Selasa, 03 Maret 2015

Nightmare Campus 5: The Illicit Conspiracy

Sore, jam 4:30, di Universitas ******, gedung D, tempat perkuliahan
fakultas arsitektur, kuliah terakhir selesai sejam yang lalu, tempat itu
sudah 90 persen kosong karena sebagian besar dosen dan
mahasiswanya sudah pulang. Imron baru saja selesai menyapu di
lantai tiga, dia berjalan membawa sapu dan ceruk hendak turun dan
beristirahat di ruangnya. Ketika melewati ruang jurusan dia mendengar
suara desahan disertai rintihan kecil, semakin mendekati ruangan itu,
semakin jelas pula suara-suara itu terdengar. Seringai mesum muncul
di wajah kasarnya, 'mangsa baru' demikian yang langsung terlintas
dalam pikirannya. Mengendap-endap dia mendekati ruangan itu,
namun...'sialan' katanya dalam hati, jendela itu yang bagian atasnya
kaca bening tertutup tirai. Akalnya jalan, buru-buru dia ke menuruni
gedung itu menuju gudang, sapu dan ceruk itu ditaruhnya lalu
diambilnya sebuah bangku tinggi dan segera kembali ke tempat tadi.
Dengan hati-hati dia menaiki bangku itu tanpa menimbulkan suara
mencurigakan, melalui lubang angin lah dia dapat melihat sumber
suara itu.
Mata Imron yang cekung ke dalam itu melotot menyaksikan apa yang
dilihatnya. Di atas sofa, Pak Dahlan, dosen sekaligus ketua jurusan
arsitektur sedang mencumbui payudara seorang gadis cantik. Si gadis
duduk di pangkuannya dengan kaos dan cup bra tersingkap ke atas,
kepalanya menengadah dengan mata terpejam sesekali mendesah.
Tangan Pak Dahlan memasuki rok gadis itu mengelusi paha putih
mulusnya, sebentar kemudian tangannya keluar dari rok itu, kali ini
beserta sebuah kain warna putih, oh rupanya dia menarik lepas celana
dalam gadis itu. Si gadis juga menggerakkan kakinya membantu
celana dalam itu lolos. Setelah celana dalam itu jatuh ke lantai, Pak
Dahlan melumat bibir mungil gadis itu, mereka saling kecup, lidahnya
pun saling sedot, tangan Pak Dahlan meremasi payudara montok gadis
itu, sedangkan tangan gadis itu melingkari punggung Pak Dahlan.
Mereka demikian hanyut dalam birahi sampai tidak tahu sepasang mata
sedang menintip mereka bahkan memotret mereka dengan
cameraphone. Sungguh kontras perbedaan keduanya, si gadis berparas
cantik dan bertubuh putih langsing, sementara Pak Dahlan bertubuh
tambun dan berkulit sawo matang, rambutnya agak bergelombang
dengan kumis di atas bibir tebalnya. Dari segi usianya, Pak Dahlan
adalah duda berumur limapuluhan, sebaya dengan Imron, seusia
dengan ayah si gadis itu.
Ternyata benar yang dikatakan kabar burung selama ini bahwa Pak
Dahlan, bandot tua itu, memang bisa disogok dengan 'daging mentah'
untuk mengkatrol nilai, dan hal ini berlaku bagi mahasiswi yang punya
modal kecantikan. Akal bulus Imron bekerja, kalau saja dia bisa
mendekati bandot tua itu, tentunya dia mempunyai koneksi dari
kalangan atas yang bisa melindunginya kalau sampai terjadi apa-apa,
dengan kata lain ada backing, selain itu juga dia mungkin dapat ikut
menikmati korban si bandot tua ini sekaligus memuluskan aksi
gilanya. Sungguh rencana jangka panjang yang cemerlang, pengalaman
masa mudanya di dunia hitam membentuk dirinya untuk berpikir cepat
dan jitu. Dia pun turun dari bangku dan mengetuk pintu. Imron
menunggu beberapa saat sebelum pintu terbuka, pastilah yang di
dalam sana sedang kelabakan menutupi kejadiannya. Pak Dahlan
nongol dari pintu sambil tersenyum menutupi kegugupannya.
"Eh, Pak Imron, ada apa nih, maaf ya tadi ada kerjaan yang tanggung,
jadi nunggu lama nih !" katanya sambil keluar dan menutup pintu.
"Ooo...gapapa kok Pak Dahlan, harusnya kan saya yang maaf karena
udah ngeganggu kalian"
Kata terakhir itulah yang membuat raut wajah Pak Dahlan berubah tak
bisa lagi menyembunyikan rasa bersalahnya. 'Kalian' ini berarti
penjaga kampus itu telah mengetahui bukan cuma dia sendiri di dalam
kantornya, ditambah dia juga melihat bangku tinggi ketika menoleh ke
samping.
"Ahaha...Pak Imron ini, anda...!" katanya masih berusaha berkelit
"Tenang aja Pak Dahlan kita ini kan sama-sama laki-laki, saya ga akan
mempersulit atau memeras anda kok, malah saya ada penawaran
menarik buat anda !" Imron memotong kata-kata Pak Dahlan dan
meletakkan tangannya di pundak pria tambun itu.
"Maksud anda ?" tanyanya lagi.
Imron merangkul pundak Pak Dahlan dan menjelaskan tentang
kerjasama yang ditawarkan, dengan kelicikannya dirinya dapat
menjebak dan menarik wanita yang dia inginkan untuk menjadi budak
seksnya, dan dengan kuasanya Pak Dahlan dapat membacking dirinya
seandainya satu hari nanti ada situasi darurat, dan juga memberi
bantuan informasi mengenai profil korbannya seperti korban dan
nomor yang dihubungi.
