuran
seorang dokter dengan membiarkan perut terlambat buat di
isi.
Apalagi sampai-sampai sering tidur dengan perut kosong.
"Itu dia masalahnya Fi. Kakak tinggal sendirian di sebuah
Apartement. Sehubungan aku selalu pulang jam segini jadi aku
agak sungkan makan sendirian di luar. Yah..begitulah nasib
seorang bujangan yang ngga laku-laku ha ha"
"Ah masa iya ngga laku-laku kak, kakak kan sangat gagah
dan
tampan"
"Haihh Fi andai saja kak Lila-mu berpendapat demikian....."
ujar
Robert wajahnya terlihat berubah agak murung.
"Eng..kakak suka sama kak Lila?" tanya Alfi tanpa ragu-ragu.
Entah
mengapa Alfi terasa cepat sekali akrab dengan pemuda ini
padahal
ia baru saja mengenalnya. Sikapnya yang begitu santun dan
gaul
cepat mengundang rasa simpatik Alfi padanya. Bahkan ia
terlihat
tak risih meladeninya ngobrol mengingat perbedaan tak hanya
usia
namun tingkat pemikiran di antara mereka yang begitu
mencolok.
Tidak seperti Erik yang langsung memandang rendah dirinya
saat
pertama kali bertemu dengannya dulu.
"Siapa sih yang tak tertarik padanya Fi? Lila itu kan cantik
dan
pandai"
"Lantas mengapa kakak tak segera mendekatinya?"
"Fi .. Lila itu ibarat sekuntum bunga indah yang tumbuh di
atas
sebuah gunung terjal dan penuh dengan rintangan. Buat
mendapatkannya perlu usaha dan niat yang sangat keras. Aku
tak
tahu apakah aku mampu mengatasi rintangan itu"
Alfi merasa Robert merupakan sosok sangat sepadan buat
bersanding dengan Lila ketimbang dirinya sendiri. Ia sadar
ajakan
Lila buat menikah hanya akan menambah penderitaan bagi
Lila
saja. Tentu saja Lila akan mendapatkan cemoohan dari
banyak
orang di sekitar mereka. Bahkan bukannya tak mungkin
kariernya
juga ikut hancur perlahan. Dan Alfi tak ingin hal itu terjadi
pada
Lila. Hanya saja ia menyayangkan dirinya telah terlanjur
menodai
Lila dan membuatnya hamil. Entah apakah ada seorang pria
yang
masih mau menerima keadaan Lila seperti apa adanya.
"Loh kok melamun Fi?"
"Eh a uh tidak apa-apa kak"
"Oya Fi kakak pulang lebih dulu, sampaikan salam buat kak
Lila ya"
"Loh ngga ketemu kak Lila dulu kak?"
"Ha ha...ngga deh! entar dia bosan karena melihat tampangku
seharian. Terima kasih sekali lagi buat soto-nya Fi" ujar
pemuda itu
berlalu sambil melambaikan tangan.
***********************
Tak berapa lama kemudian Alfi melihat pasien terakhir Lila
sudah
pergi meninggalkan ruang praktek. Ia pun lalu masuk ke
dalam
dimana nampak Lila dibantu Riri sedang membereskan semua
peralatan kerjanya. Lila kaget bercampur senang melihat
kekasihnya
itu datang. Hampir saja ia beraksi berlebihan namun untung
saja ia
segera teringat jika di situ ada Riri.
"Hi Fi, tumben jemput hari kamis?" sapa Riri padanya. Dulu
Riri
sering melihat anak ini ikut bersama Sandra atau Niken
datang
kesana. Namun ia hanya tahu hubungan Alfi dengan wanita-
wanita
cantik itu sebagai anak asuh mereka. Bahkan akhir-akhir ini ia
sering melihat Alfi menjemput dan menemani Lila pulang
seusai
praktek malam.
"Iya kak. Ini Alfi bawakan soto buat makan malam kakak
berdua"
"Wah kebetulan saya dan bu dokter belum sempat makan
karena
sibuk melayani pasien sejak sore"
"Ri jatahku ngga usah di buka, biar saya makannya di rumah
saja
sekalian"
"Iya nih bu saya juga makannya di rumah saja soalnya teman
saya
sudah menunggu sejak tadi"
"teman apa pacar?"
"hi hi pacar bu"
"Ya sudah. jika tak ada lagi pekerjaan kamu boleh pulang
duluan."
ujar Lila pada Riri.
"Ya bu"
Setelah menyelesaikan tugasnya akhirnya Riri-pun pamit
pulang
pada mereka berdua. Alfi di tugasi Lila buat mengunci pintu
depan
klinik karena hanya tinggal mereka berdua di sana dan
biasanya
mereka terakhir keluar lewat pintu belakang. Lalu ia kembali
ke
dalam ruang praktek Lila.
"Fi sudah kamu kunci pintu depannya?"
"Sudah kak, baiknya kakak makan saja dulu biar ngga sakit"
"Aku ngga mau makan soto. aku maunya itumu" ujar gadis itu
genit
menunjuk ke arah selangkangan Alfi.
"Sekarang? Di sini?" Tanya Alfi bengong. Lila mengangguk.
Lila
terlihat tak sabaran padahal baru tiga hari yang lalu mereka
bersama.
"He e kakak mau kamu entot sampai pagi tapi sebelum
pulang
kakak pingin banget minum itu"pinta Lila manja.
"Baik kak"
"Naik sini" ujar Lila menepuk kasur yang seding dipakainya
memeriksa pasien.
Alfi membuka reutleting dan menurunkan celananya hingga
lutut
lalu duduk dipinggir ranjang.
Lila menarik kursi dan duduk dihadapan selangkangan Alfi.
Tanpa
harus membuka celana dalam anak itu terlebih dahulu, cukup
dengan mengeluarkan penis Alfi dari samping sehingga ia
dapat
mengeksploitasi benda berkulup berukuran raksasa itu.
"Hei kamu yang sudah buat aku hamil sebentar lagi kasih
cairan
cintamu padaku " ujar Lila berkata-kata pada penis anak itu
seakan
benda itu dapat di ajak berbicara. Alfi tersenyum geli melihat
tingkah laku Lila yang selalu gemas pada daging di dalam
genggamannya itu.
Clek..clep...clep..clep...tanpa membuang waktu ia menghisap
benda
yang sangat ia rindukan selama berhari-hari itu. Alfi membelai
rambut gadisnya membiarkan Lila menikmati 'makan
malamnya'.
Tak butuh waktu lama buat penis Alfi memancarkan cairan-
cairan
kental berprotein tinggi itu ke dalam mulut Lila.
"Uhhhhh....kakk..." rintih Alfi dalam kenikmatan. Tak
setetespun
benih cintanya yang tertumpah semuanya ditelan oleh Lila
dengan
lahap..
Keduanya begitu larut dalam gairah sehingga lupa akan situasi
dan
kondisi dan tak memperhatikan kehadiran seseorang yang
sejak
tadi mengintip dari balik pintu.
Tiba-tiba terdengar suara pintu berderit. Lila agak kaget dan
baru
menyadari kalau ternyata ia tadi lupa mengunci pintu ruang
prakteknya. Lalu ia bergegas melepas penis Alfi dan segera
berlari
ke arah pintu tersebut. Uhh... Tak ada seorangpun di luar
sana,
hanya terlihat lorong kosong. Untung saja tak ada orang lain
lagi
selain mereka berdua di klinik itu. Mungkin pintu tadi berderit
karena tertiup oleh angin bukan di sebabkan oleh seseorang
yang
mendadak menyelonong masuk pikir Lila. Hanya Lila yang di
serahi
kunci Klinik ini selain Robert dan bu Helen. Itu karena Lila
selalu
paling akhir selesai praktek. Bahkan satpampun tak dapat
masuk ke
dalam. Mereka hanya berjaga di bagian depan luar Klinik.
"Fi kita terusin di rumah aja ya?"
"Iya kak, Alfi juga kuatir kalau-kalau ada orang yang
memergoki
kita" kata Alfi sambil merapikan celananya. Lila segera
mengunci
ruangannya dan keluar bersama Alfi melalui pintu depan
sekaligus
menguncinya dari luar.
****************************
Hari senin terjadi kehebohan baru di klinik tempat Lila praktek.
Saat baru tiba sore itu buat praktek ia menjadi binggung
melihat
sikap orang-orang di sana yang bertingkah tak seperti hari-
hari
sebelumnya. Pak Satpam bertindak menjadi lebih hormat dan
tergesa-gesa membantu membukakan pintu baginya.
Beberapa
perawat berbisik-bisik melihat ia datang. Secara naluri Lila
tahu
dirinya yang menjadi bahan pembicaraan mereka.
Bahkan Riri-pun selalu tersenyum-senyum selama di ruang
praktek.
"Ri.."
"Iya bu ada apa?"
"Apakah ada yang aneh pada penampilanku diriku hari ini?
mengapa semua orang di klinik bertingkah aneh saat
melihatku?
termasuk kamu"
"A..nuu...ngga ada apa-apa kok bu"
"Kamu jangan bohong padaku Ri. Katakan saja padaku ada
apa
sebenarnya"
"Eng..Itu bu...kami semua di sini hanya kaget ketika
mengetahui
kalau ibuu..."ujar Riri terlihat ragu-ragu meneruskan
perkataannya.
"Ya?"
"Akan menikah dengan pak Robert dalam waktu dekat"
"A...pa?! Ri si..apaa yang bilang begitu?!" ujar Lila kaget.
"Maaf bu. O..rang-orang bagian administrasi yang bilang.
Me..rekaa
katanya tahu dari pak Robert sendiri" ujar Riri kuatir melihat
perubahan pada wajah Lila yang terlihat gusar.
Apa-apaan ini. Brengsek betul si Robert berani-beraninya
bikin
gossip murahan mentang-mentang ia keponakan bu Helen
pemilik
tempat ini ujar Lila dalam hati. Lila bergegas keluar dari
ruangan
prakteknya lalu naik ke lantai dua menuju ke ruang Direksi. Ia
tambah kesal saat melintas beberapa staf di sana
mengangguk
memberi hormat kepadanya.
Bruak!! Lila mendorong pintu ruangan Robert dan melihat
Robert
saat itu sedang sibuk dengan setumpuk kertas.
"La? duduk dulu ya, aku minta waktu satu menit buat
menyelesaikan ini"
"Tak usah banyak basa-basi!. Sebaiknya kau jelaskan secara
jelas
dan singkat karena aku tak ada waktu berlama-lama
meladenimu.
Aku kemari hanya ingin menanyakan maksudmu telah
menyebarkan
isyu bahwa kita akan segera menikah!"
"Sabar La. sebaiknya kau duduk dulu. Aku akan menjelaskan
semuanya padamu"
Ujar Robert setelah mengambil napas ia lalu melanjutkan
kalimatnya dengan hati-hati.
"La, ....Aku sudah mengetahui hubunganmu dengan anak itu.
bahkan perihal kehamilanmu"
"Hu..bungann a..paa? Kau jangan berpikiran gila!" ujar Lila
kaget
sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia sungguh
tak
mengetahui pasti apa maksud perkataan Robert barusan. Ia
berharap Robert hanya menduga-duga dan berniat
mempergunakan
kalimat pancingan terhadapnya.