Senyum kembali mengembang dari wajah Pak Dahlan, ini namanya
simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan namanya,
begitu pikir Pak Dahlan, berarti dia dapat mencicipi gadis-gadis lain di
luar fakultas arsitektur juga, menyediakan informasi dan melindungi
baginya masalah kecil mengingat posisinya cukup terpandang di
kampus itu.
"Pak Imron hehehe...tau gini kenapa ga cari saya dari dulu hehehe !"
Mereka tertawa-tawa dan berjabat tangan tanda terjalinnya suatu
persekongkolan jahat yang akan menghantui setiap gadis-gadis cantik
di kampus itu.
"Pak, sekarang itu cewek di dalam gimana, kasian tuh nunggu lama
dia !" kata Imron
"Ok deh, biar saya omong ke dia biar kita nikmati bersama, tapi janji
yah, besok kasih saya nyicipin hasil anda !" ujar Pak Dahlan dengan
antusias.
"Beres deh Pak, pokoknya saya jamin Bapak juga seneng kok !"
Merekapun masuk ke dalam, Pak Dahlan memanggil gadis itu keluar
dari persembunyiannya di bawah meja kerja. Dia sempat kaget melihat
ada orang lain yang ikut masuk.
"Maaf ya Fan, mari saya jelaskan sebentar..." Pak Dahlan menjelaskan
masalahnya dan meyakinkannya agar tidak perlu kuatir skandal ini
terbongkar dengan jaminan jabatannya.
Gadis itu lalu dikenalkannya pada Imron. Dia bernama Fanny, 21 tahun,
seorang gadis indo bule dengan tinggi 167 cm, berat 49 kg dan
berdada 34C, lekuk tubuhnya indah bak biola ditunjang kaki yang
panjang dan mulus, rambutnya berwarna kemerahan sebahu, wajahnya
pun cantik apalagi saat itu dia memakai soft lens hijau. Terlepas dari
itu semua dia adalah mahasiswi yang dikenal bispak dan tukang
gonta-ganti pacar. Karena nilai UTS nya yang jeblok, dia nekad
menggadaikan tubuhnya ke bandot tua yang kebetulan mengajar mata
kuliah yang itu dengan tujuan memperbaiki nilainya. Fanny awalnya
merasa risih harus melayani orang rendahan seperti Imron, ditambah
lagi tatapan mata Imron yang penuh aura kemesuman. Dia lalu disuruh
duduk di sofa diapit kedua pria itu. Imron menatap kagum bentuk
tubuh Fanny yang ideal yang terbungkus kaos kuning ketat dengan
bawahan rok putih yang menggantung 5cm diatas lutut, putingnya
nampak tercetak karena tidak sempat membetulkan letak bra-nya yang
tersingkap waktu Imron datang tadi.
Imron mulai membelai lengan mulus Fanny sehingga membuatnya
merinding, di sebelah kanannya Pak Dahlan juga kembali merangkul
tubuhnya. Lengannya yang gempal masuk lewat bawah bajunya dan
mencaplok payudaranya. Pak Dahlan mencaplok bibir Fanny dan
melakukan French kiss yang panas. Fanny sendiri semakin naik
gairahnya karena remasan Pak Dahlan pada payudaranya dan di
sebelahnya Imron juga sudah memegang putingnya dengan dua jari
dari luar kaos ketatnya, lalu dia menunduk mengisap puting itu
sehingga liurnya membekas di kaos kuning itu. Fanny dengan pasrah
merenggangkan pahanya ketika tangan Imron menjalar ke sana,
birahinya yang belum tuntas membuatnya menerima kehadiran tamu
tak diundang itu.
"Eemmhh...mmmhh !" terdengar lenguhan nafasnya di sela-sela ciuman
ketika Imron menyentuh bagian kemaluannya yang sudah tidak tertutup
celana dalam.
Imron mengangkat kaki kiri Fanny ke sofa sehingga pahanya terbuka
dan menampakkan kemaluannya yang berbulu jarang. Tidak puas cuma
memainkan puting itu dari luar, disingkapnya kaos gadis itu
mengeluarkan payudaranya, segera terlihat jempol Pak Dahlan sedang
menggosok-gosok puting kanannya. Imron memainkan vagina Fanny
dengan dua jari sambil mengenyot payudara kirinya, sementara tangan
satunya mengelusi pahanya.
Tanpa melepas ciuman, tangan Fanny meraih selangkangan Pak Dahlan
dari luar celananya. Dipijatnya bagian yang sudah menggelembung itu
dengan lembut.
"Hehehe...udah gatel yah Fan, bentar yah Bapak buka dulu !" Pak
Dahlan melepas ciuman untuk membuka celananya.
Fanny tertegun melihat penis Pak Dahlan yang panjangnya sekitar
17cm, hitam dan mengacung diantara pahanya yang besar dan berbulu.
Saat itu Imron juga menarik lepas rok yang dikenakan Fanny disusul
melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Perhatiannya beralih sejenak
dari penis Pak Dahlan ke tubuh Imron yang lebih berotot dengan bekas
luka di dadanya, kulitnya hitam kasar karena sering mengerjakan
pekerjaan keras dan dimakan usia, panjang penisnya tak beda jauh
dari Pak Dahlan, namun lebih gagah dan keras, terlihat dari guratan-
guratan urat di sekitarnya. Belum ditusuk Fanny sudah merasa dirinya
luluh lantak tersugesti oleh apa yang dibayangkannya sendiri.