"La hari itu....secara tak sengaja aku telah melihat kalian...,
Apabila
handphone ku tak tertinggal di ruang kerjaku mungkin aku tak
sampai mengetahui hal tersebut dan beruntungnya hanya aku
yang
di serahi kunci belakang klinik ini sehingga tak ada
kemungkinan
orang lain yang memergoki kalian"
Wajah Lila memerah bak kepiting rebus. Sungguh tak terkira
malunya. Entah bagaimana caranya rasanya ia ingin dirinya
lenyap
ditelan bumi saat itu juga. Tak di sangka pemuda yang pernah
ia
tolak mentah-mentah itu justru menyaksikan kecabulan yang
ia
lakukan dengan Alfi. Sungguh ia menyesal mengapa ia begitu
ceroboh dan tak dapat mengendalikan hawa napsunya malam
itu.
Pastilah Robert menganggapnya seorang wanita tak bermoral,
munafik, cabul, hyperseks, pedophile, dan istilah buruk sejenis
lainnya.
"Lantas apa maumu sekarang setelah kau sudah mengetahui
semuanya? Sebagai calon pewaris perusahaan ini apakah kau
kuatir
nama baik Klinik ini bakal tercemar? Jika itu yang kau
takutkan,
baiklah! Hari ini juga aku akan mengajukan surat pengunduran
diriku" ujar Lila ketus.
"Sabar dulu La, Aku tak menginginkan kau berhenti. Klinik ini
sangat membutuhkan dirimu. Bukankah kariermu juga menjadi
sangat baik selama berada di klinik ini. Lantas mengapa kita
harus
memutuskan hubungan kerja yang sudah terjalin baik selama
ini?"
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa maumu sebenarnya
Bert!"
"Aku ingin kau menikah denganku La"
"Apakah kau tak mengerti juga jika aku tak tertarik padamu
apalagi
sampai menikah"
"Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilanmu itu.
Cepat atau
lambat semua orang akan dapat melihat perutmu yang
semakin
membuncit tanpa dapat ditutupi oleh bajumu lagi. Menikah
denganku adalah solusi yang tepat bagimu" ujar Robert.
Aneh! Pikir Lila mengapa Robert tetap menginginkan dirinya
padahal ia tahu tentang hubungannya dengan Alfi dan juga
mengenai kehamilannya.
"Jangan kau pikir dengan demikian kau bisa memaksaku
menjadi
milikmu sehingga kau dapat melampiasan nafsu-terpendammu
padaku. Aku lebih baik mati!"
"La...Lila .mengapa setiap kalimatku kau tanggapi dengan
prasangka buruk? Aku tak pernah memaksamu. Aku justru
ingin
membantu mencarikan solusi bagi masalahmu. Maafkan jika
aku
telah membuatmu merasa tidak nyaman selama ini. Aku
hanya ingin
menunjukkan perhatianku padamu. Hanya itu La."
Lila baru sadar jika ia memang tak melihat Robert berusaha
memojokannya ataupun terlihat melecehkannya sejak tadi.
Bahkan
perkataan pemuda itu benar semuanya. Memang justru ia
sendiri
yang bertindak terlalu berlebihan.
tak pernah memberi kesempatan buat Robert
"Ta..pii aku tetap tak mau menjadi istrimu" ujar Lila dengan
suara
tak lagi meninggi.
"Apakah kau memiliki solusi lain La?"
Lila diam. Ia tercenung memikirkan omongan Robert. Ia sadar
kariernya sudah di ambang kehancuran bila orang-orang
mengetahui ia hamil tanpa suami. Namun sebagai seorang
wanita
yang dikenal keras hati memiliki prinsip hidup tentu saja ia tak
dapat menerima kenyataan ada orang lain yang mengetahui
rahasia
pribadinya. Apalagi ini bukan perkara biasa. Ini menyangkut
moral
dan kreadibilitas dirinya.
"Sebaiknya kau pikirkan saja urusanmu sendiri. Aku tak butuh
bantuanmu!" ujar Lila dengan suara kembali meninggi. Lalu ia
membalikan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu.
"La, tunggu !Pikirkan dulu saranku barusan!" ujar Robert
berusaha
mencegah Lila pergi namun sia-sia saja tanpa menoleh lagi
gadis
itu meninggalkan dirinya sendirian di ruangan itu.
Robert sengaja tak berusaha menyusul Lila karena ia maklum
akan
perasaan gadis itu saat ini. Benar saja, keesokan harinya
Robert
mendapati sepucuk surat pengunduran diri dari Lila di atas
meja
Helen. Beruntung saat itu bibinya belum tiba di kantor maka
Robert
dengan segera memusnakan surat tersebut.
*******************
Sejak dua hari Lila tak lagi datang ke Klinik. Ia memutuskan
menghentikan semua kegiatannya sebagai dokter untuk
menenangkan dulu pikiran dan perasaannya. Saat duduk
diberanda
rumah. Seorang tukang pos datang mengantar sebuah Amplop
berukuran sedang yang ternyata berasal dari Robert dan
ditujukan
pada dirinya. Lila membuka amplop tersebut. Ternyata isinya
adalah
sebuah kepingan CD dan sepucuk surat. Lila mengambil surat
lalu
membaca tulisan disana.
"La hanya padamu kupercayakan rahasia hidupku. Setelah kau
melihat isi CD yang kukirimkan padamu ini kumohon
simpanlah
dengan hati-hati agar tak jatuh ketangan orang lain,
terimakasih,
Robbie"
Lila tak mengerti apa maksud Robert mengirim CD tersebut
padanya
namun hatinya penasaran ingin melihat isinya. Bukankah di
surat
Robert menyebut-nyebut soal 'rahasia'. Lila bangkit dari
duduknya
dan berjalan menuju ke dalam kamarnya sambil
menghidupkan
laptopnya. Lalu ia memasukan kepingan CD tersebut kedalam
CD-
Rom. Lalu muncul sebuah nama File video pada layar berjudul
"Special day with Bianca (18-6-2005).AVI. Empat tahun yang
lalu,
ternyata sebuah rekaman video 'jadul'. Jemari Lila menyentuh
tombol enter pada keyboard. Lalu layar computer
menampilkan
Windowmediaplayer dengan layar hitam. Tak lama kemudian
barulah ada sebuah adegan sebuah tempat tidur pada kamar
namun
tak terlihat seorangpun di sana. Lila mengira video ini di ambil
pada sebuah kamar hotel atau penginapan sejenis itu. Setelah
beberapa menit terdengar suara cekikikan tawa seorang
wanita.
Lalu adegan selanjutnya sudah dapat ditebak oleh Lila. Kini di
layar
telah nampak seorang wanita berwajah cantik khas asia
bersama
seorang lelaki. Meski sedikit berbeda dengan penampilannya
sekarang karena terlihat agak lebih muda usianya namun Lila
dapat
mengenali siapa lelaki tersebut yang tak lain adalah ...Robert!
Robert menjulurkan tangannya ke arah kamera yang terletak
tak
jauh di samping tempat tidur. Sepertinya ia ingin mendapatkan
engle yang tepat agar semua adegan di atas ranjang itu betul-
betul
terekam dengan sempurna.
Kemudian mereka berciuman dengan hot pada posisi si wanita
tersebut dalam tindihan tubuh Robert. Robert begitu agresif
meremas-remas dada gadisnya itu. Gila! apa sebetulnya mau
si
Robert ini. Apa dia mau membuatku cemburu melihat
percintaannya
dengan gadis lain? Huh tak usahnya! Pikir Lila. Lila sudah
berniat
akan mematikan komputernya. Namun ada yang membuatnya
penasaran. Ia ingin melihat apa yang diandalkan oleh pemuda
itu
sampai-sampai begitu pede-nya mempertontonkan
kemesraannya.
Adegan demi adegan mengalir perlahan. Mungkin agak
membosankan bagi Lila menonton setiap tahab Foreplay yang
dilakukan Robert terhadap gadisnya itu. Apalagi ia tak dapat
menangkap pembicaraan mereka disebabkan kualitas audio
rekaman yang buruk. Lila menilai Robert tak se'lihai' Alfi dan
kalah
dalam banyak hal. Terutama saat pemuda itu mulai
mengeluarkan
'senjata'-nya.
"Hmm lumayanlah!" bisiknya geli sendiri memandang batang
kemaluan milik Robert. Ia menaksir paling banter panjangnya
hanya
delapan belas senti-an. Meski Robert memiliki darah bule
namun
miliknya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan milik
Alfi.
Teringat akan Alfi entah kenapa belahan vaginanya segera
membasah dengan sendirinya.
"Fii dimana kamu, kok belum pulang-pulang sih?" gumamnya
sambil melirik ke arah jam.
Lima menit berlalu. Anehnya Robert tak juga kunjung
melakukan
penetrasi terhadap kekasihnya itu. Lila heran buat apa
pemuda itu
berlama-lama melakukan pemanasan padahal gadis itu
terlihat
sudah siap buat dimasuki. Tiba-tiba saja Lila terperanjat
menyaksikan adegan yang terjadi selanjutnya. Pada layar
terlihat
Robert beranjak dari kasur meninggalkan gadis itu dalam
keadaan
'trace'. Lalu... nampak muncul seseorang berkulit gelap entah
dari
mana datangnya yang tanpa ba-bi-bu langsung mengambil
posisi
diantara kedua paha gadis itu. Lila dapat melihat orang
tersebut
adalah seorang anak kecil berperawakan mirip dengan Alfi.
Bertubuh kecil kurus berkulit hitam legam dan memiliki
sesuatu
yang menggantung besar dan panjang pada selangkangannya.
"Ohhh A..paa..yang terja..dii?" ujar Lila hampir-hampir tak
percaya
dengan apa yang ia saksikan itu.
Jantungnya berdetak kencang dan naluri keintimannya
melonjak
cepat. Terlihat kamera yang tadinya dalam posisi diam sejak
tadi,
kini nampak bergerak karena seseorang telah memegangnya.
Perlahan kamera itu mendekat ke arah gadis dan bocah
tersebut.
Ternyata Robert bertindak sebagai juru kamera dan berniat
mengambil gambar adegan secara close-up. Kini Lila dapat
melihat
adegan yang luar biasa di situ. Penis hitam anak itu di gosok-
gosokan dari atas dan ke bawah pada permukaan vagina si
gadis
yang sudah sangat basah. Lalu ujung penis itu membelah
bibir
vagina gadis itu dan perlahan masuk hingga terbenam
seluruhnya.
Kini hanya tersisa biji testisnya menutupi engle kamera. Lalu
yang
terjadi selanjutnya membuat jantung Lila semakin cepat
berdetak.
Pantat anak itu mengocok cepat bagai sebuah mesin
menghajar
vagina gadis itu. Lila-pun kini dapat mendengar suara si gadis
dengan lebih jelas, jeritan kenikmatannya membaur dengan
ucapan-ucapan dalam bahasa yang asing dan tak di mengerti
oleh
Lila.
Bukan Jepang ataupun China. Entahlah Lila tak tahu.
Beberapa kali
kamera berpindah-pindah tempat. Terkadang yang di sorot
adalah
bagian atas dimana terlihat ekspresi wajah sang gadis yang
sedang
'trace' dalam kenikmatan. Sesekali ia saling melumat bibir
dengan
si pejantan muda itu. Lalu kamera kembali pindah dan
mengambil
posisi di antara kedua pasang kaki kedua insan yang sedang
memacu kenikmatan dengan gairah tinggi tersebut. Lila
memandang
setiap adegan demi adegan di layar monitor tanpa berkedip.
Dengan
penuh kegelisahan melanda sanubari kewanitaannya. Jemari
tangan
kanannya meninggalkan mouse dan naik perlahan ke arah
payudara
kirinya lalu secara naluriah mulai meremas lembut miliknya
yang
selalu menjadi tempat menyusu bagi si Alfi selama ini.
Sementara
tangan kirinyapun bergerak turun ke arah bagian
kewanitaannya
dan jemarinya mulai membelai-belai bagian yang masih
tertutup
oleh celana pendeknya itu.
Lima belas menit kembali berlalu. Terlihat kocokan penis anak
itu
semakin cepat diiringi oleh pekikak-pekikan silih berganti dari
keduanya lalu diakhiri sebuah hujaman jauh kedalam vagina
gadis
itu. Beberapa kali anak itu mengulangi hujaman jauh itu
sebelum
akhirnya semua gerakannya betul-betul berhenti. Lila
menduga
keduanya telah memperoleh orgasme secara berbarengan.
Dan...
gadis itu... membiarkan bocah itu berejakulasi secara internal
di
dalam vaginanya. Karena kemudian nampak begitu banyak
lendir
bercampur dengan buih-buih putih meluber keluar di antara
tautan
kemaluan mereka. Lama posisi diam itu bertahan hingga
akhirnya
penis anak itu perlahan di cabut keluar. Adegan selanjutnya
terlihat
salah satu tangan Robert menjulur lalu dengan jemarinya ia
membuka belahan basah itu sehingga menampakan genangan
sperma kental bocah tadi di dalam vagina gadisnya. Lalu
kamera
bergerak ke atas menyorot wajah bocah tadi yang terlihat
puas
sambil cengengesan. Lalu beralih ke arah penisnya yang
berlumuran lendir dan telah meruncing karena kulit kulupnya
menguncup menutupi semua glansnya. Terakhir Robert
mensyut
wajah gadisnya yang sedang terpejam meresapi sisa-sisa
kenikmatan dari persetubuhan yang baru berakhir itu. Barulah
Lila
dapat memperhatikan secara jelas wajah gadis itu yang
memang
sangat cantik
"Bianca...คุณสำเร็จความใคร่?"Terdengar suara Robert
memanggil
namanya berulang-ulang kemudian berbicara dalam bahasa
yang
tak juga dimengerti Lila.
Terlihat gadis yang dipanggil Bianca itu mengangguk lemah
sambil
tersenyum.
"กระดอใหญ่" bisiknya di sela-sela napasnya yang masih
memburu.
Hingga akhirnya adegan tersebut berakhir. Lila masih terpana
di
depan layar monitor. Ia benar-benar tak menyangka Robert
ternyata
mempunyai pengalaman liar seperti yang baru saja ia
saksikan
barusan. Dan Lila merasakann celana pendeknya sudah
demikian
basahnya oleh rembesan cairan dari dalam bagian
kewanitaannya.
"Kak Lilaaa.....Alfi pulangg!" tiba-tiba terdengar suara Alfi
yang baru
pulang. Lila bergegas mematikan komputernya.
"Fihhh..ohhh... kok kamu baru pulang sayangg?" Ujar Lila
dengan
suara terdengar sengau karena nafsu birahi sedang memuncak
menguasai dirinya akibat menonton adegan dalam video tadi.
"Iya tadi Alfi diminta beres-beres di perpustakaan dulu sama
Pak
guru. Alfi mandi dulu ya kak" ujar Alfi yang baru pulang dari
sekolah langsung mandi buat membersihkan badan. Ketika ia
keluar
dari kamar mandi ia sudah ditunggu oleh Lila di atas tempat
tidur
dalam keadaan polos.
"Fi kakak mau sekarang sayang" pinta Lila tak sabar.
Gairahnya
sudah tak tertahankan lagi dan butuh penuntasan dari kekasih
kecilnya ini.
"Kakak sudah basah sekali?" ujar Alfi heran memperhatikan
bibir
vagina Lila yang blepotan cairan bening.
"Engg..Alfiiii" rengek Lila makin tak sabaran karena Alfi tak
segera
menghujamkan daging cintanya yang gemuk itu ke dalam
vaginanya.
Clepp....
"Ouhggggg...sayangggg"pekik Lila begitu penis Alfi menyesaki
seluruh liang senggamanya hingga ujungnya yang kulup itu
mendesak dasar vaginanya.
Lila langsung mencengram bongkahan pantatnya dengan
kesepuluh
kukunya dan isyarat tersebut dapat dimengerti oleh Alfi. Lalu
Ia
menghentakan kemaluannya dengan kuat dan cepat. Cukup
dua
menit bagi Alfi untuk membuat Lila mencapai orgasme yang
sangat
kuat. Tubuh sintal cantik itu melengkung mendekap erat tubuh
kecil Alfi yang berkulit hitam kesat. Vaginanya berkontraksi
kuat
meremas setiap mili penis Alfi yang mendekam di dalamnya.
Fase
kenikmatan itu berlangsung hingga beberapa detik.
"Kakak? semangat sekali?" ujar Alfi masih agak binggung
melihat
gairah Lila yang begitu meledak-ledak dan cenderung liar sore
ini.
"Fi.... lagiiii" rengek gadis itu. Dan Alfipun kembali
menggumulinya
untuk memberinya kepuasan tanpa henti hingga hari
menjelang
malam.
************************
Di sebuah taman kota yang dipenuhi oleh tanaman asri tak
jauh
dari klinik tempat Lila bekerja. Nampak Lila sedang duduk di
sebuah bangku sambil sesekali melirik ke arah arlojinya. Saat
ini
angka pada arlojinya menunjukan tepat pukul dua belas
waktunya
istirahat bagi para pekerja kantoran. Perlahan taman itu mulai
di
datangi oleh beberapa karyawan dari kantor di sekitar taman
itu
buat makan siang bagi yang membawa bekal sendiri sambil
melepas ketegangan akibat pekerjaan mereka. Memang taman
itu
sengaja di bangun secara patungan oleh beberapa perusahaan
di
sana sebagai tempat repressing bagi karyawan mereka.
Sekian
lama menunggu Lila melihat Robert berjalan menuju ke
arahnya.
"Terima kasih telah mau menemuiku La" ujar Robert lalu
duduk
pada ujung yang lain dari bangku panjang yang di duduki Lila.
"Ini... Kukembalikan lagi padamu" ujar Lila menyodorkan CD
kepada
Robert. Pemuda itu dengan agak sungkan menerimanya.
"Seharusnya benda ini kau simpan agar kau punya bukti yang
lebih
kuat bila aku berani berbuat macam-macam padamu."
"Tidak perlu. Aku sudah bisa percaya jika kau tidak punya
maksud
buruk kepadaku"
"Terima kasih telah mempercayaiku, La"
"Apakah kau berharap aku akan merubah pendirianku setelah
mengetahui hal tentang dirimu?"
"Bagiku itu soal kedua apakah kau akan menerima cintaku
atau
tidak. Paling tidak kita bisa mengenal lebih jauh pribadi
masing-
masing sehingga aku masih mempunyai harapan oleh karena
hal
tersebut."
Lila teringat sikapnya dulu yang sangat keterlaluan pada
pemuda
ini.
"Mengapa kau tak menikahi gadis yang ada di dalam CD itu
saja?,
kulihat ia begitu cantik dan setidaknya kalian sudah saling
mengenal satu sama lain"
"Kejadian di dalam CD Itu terjadi saat aku mengambil study
lanjutan-ku di Canada. Nama gadis itu Bianca, seorang gadis
blasteran Thailand dan Italy. Kami berkenalan di Collage
tempat
aku menyelesaikan spesialistku.Hubungan cinta kami sudah
berjalan selama tiga tahun sebelum akhirnya kami
memutuskan
bertunangan dan merencanakan untuk menikah setelah aku di
wisuda. Sejak lama Bianca memang meyukai petualangan
cinta
dengan beberapa pria kasar termasuk dengan anak-anak dan
aku-
pun tak pernah keberatan dengan perilakunya itu. Aku justru
sangat terobsesi oleh hal itu. Untuk memenuhi hasrat seks-
nya
yang menggebu-gebu kami sering bertualang ke sana-kemari.
Hingga pada suatu ketika di saat liburan, petualangan kami
membawa kami ke Thailand tempat ibunya berasal. Tak sulit
bagi
kami menemukan seorang gigolo seusia Alfi di sana. Para
Pimp
atau germo di sana harus selalu siap yang menyediakan
kebutuhan
para turis-turis asing yang aneh-aneh. Mulai dari yang
penyuka
seks anak bahkan dengan seekor binatang terlatih sekalipun.
Bahkan di beberapa tempat ada yang menawarkan paket
keintiman
selama satu bulan hingga tak jarang para pria asing harus
pulang
ke negaranya dengan istri dalam keadaan bunting. Bianca
mempunyai seorang kekasih kecil bernama Amnuay, ia yang
kau
saksikan di dalam video itu. Amnuay adalah anak seorang
nelayan
miskin di pesisir Phang Nga." ujar Robert panjang lebar
menceritakan kisah cintanya.
Bianca
"Lantas apa yang terjadi pada hubungan kalian?"
Robert terlihat menghela napas dalam sebelum menjawab
pertanyaan Lila.
"Satu bulan menjelang pernikahan kami,... sebuah kecelakan
mobil
merenggut nyawanya. Bersamanya ikut Amnuay yang juga ikut
tewas dalam kejadian tragis tersebut. Kala itu Bianca hendak
menjemput aku di Bandara Internasional. Yang rencananya
kami
akan bersenang-senang bertiga di sebuah pantai di Phuket."
"A..kuu turut berduka Robb" ujar Lila.
"Tiga tahun lebih aku dilanda rasa sepi dan kesedihan. Jelas
sulit
bagiku menemukan pengganti Bianca. Mungkin orang lain
akan jijik
melihat perbuatan kami itu, namun tidak bagimu La. Entah
mengapa
sejak awal berkenalan denganmu aku seakan melihat diri
Bianca
pada dirimu. Dan bertambah yakin jika naluriku memang tak
salah
pilih setelah mengetahui hubunganmu dengan Alfi"
"Tapi aku bukan Bianca Bert. Aku dan Alfi saling mencintai
dan tak
mungkin lagi berpisah. Bahkan akupun sedang hamil saat ini "
"Aku tak keberatan berada di atara cintamu dan Alfi seperti
halnya
saat aku berada diantara cinta Bianca dan Amnuay, La. Dan
perlu
kau ketahui saat meninggal Bianca sedang hamil dua bulan
dan
aku yakin sekali itu adalah anak si Amnuay sebab hanya
pemuda
itu yang Bianca ijinkan menidurinya tanpa mempergunakan
kondom. Meski demikian aku tak pernah mempermasalahkan
janin
di rahim Bianca berasal dariku atau Amnuay "
"Entahlah Bert, aku tak dapat memberimu jawaban sekarang.