Fanny disuruh menungging di sofa, tangannya menggenggam penis
Pak Dahlan dan mulai menjilati kepala penisnya sesuai permintaan pria
itu. Sambil mengoral Fanny merasa ada sesuatu yang basah di bawah
sana, ternyata Imron sedang menjilati bongkahan pantatnya yang
montok. Tubuh Fanny menggelinjang, apalagi waktu mulut Imron
bertemu dengan vaginanya, lidah itu beraksi dengan ganas di daerah
itu membuatnya semakin becek.
"Diisep Fan !" perintah Pak Dahlan yang langsung dituruti Fanny
dengan memasukkan penis itu ke mulutnya, di dalam mulut dia
mainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada penis itu.
Pak Dahlan melenguh nikmat merasakan sepongan Fanny yang
profesional itu, tangannya menjulur ke bawah meraih buah dadanya
yang menggantung. Kini titik-titik sensitif tubuhnya diserang habis-
habisan. Imron menyedot vaginanya hingga mengeluarkan suara-suara
ciuman. Kenikmatan itu diekspresikan Fanny dengan semakin
bersemangat mengulum penis Pak Dahlan, desahan halus terdengar di
sela-sela oral seksnya.
Sementara wajah Imron makin terbenam diantara bulu kemaluan Fanny,
dengan jarinya dibukanya bibir vagina itu memperlihatkan bagian
dalamnya yang merah basah. Dia lalu menjilati klitorisnya dengan
rakus. Fanny makin menggelinjang dan menggoyangkan pantatnya
akibat sensasi yang ditimbulkannya. Imron sangat menikmati vagina
itu sambil menggeram-geram penuh birahi
"Yeeaahh...enak, wangi Non, sslluurrpp...sssrrpp !!"
"Oohh...iyahhh...terus Fan, enak banget...emut terus !" Pak Dahlan juga
blingsatan karena sepongan Fanny, dia meremasi rambut gadis itu
sesekali juga payudaranya.
Tiba-tiba Fanny menghentikan sepongannya dan mengerang tertahan,
dia lepaskan sejenak penis Pak Dahlan dari mulutnya. Wajahnya
meringis karena di belakang sana Imron mendorong penisnya ke
vaginanya.
"Uuhhh...pelan-pelan Pak, oohh...oohh...!!" rintihnya dengan menengok
ke belakang melihat penis itu pelan-pelan memasuki vaginanya.
Fanny merasakan vaginanya penuh sesak oleh penis itu, benda itu
bahkan menyentuh dinding rahimnya. Melayani orang seusia Imron
memang bukan yang pertama kali, karena pernah juga dia 2-3 kali
melayani om-om setengah baya dengan bayaran tujuh digit, namun
mereka tidak seperkasa yang satu ini, Pak Dahlan yang sedang dia oral
pun penisnya tidak sekeras dan sepadat Imron.
Imron mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-
gesekan nikmat langsung terasa baik oleh yang si penusuk maupun
yang ditusuk. Fanny menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke
belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny lalu
teredam karena Pak Dahlan menekan kepalanya dan menyuruhnya
mengoral penisnya kembali. Fanny pun mencoba kembali
berkonsentrasi pada penis Pak Dahlan di tengah sodokan-sodokan
Imron yang makin kencang.
"Pelan-pelan aja toh Pak Imron, ntar anu saya kegigit gimana ?"
himbau Pak Dahlan melihat Fanny agak kesulitan mengoral penisnya
karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.
"Huehehe...maaf deh Pak, keenakan sih sampe lupa, ini saya turunin
giginya deh !" Imron terkekeh lalu mulai mengurangi sedikit
kecepatannya.
Dengan begitu Fanny bisa lebih nyaman melayani penis Pak Dahlan
sambil mengimbangi gerakan Imron. Fanny mengkombinasikan hisapan
dengan kocokan dan belaian pada batang dan puah pelir Pak Dahlan.
Pria itu merem-melek menikmati pelayanan gadis itu, tak lama
kemudian dia merasa sudah mau keluar, penisnya berdenyut-denyut
semakin cepat sehingga dia menggeram, dan akhirnya cret...cret...
muncratlah spermanya ketika Fanny sedang mengocok sambil
menjilatinya. Cairan putih kental itu membasahi wajah dan tangannya,
lalu Fanny kembali memasukkan benda itu ke mulutnya sehingga
semprotan berikutnya tertelan olehnya, dihisapnya dengan bernafsu
sampai batang itu berangsur-angsur berkurang ketegangannya,
lidahnya membersihkan benda itu sampai benar-benar bersih.
Kemudian Fanny melepaskan sepongannya dan wajahnya terangkat,
namun tangannya masih menggenggam batang penis itu, nampak dia
menggerakkan lidah menjilati sperma di sekitar bibirnya. Pak Dahlan
bersandar lemas pada sofa setelah mencapai klimaksnya, dia membuka
bajunya sendiri karena kepanasan sehingga perutnya yang bulat
dengan dada yang sedikit berbulu itu terlihat. Tubuh hitam kedua pria
itu terlihat kontras dengan tubuh Fanny yang putih mulus. Di tubuh
Fanny sendiri kini hanya tersisa bra dan kaosnya yang sudah
tersingkap.
Di belakang sana, Imron kembali menaikkan tempo genjotannya,
tangannya yang tadi cuma berpegangan pada pinggangnya menjalar ke
depan meremasi dua payudaranya.
"Oooohhh...aaahhh....eehhmm...Pak !" suara lirih keluar dari mulut gadis
itu setiap kali Imron menyodok-nyodokkan penisnya.
Cairan pelumas dari vagina Fanny makin banyak sehingga penis Imron
yang sedang keluar-masuk di sana semakin lancer. Perasaan nikmat
menjalari tubuhnya hingga akhirnya membobolkan pertahanannya.