Namun
aku ingin kau tak kecewa bila saatnya nanti jawabanku tetap
sama."
"Tak mengapa La, Aku siap menerima kemungkinan terburuk
sekalipun. Paling tidak saat ini aku bisa menjadi sahabat
kalian
berdua. Aihhh....Seandaianya saja ..."
"A..pa?."
"Ya Seandainya pada waktu itu akulah yang berusaha
menolongmu
dari kekejian Erik bukan Alfi" ujar Robert berandai-andai
"K..kau juga tahu akan kejadian itu?"
"Kejadian tersebut cukup menghebohkan buat ukuran sebuah
kota
kecil seperti kota H. Dan aku kebetulan membaca artikelnya
dari
surat kabar saat aku mengunjungi ibuku di sana" jelas Robert.
"Oh begitu..." gumam Lila singkat. Ia merasa sudah sangat
jarang
berdialog sedemikian panjang dengan seorang pria. Apalagi
yang
mereka bicarakan bukanlah sebuah topic yang berhubungan
dengan
pekerjaan.
Ada perasaan nyaman saat berbicara dengan pemuda yang
satu ini.
Lilapun lega karena pemuda itu mau menjaga rahasianya
bersama
Alfi. Sungguh di luar dugaannya ternyata Robert adalah sosok
yang
sangat tegar dan berbudi. Muncul kekaguman Lila pada
pemuda ini.
"Oya La, sebaiknya besok kau masuk bekerja seperti biasa
agar tak
menimbulkan pertanyaan bagi staf lain di sana. Aku berjanji
akan
memulihkan nama baikmu akibat omonganku di sana. Lalu
kita
pikirkan cara lain buat mengatasi masalah kehamilanmu" ujar
Robert tulus. Lila tahu itu. Secara naluriah ia dapat
menangkap
ketulusan dari ucapan Robert. Sungguh berbeda sekali sifat
pemuda ini dibandingkan dengan Erik pikir Lila.
"Baiklah" ujar gadis itu setelah yakin atas niat baik dari
Robert
padanya.
"Eng ngomong-ngomong kita makan siang saja dulu"ujar
Robert
setelah permasalahan di antara mereka sudah beres.
"Hei....kau?"
"Aduhhh....La jangan curiga duluu....masa kau tak mendengar
bunyi
keroncongan dari perutku sejak tadi, terserah mau ikut atau
tidak
yang jelas aku pinjam uangmu dulu karena dompetku
tertinggal di
klinik hanya buat beli semangkuk bakso di seberang jalan
sana ...
ayo cepat cacing-cacing di perutku sudah tak sabaran" ujar
Robert
menjulurkan tangan agar Lila segera mengeluarkan uang dari
dompetnya.
"Kau tidak takut sakit perut makan sembarangan seperti itu?"
tanya
Lila sambil menyodorkan pecahan uang lima puluh ribuan
keada
Robert
"Ketimbang aku pingsan karena kelaparan dan dituduh mau
merayu
anak gadis orang"
"Bi...ar kita makan saja di resto saja. Kurasa aku juga sudah
lapar"
ujar Lila agak terbata-bata menarik kembali uang yang
disodorkannya barusan dan urung memberikannya pada
Robert
"Nah, begitu dong! Aku mau padang-an yang di pojok itu La"
Robert agak berlari ke arah ujung jalan sambil tertawa girang
sehingga Lila terpaksa mengayunkan langkahnya agak cepat
agar
dapat menyusul pemuda itu.
"Bert...jangan terlalu cepat"
******************
Satu minggu berjalan. Hubungan Lila dan Robert semakin
membaik
dan akrab. Meski demikian Lila tak pernah memberi
kesempatan
pada pemuda itu buat melakukan pendekatan lebih dari
sekedar
teman. Tapi Alfi melihat perubahan besar pada diri Lila. Lila
terlihat
sering tersenyum-senyum sendiri sambil berulang-ulang
membaca
sms dari Robert bila sedang di rumah.
"Kak apakah kakak suka pada kak Robert?" Tanya Alfi pada
Lila
pada suatu hari.
"Eng kok kamu nanya gitu sih Fi"
"Kakak belum jawab lagi"
"Idihh amit-amit ngga la ya" ujar Lila namun wajahnya
bersemu
merah saat mengatakan itu."Emang aku terlihat suka padanya
Fi?"
"Iya kak buktinya kakak suka banget baca sms kak Robert.
Bahkan
sampai bermenit-menit diplototin padahal itukan sms yang
kemarin-kemarin kan?"
Wajah Lila bertambah merah karena malu karena tebakan Alfi
mengena.
"Ngga ah. Kakak cuma sayang sama kamu"
"Kakak ngga bisa bohong kalau kakak suka sama kak Robert"
"Kamu cemburu ya Fi?"ujar Lila berusaha mengalihkan topic
pembicaraan.
"Ngga kok kak. Alfi malah senang bila kak Lila bisa menikah
sama
kak Robert. Dia itu sangat baik dan pantas menerima cinta
kakak"
"Kamu mengatakan itu bukan karena kamu mau ingkar janji
kan Fi?"
"Ngga kak Sampai kapanpun Alfi siap bertanggung jawab.
Tapi Alfi
juga siap mengalah demi kebahagian kakak bila telah datang
pasangan yang sepadan buat kakak"
"Kamu bisa saja Fi. Kakak cuma ingin kamu yang jadi suami
kakak.
Kakak tak ingin berspekulasi menerima cinta Robert. Belum
tentu ia
sepenuhnya menyukaiku apalagi ia sudah tahu semua latar
belakang kakak"
Alfi menghela napas. Percuma saat ini membujuk Lila. Ia
harus
memikirkan jalan lain buat membahagiakan Lila.
****************************
Malam itu di rumah Didiet diadakan pesta kecil menyambut
kehamilan Sandra. Pasangan tersebut demikian gembiranya.
Banyak
tamu yang hadir yang rata-rata adalah teman-teman sekantor
Didiet dan Sandra. Karena ruangan dalam rumah tidak cukup
buat
menampung semua tamu maka Didiet sengaja memasang
beberapa
meja di halaman depan dan belakang rumah mereka. Nampak
hadir
pula Niken dan Donnie di sana. Sementara terlihat Nadine
sedang
menyusui bayinya. Sementara si Alfi asyik ngobrol dengan
Dian di
depan televise. Lila baru datang sendirian dan langsung di
sambut
oleh Sandra.
"Sand, selamat ya" ujar Lila memberi kecupan di pipi Sandra.
"Ma kasih La. sudah datang"
"Apakah aku terlambat Sand" ujarnya
"Tidak juga La. kami baru mau mulai kok, ayo masuk
bergabung
dengan yang lain"
"Maaf seharusnya aku meminta izinmu terlebih dahulu, Aku
tadi
mengajak serta seorang teman datang kemari"
"O tentu aku tak keberatan La. Tapi mana dia?"
"kami memang tak datang bersama namun janjian bertemu
disini"
"jika demikian aku ingin menyiapkan tempat satu orang lagi di
meja
makan buat wanita temanmu itu"
"Eng Sand, temanku itu seorang ..lelaki"
"Wah ini baru berita baik, nampaknya si Alfi punya saingan
nih"
"Tidak seperti yang kau pikirkan Sand, hubunganku dan Robert
tak
lebih dari sekedar hanya teman baik"
"Robert? Nama pria yang beruntung itu? Hati-hati dengan
perkataan kita sendiri La. Terkadang banyak hal luar biasa
dan tak
terduga terjadi di luar perkiraan kita sebelumnya"
Lila tercenung mendengar ucapan Sandra tersebut. Memang
banyak
peristiwa yang terjadi menghampiri hidupnya selama ini. Siapa
sangka ia bakal kepincut pada sosok seperti Alfi. Padahal jika
dipikir-pikir betul dengan akal sehat rasa-rasanya tak
mungkin
seorang wanita cantik berpendidikan dan berkarir baik
sepertinya
menyerahkan tubuhnya bulat-bulat dan takluk dalam
kehangatan
ragawi pada bocah ABG seperti Alfi.
Sandra lalu kembali ke dalam dapur membantu Niken
mempersiapkan jamuan makan malam. Sementara Didiet
terlihat
sibuk membawa buah-buahan yang barusan ia beli dari
supermarket.
"La ada hal yang ingin kutanyakan padamu" ujar Donnie tiba-
tiba
menghampirinya.
"Ya Don ada apa?"
"Eng begini sudah satu minggu ini Niken selalu uring-uringan.
Aku
binggung semua yang kulakukan selalu salah. Seperti pakai
parfum
salah! Ngga pakai parfum dia bilang bau! Apakah ini ada
kaitannya
dengan kehamilannya yang sudah memasuki masa-masa
melahirkan?" ujar Donnie binggung.
"Oo. Itu akibat keseimbang hormonnya terganggu sehingga
mempengaruhi psikologisnya. Bisa saja ia merasa kuatir jika
setelah bayinya lahir perhatianmu menjadi berkurang padanya.
Kau
tak usah terlalu kuatir akan hal itu. Berikan saja lebih banyak
waktu dan perhatian padanya agar ia merasa lebih nyaman
dan
katakan bahwa kau ada selalu di sisinya sampai kapanpun"
jelas
Lila tersenyum geli karena ia merasa iapun akan mengalami
fase
seperti itu nantinya.
"Yah ..ya.. aku memang terlalu sibuk selama dua minggu
belakangan ini akibat menumpuknya pekerjaan di kantor"
"Ada persoalan lain yang ingin kau tanyakan? Mumpung Niken
sedang sibuk di dalam"
"Tidak ada La,. Terima kasih atas penjelasan dan saranmu"
"Jangan sungkan-sungkan buat bertanya padaku Don. Bagiku
Niken tak hanya merupakan sahabat baikku ia juga sudah
seperti
saudara kandung bagiku"
"Ya aku tahu itu. Eh.. sepertinya Niken butuh bantuanmu La"
ujar
Donnie menunjuk ke arah istrinya.
Tanpa mereka berdua sadari Robert memperhatikan
pembicaraan
mereka yang akrab itu. Pemuda itu baru saja datang namun
tak
ingin mengganggu pembicaraan mereka. Untuk sementara ia
berdiri
menunggu hingga mereka selesai. Tapi Lila kebetulan tak
melihat
kehadirannya dan malah masuk ke arah dalam rumah. Robert-
pun
jadi celingukan sendiri karena tak ada yang ia kenal di acara
itu
selain Alfi dan Lila. Hingga seseorang menepuk punggungnya.
Iapun menoleh.
"Eh ternyata kamu Fi"
"Kenapa berdiri saja di luar kak, ayo masuk"
"Sebentar Fi, aku mau Tanya siapa pemuda yang bersama Lila
itu"
"O itu kak Donnie dia ..calon suaminya kak Lila" ujar Alfi
cepat dan
enteng mengucapkan itu.
"Hah?! calon su..ami Lila Fi? Ka..muu sedang bercanda kan
Fi"ujar
Robert terlonjak kaget.