Tubuhnya mulai mengejang seiring nafasnya yang makin memburu.
Sebuah erangan panjang menandai orgasmenya. Serangan Imron
semakin ganas dan dia menyusul ke puncak beberapa menit kemudian.
Spermanya yang hangat mengisi liang kemaluannya, dia melenguh
melepaskan cairan itu serta mendekap erat tubuh Fanny hingga jatuh
telungkup menindihnya. Setelah orgasmenya reda, Imron beringsut dan
duduk di posisinya semula. Fanny masih telungkup dengan satu kaki
menjuntai ke lantai, keringat membasahi tubuh dan wajahnya, dari
selangkangannya cairan itu meleleh membasahi daerah itu juga sofa
kulit di bawahnya.
Pak Dahlan mengangkat lengan Fanny dan menyandarkan
punggungnya ke sofa, dengan tissue disekanya ceceran sperma di
wajah gadis itu. Dengan tenaganya yang mulai pulih, Fanny meraih tas
kecil yang dia letakkan di meja dekat situ, diambilnya sesachet tissue
basah untuk mengelap wajahnya agar lebih bersih dan mengurangi
aroma sperma itu. Pak Dahlan rupanya sudah ingin mencoba vagina
Fanny, disuruhnya Fanny tidur telentang di sofa dan langsung dituruti
tanpa disuruh kedua kali. Imron menawarkan pahanya pada Fanny
untuk bersandar, sehingga dia pun bisa mendekap tubuhnya. Setelah
posisinya pas, Pak Dahlan merenggangkan kedua belah paha Fanny
dan menempelkan ujung penisnya pada bibir vagina Fanny.
"Ooohh...!" desah Fanny dengan tubuh bergetar ketika penis Pak
Dahlan mulai memasukinya.
Tangannya meraih telapak tangan Imron dan meletakkannya di
payudaranya seakan-akan meminta diremasi. Perlahan Pak Dahlan
mulai memaju-mundurkan pantatnya, di sisi lain Imron mendekap
tubuh Fanny sambil menggerayangi payudaranya, putingnya dia cubit
pelan, sesekali digosok-gosokkannya jarinya di sana, sesekali
mulutnya juga nyosor melumatnya sehingga benda itu makin
mengeras.
"Enak yah Non, kapan nih pertama kali ngentot ?" tanya Imron dekat
telinganya tanpa melepas tangannya dari payudaranya.
"Dulu di...sma...hhhmmmhh...enam...aah...belas tahun !" jawabnya
dengan lirih
"Sekarang udah ada pacar Non ?" tanyanya lagi sambil memelintir
putingnya.
"Lagi ngga...aahhh...aahh...iyah Pak...enak !"
Imron mengakhiri pertanyaannya dengan memagut bibir Fanny,
dicumbunya gadis itu dengan penuh nafsu, Demikian halnya dengan
Fanny yang tengah dilanda birahi, dia tak kalah seru membalas
serangan mulut Imron sampai terdengar suara-suara kecupan
disamping desahan yang teredam, lidah Imron yang tebal dan kasar
menyapu segenap rongga mulut Fanny, air liur nampak menetes dari
sudut bibir keduanya. Pak Dahlan terus menggenjoti vagina Fanny
sambil menggumam tak jelas, terkadang dia melakukan gerakan
memutar sehingga Fanny merasa kemaluannya diaduk-aduk. Setelah
puas berciuman, Imron lalu menarik lepas kaos dan bra Fanny yang
sudah terangkat hingga tak sehelai kain pun tersisa di tubuhnya.
Imron bergeser sedikit sehingga bisa mengarahkan penisnya yang
sudah mengeras lagi ke mulut Fanny.
"Ayo Non, servis mulutnya dong !" pintanya.
Fanny pun mulai menggenggam penis itu dan mendekatkan mulutnya.
Gila perkasa banget, keras dan urat-uratnya nonjol gini, demikian kata
Fanny dalam hati, diam-diam dia mengagumi keperkasaan penis Imron
yang barusan mengocok vaginanya. Batang itu sedikit lengket karena
masih berlumur sperma dan cairan kemaluannya yang hampir kering.
Fanny membuka mulut selebar mungkin untuk memasukkan benda itu
yang tidak muat seluruhnya di mulutnya yang kecil. Kemudian dia
mulai mengisapnya sambil mengocok pangkalnya yang tidak masuk
mulut dengan tangannya. Kurang dari lima menit Imron menyudahi oral
seks itu, kini dia menaiki dada Fanny dan menjepitkan penisnya yang
basah diantara kedua gunung kembar itu. Payudara Fanny yang bulat
montok itu rupanya menggoda Imron untuk mencoba 'breast fucking',
digesek-gesekkannya penisnya diantara himpitan payudaranya.
Terkadang Fanny mengerang dan meringis menahan sakit karena Imron
melakukannya dengan brutal, belum lagi sodokan-sodokan Pak Dahlan
pada vaginanya.
Pak Dahlan makin mendekati puncak kenikmatan, genjotannya semakin
cepat dan mulutnya makin menceracau. Hal serupa juga dialami Fanny
yang syaraf-syaraf pada organ kewanitaannya bereaksi makin dahsyat
mengirimkan sensasi nikmat ke seluruh tubuhnya. Keduanya pun
mencapai orgasme berbarengan, sekali lagi cairan sperma mengisi
vaginanya, sampai meluber sebagian melalui pinggir bibir vaginanya.
Imron yang sedang bergumul diatas dadanya bagaikan cowboy yang
sedang main rodeo di atas tubuh Fanny yang terlonjak-lonjak diterpa
orgasme. Tak lama kemudian spermanya menyemprot ke wajah dan
dadanya. Setelah semprotannya reda, Imron menempelkan penisnya ke
bibir Fanny. Tahu apa yang harus dilakukan, Fanny pun menjilati penis
itu hingga bersih dan membersihkan sisa-sisa spermanya.Kedua
hidung belang itu bersandar lemas pada sofa, Fanny juga terbaring
melepas lelah sambil mengelap sperma di dadanya dengan jari dan dia
jarinya menikmati ceceran sperma itu. Acara hari itu selesai sampai
disitu, Pak Dahlan menyuruh Fanny datang lagi keesokan harinya atas
permintaan Imron, Imron pun berjanji menawarkan salah satu
'budak'nya untuk dicicipi dosen bejat itu.
Malam hari itu sekitar jam delapan, sebuah SMS berbunyi 'besok di lt3
tiga gedung D, jam empat sore' masuk ke ponsel Sherin, gadis yang
pernah diperkosa Imron di sebuah kelas kosong bersama sopirnya
(eps. 3). Dia meneguk ludah, pasrah dengan nasibnya karena tidak ada
pilihan lain baginya dibawah intimidasi Imron terhadapnya, juga dia
khawatir keselamatan pacarnya yang sangat dia sayangi kalau tidak
menuruti kemauan bajingan itu. Memang sebuah dilema baginya,
namun tak dapat disangkal dirinya juga mulai menikmati diperkosa
oleh Imron dengan gayanya yang liar itu. Selanjutnya diapun mengirim
SMS pada temannya yang berencana akan ke kafe keesokan harinya
untuk berangkat duluan, dia akan menyusul belakangan karena ada
urusan keluarga.
Dalam tidurnya dia bermimpi menemukan dirinya dalam sebuah
ruangan dengan hanya memakai bra dan celana dalam. Tiba-tiba
sepasang lengan kokoh mendekapnya dari belakang, dia tidak bisa
melihat wajahnya karena suasana yang remang-remang, yang jelas
tangan itu mulai menggerayangi tubuhnya. Kemudian di hadapannya
muncul dua sosok lain dari keremangan itu. Wajah mereka mulai
terlihat jelas, yang satunya bertubuh kurus dengan kumis tipis, yang
lain tubuhnya lebih berisi dengan bekas luka di dada, keduanya cuma
bercelana dalam. Dia meronta dan menjerit mengetahui orang itu
adalah bekas sopirnya yang memperkosanya habis-habisan sebelum
pergi, sedangkan yang satu lagi tak lain si maniak pemerkosa di
kampusnya. Keduanya terkekeh-kekeh melepas celana dalam mereka
mengeluarkan penis mereka yang sudah tegang. Mata mereka
memandang nanar pada tubuh mulus yang hanya terbungkus pakaian
dalam itu. Tangan gempal dari belakangnya menyusup ke cup branya
dan bersentuhan dengan kulitnya. Kemudian kedua orang di
hadapannya menarik robek pakaian dalamnya, tangan-tangan kasar itu
berkeliaran di sekujur tubuhnya dan membuatnya menggelinjang hebat.
Diapun terbangun dengan tubuh berkeringat dan selangkangannya
sedikit basah. Jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari, setelah
meminum seteguk air, akhirnya dengan susah payah dia tertidur lagi.
Keesokan harinya, setelah selesai main basket Sherin menaruh barang-
barangnya di mobil tanpa salin terlebih dahulu. Dengan langkah berat
diapun menuju gedung D dengan pakaian timnya berupa kaos putih
agak longgar dan celana pendek ketat yang memperlihatkan paha
jenjangnya. Rambutnya diikat ke belakang agar tidak terlalu panas
setelah berolahraga. Di gedung D tinggal sedikit orang disana, disana
tidak ada lift karena tempat itu memang gedung lama dan lantainya
memang hanya tiga. Makin berjalan ke atas makin sepi saja rasanya,
ketika menaiki tangga lantai dua menuju ke tiga dia dikagetkan oleh
sebuah tangan yang menepuk pantatnya.
"Huh...jaga dong sikapnya Pak, ini kan tempat umum !" gerutu Sherin
dengan kesal.
"Hehehe...gitu aja marah ah !" katanya santai "yuk kita keatas, udah
ditunggu tuh !"
"Hah, apa Bapak bilang ? ditunggu ?" Sherin terkesiap "saya emang
salah apa ? kok Bapak malah buka mulut sih !" suaranya meninggi
karena marah.
"Lha, Non kan sukanya rame-rame, seperti waktu sama sopir Non itu
kan, jangan sewot gitu dong !"
"Tapi kan Bapak janji ga bakal ngebuka rahasia, tapi kok gini sih !"
Sherin tambah kesal
"Heh-heh, katanya ini tempat umum kok sendirinya omong keras-
keras, mau ketahuan apa?" timpal Imron "hayo mau ke atas ga, tambah
seorang aja kok, atau mau yang lain juga ikutan tau" ancamnya
Tanpa ada pilihan lain, akhirnya Sherin pun mengikutinya ke atas.
Walaupun kesal, namun sisi lain dirinya juga mulai menyenangi
dikeroyok seperti waktu itu, dan sekaranglah dia akan kembali
mengalaminya. Imron mengetuk pintu ruang Pak Dahlan dan terdengar
suara dari dalam mempersilahkan masuk.
"Nah, ini nih Pak cewek yang saya janjiin kemarin, sip kan !?"
Wajah Sherin merah padam mendengar ocehan Imron, serendah itukah
dirinya, seperti seorang pelacur yang sedang dipromosikan oleh
germonya saja.