"Tidak kak, Alfi mengatakan hal yang sebenarnya. Lamarannya
sudah diterima oleh ibu kak Lila tadi siang dan bahkan
sebentar
lagi akan diumumkan sekalian di acara ini"
Robert lemas mendengar penuturan Alfi barusan. Ia percaya
pada
penuturan anak itu. Mengapa Lila tak pernah memberi
tahunya
mengenai hal ini?. Pantas saja Lila tak pernah membalas
perhatiannya ternyata ia telah menemukan tambatan hatinya.
Seorang pemuda tampan dan gagah. Sia-sia saja
penantiannya
selama ini. Hatinya terasa begitu perih menghimpit dadanya.
"Fi... kakak sebaiknya pulang saja" ujarnya lirih. Buat apa ia
berlama-lama di situ. ia justru kuatir malah akan merusak
acara
orang lain. Jelas ia tak mungkin sanggup melihat Lila
bersanding
dengan orang lain di hadapannya. Dadanya begitu sesak oleh
kesedihan yang sama seperti saat ia kehilangan Bianca dulu.
Dua
kali terpuruk oleh cinta membuat Robert benar-benar terpukul.
"Loh ngga tunggu sampai acaranya selesai kak atau paling
tidak
memberi selamat pada kak Lila?" ujar Alfi tak berperasaan.
"Sampaikan saja salam dan permintaan maafku pada Lila Fi."
ucapnya nyaris tak terdengar.
Mana mungkin ia mengucapkan kalimat itu langsung pada
Lila. Ia
tak setegar itu. Perlahan ia melangkah gontai menjauh dari
kerumunan orang. Lalu menuju ke arah mobil yang diparkir
agak
jauh. Alfi sebenarnya tak tega menghancurkan hati Robert
namun
sepertinya ia memiliki sebuah rencana dengan mengatakan
itu.
Setelah Robert pergi, nampak Lila keluar melongok ke kanan
dan ke
kiri ke arah kerumunan para tamu di halaman depan.
"Fi apakah kamu lihat Robert datang kemari?"
"Ia kak tapi cuma sebentar dan langsung ia pulang"
"Loh kenapa?"
"Ngga tahu. Barangkali saja ada sesuatu yang tertinggal?"
ujar Alfi
sambil mengangkat bahunya.
Duh... ngapain dia pergi sebelum menemui aku pikir Lila sebal.
Padahal ia berharap sekali Robert bisa ia perkenalkan dengan
para
sahabatnya di sini. Alfi melihat wajah Lila yang cemberut.
Tapi Ia
tahu Lila tak mungkin menelpon Robert karena gengsinya yang
terlalu tinggi.
***************************
Sudah satu minggu sejak malam itu Robert tak pernah terlihat
muncul di Klinik. Bahkan tak pernah lagi ia menelpon Lila.
Bahkan
mengirim sms-pun tidak. Padahal biasanya setiap hari ia rajin
menelponnya walau hanya sekedar buat mengatakan hal-hal
yang
sepele. Apakah Robert sakit? pikir Lila. Entah kenapa ia malah
memikirkan pemuda itu. Ia justru rindu akan 'gangguan-
gangguan'
yang kerap Robert buat selama ini. Namun egonya terlalu
tinggi
buat menelpon balik atau menanyakan ke perawat di situ. Tapi
semakin ia berusaha tak memikirkan pemuda itu ia semakin
sering
melihat bayangan Robert melintas di dalam pikirannya. Lila
tak tahu
apakah ia sebenarnya telah jatuh hati pada Robert meski ia
berusaha menyangkalnya. Perasaan ini sungguh berbeda
dengan
perasaannya terhadap Alfi. Ia sebenarnya tak yakin
perasaannya
terhadap Alfi adalah cinta sejati wanita terhadap seorang pria.
Alfi
muncul ditengah-tengah kekecewaannya selama bertahun-
tahun
terhadap penghianatan Erik. Hingga tanpa sengaja suatu
pristiwa
menyeret ia dan Alfi dalam pertualangan seks yang membara
tanpa
akhir. Memang Alfi-lah yang pertama membuatnya merasa
membutuhkan kehadiran seorang lelaki bagi dirinya. Namun
berjalan waktu ia sadar cinta tak sesederhana itu. Cinta tak
hanya
melulu seks walau pada kenyataannya seks dapat membuat
cinta
berantakan seperti halnya yang hampir terjadi pada
sahabatnya
Niken dan suaminya Donnie. Ia tak dapat mencegah cintanya
terhadap Robert mengalir ke dalam sanubarinya. Dan kini
setelah
pemuda itu tak menghubunginya maka timbul rasa
kehilangannya.
Apakah Robert sudah bosan mengejar-ngejar dirinya atau
jangan-
jangan pemuda itu sudah menemukan wanita lain dan mulai
melupakannya. Entah mengapa tiba-tiba saja pertanyaan itu
muncul
di dalam hatinya dan ia merasa setitik kecemburuan melanda
hatinya ketika membayangkan Robert bersama dengan wanita
lain.
Kini rasa rindu tadi membaur dengan rasa kekuatiran. Lila
benar-
benar gelisah hari itu. Konsentrasinya menangani pasien
menjadi
terganggu oleh hal ini. Akhirnya ia tak dapat menahan
hasratnya
buat mencari tahu keberadaan pemuda itu. Lila berpikir
sebaiknya
ia menanyakan hal tersebut langsung pada bu Helen
ketimbang
pada staf di sana. Awalnya ia ragu untuk mengetuk pintu
ruangan
bu Helen.
"Ma..suukk hk..hk" suara wanita itu terdengar begitu sengau.
Lila masuk ke dalam namun heran melihat ke dua mata Bu
Helen
yang basah oleh air mata.
"Apa yang terjadi bu?"
"Robbie nak...ia berangkat ke Somalia. Tanpa sepengetahuan
aku
dan ibunya ia mengajukan diri ke badan kesehatan PBB buat
mengikuti misi kemanusiaan Hu huuu"jelas wanita tua itu
dengan
tersedu-sedu.
Somalia?...bukankah ini daerah yang masih dipenuhi oleh
konflik
antar etnis yang tak selesai-selesai hingga sekarang?
Mengapa
Robert mau mendatangi Negara yang memiliki pemerintahan
kacau
seperti ini? bagaimana dengan jaminan keselamatannya saat
berada
di pelosok-pelosok pedalaman benua Africa itu? Mengapa
Robert
sengaja membuang dirinya ke arena pembantaian manusi
dimana
anak-anak kecil dengan bebas memanggul senjata api di
Negara
itu.
"Anak itu sepertinya sudah lelah dan putus asa dalam
mengejar
cintamu yang tak kunjung ia dapatkan.Tak ada yang bisa
mencegah
ia pergi. Hatiku benar-benar sedih...mengapa ini harus terjadi
pada
satu-satunya lelaki keturunan keluarga kami"
"Di..mana Robbie sekarang bu?"
"Terlambat buat mencegahnya La, kupikir setengah jam lagi
pesawatnya sudah take off hu hu hu"
Lila bergegas keluar dari ruangan. Beberapa perawat di sana
terbengong melihat dokter cantik itu begitu tergesa-gesa
sekali
berlari menuruni anak tangga. Saat di depan Klinik ia melihat
Alfi
yang baru datang menjemputnya.
"Fi ikut kakak sekarang" ujarnya menarik tangan Alfi ke arah
di
mana mobilnya sedang parkir.
"Kemana kita kak? Kok terburu-buru sekali?"
"Ke bandara Fi. Kita harus menyusul Robert sebelum
pesawatnya
berangkat"
Sesampai di tempat parkiran, Lila menjadi kesal bukan main
ternyata ia tak mungkin dapat mempergunakan mobilnya
karena ada
beberapa mobil lain yang sedang parkir dan menghalangi.
"Aduhhhhh....bagaimana ini?"ujar Lila kasar bercampur panik
"Pakai taxi saja kak" ujar Alfi.
"Ya betul Fi" mereka berlari ke pinggir jalan raya dan
menghentikan
sebuah taxi kosong yang sedang lewat.
"Pak cepat ya! ke bandara" ujarnya pada si sopir taxi.
Sepanjang perjalanan menuju bandara Lila hanya diam dan
tak
berkata-kata. sementara air mata meleleh dari pelupuk
matanya.
Berkali-kali ia melihat ke jam tangannya dengan penuh
kegelisahan. Hal tersebut tak luput dari penglihatan Alfi.
Namun
herannya bocah itu malah tersenyum-senyum sendiri. Taxi
yang
membawa mereka meluncur dengan cepat hingga tak terasa
dalam
waktu dua puluh lima menit merekapun sampai di tempat
tujuan.
Sesampai di Bandara Lila langsung berlari ke arah dalam
bagian
keberangkatan namun ia di cegah oleh petugas karena tak
dapat
menunjukan tiket atau boarding pas.
"Paaak tolong izinkan saya masuk, saya mohoon" ujarnya
memelas
"Siapa yang ibu cari? Kemana tujuannya?"
"Su..ami saya pak. Dia mau ke Afrika"
"Waduhh...telat ibu. Lima menit yang lalu para penumpang
sudah
naik ke pesawat"
Lemaslah Lila mendengar penjelasan petugas itu. Apakah hal
ini
memang sudah nasibnya selalu gagal menggapai cintanya Lila
tak
tahu. Namun hatinya begitu perih oleh kesedihan. Kesedihan
kali
ini bahkan lebih menyakitkan ketimbang saat ia ditinggalkan
oleh
Erik dulu.
"Tunggu dulu...Apakah bapak itu yang sedang ibu cari?
Penumpang
yang satu itu belum naik ke pesawat karena tidak memiliki
boarding
pass, yang katanya tercecer di toilet" ujar petugas tersebut
menambahkan.
Benar saja Lila melihat Robert bersama-sama beberapa orang
petugas kebersihan bandara sedang mondar-mandir di sekitar
WC
bandara. Jantung Lila berdetak kencang. Tapi ia menoleh
terlebih
dahulu ke arah Alfi.
"Susul dia cepat kak, Alfi rela mengalah demi kebahagiaan
kakak"
ujar Alfi tersenyum.
Lila berlari ke arah kerumunan orang-orang tersebut. Tak ada
dapat
mencegahnya lagi. ia telah yakin dengan keputusannya saat
ini.
"Bert!!.."pekiknya
Robert menoleh ke belakang. Meski terkejut, wajahnya yang
kuyu
berubah cerah di saat mendapati pujaan hatinya datang
menyongsong dan langsung memeluknya erat sekali.
"La...Kamu?" pemuda itu nampak kebinggungan bercampur
bahagia.
"Kau mau mati konyol?! Kau jahaaat!! Kenapa kau
meninggalkanku?! kupikir kau sungguh-sungguh
mencintaikuuu..ternyata kau sama saja dengan pria lain huuu
huu"
Lila tak dapat membendung tangis dan kekesalannya sambil
memukul-mukul dada bidang pemuda itu. ia sadari rasa cinta
tumbuh di hatinya sedemikian besar terhadap pemuda ini
sehingga
dapat mengalahkan rasa malu-nya, gengsi-nya yang tinggi,
ego-
nya yang besar dan semua hal-hal yang menghabat curahan
cintanya.
"La? a..ku tak mengerti? bukankah kau lebih memilih Donnie
sebagai calon suamimu?"
"Si...apa yang mengatakan itu? Donnie kan suami sahabatku
Niken.
Tu..nggu dulu!" Tangis Lila berhenti. Otaknya yang cerdas
baru
merasakan ada sesuatu yang tidak beres di sini. Lila menoleh
ke
kanan dan kiri mencari-cari Alfi. Tapi sepertinya anak itu
sudah
kabur dari sana entah kemana. Ia yakin sekali kalau semua ini
pasti
adalah ulah anak itu.
"Ja..di semua itu tidak benar?" tanya Robert yang semakin
bingung.
"Orang-orang mengatakan kau adalah lulusan terbaik dari
universitasmu tetapi ternyata kau begitu bodohnya sampai
dikibuli
oleh seorang anak-anak. Seharusnya kau mengecek
kebenarannya
padaku saat itu juga"
"A..ku memang bodoh La. Aku terlanjur shok dan down ketika
mendengar hal tersebut."
"Bert jangan pergi. A..ku bersedia menjadi istrimu"
Bola mata Robert membesar mendengar sendiri permintaan
tersebut
meluncur dari bibir wanita pujaannya itu.
"La apakah saat ini aku tengah tak bermimpi? Be..narkah kau
mau
menerima aku?"
"Aku cinta padamu Bert" ujar gadis itu tanpa ragu-ragu
mengucapkan cinta terlebih dahulu pada seorang pria.
"Ohhh La ..Lila sayang. Aaa..ku tak tahu harus bagaimana
mengungkapkan rasa bahagia ini" Robert begitu gembiranya
seakan
tak percaya dengan kenyataan tersebut.
"Kau... tak terlihat seperti pria yang berpengalaman
menyenangkan
wanita seperti di dalam rekaman videomu" ujar Lila menatap
bola
mata lekat-lekat pemuda pilihan hatinya itu.
Kali ini Robert tak ragu lagi buat menerkam tubuh Lila dan
mendaratkan ciumannya pada bibir gadis itu. Ciuman penuh
kerinduan dan kasih sayang sehingga Lila sulit bernapas.
Meski
demikian Lila membalas ciuman itu. Ia tak peduli mata para
pengunjung bandara tertuju kepada mereka berdua. Begitupun
Lila
ia benar-benar yakin Robert adalah cinta sejati bagi dirinya.
"La, aku akan datang kepada ibumu buat melamar dirimu hari
ini
juga. Lalu kita ke ibu-ku setelahnya" Ujar Robert mantab
setelah
ciuman mereka terlepas.
"Oh Bert benarkah? Tapi ... Ibu sudah tahu kalau aku hamil
oleh
perbuatan Alfi. Entah apa katanya nanti"
"Serahkan semuanya padaku, kau jangan banyak bicara saat
di
depan beliau"
Mereka berjalan sambil berangkulan mesra, keduanya bagai
tak
ingin berjauhan lagi barang sekejapun. Hingga akhirnya
mereka
tiba di tempat antrian taxi . Di sana si Alfi terlihat sedang
asyik
melahap sepotong donat dengan wajah belepotan coklat.
"Hai ..kak mau donat? tadi Alfi beli selusin buat kita bawa
pulang"
ujarnya tanpa rasa bersalah.
"Kau benar-benar keterlaluan Fi! Hampir saja aku mati konyol
di
sebuah negeri antah belantah itu. Apakah kau tak berpikir
akan
akibat yang bakal kau timbulkan?" ujar Robert tersenyum
kecut.
Akal sehatnya menyadari kalau sebenarnya Somalia memang
tempat yang sangat mengerikan.
"He he..Sebenarnya Alfi juga tak menyangka kakak akan
separah itu
mau berkumpul sama cewek-cewek Afrika. Tapi kan ngga jadi
kak.
Lagian kan kakak bisa saja pulang lagi saat tiba di Singapore.
Kalau tidak seperti ini caranya bagaimana mungkin kakak
berdua
bersatu"
"Ternyata otakmu encer juga Fi, tapi kau tak cemburu kan aku
jadi
suami kak Lila-mu?"
"Kekasih Alfi kan banyak kenapa harus cemburu? He he"
"Makasih ya Fi, kamu sudah mau berkorban demi
kebahagiaanku"
ujar Lila yang masih mengglayut manja di dalam pelukan
Robert.
"He he iya kak. Alfi juga bahagia sekali melihat kakak
mendapatkan
jodoh yang sepadan"ujar alfi tulus.
Dari bandara mereka langsung berangkat menuju kota H buat
menemui ibu Lila. Wanita tua itu sempat kaget bercampur
bahagia
mendengar Robert akan menikahi Lila.
"Tapi mengenai kandungan Lila nak Robert"
"Maafkan saya bu. Saya memang sudah membuat susah ibu
dan
keluarga selama ini. Saya sadar seharusnya memang sejak
beberapa bulan yang lalu saya bertanggung jawab agar Lila
tak
bertambah menderita"
"Loh jadi itu anakk..?"
"Iya bu kehamilan Lila adalah akibat perbuatan saya. Bukan
Alfi
seperti yang ibu duga selama ini."
"Tet..tapi mereka sering...?" Ibu Lila masih ragu dengan
penjelasan
Robert. Meskipun ia tak pernah melihat secara langsung Lila
dan
Alfi melakukan kemesraan. Namun ia tahu Alfi sering berlama-
lama
dalam satu kamar dengan Lila saat di kota H tempo hari.
"Lila dan Alfi sengaja berpura-pura menjalin kemesraan hanya
karena Lila takut ia mempunyai bayi tanpa ayah"
"Ahhh...kalian anak-anak muda jaman sekarang memang
selalu
membuat binggung orang tua saja!" ujar ibu Lila lega
mengetahui
ternyata Lila putrinya memiliki pergaulan yang normal dan
akhirnya
Lila memenuhi harapannya menikahi putra sahabatnya itu.
Kalimat
terakhir Robert itu ternyata mampu meyakinkan ibu Lila.
"Ibumu harus segera diberi tahu berita bahagia ini nak
sehingga
penikahan kalian segera dapat dilangsungkan"tambahnya lagi.
"iya bu" ujar Robert sambil memandang wajah calon istrinya
yang
terus tersenyum dalam kebahagiaan
***************************
Tak menunda-nunda lagi dan hanya dalam waktu dua minggu
Lila
sudah resmi menyandang predikat sebagai nyonya Robert.
Robert
menawarkan pesta resepsi yang mewah namun Lila
menolaknya
dan memilih sebuah pesta sederhana yang diadakan dirumah
ibunya dengan mengundang beberapa kerabat dekat dan tamu
tertentu saja. Lila beralasan tak ingin perutnya yang mulai
membuncit terlihat oleh tamu yang hadir bila mengunakan
gaun
pesta yang mewah. Lila tak dapat menyembunyikan
kebahagiaannya. Bibirnya selalu tersungging senyum dan tawa
disepanjang acara berlangsung. Orang-oramg yang hadir
begitu
kagum akan kecantikan terpancar sempurna dari wajahnya.
Lengkap
sudah semua kebahagiaan yang ia tunggu selama ini.
Begitupun
dengan kegelisahannya selama ini membayangi hatinya telah
sirna
oleh hadirnya seorang suami yang sesempurna Robert. Sang
bunda, ibu mertuanya beserta Helen terlihat begitu bangga
dan
bahagia akan pernikahan itu. Begitupun dengan Niken sang
sahabat tercintanya dan yang lainpun ikut merasa berbahagia
buat
Lila. Malam pertama yang ditunggu-tunggu itu-pun akhirnya
tiba.
Percintaan itu berlangsung dengan sangat panas. Robert
sempat
kewalahan menghadapi gairah istri cantiknya itu yang tak
kunjung
usai. Ledakan gairah berbaur dengan kasih dan cinta
menjadikan
sepuluh kali orgasme tak juga meredakan Lila. Sampai-
sampai
Robert harus menyusupkan Alfi ke kamar pengantin mereka
buat
memuaskan Lila. Anak itu awalnya menolak karena tak mau
menjadi
pengganggu bagi pasangan berbahagia itu lagi namun karena
Robert memohon-mohon terpaksa ia menurutinya. Lila sempat
merasakan sakitnya percintaan di malam pertama saat Robert
'memerawani' anusnya. Dan di malam itu pula Lila untuk
pertama
kalinya ia juga merasakan keindahan dalam himpitan dua
tubuh
pria yang dicintainya secara berbeda itu.
**********************
Satu minggu kemudian
Di sebuah kamar Cottage 'BB' pantai Khao Lak
Propinsi Phang Nga sekitar 87 km dari Phuket, Thailand.
Pukul lima sore waktu setempat.
Villa tempat menginap Lila & Robert di Thailand
Saat itu Robert sedang terlentang di sebuah sofa empuk tanpa
busana alias telanjang bulat sementara jemarinya
mencengram
penisnya yang sudah sangat tegang. Nampak kepala penisnya
basah mengkilap oleh lendir mazi yang memancar tiada henti
dari
ujung lubang kencingnya menandakan ia sedang terangsang
hebat..
Sudah satu jam-an ia menghajar penisnya tanpa henti dengan
kocokan-kocokan dan dalam kurun waktu tersebut beberapa
kali ia
berhenti sejenak buat meredakan hasratnya buat berejakulasi.
Napas pemuda itu begitu memburu dan wajahnya pucat
karena
menahan desakan buat berejakulasi. Permukaan penisnya
sudah
berwarna merah tua ke unguan akibat dipenuhi oleh kumpulan
pembuluh darah yang menegang. Rasa gatal nikmat menjalar
ke
seluruh bagian alat vitalnya. Robert masih menunggu momen
yang
tepat buat ia berejakulasi. Adegan demi adegan yang
mendebarkan
masih terus menerus terhidang di hadapannya. Di atas
ranjang
berseprey putih bersih, nampak Lila, wanita cantik yang baru
ia
nikahi beberapa hari yang lalu, terlentang dalam keadaan
telanjang,
merintih kenikmatan, dan segera mengalami orgasmenya, di
dalam
dekapan dua orang pemuda tanggung berkulit gelap berusia
sekitar
lima belasan, yang memasukan penis berukuran panjang lima
belas
senti milik mereka secara bersamaan ke dalam liang
senggama Lila.
Bhichai si anak nelayan asal Phang Nga itu mendekap Lila
dari
belakang, ia memiliki ukuran penis sedikit lebih panjang dari
temannya itu. sementara Parnchand mendekap pinggang Lila
dari
depan sambil merintih-rintih keenakan. Kedua pemuda ini baru
satu jam yang lalu melepas keperjakaan mereka pada Lila
sehingga
wajar saja keduanya begitu liar dan ketagihan terus-terusan
menyetubuhi Lila. Parnchand, pemuda itu bahkan tak pernah
lagi
menarik lepas penisnya dari liang senggama gadis itu
sehingga
terjadilah kejadian seperti saat ini. Bhincai yang memang
mendapat
giliran pertama hampir menangis karena temannya itu tak
memberinya kesempatan ke dua buat memasukan penisnya
lagi lalu
nekat mendesakan penisnya ke liang yang sama.