"Ini gila, aku ini anak dari keluarga baik-baik, punya cowok yang baik,
bajingan inilah yang menyeretku ke dalam lembah nista ini, tapi kok
aku malah bergairah diperlakukan tidak senonoh gini" Sherin bergumul
dalam hatinya.
Pak Dahlan menatapinya sejenak dari bawah sampai atas, lalu
mempersilakannya duduk. Sherin yang masih canggung menurutinya
setelah diberi syarat gerakan mata oleh Imron. Pak Dahlan berbasa-
basi dulu dengan menanyakan nama, kuliah di fakultas apa, dan
bagaimana studinya. Sherin merasa tidak nyaman dengan tatapan pria
itu yang seakan menelanjangainya sehingga selama diajak ngobrol dia
agak nervous.
"Habis main basket ya ?" tanyanya lagi yang dijawab dengan anggukan
"Minum dulu ya, biar segar !" katanya sambil bangkit ke arah dispenser
dekat situ dan mengisi sebuah gelas kecil.
Sherin menerima gelas yang disodorkan Pak Dahlan seraya
mengucapkan terima kasih. Diminumnya air itu beberapa teguk.
Kemudian tangan Pak Dahlan memegang tenguknya serta memijatnya
pelan. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding karena tangan itu
juga mengelusi lehernya.
"Gimana udah lebih enakan sekarang ?" tanyanya sambil terus
memberikan pemanasan melalui pijatannya.
Sherin terdiam tak mampu menjawab apapun, pijatan lembut pada
pundak dan lehernya itu membuatnya merasa nyaman sehabis
berolahraga barusan sekaligus membangkitkan nafsunya.
"Wah, badannya keringatan gini, dibuka aja bajunya biar ga gerah ya !"
ucapnya kalem
Mungkin karena bagusnya foreplay Pak Dahlan, Sherin tak mampu
menolaknya, malahan dia mengangkat sendiri tangannya membiarkan
kaos timnya dilucuti pria itu sampai terlihat tubuhnya yang indah
dengan perut rata dan payudara yang masih tertutup bra krem.
Pak Dahlan memandang kagum akan keindahan tubuh Sherin yang
akan dia nikmati sebentar lagi. Dia tak ingin menikmatinya terburu-
buru agar lebih terasa enaknya.
"Celananya sekalian yah Sher !" katanya lagi sambil merunduk meraih
bagian pinggang celana sport itu.
Seperti sebelumnya, kali ini pun dia pasrah celana itu diloloskan lewat
kedua kakinya sehingga kini di tubuhnya hanya tersisa satu stel
pakaian dalam warna krem dan kaos kaki dan sepatu basket. Dia
menyilangkan lengan ke dada dengan wajah memerah karena malu.
Imron sejak masuk tadi masih duduk di sofa memperhatikan gadis itu
diwawancarai hingga dikerjai seperti sekarang, wajahnya terlihat
nyengir-nyengir memperhatikan adegan itu. Pak Dahlan menarik lepas
ikat rambut Sherin hingga rambutnya terurai hingga bahunya.
"Wah...wah, bener-bener kaya bidadari, Pak Imron ini pinter milih ya !"
sahutnya mengagumi kecantikan Sherin "coba berdiri Sher, ayo jangan
malu-malu"
Dia melihat tubuh gadis itu tanpa berkedip, kemudian mulai mengelus
pipinya, tangannya, elusannya terus turun hingga menyusup lewat
atas celana dalamnya.
Sherin menggigit bibir sambil memegangi lengan Pak Dahlan yang
memasuki celana dalamnya, tapi hanya sekedar memegangi bukannya
menahan. Kata-kata penolakan gadis itu yang hanya retorika belaka
malah membuat Pak Dahlan semakin gemas dengannya. Tangan itu
mulai membelai permukaan vagina yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu,
semakin jauh menyentuh bibir kemaluannya.
"Sshhhh...eemmhh !!" akhirnya Sherin pun tak sanggup lagi menahan
desahannya
Dengan nafsu sudah diubun-ubun, Pak Dahlan langsung memeluk
gadis itu dan menyerbu bibirnya. Lidahnya menyeruak masuk ke
mulutnya yang terbuka ketika mendesah. Jari-jari Pak Dahlan mulai
terasa memasuki vaginanya dan bergerak liar seperti ular sehingga
menyebabkan daerah itu semakin becek. Erangan tertahan terdengar
dari antara percumbuan yang panas itu. Puas berciuman, Pak Dahlan
kembali mendudukkan Sherin di kursi tadi, lalu di depan gadis itu dia
membuka celananya, burungnya yang sudah bangun tadi seakan
meloncat dari sangkarnya begitu dia menurunkan celana dalamnya.
Sherin terhenyak melihat benda yang mengacung tegak mengarah ke
wajahnya itu.
Pak Dahlan meraih kepala Sherin sambil tangan yang satunya
menggenggam penisnya dan mendekatkan ke mulutnya.
"Ayo, diemut yah !" pintanya.
Dengan pasrah Sherin mulai menggenggam penis itu dengan tangan
bergetar, mulutnya dia buka untuk memasukkan batang itu. Pria
tambun itu menggeram nikmat merasakan kuluman Sherin dan
permainan lidahnya. Sekitar tiga menitan dia mengoral Pak Dahlan,
terdengarlah ketukan di pintu, semua di ruang itu diam dengan mata
memandang ke pintu.
"Gapapa...Non Fanny kok !" Imron memberitahu setelah mengintip lewat
tirai.
"Siapa Pak !" Sherin nampak bingung dan mengambil pakaiannya yang
tercecer untuk menutupi tubuhnya
"Aah...tenang aja Sher, ntar kamu juga kenalan kok, udah ini taro lagi
deh !" kata Pak Dahlan seraya mengambil kaos dari tangan gadis itu.