Robert puas meski harus merogoh koceknya agak dalam buat
mendapatkan pemuda sesuai dengan keinginannya. Kedua
pemuda
itu benar-benar tak berpengalaman dan masih perjaka ting-
ting
meski demikian harga belinya jauh lebih mahal ketimbang
seorang
gigolo pro yaitu sebesar 8000 Baht atau sekitar tiga juta
rupiah.
Saat tiba di hotel siang tadi, kamar mereka di datangi seorang
pelayan wanita yang khusus mengurus kebutuhan syahwat
para
tamu mereka. Wanita itu menyodorkan sebuah foto album
berisikan
foto para gigolo yang mereka bina secara professional .
Semuanya
memiliki sertifikat bebas menderita HIV. Awalnya Lila jengah
dan
tak menyangka Robert memberinya kejutan besar seperti ini.
Pantas
saja Robert berani mengajaknya berangkat berdua saja tanpa
Alfi
ikut serta. Rupanya ia sudah merencanakan ini buatnya.
Robert
memang ingin bulan madu nya bersama Lila dapat
memberikan
kesan yang mendalam dan tak terlupakan bagi Lila. Tapi
mengingat
kandungannya sudah memasuki usia empat bulan Lila agak
takut-
takut melakukan itu.
"Ibu bisa melakukan cara doggie atau gaya lain dimana
kekasih
pilihan ibu berada di belakang" wanita itu berkata dalam
bahasa
ingris memberikan sarannya.
"ba..gaimana inii?"Tanya Lila dengan perasan bercampur aduk
antara rasa kuatir, malu dan kepingin.
"Semua terserah kamu manis, kamu mau pilih yang mana?"
Lila membolak balik halaman album sambil menggigit
bibirnya.Foto
berukuran besar menampilkan pemuda remaja yang rata-rata
berusia remaja seusia Alfi dalam terlihat kondisi telanjang
bulat
dengan penis mengacung. Ada beberapa yang memiliki
kemaluan
hampir menyamai milik Alfi. Lila tergelitik dan menatap lama
foto
dua orang pemuda yang berlebelkan tulisan 'virgin' di bawah
fotonya.
"kamu mau dia say?"
"Enga ahh" ujar Lila malu-malu.
"Nona, saya pilih anak ini" ujar Robert pada wanita itu.
"Dan.....temannya yang ini" Robert menunjuk lagi seorang
pemuda
lainnya.
"Robbieee?" Lila kaget melihat Robert memberinya supraise
lain.
"Ngga pa pa sayang, mereka berdua toh masih perjaka.
Mereka
belum tentu mampu memuaskan bila sendirian.Besok-besok
aku
mau kamu cobain 'Charan' anak yang penisnya paling gede di
foto
itu"
Kembali ke pada keadaan dimana Lila sedang digumuli ke dua
perjaka itu. Lila sendiri dalam keadaan melayang ke langit ke
tujuh.
Baru kali ini vaginanya terasa sedemikian penuh karena harus
di
desaki oleh dua buah penis sekaligus.
"Robbieeeee......Ouggggghhhh" pekik Lila sambil mendekap
tubuh
Parnchand yang berada dihadapannya erat-erat. Orgasme
besar
melanda dirinya. semua otot-otot panggul dan sekitarnya
berkontaksi hingga kebagian dalam liang senggamanya.
"Aoooooooo... โปรดปราน!!!!!"
Kedua pemuda itu menjerit bareng ketika cicin-cincin yang
terdapat di sepanjang liang senggama wanita cantik dipelukan
mereka itu mencengkram dan menghisap penis mereka bagai
sebuah kompresor. kenikmatan menyengat pada seluruh
syaraf-
syaraf yang tersebar pada batang-batang penis mereka. Dan
ketika
aliran sperma menjalar di sepanjang saluran kencing mereka
tak
ada kemampuan bagi mereka berdua buat menahannya.
Beberapa
detik kemudian penis Parnchand lebih dahulu memuncratkan
cairan
kenikmatannya lalu di susul oleh Bhichai. Pancutan demi
pancutan
sperma susul menyusul memancar dari lubang pipis kedua
pemuda
itu. Begitu melimpah, kental, dan lengket. Parnchand ambruk.
Rasa-rasanya ia tak mungkin punya stock sperma buat di
semprotkan lagi. Ia memang paling sering muncrat ketimbang
temannya. Bhincai mendorong tubuh Parnchand ke samping
menjauh dari tubuh Lila. Namun ketika Bhincai hendak
menindihnya Lila malah bangkit dari tempat tidur lalu berjalan
menuju kamar mandi. Lila tak menghiraukan keinginan anak
itu
buat menyetubuhinya. Nyaris tiga jam-an dalam antrian dan
kukungan kedua pejantan muda itu membuat tubuhnya begitu
penat dan terasa lengket. Lila ingin membersihkan diri terlebih
dahulu agar merasa lebih nyaman.
"Kau belum mau mengeluarkannya?" tanya Lila sambil
tersenyum
nakal ketika melintasi suaminya yang belum rela membuang
spermanya meski penisnya sudah terlihat membiru keunguan.
"Aku baru akan menumpahkannya di akhir petualangan malam
ini
sayang"
Tanpa Lila ketahui Bhincai-pun menyusulnya masuk ke dalam
kamar mandi. Ia berdiri di samping kotak shower di mana Lila
sedang asyik mandi di bawah pancuran air shower. Gadis itu
terkejut melihat keberadaan anak itu. Anak yang satu ini
belum
puas pikir Lila. Ia seperti pingin sekali segera bersetubuh lagi
itu
terlihat dari wajahnya yang kampungan itu.
"Come here..." ujar Lila segaja mempergunakan bahasa ingris
berharap anak itu mengerti maksudnya sambil menarik tangan
anak
itu ke bawah siraman air shower. Bhincai langsung
merapatkan
tubuhnya ke tubuh gadis itu. Ia tak dapat menahan diri
melihat
keindahan payudara Lila yang mengantung bagai buah melon
kembar dihadapannya. Bagai seekor kalong yang menemukan
buah
yang matang di pohon ia meyergap dan menghisap daging
mungil
berwarna merah muda itu dengan kuat. Tubuh tinggi
semampai Lila
lebih jangkung sepuluh sentian darinya sehingga Bhincai
kesulitan
buat menjejalkan penisnya ke dalam belahan vagina Lila. Lila
membiarkan anak itu 'berusaha' sendiri buat menemukan jalan
masuk ke dalam tubuhnya. Tiga..empat lima kali ia mencoba
mencobloskan ujung penisnya yang bulat itu bahkan dengan
menjinjitkan kakinya namun hasilnya tak juga memuaskan.
Sesekali
ia berhasil masuk namun kembali dengan cepat penisnya
terlepas
lagi karena goyangan tubuh Lila.
Lila tersenyum geli mendengar gerutu kesal yang tak
dimengertinya
dari anak itu. Puas ia mengoda hasrat anak itu. Sambil
bersandar
pada dinding di belakangnya ia menekuk lututnya sehingga
bagian
pinggulnya perlahan merendah ke ukuran yang ideal buat
bocah
thai itu mempenetrasinya.
Cleeppp!!!
"Ohhhhh... Bhincaiiii" pekik Lila Lirih. Ketika penis anak itu
berhasil
bersarang dengan sempurna di dalam vaginanya. Bhincai
mengocok
dengan cepat meskipun ia tak begitu merasa nyaman dengan
posisi
ini karena dengkulnya sedikit gemetaran. Lila mengimbangi
gerakan
anak itu dengan memutar pinggulnya bagai goyangan yang
sering
di pertunjukan oleh salah seorang artis ibukota. Ternyata ada
juga
faedahnya gerakan tersebut bila dipergunakan ditempat yang
semestinya pikir Lila. Alhasil Bhincai-pun menjadi melolong-
lolong keenakan. Ctap!..ctap!...ctap Bhincai menghentakkan
pinggulnya lebih cepat lagi. Sesuatu yang nikmat dan sejak
tadi ia
tunggu kembali mendesak untuk keluar dari ujung
kemaluannya.
Lila menarik lepas mulut Bhincai dari putting payudaranya lalu
mengantinya dengan ciuman yang panas. Mata Bhincai yang
terpejam sontak terbelalak ketika Lila mengunakan seluruh
kekuatan otot-otot kemaluannya. Kenikmatan itu sudah
sampai
pada puncaknya dan tak dapat ia tahan lagi.Tangan anak itu
mendekap pinggang Lila erat. Bhincai melakukan hujaman
terakhir
disertai dengan semburannya air kenikmatan dari alat
kelaminnya.
Crott...crutttt..cruttttt, Meski ejalulasinya telah tuntas
namunBhincai
masih memeluk Lila dalam keadaan berdiri. Tautan kemaluan
mereka sudah terlepas ketika Lila tak lagi bertopang pada
lututnya.
Sambil membersihkan diri Lila juga membasuh penis anak itu.
menyabuninya sehingga perlahan benda yang sempat
mengecil itu
kembali berdiri dengan kaku dalam remasan jemarinya. Lila
sering
melakukan itu pada Alfi bila mereka mandi bersama dan
setelah itu
biasanya mereka pindah ke kamar tidur dan melanjutkan
persetubuhan di atas tempat tidur. Sepertinya Lila ingin
melakukan
hal yang sama pada Bhincai. Ia tahu Bhincai sudah siap buat
memberinya sebuah orgasme yang kuat di atas ranjang.
"Maaf.. bolehkah aku masuk sayang?" terdengar suara Robert
yang
ikut masuk kedalam kamar mandi.
"Sayanggg?...kamu mengintip kami? Dan Oh.... kamuu
sudahh..."
tanya Lila setelah melihat melihat batang penis suaminya
yang
sudah belepotan dengan sperma. Ini kali kedua Robert
mengintip
dirinya sedang bercinta setelah kejadian bersama si Alfi di
klinik
tempo hari.
"Oh.. La..kamu memang istri yang aku idam-idamkan.
Maafkan aku
telah lancang mengintip kalian " ujar Ribert mengecup kening
istrinya dengan penuh kelembutan.
Ternyata Robert memang telah lama mengintip persetubuhan
lanjutan yang panas antara istrinya dan Bhincai sejak tadi.
Hingga
akhirnya berejakulasi di balik pintu kamar mandi. Robert lalu
nampak berbicara pada Bhincai dalam bahasa Thai. Robert
sempat
mempelajari dan menggunakan sedikit-sedikit bahasa itu
sejak
bergaul dengan Bianca dulu.
"Ada apa sayang?" tanya Lila melihat perubahan pada wajah
anak
itu yang terlihat agak kecewa.
"La, sepertinya mereka sudah harus berkemas karena ini
sudah
waktunya mereka pulang"
Jam sepuluh malam waktu bagi ke dua pemuda itu dijemput
kembali oleh orang yang mengantar mereka sore tadi untuk di
antar
pulang ke rumah mereka masing-masing.
Robert menjelaskan jika jasa mereka tak dapat di nikmati
hingga
pagi harinya meski ia mampu untuk membayarnya. Ini sudah
perjanjian antara si germo dengan orang tua mereka. Anak-
anak
lelaki remaja di sana harus berada di rumah buat membantu
ibu
mereka memilah-milah ikan hasil tangkapan ayah mereka
keesokan
paginya.