Fanny agak kaget ketika melihat di ruang itu ada gadis lain yang
hanya berpakaian dalam dan dosennya dengan celana sudah melorot
itu.
"Dia kesini mau ngeramein suasana, tenang aja aman kok !" Imron
menjelaskan pada Fanny.
Sementara itu Pak Dahlan kembali mengeluarkan penisnya dan
medekatkannya ke mulut Sherin. Karena waktu itu Sherin masih merasa
risih, Pak Dahlan menjejalkannya ke mulut dengan setengah paksa.
"Ayoh...gapapa kok, jangan malu-malu gitu !" katanya.
Dari belakang, Imron memeluk pinggang Fanny yang masih terbengong
menyaksikan kelakuan dosennya itu. Diciumnya leher jenjang Fanny
sehingga bulu kuduknya merinding dan semakin horny. Tangannya
dengan lincah melepas sabuk dan membuka resleting gadis itu, maka
meluncur jatuhlah celana jeans panjang itu memperlihatkan keindahan
sepasang paha mulus dibaliknya serta celana dalam G-string yang
seksi. Telapak tangan Imron menyelinap ke balik celana dalam itu dan
memegang kemaluannya. Tubuh Fanny bergetar dan matanya terpejam
menahan nikmat terlebih ketika jari-jari Imron menggosok bibir
kemaluannya.
Hembusan nafas dan ciuman Imron pada telinganya membuat nafsunya
makin naik. Kemudian dia mengangkat tangannya dan melingkarkan ke
belakang kepalanya. Wajahnya menengok ke samping dan langsung
mendapat pagutan panas dari Imron. Sambil berciuman, Imron
menggerakkan tangan satunya menyingkap kaos 'NEXT' tanpa lengan
yang dikenakan Fanny. Tangannya pun mulai menggerayangi tubuh
bagian atasnya hingga akhirnya menyusup ke cup bra kanannya.
"Eemmpphhh...mmm !" desah Fanny tertahan setiap kali Imron
mengorek liang vaginanya dengan jarinya atau mempermainkan
putingnya.
Sementara di hadapan mereka, Pak Dahlan sudah menghentikan oral
seks bersama Sherin. Sekarang pria tambun itu sedang duduk
memangku Sherin yang tinggal memakai celana dalamnya saja sambil
menyusu dari payudaranya. Tangan satunya menopang tubuh Sherin
dan tangan lainnya bergerilya menyusuri keindahan tubuhnya. Pipi pria
itu sampai kempot menyedot puting Sherin, sepertinya dia sangat
gemas dengan payudara Sherin yang putih montok dengan puting
kemerahan itu. Sherin sendiri nampak mendesah nikmat dengan kepala
menengadah dan mata terpejam.
Imron menggiring Fanny ke sofa tempat kemarin bertarung, dia
melepas pakaian karyawannya hingga bugil memperlihatkan penisnya
yang sudah mengeras itu. Kemudian dia naik ke sofa menindih tubuh
Fanny, kembali dia mencumbunya dengan ganas, keduanya berpelukan
erat sambil memainkan lidah masing-masing. Berbeda dengan korban
Imron lainnya yang umumnya harus ditaklukkan dengan cara paksa,
Fanny nampaknya ok-ok saja melayani si penjaga kampus ini, bahkan
cukup antusias. Dengan predikat sebagai gadis nakal semua itu tentu
hanya sekedar tambah pengalaman baginya. Dari bibir ciuman Imron
merambat turun sambil lidahnya menjilati leher dan pundaknya hingga
ke payudaranya yang sudah keluar dari cup branya. Terlebih dulu
Imron melepaskan kaosnya yang sudah tersingkap, selanjutnya dia
keluarkan payudara yang satunya dari cupnya. Bra itu tetap melingkar
di dadanya, hanya saja cupnya sudah dipeloroti. Mulut Imron
mengenyoti kedua gunung itu secara bergantian, daerah itu jadi basah
oleh ludahnya.
"Aahh...ahhh...mmmhh !" desah Fanny sambil meremasi rambut Imron.
Tangan Imron turun ke bawah memeloroti celana dalam G-string itu
perlahan-lahan sambil mengelusi pahanya hingga celana itu pun
akhirnya terlepas tapi masih nyangkut di kaki kiri Fanny.
Tidak jauh dari situ, nampak Sherin yang duduk di tepi meja kerja
dengan Pak Dahlan masih duduk di kursi tadi dengan kepala terbenam
di selangkangan gadis itu. Lidah Pak Dahlan menari-nari menyapu
dinding vagina Sherin, terkadang juga menyentuh klitorisnya. Tangan
kirinya menjulur ke atas memijati payudara kirinya, sedangkan tangan
kanannya mengelusi paha dan pantatnya, sesekali juga ikut
memainkan jarinya pada vaginanya. Sebentar saja badan Sherin sudah
menegang.
"Oohh...Pak, aaahh !" kedua paha mulusnya makin menghimpit wajah
Pak Dahlan.
Pak Dahlan dengan rakus menyedoti cairan cintanya sampai terdengar
bunyi menyeruput. Setelah itu dia bangkit berdiri di depan Sherin yang
masih duduk di tepi meja, kaki kanannya dia buka lebih lebar dan
diarahkannya kepala penisnya ke vagina Sherin. Dia lalu menekan
penisnya pada vagina Sherin yang sudah becek itu. Sherin tersentak
ketika batang itu menyeruak masuk dengan agak kasar ke dalam
vaginanya, terasa sekali benda itu menggesek dinding vaginanya yang
penuh lendir.
"Aaww...aagghh !" desahnya dengan badan tertekuk ke atas.
Pria tambun itu menyetubuhinya dengan ganas sehingga payudara
Sherin nampak tergoncang-goncang seirama hentakan tubuhnya.
Matanya merem-melek merasakan tusukan penis Pak Dahlan yang
datang bertubi-tubi. Dia mengarahkan pandangannya ke depan dan
dilihatnya wajah lebar berkumis itu sedang menatapnya dengan takjub.
Pria itu terus menyetubuhinya sambil berpegangan pada kedua
pahanya. Sherin melingkarkan tangan kirinya ke leher Pak Dahlan dan
tangan kanannya bertumpu di meja.
"Ah...iyah Pak...aahh-ah-terus !" Sherin menceracau demikian secara
refleks.
Sebuah benda basah yang hangat mendadak terasa menggelitik
telinganya, rupanya Pak Dahlan sedang menjilati daerah itu. Jilatan
dan hembusan nafasnya di sana membuat gairahnya semakin meledak-
ledak. Selanjutnya bibir Pak Dahlan bergeser ke pipinya, sapuan
kumisnya terasa pada wajahnya yang halus hingga bertemu dengan
bibir Sherin yang tipis. Desahannya pun teredam karena mulutnya
dilumat oleh Pak Dahlan. Mulut Pak Dahlan yang lebar itu seolah-oleh
ingin menelan Sherin, lidahnya yang kasap itu menjelajahi rongga
mulutnya membuatnya agak gelagapan.
Di atas sofa, tubuh Fanny terbaring dengan kepala bersandar pada
sandaran tangan, satu-satunya pakaian yang tersisa di badannya
hanya bra yang cupnya sudah diturunkan, Imron yang menindihnya
menaik-turunkan tubuhnya sambil menciumi lehernya. Rasa nikmat itu
diungkapkan Fanny lewat desahannya, sesekali dia menggigiti jarinya
sendiri, kedua tungkainya melingkari pinggang Imron seolah meminta
ditusuk lebih dalam lagi. Imron meningkatkan frekuensi genjotannya
sambil melenguh nikmat merasakan seretnya vagina yang menghimpit
penisnya. Duapuluh menit berlalu, Imron kini mengubah gayanya.
Tubuh Fanny dia baringkan menyamping, paha kirinya dia angkat ke
bahu, kemudian penisnya kembali memasuki vaginanya lewat samping.
Dengan begini penis itu dapat melakukan penetrasi lebih dalam. Imron
melanjutkan genjotannya dan meraih sebuah payudaranya, diremasnya
benda itu dengan gemas sehingga pemiliknya merintih. Tubuh Fanny
maupun Imron sudah berkeringat, keduanya saling memacu tubuhnya
masing-masing. Di ambang klimaks Imron makin ganas menyodoki
Fanny yang orgasme tak lama kemudian, dia menggeram panjang lalu
mencabut penisnya dan, crot...crot...isi penis itu berceceran di perut
Fanny.
Kembali kita menengok Sherin dan Pak Dahlan di meja kerja. Mereka
kini sedang dalam gaya berdiri, Sherin berpegangan pada tepi meja,
dia tinggal memakai kaos kaki dan sepatu olahraganya saja, sementara
Pak Dahlan menyodoki vaginanya dari belakang. Sebelumnya Sherin
sudah mencapai orgasme sewaktu posisi duduk di meja, sisa-sisa
cairan orgasme itu masih nampak membasahi pinggir meja. Kedua
tangan Pak Dahlan mendekap dadanya, telapak tangannya
menggerayangi kedua buah dada yang bergoyang-goyang itu. Sherin
jadi teringat mimpinya semalam, tangan yang sedang bermain di
payudaranya berjari-jari besar, persis dalam mimpinya itu, apakah
mimpi itu suatu pertanda, apakah merupakan sebuah peringatan,
demikian yang berkecamuk dalam pikirannya. Lamunan itu terhenti
ketika ada suatu sensasi dahsyat mengalir dalam tubuhnya, semakin
terasa hingga akhirnya tubuhnya mengejang hebat, dan cairan
vaginanya sekali lagi membasahi selangkangannya, posisinya yang
sedang berdiri membuat cairan itu meleleh ke pahanya. Bersamaan
dengan itu juga terasa cairan hangat mengisi vaginanya. Pak Dahlan
yang telah orgasme terus memompa Sherin dengan kecepatan makin
menurun, sperma itu ikut meleleh bercampur dengan cairan
kewanitaannya.
Setelah gelombang orgasme itu reda, Sherin merasa tubuhnya lemas
kehilangan topangan, mungkin sudah roboh kalau saja tidak didekap
Pak Dahlan. Pak Dahlan menarik pinggan Sherin seraya menjatuhkan
diri ke kursi sehingga Sherin pun mendarat di pangkuannya.
"Hebat Sher, makasih ya, kapan-kapan kita main lagi ok !" katanya
sambil memeluk dan menciumnya.
"Huh, dasar gendut mesum, yang kaya gini jadi dosen bukannya jadi
germo, amit-amit deh !" omel Sherin dalam hati.
Demikian setelah istirahat sebentar mereka bertukar pasangan dan
pesta seks di ruang itu berlangsung lagi sampai jam lima lebih ketika
langit mulai menguning. Fanny akhirnya berhasil mengkatrol nilainya
setelah membayar dengan tubuhnya. Hari-hari berikutnya Pak Dahlan
benar-benar puas mencicipi korban-korban Imron yang lain seperti
Ellen, Jesslyn, dan Rania. Korban itu akan terus bertambah apalagi
setelah kedua penjahat kelamin itu kini telah bersekongkol.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar tapi dilarang yang berbau sara dan provokativ.