"Tapi punya Bhincai masih kaku dan sepertinya ia masih
pingin
lagi juga" rengek Lila
"Kita harus mentaati perjanjian dengan keluarga mereka.
Lagian
otot-otot Penis muda mereka sudah kelamaan tegang La, jika
kau
paksakan mereka bakal kesakitan" bujuk Robert pada istrinya
yang
masih dipenuhi gairah bercinta itu.
Meski agak kecewa Lila harus melepas ke duanya pulang. Lila
menolak ketika Robert mencoba menawarkan jasa seorang
pria lain
yang lebih dewasa. Ia tak ingin mengambil resiko keguguran.
Bukankah masih ada hari esok dan Toh masih ada Robert
suami
tercintanya yang akan mengaulinya malam ini pikirnya.
****************************
Pukul 01.00 malam waktu setempat
Malam semakin larut Lila tak juga mampu memejamkan mata.
Gairahnya masih menggelora belum tertuntaskan oleh
kejantanan
Robert. Belum apa-apa ia jadi rindu pulang. Ia rindu akan
kejantanan Alfi. Hanya anak itu yang mampu memuaskannya.
Perlahan ia bangkit dari tempat tidur. Lila pergi ke teras buat
menikmati pemandangan malam yang diterangi bulan. Tiba-
tiba
pandangannya menangkap sosok seseorang yang sedang
duduk di
atas pasir tak jauh dari kamarnya. Meski secara samar-samar
Lila
dapat mengenali orang tersebut.
"Bhincai?" bisik Lila. Gadis itu memakai kimononya lalu turun
ke
lantai bawah. Ia sengaja tak membangunkan Robert yang
sedang
tertidur pulas di tempat tidur. Lalu berjalan menuju ke arah
pantai.
Benar saja orang itu memang Bhincai adanya. Namun ia
terlihat
seperti takut-takut saat melihat Lila. Ia baru berani mendekat
setelah Lila memberi isarat dengan tangannya. Meski agak
ragu-
ragu ia akhirnya datang menghampiri Lila
"Kamu kembali lagi?"Tanya Lila padanya meski ia tak yakin
anak
itu mengerti apa yang ia ucapkan..
Tiba-tiba anak itu meraih tangannya dan menariknya menuju
ke
rerimbunan semak.
Lila tahu apa yang anak itu inginkan. Ia dapat melihat celana
usang
anak itu menonjol menandakan ia sedang berereksi dengan
kerasnya. Anak ini nekat berjalan kaki menempuh jarak lima
kilometer hanya buat kembali menemuinya malam ini buat
melakukan persetubuhan dengannya. Lila menduga Bhincai tak
dapat jatah yang cukup saat bersetubuh dengannya sore tadi.
Ia
tahu Bhincai pasti ketagihan setengah mati pada pesona liang
vaginanya. Karena tak ingin mengecewakan harapan anak itu
dan ia
sendiri memang sedang menanti seorang penjantan buat
menuntaskan gairahnya yang masih membara maka Lila
menurut
ketika anak itu merebahkan dirinya di atas tanah berpasir
lembut..
Ini bukan lagi sewa menyewa. Kali ini baik Lila maupun
Bhincai
akan memperoleh manfaat yang besar dari hubungan yang
gratis
ini!
Dengan sekali singkap kimono Lila terbuka sehingga tubuh
indah
itu terlihat bercahaya di sirami oleh sinar rembulan begitupun
dengan Bhincai yang tergesa-gesa melepas kaus dan celana
usangnya dan melemparkannya jauh-jauh. Lila tahu pemuda
ini
sangat tidak berpengalaman. Ia tidak seperti Alfi. Namun Lila
justru
menikmati keluguan pemuda ini. Tak ada Foreplay. Bhincai
langsung membenamkan penisnya ke dalam liang cinta yang
telah
merengut keperjakaannya tadi sore itu. Benda itu menancap
sempurna namun masih terlalu jauh untuk dapat menggapai
dasar
vagina Lila. Bagian itu hanya dapat di sentuh oleh ujung kulup
si
Alfi. Bhincai terpekik tertahan ketika Lila menggunakan
kembali
otot-otot kewanitaannya buat mencengkram penisnya. Penis
muda
itu terhisap kencang seakan vagina itu bergerak menelannya
bulat-bulat. Nikmatnya bukan kepalang. Sensasi ini yang
membuatnya ketagihan sehingga ia ingin selalu terus
mengulang-
ulang merasakan persetubuhan dengan wanita ini. Lila
membiarkan
anak itu mengumulinya dengan liar. Pantat kecil bulat itu
berayun-
ayun ketika ia mengeluar masukkan penisnya dengan cepat
seperti
sebuah piston. Satu menit berjalan anak itu mendekap Lila
erat.
Penis mudanya berdenyut hebat dalam sedotan liang
senggama Lila
lalu memuntahkan sperma kental.
Crott...crott..crott..crot...Bola
mata Bhincai mendelik begitu ia berejakulasi. Tubuh ramping
anak
itu terhentak hentakan dalam dekapan tubuh sintal Lila hingga
orgasmenya tuntas. Terbayar sudah usaha kerasnya berletih-
letih
berjalan kaki dari dusunnya hingga kemari buat mendapatkan
kenikmatan dari Lila malam ini. Ia senang sekali sebab kali ini
tak
ada si serakah Parnchand yang bakal mengganggunya. Ia
dengan
tenang dan bebas dapat menikmati tubuh si cantik ini
sepuasmya.Wow....Bhincai....ia masih terus memompa Lila
meski
baru saja berejakulasi. Penisnya masih berdiri kukuh. Anak itu
memiliki gairah dan daya tahan yang lebih kuat ketimbang
temannya si Parnchand. Bhincai-pun cepat mengerti apa yang
di
inginkan Lila ketika gadis itu menarik kepalanya menuju ke
arah
bagian payudara. Mulutnya segera menerkam putting susu
berwarna merah dihadapannya lalu menghisapinya secara
bergantian dengan liar.
Setelah sekali berejakulasi tadi, Bhincai terlihat bisa bertahan
lebih
lama. Hal tersebut akhirnya mampu membuat Lila mulai
merasakan
kenikmatannya. Semakin lama kenikmatan itu semakin
menyengat.
Penis ramping anak itu ternyata cukup mampu mendatangkan
rasa
nikmat baginya. Dan Lagi-lagi! Bhincai terpekik lirih. Penisnya
kembali tersentak dan kali ini berbarengan dengan datangnya
orgasme Lila.
"Oggghhhh... Bhincaiiiiiiiii" pekik Lila tertahan.
Orgasmenya datang bagai gelombang air pasang yang
menyapu
kesadarannya. Ini sebuah orgasme yang begitu kuat meski
dihasilkan oleh sebuah penis yang tak begitu besar. Sensasi
keliaran di alam terbuka seperti ini menjadikan persetubuhan
ini
begitu mendebarkan yang mampu mendorong sebuah orgasme
menjadi lebih kuat dan nikmat. Bhincai baru mereda setelah
tiga
kali mendapat orgasme yang kuat. Tampaknya stock sperma
yang
terproduksi sejak ia mengalami puber telah habis tanpa sisa
berpindah ke dalam vagina Lila. Sementara Lila memperoleh
satu
kali lagi orgasme seperti sebelumnya. Gadis itu sangat puas
karena
hasratnya sudah terpenuhi oleh kehadiran anak itu. Bhincai
terlihat
meringis karena merasakan sedikit nyeri mendera testisnya.
Ternyata benar apa yang Robert katakan sebelumnya. Lila
baru
paham anak yang baru kehilangan keperjakaan itu seharusnya
tak
boleh berejakulasi sedemikian sering pada persetubuhan
perdananya. Otot-otot selangkangannya jelas belum terbiasa
terus
menerus dalam ketegangan. Keduanya masih berbaring
berpelukan
di atas pasir sejenak meredakan napas mereka yang
tersengal-
sengal.
"Kamu bakal menjadi penjantan sejati, kelak" bisik Lila sambil
mengelus kepala anak itu
Lima menit kemudian Bhincai mencabut lepas batang
kemaluan
yang mulai menguncup kecil. Air maninya mengalir keluar dari
vagina Lila dan tumpah di pasir. Lalu ia mengecup ke dua pipi
Lila
seakan-akan mengucapkan pamit sekaligus rasa terima
kasihnya
pada wanita yang telah mengenalkannya dengan dunia
kedewasaan
itu. Lalu dengan agak terpincang-pincang karena kedua
dengkulnya
gemetaran, ia bangkit dan memunguti pakaiannya yang
tercecer.
Lila masih dapat melihat lambaian tangan pemuda itu
kepadanya
sebelum akhirnya ia lenyap dari pandangannya di tengah
kegelapan
malam.
Lila tersenyum-senyum sendiri merasakan pengalaman yang
luar
biasa selama di negeri gajah putih ini. Ia kembali ke kamar.
Kimononya jatuh ke lantai. Setelah membersihkan diri dari
butiran
pasir dan sperma Bhincai di kamar mandi, Lalu ia naik ke atas
tempat tidur dan kembali menyusupkan kepalanya di dada
bidang
sang suami tampannya. Tanpa sengaja jemari tangannya
menyentuh perut Robert dan menemukan begitu banyak lendir
yang
lengket di situ. Dari baunya Lila sadar itu adalah cairan
sperma
yang masih baru di muncratkan dan ia yakin itu bukan milik
Bhincai karena ia sudah membasuhnya hingga bersih dari
tubuhnya. Ditengah keheranannya tiba-tiba...."Cup" sebuah
kecupan lembut mendarat di keningnya. Oh...Apakah...
suaminya
yang gemar mengintip ini tahu apa yang baru saja terjadi?
Jika
demikian pastinya sperma ini adalah milik..... Akh...Lila tak
perduli
lagi. Ia kembali menutup matanya dengan sunggingan senyum
penuh kebahagiaan.
Tamat

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

1 komentar:

permisi kakak2 numpang promo ya
yang suka main poker dan domino online, mari gabung di sini bersama kami di www.saranapelangi.com. kini hadir dengan 7 permainan yang dapat dimainkan dalam 1 website. dapatkan jackpot hingga ratusan juta setiap harinya. gak mau kalah teruskan main poker dan domino online ? ayo buruan gabung bersama kami di www.saranapelangi.com

Saranapelangi.com adalah satu - satunya Website Dengan Player VS Player Tanpa Menggunakan Bot (tanpa ROBOT) 100% Fair Play!!!

Hot Promo Dari SaranaPelangi!!!
*Bonus Rollingan Sebesar 0,5%
*Bonus Refrensi Sebesar 20%

Tunggu Apalagi?!, Ayo Gabung Dan Main Bersama Kami!!!


Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di www.saranapelangi.com atau melalui android kami.

- BBM : 2B47BB9C
- CALL : +855964972098
- WEECHAT : saranapelangi
- SKYPE : saranapelangi
- EMAIL : saranapelangi99@yahoo.com
- FACEBOOK : saranapelangi99@yahoo.com

WWW.SARANAPELANGI.COM

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.